Anda di halaman 1dari 168

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit menular adalah penyakit yang ditularkan melalui berbagai media.

Penyakit jenis ini merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua

negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi

dalam waktu yang relatif singkat. Berbeda dengan penyakit tidak menular yang

biasanya bersifat menahun dan banyak disebabkan oleh gaya hidup (life style),

penyakit menular umumnya bersifat akut (mendadak) dan menyerang semua

lapisan masyarakat. Penyakit jenis ini masih diprioritaskan mengingat sifat

menularnya yang bisa menyebabkan wabah dan menimbulkan kerugian yang

besar (Widoyono, 2008).

Tuberkulosis Paru adalah salah satu jenis penyakit menular. Penyakit

tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa

dan ditularkan melalui udara. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman

tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia

Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia, bila dilihat dari jumlah

penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk (WHO, 2002). Di Indonesia

berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1992, TB

merupakan penyebab kematian kedua, sedangkan pada SKRT 2001 menunjukkan

TB merupakan penyebab kematian pertama pada golongan penyakit infeksi

(Aditama, 2004).

1
Salah satu fasilitas layanan kesehatan yang bergerak di bidang

penanggulangan penyakit TB adalah Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

(BBKPM) Surakarta. Pada tanggal 15 Juli – 24 Agustus, mahasiswa Jurusan Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang

melaksanakan kegiatan magang di BBKPM Surakarta. Kegiatan magang

dilakukan di Klinik Berhenti Merokok (KBM), Konseling Asma, Konseling Gizi,

Konseling TB, Klinik PITC dan Klinik TB. Selama magang, mahasiswa

mengamati proses pelayanan yang ada dan mengidentifikasi kendala atau

permasalahan yang ada di masing-masing klinik maupun konseling.

1.2 Permasalahan

1.2.1 Bagaimanakah pelayanan yang ada di BBKPM Surakarta?

1.2.2 Apa saja kendala yang dihadapi dalam pelayanan di BBKPM Surakarta?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pelayanan klinik maupun konseling yang menjadi tempat

magang mahasiswa IKM UNNES.

1.3.2 Tujuan Khusus

i. Menganalisis secara sederhana dan menyajikan data klien konseling

maupun klinik tempat magang.

ii. Menemukan permasalahan yang terdapat di konseling maupun klinik

tempat magang.

2
iii. Memberikan alternatif pemecahan masalah terhadap konseling maupun

klinik tempat magang.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Mahasiswa

Sebagai salah satu sarana menambah wawasan di dunia kerja sekaligus

menerapkan ilmu yang telah diperoleh di bangku perkuliahan.

1.4.2 Bagi Instansi

Membantu instansi dalam merekap dan menganalisis data klien konseling

maupun klinik secara sederhana berdasarkan time, place, and people (waktu,

tempat, dan orang) sebagai wujud evaluasi dan upaya penemuan permasalahan.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Sebagai salah satu sumber pustaka dan menambah wawasan mengenai

konseling dan klinik yang tersedia di BBKPM Surakarta.

3
BAB II

ANALISIS SITUASI

2.1 Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta

2.1.1 Sejarah

BBKPM Surakarta didirikan pada tahun 1957 dengan nama Balai

Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Surakarta dengan pelayanan ditujukan

untuk penderita tuberkulosis (TB) paru. BP4 Surakarta ini semula dipimpin oleh

dr. Liem Ghik Djiang, seorang tenaga ahli dari WHO. Mulai tahun 1978,

pelayanan kesehatan di BBKPM diperluas untuk penyakit paru yang lain.

Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta sebagai Unit

Pelaksana Teknis dari Kementrian Kesehatan di bawah Ditjen Bina Kesehatan

Masyarakat menempati lahan seluas 19.830 m2 dengan luas bangunan 2.629,29

m2 berada di jalan Prof. dr. Soeharso No. 28 Surakarta. Lokasi BBKPM Surakarta

sangat strategis sehingga memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk

mengakses BBKPM Surakarta. Prestasi yang pernah diraih BP4 Surakarta adalah

diterimanya Abdi Satya Bakti yaitu penghargaan sebagai instansi kesehatan

dengan pelayanan terbaik pada tahun 1995, 1996, dan 1997.

Berdasarkan SK Permenkes No. 1352/MENKES/Per/1x/2005 yang

menetapkan BP4 Surakarta berubah menjadi Balai Besar Kesehatan Paru

Masyarakat (BBKPM) Surakarta sekaligus mengubah tingkat eselon, yang semula

tingkat eselon III naik menjadi eselon II b. SK tersebut kemudian disempurnakan

lagi dengan SK No. 532/MENKES/Per/IV/2007 dimana BBKPM Surakarta

4
memiliki wilayah kerja sebanyak 10 provinsi yang meliputi: D.I. Yogyakarta,

Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT, NTB, Kalimantan Tengah, Kalimantan

Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.

Dengan adanya reformasi organisasi di Kemenkes RI, pada tahun 2011

BBKPM Surakarta yang sebelumnya adalah UPT Ditjen Bina Kesehatan

Masyarakat kini menjadi UPT Ditjen Bina Upaya Kesehatan. Pada tahun yang

sama, sejak 11 Januari 2011, BBKPM Surakarta telah ditetapkan menjadi Satker

PK BLU.

2.2 Visi dan Misi

2.2.1 Visi

Menjadi pusat pelayanan prima kesehatan paru masyarakat.

2.2.2 Misi

a. Menyelenggarakan pelayanan medik, pendidikan, dan pelatihan serta

penelitian kesehatan paru yang berkualitas.

b. Mendorong kemandirian hidup sehat dan menjalin kemitraan dibidang

kesehatan paru.

2.3 Motto

“Melayani dengan AMANAH”

a. Aman : Masyarakat yang berobat dijamin keamanannya selama

mendapat pelayanan pengobatan di BBPKM Surakarta.

b. Mutu : Pelayanan yang diberikan dilakukan secara profesional/

5
kompeten sesuai standar untuk menjamin mutu (kualitas)

pelayanan.

c. Adil : Pelayanan yang diberikan secara adil terhadap seluruh

lapisan masyarakat tanpa membedakan suku, agama,

golongan suku, agama, status sosial dan ekonomi

masyarakat.

d. Nurani : Pelayanan yang diberikan dilandasi dengan hati nurani

yang ikhlas sebagai bagian dari ibadah.

e. Aturan : Pelayanan yang diberikan sesuai dengan peraturan yang

berlaku dan kode etik profesi.

f. Harmonis : Semua pegawai BBKPM Surakarta melaksanakan tugas

dan memberikan pelayanan secara harmonis/kompak,

secara internal maupun eksternal.

2.4 Tugas Pokok dan Fungsi

2.4.1 Tugas Pokok

Melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan

kesehatan, penunjang kesehatan, promosi kesehatan dan kemitraan serta

pengembangan sumber daya dibidang kesehatan paru masyarakat.

2.4.2 Fungsi

a. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan kesehatan rujukan paru

spesialistik dan subspesialistik yang berorientasi kesehatan masyarakat.

6
b. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pemberdayaan masyarakat dalam

bidang kesehatan paru masyarakat.

c. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kemitraan dan pengembangan

sumber daya dibidang kesehatan paru masyarakat.

d. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan serta pelatikan teknis

dibidang kesehatan paru masyarakat.

e. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi penelitian dan pengembangan

kesehatan paru masyarakat.

f. Pelaksanaan urusan tata usaha.

2.5 Struktur Organisasi

KEPALA

BAGIAN
TATA
USAHA

SUBBAGIAN SUBBAGIAN
UMUM KEUANGAN

BIDANG PELAYANAN BIDANG PROMOSI DAN


DAN PENUNJANG PENGEMBANGAN
KESEHATAN SUMBER DAYA

SEKSI SEKSI SEKSI SEKSI


PELAYANAN PENUNJANG PROMOSI PENGEMBANGAN
KESEHATAN KESEHATAN KESEHATAN SUMBER DAYA

INSTALASI KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL

Gambar 1. Bagan Struktur Organisasi Balai Besar Kesehatan Paru

Masyarakat (BBKPM) Surakarta

7
1. Jenis Pelayanan Kesehatan Paru

Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta sebagai

pusat rujukan kesehatan paru memberikan pelayanan spesialistik dan

subspesialistik dibidang paru. Pelayanan yang ada di Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta adalah sebagai berikut :

a. Instalasi Rawat Jalan

1) Klinik Umum

Klinik ini memberikan pelayanan bagi pasien dewasa yang pertama

kali datang ke Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)

Surakarta (pasien baru) yang tidak memerlukan pelayanan

kegawatan.

2) Klinik Non TB

Klinik ini memberikan pelayanan bagi pasien lama dewasa yang

terdiagnosa selain Tuberkulosis, misalnya PPOK, asma, Bronkitis,

bekas tuberkulosis, dan lainnya.

3) Klinik TB

Klinik ini memberikan pelayanan khusus bagi pasien lama dewasa

dengan diagnosa tuberkulosis paru/tuberkulosis ekstra paru.

4) Klinik Anak

Klinik ini memberikan pelayanan khusus bagi pasien yang berusia

kurang dari 15 tahun.

8
5) Klinik Paru Konsulan

Klinik ini memberikan pelayanan bagi pasien anak maupun dewasa

yang memerlukan penanganan subspesialistik misalnya efusi pleura,

tumor paru, pneumotoraks dan lain-lain.

6) Klinik PITC (Provider Initiated Treatment and Counseling)

Merupakan klinik kolaborasi TB-HIV/AIDS dimana petugas

kesehatan berperan aktif agar penderita tuberkulosis yang beresiko

tertular HIV/AIDS bersedia untuk diberikan konseling dan testing

HIV untuk mengetahui status HIV orang tersebut dengan prinsip

tanpa paksaan, rahasia dan tidak dipungut biaya.

b. DOTS Center

Merupakan pelayanan terpadu terhadap penderita tuberkulosis.

Pelayanan yang diberikan adalah penyuluhan/konseling tuberkulosis,

konseling gizi secara langsung kepada pasien, dan pelayanan Obat Anti

Tuberculosis (OAT). Selain itu diberikan pula konseling Pengawasan

Menelan Obat (PMO) dan konseling cara minum obat. Directly

Observed Treatment Shortcourse (DOTS) Center juga melakukan

jejaring DOTS se-eks karesidenan Surakarta serta kesepuluh provinsi di

wilayah kerjanya.

c. Instalasi Gawat Darurat

Penanganan kasus gawat darurat paru dengan berprinsip pada

kecepatan, tanggap dan akurat. Dilengkapi peralatan serta tenaga medis

9
dan paramedis yang berkualitas. Pelayanan instalasi gawat darurat ini

didukung dengan sarana layanan mobil ambulan 24 jam.

d. Instalasi Rawat Inap/One Day Care

Diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI pada tanggal 9 April 2007.

Instalasi perawatan sementara ini diperuntukkan bagi pasien yang

memerlukan perawatan medis bidang paru (asma, batuk darah, efusi

pleura dan kanker paru). Pelayanan One Day Care ini merawat pasien

hanya 2-4 hari saja, tidak sampai sembuh.

e. Pelayanan Penunjang

1) Spirometri

Bertujuan untuk mengukur kemampuan paru dalam tiga tahap

respirasi yang meliputi pemeriksaan ventilasi, difusi, perfusi serta

untuk menilai status kesehatan atau fungsi paru seseorang.

2) Bronkoskopi

Merupakan salah satu cara untuk mengetahui secara langsung

kelainan yang terdapat pada saluran napas dengan menggunakan alat

tertentu. Sehingga akan mendukung dalam memberikan ketepatan

diagnosa dan pengobatannya.

3) Mantoux Test

Merupakan suatu cara untuk mengetahui adanya infeksi tuberkulosis

khususnya pada anak-anak. Pemeriksaan dilakukan dengan cara

menyuntikkan derivat protein bakteri tuberkulosis, kemudian dilihat

10
besarnya indurasi (benjolan) yang muncul, hasil baru dapat dibaca 2-

3 hari kemudian.

4) USG

Untuk mendeteksi organ tubuh dengan gelombang suara yang

tersambungkan dengan teknologi komputer.

5) ECG

Disebut juga rekam jantung yang berguna untuk mengetahui

kelainan yang terdapat pada jantung.

6) Micro Co

Digunakan untuk mengetahui kadar karbon monoksida terutama bagi

perokok.

f. Instalasi Radiologi

Melayani foto thoraks dan foto lain yang yang diperlukan dalam

diagnosa penyakit pasien.

g. Instalasi Laboratorium

Sebagai pusat rujukan cross check dengan pelayanan unggulan DST

(Drug Sensitivity Test). Pelayanan yang diberikan di instalasi

laboratorium adalah:

 Laboratorium Mikrobiologi, pemeriksaan dahak: mikroskopis BTA

(Basil Tahan Asam), gram, jamur, biakan dan uji kepekaan.

 Laboratorium Patologi Klinik, pemeriksaan darah rutin, kimia klinik

(SGOT, SGPT, kolesterol, ureum, kreatinin).

11
h. Rehabilitasi Paru (Fisioterapi)

Mengatasi gangguan dan aktivitas fungsional paru secara manual

maupun menggunakan alat : diathermi, ultrasound, tens, infrared,

stimulasi elektrik, postural drainage, treadmill, traksi dan nebulizer.

i. Instalasi Farmasi

Penyediaan resep obat yang dibutuhkan untuk pengobatan pasien dan

memberikan pelayanan konsultasi obat tanpa dipungut biaya.

j. Rekam Medis

BBKPM Surakarta telah menerapkan sistem komputerisasi pendaftaran

pasien yang tersambung di seluruh unit pelayanan, sehingga

pendaftaran pelayanan lebih mudah, cepat dan akurat.

2.6 Analisis Situasi pada Unit Magang

Magang yang telah dilaksanakan di Balazi Besar Kesehatan Paru

Masyarakat (BBKPM) Surakarta dilaksanakan di beberapa unit. Adapun unit

tersebut adalah sebagai berikut:

2. 6. 1 KlinikBerhenti Merokok (KBM)

2. 6. 2 Konseling Asma

2. 6. 3 Konseling Gizi

2. 6. 4 Konseling TB

2. 6. 5 Konseling PITC

2. 6. 6 Klinik TB

12
KLINIK BERHENTI MEROKOK (KBM)

BBKPM SURAKARTA

13
DAFTAR ISI

Halaman Judul 13

Daftar Isi 14

Bab I Pendahuluan 15

1.1 Latar Belakang 15

1.2 Tujuan 16

1.3 Manfaat 16

Bab II Analisis Situasi 18

2. 1 Klinik Berhenti Merokok (KBM) 18

2. 2 Alur Pelayanan 19

2. 3 Analisis Data 19

Bab III Identifikasi Masalah 30

Bab IV Penyelesaian Masalah 31

Bab V Simpulan Saran 32

14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hak untuk menghirup udara bersih tanpa paparan asap rokok telah menjadi

perhatian dunia, namun kenyataannya pemaparan asap rokok dari hari ke hari

semakin bertambah akibat meningkatnya jumlah perokok. WHO memperkirakan

bahwa pada tahun 2020 penyakit yang berkaitan dengan rokok menjadi masalah

kesehatan utama di dunia yang menyebabkan 8,4 juta kematian setiap tahunnya

dan separuhnya terjadi di Asia. Saat ini Indonesia menduduki peringkat ketiga

dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India. Data tahun 2010

menunjukkan prevalensi perokok saat ini sebesar 34,7% dari jumlah tersebut

76,6% merokok di dalam rumah bersama anggota keluarga yang lain. Data lain

menunjukkan konsumsi rokok di Indonesia tahun 2002 mencapai 182 milyar

batang. Keadaan ini menunjukkan bahwa total perokok aktif di Indonesia adalah

70% dari total penduduk atau 141,44 juta orang (Depkes, 2006).

Pemerintah Indonesia telah menyusun beberapa peraturan terkait dengan

upaya pengendalian udara akibat asap rokok serta pengembangan Kawasan Tanpa

Rokok seperti UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang di dalamnya

mengatur Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Berbagai upaya dilakukan untuk

menekan semakin besarnya laju pertambahan angka perokok di Indonesia.

Kegiatan promotif melalui berbagai media cetak maupun elektronik dilakukan

secara besar-besaran demi menumbuhkan kesadaran akan bahaya merokok.

15
Namun, seperti sudah menjadi bagian dari budaya di negara kita. Perokok aktif

tidak akan bisa dihentikan bahkan dengan berbagai penyakit pernapasan dan

penyakit degeneratif lain yang mulai diderita.

Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta melalui Klinik

Berhenti Merokok (KBM) melakukan pendekatan personal berupa konseling

kepada perokok yang sudah menderita penyakit . Klinik ini menjadi salah satu

pelayanan unggulan. Dengan adanya konseling dan bantuan medis akan

membantu dan memudahkan upaya untuk berhenti dari kebiasaan merokok.

1.2 Tujuan

1.2.1 Menganalisis secara sederhana dan menyajikan data klien konseling Klinik

Berhenti Merokok (KBM) periode Juli 2010-Juni 2013.

1.2.2 Menemukan permasalahan yang terdapat di Klinik Berhenti Merokok

(KBM).

1.2.3 Memberikan alternatif pemecahan masalah terhadap Klinik Berhenti

Merokok (KBM).

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Instansi

Membantu instansi dalam merekap dan menganalisis data klien konseling

Klinik Berhenti Merokok (KBM) periode Juli 2010-Juni 2013 secara sederhana

berdasarkan time, place, and people (waktu, tempat, dan orang) sebagai wujud

evaluasi dan upaya penemuan permasalahan.

16
1.3.2 Bagi Mahasiswa

Sebagai salah satu sarana menambah wawasan di dunia kerja sekaligus

menerapkan ilmu yang telah diperoleh di bangku perkuliahan.

1.3.3 Bagi Masyarakat

Sebagai salah satu sumber pustaka dan menambah wawasan mengenai

Klinik Berhenti Merokok (KBM) yang merupakan salah satu klinik unggulan di

Balai Besar Kesehatan Paru masyarakat (BBKPM) Surakarta.

17
BAB II

ANALISIS SITUASI

2.1 Klinik Berhenti Merokok (KBM)

Klinik Berhenti Merokok (KBM) merupakan klinik konseling yang

didirikan guna membantu masyarakat dalam upaya berhenti merokok. Untuk

mencapai hal tersebut, dilakukan konseling dengan menggali lebih dalam

pengetahuan dan sejauh mana keinginan klien untuk berhenti merokok. Di dalam

KBM terdapat 2 pemeriksaan penunjang untuk perokok, yakni sebagai berikut:

2.1.1 Pemeriksaan Micro CO

Pemeriksaan dengan alat micro CO untuk mengetahui kadar

Karbonmonoksida (CO) dalam darah. Karbonmonoksida merupakan salah satu zat

kimia yang terkandung dalam rokok. Hasil pengukuran dengan alat ini akan

diketahui kategori perokok ringan, sedang, atau berat.

2.1.2 Pemeriksaan Nikotin Urin

Pemeriksaan dengan alat Nicotine Urine Test untuk mengetahui kadar

kotinin di dalam urine. Hasil pengukuran dengan alat ini akan diketahui seseorang

perokok atau bukan perokok. Kategori perokok dan bukan perokok berdasarkan

kadar kotinin di dalam urin adalah sebagai berikut:

a. Bukan Perokok: 1-20 mg/mL (6-114 mmol/L)

b. Perokok 300-1300 mg/mL (1703-7378 mmol/L)

18
2.2 Alur Pelayanan

Gambar 1.1 Alur Konseling Klinik Berhenti Merokok (KBM)

Poli Eksekutif, Poli Umum, Poli


Doagnosis dan Rekomendasi dari
Pendaftaran TB, Poli Non TB, Poli Spesialis,
Dokter Pengirim
UGD, Daftar Sendiri

Pembayaran Biaya Administrasi


Ruang Konseling KBM Pasien pulang
ke Loket

Sumber: KBM BBKPM Surakarta

2.3 Analisis Data

Jumlah klien Klinik Berhenti Merokok (KBM) BBKPM Surakarta hingga

Juni 2013 tercatat 293 orang. Data tersebut diperoleh dari Rekam Konseling (RK)

yang tercatat. Penggalian informasi dilakukan menggunakan Rekam Konseling

(RK) yang terdiri dari beberapa bagian yang disusun sedemikian rupa guna

memperoleh informasi sebanyak mungkin dari klien KBM.

2.3.1 Kunjungan Klien KBM

Gambar 1.2 Grafik Fluktuatif Kunjungan Klien


KBM Periode Juli 2010-Juni 2013
Berdasarkan data di samping
140
kunjungan klien Klinik Berhenti
120

100 Merokok (KBM) terbanyak pada tahun


80
2011 yakni 120 klien.
60

40
Kunjungan klien pada tahun 2010
20

0
2010 2011 2012 2013
(Juli-Desember) tercatat 70 orang. Hal
Kunjungan ke-1 64 115 55 38
Kunjungan ke-2 3 4 6 2 tersebut jauh diatas jumlah kunjungan
Kunjungan ke-3 3 1 2 0

Sumber: Hasil olah data sekunder RK Klien KBM BBKPM pada tahun 2013 (Januari-Juni) yang
Surakarta
hanya sebesar 35 orang.

19
Rendahnya minat klien untukmelakukan kunjungan ulang terlihat dari

selisih jumlah kunjungan ke-1 dan kunjungan ke-2, 3 yang sangat jauh. Berikut

merupakan grafik fluktuatif kunjungan klien KBM berdasarkan bulan pada

periode tahun 2010-2013.

Gambar 1.3 Grafik Fluktuatif Kunjungan Klien KBM Periode Juli 2010-Juni 2013

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2010 14 13 8 11 13 11
2011 13 14 8 11 2 14 9 13 14 9 6 7
2012 9 7 7 5 5 1 3 4 8 5 5 4
2013 8 4 7 6 7 8

Sumber: Hasil olah data sekunder RK Klien KBM BBKPM Surakarta

a. Kunjungan Tahun 2010

Pada Tahun 2010, kunjungan ke-1 yang terbanyak terjadi pada bulan Juli

yaitu sebanyak 14 orang. Kunjungan ke-2 sebanyak 3 orang dan kunjungan ke-3

hanya terjadi pada bulan Agustus yaitu sebanyak 3 orang.

Gambar 1.4 Grafik Distribusi Kunjungan Klien KBM Tahun 2010

Jul Agust Sept Okt Nov Des


Kunjungan ke-1 14 9 8 11 12 10
Kunjungan ke-2 0 1 0 0 1 1
Kunjungan ke-3 0 3 0 0 0 0

Sumber: Hasil olah data sekunder RK Klien KBM BBKPM Surakarta

b. Kunjungan Tahun 2011

Pada Tahun 2011, kunjungan ke-1 yang terbanyak terjadi pada bulan Juni dan

September yaitu masing-masing sebanyak 14 orang. Sedangkan kunjungan ke-2

20
pada bulan Januari, Februari, Juli, dan Desember yaitu masing-masing sebanyak 1

orang dan kunjungan ke-3 hanya terjadi pada bulan Mei yaitu sebanyak 1 orang.

