Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

Bayi Dengan Ibu Sifilis

Diajukan kepada :

dr. Jully Neily Kasie, Sp. A

Disusun oleh :

M.Dhiyaul Hadi

1810221117

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RSUP PERSAHABATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

“VETERAN” JAKARTA

2019

1
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN
ANAK

REFERAT :

“Bayi Dengan Ibu Sifilis”

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta

Disusun oleh :

M.Dhiyaul Hadi 1810221117

Jakarta, Juli 2019

Mengesahkan :

Pembimbing Klink Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak

dr. Jully Neily Kasie, Sp.A


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Referat dengan judul “Bayi
Dengan Ibu Sifilis”. Referat ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di SMF Anak RSUP Persahabatan.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada dr. Jully
Neily Kasie, Sp.A selaku pembimbing dalam pembuatan pembuatan referat ini. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini banyak terdapat kekurangan dan juga masih jauh
dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca. Semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan semua pihak yang
berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran. Amiin.

Jakarta, Juli 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………….... 1

BAB II ISI
SIFILIS KONGENITAL .............................................................. 3
2.1 Definisi ......................................................................... 3
2.2 Etiologi ......................................................................... 3
2.3 Epidemiologi ................................................................ 4
2.4 Manifestasi klinis .......................................................... 5
2.5 Patofisiologi .................................................................. 9
2.6 Diagnosis ...................................................................... 10
2.7 Pemeriksaan Penunjang ................................................ 11
2.8 Tatalaksana ................................................................... 15
2.9 Komplikasi ................................................................... 18
2.10 Prognosis .................................................................... 19

BAB III KESIMPULAN……………………………………………….... 19

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 20


BAB I
PENDAHULUAN

Sifilis adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh spirochaeta


Treponema pallidum. Sifilis ditularkan melalui kontak seksual dengan lesi infeksi
pada selaput lendir atau kulit yang terabrasi, melalui darah, atau wanita hamil ke
janinnya. Jika tidak diobati pada stadium awal, penyakit menjadi kronik, meluas ke
seluruh tubuh dan menyebabkan kerusakan permanen kardiovaskular dan sistem
saraf. Jika seorang wanita hamil menderita sifilis, maka T. pallidum dapat
ditransmisikan ke janinnya melalui plasenta, menyebabkan Adverse Pregnancy
Outcomes (APOs), terdiri dari stillbirth, lahir prematur, berat badan lahir rendah,
kematian dini pada fetus, atau sifilis kongenital. Sifilis kongenital adalah sifilis yang
terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan oleh ibu terinfeksi T.pallidum pada waktu
hamil.1,2,3
Berdasarkan penelitian tahun 2012 dari World Health Organitation (WHO),
diperkirakan kasus sifilis pada ibu hamil sebesar 6 juta kasus dari seluruh dunia.
Centers For Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan bahwa tingkat
wanita aktif sifilis dan kongenital sifilis menurun dari 10.5 ke 8.4 kasus per 100.000
selama 2008-2012 di Amerika Serikat (AS), namun pada tahun 2017 sifilis kongenital
dilaporkan mengalami kenaikan sebesar 23.3 kasus per 100.000 yang
merepresentasikan kenaikan 153.3% dari tahun 2013 (9.2 kasus per 100.000).1,4
Dari 458 kasus sifilis kongenital yang dilaporkan oleh CDC di Amerika
Serikat tahun 2014, sebanyak 100 (21.8%) ibu hamil tidak melakukan prenatal care
(PNC) dan sebanyak 44 (9.6%) ibu tidak mendapat informasi tentang PNC. Sebanyak
314 ibu hamil dengan minimal satu kali atau lebih datang untuk PNC, 135 (43.0%)
tidak mendapat pengobatan sifilis selama hamil dan 94 (30.0%) tidak mendapat
pengobatan yang adekuat.4
Berdasarkan data dari Survey Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP) tahun
2011 di Indonesia melaporkan prevalensi sifilis pada populasi wanita yang terinfeksi

