Disusun Oleh :
SUNAJAH
Pengertian Entrepreneurship
Wirausaha atau Entrepreneur secara histories sudah dikenal sejak diperkenalkan oleh
Richard Castillon pada tahun 1755. Diluar negeri, istilah kewirausahaan telah dikenal sejak
abad XVI, sedangkan di Indonesia baru dikenal pada akhir abad 20.
Beberapa istilah wirausaha atau Entrepreneur seperti di Belanda dikenal dengan
ondernemer, di Jerman dikenal dengan unternehmer.
Pendidikan Entrepreneurship mulai dirintis sejak 1950-an dibeberapa Negara seperti di
Eropa, Amerika, dan Canada. Bahkan sejak 1970-an banyak universitas yang
mengajarkan entrepreneurship atau small business management. Pada tahun 1980-
an,hampir 500 sekolah di Amerika Serikat memberikan pendidikan Entrepreneurship.
Di Indonesia, kewirausahaan dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau
perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan tantangan seperti
adanya krisis ekonomi, maka pemahaman Entrepreneurship baik melalui pendidikan
formal maupun pelatihan-pelatihan Entrepreneurship di segala lapisan masyarakat
menjadi berkembang.
Dalam bidang pemerintahan seperti dikemukakan oleh Osborne dan Gaebler (1992),
pemerintahan saat ini dituntut untuk memberi corak kewirausahaan (entrepreunerial
government).
Dengan memiliki jiwa/corak Entrepreneurship, maka birokrasi akan memiliki motivasi,
optimisme, dan berlomba untuk menciptakan cara-cara baru yang lebil efisien, efektif,
fleksible sdan adaptif.
Fungsi intrapreneur adalah menciptakan produk dan teknologi baru dengan cara meniru yang
sudah ada, berbeda dengan penentuan tolak ukur (benchmarking) yang berkembang di kalangan
manajer dan wirausahawan di Jepang dan Australia. Pada penentuan tolak ukur, selain meniru,
juga terdapat pengembangan produk melalui pengembangan teknologi baru atau bisa disebut
meniru dengan melakukan modifikasi (Winardi, 1998). Dengan demikian, intrapreneur adalah
orang yang menggunakan temuan orang lain pada unit usahanya. Fungsinya adalah menciptakan
produk dan teknologi baru dengan cara meniru yang sudah ada. Tolak ukurnya adalah meniru
dan mengembangkan produk melalui pengembangan teknologi.
Daftar perbedaan entrepreneur dan intrapreneur
Ada beberapa daftar perbedaan entrepreneur dan intrapreneur yang bisa membuatmu lebih
paham mengenai perbedaan keduanya. Yaitu:
Partisipasi langsung dan total dalam Partisipasi langsung, yang lebih dari
Aktivitas
proses inovasi. _ pendelegasian wewenang.
Menjadi seorang technopreneur jika dilihat dari dua peranan yang dibebankan bagi seorang
technopreneur untuk memahami teknologi sekaligus menanamkan jiwa entrepreneurship
bukanlah sebuah perkara yang mudah, untuk menjadi seorang technopreneur yang berhasil,
setidaknya harus menguasai:
1. Teknologi
Teknologi memegang peranan penting dalam perkembangan dunia modern seperti saat ini,
kemunculan teknologi baru secara terus menerus dan penerapan teknologi yang semakin banyak
dan menyebar membutuhkan inovasi yang berkelanjutan agar penggunaan teknologi dapat tepat
guna dan mencapai sasarannya. Pembelajaran tentang teknologi membutuhkan dukungan dari
sumber daya manusia, dalam hal ini bisa dipelajari di universitas atau perguruan tinggi dan perlu
adanya kerja praktek yang dilakukan secara rutin. Teknologi merupakan cara untuk mengolah
sesuatu agar terjadi efisiensi biaya dan waktu sehingga dapat menghasilkan produk yang
berkualitas dengan memperhatikan kebutuhan pasar, solusi untuk permasalahan, perkembangan
aplikasi, perbaikan efektivitas dan efisiensi produksi serta modernisasi. Seorang technopreneur
tak pernah hanya cukup mempelajari satu atau dua teknologi saja, melainkan harus peka
terhadap inovasi teknologi dan dibutuhkan ide kreatif untuk mendukungnya.
2. Entrepreneurship
Entrepreneurship adalah proses dalam mengorganisasikan dan mengelola resiko untuk sebuah
bisnis dengan rajin mengidentifikasi dan mengevaluasi pasar, menemukan solusi – solusi untuk
mengisi peluang pasar, mengelola sumber daya yang diperlukan, dan mengelola resiko yang
berhubungan dengan bisnisnya.
– Paradigm Alteration yang berarti perubahan paradigma umum. Pola pikir pragmatis dan
instan harus diubah dengan memberikan pemahaman bahwa unit usaha riil sangat diperlukan
untuk menstimulus perkembangan perekonomian negara dan jiwa entrepreneurship berperan
penting dalam membangun usaha tersebut.