Gambar 1.5 Grafik Distribusi Kunjungan Klien KBM Tahun 2011

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des
Kunjungan ke-1 12 13 8 11 1 14 8 13 14 9 6 6
Kunjungan ke-2 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1
Kunjungan ke-3 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0

Sumber: Hasil olah data sekunder RK Klien KBM BBKPM Surakarta

c. Kunjungan Tahun 2012

Pada Tahun 2012, kunjungan ke-1 yang terbanyak terjadi pada bulan Januari,

Februari, dan September yaitu masing-masing sebanyak 7 orang, kunjungan ke-2

yang terbanyak terjadi pada bulan Maret yaitu sebanyak 2 orang dan kunjungan

ke-3 pada bulan Januari dan Mei yaitu masing-masing sebanyak 1 orang.

Gambar 1.6 Grafik Distribusi Kunjungan Klien KBM Tahun 2012

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des
Kunjungan ke-1 7 7 5 4 4 1 3 4 7 5 4 4
Kunjungan ke-2 1 0 2 1 0 0 0 0 1 0 1 0
Kunjungan ke-3 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0

Sumber: Hasil olah data sekunder RK Klien KBM BBKPM Surakarta

d. Kunjungan Tahun 2013

Pada Tahun 2013, kunjungan ke-1 yang terbanyak terjadi pada bulan Mei dan

Juni yaitu masing-masing sebanyak 7 orang. Sedangkan kunjungan ke-2 pada

bulan Maret dan Juni yaitu masing-masing sebanyak 1 orang dan tidak terdapat

kunjungan ke-3 pada tahun ini.

21
Gambar 1.7 Grafik Distribusi Kunjungan Klien KBM Tahun 2013

Jan Feb Mar Apr Mei Jun


Kunjungan ke-1 8 4 6 6 7 7
Kunjungan ke-2 0 0 1 0 0 1
Kunjungan ke-3 0 0 0 0 0 0

Sumber: Hasil olah data sekunder RK Klien KBM BBKPM Surakarta

2.3.2 Berdasarkan Usia

Penentuan kategori usia yakni sebagai berikut; (1) Anak-anak (0-14

tahun); (2) Usia Produktif (15-64 tahun); dan (3) lansia (≥65 tahun).

Menurut usia, pada periode Juli 2010-Juni 2013 prosentase tertinggi

dijumpai pada usia produktif (15-64 tahun) sebesar 92% dan terendah pada usia

anak-anak (0-14 tahun) sebesar 1%. Hal tersebut sejalan dengan hasil Riskesdan

Tahun 2007 yang menyatakan , persentase penduduk merokok tiap hari tampak

tinggi pada kelompok umur produktif (25-64 tahun), dengan rentang rerata 29%

sampai 32%. Sedangkan penduduk kelompok umur 10-14 tahun yang merokok

tiap hari sudah mencapai 0,7% dan kelompok umur 15-24 tahun sebanyak 17%.

Gambar 1.8 Grafik Distribusi Klien KBM berdasarkan Gambar 1.9 Grafik Prosentase Klien KBM
Usia Periode Juli 2010 - Juni 2013 berdasarkan Usia
Periode Juli 2010 - Juni 2013

7% 1%

92%
Anak-anak (0-14 Usia Produktif (15-
Lansia (≥65 tahun)
tahun) 64 tahun)
2010 0 62 6
2011 1 117 6 Anak-anak (0-14 tahun) Usia Produktif (16-64 tahun)
2012 0 58 4
Lansia (≥ 65 tahun)
2013 1 32 6

Sumber: Hasil olah data sekunder RK Klien KBM BBKPM

Surakarta

22
2.3.3 Berdasarkan Jenis Kelamin

Menurut jenis kelamin, pada periode Juli 2010-Juni 2013 prosentase

tertinggi dijumpai pada jenis kelamin perempuan sebesar 99% (290 orang) dan

terendah pada jenis kelamin laki-laki sebesar 1%. Hal tersebut menunjukkan

bahwa merokok masih identik dengan laki-laki, namun kecenderungan perempuan

menghisap rokok juga semakin menampakkan diri, Hal tersebut sejalan dengan

hasil Riskesdas tahun 2007 yang menyatakan bahwa pada perokok dengan

kategori kadang-kadang, pada laki-laki (9,9%) 10 kali lebih banyak dibandingkan

perempuan (1,4%).

Gambar 1.10 Grafik Distribusi Klien KBM Gambar 1.11 Grafik Prosentase Klien KBM
berdasarkan Jenis Kelamin berdasarkan Jenis Kelamin
Periode Juli 2010-Juni 2013 Periode Juli 2010-Juni 2013
1%

99%
Laki-Laki Perempuan
Jumlah 290 3

Laki-Laki Perempuan

Sumber: Hasil olah data sekunder RK Klien KBM


Sumber: Hasil olah data sekunder RK Klien KBM BBKPM
BBKPM Surakarta
Surakarta

2.3.4 Berdasarkan Kabupaten/ Kota Asal (Alamat)

Berdasarkan Kabupaten/ Kota asal (alamat) klien KBM, pada Tahun 2010

didominasi klien yang berasal dari Surakarta dan Karanganyar yaitu masing-

masing sebanyak 18 orang dan paling sedikit berasal Klaten dan Wonogiri yaitu

masing-masing sebanyak 2 orang. Pada tahun 2011, didominasi klien yang berasal

dari Surakarta yaitu sebanyak 45 orang dan paling sedikit berasal Ngawi dan

Pacitan yaitu masing-masing sebanyak 1 orang.

23
Pada tahun 2012, didominasi klien yang berasal dari Sukoharjo yaitu

sebanyak 19 orang dan paling sedikit berasal Grobogan dan Wonogiri yaitu

masing-masing sebanyak 1 orang. Pada tahun 2013, didominasi klien yang berasal

dari Sukoharjo yaitu sebanyak 17 orang dan paling sedikit berasal Boyolali dan

Grobogan yaitu masing-masing sebanyak 1 orang. Hal tersebut menunjukkan

bahwa keterjangkauan (jarak) layanan kesehatan menjadi faktor yang cukup

berpengaruh pada kunjungan klinik tersebut.

Menurut Kabupaten/ Kota asal, pada periode Juli 2010-Juni 2013

prosentase tertinggi dijumpai pada Kota Surakarta sebesar 32% dan terendah pada

Kabupaten Ngawi dan Pacitan masing-masing sebesar 0%.

Gambar 1.13 Grafik Prosentase


Gambar 1.12 Grafik Distribusi Klien KBM berdasarkan Klien KBM berdasarkan
Kabupaten/ Kota Asal Periode Junli 2010 - Juli 2013 Kabupaten/ Kota Asal
Periode Juli 2010-Juni 2013

4% 7%

0%
0% 15%
4% 32%

23%
13%
2%
Boyolali Surakarta
Boyolal Surakar Grobog Karang Sukoha Wonogi
Klaten Ngawi Pacitan Sragen Grobogan Karanganyar
i ta an anyar rjo ri
2010 5 18 3 10 18 2 0 0 10 2 Sukoharjo Klaten
2011 12 45 0 16 23 6 1 1 14 6 Ngawi Pacitan
2012 3 12 1 7 19 3 0 0 16 1 Sragen Wonogiri
2013 1 17 1 5 8 0 0 0 4 3
Sumber: Hasil olah data sekunder RK
Sumber: Hasil olah data sekunder RK Klien KBM BBKPM Surakarta
Klien KBM BBKPM Surakarta

2.3.5 Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan jenis pekerjaan klien KBM, pada Tahun 2010 didominasi

oleh karyawan swasta yaitu sebanyak 26 orang dan paling sedikit berasal dari

profesi PNS yaitu sebanyak 1 orang. Pada Tahun 2011 didominasi oleh karyawan

24
swasta yaitu sebanyak 48 orang dan paling sedikit berasal dari pensiunan yaitu

sebanyak 1 orang.

Pada Tahun 2012 didominasi oleh karyawan swasta yaitu sebanyak 18

orang dan paling sedikit berasal dari konsele yang tidak bekerja/ Ibu Rumah

Tangga (IRT) yaitu sebanyak 1 orang. Pada Tahun 2013 didominasi oleh

wiraswasta yaitu sebanyak 9 orang dan paling sedikit berasal dari profesi PNS

yaitu sebanyak 1 orang.

Gambar 1.14 Grafik Distribusi Klien KBM berdasarkan Gambar 1.5 Grafik Prosentase Klien
Jenis Pekerjaan Periode Juli 2010 - Juni 2013 KBM berdasarkan Jenis Pekerjaan
Periode Juli 2010-Juni 2013

4%
3% 5%

27%
41%

Tidak 20%
Pelajar/M Karyawa Tani/Tern Wiraswas Pensiuna
Buruh PNS bekerja/I
ahasiswa n Swasta ak ta n
RT
2010 6 4 24 1 9 20 2 2
Tidak Bekerja Sekolah
2011 6 12 48 3 14 34 6 1
Pegawai Wiraswasta
2012 2 9 18 5 4 16 1 7
Petani/ Nelayan/ Baruh Lainnya
2013 3 6 6 1 5 9 4 5

Sumber: Hasil olah data sekunder

RK Klien KBM BBKPM Surakarta


Sumber: Hasil olah data sekunder RK Klien KBM BBKPM Surakarta

2.3.6 Berdasarkan Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan klien KBM, pada Tahun 2010 didominasi

oleh lulusan SMA yaitu sebanyak 22 orang dan paling sedikit berasal dari klien

yang tidak bersekolah yaitu sebanyak 2 orang. Pada Tahun 2011 didominasi oleh

lulusan SMA yaitu sebanyak 42 orang dan paling sedikit berasal dari klien yang

tidak bersekolah yaitu sebanyak 12 orang. Pada Tahun 2012 didominasi oleh

lulusan SMA yaitu sebanyak 17 orang dan paling sedikit berasal dari klien yang

tidak bersekolah yaitu sebanyak 6 orang..

25
Menurut pendidikan, pada periode Juli 2010-Juni 2013 prosentase tertinggi

dijumpai pada klien yang lulusan pendidikannya berasal dari SMA sebesar 31%

dan terendah pada klien yang tidak bersekolah sebesar 7%.

Gambar 1.16 Grafik Distribusi Klien KBM berdasarkan Gambar 1.17 Grafik Prosentase
Tingkat Pendidikan Klien KBM berdasarkan Pendidikan
Periode Junli 2010 - Juni 2013 Periode Juli 2010-Juni 2013

45
40 7%
16%
35 24%
30
25
20 31%
15 22%
10
5
0
Tidak Perguruan Tidak sekolah
SD SMP SMA
sekolah Tinggi
SD
2010 2 16 17 22 11 SMP
2011 12 29 24 42 17 SMA
2012 6 10 14 17 15 Perguruan Tinggi

2013 0 14 9 11 5

Sumber: Hasil olah data sekunder RK


Sumber: Hasil olah data sekunder RK Klien KBM BBKPM Surakarta
Klien KBM BBKPM Surakarta

2.3.7 Berdasarkan Jumlah Rokok yang Dihisap per hari

Berdasarkan jumlah rokok yang dihisap per hari, pada Tahun 2010

mayoritas klien KBM menghisap rokok 7-12 batang per hari yaitu sebanyak 28

orang dan paling sedikit klien KBM menghisap rokok ≥25 batang per hari yaitu

sebanyak 1 orang. Pada Tahun 2011 mayoritas klien KBM menghisap rokok 1-6

batang per hari yaitu sebanyak 43 orang dan paling sedikit klien KBM menghisap

rokok <1 batang per hari yaitu sebanyak 1 orang. Pada Tahun 2012 mayoritas

klien KBM menghisap rokok 7-12 batang per hari yaitu sebanyak 27 orang dan

paling sedikit klien KBM menghisap rokok <1 batang per hari yaitu sebanyak 1

orang. Pada Tahun 2013 mayoritas klien KBM menghisap rokok 7-12 batang per

hari yaitu sebanyak 14 orang dan paling sedikit klien KBM menghisap rokok <1

dan ≥25 batang per hari yaitu masing-masing sebanyak 1 orang.

26
Menurut jumlah rokok yang dihisap per hari, pada periode Juli 2010-Juni

2013 prosentase tertinggi dijumpai pada klien yang menghisap dengan jumlah

rokok 13-18 batang per harinya sebesar 38% dan terendah pada klien yang

menghisap dengan jumlah rokok <1 batang per harinya sebesar 2%.

Gambar 1.18 Grafik Distribusi Klien KBM berdasarkan Jumlah Gambar 1.19 Grafik Prosentase Klien KBM
Rokok (Batang per Hari) Periode Juli 2010 - Juni 2013 berdasarkan Jumlah Rokok (Batang per Hari)
Periode Juli 2010 - Juni 2013

4% 2%

7%

14% 35%

<1 1-6 7-12 13-18 19-24 ≥ 25 38%


2010 3 25 28 9 0 1
2011 1 43 39 18 11 8
2012 1 23 27 6 2 2 <1 batang 1-6 batang 13-18 batang
2013 1 10 14 7 6 1 17-12 batang 19-24 batang ≥25 batang

Sumber: Hasil olah data sekunder KBM


Sumber: Hasil olah data sekunder KBM BBKPM Surakarta
BBKPM Surakarta

2.3.8 Berdasarkan Poli yang Merujuk

Menurut asal poli, pada periode Juli 2010-Juni 2013 prosentase tertinggi

dijumpai pada klien yang berasal dari poli umum sebesar 51% dan terendah pada

klien yang berasal dari UGD sebesar 1%.

Gambar 1.20 Grafik Distribusi Klien KBM berdasarkan Asal Poli Gambar 1.21 Grafik Prosentase
Periode Juli 2010 - Juni 2013 Asal Poli Klien Konseling
KBM Periode Juli 2010-Juni
2013
2% 1%
3%

28%
51%

Eksekutif/Sp 15%
Daftar sendiri UGD Non TB TB Umum
esialis
2011 3 1 10 6 39 Daftar sendiri UGD
2012 0 0 3 17 10 28 Eksekutif/Spesialis Non TB
2013 1 0 1 17 7 12 TB Umum

Sumber: Hasil olah data

sekunder RK Klien KBM


Sumber: Hasil olah data sekunder RK Klien KBM BBKPM Surakarta
BBKPM Surakarta

27
2.3.9 Berdasarkan Minat Mengikuti Pemeriksaan Penunjang

Berdasarkan perbandingan antara total klien dengan jumlah klien yang

mengikuti pemeriksaan penunjang, dapat dilihat bahwa pada Tahun 2011

merupakan periode dengan minat tertinggi yakni 39 dari 124 total pengunjung

(31,45%). Sedangkan pada Tahun 2010 merupakan periode dengan minat

terendah yakni hanya 9 dari 68 total pengunjung (13,23%).

Menurut pemeriksaan penunjang, pada periode Juli 2010-Juni 2013

prosentase tertinggi dijumpai pada klien yang mengikuti pemeriksaan penunjang

Micro CO sebesar 83% dan terendah pada klien yang mengikuti pemeriksaan

penunjang keduanya (Micro CO dan Nikotin) sebesar 2%.

Gambar 1.22 Grafik Distribusi Klien KBM Gambar 1.23 Grafik Prosentase Klien KBM yang
berdasarkan Pemeriksaan Penunjang Mengikuti Pemeriksaan Penunjang Periode Juli
Periode Juli 2010 - Juni 2013 2010-Juni 2013

Total Kunjungan Klien mengikuti pemeriksaan penunjang

124
2%

15%
68 62
39 39
27 83%
17
9

2010 2011 2012 2013

Sumber: Hasil olah data sekunder RK Klien KBM


Micro CO Nikotin Keduanya
BBKPM Surakarta

Sumber: Hasil olah data sekunder RK Klien KBM BBKPM

Surakarta

28
2.4 Kelebihan dan Kelemahan Klining Berhenti Merokok (KBM)

Berikut ini merupakan beberapa kelebihan dan kekurangan yang terdapat

di Klinik Berhenti Merokok, antara lain:

2.4.1 Kelebihan

a. Konseling dilakukan oleh satu konselor tetap.

Dengan keadaan tersebut, pemantauan terhadap klien akan lebih mudah.

Kepercayaan dan kenyamanan klien akan dengan mudah terbangun

sehingga upaya berhenti merokok akan lebih mudah dilakukan.

b. Pemeriksaan penunjang yang terdapat di KBM juga turut membantu

mengetahui keadaan klien.

2.4.2 Kelemahan

a. Butir form rekam konseling yang kurang bisa menggali informasi lebih

dalam mengenai kebiasaan merokok pasien.

b. Kurangnya upaya follow up terhadap klien.

c. Kurangnya upaya penjaringan klien.

29
BAB III

IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan pengamatan dan analisis data di Klinik Berhenti Merokok

(KBM) BBKPM Surakarta, yang dilakukan selama 4 hari (16-19 Juli 2013)

ditemukan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Form Rekam Konseling (RK)

Terdapat beberapa point penting yang belum tercantum pada Form Rekam

Konseling (RK), antara lain sebagai berikut:

Asal poli, dokter yang merujuk/ pengirim dan penyakit yang diderita (jika pasien

melakukan kunjungan berdasarkan rujukan dokter), tatus perkawinan

2. Upaya follow up pada klien masih lemah.

Konseling lanjutan sifatnya sukarela, sehingga bagaimana perkembangan

konseling dalam upaya berhenti merokok tidak dapat dilihat. Hal tersebut

bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan klinik tersebut untuk merubah

perilaku merokok (buruk) menjadi tidak merokok (baik).

3. Kurangnya penjaringan klien

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, sebenarnya terdapat minat

yang cukup besar di masyarakat untuk berhenti merokok. Hal tersebut terlihat

bahwa 4 orang dari 150 total pengunjung (2.67%), terdapat konsele yang datang

karena kesadaran sendiri. Artinya, sudah terdapat kesadaran masyarakat mengenai

bahaya kebiasaan merokok.

30
BAB IV

PENYELESAIAN MASALAH

1. Penambahan butir form Rekam Konseling (RK)

Penambahan point pada daftar Form Rekam Konseling (RK). Penambahan ini

dilakukan guna menggali lebih dalam informasi konsele.

2. Meningkatkan upaya follow up

a. Upaya follow up melalui pembangunan kerjasama dengan puskesmas yang

berada di wilayah tempat tinggal konsele untuk membantu dalam

memantau perkembangan konsele.

b. Pemantauan kebiasaan merokok kien melalui Kartu Menuju Sehat Tanpa

Rokok (KMS-TR).

3. Melakukan promosi di lingkup BBKPM Surakarta

a. Melalui rekaman suara (spot radio) promosi Klinik Berhenti Merokok

(KBM) yang disambungkan dengan pengeras suara secara general diputar

dengan periode waktu tertentu, misal satu jam sekali.

b. Penyelenggaraan “Wisuda Berhenti Merokok”

Berhenti merokok bukanlah hal yang mudah dilakukan bagi perokok,

terutama perokok yang sudah merokok dalam jangka waktu yang lama. Dalam

upaya memberikan penghargaan kepada klien yang telah berhasil berhenti dari

kebiasaan merokok, “Wisuda Berhenti Merokok” dapat menjadi salah satu upaya

penghargaan kepada mantan perokok sekaligus media promosi KBM BBKPM

Surakarta.

31
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Klinik Berhenti Merokok (KBM) BBKPM Surakarta adalah klinik

unggulan yang seharusnya diberikan perhatian khusus. Hal tersebut berkaitan

dengan kebiasaan merokok adalah salah satu faktor risiko yang cukup besar

pengaruhnya terhadap kejadian penyakit saluran pernapasan dan penyakit

degeneratif lainnya.

5.2 Saran

Upaya follow up yang masih lemah dan rendahnya minat konsele untuk

melakukan kunjungan ke-2 seharusnya segera dicari solusi terbaik yaitu melalui

pembangunan kerjasama yang berada di wilayah tempat tinggal konsele. Dengan

demikian perkembangan konsele dalam upaya berhenti merokok dapat terus

dipantau.

32
KONSELING ASMA

BBKPM SURAKARTA

33
DAFTAR ISI

Halaman Judul 33

Daftar Isi 34

Bab I Pendahuluan 35

1.1 Latar Belakang 35

1.2 Tujuan 36

1.3 Manfaat 36

Bab II Analisis Situasi 38

2. 1 Konseling Asma 38

2. 2 Alur Pelayanan 38

2. 3 Analisis Data 39

2. 4 Kelebihan dan Kelemahan 62

Bab III Identifikasi Masalah 63

Bab IV Penyelesaian Masalah 64

Bab V Simpulan Saran 65

34
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma adalah obstruksi jalan nafas akut, episodik yang diakibatkan oleh

rangsangan yang tidak menimbulkan respon pada orang sehat. Asma adalah

menjadi menjadi sindrom klinis yang dikarakteristikkan oleh batuk, mengi, dan

sesak nafas serta sesak dada yang ditimbulkan oleh alergen, infeksi atau stimulus

lain. Asma adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di

hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan

derajat penyakit yang ringan sampai berat, bahkan dapat mengancam jiwa

seseorang. (GINA, 2006).

Asma pada orang dewasa secara tidak langsung akan mempengaruhi

beberapa hal penting dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut berdampak

terhadap kualitas hidup dan produktivitas hidup yang ditunjukkan dari laporan

berikut, seperti didapatkan keterbatasan dalam berekreasi atau olah raga 52,7%,

aktivitas fisik 44,1%, pemilihan karier 37,9%, aktifitas sosial 38%, cara hidup

37,1% dan pekerjaan rumah tangga 32,6%. Absen dari sekolah maupun pekerjaan

dialami oleh 36,5% anak dan 26,5% pada orang dewasa. Prevalensi nasional

untuk penyakit asma sebesar 4,0% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan

gejala). (RISKESDAS, 2007).

Berbagai faktor yang dapat menimbulkan serangan asma antara lain olah

raga (exercise), infeksi, allergen, perubahan suhu, pajanan iritan asap rokok, dan

35
lain-lain. Selain terdapat berbagai faktor lain yang mempengaruhi prevalensi

penyakit asma antara lain usia, jenis kelamin, ras, sosio-ekonomi dan faktor

lingkungan, faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma,

derajat asma dan juga kematian akibat penyakit asma (Rahajoe, Supriyatno dan

Setyanto, 2008).

Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta merupakan

salah satu unit pelayanan kesehatan yang menyediakan konseling asma. Konseling

asma yang terdapat di BBKPM Surakarta meliputi Konseling Asma Dewasa dan

Konseling Asma Anak. Konseling dilakukan guna membantu klien mengontrol

dan mengelola asma yang diderita agar tidak mengganggu kegiatan sehari-hari.

1.2 Tujuan

1.2.1 Menganalisis secara sederhana dan menyajikan data klien konseling Asma

di BBKPM Surakarta berdasarkan periode waktu tertentu.

