Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam Islam harta sesungguhnya adalah milik Allah dan amanah yang diserahkan
sepenuhnya pengelolaan kepada manusia. Dalam ajaran Islam tidak dibenarkan manusia
memperoleh kekayaan sesuka hatinya tanpa diatur oleh seperangkat aturan. Pengaturan
diperlukan agar tidak terjadi gejolak sosial, kekacauan ditengah masyarakat, dan kerusakan
lingkungan. Islam mengakui hak-hak individu untuk memiliki kekayaan akan tetapi setiap
individu harus tunduk kepada batasan–batasan agama agar kekayaan itu tidak
membahayakan kepentingan bersama
Merupakan fitrah manusia didalam Islam untuk mencari rezeki. Oleh karena itu juga
merupakan fitrah manusia untuk memperoleh kekayaan dalam memenuhi kebutuhan.
Hanya saja dalam memperoleh rezeki tersebut tidak boleh sesukanya dan memanfaatkannya
sekehandak hati. Apabila dibiarkan begitu saja tentu kekayaan tersebut hanya dimonopoli
oleh orang-orang kaya saja, sedangkan orang-orang lemah akan binasa.
Sangat tidak patut bahkan sangat tercela bila ada seorang Muslim merasa terhina
hanya karena kurang harta. Apalagi kalau sampai berani mengambil keputusan tidak benar
dalam hidupnya karena alasan kemiskinan. Sebab, rezeki yang paling mulia adalah surga,
bukan harta atau benda.
Itulah sebabnya mengapa, para Nabi dan Rasul tidak pernah berbangga dengan rezeki
yang didapatkan berupa harta dan benda yang dimiliknya. Bahkan para Nabi dan Rasul itu
lebih memilih hidup susah demi rezeki yang mulia di sisi-Nya. Namun demikian, Islam
tidak mengharamkan umatnya kaya raya. Karena kekayaan yang disertai iman juga bisa
mengantarkan seseorang pada derajat yang mulia di sisi-Nya

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Rezeki
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kata rezeki memiliki dua arti yaitu,
pertama rezeki adalah segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang
diberikan oleh Tuhan) berupa makanan (sehari-hari); nafkah. Kedua, yaitu kata kiasan dari
penghidupan, pendapatan, (uang dan sebagainya yang digunakan memelihara kehidupan),
keuntungan, kesempatan mendapatkan makanan dan sebagainya. Adapun defenisi lain, kata
rezeki berasal dari bahasa Arab. Secara etimologi, ‫ رزق‬berarti pemberian. Adapun menurut
istilah, Al-Jurjani menyebutkan ar-rizq berarti segala sesuatu yang diberikan oleh Allah
subhanahu wa ta’ala kepada makhluk-Nya untuk mereka konsumsi, baik halal atau haram.
Para ulama tafsir menyebutkan, kata ‫ رزق‬di dalam Al-Qur'an itu memiliki arti yang
beragam. Setidaknya dapat dirangkum dalam beberapa makna berikut ini:
 Ar-rizq berarti pemberian. Sebagaimana makna seperti ini dapat kita temukan di
dalam Al-Qur’an, firman Allah subhanahu wa ta’ala (QS. 2: 3,254).

َ‫ت ِيوييوعم ِلَ ِبويييِيعع ِفهيِيهه ِوول‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه ه‬ ‫مه‬


‫وياَ ِأوييوهاَ ِالذيون ِآومنكوا ِأونيفكقوا ِ مماَ ِوروزقييوناَككيم ِميين ِقوييبيهل ِأوين ِيويأي و‬
(٢٥٤)ِ ‫كخلمعة ِوولَ ِوشوفاَوععة ِوواليوكاَفهكروون ِكهكم ِالمظاَلهكموون‬
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang
telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual
beli dan tidak ada lagi syafa'atdan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zhalim."
(QS. Al-Baqarah: 254)
 Ar-rizq berarti makanan, surga, isteri-isteri. Sebagaimana makna seperti ini dapat
kita temukan di dalam Al-Qur’an, firman Allah subhanahu wa ta’ala (QS. Al
Baqarah: 25)