1
HIV sebesar 16,7 %, tidak terinfeksi HIV 9,4 %. Sifilis kongenital merupakan
penyakit yang jarang dilaporkan, di RS DR. Hasan Sadikin Bandung, pada periode
2006-2012 terdapat 151 kasus sifilis dan di RS Cipto Mangunkusumo periode 2006-
2009 108 kasus sifilis.5,6
Diagnosis sifilis kongenital masih menjadi masalah yang kompleks karena (1)
T.pallidum tidak dapat dikultur dan sulit ditemukan pada sampel klinis, (2) Analisis
serologis pada bayi rumit, karena adanya antibodi maternal yang didapat melalui
plasenta, dan (3) Sebagian besar bayi yang terinfeksi T.pallidum yang dilahirkan,
tidak menunjukkan tanda-tanda terinfeksi.2,7
Sampai saat ini sifilis kongenital tetap menjadi masalah kesehatan dunia.
Selain insidens yang masih tinggi pada beberapa negara dan diagnosis yang sulit
ditegakkan, sifilis kongenital juga dapat menyebabkan kelainan anatomis permanen
dan gangguan multi organ pada bayi baru lahir yang dapat menyebabkan kematian.
Tanpa pemeriksaan dan pengobatan, sekitar 70% wanita yang terinfeksi akan
menimbulkan kehamilan yang buruk.7
Dalam referat ini membahas mengenai diagnosis dan tatalaksana pada bayi
dengan ibu menderita penyakit sifilis serta upaya pencegahannya agar tidak
meningkatkan angka kesakitan dan kematian bayi.

2
BAB II
ISI

SIFILIS KONGENITAL
II.1. DEFINISI
Menurut Centre of Disease Conrol (CDC) sifilis adalah penyakit sistemik
yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi akut dan kronis bersifat sistemik
ditandai dengan lesi primer diikuti dengan erupsi sekunder pada kulit dan selaput
lendir kemudian masuk ke dalam periode laten diikuti dengan lesi pada kulit, lesi
pada tulang, saluran pencernaan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler.
Terdapat masa laten tanpa manisfestasi di tubuh, dan dapat ditularkan kepada bayi di
dalam kandungan.3,4,7
Sifilis kongenital adalah penyakit sifilis diderita bayi sejak lahir, yang
ditularkan dari ibu penderita sifilis ke janin selama dalam kandungan maupun saat
proses persalinan pervaginam, dengan manifestasi klinis sifilis kongenital; atau
ditemukannya Treponema pallidum pada lesi, plasenta, tali pusat atau otopsi jaringan;
atau bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita sifilis yang belum mendapat pengobatan
atau telah mendapat pengobatan namun tidak adekuat sebelum atau selama
kehamilan, atau ibu yang telah mendapat terapi penisilin tetapi tidak menunjukkan
respons serologi; atau ditemukannya salah satu dari hal berikut, yaitu pemeriksaan
radiologi tulang panjang dan/atau cairan serebrospinal yang sesuai gambaran sifilis
kongenital.1,2,8

II.2 ETIOLOGI
Penyebab sifilis ialah Treponema pallidum ditemukan oleh Sshaudinn dan
Hoffman (Pada tahun 1905), yang termasuk ordo Spirochaetales, familia
Spirochaetaceae dan genus Treponema. Bentuk seperti spiral teratur, panjangnya
antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri dari delapan sampai dua puluh empat lekukan.
Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol.

3
Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap 30 jam.
Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar host. Di luar host kuman
tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat hidup 72 jam.
Selain sifilis, terdapat tiga jenis infeksi lain pada manusia yang disebabkan
treponema, yaitu : non venereal endemic syphilis (telah eradikasi), frambusia (T.
Pertenue), dan pinta (T. Careteum).4,5

Gambar 1. Treponema Pallidum5

Penularan sifilis dapat melalui cara sebagai berikut :


- Kontak langsung :
o sexually tranmited diseases (STD)
o non-sexually
o Transplasental, dari ibu yang menderita sifilis ke janin yang dikandungnya.
- Transfusi : Syphilis d’emblee, tanpa primer lesi.

II.3 EPIDEMIOLOGI
Peningkatan angka kejadian sifilis kongenital berdasarkan CDC sebanyak
28% di Inggris dari tahun 2013 – 2014 (11.6 kasus dari 100.000 bayi lahir hidup).
Sebanyak 22% bayi didiagnosis sifilis kongenital lahir dari ibu yang tidak melakukan
pemeriksaan kehamilan. Sebanyak 59% ibu yang melakukan pemeriksaan kehamilan
dan tetap melahirkan anak dengan sifilis kongenital disebabkan karena tidak
melakukan pemeriksaan sifilis sebelum kehamilan atau tidak melakukan pengobatan
sifilis dengan tepat.4