1.2.2 Menemukan permasalahan yang terdapat di Konseling Asma di BBKPM

Surakarta.

1.2.3 Memberikan alternatif pemecahan masalah yang ada di Konseling Asma di

BBKPM Surakarta.

1.1 Manfaat

1.3.1 Bagi Instansi

Membantu instansi dalam merekap dan menganalisis data klien konseling

asma selama periode waktu tertentu secara sederhana berdasarkan time,

36
place and people (waktu, tempat dan orang) sebagai wujud evaluasi dan

upaya penemuan masalah.

1.3.2 Bagi Mahasiswa

Sebagai salah satu sarana menambah wawasan di dunia kerja sekaligus

menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama kuperkuliahan.

1.3.3 Bagi Masyarakat

Sebagai salah satu sumber pustaka dan menambah wawasan mengenai

Konseling Asma yang merupakan salah satu klinik konseling di Balai

Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta.

37
BAB II

ANALISIS SITUASI

2.1 Konseling Asma

Konseling asma merupakan konseling yang ditujukan untuk membantu

penyandang asma untuk mengenali faktor pencetus serta penatalaksanaan dalam

mengontrol penyakitnya. Selain itu, konseling asma juga bertujuan meningkatkan

dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal

tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Konseling asma yang

terdapat di BBKPM Surakarta meliputi Konseling Asma Dewasa dan Konseling

Asma Anak.

2.2 Alur Pelayanan

Berikut ini merupakan alur pelayanan konseling asma BBKPM Surakarta:

Gambar 2.1 Alur Pelayanan Konseling Asma BBKPM Surakarta

Klien Baru Poli Anak


Diagnosis dan
Poli Eksekutif
Pendaftaran Rekomendasi
Poli Non TB
Klien Lama dari dokter
ODC/ Rawat
pengirim
(Kunjungan Inap
Konseling
Lanjutan)

Ruang Ruang
Konseling Konseling
Asma Asma
Anak Dewasa

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma BBKPM Surakarta

Klien baru dan klien lama (kunjungan konseling lanjutan) terlebih dahulu

mendaftar di loket pendaftaran. Bagi klien baru, akan dilakukan pemeriksaan dan

diagnosis terlebih dahulu. Setelah dokter memberikan diagnosis, akan diberikan

38
pula rekomendasi untuk melakukan konseling asma. Selanjutnya klien menuju

ruang konseling asma sesuai kategori umur (dewasa atau anak).

Untuk klien lama (kunjungan konseling lanjutan) dapat langsung

memasuki ruang konseling asma sesuai dengan umur (dewasa atau anak).

2.3 Analisis Data

2. 3. 1 Kunjungan Klien Asma Periode 2011-Juni 2013

Pada grafik tersebut terlihat bahwa tidak terdapat satupun kunjungan pada

bulan Februari-Maret 2011, Juni-Juli dan Desember 2012. Kunjungan terbanyak

pada bulan Juli 2011 yakni sebanyak 21 orang.

Gambar 2.2 Grafik Fluktuasi Kunjungan Konseling Asma Periode 2011-Juni 2013

Septemb Novemb Desembe


Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Oktober
er er r
2011 2 0 0 2 1 7 21 11 15 2 4 4
2012 11 10 5 3 7 0 0 2 4 2 2 0
Juni 2013 11 7 9 11 15 11

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma BBKPM Surakarta

Jumlah klien hingga pertengahan tahun 2013 menunjukkan perbaikkan

dibanding dua periode tahun lalu. Jumlah kunjungan cenderung naik dan

mengalami puncak pada bulan Mei 2013 yakni 15 klien. Berikut ini merupakan

hasil analisis data yang dilakukan berdasarkan karakteristik klien konseling asma

periode 2011-Juni 2013

39
a. Distribusi Klien Asma berdasarkan Jenis Kelamin

Klien asma didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Hal tersebut terlihat

dari kunjungan klien berjenis kelamin perempuan sebesar 57% (101 orang)

sedangkan pada laki-laki hanya sebesar 43% (76 orang).

Pada kunjungan klien berjenis kelamin laki-laki cenderung terjadi penurunan

dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 tercatat 32 orang, menurun menjadi 24

orang pada tahun 2012 dan semakin menurun pada tahun Juni 2013 menjadi 20

orang.

Gambar 2.3 Grafik Distribusi Klien Konseling Asma Gambar 2.4 Grafik Prosentase Klien Konseling
berdasarkan Jenis Kelamin Asma berdasarkan Jenis Kelamin
Periode 2011-Juni 2013 Periode 2011-Juni 2013

Laki-laki Perempuan

43%
Laki-Laki Perempuan 57%
2011 32 37
2012 24 22
2013 20 42

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma BBKPM


Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma BBKPM
Surakarta
Surakarta

b. Distribusi Klien Asma berdasarkan Umur

Pengelompokan umur dilakukan berdasarkan Depkes RI (2009) adalah

sebagai berikut: (1) Balita (0-5); (2) Kanak-kanak (5-11); (3) Remaja Awal (12-

16); (4) Remaja Akhir (17-25); (5) Dewasa Awal (26-35); (6) Dewasa Akhir (36-

45); (7) Lansia Awal (46-55); (8) Lansia Akhir (56-65); (9) Manula >65.

40
Gambar 2.5 Grafik Distribusi Klien Konseling Asma berdasarkan Gambar 2.6 Grafik Prosentase
Umur Periode 2011-Juni 2013 Umur Klien Konseling Asma
Periode 2011-Juni 2013

2%
30%

68%

Kanak- Remaja Remaja Dewasa Dewasa Lansia Lansia


Balita Manula
kanak Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
(0-5) (>65)
(6-11) (12-16) (17-25) (26-35) (36-45) (46-55) (56-65) 0-14 Tahun 15-64 Tahun >65 Tahun
2011 8 8 3 8 13 15 7 3 1
2012 2 10 1 4 4 5 4 0 2
Jun-13 7 5 4 12 10 7 14 4 0

Sumber:Hasil olah data sekunder

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma BBKPM Surakarta Konseling Asma BBKPM Surakarta

Klien konseling asma terbanyak pada kategori usia produktif yakni usia 15-64

tahun sebesar 68% (110 orang). Hal tersebut tentu akan berpengaruh pula pada

kehidupan keluarga. Ketika asma menyerang aktivitas/ pekerjaan akan terganggu

dan akan menurunkan produktivitas. Ketika produktivitas sudah menurun maka

pendapatan juga akan menurun, sehingga akan berpengaruh pula pada pemasukan

(tingkat ekonomi) suatu keluarga.

c. Distribusi Klien Konseling Asma berdasarkan Riwayat Alergi pada Kerabat

Jika kedua orang tua mempunyai riwayat asma, maka hampir 50% dari anak-

anak yang dilahirkan akan mempunyai kecenderungan asma pula. Selain dari

orang tua, alergi dan asma dapat pula diturunkan dari kerabat lain seperti, nenek

dan kakek. Terkadang alergi tidak muncul atau diabaikan pada orang dewasa

karena tidak menimbulkan gangguan yang signifikan pada kegiatan harian.

Sebesar 50% (65 orang) klien menyatakan memiliki kerabat lain (paman,

nenek, kakek, dll) dengan riwayat alergi, 40% (51 orang) bahwa keluar inti

mereka memiliki riwayat alergi, dan 10% (13 orang) menyatakan bahwa riwayat

alergi mereka juga diderita oleh anak/ cucu.

41
Gambar 2.7 Grafik Distribusi Riwayat Alergi Kerabat Gambar 2.8 Grafik Prosentase Riwayat Alergi
Klien Konseling Asma Periode 2011-Juni 2013 Kerabat Klien Konseling Asma
Periode 2011-Juni 2013

10%

40%

Keluarga Inti Kerabat Lain Anak/ Cucu


2011 22 21 5 50%
2012 16 19 4
Juni 2013 13 25 4

Keluarga Inti Kerabat Lain Anak/ Cucu

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma BBKPM


Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma BBKPM
Surakarta
Surakarta

d. Distribusi Klien Konseling Asma berdasarkan Kabupaten/ Kota Asal

Gambar 2.9 Grafik Distribusi Klien Konseling Asma berdasarkan Gambar 2.10 Grafik Prosentase Klien
Kabupaten/Kota Asal Konseling Asma berdasarkan
Periode 2011-Juni 2013 Kabupaten/ Kota Asal
Periode 2011-Juni 2013
Boyolali Grobogan
Karanganyar Klaten
Ngawi Pacitan
Sragen Sukoharjo
Surakarta Wonogiri

1%
8% 9%

Boyol Grobo Karan Pacita Sukoh Suraka Wono 17%


Klaten Ngawi Sragen 24%
ali gan ganyar n arjo rta giri
2011 5 1 13 1 3 1 13 13 14 3
2012 5 1 8 1 1 0 14 8 7 8 4%
Jun-13 6 0 11 6 0 0 7 7 22 4 15% 2%
19%
1%

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma BBKPM Surakarta Sumber:Hasil olah data sekunder

Konseling Asma BBKPM Surakarta

Kota Surakarta menduduki peringkat pertama dengan 24% (43 orang) klien

konseling asma, Kabupaten Sragen tercatat 19% (34 orang), dan Kabupaten

Karanganyar sebesar 17% (32 orang). Kota Surakarta merupakan kota dengan

jarak terdekat dengan BBKPM sehingga karena keterjangkauan yang mudah

tersebut memungkinkan banyak klien yang kemudian berobat di BBKPM

Surakarta.

42
e. Distribusi Klien Asma berdasarkan Faktor Pencetus

Faktor pencetus asma yang paling banyak disebutkan oleh klien konseling

adalah perubahan cuaca yakni sebesar 19% (98 orang), diikuti Debu dan tungan

lalu makanan dengan besar masing-masing 16% (80 0rang) dan 14% (71 orang).

Gambar 2.11 Grafik Distribusi Faktor Pencetus Asma Klien Konseling Gambar 2.12 Grafik Faktor
AsmaPeriode Juli 2011-Juni 2013 Pencetus Asma Klien Konseling
Asma Periode Juli 2011-Juni
2013
Makanan
Asap Rokok dan Asap Dapur
Debu dan Tungau
Hewan Peliharaan
Bau yang Menyengat
Obat-Obatan
Emosi
Perubahan Cuaca
Olahraga/ aktivitas
Kecapaian
Lain-lain
10% 3%
Asap 14%
Bau Olahrag
Rokok Debu Hewan Peruba
Makana yang Obat- a/ Kecapa Lain-
dan dan Pelihar Emosi han 9%
n Menye Obatan aktivita ian lain 13%
Asap Tungau aan Cuaca
ngat s
Dapur
19%
2011 25 21 30 1 7 2 12 32 4 29 4 16%
2012 25 18 16 2 7 3 9 30 23 8 2 9%
Juni 2013 21 28 34 5 7 3 23 36 21 14 9
2% 4% 1%

Sumber:Hasil olah data sekunder


Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma BBKPM Surakarta
Konseling Asma BBKPM Surakarta

2. 3. 2 Konseling Asma Periode Januari-Juni 2013

a. Konseling Asma Dewasa

Pada periode Januari-Juni 2013 jumlah Klien Asma Dewasa di BBKPM

Surakarta adalah sebanyak 47 orang. Data tersebut diperoleh dari Rekam

Konseling (RK) yang tercatat. Rekam Konseling tersebut terdiri dari beberapa

bagian yang disusun sedemikian rupa guna memperoleh informasi sebanyak

mungkin dari Klien Asma Dewasa. Setelah dilakukan rekap data Rekam

Konseling (RK) pada periode Januari-Juni 2013, maka dilakukan analisis

sederhana sebagai berikut:

43
 Kunjungan Januari-Juni 2013

Kunjungan klien konseling asma dewasa periode Januari-Juni 2013 ini

cenderung meningkat. Kunjungan terbanyak terdapat pada bulan Mei dan Juni

yaitu masing-masing sebanyak 10 klien dan kunjungan paling rendah terdapat

pada bulan Februari yaitu sebanyak 5 klien.

Gambar 2.13 Grafik Fluktuasi Kunjungan Klien Konseling Asma Dewasa Periode Januari-Juni 2013

Januari Februari Maret April Mei Juni


Total 8 5 6 8 10 10

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Dewasa BBKPM Surakarta

 Distribusi Klien Konseling berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, klien konseling didominasi perempuan yaitu

sebesar 70% (33 orang) dan laki-laki hanya sebesar 30% (14 orang).

Gambar 2.14 GrafikProsentase Klien Konseling Asma Dewasa berdasarkan Jenis Kelamin
Periode Januari-Juni 2013

30%

Laki-laki
Perempuan
70%

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Dewasa BBKPM Surakarta

 Distribusi Klien Konseling berdasarkan Klasifikasi Umur

Berdasarkan klasifikasi umur,klien konseling didominasi oleh kelompok

umur lansia awal (46 tahun-55 tahun) sebesar 30% (14 orang) dan paling sedikit

pada kelompok umur lansia akhir (56 tahun-65 tahun) sebesar 8% (7 orang).

Semua klien termasuk dalam kategori usia produktif.

44
Gambar 2.15 Grafik Prosentase Klien konseling Asma Dewasa menurut Klasifikasi Umur
Periode Januari-Juni 2013

8% 26% Remaja Akhir (17-25)


Dewasa Awal (26-35)
30%
Dewasa Akhir (36-45)
21% Lansia Awal (46-55)
15% Lansia Akhir (56-65)

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Dewasa

BBKPM Surakarta

 Distribusi Klien Konseling berdasarkan Kota/Kabupaten Asal

Berdasarkan kota/ kabupaten asal, klien konseling terbanyak berasal dari

Surakarta yakni 41% (19 orang) dan paling sedikit berasal dari Wonogiri dan

Boyolali yaitu masing-masing sebesar 4% (2 orang). Hal tersebut kemungkinan

berhubungan dengan tingginya tingkat polusi dan tekanan hidup di kota Surakarta.

Diketahui bahwa

Gambar 2.16 Grafik Prosentase Klien Konseling Asma Dewasa berdasarkan Kota/Kabupaten Asal
Periode Januari-Juni 2013

4%
7% Surakarta
4%
Sukoharjo
41% Sragen
18% Karanganyar
Wonogiri
13% Klaten
13% Boyolali

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Dewasa BBKPM Surakarta

 Distribusi Klien Konseling berdasarkan Jenis Pekerjaan

Berdasarkan jenis pekerjaan, karyawan dan buruh paling besar yakni 31% (14

orang). Hal tersebut menunujukkan bahwa karyawan swasta dan buruh merupakan

pekerjaan dengan tuntutan kerja yang tinggi dan biasanya memerlukan aktivitas

fisik yang berat.

45
Gambar 2.18 Grafik Prosentase Klien Konseling Asma
Gambar 2.17 Grafik Distribusi Klien Konseling Asma
Dewasa berdasarkan Jenis Pekerjaan
Dewasa berdasarkan Jenis Pekerjaan
Januari-Juni 2013
Januari-Juni 2013

15% 13%
Pelajar/ Mahasiswa

17% Karyawan swasta, Buruh


31% IRT, Pengangguran
Guru, PNS
24% Petani, Pedagang, Wiraswasta

Petani,
Pelajar/ Karyawan IRT,
Guru, Pedagang,
Mahasisw swasta, Pengangg
PNS Wiraswas
a Buruh uran
ta
Total 6 14 11 8 7
Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma

Dewasa BBKPM Surakarta

 Distribusi Klien Konseling berdasarkan Pengaruh terhadap Aktivitas

Sebesar 49% (22 klien) menyatakan bahwa asma yang mereka derita

mengganggu tidur, 24% (11 klien) menyatakan mengganggu tidur dan

mengganggu aktivitasdan 22% (10 klien) menyatakan bahwa asma mengganggu

aktivitas mereka.

Kualitas tidur yang buruk dapat menurunkan konsetrasi. Bagi para pekerja hal

tersebut tentu akan berakibat pada menurunnya produktivitas dalam bekerja.

Gambar 2.19 Grafik Prosentase Klien Konseling Asma Dewasa berdasarkan Pengaruh terhadap Aktivitas
5% Januari-Juni 2013

24%
49% Mengganggu Tidur
Mengganggu Aktivitas
22% Keduanya
Tidak Mengganggu

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Dewasa BBKPM Surakarta

 Distribusi Klien Konseling berdasarkan Riwayat Keluarga/ Kerabat

Jika kedua orang tua mempunyai riwayat asma, maka hampir 50% dari anak-

anak yang dilahirkan akan mempunyai kecenderungan asma pula. Selain dari

orang tua, alergi dan asma dapat pula diturunkan dari kerabat lain seperti, nenek

46
dan kakek. Terkadang alergi tidak muncul atau diabaikan pada orang dewasa

karena tidak menimbulkan gangguan yang signifikan pada kegiatan harian.

Grafik 2.20 Grafik Prosentase Riwayat Keluarga/ Kerabat pada Penyandang Asma
Periode Januari-Juni 2013

38% Keluarga dengan Riwayat Asma


62% Keluarga tanpa Riwayat Asma

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Dewasa BBKPM Surakarta

Sebesar 62% (29 klien) memiliki riwayat keluarga/ kerabat dengan asma atau

alergi laindan 38% (18 klien) tidak memiliki riwayat tersebut. Hal tersebut

membuktikan bahwa faktor keturunan menjadi salah satu faktor penentu yang

besar (> 50%) munculnya asma.

 Distribusi Klien Konseling berdasarkan Gejala yang Dialami

Berdasarkan gejala yang dialami, 31% (43 orang) mengeluhkan adanya sesak

napas dan 2% (2 orang) mengeluhkan adanya gatal pada kulit.

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran

napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan

yang ditandai dengan gejala episodik berulang. Sesak nafas muncul sebagai

manifestasi dari penyempitan saluran bronkus. Maka, sejalan memang bila

mayoritas klien menyatakan memiliki gejala tersebut.

Gambar 2.21 Grafik Prosentase Klien Konseling Asma Dewasa menurut Gejala yang Dialami
Periode Januari-Juni 2013

2% 14%
28% Batuk
Sesak Nafas
25%
Nafas Berbunyi
31% Gatal pada Kulit
Pilek/ Bersin Pagi

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Dewasa BBKPM Surakarta

47
 Distribusi Klien Konseling berdasarkan Faktor Pencetus

Berdasarkan faktor pencetus, perubahan cuaca menjadi faktor pencetus

terbanyak. Hal tersebut dinyatakan oleh 19% (29 klien). Sedangkan yang paling

sedikit adalah faktor obat-obatan dan kecapekan yaitu masing-masing (2%) 3

orang.

Gambar 2.22 Grafik Distribusi Klien konseling Asma Dewasa berdasarkan Faktor Pencetus Periode Januari-Juni
2013

Asap Rokok
Debu dan Hewan Bau yang Perubahan Olahraga/
Makanan dan Asap Obat-Obatan Emosi Kecapaian Lain-lain
Tungau Peliharaan Menyengat Cuaca aktivitas
Dapur
Total 13 22 28 5 4 3 20 29 17 3 9

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Dewasa BBKPM Surakarta

Gambar 2.23 Grafik Prosentase Klien konseling Asma Dewasa berdasarkan Faktor Pencetus
Periode Januari-Juni 2013

6% Makanan
2%
9% Asap Rokok dan Asap Dapur
Debu dan Tungau
11% Hewan Peliharaan
14%
Bau yang Menyengat
Obat-Obatan
19% Emosi
18%
Perubahan Cuaca
Olahraga/ aktivitas
13%
Kecapaian
Lain-lain
2% 3% 3%

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Dewasa BBKPM Surakarta

 Perbandingan Penerapan PHBS di Lingkungan Rumah Klien dengan

Klasifikasi Asma berdasarkan Frekuensi Kekambuhan/ Bulan

Dari 3 klien konseling Asma Dewasa yang asmanya tidak terkontrol, 8 klien

memiliki PHBS yang buruk dan 7 klien memiliki PHBS yang baik. Dari 3 klien

koseling Asma Dewasa yang asmanya terkontrol sebagian, 1 klien memiliki

PHBS yang buruk dan 2 terkontrol. Dari 29 klien koseling asma dewasa yang

asmanya 11 klien memiliki PHBS yang buruk dan 18 klien memiliki PHBS yang

baik. klien memiliki PHBS yang baik.

48
Gamnar 2.24 Grafik Perbandingan Penerapan PHBS dengan Klasifikasi Asma (Berdasarkan Frekuensi
Kekambuhan/ Bulan) pada Klien Konseling Asma Dewasa
Periode Januari-Juni 2013

18

7
11 PHBS Buruk
8
21
PHBS Baik
Tidak Terkontrol Terkontrol Terkontrol
Sebagian

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Dewasa BBKPM Surakarta

 Perbandingan Perilaku Olahraga dalam Rangka Menjaga Kebugaran dengan

Klasifikasi Asma (berdasarkan Frekuensi kekambuhan/ Bulan)

Dari 16 klien konseling Asma Dewasa yang asmanya tidak terkontrol, 10

klien tidak melakukan olahraga (kebugaran) dan 6 klien melakukan olahraga

(kebugaran). Sedangkan dari 31 klien konseling Asma Dewasa yang asmanya

terkontrol 21 klien tidak melakukan olahraga (kebugaran) dan 10 klien melakukan

olahraga (kebugaran).

Gambar 2.25 Grafik Perbandingan Perilaku Olahraga dalam Menjaga Kebugaran dengan Klasifikasi
Asma (berdasarkan Frekuensi Kekambuhan/ Bulan) pada Klien Konseling Asma Dewasa
Periode Januari-Juni 2013

Tidak Olahraga (kebugaran) Olahraga (Kebugaran)

10
6 21
10

Tidak Terkontrol Terkontrol

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Dewasa BBKPM Surakarta

 Distribusi Klien menurut Jumlah Penghuni Rumah

Berdasarkan jumlah penghuni rumah, mayoritas Klien Asma Dewasa periode

Januari-Juni 2013 memiliki rumah yang berpenghuni 3-6 orang yaitu sebanyak

66% (31 klien). Sedangkan 1 klien (paling sedikit) memiliki rumah yang

berpenghuni >15 orang.

49
Semakin padat penghuni sebuah rumah maka semakin besar pula peluang

seorang terkena asma. Hal tersebut berkaitan dengan perilaku dari setiap individu

yang berbeda-beda.

Gambar 2.26 Grafik Prosentase Konsele Asma Dewasa Menurut Jumlah Penghuni Rumah
Periode Januari-Juni 2013
2%
12%
14%
0% < 3 orang
3-6 orang
7-10 orang
11-14 orang
>15 orang
72%

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Dewasa BBKPM Surakarta

 Distribusi Klien menurut Jenis Pengobatan

Berdasarkan jenis pengobatan, mayoritas Klien Asma Dewasa periode

Januari-Juni 2013 menggunakan obat minum (oral) yaitu sebanyak 75% (27

klien). Sedangkan 3% (1 klien) tidak menggunakan obat jenis apapun.

