Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kebutuhan akan teknologi jaringan komputer semakin meningkat. Selain sebagai media
penyedia informasi, melalui intenet pula kegiatan komunitas komersial menjadi bagian
terbesar dan pesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas Negara. Bahkan
melalui jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui selama 24 jam. Melalui dunia
internet atau disebut juga cyber space, apapun dapat dilakukan. Segi positif dari dunia
maya ini tentu saja menambah trend perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk
kreatifitas manusia. Namun dampak negaif pun tidak bisa dihindari. Tatkala pornografi
marak dimedia internet, masyarakat pun tak bisa berbuat banyak. Seiring dengan
perkembangan teknologi internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang disebut
dengan cyber crime atau kejahatan melalui jaringan internet. Munculnya beberapa kasus
cyber crime di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap
transmisi data orang lain, misalnya email dan memanipulasi data

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dari penulisan makalah ini adalah:
a. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kewarganegaraan
b. Melatih mahasiswa untuk lebih aktif dalam pencarian bahan-bahan materi
Kewarganegaraan
c. Menambah wawasan mahasiswa mengenai cyber crime

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :


Untuk dapat di presentasikan sehingga mendapatkan nilai UAS , dikarenakan
mata kuliah Kewarganegaraan adalah KBK ( Kurikulum Berbasis Kompetensi )
Memberikan informasi tentang cyber crime kepada kami sendiri pada
khususnya dan masyarakat yang membaca pada umumnya.

1.3 RUMUSAN MASALAH


1. Pengertian Cyber Crime
2. Bagaimana bentuk-bentuk Cybercrime di Indonesia?
3. Kerugian dari Cyber Crime
4. Penanggulangan Cyber Crime
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 W.J.S Poerwadarminto: masyarakat berarti suatu pegaulan hidup manusia, sehimpunan


orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan dan aturan
tertentu.Sedangkan kata madani berasal dari bahasa Arab yaitu madinah, artinya kota.
Jadi secara etimologis, masyarakat madani berarti masyarakat kota. Meskipun demikian,
istilah kota tidak merujuk semata-mata kepada letak geografis, tetapi justru kepada
karakter atau sifat-sifat tertentu yang cocok untuk penduduk kota. Dari sini masyarakat
madani tidak asal masyarakat perkotaan, tetapi memiliki sifat yang cocok dengan orang
kota, yaitu berperadaban.
 Rumusan PBB: masyarakat yang demokratis dan menghargai human dignity atau hak-hak
tanggung jawab manusia.
 Thomas Paine: arti masyarakat madani adalah suatu ruang tempat warga dapat
mengembangkan kepribadiannya dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingan
secara bebas dan tanpa paksaan.
 Nucholish Madjid: Nurcholis Madjid mendefinisikan masyarakat madani sebagai
masyarakat yang merujuk pada masyarakat islam yang perna dibanguna Nabi Muhammad
Saw. di negeri Madinah.
 Gellner: sekelompok institusi/lembaga dan asosiasi yang cukup kuat untuk mencegah
tirani politik, baik oleh negara maupun komunal/komunitas.
 Muhammad A.S. Hikam: wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan
bercirikan antara lain kesukarelaan, keswasembadaan dan keswadayaan, kemandirian
tinggi terhadap negara, dan keterikatan dengan norma serta nilai-nilai hukum yang diikuti
warganya.
 Dawan Rahardjo: masyarakat madani adalah proses penciptaan peradaban yang mengacu
kepada nilai-nilai kebijakan bersama.
 M. Hasyim: masyarakat yang selalu memelihara perilaku yang beradab, sopan santun
berbudaya tinggi, baik dalam menghadapi sesama manusia atau alam lainnya.
http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-masyarakat-madani-ciri.html# (diakses hari
Minggu, 29 November 2015. Pukul 17.38)

BAB III

PEMBAHASAN

1. Pengertian Cyber Crime


Cybercrime adalah tindak kriminal yang dilakukan dengan menggunakan
teknologi computer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan
yang memanfaatkan perkembangan teknologi computer khusunya internet.
Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan
teknologi computer yang berbasasis pada kecanggihan perkembangan teknologi
internet.
Sebagian besar dari perbuatan Cybercrime dilakukan oleh seseorang yang
sering disebut dengan cracker. Kegiatan hacking atau cracking yang merupakan salah
satu bentuk cybercrime tersebut telah membentuk opini umum para pemakai jasa
internet bahwa Cybercrime merupakan suatu perbuatan yang merugikan bahkan
amoral. Para korban menganggap atau memberi stigma bahwa cracker adalah
penjahat. Perbuatan cracker juga telah melanggar hak-hak pengguna jasa internet
sebagaimana digariskan dalam The Declaration of the Rights of Netizens yang
disusun oleh Ronda Hauben. David I. Bainbridge mengingatkan bahwa pada saat
memperluas hukum pidana, harus ada kejelasan tentang batas-batas pengertian dari
suatu perbuatan baru yang dilarang sehingga dapat dinyatakan sebagai perbuatan
pidana dan juga dapat dibedakan dengan misalnya sebagai suatu perbuatan perdata.