4
Faktor risiko lain yang berhubungan dengan sifilis maternal adalah usia muda
sekitar usia, sosial ekonomi rendah, pernah menderita penyakit menular seksual,
perilaku seksual tinggi, dan pemakai obat narkotika. Transmisi transplasental lebih
sering terjadi pada ibu hamil yang menderita sifillis primer atau sekunder
dibandingkan dengan yang menderita sifilis laten.9

II.4 MANIFESTASI KLINIS


Berdasarkan manifestasi klinisnya, sifilis kongenital dapat dibagi menjadi
stadium sifilis kongenital dini, sifilis kongenital lanjut, dan stigmata.6,10
1. Sifilis kongenital dini
Gambaran manifestasi pada sifilis kongenital dini sangat bervariasi, mengenai
berbagai organ, dan menyerupai sifilis stadium II. Pada waktu lahir bayi akan tampak
sehat dan tanpa kelainan. Sifilis kongenital dini akan timbul pada anak di bawah 2
tahun dengan gejala:
- Pertumbuhan intrauterine yang terlambat
- Kelainan membran mukosa  Mucous patch dapat ditemukan di bibir, mulut, faring,
laring, dan mukosa genital.
 Rinitis sifilitika (snuffles) dengan gambaran khas berupa cairan hidung yang awalnya
encer tetapi kemudian menjadi pekat, purulen, dan hemoragik. Hidung tersumbat
sehingga menyulitkan pemberian makanan.
- Kelainan kulit, rambut, dan kuku  Dapat berupa makula eritem, papula,
papuloskuamosa, dan bula.
 Bula dapat sudah ada sejak lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak
tangan dan telapak kaki.
 Makula, papula atau papulomatous tersebar secara generalisata dan simetris. Di
daerah yang lembab papula menjadi erosif dan membasah atau menjadi hipertrofik
(kondiloma lata).
 Kulit wajah keriput dan tampak seperti orang tua pada kasus berat.
 Rambut jarang dan kaku, alopesia areata terutama pada sisi dan belakang kepala.
Alopesia dapat juga mengenai alis dan bulu mata.

5
 Onikosifilitika disebabkan oleh papula yang timbul pada dasar kuku dan
menyebabkan kuku menjadi terlepas. Kuku baru yang tumbuh berwarna suram, tidak
teratur dan menyempit pada bagian dasarnya.
- Kelainan tulang  Pada 6 bulan pertama terjadi osteokondritis, periostitis, dan
osteitis pada tulang-tulang panjang, dengan perubahan paling mencolok terdapat pada
epifisis tulang. Epifisis akan membesar, melebar, dan tak teratur.
 Pada batas metafisis, terdapat kalsifikasi dengan densitas meningkat tak teratur
sehingga akan memberikan gambaran seperti gigi gergaji pada pencitraan rontgen.
 Pembengkakan periartikular disertai nyeri pada ujung-ujung tulang yang
menyebabkan keterbatasan gerak dan pseudoparalisis.
- Kelainan kelenjar getah bening  limfadenopati generalisata.
- Kelainan organ dalam  hepatomegali, splenomegali, nefritis, nefrosis, pneumonia.
- Kelainan mata  korioretinitis, glaukoma, uveitis.
- Kelainan hematologi  anemia, eritroblastemia, retikulositosis, trombositopenia,
Diffuse Intravascular Coagulation (DIC).
- Kelainan susunan saraf pusat  meningitis sifilitika, dengan komplikasi hidrosefalus,
kejang, gangguan perkembangan intelektual.

6
Tabel 1. Gejala Klinis Sifilis Kongenital Dini10

2. Sifilis kongenital lanjut


Apabila sifilis kongenital timbul di atas usia 2 tahun, maka akan disebut dengan sifilis
kongenital lanjut. Lebih dari setengah penderita tidak mengalami gejala klinik. Sifilis
kongenital lanjut dibagi menjadi 2 tipe:
a. Inflamasi sifilis kongenital lanjut
 Kornea  keratitis interstisial
Terjadi bilateral, berawal dari peradangan perikorneal berat dan berlanjut dengan
perselubungan difus kornea menyeluruh tanpa ulserasi.
 Tulang  perisinovitis (Clutton’s joint)