Obat semprot/ hirup/ inhaler memiliki keefektifan lebih tinggi dibandingkan

obat oral. Hal tersebut dikarenakan obat semprot/ hirup/ inhaler langsungmasuk ke

saluran pernapasan, sedangkan obat oral akan terlebih dahulu diserap di dalam

darah sehingga efek yang ditimbulkan akan lebih lama.

Prosentase Konsele Asma Dewasa menurut Jenis Pengobatan Periode Januari-Juni 2013

3%
14%

8%
Obat Minum
75% Obat Semprot
Keduanya
Tidak Minum Obat

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Dewasa BBKPM Surakarta

50
 Perbanding Tingkat Pengetahuan Klien Sebelum dan Sesudah dilakukan

Konseling

Pada pengetahuan tentang nama penyakit, terjadi penurunan jumlah klien

yang mengetahui nama penyakitnya yakni dari 30 klien (sebelum konseling)

menjadi 28 klien (setelah konseling). Sedangkan pada pengetahuan tentang

penyebab penyakit, terjadi kenaikan jumlah klien yang mengetahui penyebab

penyakitnya yakni dari 11 klien (sebelum konseling) menjadi 26 klien (setelah

konseling).

Gambar 2.27 Grafik Pengetahuan Klien Konseling Asma Dewasa Sebelum dan Sesudah Proses Konseling Periode
Januari-Juni 2013
Tahu Tidak Tahu

2 4 6
21
30 28 26
11

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah


Nama Penyakit Penyebab

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Dewasa BBKPM Surakarta

 Distribusi Klien menurut Pengisian Form ACT (Asthma Control Test)

ACT (Asthma Control Test) merupakan upaya pengobyektifan keluhan

subyektif, yang dirasakan pada 4 minggu terakhir. Dari pengisian ACT ini dokter

bisa menganalisis dan memantau bagaimana perkembangan kekambuhan asma

dari klien itu sendiri. Terdapat 5 pertanyaan dengan jawaban yang telah dipastikan

dengan skor. Berikut merupakan klasifikasi skor pada nilai ACT, meliputi: (1) 25

(Terkontrol Penuh); (2) 20-24 (Terkontrol Sebagian); (3) <19 (Tidak Terkontrol).

51
Berdasarkan data Rekam Konseling yang telah dianalisis hanya 17 dari 47

klien (27%) yang mengisi ACT (Asthma Controlling Test). Hal tersebut berarti

hanya 1 dari 3 klien konseling yang mengisi ACT sebelum melakukan konseling.

Gambar 2.28 Grafik Prosentase Konsele Asma Dewasa yang Mengisi ACT Periode Januari-Juli 2013

36%

64%

Total Konsele Mengisi ACT

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan hasil penilaian ACT yang diisi oleh 17 klien Konseling Asma

Dewasa didapati bahwa keseluruhan klien berada pada kategori <19 (tidak

terkontrol). Berikut merupakan grafik skor hasil pengisian ACT klien Konseling

Asma Dewasa periode Januari-Juni 2013:

Gambar 2.29 Grafik Skor Perolehan Nilai Pengisian ACT Klien Konseling Asma Dewasa
Periode Januari-Juni 2013

19 19
18 18
15 15
13 13 13
12
11
10
9
8
7 7
6

Klien 1 Klien 2 Klien 3 Klien 4 Klien 5 Klien 6 Klien 7 Klien 8 Klien 9 Klien 10 Klien 11 Klien 12 Klien 13 Klien 14 Klien 15 Klien 16 Klien 17

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Dewasa BBKPM Surakarta

Dari grafik di atas, Klien 11 memiliki nilai ACT terendah yakni hanya

sebesar 6 sedangkan nilai tertinggi diperoleh Klien 2 dan Klien 8 dengan nilai 19.

b. Konseling Asma Anak

Pada periode Juli 2011-Juni 2013 jumlah Klien Asma Anak di BBKPM

Surakarta adalah sebanyak 16 orang. Data tersebut diperoleh dari Rekam

Konseling (RK) yang tercatat.

52
Rekam Konseling tersebut terdiri dari beberapa bagian yang disusun

sedemikian rupa guna memperoleh informasi sebanyak mungkin dari Klien Asma

Dewasa. Setelah dilakukan rekap data Rekam Konseling (RK) pada periode

Januari-Juni 2013, maka dilakukan analisis sederhana sebagai berikut:

 Jenis Kelamin

Gambar 2.30 Grafik Prosentase Klien Berdasarkan jenis kelamin, Klien Asma Anak
Asma Anak berdasarkan Jenis Kelamin
Periode Januari-Juni 2013
didominasi oleh klien perempuan yaitu sebanyak
Laki-laki Perempuan

56% (9 klien), sedangkan klien laki-laki sebanyak

44% (7 klien). Hal tersebut tidak sejalan dengan


44%

56% laporan MMM (2001) yang menyatakan bahwa

prevalens asma pada anak laki-laki lebih tinggi

dari anak perempuan.dengan rasio 3:2 pada usia 6-


Sumber:Hasil olah data sekunder
11 tahun dan meningkatkan menjadi 8:5 pada usia
Konseling Asma Anak BBKPM Surakarta
12-17 tahun

 Usia

Berdasarkan usia, Klien Asma Anak didominasi oleh kelompok umur balita

(0-5 tahun) yaitu sebanyak 44% (7 klien). Sedangkan paling sedikit berasal dari

kelompok umur remaja awal (12-16 tahun) yaitu sebanyak 25% (4 klien). Hal

tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kartasasmita (2008)

bahwa 25% anak dengan asma persisten mendapat serangan mengi pada usia <6

bulan dan pada 75% mendapat serangan mengi pertama sebelum usia 3 tahun.

53
Gambar 2.31 Grafik Distribusi Klien Konseling Asma Anak berdasarkan Usia
Periode Januari-Juni 2013

25%
44%
Balita (0-5 tahun)

31% Kanak-kanak (6-11)


Remaja Awal (12-16)

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Anak BBKPM Surakarta

 Kabupaten/ Kota Asal

Berdasarkan Kabupaten/ Kota asal, Klien Asma Anak didominasi oleh klien

yang berasal dari Kabupaten Boyolali yaitu sebanyak 23% (4 klien). Sedangkan

paling sedikit adalah klien yang berasal dari Sragen dan Sukoharjo yaitu masing-

masing sebanyak 6% (1 klien).

Gambar 2.32 Grafik Distribusi Klien Asma Anak berdasarkan Kabupaten/ Kota Asal
Periode Januari-Juni 2013
12%
Boyolali
23% Karanganyar
Klaten
18%
Sragen
Sukoharjo
6% 17%
Surakarta
6%
Wonogiri
18%

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Anak BBKPM Surakarta

 Karakteristik Orang Tua

- Pekerjaan

Berdasarkan pekerjaan orang tua, orang tua Klien Asma Anak didominasi

oleh ibu yang bekerja yakni sebesar 73%. Hal tersebut secara tidak langsung akan

mempengaruhi pengawasan kepada anak itu sendiri. Ibu yang bekerja cenderung

akan membagi perhatian dan waktunya dengan pekerjaan

54
Gambar 2.33 Grafik Distribusi klien Konseling Asma Anak berdasarkan Pekerjaan Orang Tua
Periode Januari-Juni 2013

27%
IRT/ Tidak Bekerja
73% Bekerja

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Anak BBKPM Surakarta

- Pendidikan

Berdasarkan pendidikan orang tua, orang tua Klien Asma Anak didominasi

oleh tingkat pendidikan SMP dan SMA yaitu masing-masing sebanyak 4 klien.

Pertanyaan pendidikan orang tua ini juga tidak diisi oleh 3 orang tua klien.

Sedangkan paling sedikit adalah orang tua klien yang tingkat pendidikannya SD

yaitu sebanyak 2 klien.

Gambar 2.34 Grafik Prosentase Klien Konseling Asma Anak berdasarkan Pendidikan Orang Tua Periode
Januari-Juni 2013

15%
23%
SD
SMP
31%
31% SMA
Perguruan Tinggi

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Anak BBKPM Surakarta

 Pendamping Konseling

Berdasarkan RK yang telah direkap, didapat bahwa 62% klien (10 orang)

didampingi oleh Ibu Kandungnya dan 38% klien (6 orang) tidak menvantumkan

keterangan tersebut pada form (form tidak diisi).

Gambar 2.35 Grafik Prosentase Pendamping Klien Asma Anak Periode Januari-Juni 2013

Ibu Kandung Lainnya

38%
62%

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Anak BBKPM Surakarta

55
 Perbandingan Tingkat Pengetahuan Klien Sebelum dan Sesudah dilakukan

Konseling

Pada pengetahuan tentang nama penyakit, terjadi penurunan jumlah

pendamping klien yang mengetahui nama penyakitnya yakni dari 15 klien

(sebelum konseling) menjadi 12 klien (setelah konseling). Sedangkan pada

pengetahuan tentang penyebab penyakit, terjadi kenaikan jumlah klien yang

mengetahui penyebab penyakitnya yakni dari 5 klien (sebelum konseling) menjadi

10 klien (setelah konseling).

Gambar 2.36 Grafik Perbanding Tingkat Pengetahuan Klien Sebelum dan Sesudah dilakukan Konseling
pada Pendamping Klien Konseling Asma Anak Periode Januari-Juni 2013

Tahu Tidak Tahu

1 4 6
11
15 12 10
5

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah


Nama Penyakit Penyebab

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Anak BBKPM Surakarta

 Pengaruh terhadap Aktivitas

Berdasarkan pengaruh terhadap aktivitas, mayoritas Klien Asma Anak

merasakan penyakitnya mengganggu aktivitas mereka yaitu sebanyak 63% (10

orang), sedangkan yang merasakan gangguan tidur sebanyak 6 orang. Kita ketahui

bersama bahwa tidur merupakan aktivitas penting bagi anak-anak. Ketika tidur,

anak-anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik yang pesat.

Sehingga apabila tidur terganggu makan akan timbul kemungkinan terganggu pula

pertumbuhan dan perkembangannya.

56
Gambar 2.37 Grafik Prosentase Pengaruh Asma terhadap Kegiatan Sehari-hari pada Klien Asma Anak
Priode Januari-Juni 2013

37% Mengganggu Tidur


Mengganggu Aktivitas
63%

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Anak BBKPM Surakarta

 Riwayat Asma Keluarga

Berdasarkan riwayat asma keluarga, mayoritas pendamping klien mengaku

bahwa kerabat lain mereka memiliki riwayat penyakit (alergi) yaitu sebanyak 64%

(7 klien). Sedangkan keluarga intinya dan tidak ada riwayat masing-masing

sebanyak 18% (2 klien).

Gambar 2.38 Grafik Prosentase Riwayat Penyakit Keluarga pada Konsele Asma Anak
Periode Januari-Juni 2013

18%
18%

Keluarga Inti
Kerabat Lain
64% Tidak Ada Riwayat

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Anak BBKPM Surakarta

 Gejala-Gejala yang Diderita

Berdasarkan gejala yang dialami, mayoritas Klien Asma Anak mengeluhkan

adanya batuk, yaitu sebanyak 35% (15 klien). Sedangkan gejala yang paling

sedikit dikeluhkan oleh klien adalah gatal pada kulit yaitu sebanyak 9% ( 4 klien).

Batuk merupakan bentuk respon tubuh terhadap keadaan yang salah di dalam

aliran pernapasan. Anak-anak cenderung mengalami batuk yang berkepanjangan

dan kemudian muncul asma karena saluran pernapasan mereka yang masih sangat

sensitif.

57
Gambar 2.39 Grafik Gejala yang Dialami Konsele Asma Anak Periode Januari-Juni 2013

14%

Batuk
9% Sesak Nafas
35%
Nafas Berbunyi
21% Gatal pada Kulit
21% Pilek/ Bersin Pagi

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Anak BBKPM Surakarta

 Faktor Pencetus

Berdasarkan faktor pencetus, menurut Klien Asma Anak faktor pencetus yang

paling banyak adalah faktor kecapaian yaitu sebanyak 17% (11 klien). Sedangkan

yang paling sedikit adalah faktor emosi dan bau menyengat yaitu masing-masing

sebanyak 6% (3 orang).

Anak-anak adalah makhluk hidup kecil yang sangat aktif. Keaktifan mereka

dikarenakan keingintahuan mereka yang amat tinggi, namun kemampuan untuk

mengelola diri dan beristirahat agar tidak mengalami kecapaian m,asih sangat

rendah. Hal tersebut yang kemudian menyebabkan kecapaian menjadi faktor

terbesar pencetus asma pada usia anak-anak.

Gambar 2.40 Grafik Prosentase Faktor Pencetus pada Konsele Asma Anak Periode Januari-Juni 2013

Makanan
17% Asap Rokok dan Asap Dapur
23% Debu dan Tungau
12% Bau yang Menyengat
8%
Emosi
Perubahan Cuaca
13% Olahraga/ aktivitas
15%
6% 6% Kecapaian

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Anak BBKPM Surakarta

 Penerapan PHBS

Berdasarkan penerapan PHBS, mayoritas Klien Asma Anak memiliki rumah

yang di dalamnya terdapat asap rokok/dapur yaitu sebanyak 18% (10 klien).

Sedangkan yang perilaku yang dilakukan oleh paling sedikit klien adalah

58
membersihkan seluruh perabot rumah dari debu dan memberikan ASI eksklusif

yaitu masing-masing sebanyak 12% (7 klien). Klien yang rumahnya mendapatkan

sirkulasi udara dan sinar matahari yang cukup juga masih sedikit yaitu 7 klien.

Keberadaan asap rokok maupun asap dapur di dalam rumah sangat

berpengaruh pada kejadian asma di kalangan anak. Saluran pernapasan anak yang

masih sensitif dan rentan menjadi penyebab utananya. selain itu, ASI Eksklusif

yang tidak diberikan kepada anak saat usia balita turut memberikan pengaruh

kepada daya tahan tubuh anak itu sendiri.

Gambar 2.41 Grafik Prosentase Penerapan PHBS pada Klien Konseling Asma Anak
Periode Januari-Juni 2013

13% 12% Asi Eksklusif


Tidak merokok di dalam rumah
14% 16% Ada asap rokok/ dapur di dalam rumah
Membersihkan seluruh perabot rumah dari debu
14% Gorden dan selimut dicuci setiap 2 minggu
18% Mengepel Lantai rumah setiap hari
13% Sirkulasi udara dan sinar matahari dalam rumah cukup

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Anak BBKPM Surakarta

 Perbandingan Olahraga untuk Kebugaran dengan Klasifikasi Asma

berdasarkan Frekuensi Kekambuhan/ Bulan

Kementrian Kesehatan RI dalam Buku Pedoman Pengendalian Penyakit

Asma mengkategorikan tingkatan asma berdasarkan frekuensi kekambuhan dalam

satu bulan sebagai berikut:

a. Terkontrol

Tidak terjadi kekambuhan dalam satu bulan atau 2 kali/ kurang dalam

seminggu.

b. Terkontrol Sebagian

Kekambuhan terjadi > 2 kali dalam satu minggu.

59
c. Tidak Terkontrol

Kekambuhan terjadi sewaktu-waktu dalam satu minggu.

Untuk mengelola asma agar tidak mengganggu kehidupan sehari-hari, perlu

dilakukan olahraga/ aktivitas fisik guna menjaga kebugaran.

Tabel 2.1 Perbandingan Olahraga untuk Kebugaran dengan Klasifikasi Asma berdasarkan Frekuensi Kekambuhan/

Bulan pada Klien Konseling Asma Anak Periode Januari-Juni 2013

Klien Klasifikasi Olahraga apa yang dilakukan untuk


Frekuensi Serangan/ Bulan
ke-1 Asma kebugaran
1 3 kali Terkontrol Tidak Berolahraga
2 9 kali Tidak Terkontrol Senam asma
3 2 kali Terkontrol Tidak Berolahraga
4 Setiap hari Tidak Terkontrol Tidak Berolahraga
5 2 kali Terkontrol Tidak Berolahraga
6 4 kali Terkontrol Tidak Berolahraga
7 2 minggu sekali Terkontrol Tidak Berolahraga
8 3 bulan sekali Terkontrol Tidak Berolahraga
9 2 kali Terkontrol Tidak Berolahraga
10 3 kali Terkontrol Tidak Berolahraga
11 2 kali Terkontrol Tidak Berolahraga
12 2 kali Terkontrol Tidak Berolahraga
13 2 kali Terkontrol Tidak Berolahraga
14 1 kali Terkontrol Tidak Berolahraga
Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Anak BBKPM Surakarta

Berdasarkan table di atas, terlihat bahwa hanya satu klien dengan klasifikasi

asma tidak terkontrol yang melakukan olahraga yakni senam asma untuk menjaga

kebugaran, sedangkan satu klien asma dengan klasifikasi asma tidak terkontrol,

tidak melakukan olahraga untuk menjaga kebugaran. Sebanyak 12 klien lainnya

memilikiklasifikasiasma terkontrol dengan tidak melakukan olahraga untuk

menjaga kebugaran.

60
 Jumlah Penghuni Rumah

Berdasarkan jumlah penghuni rumah, mayoritas Klien Asma Anak memiliki

rumah yang berpenghuni 3-6 orang yaitu sebanyak 67% (8 klien). Sedangkan 33%

(4 klien) memiliki rumah yang berpenghuni 7-10 orang.

Gambar 4.2 Grafik Prosentase Jumlah Penghuni Rumah pada Klien Konseling Asma Anak
Periode Januari-Juni 2013

33%

67% 3-6 orang


7-10 orang

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Dewasa BBKPM Surakarta

 Pengobatan

Berdasarkan jenis pengobatan, mayoritas Klien Asma Anak menggunakan

obat minum (oral) yaitu sebanyak 7 klien. Pertanyaan ini juga tidak diisi oleh 7

klien. Sedangkan 2 klien menggunakan kedua jenis pengobatan baik oral maupun

inhaler.

Gambar 2.43 Grafik Prosentase Jenis Pengobatan Klien Konseling Asma Anak Periode
Januari-Juni 2013

22%
Obat Minum
78%
Keduanya (Obat minum dan Semprot/
Inhaler)

Sumber:Hasil olah data sekunder Konseling Asma Dewasa BBKPM

Surakarta

61
2.4 Kelebihan dan Kelemahan

Berikut merupakan beberapa kelebihan dan kekurangan yang ditemukan

pada konseling asma:

2.4.1 Kelebihan

a. Konseling dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih dan berkompeten,

sehingga penggalian informasi dari klien bersifat mendalam dan

menyeluruh.

b. Media informasi yang digunakan cukup informatif dan memiliki cakupan

luas mengenai asma.

c. Butir-butir pada form rekam konseling sudah sesuai dengan pedoman

nasional penanggulangan asma.

2.4.2 Kelemahan

a. Konselor yang berganti-ganti dalam menangani satu Klien konseling.

b. Lemahnya upaya follow up.

c. Tidak semua klien mengisi ACT.

62
BAB III

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Konselor yang berganti-ganti dalam menangani satu klien konseling.

Ketidaktetapan konselor yang menangani seorang klien dapat berakibat tidak

tergalinya keadaan asma klien secara mendalam dan perkembangan asma dari

konseling pertama ke konseling berikutnya. Klien harus membangun

kepercayaan dan kenyamanan terlebih dahulu setiap kali berganti konselor.

2. Lemahnya upaya follow up

Follow up bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan asma

klien.

3. Tidak semua klien mengisi ACT.

ACT (Asthma Control Test) sebaiknya diisi oleh semua klien konseling

sebelum melakukan konseling. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan

mengetahui sejauh mana tingkat controlling klien terhadap asma yang

disandangnya.

63
BAB IV

PENYELESAIAN MASALAH

1. Melakukan keajegan konselor

Ketika klien datang pada kunjungan ke-2 maka sebaiknya dilihat lagi rekam

konselingnya, dengan konselor yang mana klien ini melakukan konseling.

Setelah diketahui dengan siapa klien berkonseling sebelumnya, maka

konselor itupula yang bertanggungjawab untuk kedatangan klien pada

konseling lanjutan.

2. Lemahnya upaya follow up.

Diberikan Kartu Kendali Asma kepada klien. Kartu Kendali tersebut

merupakan alat pemantau yang diisi oleh klien sendiri ketika mengalami

kekambuhan asma. Dari kartu tersebut diharapkan klien memiliki kemauan

untuk melakukan konseling lanjutan dan dari kartu tersebut pula dapat

dipantau bagaimana keadaan asma klien.

3. Tidak semua klien mengisi ACT.

Form ACT seharusnya diisi ketika klien sedang berada di kamar periksa,

namun karena keterbatasan waktu pengisian ACT menjadi terabaikan. Form

ACT yang berada di kamar periksa hendaknya didistribusikan ke ruang

konseling agar klien tetap dapat mengisi ACT sehingga keadaan asma klien

bisa diidentifikasi.

64
BAB V

SIMPULAN SARAN

5.1 Simpulan

Konseling asma merupakan konseling yang ditujukan untuk membantu

penyandang asma untuk mengenali faktor pencetus serta penatalaksanaan dalam

mengontrol penyakitnya. Selain itu, konseling asma juga bertujuan meningkatkan

dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal

tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Konseling asma yang

terdapat di BBKPM Surakarta meliputi Konseling Asma Dewasa dan Konseling

Asma Anak.

5.2 Saran

Beberapa kelemahan mungkin ditemukan pada konseling asma di BBKPM

Surakarta. Untuk menanggulangi hal tersebutketika klien dating pada kunjungan

ke-2 maka dilihat lagi rekam konselingnya, dengan konselor yang mana klien ini

melakukan konseling. Diberikan Kartu Kendali Asma kepada klien yang

merupakan alat pemantau asma dan diisi oleh klien sendiri ketika mengalami

kekambuhan asma.

Pendistribusian form ACT yang terdapat di BBKPM hendaknya dilakukan

merata terutama di ruang konseling agar setiap klien dipastikan mengisi form

ACT untuk mengidentifikasi status asmanya.

65
KONSELING GIZI

BBKPM SURAKARTA

66
DAFTAR ISI

Halaman Judul 66

Daftar Isi 67

Bab I Pendahuluan 68

1.1 Latar Belakang 68

1.2 Tujuan 69

1.3 Manfaat 69

Bab II Hasil dan Pembahasan 71

2. 1 Hasil 71

2. 2 Pembahasan 82

2. 3 Kelebihan dan Kelemahan 86

Bab V Simpulan Saran 87

67
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu faktor yang mempengaruhi terjangkitnya penyakit TB adalah

status gizi. Status gizi yang yang buruk akan meningkatan risiko terhadap

penyakit TB paru. Sebaliknya, penyakit TB paru dapat mempengaruhi status gizi

penderita karena proses perjalanan penyakit yang memepengaruhi daya tahan

tubuh. Masalah gizi menjadi penting karena perbaikan gizi merupakan salah satu

upaya untuk memutus lingkaran setan penularan dan pemberantasan TB Indonesia

(Triwanti, 2005).

