Anda di halaman 1dari 7

TEKS SEJARAH

Sejarah Berdirinya Budi Utomo Lengkap


written by Adara Primadia

Dr. Wahidin Soedirohusodo (1857-1917) adalah seorang tokoh cendikiawan lulusan sekolah
dasar dokter Jawa bernama STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Arsten) yang
sangat peduli atas nasib bangsanya. Kondisi bangsa Indonesia, terutama rendahnya
pendidikan, membuat Dr. Wahidin Soedirohusodo merasa bertanggung jawab untuk
memperbaikinya. Pada tahun 1907 Dr. Wahidin Soedirohusodo memutuskan untuk
berkeliling pulau Jawa mengkampanyekan peningkatan martabat dan kehormatan rakyat.
Peningkatan ini akan diwujudkan dengan mengadakan himpunan dana pendidikan. Namun
ternyata, usaha tersebut tidak begitu membuahkan hasil.
Pada akhir tahun 1907, Dr. Wahidin Soedirohusodo bertemu dengan Soetomo, seorang
pemuda yang merupakan siswa STOVIA. Perbincangan tentang kondisi nasib rakyat
Indonesia kemudian mengugah Soetomo untuk mendiskusikan hal tersebut dengan teman-
temannya. Melalui diskusi dan perbincangan yang berkelanjutan inilah mereka sepakat
mendirikan perkumpulan yang bergerak memperhatikan nasib kehidupan bangsa terutama
dalam hal pendidikan. Organisasi perkumpulan tersebut dinamakan Budi Utomo.
Organisasi Budi Utomo
Pada tanggal 20 Mei 1908, bertempat di jalan Abdulrahman Saleh 26 Jakarta, Dr. Wahidin
Soedirohusodo, Seotomo, dan kawan-kawan sepakat mendirikan organisasi Budi Utomo
dengan Soetomo sebagai ketuanya. Bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa resmi organisasi
tersebut.
Tujuan Budi Utomo adalah menyadarkan rakyat Indonesia dan berusaha meningkatkan
kemajuan penghidupan bangsa. Dalam meningkatkan penghidupan itu juga disertai usaha
memperdalam keseniaan dan kebudayaan. Tujuan lainnya adalah menjamin kehidupan
bangsa Indonesia sebagai bangsa yang terhormat dengan menitikberatkan hal pendidikan,
pengajaran, dan kebudayaan.
Pada bulan Juli 1908, sebanyak 650 orang tergabung dalam organisasi Budi Utomo. Anggota-
anggota tersebut tersebar di Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Magelang, Surabaya dan
Probolinggo. Secara resmi, Budi Utomo menetapkan fokus perhatian dalam pergerakannya,
yaitu pada penduduk Jawa dan Madura karena pada saat itu paling banyak mendapat
pengaruh penjajahan Belanda.
Kegiatan Budi Utomo
 Tahun 1908
Pada awalnya, Budi Utomo ditolak oleh sebagian besar golongan kaum priyayi atau
bangsawan. Hal ini dikarenakan kaum priyayi pendukung birokrasi dari golongan ningrat
tidak senang terhadap gerakan yang mengancam kedudukan kaum bangsawan yang menjadi
penguasa dalam birokrasi.
Kaum priyayi pendukung birokrasi berpikir bahwa organisasi pergerakan nasional seperti
Budi Utomo akan menghambat atau bahkan mengganggu kepentingan mereka. Organisasi
seperti Budi Utomo dianggap akan membentuk penggerak-penggerak yang nantinya akan
melakukan perubahan terhadap struktur sosial yang telah ada. Para penggerak ini akan
menjadi kaum terpelajar yang akan mengurangi ruang lingkup kekuasaan tunggal birokrasi.
Meskipun kaum terpelajar pada masa awal pergerakan nasional masih didominasi oleh kaum
bangsawan, namun tidak menutup kemungkinan Budi Utomo dapat membahayakan
kedudukan kaum penguasa terkait status sosialnya.
Tetapi kemudian Budi Utomo memperoleh dukungan tanpa syarat dari kalangan cendikiawan
atau kaum intelek Jawa yang peduli terhadap pendidikan bangsa. Menyikapi hal ini, para
pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam Budi Utomo memberi kesempatan kepada
golongan tua kaum cendikiawan untuk memegang jabatan penting bagi pergerakan ini.
Buktinya adalah pada kongres pertama Budi Utomo (5 Oktober 1908) yang diadakan di
Yogyakarta sepakat menentukan pengurus besar organisasi berasal dari golongan tua.
Sehingga apabila dijabarkan, pengurus besar organisasi antara lain:
1. R.T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar, sebagai ketua Pengurus Besar.
2. Anggota Pengurus Besar didominasi oleh para pegawai maupun para mantan pegawai yang
bekerja di pemerintahan.
3. Pengurus organisasi adalah dewan pimpinan yang merupakan para pejabat generasi tua.
Mereka adalah para pemerhati pendidikan.
Penetapan pusat organisasi Budi Utomo adalah Yogyakarta. Kongres Budi Utomo pertama
ini berhasil mencapai kesepakatan tentang tujuan organisasi, yaitu untuk mewujudkan cita-
cita memajukan bangsa dan negara yang harmonis, hal utamanya adalah bidang pengajaran,
pertanian, peternakan dan dagang, teknik, industri dan kebudayaan.
Terjadi perbedaan pendapat dalam kongres pertama itu. Perbedaan itu disebabkan oleh
adanya kelompok minoritas pimpinan dr. Cipto Mangunkusumo. Kelompok minoritas ini
bermaksud dan berkeinginan memperjuangan Budi Utomo agar menjadi partai politik yang
nantinya bermanfaat untuk mengangkat rakyat secara umum, tidak terbatas hanya pada kaum
bangsawan. Mereka juga menginginkan agar pergerakan Budi Utomo tidak sebatas di Jawa
dan Madura, namun cakupannya menyeluruh ke seluruh Nusantara. Namun, pendapat dr.
Cipto Mangunkusumo tidak berhasil mendapat dukungan. Pada akhirnya, tahun 1909, dr.
Ciptomangunkusumo mengundurkan diri dari Budi Utomo.
 Tahun 1924