7
Bengkak pada lutut, nyeri asimetris.
 Sistem saraf pusat  paralisis general dan renjatan
b. Stigmata sifilis kongenital
 Merupakan jaringan parut atau deformitas akibat penyembuhan stadium dini dan
stadium lanjut.
 Trias Hutchinson:
- Perubahan pada gigi incisivus menjadi datar dan seperti gergaji
- Opasitas kornea tanpa adanya ulserasi kornea
- Ketulian akibat gangguan N. vestibulocochlearis, yang biasanya terjadi mendekati
usia pubertas
 Neurosifilis  tabes dorsalis, paresis, dan kejang.
 Tulang dan palatum  sklerosis pada tulang yang mengakibatkan tulang kering
seperti pedang (saber’s shin; saber tibia), tulang frontal menonjol, destruksi septum
nasi dan palatum durum, bahkan perforasi palatum durum.
 Gigi molar mulberry (mulberry’s molar)  gambaran gigi molar hiperplastik, dengan
permukaan oklusal mendatar disertai dengan serbukan yang menandakan kerapuhan
gigi.
Sifilis rhinitis infantile dan nasal chondritis  merupakan fissura pada rongga
mulut dan hidung disertai ragade. Pendataran tulang hidung (saddle nose) disebabkan
oleh nasal chondritis.

8
Tabel 2. Gejala Klinis Sifilis Kongenital Lanjut10

II.5 PATOFISIOLOGI
Sifilis dapat ditularkan oleh ibu pada waktu persalinan, namun sebagian
besar kasus sifilis kongenital merupakan akibat penularan in utero. Resiko sifilis
kongenital berhubungan langsung dengan stadium sifilis yang diderita ibu semasa
kehamilan. Lesi sifilis kongenital biasanya timbul setelah 4 bulan in utero pada saat
janin sudah dalam keadaan imunokompeten. Penularan in utero terjadi transplasental,
sehingga dapat dijumpai Treponema pallidum pada plasenta, tali pusat, serta cairan
amnion.7,11
Treponema pallidum melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin
dan menyebar ke seluruh jaringan. Kemudian berkembang biak dan menyebabkan
respons peradangan selular yang akan merusak janin. Kelainan yang timbul dapat
bersifat fatal sehingga terjadi abortus, lahir mati atau terjadi gangguan pertumbuhan
pada berbagai tingkat kehidupan intrauterine maupun ekstrauterin. Seperti terlihat
pada bagan berikut ini.7,10,11

9
Gambar 2. Patofisiologi Sifilis Kongenital7

II.6 DIAGNOSIS
Diagnosis pasti pada sifilis kongenital ditegakan dengan identifikasi T.
pallidum. Selain itu, sifilis kongenital dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan
antepartum. Untuk pemeriksaan pada janin dapat digunakan ultrasonografi (USG).
Pada pemeriksaan USG dapat dijumpai penebalan kulit, penebalan plasenta,
hepatosplenomegali dan hidramnion. Pemeriksaan ini dilengkapi dengan pemeriksaan
cairan amnion untuk mencari adanya treponema. Identifikasi T. pallidum dengan
pemeriksaan mikroskop lapangan gelap (dark field) atau imunofluoresensi dapat
dilakukan apabila dijumpai secret hidung, mucous patches, lesi vesikobulosa atau
kondilomalata. Ruam sifilis primer dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis, serum
diperoleh dari bagian dasar/dalam lesi dengan cara menekan lesi sehingga serum akan
keluar, kemudian diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak
emersi. Treponema pallidum berbentuk ramping, gerakan aktif. Namun, cara
konvensional untuk pengambilan spesimen tidak sensitif dan merupakan prosedur
invasif, sehingga sulit dilakukan dan hanya dilakukan pada bayi dengan lesi luas.3,7
Selain itu, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan identifikasi T.
pallidum sulit dilakukan untuk menegakkan diagnosis sifilis kongenital, yaitu :
 T. pallidum bersifat tidak dapat dibiakkan dan sulit ditemukan pada spesimen klinis
 Analisis serologik pada bayi rumit oleh adanya antibodi maternal yang didapat
transplasental
 Sebagian besar bayi sakit yang hidup tidak menunjukkan adanya tanda infeksi