Malnutrisi muncul sebagai peningkatan risiko berkembangnya penyakit

TB. Walaupun begitu, penyebab dan efek sangat sulit untuk dibedakan karena TB

juga menyebabkan terjadinya penurunan berat badan (Khan, 2006).

Pasien TB yang memiliki BB yang rendah saat diagnosis, kemudian

mengalami kenaikan BB sebesar lima persen atau kurang dari lima persen BB

mereka selama dua bulan pertama pengobatan (terapi masa intensif) memiliki

peningkatan risiko kekambuhan penyakit secara signifikan. Berat badan yang

rendah adalah bila memiliki berat badan 10% dibawah BB ideal. Terdapat 18,5%

angka kekambuhan terjadi pada pasien dengan peningkatan berat badan lebih dari

lima persen dan 50,5% angka kekambuhan terjadi pada pasien dengan

peningkatan berat kurang dari lima persen. Kurang dari lima persen kenaikan

68
berat badan bisa menjadi penanda peningkatan aktivitas penyakit tuberkulosis dan

atau respon yang buruk terhadap terapi (Khan,2006).

Diit yang cukup selain dapat meningkatkan status gizi penderita juga

berpengaruh pada peningkatan system imunitas yang mampu mempercepat

penyembuhan TB. Selain pemberian obat TB yang diberikan untuk mematikan

bakteri dan memutus rantai penularan diberikan konseling gizi, agar pasien

mengetahui kebutuhan makanan yang meningkat saat sakit dan dapat

meningkatkan asupan makanan (Anthy, 2010).

1.2 Tujuan

1.2.1 Menganalisis secara sederhana dan menyajikan data Klien konseling Gizi

di BBKPM Surakarta berdasarkan periode waktu tertentu.

1.2.2 Menemukan permasalahan yang terdapat di Konseling Gizi di BBKPM

Surakarta.

1.2.3 Memberikan alternatif pemecahan masalah yang ada di Konseling Gizi di

BBKPM Surakarta.

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Instansi

Membantu instansi dalam merekap dan menganalisis data Klien konseling

Gizi selama periode waktu tertentu secara sederhana berdasarkan time,

place and people (waktu, tempat dan orang) sebagai wujud evaluasi dan

upaya penemuan masalah.

69
1.3.2 Bagi Mahasiswa

Sebagai salah satu sarana menambah wawasan di dunia kerja sekaligus

menerapkan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.

1.3.3 Bagi Masyarakat

Sebagai salah satu sumber pustaka dan menambah wawasan mengenai

Konseling Gizi yang merupakan salah satu klinik konseling di Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta.

70
BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Hasil

2.1.1 Konseling Gizi

Konseling gizi merupakan salah satu upaya meningkatkan pengetahuan

dan kemampuan individu/ keluarga tentang gizi. Konseling gizi adalah suatu

bentuk pendekatan yang digunakan dalam asuhan gizi untuk menolong individu

dan keluarga memperoleh pengertian yang lebih baik tentang dirinya sendiri dan

permasalahan yang dihadapi. Setelah konseling diharapkan individu dan keluarga

mampu mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah gizinya termasuk

perubahan pola makan serta memecahkan masalah terkait gizi kea rah kebiasaan

hidup sehat. (Cornelia, 2010)

Konseling gizi bertujuan untuk membantu klien dalam upaya merubah

perilaku yang berkaitan dengan gizi sehingga meningkatkan status gizi da

kesehatan klien.

2.1.2 Alur Pelayanan Klinik Konseling Gizi

Gambar 3.1 Alur Pelayanan Konseling Gizi BBKPM Surakarta

Poli Anak Diagnosis Ruang


Pasien Baru Poli dan Konseling
Eksekutif Rujukan Gizi Anak/
Pendaftaran Poli Non TB dari Dokter
Klien Lama Dewasa
ODC/ pengirim
(Kunjungan (berdasar
Rawat Inap
Konseling umur)
Lanjutan)

Klien dengan status gizi


tertentu akan
mendapat PMT

Sumber:Hasil Konseling Gizi BBKPM Surakarta

71
2.1.3 Periode Tahun 2012

a. Konseling Gizi Dewasa

Berdasarkan Asal Poli

Berdasarkan asal poli, klien Gambar 3.2 Grafik Prosentase Asal Poli
Konseling Gizi TB Dewasa Tahun 2012

didominasi dari poli TB yaitu 81% 0% 10%


9%

(1568 orang) dan 0% (6 orang) dari 81%

poli eksekutif.
Non TB ODC TB Eksekutif

Berdasarkan Usia

Gambar 3.3 Grafik Distribusi Klien Konseling Gizi TB Dewasa menurut Usia Tahun 2012

Remaja Awal (12- Remaja Akhir (17- Dewasa Awal (26- Dewasa Akhir (36- Lansia Awal (46- Lansia Akhir (56- Manula (>65
16 tahun) 25 tahun) 35 tahun) 45 tahun) 55 tahun) 65 tahun) tahun)
Jumlah 13 233 343 313 454 349 259

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan usia, klien konseling gizi TB dewasa tahun 2012 didominasi

oleh kelompok umur lansia awal (46-55 tahun) yaitu sebanyak 454 orang dan

paling sedikit berasal dari kelompok umur remaja awal (12-16 tahun) yaitu

sebanyak 13 orang.

Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambar 3.4 Grafik Prosentase


Klien Konseling Gizi TB Dewasa
Berdasarkan jenis kelamin, klien konseling
menurut Jenis Kelamin
Tahun 2012
gizi TB dewasa tahun 2012 didominasi oleh jenis

kelamin laki-laki sebesar 61% (1215 orang) dan


39%
61% jenis kelamin perempuan hanya sebanyak 39% (766

Laki-laki
Perempuan
orang).

72
Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Gambar 3.5 Grafik Distribusi Klien Konseling Gizi TB Dewasa menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2012

Tidak sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi


Jumlah 196 612 315 438 145

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan tingkat pendidikan, klien konseling gizi TB dewasa tahun 2012

didominasi oleh pendidikan setingkat SD yaitu sebanyak 612 orang dan paling

sedikit adalah klien konseling yang berpendidikan setingkat Perguruan Tinggi

yaitu sebanyak 145 orang.

Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Berdasarkan jenis pekerjaan, klien konseling gizi TB dewasa tahun 2012

didominasi profesi buruh yaitu sebanyak 386 orang dan paling sedikit profesi

pelajar/mahasiswa yaitu sebanyak 12 orang.

Gambar 3.6 Grafik Distribusi Klien Konseling Gizi TB Dewasa menurut Tingkat Pekerjaan
Tahun 2012

Pelajar/ Karyawan Tidak


Buruh Pensiunan PNS Tani Wiraswasta
Mahasiswa Swasta Bekerja/IRT
Jumlah 12 386 273 35 49 266 361 334

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan Status Gizi

Gambar 3.7 Grafik Distribusi Klien Konseling Gizi TB Dewasa menurut Status Gizi Tahun 2012

Buruk Kurang Baik Over Obese


Jumlah 469 407 929 107 69

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan status gizi, klien konseling gizi TB dewasa tahun 2012

didominasi oleh berstatus gizi baik yaitu sebanyak 929 orang dan paling sedikit

berstatus gizi obesitas yaitu sebanyak 69 orang.

73
Berdasarkan Gangguan Gastrointestinal

Gambar 3.8 Grafik Distribusi Konsele Gizi TB Dewasa menurut Gangguan Gastrointestinal
Tahun 2012

Kesulitan Kesulitan Gangguan Gigi


Anoreksia Mual Muntah Diare Konstipasi
Menelan Mengunyah Geligi
Jumlah 839 355 183 8 93 45 75 44

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan gangguan gastrointestinal, mayoritas klien konseling gizi TB

dewasa tahun 2012 mengeluhkan gangguan gastrointestinal berupa anoreksia

yaitu sebanyak 839 orang. Sedangkan gangguan gastrointestinal yang dikeluhkan

klien konseling paling sedikit adalah diare yaitu sebanyak 8 orang.

Berdasarkan Kota/Kabupaten Asal (Alamat)

Berdasarkan Kota/Kabupaten asal klien konseling gizi dewasa tahun 2012,

didapatkan 5 besar Kota/Kabupaten yang memiliki kunjungan terbanyak.

Kota/Kabupaten terbanyak pertama adalah Kabupaten Sragen yaitu 25% (731

orang), Kota Surakarta yaitu 25% (724 orang), Kabupaten Karanganyar yaitu 21%

(619 orang), Kabupaten Sukoharjo yaitu 17% (502 orang), dan Kabupaten

Boyolali yaitu 12% (366 orang).

Gambar 3.9 Grafik Prosentase 5 Besar Kota/Kabupaten Terbanyak Kunjungan Konseling Gizi TB Dewasa
Tahun 2012
12%

25% Surakarta
25% Karanganyar
21% Sukoharjo
Sragen
Boyolali
17%
Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

b. Konseling Gizi Anak

Berdasarkan Usia

Berdasarkan usia, klien konseling gizi TB anak tahun 2012 didominasi oleh

klien konseling yang berasal dari kelompok umur balita (0-5 tahun) sebanyak 208

74
anak dan paling sedikit berasal dari kelompok umur remaja awal (12-16 tahun)

yaitu sebanyak 7 anak.

Gambar 3.10 Grafik Distribusi Konsele Gizi TB Anak menurut Usia Tahun 2012

Balita (0-5 tahun) Kanak-kanak (6-11 tahun) Remaja awal (12-16 tahun)
Jumlah 208 82 7

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, klien konseling gizi TB anak tahun 2012

didominasi jenis kelamin laki-laki sebanyak 55% (163 anak) dan jenis kelamin

perempuan hanya sebanyak 45% (134 anak).

Gambar 3.11 Grafik Distribusi Konsele Gizi TB Anak menurut Jenis Kelamin Tahun 2012

Laki-laki Perempuan

45%

55%

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu

Berdasarkan tingkat pendidikan ibu klien konseling gizi TB anak tahun

2012, didominasi pendidikan setingkat SMA sebanyak 125 anak dan paling

sedikit pendidikan setingkat SD yaitu sebanyak 28 anak

Gambar 3.12 Grafik Distribusi Klien Konseling Gizi TB Anak menurut Tingkat Pendidikan Ibu Tahun
2012

Perguruan
SD SMP SMA
Tinggi
Jumlah 28 56 125 44

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

75
Berdasarkan Jenis Pekerjaan Ibu

Gambar 3.13 Grafik Distribusi Klien


Konseling Gizi TB Anak menurut Status
Pekerjaan Ibu Tahun 2012
Berdasarkan status pekerjaan ibu klien

53%
konseling gizi TB anak didominasi oleh ibu bekerja
47%

Bekerja yaitu sebanyak 53% (128 anak) dan ibu tidak


Tidak Bekerja

bekerja hanya sebanyak 47% (115 anak).

Berdasarkan Status Gizi

Gambar 3.14 Grafik Distribusi Klien Konseling Gizi TB Anak menurut Status Gizi Tahun 2012

Buruk Kurang Baik Over


Jumlah 10 147 134 3

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan status gizi, didominasi oleh klien konseling yang berstatus gizi

kurang sebanyak 148 anak dan paling sedikit berstatus gizi over sebanyak 3 anak.

Berdasarkan Gangguan Gastrointestinal

Gambar 3.15 Grafik Distribusi Konsele Gizi TB Anak menurut Gangguan Gastrointestinal Tahun 2012

Kesulitan Gangguan Gigi


Anoreksia Mual Muntah Diare Konstipasi Nafsu Makan
Mengunyah Geligi
Jumlah 95 4 4 3 2 1 82 3

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan gangguan gastrointestinal, mayoritas mengeluhkan gangguan

anoreksia sebanyak 95 anak dan paling sedikit keluhan konstipasi yaitu 1 anak.

Berdasarkan Kota/Kabupaten Asal (Alamat)

Berdasarkan Kota/Kabupaten asal didapatkan 5 besar Kota/Kabupaten

dengan kunjungan terbanyak, yakni Kota Surakarta 36% (94 anak), Kabupaten

76
Karanganyar 18% (48 anak), Kabupaten Sukoharjo 16% (43 anak), Kabupaten

Boyolali 15% (40 anak), dan Kabupaten Sragen15% (38 anak).

Gambar 3.16. Grafik Prosentase 5 Besar Kota/Kabupaten Terbanyak Kunjungan Konseling Gizi TB
Anak Tahun 2012

15%

36%
15% Surakarta
Karanganyar
16% Sukoharjo
18%
Sragen
Boyolali

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

2.1.4 Periode Januari-Juni 201

a. Konseling Gizi Dewasa

Berdasarkan Asal Poli

Gambar 3.17 Grafik Prosentase Asal


Poli Konseling Gizi TB Dewasa
Bulan Januari - Juni Tahun 2013

Non TB ODC TB Eksekutif Berdasarkan asal poli, klien konseling berasal


5%
17% dari poli TB 67% (547 orang). Dan dari poli
11%
eksekutif yaitu sebanyak 5% (42 orang).
67%

Berdasarkan Usia

Gambar 3.18 Grafik Distribusi Klien Konseling Gizi TB Dewasa menurut Usia
Bulan Januari - Juni Tahun 2013

Remaja Awal (12- Remaja Akhir Dewasa Awal Dewasa Akhir Lansia Awal (46- Lansia Akhir (56- Manula (>65
16 tahun) (17-25 tahun) (26-35 tahun) (36-45 tahun) 55 tahun) 65 tahun) tahun)
Jumlah 7 100 101 141 189 149 130

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan usia, didominasi klien konseling yang berasal dari kelompok

umur lansia awal (46-55 tahun) 189 orang dan paling sedikit kelompok umur

remaja awal (12-16 tahun) yaitu 7 orang.

77
Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambar 3.19 Grafik Prosentase


Konsele Gizi TB Dewasa
menurut Jenis Kelamin Bulan
Januari - Juni Tahun 2013
Berdasarkan jenis kelamin, didominasi jenis
Laki-laki Perempuan

kelamin laki-laki yaitu sebanyak 59% (486 orang).


41%
59%
Dan jenis kelamin perempuan hanya sebanyak 41%

(337 orang).

Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Gambar 3. 20 Grafik Distribusi Klien Konseling Gizi TB Dewasa menurut Tingkat Pendidikan Bulan Januari -
Juni Tahun 2013

Tidak sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi


Jumlah 38 379 88 220 55

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan tingkat pendidikan, didominasi pendidikan setingkat SD

sebanyak 379 orang dan paling sedikit adalah klien konseling yang tidak

bersekolah sebanyak 38 orang.

Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Gambar 3.21 Grafik Distribusi Klien Konseling Gizi TB Dewasa menurut Tingkat Pekerjaan
Bulan Januari - Juni Tahun 2013

Pelajar/ Karyawan Tidak


Buruh Pensiunan PNS Tani Wiraswasta
Mahasiswa Swasta Bekerja/IRT
Jumlah 7 150 152 20 39 157 143 108

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan jenis pekerjaan, profesi sebagai petani yaitu 157 orang dan

paling sedikit profesi sebagai pelajar/mahasiswa yaitu 7 orang.

78
Berdasarkan Status Gizi

Gambar 3.22 Grafik Distribusi Klien Konseling Gizi TB Dewasa menurut Status Gizi
Bulan Januari - Juni Tahun 2013

Buruk Kurang Baik Over Obese


Jumlah 179 196 373 42 28

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan status gizi, klien didominasi status gizi baik yaitu 373 orang

dan paling sedikit status gizi obesitas yaitu 28 orang.

Berdasarkan Gangguan Gastrointestinal

Gambar 3.23 Grafik Distribusi Konsele Gizi TB Dewasa menurut Gangguan Gastrointestinal
Bulan Januari - Juni Tahun 2013

Kesulitan Kesulitan Gangguan Gigi


Anoreksia Mual Muntah Diare Konstipasi
Menelan Mengunyah Geligi
Jumlah 371 204 79 3 13 13 21 14

Berdasarkan gangguan gastrointestinal, mayoritas mengeluhkan anoreksia

yaitu 371 orang dan paling sedikit adalah diare yaitu sebanyak 3 orang.

Berdasarkan Kota/Kabupaten Asal (Alamat)

Gambar 3.24 Grafik Prosentase 5 Besar Kota/Kabupaten Terbanyak Kunjungan Konseling Gizi TB
Dewasa Bulan Januari - Juni Tahun 2013

13%
23%
Surakarta
25% Karanganyar
20% Sukoharjo
Sragen
19% Boyolali

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan Kota/Kabupaten asal, didapatkan 5 besar Kota/Kabupaten yang

memiliki kunjungan terbanyak yakni Kabupaten Sragen 25% (172 orang), Kota

Surakarta 23% (161 orang), Kabupaten Karanganyar 20% (140 orang), Kabupaten

Sukoharjo 19% (128 orang), Kabupaten Boyolali 13% (93 orang).

79
b. Konseling Gizi Anak

Berdasarkan Usia

Gambar 3.25 Grafik Distribusi Konsele Gizi TB Anak menurut Usia Bulan Januari -Juni Tahun 2013

Balita (0-5 tahun) Kanak-kanak (6-11 tahun) Remaja awal (12-16 tahun)
Jumlah 38 15 3

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan usia, klien didominasi oleh klien konseling yang berasal dari

kelompok umur balita (0-5 tahun) sebanyak 38 anak dan paling sedikit berasal

dari kelompok umur remaja awal (12-16 tahun) yaitu 3 anak.

Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambar 3.26 Grafik Distribusi Konsele Gizi TB


Anak menurut Jenis Kelamin Bulan Januari - Juni
Berdasarkan jenis kelamin, klien
Tahun 2013
didominasi jenis kelamin perempuan
Laki-laki Perempuan
sebanyak 52% (29 anak) dan jenis
52%
48% kelamin laki-laki hanya 48% (27 anak).

Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu

Gambar 2.27 Grafik Distribusi Klien Konseling Gizi TB Anak menurut Tingkat Pendidikan Ibu
Bulan Januari - Juni Tahun 2013

SD SMP SMA Perguruan Tinggi


Jumlah 3 10 29 11

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan tingkat pendidikan ibu, klien didominasi oleh ibu

berpendidikan setingkat SMA sebanyak 29 anak dan paling sedikit ibu

berpendidikan setingkat SD yaitu 3 anak.

80
Berdasarkan Jenis Pekerjaan Ibu

Gambar 2.28 Grafik Prosentase Klien Konseling Gizi TB Anak menurut Status Pekerjaan Ibu Bulan
Januari - Juni Tahun 2013

52%
48%

Bekerja Tidak Bekerja

Berdasarkan jenis pekerjaan ibu, didominasi klien dengan ibu tidak bekerja

yaitu sebanyak 52% (27 anak) dan ibu bekerja hanya 48% (25anak).

Berdasarkan Status Gizi

Gambar 3.29 Grafik Distribusi Konsele Gizi TB Anak menurut Status Gizi
Bulan Januari - Juni Tahun 2013

Buruk Kurang Baik


Jumlah 12 23 21

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan status gizi, didominasi oleh klien konseling yang memiliki

berstatus gizi kurang yaitu 23 anak dan paling sedikit berstatus gizi buruk yaitu

sebanyak 12 anak.

Berdasarkan Gangguan Gastrointestinal

Gambar 3.30 Grafik Distribusi Konsele Gizi TB Anak menurut Gangguan Gastrointestinal
Bulan Januari - Juni Tahun 2013

Anoreksia Mual Muntah Konstipasi Nafsu Makan Gangguan Gigi Geligi


Jumlah 3 7 5 2 17 2

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan gangguan gastrointestinal, mayoritas klien mengeluhkan

gangguan gastrointestinal berupa gangguan nafsu makan yaitu 17 anak dan paling

sedikit adalah konstipasi dan gangguan gigi geligi yaitu masing-masing sebanyak

2 anak.

81
Berdasarkan Kota/Kabupaten Asal (Alamat)

Gambar 3.31 Grafik Prosentase 5 Besar Kota/Kabupaten Terbanyak Kunjungan Konseling Gizi TB Anak
Bulan Januari - Juni Tahun 2013

11%

Surakarta

15% Karanganyar
42%
Sukoharjo
13%
Sragen
19% Boyolali

Sumber: Hasil olah data sekunder Konseling Gizi TB Dewasa BBKPM Surakarta

Berdasarkan Kota/Kabupaten asal klien konseling gizi anak bulan Januari-

Juni tahun 2013, didapatkan 5 besar Kota/Kabupaten yang memiliki kunjungan

terbanyak. Terbanyak pertama adalah Kota Surakarta 42% (20 anak), Kabupaten

Karanganyar 19% (9 anak), Kabupaten Sragen 15% (7 anak), Kabupaten

Sukoharjo 13% (6 anak), dan Kabupaten Boyolali 11% (5 anak).

2.2 Pembahasan

2. 2. 1 Klien Konseling Gizi berdasarkan Usia

Berdasarkan analisis sederhana yang dilakukan di atas, pada konseling gizi

dewasa mayoritas klien berusia 46-55 tahun (Lansia Awal) dimana pada usia

inilah daya tahan tubuh mulai menurun sebagai hasil dari gambaran gizi masa lalu

dan minoritas klien dari usia 12-15 tahun (Remaja Awal) yang memiliki daya

tahan tubuh sangat baik di masa pubertas.

Pada konseling gizi anak terlihat bahwa balita cenderung menderita TB

karena daya tahan tubuh mereka yang masih lemah. Hal tersebut sejalan dengan

Madanijah (2007) yang mengungkapkan bahwa pada masa dewasa tengah

biasanya sesoeorang berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik secara fisik

maupun psikologis. Mereka juga berada dalam kondisi keunangan yang aman.

82
2. 2. 2 Klien Konseling Gizi berdasarkan Jenis Kelamin

Klien konseling dewasa maupun anak didominasi oleh jenis kelamin laki-

laki. Hal tersebut sejalan dengan Madanijah (2007) yang menyatakan bahwa

angka kejadian TB pada pria selalu lebih tinggi pada semua usia, tetapi cenderung

menurun pada wanita. Perlawanan tubuh terhadap basil TB pada anak laki-laki

dan perempuan pada masa pubertas memang hampir tidak ada perbedaan.

2. 2. 3 Klien Konseling Gizi berdasarkan Tingkat Pendidikan

Klien konseling gizi dewasa didominasi oleh kelompok berpendidikan SD

dan pada pendamping klien gizi anak didominasi ibu berpendidikan SMA.

Menurut Lina, dkk (2007) tingkat pendidikan kurang merupakan faktor risiko

untuk terjadinya tuberkulosis 4,324 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan

responden dengan tingkat pengetahuan baik. Madanijah (2007) mengungkaokan

pendidikan orang tua melalui mekanisme hubungan efisiensi penjagaan kesehatan

dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak secara tidak langsung.

Selain itu pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang memperoleh

informasi dan mengiplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari,

khususnya dalam hal kesehatan dan gizi.