Soetomo merasa tidak puas dengan Budi Utomo. Penyebab ketidakpuasan itu adalah seiring
berjalannya waktu asas kebangsaan Jawa pada Budi Utomo sudah tidak sejalan lagi dengan
asas kebangsaan yang sifatnya nasionalis. Soetomo kemudian mendirikan Indonesische
Studieclub di Surabaya pada tahun 1924. Indonesische Studieclub seiring perkembangannya
kemudian menjadi Persatuan Bangsa Indonesia.
 Tahun 1927

Budi Utomo bergabung ke dalam gerakan PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan


Politik Kebangsaan Indonesia) pada tahun 1927. PPPKI adalah sebuah gerakan yang Ir.
Soekarno sebagai pelopornya. Meskipun demikian, Budi Utomo tetap berkecimpung pada
kegiatan-kegiatan kebangsaannya.
 Tahun 1928
Pada tahun 1928, Budi Utomo mengambil suatu langkah maju dengan menambah asas dan
tujuan pergerakannya, yaitu turut berusaha mewujudkan cita-cita persatuan Indonesia. Ini
adalah langkah bijak perjuangan, sebab pada saat itu semangat persatuan bangsa Indonesia
sedang berkibar di bumi Nusantara. Dari situ terlihat bahwa Budi Utomo sedang berusaha
memperluas gerakannya. Budi utomo tidak hanya mementingkan rakyat Jawa dan Madura,
tetapi secara keseluruhan Budi Utomo juga memperhatikan persatuan Indonesia.