– Spirit Initiation. Setelah pengetahuan dan paradigma telah terbentuk, diperlukan sebuah
inisiasi semangat untuk mengkatalisasi gerakan pembangunan unit usaha tersebut. Inisiasi ini
dengan memberikan bantuan berupa modal awal yang disertai monitoring selanjutnya.
– Competition. Tentunya dunia bisnis tak dapat dilepaskan dari kompetisi dengan para
pesaing yang selalu berlomba – lomba dalam menghadirkan nilai tambah dan produk baru untuk
bersaing. Seorang entrepreneur harus sigap dalam sebuah kompetisi untuk tidak ketinggalan.
Adapun karakteristik seorang entrepreneur yang harus dimiliki oleh seorang entrepreneur
diantaranya :
Setelah memiliki jiwa entrepreneurship serta pengetahuan teknologi yang baik, langkah
selanjutnya adalah mengintegrasikannya. Contoh perusahaan technopreneurship dan
technopreneur dunia yang sudah sangat berhasil diantaranya : Microsoft, Apple, Google,
Amazon, dan Twitter. Mereka telah merajai produk komputer dan internet dunia serta dirintis dari
nol oleh para pendiri yang memiliki visi jauh ke depan dengan memutuskan menjadi seorang
technopreneur.
Dibutuhkan banyak pihak terlibat agar technopreneurship senantiasa berkembang di Negara kita,
diantaranya membutuhkan dukungan dari pemerintah sebagai fasilitator, penjamin legalisasi
usaha, dan pelindung bagi hak – hak dan produk yang dihasilkan, masyarakat sebagai konsumen
juga harus mendukung dengan kecintaan terhadap hasil dalam negeri, perusahaan dengan
sumber daya manusia dan berkualitas, bahkan universitas yang paling banyak melahirkan
technopreneurship dengan memberikan banyak pelatihan dan pengetahuan bagi calon
technopreneurship. Jika kolaborasi dapat dijalankan dengan baik, tentunya dapat menghasilkan
technopreneurship tangguh di Indonesia.
Sebenarnya tidak ada penjelasan pasti tentang makna dari sociopreneur, tapi apabila
diterjemahkan sociopreneur terdiri dari gabungan kata antara socio (sosial) dan –preneur
(entrepreneur). Sebenarnya dari gabungan kata tersebut kita sudah bisa melihat makna dari
sociopreneur itu sendiri.
Sudah dibahas diatas, sociopreneur adalah gabungan kata dari socio dan –preneur. Dan seperti
kita tau, salah satu tujuan seseorang menjadi entrepreneur (wirausahawan) untuk mendapatkan
profit (uang).
Banyak orang yang sukses menjadi seorang sociopreneur. Menjadi seorang sociopreneur juga
bisa meningkatkan value diri kita. Karena saat menjadi sociopreneur kita tidak hanya memikirkan
sendiri, kita juga memikirkan mengenai permasalahan orang banyak.
Percayalah, ketika kita berbagi hal positif kepada orang banyak. Pasti banyak hal positif juga
yang bisa kita dapatkan. Mungkin saat ketika membangun bisnis berbasis sosial tersebut kita
menemukan peluang bisnis baru atau bertemu dengan orang yang mau membantu kita untuk
mengembangkan bisnis kita.
Tokoh inspiratif
dr Gamal Albinsaid adalah seorang contoh sociopreneur yang berhasil. Ia membuat sebuah
sistem dimana orang bisa membayar biaya kesehatan dengan menggunakan sampah.
Dengan membangun bisnis sosial tersebut, dr Gamal Albinsaid memenangkan banya sekali
penghargaan. Salah satu yang paling berharga adalah penghargaan HRH The Prince of Wales
Young Sustainability Entrepreneurship First Winner 2014. Penghargaan tersebut diberikan
oleh kerajaan inggris. Ia juga mendapatkan uang sebesar 50.000 euro untuk pengembangan
usaha dan juga paket mentoring dari Universitas Cambridge.
Bisa kita lihat, dari sebuah kegiatan sociopreneurship, dr Gamal Albinsaid bisa mendapatkan
penghargaan dari kerajaan Inggris. Dan pasti, sangat banyak sekali hal-hal yang ia dapatkan
selain itu. Contohnya, bantuan finansial untuk kehidupan sehari-hari.
Nah, seperti itulah pembahasan mengenai sociopreneur. Mulai dari sekarang coba buka pikiran
kita tentang sociopreneur. Karena dengan banyaknya jumlah sociopreneur di Indonesia, pasti
negara ini sangatlah terbantu dalam perkembangannya.
KONSEP DASAR ECOPRENEUR
Ecopreneurship adalah konsep kewirausahaan yang tidak hanya berorientasi terhadap profit saja
melainkan juga perduli terhadap aspek-aspek lainnya terutama aspek lingkungan.