2. 2. 4 Klien Konseling Gizi berdasarkan Jenis Pekerjaan

Petani dan buruh menjadi klien konseling gizi dewasa yang mendominasi.

Kedua profesi tersebut memang rawan gizi. Hal tersebut diungkapkan Madanijah

(2007) bahwa buruh biasanya memiliki penghasilan relatif rendah sedangkan

sebagai pedagang dan pegawai swasta memiliki penghasilan relatif tinggi. Dengan

demikian, upaya pemenuhan gizi dan kesehatan anak dapat lebih terjamin.

83
Dalam penelitian lain, Lina, dkk (2007) menyebutkan bahwa pekerjaan

dengan penghasilan rendah menyebabkan kemampuan untuk menyediakan

makanan bagi keluarga dengan kualitas dan kuantitas yang cukup menjadi

terbatas. Pendapatan yang tinggi akan mendukung perbaikan kesehatan dan gizi

anggota keluarga. Pendapatan yang rendah mengakibatkan daya beli terhadap

pangan yang berkualitas menjadi rendah, akibatnya status gizi anggota keluarga,

terutama ank-anak akan menurun. Rendahnya status gizi akan menyebabkan

lemahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit.

2. 2. 5 Klien Konseling Gizi berdasarkan Status Gizi

Secara klinis status gizi sangat berpengaruh pada penyembuhan luka

dimana dukungan nutrisi menunjukkan proses penyembuhan yang lebih baik

(Rusmini, 2009). Dalam penelitian lainnya, Purwaningtyas (2009)

mengungkapkan bahwa setengah pasien tuberkuulosis mengalami malnutrisi.

Peningkatan status gizi pasien dapat dilakukan jika didukung dengan asupan

energi dan protein serta faktor sscial ekonomi

Hasil analisis data pada konseling gizi didapat bahwa klien dewasa dengan

status gizi baik mendominasi dan pada anak didominasi oleh status gizi kurang.

Hal tersebut diungkapkan pula oleh Ratnawati (2002) bahwa pasien TB Paru

umumnya seringkali mengalami penurunan status gizi, bahkan dapat menjadi

status gizi buruk. Bila tidak diimbangi dengan diet yang tepat.

Infeksi TB dapat berkembang menjadi penyakit TB dalam jangka waktu

minimal 12 bulan. Hal ini sangat ditentukan oleh daya tahan tubuh anak sebagai

hasil dari kondisi status gizii selama masa terinfeksi kuman TB. Status gizi masa

84
lalu yang sedang, diduga merupakan akibat dari ketidak-optimalan pemeliharaan

gizi dan kesehatan anak di masa lalu. TB lebih banyak terjadi pada anak yang

kurang gizi sehubungan dengan lemahnya daya tahan tubuh anak (Madanijah,

2007).

2. 2. 6 Klien Konseling Gizi berdasarkan Gangguan Gastrointestinal

Sebagian besar klien konseling baik dewasa maupun anak, menyatakan

bahwa mengalami anoreksia. Jika enoreksia dibiarkan berkepanjangan maka

asupan makanan untuk tubuh semakin berkurang dan mengakibatkan menurunnya

daya tahan tubuh yang kemudian memeperbesar peluang diri untuk terkena

penyakit infeksi. Rendahnya asupan makanan pada infeksi bakteri basil TB

disebabkan oleh anoreksia, mual, muntah suhu badan yang meningkat

menyebabkan peningkatan metabolism energi dan protein dan utilisasi dalam

tubuh.

Diungkapkan oleh Anthy (2002) bahwa asupan yang tidak adekuat

menimbulkan pemakaian cadangan energy tubuh yang berlebihan untuk

memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan penurunan berat badan dan

kelainan biokimia tubuh. Hal ini berdampak terhadap system imunitas dan

penurunan daya tahan tubuh dan infeksi menjadi progresif yang mengakibatkan

perlambatan penyembuhan TB.

85
2.3 Kelebihan dan Kelemahan

2.3.1 Kelebihan

a. Konselor yang menangani pasien tetap dan terlatih.

b. Upaya perekapan hasil konseling dan upaya follow up sudah baik.

2.3.2 Kelemahan

Banyak butir rekam konseling yang kosong/ tidak diisi.

86
BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan

Konseling gizi adalah suatu bentuk pendekatan yang digunakan dalam

asuhan gizi untuk menolong individu dan keluarga memperoleh pengertian yang

lebih baik tentang dirinya sendiri dan permasalahan yang dihadapi. Konseling gizi

bertujuan untuk membantu klien dalam upaya merubah perilaku yang berkaitan

dengan gizi sehingga meningkatkan status gizi da kesehatan klien.

Berdasarkan analisis data secara sederhana yang telah dilakukan

karakteristik klien seperti; usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan,

status gizi, dan gangguan gastrointestinal memang mempengaruhi asupan nutrisi

ke dalam tubuh yang digunakan untuk proses penyembuhan penyakit.

3.2 Saran

Banyaknya butir rekam konseling yang tidak diisi mengakibatkan

informasi yang didapatkan tidak terlalu mendalam. Untuk menanggulangi hal

tersebut sebaiknya konselor memastikan semua butir terjawab oleh klien sebelum

proses konseling berakhir.

87
KONSELING TB

BBKPM SURAKARTA

88
1. Jadwal Kegiatan

Tabel 4.1 Jadwal Magang di Konseling TB

No. Hari, Tanggal Kegiatan

1. Rabu, 31 Agustus 2013 - Definisi Konseling

- Konseling TB

- Bagaimana konseling TB

- Bagian-bagian konseling TB

- Dokumen-dokumen konseling TB

2. Kamis, 1 Agustus 2013 - Belajar konseling

- Materi konseling secara khusus

- Hambatan dan tantangan

3. Jumat, 2 Agustus 2013 - Entri data

4. Sabtu, 3 Agustus 2013 - Review

2. Resume Hasil Magang di Konseling TB

2.1 Konseling

Konseling berasal dari kata counsel yang artinya memberikan saran,

melakukan diskusidan pertukaran pendapat. Konseling adalah suatu kegiatan

bertemu dan berdiskusinya seseorang yang membutuhkan (konsele) dan seseorang

yang memberikan (konselor) dukungan dan dorongan sedemikian rupa sehingga

konsele mempunyai keyakinan akan kemampuan dalam pemecahan masalah.

89
2.2 Konseling TB

Konseling TB adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh

konselor kepada pasien TB agar memperoleh pengertian lebih baik tentang dirinya

dan penyakit yang dideritanya, sehingga mampu mengambil atau membuat suatu

keputusan atau memecahkan masalah melalui pemahaman tentang fakta-fakta dan

perasaan-perasaan yang terlibat di dalamnya.

2.3 Proses Konseling

a. Persiapan dalam melakukan konseling

Untuk menerapkan suatu konseling yang baik maka konselor harus memiliki

persiapan. Konselor sebaiknya melakukan persiapan prainteraksidengan melihat

data Rekam Medis pasien, ini penting agar konselor dapat mengetahui

kemungkinan masalah yang terjadi seperti tingkat pendidikan yang akan

mempengaruhi terhadap tingkat kepahaman dala program pengobatan TB. Selain

itu, konselor juga harus mempersiapkan diri dengan informasi-informasi terbaru

yang berhubungan dengan pengobatan yang diterima oleh pasien.

b. Tahap konseling

 Pembukaan

Pembukaan konseling antara konselor dengan konsele dapat

menciptakan hubungan baik, sehingga konsele akan percaya untuk

memberikan informasi tentang penyebab ketidakpatuhan terapi

pengobatan TB. Dengan cara saling mengenal, mengemukakan tentang

kontrak waktu yang akan disepakati bersama, dll.

90
 Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah

Pada tahap ini konselor dapat mengetahui dari konsele tentang

masalah potensial yang mungkin terjadi selama pengobatan. Pasien bisa

merupakan pasien baru ataupun pasien yang meneruskan pengobatan.

Diskusi untuk mencega aau memecahkan masalah dan mempelajarinya.

Setiap alternatif cara pemecahan masalah harus didiskusikan dengan

konsele. Strategi pemecahan masalah ketidakatuhan terapi penderita TB :

- Memberikan informasi yang tepat mengenai obat meliputi

kebenaran, instruksi yang lengkap termasuk berapa banyak, kapan,

berapa lama penggunaan dan bagaimana jika obat lupa diminum;

informasi tentang penyakit, kapan dan bagaimana pemakaian obat

akan berguna untuk penyembuhan; informasi efek samping.

- Mencegah ketidakpatuhan, dengan cara bekerja sama dengan medis

untuk mempermudah jadwal pengobatan dengan menurunkan jumlah

obat, menurunkan interval dosis per hari dan sesuai regimen dosis

untuk penggunaan terbaik asien sehari-hari.

- Menyediakan alat bantu pengingat dan pengaturan penggunaan obat,

misal alarm HP, chart, pemberian label instruksi pengobatan pada

obatnya, pil dispenser (wadah untuk persediaan harian maupun

mingguan), kemasan penggunaan obat per dosis unit.

- Mengingat pasien dengan telepon/SMS untuk pembelian obat atau

kontrol kembali.

91
- Mengembangkan pengertia dan sikap mendukung di pihak keluarga

pasien dalam mengingatkan penggunaan obat.

- Memberikan motivasi dalam menangani ketidakpatuhan dengan

menjelaskan keuntungan dari penggunaan obat.

- Tingkatkan kewaspadaan pasien dari gejala penyakit yang

diperlihatkan da membutuhkan pengobatan.

- Jelaskan bahwa pasien harus dapat mengevaluasi dirinya sendiri,

meliputi membantu pasien untuk mengembangkan kepercayaan

dirinya, memastikan pasien telah memahami informasi yang

diperoleh dan memastikan apakah informasi yang diberikan konselor

dapat dapat dipahami dengan baik oleh pasien dengan cara meminta

kembali pasien untuk mengulang informasi yang sudah

disampaikan. Dengan cara ini pula dapat didentifikasikan adanya

penerimaan informasi yang salah sehingga dapat dilakukan

pembetulan.

c. Menutup diskusi

Sebelum menutup diskusi sangat penting untuk konselor bertanya kepada

pasien apakah ada hal-hal yang masih ingin ditanyaka maupun yang tidak

dimengerti oleh pasien. Mengulang pertanyaan dan mempertegasnya merupakan

hal yang sangat penting sebelum penutupan sesi diskusi. Penekanan pesan yang

diulang beberapa kali biasanya akan diingat oleh pasien.

92
d. Follow up diskusi

Pada sesi ini merupakan dilakukannya pemantauan terhadap konseling yang

dilakukan, namun pada kenyataannya seringkali mengalami kesulitan karena

terkadang pasien mendapat konselor yang berbeda pada sesi konseling berikutnya.

e. Dokumentasi

Pendokumentasian adalah hal yang perlu dilakukan dalam setiap pelayanan

konseling. Pendokumentasian berguna untuk evaluasi kegiatan dalam upaya

peningkatan mutu pelayanan. Tujuan pendokumentasian pelayanan konseling

kepatuhan terapi TB adalah :

 Mendapatkan data/profil pasien.

 Mengetahui riwayat penyakit pasien.

 Memantau kepatuhan pasien dalam berobat.

 Mengevaluasi pemahaman pasien tentang pengobatan.

 Menyediakan data jika terjadi tuntutan ada kesalahan penggunaan obat.

 Menyediakan data untuk evaluasi kegiatan konseling.

 Menyediakan data untuk evaluasi terapi.

f. Evaluasi

Kegiatan ini lebih bersifat pengamatan pada masing-masing pasien. Dengan

mempunyai dokumen yang berisi riwayat pengobatan pasien, konselor yang

memberikan konseling dapat melakukan pengamatan apakah pasien patuh dalam

menjalani pengobatan. Konselor dapat mengambil tindakan untuk memperbaiki

kepatuhan pasien dalam melaksanakan pengobatan. Kegiatan ini sangat

93
bermanfaat pada pengobatan TB. Beberapa pengamatan yang dapat dilakukan

adalah :

 Menghitung waktu pengulangan pemberian/perolehan obat (refill).

 Menghitung jumlah obat yang tersisa pada saat pengulangan pemberian.

 Mewawancara pemahaman pasien tentang cara penggunaan obat (dosis, cara

minum, waktu minum, dll)

 Menanyakan kepada pasien apakah gejala penyakit yang timbul berkurang

atau hilang, atau ada perbaikan dari kondisi sebelumnya.

2.4 Materi Konseling TB secara khusus

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru.

Mycobacterium tuberculosis termasuk basil gram positif, berbentuk batang,

dinding selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin (wax) yang sulit

ditembus zat kimia.

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu batuk atau

bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan

dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu

kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup

kedalam saluran pernafasan. Jadi penularan TB tidak terjadi melalui perlengkapan

makan, baju, dan perlengkapan tidur.

Gejala TB pada orang dewasa umumnya penderita mengalami batuk dan

berdahak terus-menerus selama 3 minggu atau lebih, batuk darah atau pernah

94
batuk darah. Adapun gejala-gejala lain dari TB pada orang dewasa adalah sesak

nafas dan nyeri dada, badan lemah, nafsu makan dan berat badan menurun, rasa

kurang enak badan (malaise), berkeringat malam, walaupun tanpa kegiatan,

demam meriang lebih dari sebulan. Pada anak-anak gejala TB terbagi 2, yakni

gejala umum dan gejala khusus.

a. Gejala umum, meliputi :

 Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas

dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi

yang baik.

 Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria

atau infeksi saluran nafas akut) dapat disertai dengan keringat malam.

 Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, paling sering di

daerah leher, ketiak dan lipatan paha.

 Gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lebih dari 30 hari (setelah

disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri dada.

 Gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh

dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di abdomen, dan tanda-tanda

cairan dalam abdomen.

b. Gejala Khusus, sesuai dengan bagian tubuh yang diserang, misalnya :

 TB kulit atau skrofuloderma

 TB tulang dan sendi, meliputi: Tulang punggung (spondilitis) : gibbus,

tulang panggul (koksitis): pincang, pembengkakan di pinggul, tulang

lutut: pincang dan atau bengkak

95
 TB otak dan saraf

Meningitis dengan gejala kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran

menurun.

 Gejala mata : Conjunctivitis phlyctenularis, Tuburkel koroid (hanya

terlihat dengan funduskopi)

Pencegahan dilakukan dengan cara mengurangi atau menghilangkan faktor

risiko, yakni pada dasarnya adalah mengupayakan kesehatan perilaku dan

lingkungan, antara lain dengan pengaturan rumah agar memperoleh cahaya

matahari, mengurangi kepadatan anggota keluarga, mengatur kepadatan

penduduk, menghindari meludah sembarangan, batuk sembarangan,

mengkonsumsi makanan yang bergizi yang baik dan seimbang.

Terapi atau pengobatan penderita TB dimaksudkan untuk:

a. Menyembuhkan penderita sampai sembuh

b. Mencegah kematian

c. Mencegah kekambuhan

d. Menurunkan tingkat penularan.

Hal yang pelu diperhatikan dalam pengobatan tuberculosis ini adalah

bahwa obat yang diberikan harus diminum setiap hari selama 6 bulan. Sehingga

pasien TB dituntut untuk sabar da telaten agar tidak terjadi Drop Out atau bahkan

Multi Drug Resistance.

96
2.5 Hambatan dan Tantangan

Hambatan yang sering dijumpai oleh konselor antara lain :

a. Konsele tidak mau bicara terbuka.

b. Konsele mengalami kejenuhan dan kesulitan dalam mengatur pola minum

obat sesuai dengan anjuran.

c. Konsele mengeluh efek samping yang ditimbulkan oleh Obat Anti

Tuberklosis (OAT).

d. Konsele tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mendengarkan anjuran

konselor.

e. Konsele berbicara terus yang sering tidak sesuai dengan topik

pembicaraan.

f. Ruang dan suasana konseling tidak mendukung jalannya proses konseling.

97
KLINIK PITC

BBKPM SURAKARTA

98
DAFTAR ISI

Halaman Judul 98

Daftar Isi 99

Bab I Pendahuluan 100

1.1 Latar Belakang 100

1.2 Tujuan 101

1.3 Manfaat 102

Bab II Analisis Situasi 103

2. 1 Klinik PITC 103

2. 2 Analisis Data 103

Bab III Identifikasi Masalah 117

Bab IV Penyelesaian Masalah 118

Bab V Simpulan Saran 121

99
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit HIV/AIDS merupakan isu etik manajemen informasi kesehatan

yang sensitif. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang

menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian dapat menimbulkan

AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kondisi medis

berupa kumpulan tanda dan gejala yang diakibatkan oleh menurunnya atau

hilangnya kekebalan tubuh karena terinfeksi HIV, sering berwujud infeksi yang

bersifat ikutan (oportunistik) dan belum ditemukan vaksin serta obat

penyembuhannnya.

Pada tahun 2008 di seluruh dunia jumlah orang yang hidup dengan HIV-

AIDS terus meningkat dan diperkirakan telah mencapai angka 33,4 juta jiwa.

Jumlah ini lebih banyak 20% dibandingkan data pada tahun 2000 dan angka

prevalensinya telah meningkat tiga kali lipat sejak tahun 1990. Di Indonesia

sendiri, menurut laporan perkembangan HIV/AIDS Triwulan IV Tahun 2012

dilaporkan sebanyak 6.139 orang yang mengalami infeksi baru HIV dan AIDS

baru sebesar 2.145 orang.

Virus HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang

berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air

susu ibu. Dari sini dapat diketahui cara penularan HIV yaitu melalui kontak

seksual, kontak dengan darah atau secret yang infeksius, ibu ke anak selama masa

100
kehamilan, persalinan dan pemberian ASI. Dalam perjalanannya virus ini tidak

akan langsung menimbulkan sakit, akan tetapi pada fase awal infeksi mungkin

tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Pada fase lanjut penderita

HIV akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar

getah bening, diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernapasan pendek.

Baru pada fase akhir, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,

gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada

penyakit yang disebut AIDS.

Oleh sebab itu, perlu adanya upaya yang bertujuan untuk mendeteksi

infeksi HIV/AIDS secara dini agar dapat mengurangi angka morbiditas dan

mortalitas akibat infeksi virus ini. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah

Klinik PITC (Provider Initiated HIV Testing and Counseling) adalah suatu tes

HIV dan konseling yang diprakarsai oleh petugas kesehatan kepada pengunjung

sarana layanan kesehatan sebagai bagian dari standar pelayanan medis. Selain

melakukan tes HIV, klinik ini juga memberikan konseling sehingga pasien dapat

memperoleh informasi yang mereka butuhkan terkait status HIV mereka.

1.2 Tujuan

1.2.1 Menganalisis secara sederhana dan menyajikan data Klien Klinik PITC di

BBKPM Surakarta pada bulan Januari-Juli 2013.

1.2.2 Menemukan permasalahan yang terdapat di Klinik PITC di BBKPM

Surakarta

101
1.2.3 Memberikan alternative pemecahan masalah yang ada di Klinik PITC

BBKPM Surakarta.

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Instansi

Membantu instansi dalam merekap dan menganalisis data Klien Klinik

PITC periode Januari-Juli 2013 tertentu sederhana berdasarkan time, place

and people (waktu, tempat dan orang) sebagai wujud evaluasi dan upaya

penemuan permasalahan.

1.3.2 Bagi Mahasiswa

Sebagai salah satu sarana menambah wawasan di dunia kerja sekaligus

menerapkan ilmu yang telah diperoleh di bangku perkuliahan.

1.3.3 Bagi Masyarakat

Sebagai salah satu sumber pustaka dan menambah wawasan mengenai

Klinik PITC (Provider Initiated HIV Testing and Counseling)sebagai salah

satu klinik konseling yang ada di BBKPM Surakarta.

102
BAB II

ANALISIS SITUASI

2.1 Klinik PITC

PITC (Provider Initiated HIV Testing and Counseling) adalah suatu tes

HIV dan konseling yang diprakarsai oleh petugas kesehatan kepada pengunjung

sarana layanan kesehatan sebagai bagian dari standar pelayanan medis. Tujuan

utama dari PITC ini adalah untuk membuat keputusan klinis dan/atau menentukan

pelayanan medis khusus yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui

status HIV seseorang.

2.2 Analisis Data

2.2.1 Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambar 5.1 Grafik Prosentase Klien PITC berdasarkan Jenis kelamin Bulan Januari-Juli
2013

Laki-laki Perempuan
24%

76%

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan jenis kelamin, pada bulan Januari-Juli 2013 klien PITC

didominasi oleh klien yang berjenis kelamin laki-laki. Hal tersebut dapat

dibuktikan dengan hasil prosentase klien PITC yaitu 71 dari 94 orang klien

berjenis kelamin laki-laki (76%). Sisanya, 23 orang berjenis kelamin

perempuan (24%).

103
2.2.2 Berdasarkan Usia

Penentuan kategori usia yakni sebagai berikut; (1) <4 tahun; (2) 5-14

tahun; (3) 15-19 tahun; (4) 20-24 tahun; (5) 25-49 tahun; dan (6) ≥50 tahun.

Gambar 5.2 Grafik Distribusi Klien PITC berdasarkan Usia Bulan Januari-Juli 2013

<4 tahun 5-14 tahun 15-19 tahun 20-24 tahun 25-49 tahun ≥ 50 tahun
Jumlah 5 3 3 5 59 19

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan usia, pada bulan Januari-Juli 2013 klien PITC didominasi

oleh klien dengan rentang usia 25-49 tahun yaitu sebanyak 59 orang, sedangkan

rentang usia 5-14 tahun dan 15-19 tahun merupakan kelompok usia dengan

jumlah terendah yaitu masing-masing sebanyak 3 orang.

2.2.3 Berdasarkan Pekerjaan

Gambar 5.3 Grafik Distribusi Klien PITC berdasarkan Pekerjaan


Bulan Januari-Juli 2013

Pegawai (Negeri, Petani/Nelayan/Buru


Tidak bekerja Sekolah Ibu Rumah Tangga Wiraswasta Lainnya
Swasta, POLRI) h
Jumlah 10 5 8 23 19 20 8

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan pekerjaan, pada bulan Januari-Juli 2013 klien PITC

didominasi oleh klien yang berprofesi sebagai pegawai (negeri, swasta, POLRI)

yaitu sebanyak 23 orang, sedangkan klien yang berstatus sekolah merupakan

kelompok dengan jumlah terendah yaitu sebanyak 5 orang.

2.2.4 Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan, pada bulan Januari-Juli 2013 klien PITC

didominasi oleh klien dengan pendidikan setingkat SMA yaitu sebanyak 39 orang,

104
sedangkan klien yang tidak sekolah merupakan kelompok pendidikan dengan

jumlah terendah yaitu sebanyak 7 orang.