2. Berdasarkan bentuk-bentuk kejahatan sebagaimana telah dikemukakan oleh beberapa


penulis serta memperhatikan kasus-kasus cybercrime yang sering terjadi, maka
kualifikasi cybercrime berdasarkan Tindak pidana yang berkaitan dengan kerahasiaan,
integritas dan keberadaan data dan sistem computer yaitu:

a. Illegal Access (akses secara tidak sah terhadap sistem komputer), yaitu dengan
sengaja dan tanpa hak melakukan akses secara tidak sah terhadap seluruh atau
sebagian sistem komputer, dengan maksud untuk mendapatkan data komputer
atau maksud-maksud tidak baik lainnya, atau berkaitan dengan sistem komputer
yang dihubungkan dengan sistem komputer lain. Hacking merupakan salah satu
dari jenis kejahatan ini yang sangat sering terjadi.
b. Data Interference (mengganggu data komputer), yaitu dengan sengaja melakukan
perbuatan merusak, menghapus, memerosotkan (deterioration), mengubah atau
menyembunyikan (suppression) data komputer tanpa hak. Perbuatan
menyebarkan virus komputer merupakan salah satu dari jenis kejahatan ini yang
sering terjadi.
c. System Interference (mengganggu sistem komputer), yaitu dengan sengaja dan
tanpa hak melakukan gangguan terhadap fungsi sistem komputer dengan cara
memasukkan, memancarkan, merusak, menghapus, memerosotkan, mengubah,
atau menyembunyikan data komputer. Perbuatan menyebarkan program virus
komputer dan E-mail bombings (surat elektronik berantai) merupakan bagian dari
jenis kejahatan ini yang sangat sering terjadi.
d. Illegal Interception in the computers, systems and computer networks
operation(intersepsi secara tidak sah terhadap komputer, sistem, dan jaringan
operasional komputer), yaitu dengan sengaja melakukan intersepsi tanpa hak,
dengan menggunakan peralatan teknik, terhadap data komputer, sistem komputer,
dan atau jaringan operasional komputer yang bukan diperuntukkan bagi kalangan
umum, dari atau melalui sistem komputer, termasuk didalamnya gelombang
elektromagnetik yang dipancarkan dari suatu sistem komputer yang membawa
sejumlah data. Perbuatan dilakukan dengan maksud tidak baik, atau berkaitan
dengan suatu sistem komputer yang dihubungkan dengan sistem komputer
lainnya.
e. Data Theft (mencuri data), yaitu kegiatan memperoleh data komputer secara tidak
sah, baik untuk digunakan sendiri ataupun untuk diberikan kepada orang lain.
Identity theft merupakan salah satu dari jenis kejahatan ini yang sering diikuti
dengan kejahatan penipuan (fraud). Kejahatan ini juga sering diikuti dengan
kejahatan data leakage.
f. Data leakage and Espionage (membocorkan data dan memata-matai), yaitu
kegiatan memata-matai dan atau membocorkan data rahasia baik berupa rahasia
negara, rahasia perusahaan, atau data lainnya yang tidak diperuntukkan bagi
umum, kepada orang lain, suatu badan atau perusahaan lain, atau negara asing.”
g. Misuse of Devices (menyalahgunakan peralatan komputer), yaitu dengan sengaja
dan tanpa hak, memproduksi, menjual, berusaha memperoleh untuk digunakan,
diimpor, diedarkan atau cara lain untuk kepentingan itu, peralatan, termasuk
program komputer, password komputer, kode akses, atau data semacam itu,
sehingga seluruh atau sebagian sistem komputer dapat diakses dengan tujuan
digunakan untuk melakukan akses tidak sah, intersepsi tidak sah, mengganggu
data atau sistem komputer, atau melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum
lain.
3. Kerugian-kerugian yang ditimbulkan dari cyber crime

