Anda di halaman 1dari 5

TINJAUN PUSTAKA

Penyakit celiac merupakan penyakit enteropati proksimal terkait sistem imun yang
bersifat reversibel. Penyakit ini terjadi karena interaksi antara diet yang mengandung gluten
dengan sistem imun di usus (Woodward, 2016). Prevalensi penyakit celiac di dunia terutama di
negara barat diperkirakan sekitar 0,5-1%.2,3 Namun demikian, penyakit ini jarang ditemukan di
negara dengan konsumi gluten rendah, seperti Indonesia, Korea, Filipina, dan pulau-pulau kecil
di Pasifik (Cummins & Thomson, 2009).
Penyakit celiac memiliki manifestasi klinis yang beragam dan dapat terjadi pada berbagai
usia.( Pelkowsky & Viera, 2014). Manifestasi klinis penyakit celiac meliputi gejala saluran cerna,
gejala di luar saluran cerna, atau tanpa gejala. Gejala klasik yang berhubungan dengan saluran
cerna di antaranya yaitu diare, steatorea, dan penurunan berat badan karena malabsorbsi. Sekitar
50% pasien penyakit celiac menunjukkan gejala di luar saluran cerna atau gejala atipikal seperti
anemia, osteoporosis, dermatitis herpetiformis, gejala neurologi, dan hipoplasia enamel gigi.
(Gujral , et.al, 2012).
Penyakit celiac merupakan kelainan inflamasi dengan gambaran autoimun yang
memengaruhi individu yang memiliki predisposisi genetik. Penyakit ini dipicu oleh makanan
yang mengandung gluten dan protein lainnya yang ditemukan pada barley dan gandum hitam.
Interaksi antara faktor genetik dan lingkungan menyebabkan hilangnya toleransi terhadap gluten
dan berkembangnya lesi di usus halus. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya jumlah
limfosit pada epitel dan lamina propria, hilangnya vilus usus halus, destruksi sel epitel,
remodelling mukosa, dan munculnya autoantibodi terhadap enzim tissue transglutaminase type 2
(tTG2). (Steina & Schuppanc, 2012).
Transglutaminase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi perpindahan gugus asil
menjadi ikatan kovalen silang diantara protein (Nonaka et al., 1989). Enzim ini banyak
ditemukan pada liver marmut, ikan, jaringan tumbuhan dan mamalia serta invertebrata. Beberapa
industri pangan memanfaatkan enzim transglutaminase, antara lain untuk memperbaiki tekstur
keju, mengurangi sineresis (kehilangan air) pada yoghurt, meningkatkan sifat rheologi,
enkapsulasi bahan yang berlemak dan larut lemak serta memperbaiki pembentukan gel dan sifat
gel (Grades, 2006). Enzim transglutaminase juga dimanfaatkan pada industri tekstil, yaitu untuk
memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh bahan kimia dan protease selama pembuatan wool
(Cortez et al., 2004) dan pencucian benang wool (Cortez et al., 2005).

Jagung sebagai bahan pangan memiliki potensi untuk dikembangkan karena jagung
memiliki keunggulan sebagai pangan fungsional dengan kandungan serat pangan, unsur fe dan
betakaroten (provitamin A) yang tinggi (Suarni, 2009). Selain itu, jagung merupakan pangan
yang tergolong indeks glikemik sedang (Loehr and Schwartz, 2000), dan ketiadaan gluten
menjadikan jagung cocok dikonsumsi oleh penderita anti gluten dan autis.

Kandungan karbohidrat tinggi dengan indeks glikemik yang rendah menjadikan tepung
jagung dapat menjadi bahan substitusi dalam pembuatan roti bebas gluten. Akan tetapi
penggunaan tepung bebas gluten dapat menurunkan sifat sensorik roti (Muthoharoh dan Aji,
2017).