Ecopreneurship merupakan perilaku entrepreneurship yang memperhatikan atau mementingkan
keberlangsungan berlanjutan dari lingkungan pada masa yang akan datang. Sedangkan fashion
merupakan salah satu dari 14 sub-sektor industri kreatif yang ada di Indonesia. Sub-sektor
fashion merupakan sub-sektor ekonomi kreatif yang memberikan donasi ekspor terbesar, sub-
sektor fashion merupakan sub-sektor yang menyumbangkan produk domestik bruto (PDB)
terbesar dibandingkan sub-sektor lainnya, penyerapan tenaga kerja sub-sektor fashion juga
menjadi yang terbesar diantara sub-sektor lainnya, sub-sektor fashion mendominasi dalam rata-
rata kontribusi sub-sektor kreatif terhadap ekonomi kreatif di Indonesia. Berdasarkan latar
belakang tersebut maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Kajian Implementasi Aspek-
aspek Ecopreneurship Pada Bisnis Bidang Fashion” David Kainhart mengungkapkan bahwa
terdapat tiga konsep ecopreneurship, yaitu : Eco-Innovation, Eco-Opportunities, dan Eco-
Commitment. Pengertian dari ketiga aspek ecopreneurship tersebut adalah sebagai berikut, eco-
innovation adalah tindakan yang berkontribusi terhadap reduksi beban lingkungan, eco-
opportunities adalah kemampuan untuk memanfaatkan atau mengeksploitasi kegagalan pasar
yang dikarenakan aspek lingkungan, dan eco-commitment adalah kesediaan untuk berkerja
keras dan memberikan tenaga serta waktu untuk perkerjaan atau aktivitas yang ramah terhadap
lingkungan Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dimana data dalam penelitian didapat
secara langsung melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi yang dilakukan terhadap objek
penelitian. Pendekatan pada penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus yang dilakukan
terhadap tiga brand yang bergerak di bidang fashion yang menjalankan proses bisnisnya di
Jakarta.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ketiga objek penelitian sudah menerapkan aspek Eco-
Innovation pada proses bisnis yang dijalankan. Untuk aspek Eco-Opportunities, kesempatan
yang dikarenakan kegagalan pasar akibat faktor lingkungan dirasa belum terdapat di Indonesia.
Sedangkan pada aspek Eco-Commitment ketiga obyek penelitian sudah memiliki komitmen untuk
turut menjaga lingkungan, hal ini terlihat dari kesadaran dan keingingan mereka untuk lebih
ramah terhadap lingkungan pada masa yang akan datang. Implementasi aspek-aspek
ecopreneurship pada ketiga brand yang menjadi objek penelitian dirasa belum dilakukan secara
maksimal. Hal ini terjadi karena masih mahalnya harga bahan baku produk yang ramah
lingkungan dan dengan kenyaataan bahwa masih minimnya kesadaran masyarakat selaku
konsumen tentang pentingnya menjaga lingkungan mengakibatkan konsep ecopreneurship
masih sangat sulit untuk diimplemantasikan secara penuh.
Entrepreneur merupakan istilah yang mungkin tidak asing lagi di telinga sebagian besar orang.
Seiring dengan bermunculannya banyak entrepreneur baru, terdapat istilah istilah lainnya yakni
technopreneur, sociopreneur, dan ecopreneur. Pada dasarnya istilah tersebut merupakan
konsep dari kewirausahaan. Berikut perbedaan-perbedaan yang ada dari keempat istilah
tersebut.
Istilah entrepreneur sendiri apabila diartikan ke dalam Bahasa Indonesia adalah pengusaha
atau wiraswasta. Yaitu, orang yang memiliki usaha sendiri dan mengelola usahanya sendiri
dengan ide atau konsep yang baru. Sehingga entrepreneur memiliki kebebasan dalam
menentukan budaya kerja, jadwal, bahkan seragam yang digunakan. Karena memiliki
kebebasan tersebut maka risiko pun ditanggung sepenuhnya sendiri.
Kedua adalah intrapreneur. Dari segi istilah dapat dikatakan bahwa seorang intrapreneur
adalah entrepreneur yang berada dalam suatu organisasi atau perusahan. Artinya, seorang
intrapreneur bukanlah pemilik suatu bidang usaha tersebut sehingga tidak memiliki kebebasan
seperti entrepeneur. Walaupun demikian, seorang intrapreneur tetap dapat memberikan ide
atau gagasan baru dengan menggunakan sumber daya yang ada pada organisasinya.
Sehingga risiko yang ditanggung oleh seorang intrapreneur relatif lebih kecil dibandingkan
dengan seorang entrepreneur.
Berbeda dengan ketiga konsep kewirausahaan sebelumnya. Sociopreneur tidak hanya fokus
terhadap profit yang dihasilkan, tapi seorang sociopreneur juga fokus pada aspek sosial. Oleh
karena nya sociopreneur dapat melihat peluang usaha yang ada di sekitarnya tersebut yang
dapat menghasilkan keuntungan dan memiliki fungsi untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.
Berdasarkan pengertian tersebut, kelima istilah tersebut pada dasarnya memiliki tujuan untuk
mencari keuntangan. Perbedaannya yang paling menonjol adalah penggunaan sumber daya
dan fokus yang dituju.