Suatu kejahatan dalam hal ini kejahatan di dunia maya sudah pasti memiliki kerugian-
kerugian yang di rasakan oleh pihak korbannya. Kerugian-kerugian yang ditimbulkan
cybercrime diantaranya sebagai berikut:
 Pencemaran nama baik seperti kasus yang menimpa prita mulyasari yang menulis
keluh kesahnya terhadap pelayanan RS.Omni internasional sehingga menyeretnya ke
pengadilan walaupun akhirnya pihak penggugat membatalkan gugatannya sehingga
prita terbebas dari jeratan hukum dan denda.
 Kehilangan sejumlah data sehingga menyebabkan kerugian yang tak ternilai
harganya terutama data yang bersifat sangat rahasia dan penting.
 Kerusakan data akibat ulah cracker yang merusak suatu system komputer sehingga
kinerja suatu lembaga yang bersangkutan menjadi kacau.
 Kehilangan materi yang cukup besar akibat ulah carder yang berbelanja dengan
kartu kredit atas identitas milik korban.
 Rusaknya software dan program komputer akibat ulah seseorang dengan
menggunakan virus komputer.

4. Penanggulangan Cyber Crime


Cybercrime merupakan sebuah fenomena kejahatan yang sangat merugikan sehingga
pelaku kejahatannyapun harus dihukum sesuai kadar kejahatannya. Negara Indonesia adalah
Negara hukum sehingga dalam menangani suatu tindak kejahatan tidak terkecuali cybercrime
itu sendiri maka pemerintah membuat sebuah undang-undang yang mengatur hukuman apa
yang pantas untuk para pelaku cybercrime ini.Sehingga dengan adanya penanganan yang
tepat terhadap setiap kasus cybercrime diharapkan dapat menghilangkan atau paling tidak
meminimalkan kasus-kasus cybercrime di negeri Indonesia tercinta ini.
Undang-undang yang diharapkan adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap
perkembangan serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak negatif
penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban
seperti kerugian materi dan non materi.Indonesia memiliki beberapa hukum positif yang
berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk kasus kasus
yang menggunakan komputer sebagai sarana.
Dengan diterapkannya undang-undang ini secara maksimal tentunya pelaku-pelaku
cybercrime akan berfikir dua kali untuk melakukan kejahatannya mengingat sanksi yang
diberikan tidak bisa dianggap ringan. Sanksi yang diberikan memanglah sepadan dengan apa
yang dilakukan para pelaku cybercrime mengingat kerugian yang ditimbulkanpun berdampak
besar bagi sang korban.
Berikut ini adalah beberapa undang-undang yang relevan dengan kasus-kasus
berbagai kejahatan di di dunia maya.
1. Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Dalam upaya menangani kasus-kasus yang terjadi para penyidik melakukan analogi
atau perumpamaan dan persamaaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP. Pasal-pasal
didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu Pasal karena melibatkan beberapa
perbuatan sekaligus pasal – pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada cybercrime antara
lain :
v Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu
kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang
diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan transaksi
di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang
ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang
melakukan transaksi.
v Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah olah menawarkan dan
menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga
orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi, pada
kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang dikirimkan dan
barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu.
v Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan
melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku dan jika tidak dilaksanakan akan membawa
dampak yang membahayakan. Hal ini biasanya dilakukan karena pelaku biasanya mengetahui
rahasia korban.
v Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan
media Internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan email kepada teman-teman korban
tentang suatu cerita yang tidak benar atau mengirimkan email ke suatu mailing list sehingga
banyak orang mengetahui cerita tersebut.
v Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online
di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
v Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno yang
banyak beredar dan mudah diakses di Internet. Walaupun berbahasa Indonesia, sangat sulit
sekali untuk menindak pelakunya karena mereka melakukan pendaftaran domain tersebut
diluar negri dimana pornografi yang menampilkan orang dewasa bukan merupakan hal yang
ilegal.
v Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi
seseorang yang vulgar di Internet , misalnya kasus-kasus video porno para mahasiswa.
v Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku melakukan
penipuan seolah-olah ingin membeli suatu barang dan membayar dengan kartu kreditnya
yang nomor kartu kreditnya merupakan curian
v Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik
orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan
sebagaimana mestinya.

2. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.