Kebutuhan terigu di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2013
kebutuhan terigu di Indonesia sebesar 4,84 juta ton, sedangkan pada tahun 2014 meningkat
menjadi 5,05 juta ton (Aptindo, 2014). Peningkatan permintaan terigu disebabkan semakin
beragamnya produk makanan berbasis terigu. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut
adalah memanfaatkan bahan pangan serealia lain untuk substitusi tepung terigu diantaranya yaitu
jagung. Jagung merupakan bahan pangan yang berperan penting dalam perkembangan industri
pangan dan dapat diolah menjadi produk setengah jadi seperti tepung. Kandungan gizi jagung
yaitu karbohidrat sebesar 79,56%, protein sebesar 6,97% dan sejumlah zat gizi lainnya (Suarni
dan Firmansyah, 2005). Di samping itu, jagung mengandung antigizi seperti antitripsin, asam
fitat, dan oligosakaraida yang dapat mengganggu penyerapan zat gizi tubuh sehingga
menghambat kesehatan. Fermentasi seperti yang dilaporkan oleh Mubarak (2005) dapat
mengurangi antigizi dan dapat meningkatkan kualitas protein serealia (Chavan et al., 1989). Oleh
karena itu, fermentasi dapat dijadikan alternatif dalam pengolahan tepung jagung.

Tepung kacang Garbanzo atau yang sering dikenal dengan nama tepung chickpea dibuat
dengan menggiling kacang garbanzo kering (kacang ayam) menjadi serbuk. Ia adalah ramuan
yang popular di masakan Timur Tengah dan India, di mana ia terdapat dalam hidangan seperti
falafel dan hummus. Oleh kerana kacang garbanzo tinggi protein dan serat serta beberapa
mineral dan vitamin B, tepungnya sangat berkhasiat. Kacang garbanzo adalah kacang-kacangan
dan bukan jenis gandum, tepung garbanzo tidak mempunyai gluten jadi ia sesuai untuk diet
bebas gluten.

Satu cawan tepung garbanzo mempunyai lebih daripada 20 gram protein dan hampir 10
gram serat bersama-sama dengan kira-kira 350 kalori.Ia juga mempunyai lebih daripada 4
miligram besi, 150 miligram magnesium, lebih daripada 2.5 gram zink, 1.6 miligram niacin, dan
400 mikrogram folat.

Pembuatan roti bisa menggunakan tepung lain selain tepung terigu meskipun tidak
memiliki gluten yang cukup untuk mengembangkan roti namun mempunyai nilai tambah pada
roti. Hal ini sesuai dengan program diversifikasi pangan pemerintah dengan dapat memanfaatkan
sumber daya lokal yang berpotensial. Penganekaragaman pangan lokal dimaksudkan untuk
memperoleh keragaman zat gizi sekaligus melepas ketergantungan masyarakat atas penggunaan
tepung terigu dalam proses pembuatan roti (Rahmah, et al. 2017).

Roti bebas gluten berbeda dengan roti pada umumnya karena bahan utama yang
digunakan adalah tepung yang tidak mengandung gluten. Contoh tepung yang bebas gluten
adalah tepung beras, jagung, kedelai, Modified Cassava Flour (MOCAF), dan kentang
(Samantha, 2017).

Untuk memenuhi permintaan konsumen bebas gluten, perusahaan berusaha untuk


menghasilkan produk roti bebas gluten dengan kualitas yang tinggi dan memiliki karakteristik
yang hampir sama dengan roti yang terbuat dari tepung terigu (Moore et al, 2004 dalam Mugah
et al., 2016). Membuat roti yang memiliki karakteristik hampir sama dengan roti tepung terigu
tanpa adanya gluten merupakan tantangan teknologi. Roti bebas gluten berhubungan dengan
produk berkualitas rendah karena memiliki kenampakan remah (crumb) roti yang kering dan
mudah hancur, mouthfeel yang buruk, dan lebih cepat mengalami proses staling. Adonan bebas
gluten tidak memiliki kemampuan untuk membentuk jaringan protein dengan sifat yang mirip
jaringan gluten. Oleh sebab itu penggantian jaringan gluten dalam roti bebas gluten menjadi
tujuan utama dalam mengembangkan produk baru (Huttner dan Arendt, 2010 dalam Mugah et al.,
2016). Produk-produk dari gandum, rye, barley, dan oat harus digantikan dengan jagung, beras,
kedelai, milet campuran dari jagung, beras, dan kentang (Ahmed et al., 2012 dalam Man et al,
2014).
DAPUS

Aptindo (Assosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesi). 2014. Data Kebutuhan Tepung Terigu
Nasional. www.aptindo.or.id. Diunduh: 16 November 2019.