10
Tabel 3. Diagnostik Sifilis Kongenital7

II.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Diagnosis sifilis dapat dipastikan dengan menemukan Treponema pallidum
sebagai penyebab infeksi dalam bahan sediaan klinis. Secara garis besar berupa
pemeriksaaan mikroskopik dan serologik. Prosedur diagnostik yang dipakai untuk
pemeriksaan sifilis sampai saat ini belum dapat memberikan hasil yang spesifik
terhadap subspesies, karena secara morfologik, serologik, dan kimiawi Treponema
pallidum tidak dapat dibedakan dari subspesies pertenue, endemicum, dan Treponema
carateum.9,10
Sebagai pembantu penegakan diagnosis adalah :
- Pemeriksaan Treponema pallidum
- Tes Serologik Sifilis (T.S.S)
- Pemeriksaan yang lain
1. Pemeriksaaan Treponema pallidum
Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil serum yang bebas dari sel darah
merah dan sisa- sisa jaringan yang berasal dari lesi, untuk melihat bentuk dan
pergerakan Treponema pallidum dengan mikroskop lapangan gelap.
Pengambilan spesimen :

11
· Pada lesi sifilis, dibersihkan terlebih dahulu dengan larutan garam faal steril,
kemudian digosok sehingga kemerahan, dan segera menampung eksudat yang
terbentuk pada gelas objek.
· Spesimen dari lesi yang menyembuh, dikerok dengan skalpel atau ujung jarum.
· Spesimen cair diperoleh dengan menyuntikkan larutan garam faal steril pada dasar
lesi atau kelenjar getah bening yang kemudian disedot kembali.
Hasil positif jika terlihat Treponema pallidum dengan gerakannya yang khas
(memutar terhadap sumbunya, bergerak perlahan melintasi lapangan), secara
morfologik berbentuk spiral dengan amplitudo 0,5-1 µm, berukur an panjang 6-14
µm, dan tebal 0,25-0,30 µm.
Pemeriksaan dilakukan tiga hari berturut-turut, jika hasil pada hari pertama
dan kedua negatif. Bila terdapat hasil yang negatif bukan selalu diagnosisnya bukan
sifilis. Kegagalan dapat terjadi karena umur atau kondisi lesi, pengobatan yang telah
diberikan kepada pasien, atau teknik pengambilan spesimen dan pemeriksaan
spesimen yang salah.

2. Tes Serologik Sifilis (TSS)


Hasil pada stadium I akan negatif (seronegatif), kemudian positif (seropositif)
dengan titer rendah. Pada sifilis stadium II dini reaksi menjadi positif kuat, dan pada
S II lanjut menjadi positif sangat kuat. Sedangkan pada S III reaksi akan menurun
menjadi positif lemah atau negatif.
Berdasarkan antigen yang dipakai, TSS dibagi menjadi :
a. Non treponemal (tes reagin)
Menggunakan antigen tidak spesifik yaitu kardiopilin yang dikombinasikan
dengan lesitin dan kolesterol. Contoh tes nontreponemal :
· Tes Fiksasi Komplemen : Wasserman (WR), Kolmer.
· Tes Flokulasi : VDRL (Veneral Disease Research Laboratories), Kahn, RPR
(Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan RST (Reagin
Screen Test).

12
Tes yang dianjurkan adalah VDRL dan RPR secara kuantitatif, karena teknis
lebih mudah dan lebih cepat daripada tes fiksasi komplemen, lebih sensitif daripada
tes Kolmer/ Wasserman. Antigen VDRL adalah kardiopilin (0,03 %), kolesterol (0,9
%), dan lesitin (0,21 %). Tes VDRL dapat digunakan untuk penapisan atau screening
dan untuk menilai hasil pengobatan. Hasil yang diberikan berupa reaktif, nonreaktif
atau reaktif lemah, dan hasil kauntitatif dalam bentuk titer (1/2, 1/4, 1/8, dan
seterusnya). Hasil pada sifilis stadium II dapat mencapai 1/64 atau 1/128. Pada tes
flokulasi dapat terjadi reaksi negatif semu karena terlalu banyak reagin, reaksi ini
disebut dengan Reaksi Prozon, jika diencerkan dan diperiksa lagi maka hasilnya akan
menjadi positif.
b. Treponemal
Bersifat spesifik karena antigen yang digunakan ialah treponema atau
ekstraknya, dan dikelompokkan menjadi empat kelompok :
· Tes Imobilisasi : TPI (Treponemal pallidum Immobilization Test).
· Tes Fiksasi Komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test).
· Tes Imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent Treponemal Antibody Absorption
Test) Æ IgM dan IgG, FTA-Abs DS (Fluorecent Treponemal An tibody
Absorption Double Staining).
· Tes Hemoglutinasi : TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination Assay),
19S IgM SPHA (Solid phase Hemabsorption Assay), HATTS
(Hemaglutination Treponemal Test for Syphilis), MHA-TP
(Microhemaglutination Assay for Antibodies to Treponema pallidum).
TPHA merupakan tes treponemal yang dianjurkan karena teknis dan
pembacaan hasil yang mudah, cukup spesifik dan sensitif, reaktifnya cukup dini.
Kekurangan tes ini adalah tidak dapat dipakai untuk menilai hasil terapi, karena tetap
reaktif dalam waktu yang lama. Tes ini dimulai dengan titer 1/80, 1/160, 1/320, dan
seterusnya. Bila hasil serologik tidak sesuai dengan klinis, tes tersebut perlu diulangi,
karena mungkin terjadi kesalahan teknis.