Gambar 5.4 Grafik Distribusi Klien PITC berdasarkan Tingkat Pendidikan Bulan Januari-Juli 2013

Tidak sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi


Jumlah 7 16 18 39 9

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

2.2.5 Berdasarkan Bulan Konseling

Gambar 5.5 Grafik Distribusi Klien PITC berdasarkan Bulan Konseling Bulan Januari-Juli 2013

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul


Jumlah 16 12 12 12 15 17 10

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan bulan melakukan konseling, kunjungan klien PITC paling

banyak berada pada bulan Juni yaitu sebanyak 17 orang, sedangkan kunjungan

klien PITC paling sedikit berada pada bulan Juli yaitu sebanyak 10 orang.

2.2.6 Berdasarkan Status Kawin

Gambar 5.6 Grafik Distribusi Klien PITC berdasarkan Status Kawin Bulan Januari-Juli 2013

Belum kawin Kawin Cerai/pisah


Jumlah 28 57 5

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan status kawin, pada bulan Januari-Juli 2013 klien PITC

didominasi oleh klien dengan status kawin yaitu sebanyak 57 orang, sedangkan

klien dengan status cerai/pisah merupakan kelompok dengan jumlah terendah

yaitu sebanyak 5 orang.

105
2.2.7 Berdasarkan Pasangan Tetap

Berdasarkan tetap atau tidaknya pasangan, prosentase klien PITC pada

bulan Januari-Juli 2013 yang memiliki pasangan tetap sebesar 71% (53 orang),

sedangkan sebesar 29% (22 orang) mengaku tidak memiliki pasangan tetap.

Gambar 5.7 Grafik Prosentase Klien PITC berdasarkan Pasangan TetapbBulan Januari-Juli 2013

29%

71%
Ya Tidak

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

2.2.8 Berdasarkan Status HIV Pasangan

Gambar 5.8 Grafik Prosentase Klien PITC berdasarkan Status HIV Pasangan Bulan Januari-Juli 2013

4%

HIV (+)

Tidak tahu
96%

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan status HIV pasangan, prosentase klien PITC pada bulan

Januari-Juli 2013 yang mengetahui status HIV (+) pasangannya hanya sebesar 4%

(2 orang), sedangkan sebesar 96% (52 orang) mengaku tidak mengetahui status

HIV pasangannya.

2.2.9 Berdasarkan Jumlah Anak

Gambar 5.9 Grafik Prosentase Klien PITC berdasarkan Jumlah Anak Bulan Januari-Juli 2013
2%

<5
98% Tidak punya

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

106
Berdasarkan jumlah anak, prosentase klien PITC pada bulan Januari-Juli

2013 yang mempunyai anak <5 sebesar 98% (49 orang), sedangkan sebesar 2% (1

orang) tidak mempunyai anak.

2.2.10 Berdasarkan Pajanan

Gambar 5.10 Grafik Prosentase Klien PITC berdasarkan Pajanan Bulan Januari-Juli 2013

21%

79% Ya

Tidak

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan pajanannya, prosentase klien PITC pada bulan Januari-Juli

2013 yang memiliki pajanan sebesar 79% (48 orang), sedangkan sebesar 21% (13

orang) tidak memiliki pajanan.

2.2.11 Berdasarkan Jenis Pajanan

Gambar 5.11 Grafik Prosentase Klien PITC berdasarkan Jenis Pajanan Bulan Januari-Juli 2013
2% 2% 2%
4%

Pajanan okupasional
Tato, goresan
44% Produk darah
40% Hubungan seks vaginal
Oral seks
Anal seks
6% Pasangan klien

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan jenis pajanannya, prosentase klien PITC pada bulan Januari-

Juli 2013 didominasi oleh klien yang memiliki jenis pajanan tato, goresan sebesar

44% (23 orang), sedangkan paling sedikit pada klien yang memiliki jenis pajanan

okupasional, anal seks, dan pasangan klien yaitu masing-masing sebesar 2% (1

orang).

107
2.2.12 Berdasarkan Masa Jendela

Berdasarkan masa jendelanya, prosentase klien PITC pada bulan Januari-

Juli 2013 yang sudah memasuki masa jendela sebesar 26% (11 orang), sedangkan

sebesar 74% (32 orang) belum memasuki masa jendela.

Gambar 5.12 Grafik Prosentase Klien PITC berdasarkan Masa Jendela Bulan Januari-Juli 2013

26%

74%
Ya Tidak

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

2.2.13 Berdasarkan Tes Ulang Masa Jendela

Gambar 5.13 Grafik Prosentase Klien PITC berdasarkan Tes Ulang Masa Jendela Bulan Januari-Juli 2013
9%

91% Ya Tidak

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan tes ulang masa jendela, prosentase klien PITC pada bulan

Januari-Juli 2013 yang melakukan tes ulang masa jendela hanya sebesar 9% (3

orang), sedangkan sebesar 91% (30 orang) tidak melakukan tes ulang masa

jendela.

2.2.14 Berdasarkan Risiko HIV (+)

Gambar 5.14 Grafik Prosentase Klien PITC berdasarkan Risiko HIV (+) Bulan Januari-Juli 2013

36%

64%
Ya Tidak

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan risiko HIV (+), prosentase klien PITC pada bulan Januari-Juli

2013 yang memiliki risiko terkena HIV (+) sebesar 64% (18 orang), sedangkan

klien yang tidak memiliki risiko terkena HIV (+) hanya sebesar 36% (10 orang).

108
2.2.15 Berdasarkan Status Hamil

Berdasarkan status hamil atau tidaknya, prosentase klien PITC pada bulan

Januari-Juli 2013 yang statusnya sedang hamil hanya sebesar 9% (1 orang) yaitu

pada trimester 2, sedangkan sebesar 91% (10 orang) statusnya tidak sedang hamil.

Gambar 5.15 Grafik Prosentase Klien PITC berdasarkan Satus Hamil Bulan Januari-Juli 2013
9%

91%
Ya Tidak

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

2.2.16 Berdasarkan Pemakaian KB

Gambar 5.16 Grafik Prosentase Klien PITC berdasarkan Pemakaian KB Bulan Januari-Juli 2013
11%

89% Ya Tidak

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan pemakaian KB, prosentase klien PITC pada bulan Januari-

Juli 2013 yang menggunakan KB hanya sebesar 11% (2 orang), sedangkan

sebesar 89% (17 orang) tidak menggunakan KB.

2.2.17 Berdasarkan IMS

Gambar 5.17 Grafik Prosentase Klien PITC berdasarkan IMS Bulan Januari-Juli 2013

35%

65%

Ya Tidak

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan IMS, prosentase klien PITC pada bulan Januari-Juli 2013

yang terjangkit IMS hanya sebesar 35% (6 orang), sedangkan sebesar 65% (11

orang) tidak terjangkit IMS.

109
2.2.18 Berdasarkan Laporan Gejala TB

Gambar 5.18 Grafik Prosentase Klien PITC berdasarkan Laporan Gejala TB Bulan Januari-Juli 2013
10%

90% Ya Tidak

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan laporan gejala TB, prosentase klien PITC pada bulan Januari-

Juli 2013 yang memiliki laporan gejala TB sebesar 90% (27 orang), sedangkan

sebesar 10% (3 orang) tidak memiliki laporan gejala TB.

2.2.19 Berdasarkan Indikasi Bunuh Diri

Gambar 5.19 Grafik Prosentase Klien PITC berdasarkan Indikasi Bunuh Diri Bulan Januari-Juli 2013

40%

60%
Ya Tidak

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan indikasi bunuh diri, prosentase klien PITC pada bulan

Januari-Juli 2013 yang memiliki indikasi bunuh diri sebesar 60% (3 orang),

sedangkan sebesar 40% (2 orang) tidak memiliki indikasi bunuh diri.

2.2.20 Berdasarkan Kesediaan Melakukan Test

Gambar 5.20 Grafik Prosentase Klien PITC berdasarkan Kesediaan Melakukan Test Bulan Januari-Juli
2013

11%

Bersedia
89%
Menolak

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan bersedia test atau tidak, prosentase klien PITC pada bulan

Januari-Juli 2013 yang bersedia untuk test sebesar 89% (84 orang), sedangkan

klien yang menolak untuk test hanya sebesar 11% (10 orang).

110
2.2.21 Berdasarkan Hasil Test

Gambar 5.21 Grafik Prosentase Klien PITC berdasarkan Hasil Tes Bulan Januari-Juli 2013

25% NR
1% R
74%
RRR

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan hasil test, prosentase klien PITC pada bulan Januari-Juli 2013

didominasi pada klien dengan hasil test NR sebesar 74% (62 orang), sedangkan

terendah pada klien dengan hasil test R sebesar 1% (1 orang).

2.2.22 Berdasarkan Hasil Test yang Diragukan

Gambar 5.22 Grafik Prosentase Klien PITC berdasarkan Hasil Test yang Diragukan Bulan Januari-Juli 2013
1%

99% Ya Tidak

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan hasil test yang diragukan, prosentase klien PITC pada bulan

Januari-Juli 2013 yang hasil testnya diragukan hanya sebesar 1% (1 orang),

sedangkan sebesar 99% (72 orang) hasil testnya tidak diragukan.

2.2.23 Berdasarkan Hasil

Gambar 5.23 Grafik Prosentase Klien PITC berdasarkan Hasil Bulan Januari-Juli 2013

28%

HIV Antibody (-)


72%
HIV Antibody (+)

Sumber: Hasil olah data sekunder PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan hasil, prosentase klien PITC pada bulan Januari-Juli 2013

yang hasil HIV Antibody (-) yaitu sebesar 72% (52 orang), sedangkan klien

dengan hasil HIV Antibody (+) hanya sebesar 28% (20 orang).

111
2.3 Analisis Data Klien PITC Bulan Januari-Juli 2013

2.3.1 Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambar 5.24 Grafik Prosentase klien PITC dengan HIV (+) menurut Jenis Kelamin Januari-Juli 2013

45%
55% Laki-laki
Perempuan

Sumber: Hasil olah data sekunder Klinik PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan jenis kelamin, klien klinik PITC dengan status HIV (+) bulan

Januari-Juli 2013 didominasi oleh klien berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar

55% (11 orang). Sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 45% (9

orang).

2.3.2 Berdasarkan Usia

Gambar 5.25 Grafik Distribusi klien PITC dengan HIV (+) menurut Usia Januari-Juli 2013

< 4 tahun 5-14 tahun 25-49 tahun ≥ 50 tahun


Jumlah 2 3 13 2

Sumber: Hasil olah data sekunder Klinik PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan umur, klien klinik PITC dengan status HIV (+) bulan Januari-

Juli 2013 didominasi oleh klien pada kelompok umur 25-49 yaitu sebanyak 13

orang. Sedangkan yang paling sedikit berasal dari kelompok umur < 4 tahun dan ≥

50 tahun yaitu masing-masing sebanyak 2 orang.

2.3.3 Berdasarkan Pekerjaan

Gambar 5.26 Grafik Distribusi klien PITC dengan HIV (+) menurut Pekerjaan Januari-Juli 2013

Pegawai (Negeri,
Tidak bekerja Sekolah Wiraswasta Petani/Nelayan/Buruh IRT
Swasta, POLRI)
Jumlah 5 1 2 4 4 4

Sumber: Hasil olah data sekunder Klinik PITC BBKPM Surakarta

112
Berdasarkan pekerjaan, klien klinik PITC dengan status HIV (+) bulan

Januari-Juli 2013 didominasi oleh klien yang tidak memiliki pekerjaan yaitu

sebanyak 5 orang. Sedangkan yang paling sedikit adalah klien yang masih duduk

di bangku sekolah (pelajar/mahasiswa) yaitu hanya sebanyak 1 orang.

2.3.4 Berdasarkan Pendidikan

Gambar 5.27 Grafik Distribusi klien PITC dengan HIV (+) menurut Pendidikan Januari-Juli 2013

Tidak sekolah SD SMP SMA


Jumlah 8 7 3 2

Sumber: Hasil olah data sekunder Klinik PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan pendidikan, klien klinik PITC dengan status HIV (+) bulan

Januari-Juli 2013 didominasi oleh klien yang tidak sekolah yaitu sebanyak 8

orang. Sedangkan yang paling sedikit adalah klien yang berpendidikan setingkat

SMA yaitu sebanyak 2 orang.

2.3.5 Berdasarkan Status Kawin

Gambar 5.28 Grafik Distribusi klien PITC dengan HIV (+) menurut Status Kawin Januari-Juli 2013

Belum Kawin Kawin Cerai/pisah


Jumlah 7 11 2

Sumber: Hasil olah data sekunder Klinik PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan status kawin, klien klinik PITC dengan status HIV (+) bulan

Januari-Juli 2013 didominasi oleh klien yang berstatus kawin yaitu sebanyak 11

orang. Sedangkan yang paling sedikit adalah klien yang berstatus cerai/pisah yaitu

sebanyak 2 orang.

2.3.6 Berdasarkan Pasangan Tetap

Berdasarkan tetap atau tidaknya pasangan, klien klinik PITC dengan status

HIV (+) bulan Januari-Juli 2013 didominasi oleh klien yang memiliki pasangan

113
tetap yaitu sebanyak 1 orang. Sedangkan klien yang tidak memiliki pasangan tetap

sebanyak 6 orang. Apabila diteliti lebih dalam, terdapat 2 orang pasangan klien

yang memiliki status HIV (+).

Gambar 5.29 Grafik Distribusi klien PITC dengan HIV (+) menurut Status Kawin Januari-Juli 2013

Ya Tidak
Jumlah 12 6

Sumber: Hasil olah data sekunder Klinik PITC BBKPM Surakarta

2.3.7 Berdasarkan Jumlah Anak

Gambar 5.30 Grafik Distribusi klien PITC dengan HIV (+) menurut Status Kawin Januari-Juli 2013

<5 Tidak punya


Jumlah 10 1

Sumber: Hasil olah data sekunder Klinik PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan jumlah anak, klien klinik PITC dengan status HIV (+) bulan

Januari-Juli 2013 didominasi oleh klien yang memiliki anak <5 yaitu sebanyak 10

orang. Sedangkan klien yang tidak memiliki anak tetap sebanyak 1 orang.

2.3.8 Berdasarkan Pajanan

Berdasarkan 13 klien HIV (+) bulan Januari-Juli 2013 yang diketahui

memiliki pajanan, jenis pajanan yang paling banyak didapatkan oleh klien adalah

hubungan sex vaginal yaitu sebesar 77% (10 orang), sedangkan untuk pajanan

berupa tato/goresan, produk darah dan oral sex hanya dialami masing-masing

sebanyak 1 orang klien.

114
Gambar 5.31 Grafik Prosentase klien PITC dengan HIV (+) menurut Status Kawin Januari-Juli 2013

8% 7%
8%

Tato, goresan
Produk darah
Hubungan sex vaginal
77%
Oral sex

Sumber: Hasil olah data sekunder Klinik PITC BBKPM Surakarta

2.3.9 Berdasarkan Risiko HIV (+)

Gambar 5.32 Grafik Prosentase klien PITC dengan HIV (+) menurut Risiko HIV (+) Januari-Juli 2013

17%

83%
Ya Tidak

Sumber: Hasil olah data sekunder Klinik PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan risiko HIV (+),klien klinik PITC dengan status HIV (+) bulan

Januari-Juli 2013 didominasi oleh klien yang berisiko HIV (+) yaitu sebesar 83%

(5 orang). Sedangkan yang tidak berisiko sebesar 17% (1 orang).

2.3.10 Berdasarkan penggunaan KB

Gambar 5.32 Grafik Prosentase klien PITC dengan HIV (+) menurut Risiko HIV (+) Januari-Juli 2013

25%

Ya
75%
Tidak

Sumber: Hasil olah data sekunder Klinik PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan penggunaan KB,klien klinik PITC dengan status HIV (+)

bulan Januari-Juli 2013 didominasi oleh klien yang tidak menggunakan KB yaitu

sebesar 75% (3 orang). Sedangkan yang menggunakan KB sebesar 25% (1 orang).

2.3.11 Berdasarkan IMS

Berdasarkan IMS (Infeksi Menular Seksual), klien klinik PITC dengan

status HIV (+) bulan Januari-Juli 2013 didominasi oleh klien yang menderita IMS

115
yaitu sebesar 67% (2 orang). Sedangkan yang tidak menderita IMS sebesar 33%

(1 orang).

Gambar 5.34 Grafik Prosentase klien PITC dengan HIV (+) menurut IMS Januari-Juli 2013

33%
Ya
67%
Tidak

Sumber: Hasil olah data sekunder Klinik PITC BBKPM Surakarta

2.3.12 Berdasarkan Laporan Gejala TB

Gambar 5.35 Grafik Distribusi klien PITC dengan HIV (+) menurut Laporan Gejala TB Januari-Juli 2013

HIV (+) Laporan Gejala TB


Jumlah 20 5

Sumber: Hasil olah data sekunder Klinik PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan Laporan Gejala TB, DARI 20 klien klinik PITC dengan status

HIV (+) bulan Januari-Juli 2013 sebesar 25% melaporkan adanya gejala TB yaitu

sebanyak 5 orang.

2.3.13 Berdasarkan Kemungkinan Mencederai

Gambar 5.36 Grafik Prosentase klien PITC dengan HIV (+) menurut Kemungkinan Mencederai Januari-Juli 2013

17% 16%
Indikasi Bunuh Diri

17% Riwayat Bunuh Diri

Cedera Orang Lain


50%
Cedera Pasangan

Sumber: Hasil olah data sekunder Klinik PITC BBKPM Surakarta

Berdasarkan Kemungkinan Mencederai, klien klinik PITC dengan status

HIV (+) bulan Januari-Juli 2013 didominasi oleh klien yang memiliki

kemungkinan untuk mencederai orang lain yaitu sebesar 50% (3 orang).

Sedangkan yang memiliki indikasi bunuh diri, riwayat bunuh diri dan

kemungkinan mencederai pasangan masing-masing sebanyak1 orang.

116
BAB III

IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan pengamatan dan analisis data di Klinik PITC BBKPM

Surakarta, yang dilakukan selama 3 hari (12,19 dan 20 Agustus 2013) ditemukan

beberapa masalah sebagai berikut:

1. Penempatan meja dan kursi yang digunakan untuk konseling kurang sesuai

karena terkesan terlalu formal untuk proses konseling, khususnya di klinik

PITC dimana penyakit yang ditangani di klinik ini sangat sensitif.

2. Pasien yang datang pada siang hari biasanya akan ditunda pemeriksaannya

karena laboratorium sudah tidak menerima pasien 2 jam sebelum jam

operasional BBKPM Surakarta berakhir.

3. ARV (Anti Retroviral) yang masih menjadi obat utama untuk menghambat

replikasi virus HIV, belum tersedia di klinik PITC BBKPM Surakarta

sehingga upaya follow up terhadap klien dengan status HIV (+) tidak

maksimal.

117
BAB IV

PENYELESAIAN MASALAH

1. Penempatan meja dan kursi yang digunakan untuk konseling hendaknya

diatur sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan efek relax pada klien.

Agar proses konseling lebih santai dan tidak terkesan tegang, maka meja

konseling dihilangkan. Penataan kursi dilakukan sedemikian rupa sehingga

terkesan lebih santai agar penggalian informasi dari pasien lebih dalam. Pada

konseling kedua atau saat pembacaan hasil test, sebaiknya konselor menukar

posisi tempat duduk pasien. Posisi tempat duduk konselor diusahakan dapat

dengan mudah menjangakau pintu keluar. Hal tersebut berhubungan dengan

keselamatan konselor dari luapan emosi klien setelah mengetahui keadaan

dirinya.

2. Untuk mengantisipasi klien yang datang pada siang hari, akan lebih baik jika

klinik PITC dilengkapi dengan laboratorium sederhana yang dapat digunakan

untuk melakukan tes HIV. Sehingga tidak perlu untuk melakukan penundaan

pemeriksaan pada klien.

3. Tersedianya ARV (Anti Retroviral) di klinik PITC BBKPM Surakarta akan

lebih memaksimalkan upaya follow up terhadap klien dengan status HIV (+).

118
Perubahan Tata Letak Ruang Klinik PITC

 Tata Ruang Klinik PITC BBKPM Surakarta Sekarang

BERKAS
ALMARI
MEJA KOMPUTER

KONSELOR

MEJA KONSELING

KLIEN

MEJA MANAJER
KASUS
KASUR PERIKSA

PINTU

 Rencana Tata Ruang Klinik PITC BBKPM Surakarta


ALMARI
BERKAS

KLIEN
KASUR PERIKSA

KONSELOR
TIRAI
TIRAI

MEJA MANAJER
MEJA KOMPUTER

KASUS

PINTU

119
Perubahan Posisi Konselor dan Klien

 Sebelum Dilakukan Test Darah

KONSELOR

KLIEN
TIRAI
KONSELOR

 Sesudah Dilakukan Test Darah/ Saat Pembacaan Hasil Test

KLIEN

KONSEL
OR
TIRAI

KONSELOR

120
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

PITC (Provider Initiated HIV Testing and Counseling) adalah suatu tes

HIV dan konseling yang diprakarsai oleh petugas kesehatan kepada pengunjung

sarana layanan kesehatan sebagai bagian dari standar pelayanan medis. Tujuan

utama dari PITC ini adalah untuk membuat keputusan klinis dan/atau menentukan

pelayanan medis khusus yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui

status HIV seseorang. Adanya klinik PITC di BBKPM Surakarta ini bertujuan

untuk menanggulangi pasien dengan kolaborasi TB dan HIV.

5.2 Saran

Klinik PITC (Provider Initiated HIV Testing and Counseling)di BBKPM

Surakarta seharusnya dapat lebih dikembangkan. Hal ini berkaitan dengan terus

meningkatnya penderita HIV/AIDS di Indonesia. Diharapkan dengan

dikembangkannya klinik PITC ini klien dengan status HIV (+) dapat ditemukan

secara dini sehingga dapat ditanggulangi lebih dini.

121
KLINIK TB

BBKPM SURAKARTA

122
DAFTAR ISI

Halaman Judul 122

Daftar Isi 123

Bab I Pendahuluan 124

1.1 Latar Belakang 124

1.2 Tujuan 127

1.3 Manfaat 127

Bab II Analisis Situasi 129

2. 1 DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) 129

2. 2 Hasil Analisis dan Pembahasan 131

Bab III Simpulan Saran 145

123
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

penting di tingkat global, regional, nasional, maupun lokal. Tuberkulosis

menyebabkan 5000 kematian per hari, atau hampir 2 juta kematian per tahun di

seluruh dunia. TB, HIV/AIDS, dan malaria secara bersama-sama merupakan

penyebab 6 juta kematian setiap tahun. Seperempat juta (25%) kematian karena

TB berhubungan dengan HIV. Insidensi global TB terus meningkat sekitar 1% per

tahun, terutama karena peningkatan pesat insidensi TB di Afrika berkaitan dengan

komorbiditas HIV/AIDS (WHO, 2009).

Sepertiga dari populasi total dunia (sekitar 2 milyar orang) terinfeksi TB.