2
‫صيياَهلاَ ه‬
‫ت ِأومن ِوليم ِجنيمياَ ت‬
َ‫ت ِ ويتيهريِ ِهميين ِ ويتتهوهيياَ ِالنييوهيياَكر ِككلمومييا‬ ‫ه‬ ‫ه‬
‫كي و‬ ‫ووبوششيهر ِالميذيون ِآومنكيوا ِوووعملكيوا ِال م و‬
َ‫كرهزقكيوا ِهمينيوهيياَ ِهميين ِوثيوورتة ِهريزقيبياَ ِقيوياَلكوا ِوهيوذا ِالميهذيِ ِكرهزقيينويياَ ِهميين ِقوييبيكل ِووأكتكيوا ِبهيهه ِكمتووشيياَ هبباَ ِوووليكيم ِفهيِوهييا‬

(٢٥)ِ ‫أويزوواعج ِكمطومهورعة ِووكهيم ِفهيِوهاَ ِوخاَلهكدوون‬


“dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa
bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap
mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah
yang pernah diberikan kepada Kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan
untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.” (QS.
Al-Baqarah: 25)
 Ar-rizq berarti hujan. Sebagaimana makna seperti ini dapat kita temukan di dalam
Al-Qur’an, firman Allah subhanahu wa ta’ala (QS. Al Jaatsiyah: 5)

‫ه‬ ‫هه ت‬ ‫ه‬ ‫ه ه‬


‫ووايختلِف ِاللمييِيهل ِووالنميوهيياَهر ِوووميياَ ِأوني يوزول ِاللميكه ِميون ِالمسيوماَء ِميين ِهريزق ِفوأويحيِويياَ ِبهيه ِالير و‬
‫ض‬

(٥)ِ ‫ت ِلهوقيوتم ِيوييعهقكلوون‬ ‫صهري ه‬


‫ف ِالشروياَهح ِآوياَ ع‬
‫ه‬
‫بوييعود ِوميو وتاَ ِووتو ي‬
“dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu
dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal.” (QS. Al Jaatsiyah: 5)

B. Konsep Rezeki dalam Tinjauan Al-qur’an


a. Kewajiban Mencari Rezeki dan Mencukupi Kebutuhan Sendiri
Ummat manusia telah dijadikan sebagai ummat yang lebih mulia dibanding
kebanyakan makhluk-Nya. Sehingga merupakan suatu kehinaan bagi mereka bila mereka
merendahkan dirinya dengan mengagungkan dan mengibadahi sesama makhluk, misalnya
sapi, ular, kerbau, jin, wali, Nabi, atau senjata dan lainnya. Padahal kedudukannya sama
atau bahkan lebih rendah dibanding mereka, bahkan kebanyakan mereka diciptakan di
dunia ini untuk kepentingan manusia.Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan dalam Al-
Qur’an:

3
‫جيِبعياَ ِكثيمي ِايسيتويووىَ ِإهولي ِالمسيوماَهء ِفووسيمواكهمن ِوسييبوع‬ ‫كهيوو ِالميهذيِ ِوخلو وق ِلوككييم ِومياَ ِهفي ِالير ه‬
‫ض ِ وه‬

ِ (٢٩)ِ ‫ت ِووكهوو ِبهككشل ِوشييتء ِوعلهيِعم‬


‫وساَوا ت‬
‫وو‬
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha
mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah: 29)