 Tahun 1935
Usaha mencapai persatuan Indonesia dilanjutkan dengan melakukan fusi (bergabung) dengan
PBI (Persatuan Bangsa Indonesia). Persatuan ini dipimpin oleh Soetomo. Hasil fusi ini
membentuk Parindra (Partai Indonesia Raya). Dengan ini maka berakhirlah Budi Utomo yang
berperan sebagai organisasi pergerakan di Indonesia.
Kemajuan Budi Utomo
Organisasi Budi Utomo adalah organisasi modern pertama kali berdiri dan didirikan bangsa
Indonesia. Perjuangan Budi Utomo terarah pada gerakan memajukan nasib bangsa. Program
utama Budi Utomo adalah memperbaiki kondisi dan nasib bangsa dengan cara memperbaiki
pendidikan dan pengajaran. Dalam pendidikan dan pengajaran ini juga tak lupa menyertakan
ajaran kebudayaan. Program Budi Utomo mengarah kepada kegiatan sosial dan sifatnya pun
sosial. Budi Utomo belum dapat dibentuk sebagai organisasi politik karena ketika pemerintah
kolonial Belanda sangat ketat dalam membuat peraturan organisasi.
Kehadiran Budi Utomo telah membangkitkan rasa persatuan bangsa Indonesia hingga banyak
lahir organisasi-organisasi pergerakan sehingga kemudian dikenal apa yang disebut
pergerakan nasional di Indonesia. Gerakan Budi Utomo yang awalnya terpusat pada rakyat
Jawa dan Madura membuahkan anggapan dari banyak kalangan bahwa Budi Utomo
merupakan organisasi kedaerahan. Ini didukung pula oleh salah satu programnya, yaitu
memajukan keharmonisan bagi bumi Jawa dan Madura.
NOVEL SEJARAH

Laut Bercerita Karya Leila S. Chudori

Bermula dari sebuah screening film Laut Bercerita, sampailah saya pada novel dengan judul
yang sama, yang kemudian mengaduk-aduk perasaan. Sebelum saya bercerita mengenai
bukunya, izinkan saya mengungkapkan perasaan saya ketika menonton filmnya.

Layar terkembang, kemudian terdengar suara pukulan demi pukulan yang keras menghantam,
hadirlah wajah aktor Reza Rahadian yang berperan sebagai Biru Laut Wibisono dengan
wajah tak karuan. Kemudian, ia berkisah bagaimana kehidupannya terdahulu dari dasar laut.
Berkisah mengenai pergerakannya menuntut keadilan dari sebuah rezim, persahabatan,
kehangatan keluarganya, juga cintanya pada Anjani yang diperankan Dian Sastrowardoyo.

Sepanjang film pendek ini diputar, setiap adegan yang tergambar jelas, semuanya terasa
menyayat hati. Selama kurang lebih tiga puluh menit, saya seperti terbawa pada kisah-kisah
yang tersaji dalam buku Saksi Mata milik Seno Gumira Adjidarma. Karena saat menonton
film pendek ini, saya belum membaca bukunya. Lalu bagaimana perasaan saya ketika
membaca ceritanya dalam versi lengkap di Novel Laut Bercerita setebal 375 halaman ini?

Novel Laut Bercerita diawali dengan kalimat:

‘Matilah engkau mati

Kau akan lahir berkali-kali…’

Biru Laut Wibisono mulai bercerita kepada kita bagaimana ia menemui kematian setelah tiga
bulan disekap. Ia bercerita bagaimana ia bertemu ajal disuatu pagi, ditemani dengan deburan
ombak, dengan beberapa kali ledakan, ia melesat menembus gelombang, terjerembap didasar
lautan.

“Bapak, Ibu, Asmara, Anjani, dan kawan-kawan…dengarkan ceritaku…”

Ia memulai kisah ditahun 1991 pada sebuah tempat bernama Seyegan, Yogyakarta. Seyegan
tak lain merupakan markas Wirasena (organisasi mahasiswa) untuk melakukan kegiatan-
kegiatan yang menurut pemerintah adalah sebuah aktivitas terlarang. Salah satu kegiatan
yang mereka lakukan adalah membahas buku-buku terlarang seperti buku karya Pramoedya
Ananta Toer.