13
Hasil uji serologic Kesimpulan
Non treponemal positif, treponemal
Positif semu uji tapisan nontreponemal
negative
Non treponemal positif, treponemal Sifilis yang tidak diobati; sifilis lanjut yang
positif pernah diobati
Non treponemal negatif, treponemal Sifilis sangat dini yang belum diobati;
positif sifilis dini yang pernah diobati
Non treponemal negatif, treponemal Bukan sifilis; sifilis sangat lanjut;
negative sifilis+infeksi HIV dan imunosupresi

Tabel 4. Interpretasi Uji Serologis9

14
Gambar 3. Algoritma Diagnosis Sifilis Kongenital10

II.8 TATA LAKSANA


Pengobatan sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu hamil dan
pengobatan pada bayi. Penisilin masih tetap merupakan obat pilihan untuk
pengobatan sifilis, baik sifilis didapat maupun sifilis kongenital. Pada wanita hamil,
tetrasiklin dan doksisiklin merupakan kontraindikasi. Pengobatan sifilis pada
kehamilan di bagi menjadi tiga, yaitu :1,4,13
1. Sifilis dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dari 2 tahun)
Benzatin penisilin G 2,4 juta unit satu kali suntikan IM, atau penisilin prokain G
dalam aquades 1,2 juta unit IM selama 10 hari. Bila alergi benzatin atau penisilin
bisa digunakan eritromisin 500 mg 4x1, oral selama 14 hari atau seftriakson 1g

15
IM 1x1 selama 10-14 hari.
2. Sifilis lanjut (lebih dari 2 tahun, sifilis laten yang tidak diketahui lama infeksi,
sifilis kardiovaskular, sifilis lanjut benigna, kecuali neurosifilis)
Benzatin penisilin G 7.2 juta unit, dibagi 3 dosis 2.4 juta unit, IM setiap minggu
berturut-turut, atau dengan penisilin prokain G 1.2 juta unit IM setiap hari selama
21 hari. Bila alergi bisa diberikan eritromisin 500mg oral 4x1 selama 30 hari.
3. Neurosifilis
Kristalin penisilin G 18-24 juta unit per hari, dibagi 3-4 juta unit IV setiap 4 jam
selama 10-14 hari.
Selain itu, juga dipertimbangkan pengobatan pada bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang menderita sifilis dan diobati selama kehamilannya namun bayi tersebut
selanjutnya tidak bisa
diamati. Pengobatan sifilis kongenital tidak boleh ditunda dengan alasan menunggu
diagnosis pasti secara klinis atau serologik. Pengobatan sifilis pada bayi dengan sifilis
kongenital:1,4,10,13
Sifilis kongenital neonatus <1 bulan
1. Proven or highly probable congenital syphilis
Dengan syarat:
a) Bayi dengan pemeriksaan fisik abnormal
b) Mempunyai titer test nontreponema ≥ 4 kali dibanding ibunya.
c) Dilahirkan oleh ibu serologi negatif yang diduga menderita sifilis
d) Titer pemeriksaan nontreponema meningkat ≥ 4 kali selama pengamatan.
e) Hasil tes treponema tetap reaktif sampai anak berusia 15 bulan, atau
f) Mempunyai antibodi spesifik IgM antitreponema.
Diberikan Aqueous crystaline penicillin G 100.000-150.000 unit/kg/hari,
dibagi dalam 50.000 unit/kg/dosis IV setiap 12 jam selama 7 hari dilanjutkan per 8
jam selama total 10 hari atau procaine penicillin G 50.000 unit/kgBB IM dosis
tunggal selama 10 hari, dengan catatan apabila lebih dari satu hari putus obat,
pengobatan harus diulang kembali.