Oleh karena itu, dahulu para sahabat dan ulama salaf bekerja guna mencukupi
kebutuhannya sendiri atau mencari rezeki, ada yang berdagang, ada yang bercocok tanam,
dan ada yang menjadi pekerja tanpa ada rasa sungkan atau gengsi.
Mari kita renungkan kisah ini:
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim berkata, telah menceritakan kepada kami
Syaiban dari Yahya -yaitu Ibnu Abu Katsir- dari Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwa
'Umar radhiyallahu 'anhu ketika berdiri memberikan khuthbah pada hari Jum'at, tiba-tiba
ada seorang laki-laki masuk (Masjid). 'Umar lalu bertanya, "Kenapa anda terlambat
shalat?" Laki-laki itu menjawab: "Aku tidak tahu hingga aku mendengar adzan, maka aku
pun hanya berwudhu." Maka "Umar berkata, "Bukankah kamu sudah mendengar bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Jika salah seorang dari kalian berangkat
shalat jum'at hendaklah mandi." (HR. Bukhari-Muslim)

Sahabat ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu tidak mencela sahabat ini karena ia
bekerja mencari rezeki, akan tetapi mencelanya karena ia terlambat hadir shalat jum’at dan
melupakan kewajiban mandi sebelum menghadiri shalat jum’at.

b. Anjuran untuk Tidak Meminta-Minta


Larangan meminta-minta berlaku bagi setiap muslim, kecuali tiga kelompok orang,
sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

4
‫صيملىَّ ِاللميكه ِوعلوييِيهه‬ ‫ه‬ ‫ه‬
‫ت ِوركسييوول ِاللميه ِ و‬
‫حاَلويبة ِفويوأتويييِ ك‬
‫ت ِ وو‬ ‫صيوة ِبييهن ِكميوياَهرتق ِايلولِه ش‬
‫ليي ِقيوياَول ِوتومميلي ك‬ ‫وعيين ِقوبهيِ و‬

‫ك ِ وباَ ِقوياَول ِكثمي ِقوياَول ِيوياَ ِقوبهيِ و‬


‫صيةك‬ ‫كو‬ ‫وووسلموم ِأويسأولككه ِفهيِوهاَ ِفويوقاَول ِأوقهيم ِوحمتي ِتوأيتهيِوينوياَ ِال م‬
‫صيودقوكة ِفوينويأيمر ِلوي و ه‬

‫ه ه ت‬ ‫ه‬
‫إهمن ِاليوميسي يأولووة ِولَ ِوتي ييل ِإهملَ ِلووحي يد ِثوولِثوي ية ِوركجي يتل ِوتوممي يول ِ وو‬
‫حاَلوي يبة ِفووحلمي ي ي‬
‫ت ِلوي يكه ِاليوميسي يأولوكة ِوحمتي ي‬
‫ه‬ ‫صي ييِبويوهاَ ِكثميي ِكييهسي ي ك‬
‫يه‬
‫ت ِوميياَلوكه ِفووحليم ي ي‬
‫ت ِليويكه ِاليوميسي يأولوكة ِوحمتي ي‬ ‫ك ِوووركجي يعل ِأو و‬
‫صيياَبوييتكه ِوجاَئوحي يعة ِايجتويياَوح ي‬ ‫ك‬

‫ش ِوووركجيعل ِأو و‬
‫صياَبوييتكه ِفواَقويعة ِوحمتي ِيويكقيووم ِثوولِثيوةع‬ ‫ب ِقهووابماَ ِهمين ِوعييِ ت‬
‫ش ِأويو ِوقاَول ِهسودابدا ِهمين ِوعييِ ت‬ ‫ه‬
‫يكصيِ و‬
‫ه‬ ‫ه ه هه‬ ‫ه‬
‫ت ِفكولِنيبياَ ِوفاَقويعة ِفووحلمي ي‬
‫ت ِلويكه ِاليوميسيأولوكة ِوحمتيي ِيكصييِ و‬
‫ب‬ ‫ميين ِوذهويِ ِايلوجيياَ ِميين ِقو ييومه ِلووقييد ِأو و‬
‫صيياَبو ي‬
‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫قهووابميياَ ِهميين ِوعييِي ت‬
‫ش ِأويو ِقيوياَول ِهسيودابدا ِهميين ِوعييِي ت‬
‫ش ِفووميياَ ِسيوواكهمن ِميين ِاليوميسيأولوة ِييوياَ ِقوبهيِ و‬
َ‫صيكة ِكسييحبتا‬