Terkisahlah kehidupan persahabatan antara Laut, Alex, Sunu, Daniel, Julius, Gusti, Bram,
dan Kinan, serta aktivis-aktivis lainnya. Pada Bab Seyagan, Laut bercerita pertemuannya
dengan kawan-kawan yang memiliki ketertarikan yang sama. Ketertarikan untuk
meruntuhkan ketidakadilan yang dilakukan rezim pemerintahan saat itu. Meskipun mereka
tahu, penghilangan secara paksa adalah resiko yang mungkin terjadi pada mereka atau
selogan “Tembak ditempat” akan menghampiri hidup mereka.

Laut menceritakan kisah hidupnya tidak berurutan tahun, tapi lebih pada peristiwa antara
masa kini (dalam penjara) dan masa lalu (ketika masih menjadi aktivis bahkan sempat buron
betahun-tahun lamanya) secara begantian. Terkadang ia berkisah bagaimana indahnya
keluarga dan rindunya pada Asmara (adik semata wayang) dan Anjani (kekasih) tiba-tiba
hadir bersama aroma tengkleng buatan Ibu dalam imajinasinya.

“Seorang adik perempuan sering tak sadar jika kakaknya meledek, menggoda, dan
mengganggu sebetulnya karena sayang.”

Peristiwa Balangguan, demi membela petani-petani jagung yang lahannya akan dirampas
pemerintah, menjebloskan Laut kedalam penjara. Ia dipukuli habis-habisan, diinjak dengan
sepatu bergrigi, dan disetrum. Saya sungguh membayangkan interogasi dan penyiksaan
macam apa yang dialami aktivis-aktivis pada saat itu. Betapa tidak berprikemanusiaan Seibo-
seibo itu. Setelah mereka tak mendapatkan jawaban, Laut dan kawan-kawannya dibuang
begitu saja di Bungurasih.

“Di kampus kita hanya belajar disiplin berpikir, tetapi pengalaman yang memberi daya
dalam hidup adalah di lapangan.”-Bram

Seringnya aktivitas-aktivitas mereka bocor kepada intel, seperti peristiwa Balangguan, Demo
di Surabaya, aktvitas di Klender dan acara seminar untuk membahas unjuk rasa yang gagal,
membuat Laut dan beberapa kawannya mencurigai Naratama sebagai agen ganda. Hingga
pada sepertiga ujung cerita, terkuaklah siapa sebenarnya agen ganda tersebut. Laut pun
bercerita bagaimana sakitnya ia dikhianati. Buku ini berkisah persahabatan dan
pengkhianatan sekaligus, dari orang yang tak pernah terduga sebelumnya.

“Aku hanya ingin kau paham, orang yang suatu hari berkhianat pada kita biasanya adalah
orang yang tak terduga, yang kau kira adalah orang yang mustahil melukai punggungmu,” –
Bram

“Kita harus belajar kecewa bahwa orang yang kita percaya ternyata memegang pisau dan
menusuk punggung kita. Kita tak bisa berharap semua orang akan selalu loyal pada
perjuangan dan persahabatan.”-Bram

Buku Laut bercerita sungguh menceritakan secara gamblang bagaimana kejamnya rezim saat
itu. Mereka yang kritis dibungkam, rakyat hidup dalam tekanan, dan penghilangan orang
secara paksa adalah perihal yang biasa. Banyak dari mereka yang diculik dan tak pernah
kembali bertemu dengan keluarga.

“Yang paling sulit adalah menghadapi ketidakpastian. Kami tidak merasa pasti tentang
lokasi kami; kami tak merasa pasti apakah kami akan bisa bertemu dengan orangtua, kawan,
dan keluarga kami, juga matahari; kami tak pasti akan dilepas atau dibunuh; dan kami tak
tahu secara pasti apa yang sebetulnya mereka inginkan selain meneror dan membuat jiwa
kami hancur…”-Alex
Bulan Maret 1998 giliran mereka (para aktivis Wirasena) diculik, disiksa, dan diintrogasi
dengan tidak manusiawi. Laut, Sunu, Kinan, Bram, Sang Penyair dan beberapa kawan hilang
tanpa jejak setelah disekap. Mereka, yaitu Alex, Daniel, Naratama, Coki, Hamdan dan lima
orang lainnya dikembalikan masih dalam keadaan hidup. Hingga saat rezim itu runtuh di Mei
1998. Mereka mulai mampu bersuara atas kekejaman yang mereka terima.