16
2. Possible congenital syphilis
Dengan syarat:
a) Bayi dengan pemeriksaan fisik normal dan titer serum serologik nontreponemal
sama atau kurang dari 4 kali titer ibunya
b) Dilahirkan oleh ibu yang pengobatannya sebelum melahirkan tidak tercatat, tidak
diketahui, tidak adekuat atau terjadi ≤ 30 hari sebelum persalinan.
c) Ibu dengan pengobatan dengan eritromisin atau obat lainnya yang tidak
direkomendasikan
Diberikan Aqueos crystalline penicillin G 100.000-150.000 unit/kg/ hari,
dibagi dalam 50.000 unit/kg/dosis IV setiap 12 jam selama 7 hari dan dilanjutkan
setiap 8 jam selama total 10 hari atau procaine penicillin G 50.000 unit/kgBB dosis
tunggal IM selama 10 hari atau benzathine penicillin G 50.000 unit/kgBB dosis
tunggal.
3. Congenital Syphilis less likely
Dengan syarat:
a) Bayi dengan pemeriksaan fisik normal dan titer serum serologik nontreponemal
kuantitatif sama atau kurang dari 4 kali titer ibunya
b) Ibu dengan pengobatan selama masa kehamilan dan dilakukan >4 minggu
sebelum kelahiran
c) Ibu tanpa riwayat reinfeksi atau relaps
Diberikan Benzathine penicillin G 50.000 unit/kg dosis tunggal IM dengan
pemantauan serologik setiap 2-3 bulan pada bayi selama 6 bulan pada bayi dengan
ibu yang mengalami penurunan titer nonreponemal setidaknya 4 kali lipat setelah
pemberian terapi yang adekuat pada sifilis tahap dini atau memiliki titer yang stabil
dengan nilai rendah pada sifilis laten (VDRL <1:2; RPR <1:4).
4. Congenital Syphilis unlikely
Dengan syarat:
a) Bayi dengan pemeriksaan fisik normal dan titer serum serologik nontreponemal
kuantitatif sama atau kurang dari 4 kali titer ibunya
b) Ibu dengan pengobatan yang adekuat sebelum kehamilan

17
c) Ibu dengan titer serologik nonreponemal yang rendah dan stabil sebelum dan
selama kehamilan dan saat melahirkan (VDRL <1:2; RPR <1:4).
Tidak ada terapi yang dibutuhkan, tetapi bayi dengan res nontreponemal yang
reaktif harus diikuti secara serologik untuk memastikan tes nonreponemal negatif.
Pemberian Benzathine penicillin G 50.000 unit/kg dosis tunggal IM dapat
dipertimbangkan apabila hasil follow up meragukan dan bayi neonatus memiliki hasil
reaktif pada tes nonreponemal.

Sifilis kongenital neonatus >1 bulan


Diberikan Aqueos crystalline penicillin G 200.000-300.000 U/kgBB/hari IV
4-6 jam selama 10 hari. Beberapa ahli menggunakan benzatin penicilin G 50.000
U/kgBB single dose IM setalah 10 hari diberikan pengobatan parenteral.

II.9 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit sifilis adalah neurosifilis.
Neurosifilis terjadi pada kurang lebih 60% bayi yang menderita sifilis kongenital. Hal
ini ditandai dengan uji VDRL dari bahan CSS (+), pleositosis, dan peningkatan
protein.1,2,4

II. 10 PROGNOSIS
Prognosis sifilis kongenital bergantung periode munculnya gejala, kerusakan
yang terjadi, dan penatalaksanaan. Semakin dini gejala muncul, semakin banyak
jaringan yang rusak dan penatalaksanaan yang kurang tepat maka akan semakin
buruk prognosisnya. Sifilis kongenital yang berat dapat menyebabkan kematian pada
masa janin maupun perinatal. Bila penyakit tersebut telah mengenai meningovaskular
dapat menyebabkan sekuele permanen. Sifilis Kongenital dapat sembuh sempurna
bila mendapat terapi adekuat. Pengobatan dengan penisilin bersifat kuratif, sehingga
perubahan serologi dapat terjadi dalam satu tahun.1,4,5