َ‫صاَهحبكيوهاَ ِكسيحبتا‬
‫يوأيككلكوهاَ ِ و‬
Dari Qabishah bin Mukhariq Al-Hilali radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, "Aku
memikul suatu beban (hutang untuk mendamaikan dua kabilah yang bersengketa), lalu aku
datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk meminta pendapat dalam
masalah ini. Lalu beliau bersabda, 'Pertahankanlah hingga sedekah datang kepada kita,
maka aku akan memerintahkan untuk memberikannya kepadamu.' Lalu beliau berkata,
'Wahai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak diperkenankan kecuali dalam
tiga hal; orang yang memikul beban hutang (gharim), maka dia diperbolehkan untuk
meminta-minta hingga mendapatkan modal yang cukup dan kemudian berhenti; orang
yang tertimpa musibah sehingga menghabiskan hartanya, maka diperbolehkan meminta-
minta sampai ia mempunyai bekal hidup, atau beliau berkata, hingga ia bisa menutupi
kebutuhan hidup; seorang yang tertimpa kemiskinan, hingga tiga orang yang terpercaya
dari kaumnya mengatakan, " fulan tertimpa kemiskinan" maka ia dibolehkan meminta-
minta sekedar dapat bertahan hidup. (Atau beliau berkata, "menutupi kebutuhan hidup")
Adapun selain dari tiga macam orang tersebut, wahai Qubaishah, maka diharamkan
meminta-minta.” (HR. Muslim 3/ 97-98)

5
c. Anjuran Menjaga Kehormatan Diri Dalam Mencari Rezeki
Demikianlah syari’at Islam mendidik ummatnya agar hidup dengan jiwa yang mulia
dan senantiasa menghindari segala hal yang akan merendahkan martabat dirinya. Bukan
karena ingin pujian orang lain atau sanjungan, akan tetapi dalam rangka menjaga
kemurnian iman dan aqidah mereka, agar tidak ada sedikitpun rasa ketergantungan kepada
selain Allah subhanahu wa ta’ala. Segala apa yang ada di dunia ini adalah milik Allah, dan
segala yang didapatkan oleh manusia datangnya dari Allah, sehingga tiada yang dapat
memberi atau menghalangi suatu kenikmatan sebesar apapun dari seorang hamba selain
Allah ta’ala:

ِ ‫ضير ِفوهإلوييِهه ِ ويتأوكروون‬


‫وووماَ ِبهككيم ِهمين ِنهيعومتة ِفوهمون ِاللمهه ِ كمث ِإهوذا ِوممسكككم ِال ي‬
“dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila
kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta
pertolongan.” (QS. An-Nahl: 53)

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Rezeki adalah segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang
diberikan oleh Tuhan) berupa makanan (sehari-hari); nafkah. kiasan dari penghidupan,
pendapatan, (uang dan sebagainya yang digunakan memelihara kehidupan), keuntungan,
kesempatan mendapatkan makanan dan sebagainya. Islam telah mengajarkan begitu
banyak tentang konsep rezeki seperti dali-dalil yang telah di paparkan di makalah, rezeki
tidak hanya berupa harta atau materi, kehidupan saat ini, bernafas, bisa menggunakan fisik
seutuhnya juga rezeki yang diberikan Allah SWT.

B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat mengingatkan pembaca,serta menambah wawasan
pembaca, pada umumnya dan penyusun pada khusunya.Bahwasanya sangat banyak
manfaat yang dapat diambil dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari terkait konsep
rezeki.

Anda mungkin juga menyukai