Menurut Pasal 1 angka (8) Undang – Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,
program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode,
skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca
dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi
khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang
intruksi-intruksi tersebut. Hak cipta untuk program komputer berlaku selama 50 tahun (Pasal
30). Harga program komputer/ software yang sangat mahal bagi warga negara Indonesia
merupakan peluang yang cukup menjanjikan bagi para pelaku bisnis guna menggandakan
serta menjual software bajakan dengan harga yang sangat murah.
Misalnya, program anti virus seharga $ 50 dapat dibeli dengan harga Rp20.000,00.
Penjualan dengan harga sangat murah dibandingkan dengan software asli tersebut
menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi pelaku sebab modal yang dikeluarkan tidak
lebih dari Rp 5.000,00 perkeping. Maraknya pembajakan software di Indonesia yang terkesan
“dimaklumi” tentunya sangat merugikan pemilik hak cipta. Tindakan pembajakan program
komputer tersebut juga merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (3)
yaitu “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk
kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) “.

3. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi


Menurut Pasal 1 angka (1) Undang – Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi
adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam
bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik,
radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Dari definisi tersebut, maka Internet dan segala
fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat
mengirimkan dan menerima setiap informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film
dengan sistem elektromagnetik.
Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat
dikenakan sanksi dengan menggunakan Undang- Undang ini, terutama bagi para hacker yang
masuk ke sistem jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap
orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:

a. Akses ke jaringan telekomunikasi

b. Akses ke jasa telekomunikasi

c. Akses ke jaringan telekomunikasi khusus

Apabila anda melakukan hal tersebut seperti yang pernah terjadi pada website KPU
www.kpu.go.id, maka dapat dikenakan Pasal 50 yang berbunyi “Barang siapa yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah)”

4. Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan


Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang
Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan
media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat
pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan.
Misalnya Compact Disk – Read Only Memory (CD – ROM), dan Write – Once -Read –
Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang
sah.

5. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang


No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang yang paling ampuh bagi seorang
penyidik untuk mendapatkan informasi mengenai tersangka yang melakukan penipuan
melalui Internet, karena tidak memerlukan prosedur birokrasi yang panjang dan memakan
waktu yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang termasuk
dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang
menerima transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh
tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang
Perbankan. Dalam Undang-Undang Perbankan identitas dan data perbankan merupakan
bagian dari kerahasiaan bank sehingga apabila penyidik membutuhkan informasi dan data
tersebut, prosedur yang harus dilakukan adalah engirimkan surat dari Kapolda ke Kapolri
untuk diteruskan ke Gubernur Bank Indonesia.
Prosedur tersebut memakan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan data dan
informasi yang diinginkan. Dalam Undang-Undang Pencucian Uang proses tersebut lebih
cepat karena Kapolda cukup mengirimkan surat kepada Pemimpin Bank Indonesia di daerah
tersebut dengan tembusan kepada Kapolri dan Gubernur Bank Indonesia, sehingga data dan
informasi yang dibutuhkan lebih cepat didapat dan memudahkan proses penyelidikan
terhadap pelaku, karena data yang diberikan oleh pihak bank, berbentuk: aplikasi
pendaftaran, jumlah rekening masuk dan keluar serta kapan dan dimana dilakukan transaksi
maka penyidik dapat menelusuri keberadaan pelaku berdasarkan data– data tersebut. Undang-
Undang ini juga mengatur mengenai alat bukti elektronik atau digital evidence sesuai dengan
Pasal 38 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima,
atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

6. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Terorisme
Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Undang-Undang ini mengatur mengenai alat
bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang
diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam
penyelidikan kasus terorisme, karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan
dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di
Internet untuk menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku
mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui
handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari
informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui bulletin
board atau mailing list.

7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi


Elektronik
Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April
2008, diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat
pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum
bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.
Dengan adanya undang-undang diatas merupakan suatu bukti keseriuasan pemerintah
dalam menanggulangi kasus cybercrime.Sehingga kasus-kasus cybercrime di Indonesia dapat
di tangani dengan baik yang pada akhirnya akan menimbulkan kedamaian di dunia maya dan
pandangan positif akan diberikan dunia kepada Negara kita tercinta.
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

http://cumiyu21.blogspot.co.id/2012/11/makalah-cybercrime.html (tanggal 30 november 2015


pukul 16.00 wib )

http://iusyusephukum.blogspot.co.id/2013/11/makalah-tentang-cybercrime-di-indonesia.html
( tanggal 30 november 2015 pukul 16.45 )

http://yosipratiwi.blogspot.co.id/2013/01/makalah-kejahatan-cybercrime.html (tanggal 30
november 2015 pukul 17.00 )

Anda mungkin juga menyukai