18
BAB III
KESIMPULAN

Infeksi sifilis selama kehamilan merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh


dunia. Skrining sifilis prenatal pada kunjungan prenatal pertama dan kedua pada 32-36
minggu sangat dianjurkan, jika wanita itu berisiko sifilis. CDC merekomendasikan bahwa
semua wanita harus diskrining secara serologis untuk sifilis pada kunjungan prenatal pertama
dan, untuk pasien berisiko tinggi, selama trimester ketiga dan saat persalinan. Selain itu,
setiap wanita yang melahirkan bayi lahir mati setelah usia kehamilan 20 minggu harus diuji
untuk sifilis. Selain itu, konseling prekonsepsi dapat memainkan peran penting, mengevaluasi
wanita dan pasangannya untuk paparan penyakit menular seksual, mengidentifikasi perilaku
berisiko tinggi, dan memberikan pesan promosi kesehatan dan pendidikan.
Sifilis kongenital sendiri merupakan salah satu penyakit yang terjadi pada bayi baru
lahir, didapat dari ibu yang terinfeksi T.pallidum pada waktu hamil dan ditularkan melalui
plasenta. Sifilis kongenital dapat menyebabkan kelainan anatomik permanen dan kematian
pada bayi baru lahir. Diagnosis sifilis kongenital cukup sulit karena adanya antibodi ibu yang
didapat dari plasenta. Untuk mendiagnosis sifilis kongenital dapat berdasarkan riwayat sifilis
pada ibu hamil, manifestasi klinis pada bayi, tes serologi sifilis pada ibu dan bayi, serta
ditemukan T.pallidum dengan pemeriksaan mikroskop lapangan gelap. Penatalaksanaan
bergantung pada stadium penyakit, identifikasi sifilis pada ibu hamil, terapi sifilis dalam
kehamilan, gejala klinis, serologis, dan radiografi yang menyokong sifilis kongenital, dan
perbandingan titer tes nontreponemal ibu saat melahirkan dengan bayi yang dilahirkan. Sifilis
kongenital dapat dicegah melalui deteksi dini sifilis dalam kehamilan saat prenatal care dan
pengobatan adekuat sedini mungkin.
Dengan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat, diharapkan angka morbiditas dan
mortalitas pada bayi dengan ibu sifilis dapat dikurangi.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Syphilis screening and treatment for pregnant women. Geneva :
Department of Reproductive Health and Research, 2017 : 2-4.
2. Bowen V, Su J, Torrone E, et al: Increase in incidence of congenital syphilis—United States,
2012-2014. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 2015; 64: pp. 1241-124.
3. Giovani VM. Infeksi sifilis pada kehamilan. SMF Ilmu Kesahatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran UNUD, 2016.
4. Centers for Disease Control and Prevention. Sexually Transmitted Disease Survaillance,
2015. MMWR 2017;59(No. RR-12): 26-39
5. Kemenkes Republik Indonesia, Pedoman tatalaksana sifilis untuk pengendalian sifilis di
layanan kesehatan dasar. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, 2013:3-4
6. Romawi R. Sifilis laten: Diagnosis dan pengobatan. Global Medical and Health
Communication, Vol. 1 No.2, 2013.
7. Sokolovskiy E, Frigo N, Rotanov S, Savicheva A, Dolia O, Kitajeva N, et al. Guidelines fot
the laboratory diagnosis of syphilis in East European countries. J EADV. 2009;23(1):623-32.
8. Janier M, Hegyi V, Dupin N, Unemo M, Tiplica GS, Potocnik M, et al. 2014 European
Guideline on the Management of Syphilis. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2014 Oct;28(1):1-
29
9. Siagian M, Rinawati. Diagnosis dan Tata Laksana Sifilis Kongenital Diagnosis dan Tata
Laksana Sifilis Kongenital Diagnosis dan Tata Laksana Sifilis Kongenital. Sari Pediatri, Vol.
5, No. 2, September 2003.
10. Centers for Disease Control and Prevention. Congenital syphilis-United States, 2015.
MMWR Morbidity Mortality Weekly Report 2014;53(31):716-9.
11. De Santis M., De Luca C., Mappa, I., Spagnuolo, T., Licameli, A., Starface, G., & Scambia
G. 2012. Syphilis infection during pregnancy : Fetal risk and clinical management. Infectious
Disease in Obstetrics and Gynecology, 2012.
12. Katanami Y, Hashomoto T, Takaya S, Yamamoto K, Kutsuna S. Amoxicilin and ceftriaxone
as treatment alternatives to penicilin for maternal syphilis. Emerging infectious diseases. Vol.
23, No. 5, May 2017.
13. Nelson J, Bradley J. Nelson’s Pediatric Antimicrobial Therapy. American academy of
pediatrics. 2019.

20
21

Anda mungkin juga menyukai