“Setiap langkahmu, langkah kita, apakah terlihat atau tidak, apakah terasa atau tidak,
adalah sebuah kontribusi, Laut. Mungkin saja kita keluar dari rezim ini 10 tahun lagi atau 20
tahun lagi, tapi apapun yang kamu alami di Balangguan dan Bungurasih adalah sebuah
langkah. Sebuah baris dari puisimu. Sebuah kalimat pertama dari cerita pendekmu….”-
Kinan

***

Cerita kemudian berlanjut dari sudut pandang Asmara Jati, Sang adik dari Biru Laut
Wibisono dan Kekasih dari Alex Perazon. Sebagai keluarga yang ditinggalkan Sang kakak
secara misterius, mereka sangat kehilangan. Kisah Asmara pun dimulai tahun 2000-an.

Bersama keluarga aktivis-aktivis lainnya, Asmara bergabung dengan Aswin dan mencoba
mencari keadilan pada pemerintah yang dirasa lebih peduli. Duka kehilangan membuat
banyak keluarga hidup dalam penyangkalan. Mereka hidup dalam imajinasi dimana keluarga
mereka yang hilang masih tetap ada dalam keseharian.

Ayah mereka masih tetap menyiapkan empat piring dalam ritual makan malam bersama
dihari minggu. Memutar lagu yang menandai kehadiran Laut, membersihkan buku-buku dan
kamar miliki Laut, seolah-olah Laut akan datang secara tiba-tiba kelak. Semua keluarga yang
ditinggalkan mencoba untuk menghibur satu sama lain meskipun belum bisa menerima
kemungkinan jika anak, kekasih, suami mereka telah tiada.

“Jika mereka telah tiada, dimanakah jenazahnya, biar kami menguburnya?” kiranya itu
yang selalu berputar-putar dikepala mereka.

Membaca buku ini membuat saya sedih tak terkira hingga tak bisa meneteskan air mata.
Karena buku ini berlatar belakang sejarah, yang saya tahu memang terjadi di Negara
Indonesia sebelum Reformasi. Saya ingat dulu 1998, melalui layar televisi menyaksikan
demo dan kekacauan dimana-mana. Karena masih terlalu kecil, saya belum paham bahwa itu
terjadi karena Indonesia mengalami krisis moneter yang menyebabkan nilai rupiah anjlok dan
mahasiswa mencoba menggulingkan pemerintahan yang korup dan diktator.

Pada saat screening film pendek Laut Bercerita, Sang penulis Leila S. Chudori berkisah
cukup banyak. Salah satunya, meskipun bergendre Novel, buku Laut Bercerita ini terinspirasi
dari mereka yang pernah diculik dan keluarga dari korban penghilangan paksa. Bahkan untuk
menyelesaikan buku ini, ia membutuhkan riset yang mendalam dan memakan waktu hingga
lima tahun. Bahkan ia mendatangi beberapa lokasi yang menjadi setting peristiwa dalam
novel ini. Faktanya, peristiwa seperti tanam jagung Balangguan-Situbondo itu ada dan nyata.
“Gelap adalah bagian dari alam. Tetapi jangan sampai kita mencapai titik kelam, karena
kelam adalah tanda kita sudah menyerah. Kelam adalah sebuah kepahitan, sebuah titik
ketika kita merasa hidup tak bisa dipertahankan lagi.” Kata Sang Penyair

Buku Laut Bercerita seperti mengajak kita untuk #melawanlupa akan sejarah yang pernah
ada. Untuk orang-orang yang dihilangkan secara paksa, damai dimanapun kalian berada.
Untuk mereka yang masih berjuang menuntut keadilan, semoga segera berujung nyata.
Berharap semua yang terjadi dalam novel ini dan sejarah kelam negeri ini tak pernah terulang
kembali.

Anda mungkin juga menyukai