Chavan, J.K., S.S. Kadam, and L.R.,Beuchat 1989. Nutritional improvement of cereals by
fermentation. Critical Reviews in Food Science and Nutrition. 28(5):349–400

Cortez, J, Bonner PLR, Griffin M. 2004. Application of transglutaminases in the modification of


wool textiles. Enz. Microb. Technol. 34: 64.72.

Cummins AG, Thomson IC. 2009 Prevalence of celiac disease in the Asia– Pacific region. J
Gastroenterol Hepatol. 24 (8):1347-51.

Grades ZEA. 2006. Stability of microbial transglutaminase and its reactions with individual
caseins under atmospheric and high pressure. [disertasi]. Mexiko City: Fakultät
Mathematik und Naturwissenschaften. Technischen Universität Dresden.

Gujral N, Freeman HJ, Thomson AB. 2012. Celiac disease: Prevalence, diagnosis, pathogenesis
and treatment. World J Gastroenterol. 18(42):6036-59.

Loehr, J., & Schwartz, T. (2001). The making of a corporate athlete. Harvard business review,
79(1), 120-129.

Man, S.; A. Paucean; S. Muste; A. Pop. (2014). Studies on the Formulation and Quality
Characteristics of Gluten Free Muffins. Journal of Agroalimentary Processes and
Technologies 20 (2) : 122-127.

Mugah, E.M.; L.M. Duizer.; M.B. McSweeney. (2016). A Comparison of Sensory Properties of
Artisanal Style and Industrially Processed Gluten Free Breads. International Journal of
Gastronomy and Food Science (3) : 38-46.

Muthoharoh, D. F. dan Aji S. 2017. Pembuatan Roti Tawar Bebas Gluten Berbahan Baku
Tepung Garut, Tepung Beras, dan Maizena (Konsentrasi Glukomanan dan Waktu
Proofing). Jurnal Pangan dan Agroindustri, vol 5. no. 2 : 34 – 44.

Nonaka M, Tanaka H, Okiyama A, Motoki M, Ando H, Umeda K, Matsuura A. 1989.


Polymerization of several protein by Ca2+ independent transglutaminase derived from
microorganisms. Agric. Biol. Chem 53: 2619-2623.
Pelkowsky TD, Viera AJ. 2014. Celiac disease: Diagnosis and Management. Am Fam Physician.
89 (2):99-105.
Rahmah, A., Faizah H., dan Rahmayuni. 2017. Penggunaan Tepung Komposit dari Terigu, Pati
Sagu, danTepung Jagung dalam Pembuatan Roti Tawar. Jurnal Faperta, vol. 4 no. 1 : 1
14.

Samantha, D. 2017. Karakteristik Fisikokimia, Sensori dan Kandungan Kalori dari Roti Bebas
Gluten yang Disubstitusi dengan Tepung Beras. Skripsi. Universitas Khatolik
Soegijapranata, Semarang.

Steina J, Schuppanc D. 2014. Coeliac Disease–New pathophysiological findings and their


implications for therapy. Viszeralmedizin.30(3):156-65.

Suarni dan I.U. Firmansyah. 2005. Beras jagung: Prosesing dan kandungan nutrisi sebagai bahan
pangan pokok. hlm. 393−398. dalam Suyamto (Ed.) Prosiding Seminar dan Lokakarya
Nasional Jagung, Makassar. 29−30 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan, Bogor.

Suarni, S. (2009). Prospek Pemanfaatan Tepung Jagung untuk Kue Kering (Cookies). Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 28(2), 63-71.

Woodward J. 2016. Improving outcomes of refractory celiac disease – current and emerging
treatment strategies. Clin Exp Gastroenterol. 9:225-36.

Anda mungkin juga menyukai