Karena daya tahan tubuh, hanya 10% dari orang yang terinfeksi TB akan menjadi

sakit dengan tanda dan gejala TB aktif di perjalanan hidupnya. Setiap kasus TB

merupakan faktor risiko penyakit TB karena jika tidak diobati dengan tepat, setiap

kasus TB aktif menginfeksi 10 hingga 15 orang setiap tahun. Orang dengan HIV

memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami TB aktif karena kerusakan sistem

imunitas (WHO, 2009)

Indonesia menduduki peringkat ketiga di antara 22 negara di dunia yang

memiliki beban penyakit TB tertinggi. Menurut Global Tuberculosis Control

Report 2009 WHO, diperkirakan terdapat 528,063 kasus baru TB. Estimasi

insidensi TB 228 kasus baru per 100,000 populasi. Estimasi angka insidensi

124
hapusan dahak baru yang positif adalah 102 kasus per 100,000 populasi pada

2007 (WHO, 2009). Berdasarkan kalkulasi Disability-Adjusted Life-Year (DALY)

WHO, TB menyumbang 6.3 persen dari total beban penyakit di Indonesia,

dibandingkan dengan 3.2 persen di wilayah regional Asia Tenggara (USAID,

2008).

Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama dalam

pengendalian TB karena dapat memutuskan rantai penularan. Pada 1994 WHO

meluncurkan strategi pengendalian TB untuk diimplementasikan secara

internasional, disebut DOTS (Direct Observed Treatment Short-course). Lima

elemen strategi DOTS sebagai berikut (WHO, 2009): (1) Komitmen politis yang

berkesinambungan; (2) Akses terhadap pemeriksaan mikroskopis dahak yang

berkualitas; (3) Kemoterapi standar jangka pendek untuk semua kasus TB dengan

manajemen kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; (4)

Keteraturan penyediaan obat yang dijamin kualitasnya; (5) Sistem pencatatan dan

pelaporan yang memungkinkan penilaian hasil pada semua pasien dan penilaian

kinerja keseluruhan program.

Strategi DOTS telah berhasil membantu tercapainya dua sasaran yang

dideklarasikan World Health Assembly (WHA) pada tahun 1991, yaitu deteksi

kasus baru BTA positif sebesar 70%, dan penyembuhan sebesar 85% dari kasus

pada tahun 2000 (WHO, 2009a). Meskipun demikian kecepatan kemajuan saat ini

diperkirakan tidak cukup untuk mencapai target penurunan prevalensi dan

mortalitas TB dari Millenium Development Goals (MDG) menjadi separoh pada

tahun 2015 (Dye et al., 2005). Karena itu diperlukan kontinuitas implementasi

125
strategi DOTS agar program itu dapat mencapai target dan bahkan meningkatkan

target indikator-indikator keberhasilan program hingga tahun 2015.

Pada 2006 WHO menetapkan strategi baru untuk menghentikan TB.

Strategi itu bertujuan untuk mengintensifkan penanggulangan TB, menjangkau

semua pasien, dan memastikan tercapainya target Millennium Development Goal

(MDG) pada tahun 2015. Strategi baru WHO ditetapkan berdasarkan pencapaian

DOTS, serta menjawab tantangan baru bagi keberhasilan penanggulangan TB.

Enam elemen strategi WHO untuk menghentikan TB untuk 2006-2015 (WHO,

2009): (1) Perluasan dan peningkatan DOTS berkualitas tinggi; (2) Mengatasi

TB/HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya; (3) Penguatan sistem kesehatan; (4)

Pelibatan semua pemberi pelayanan kesehatan; (5) Pemberdayaan pasien dan

komunitas; (6) Mendorong dan meningkatkan penelitian (WHO, 2009).

Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen yang

vital untuk menilai keberhasilan pelaksanan program penanggulangan TB.

Pemantauan yang dilakukan secara berkala dan kontinu berguna untuk mendeteksi

masalah secara dini dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, agar

dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Selain itu evaluasi berguna untuk

menilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya telah

tercapai pada akhir suatu periode waktu. Evaluasi dilakukan setelah suatu periode

waktu tertentu, biasanya setiap 6 bulan hingga 1 tahun.. Dalam mengukur

keberhasilan tersebut diperlukan indikator dan standar. Hasil evaluasi berguna

untuk kepentingan perencanaan program dan perbaikan kebijakan program

penanggulangan TB.

126
1.2 Tujuan

1.2.1 Mengevaluasi pencapaian tujuan dan target program DOTS Tuberkulosis

di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta tahun

2012.

1.2.2 Mengidentifikasi faktor yang menghambat dan faktor yang mendukung

program DOTS Tuberkulosis di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

(BBKPM) Surakarta.

1.2.3 Memberikan saran/ rekomendasi untuk perbaikan implementasi strategi

DOTS dan penelitian lanjutan.

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Instansi

Membantu instansi dalam menganalisis secara sederhana mengenai

rekapitulasi hasil pengobatan dan hasil pemeriksaan dahak pada akhir intensif

tahun 2012 sebagai wujud evaluasi dan upaya penemuan permasalahan.

1.3.2 Bagi Mahasiswa

Sebagai salah satu sarana menambah wawasan di dunia kerja sekaligus

menerapkan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.

1.3.3 Bagi Masyarakat

127
Sebagai salah satu sumber pustaka dan menambah wawasan mengenai

program pengendalian tuberkulosis dengan strategi DOTS (Directly Observed

Treatment Short-course) di balai besar kesehatan paru masyarakat (bbkpm)

surakarta.

128
BAB II

ANALISIS SITUASI

2.1 DOTS (Directly Observed Treatment Short-course)

DOTS adalah pengawasan langsung pengobatan jangka pendek, mulai

dengan keharusan setiap pengelola program Tuberkulosis untuk direct attention

dalam usaha menemukan penderita atau mendeteksi kasus dengan pemeriksaan

mikroskop; kemudian penderita harus di observed dalam memakan obatnya dan

setiap obat yang ditelan penderita harus di depan seorang pengawas; selain itu

tentunya penderita harus menerima treatment yang tertata dalam sistem

pengelolaan, distribusi dengan penyediaan obat yang cukup; kemudian setiap

penderita harus mendapat obat yang baik artinya pengobatan short-course standar

yang telah terbukti ampuh secara klinis.

Tujuan dari pelaksanaan DOTS adalah menjamin kesembuhan bagi

penderita, mencegah penularan, mencegah resistensi obat, mencegah putus

berobat dan segera mengatasi efek samping obat jika timbul, yang pada akhirnya

dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Tuberkulosis di dunia.

Strategi DOTS terdiri dari lima komponen, yaitu:

a. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana,

b. Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung,

c. Pengobatan dengan panduan obat OAT jangka pendek dengan pengawasan

langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO),

129
d. Kesinambungan persediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek

untuk pasien, dan

e. Pencatatan dan pelaporan yang baku untuk memudahkan pemantauan dan

evaluasi program TB.

Adapun indikator program TB untuk menilai kemajuan dan keberhasilan

pengendalian TB digunakan beberapa indikator. Indikator pengendalian TB secara

Nasioanal ada 2 yaitu: (1) Angka penemuan pasien baru TB BTA positif (Case

Detection Rate) dan (2) Angka keberhasilan pengobatan (Success Rate).

Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator Nasional

tersebut di atas, yaitu:

a. Angka penjaringan suspek,

b. Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara suspek yang diperiksa,

c. Proporsi pasien TB paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru,

d. Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien

e. Angka Notifikasi Kasus (CNR),

f. Angka Konversi,

g. Angka Kesembuhan, dan

h. Angka kesalahan laboratorium.

130
2.2 Hasil Analisis dan Pembahasan

2.2.1 Rekapitulasi Hasil Pengobatan TB di BBKPM Surakarta Tahun 2012

a. Hasil Pengobatan TB Paru BTA Positif

Gambar 6.1 Grafik Rekapitulasi Hasil Pengobatan pada TB Paru BTA Positif Surakarta Tahun 2012

Sembuh Lengkap DO Gagal Meninggal Pindah


TW 1 59 0 17 2 0 13
TW 2 46 0 4 0 3 17
TW 3 52 0 3 0 0 17
TW 4 44 3 5 3 1 4

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Dari rekapitulasi hasil pengobatan pada TB paru BTA positif tahun 2012 di

atas menunjukkan, pasien sembuh paling banyak pada triwulan pertama yaitu

sebanyak 59 orang, pasien dengan pengobatan lengkap paling banyak pada

triwulan keempat yaitu sebanyak 3 orang, pasien DO paling banyak pada triwulan

pertama yaitu sebanyak 17 orang, pasien gagal paling banyak pada triwulan

keempat yaitu sebanyak 3 orang, pasien meninggal paling banyak pada triwulan

kedua yaitu sebanyak 3 orang, dan pasien pindah paling banyak pada triwulan

kedua dan ketiga yaitu masing-masing sebanyak 17 orang.

Gambar 6.2 Grafik Prosentase Hasil Pengobatan pada TB Paru BTA Positif Tahun 2012

1% 17%
Sembuh
2% Lengkap
10% DO
1% 69% Gagal
Meninggal
Pindah

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Sedangkan bila dilihat dari prosentasenya, pada hasil pengobatan pasien TB

paru BTA positif tahun 2012 prosentase tertinggi dijumpai pada pasien yang

dinyatakan sembuh sebesar 69% (201 orang), diikuti dengan pasien pindah 17%

131
(51 orang), pasien DO 10% (29 orang), pasien gagal 2% (5 orang), pasien dengan

pengobatan lengkap 1% (3 orang), dan pasien meninggal sebesar 1% (4 orang).

b. Hasil Pengobatan TB Kambuh/Gagal

Gambar 6.3 Grafik Rekapitulasi Hasil Pengobatan pada TB Kambuh/Gagal Tahun 2012

Sembuh DO Gagal Meninggal Pindah


TW 1 7 3 0 0 4
TW 2 11 3 0 1 5
TW 3 8 1 1 0 2
TW 4 3 1 4 0 0

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Dari rekapitulasi hasil pengobatan pada TB kambuh/gagal tahun 2012 di

atas menunjukkan, pasien sembuh paling banyak pada triwulan kedua yaitu

sebanyak 11 orang, pasien DO paling banyak pada triwulan pertama dan kedua

yaitu masing-masing sebanyak 3 orang, pasien gagal paling banyak pada triwulan

keempat yaitu sebanyak 4 orang, pasien meninggal paling banyak pada triwulan

kedua yaitu sebanyak 1 orang, dan pasien pindah paling banyak pada triwulan

kedua yaitu sebanyak 5 orang.

Gambar 6.4 Grafik Prosentase Hasil Pengobatan pada TB Kambuh/Gagal Tahun 2012

20%
Sembuh
2%
DO
9% 54% Gagal

15% Meninggal
Pindah

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Sedangkan bila dilihat dari prosentasenya, pada hasil pengobatan pasien TB

kambuh/gagal tahun 2012 prosentase tertinggi dijumpai pada pasien yang

dinyatakan sembuh sebesar 54% (29 orang), diikuti dengan pasien pindah 20%

132
(11 orang), pasien DO 15% (8 orang), pasien gagal 9% (5 orang), dan pasien

meninggal sebesar 2% (1 orang).

c. Hasil Pengobatan TB Paru BTA Negatif

Gambar 6.5 Grafik Rekapitulasi Hasil Pengobatan pada TB Paru BTA Negatif Tahun 2012

Lengkap DO Gagal Meninggal Pindah


TW 1 31 13 0 2 10
TW 2 26 5 1 1 6
TW 3 35 0 0 2 29
TW 4 21 4 0 1 8

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Dari rekapitulasi hasil pengobatan pada TB paru BTA negatif tahun 2012 di

atas menunjukkan, pasien sembuh paling banyak pada triwulan ketiga yaitu

sebanyak 35 orang, pasien DO paling banyak pada triwulan pertama yaitu

sebanyak 13 orang, pasien gagal paling banyak pada triwulan kedua yaitu

sebanyak 1 orang, pasien meninggal paling banyak pada triwulan pertama dan

ketiga yaitu masing-masing sebanyak 2 orang, dan pasien pindah paling banyak

pada triwulan ketiga yaitu sebanyak 29 orang.

Gambar 6.6 Grafik Prosentase Hasil Pengobatan pada TB Paru BTA Negatif Tahun 2012

27% Lengkap
DO
58% Gagal
3%
1% Meninggal
11% Pindah

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Sedangkan bila dilihat dari prosentasenya, pada hasil pengobatan pasien TB

paru BTA negatif tahun 2012 prosentase tertinggi dijumpai pada pasien dengan

pengobatan lengkap sebesar 58% (113 orang), diikuti dengan pasien pindah 27%

(53 orang), pasien DO 11% (22 orang), pasien meninggal sebesar 3% (6 orang),

dan pasien gagal sebesar 1% (1 orang).

133
d. Hasil Pengobatan TB Ekstra Paru

Gambar 6.7 Grafik Rekapitulasi Hasil Pengobatan pada TB Ekstra Paru Tahun 2012

Lengkap DO Meninggal Pindah


TW 1 15 9 1 1
TW 2 30 9 0 2
TW 3 16 0 2 10
TW 4 17 1 0 3

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Dari rekapitulasi hasil pengobatan pada TB ekstra paru tahun 2012 di atas

menunjukkan, pasien dengan pengobatan lengkap paling banyak pada triwulan

kedua yaitu sebanyak 30 orang, pasien DO paling banyak pada triwulan pertama

dan kedua yaitu masing-masing sebanyak 9 orang, pasien meninggal paling

banyak pada triwulan ketiga yaitu sebanyak 2 orang, dan pasien pindah paling

banyak pada triwulan ketiga yaitu sebanyak 10 orang.

Gambar 6.8 Grafik Prosentase Hasil Pengobatan pada TB Ekstra Paru Tahun 2012

3% 14%

16% Lengkap
DO
67%
Meninggal
Pindah

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Sedangkan bila dilihat dari prosentasenya, pada hasil pengobatan pasien TB

ekstra paru tahun 2012 prosentase tertinggi dijumpai pada pasien dengan

pengobatan lengkap sebesar 67% (78 orang), diikuti dengan pasien DO 16% (19

orang), pasien pindah 14% (16 orang), dan pasien meninggal sebesar 3% (3

orang).

134
e. Hasil Pengobatan TB Anak

Gambar 6.9 Grafik Rekapitulasi Hasil Pengobatan pada TB Anak Surakarta Tahun 2012

Lengkap Pindah
TW 1 19 5
TW 2 35 3
TW 3 35 3
TW 4 30 1

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Dari rekapitulasi hasil pengobatan pada TB anak tahun 2012 di atas

menunjukkan, pasien dengan pengobatan lengkap paling banyak pada triwulan

kedua dan ketiga yaitu masing-masing sebanyak 35 orang, dan pasien pindah

paling banyak pada triwulan pertama yaitu sebanyak 5 orang.

Gambar 6.10 Grafik Prosentase Hasil Pengobatan pada TB Anak Tahun 2012

9%

91% Lengkap

Pindah

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Sedangkan bila dilihat dari prosentasenya, pada hasil pengobatan pasien TB

anak tahun 2012 prosentase didominasi oleh pasien dengan pengobatan lengkap

sebesar 91% (119 orang) dan pasien pindah hanya sebesar 9% (12 orang).

f. Hasil Pengobatan TB Ekstra Paru Anak

Gambar 6.11 Grafik Rekapitulasi Hasil Pengobatan pada TB Ekstra Paru Anak Tahun 2012

TW 1 TW 2 TW 3 TW 4
Lengkap 1 0 2 2
Pindah 1 0 0 0

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

135
Dari rekapitulasi hasil pengobatan pada TB ekstra paru tahun 2012 di atas

menunjukkan, pasien dengan pengobatan lengkap paling banyak pada triwulan

ketiga dan keempat yaitu masing-masing sebanyak 2 orang, dan pasien pindah

paling banyak pada triwulan pertama yaitu sebanyak 1 orang.

Gambar 6.12 Grafik Prosentase Hasil Pengobatan pada TB Ekstra Paru Anak Tahun 2012

17%

Lengkap
83% Pindah

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Sedangkan bila dilihat dari prosentasenya, pada hasil pengobatan pasien TB

ekstra paru anak tahun 2012 prosentase didominasi pada pasien dengan

pengobatan lengkap sebesar 83% (5 orang) dan pasien pindah hanya sebesar 17%

(1 orang).

2.2.2 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Dahak pada Akhir Intensif di BBKPM

Surakarta Tahun 2012

a. Data Konversi Pasien Baru BTA Positif

Gambar 6.13 Grafik Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Dahak pada Akhir Intensif Pasien Baru BTA Positif Tahun 2012

Jumlah yang Konversi Jumlah yang Tidak Konversi DO Pindah Meninggal


TW 1 65 19 2 5 0
TW 2 49 11 3 6 1
TW 3 52 6 1 12 0
TW 4 48 10 0 2 1

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Dari rekapitulasi hasil pemeriksaan dahak pada akhir intensif pasien baru

BTA positif tahun 2012 di atas menunjukkan, pasien yang konversi paling banyak

pada triwulan pertama yaitu sebanyak 65 orang, pasien yang tidak konversi paling

136
banyak pada triwulan pertama yaitu sebanyak 19 orang, pasien DO paling banyak

pada triwulan kedua yaitu sebanyak 3 orang, pasien pindah paling banyak pada

triwulan ketiga yaitu sebanyak 12 orang, dan pasien meninggal paling banyak

pada triwulan kedua dan keempat yaitu masing-masing sebanyak 1 orang.

Gambar 6.14 Grafik Prosentase Hasil Pemeriksaan Dahak pada Akhir Intensif Pasien Baru BTA Tahun 2012

8%
2% 1%

16% Jumlah yang Konversi


Jumlah yang Tidak Konversi
DO
73%
Pindah
Meninggal

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Sedangkan bila dilihat dari prosentasenya, pada hasil pemerikasaan dahak

pada akhir intensif pasien baru BTA positif tahun 2012 prosentase tertinggi

dijumpai pada pasien yang konversi sebesar 73% (214 orang), diikuti dengan

pasien yang tidak konversi sebesar 16% (46 orang), pasien pindah 8% (25 orang),

dan pasien DO sebesar 2% (6 orang).

b. Data Konversi Pasien Pengobatan Ulang

Gambar 6.15 Grafik Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Dahak pada Akhir Intensif Pasien Pengobatan Ulang
Tahun 2012

Jumlah yang Konversi Jumlah yang Tidak Konversi DO Pindah


TW 1 4 2 0 0
TW 2 5 1 1 3
TW 3 5 0 1 1
TW 4 5 0 0 0

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Dari rekapitulasi hasil pemeriksaan dahak pada akhir intensif pasien

pengobatan ulang tahun 2012 di atas menunjukkan, pasien yang konversi paling

banyak pada triwulan kedua, ketiga, dan keempat yaitu masing-masing sebanyak

5 orang, pasien yang tidak konversi paling banyak pada triwulan pertama yaitu

137
sebanyak 2 orang, pasien DO paling banyak pada triwulan kedua dan ketiga yaitu

sebanyak 1 orang, dan pasien pindah paling banyak pada triwulan kedua yaitu

sebanyak 3 orang.

Gambar 6.16 Grafik Prosentase Hasil Pemeriksaan Dahak pada Akhir Intensif Pasien Pengobatan Ulang
Tahun 2012

14%
7%
Jumlah yang Konversi
Jumlah yang Tidak Konversi
11%
DO
68% Pindah

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Sedangkan bila dilihat dari prosentasenya, pada hasil pemerikasaan dahak

pada akhir intensif pasien baru BTA positif tahun 2012 prosentase tertinggi

dijumpai pada pasien yang konversi sebesar 68% (19 orang), diikuti dengan

pasien pindah 14% (4 orang), pasien yang tidak konversi 11% (3 orang), dan

pasien DO sebesar 7% (2 orang).

2.2.3 Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif diantara Semua Pasien TB Paru

Tercatat/ Diobati

Adalah prosentase pasien Tuberkulosis paru BTA positif diantara semua

pasien Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas

penemuan pasien Tuberkulosis yang menular diantara seluruh pasien Tuberkulosis

paru yang diobati. Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini

jauh lebih rendah, itu berarti mutu diagnosis rendah dan kurang memberikan

prioritas untuk menemukan pasien yang menular (pasien BTA positif) (Pedoman

Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2011).

138
Gambar 6.17 Grafik Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif Tahun 2012

Proporsi, 53

TW 1 TW 2 TW 3 TW 4 Tahun 2012

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Dari data proporsi pasien TB paru BTA positif tahun 2012 di atas

menunjukkan, proporsi pasien di BBKPM Surakarta sebesar 53%, yaitu tidak

sesuai yang diharapkan (≥65%). Hal ini menunjukkan bahwa mutu diagnosis

rendah dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular

(pasien BTA positif). Proporsi pasien di tiap triwulan juga masih belum sesuai

yang diharapkan (≥65%), pada triwulan pertama sebesar 16%, triwulan kedua

14%, triwulan ketiga 13%,dan triwulan keempat 10%.

2.2.4 Proporsi Pasien TB Anak diantara Seluruh Pasien TB

Adalah prosentase pasien TB anak (<15 tahun) diantara seluruh pasien TB

tercatat. Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan

dalam mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 15%, bila terlalu besar

kemungkinan terjadi overdiagnosis (Pedoman Nasional Pengendalian

Tuberkulosis, 2011).

Gambar 6.18 Grafik Proporsi TB Anak Tahun 2012


Proporsi; 17
20

10

0
TW 1 TW 2 TW 3 TW 4 Tahun 2012

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Dari data proporsi pasien TB anak tahun 2012 di atas menunjukkan,

proporsi pasien di BBKPM Surakarta sebesar 17%, yaitu tidak sesuai yang

diharapkan (≤15%). Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi overdiagnosis.

Padahal proporsi pasien di tiap triwulan sudah menunjukkan seperti yang

139
diharapkan (≤15%), pada triwulan pertama sebesar 3%, triwulan kedua 5%,

triwulan ketiga 5%,dan triwulan keempat 4%.

2.2.5 Angka Konversi (Conversion Rate)

Angka konversi adalah prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang

mengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan

intensif. Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan

dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan

dengan benar. Angka konversi minimal yang harus dicapai adalah 80% (Pedoman

Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2011).

Gambar 6.19 Grafik Data Konversi pada Pasien Baru BTA Positif Tahun 2012

Hasil Konversi, 73

TW 1 TW 2 TW 3 TW 4 Tahun 2012

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Dari data konversi pada pasien baru BTA positif tahun 2012 di atas

menunjukkan, angka konversi di BBKPM Surakarta sebesar 73%, yaitu tidak

mencapai target minimal 80%. Angka konversi di tiap triwulan menunjukkan

bahwa belum ada yang mencapai angka konversi yang diharapkan, hasil konversi

pada triwulan pertama hanya sebesar 71%, triwulan kedua 70%, triwulan ketiga

73%,dan triwulan keempat 79%.

2.2.6 Angka Kesembuhan (Cure Rate)

Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru

TB paru BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara

pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Angka kesembuhan berguna untuk

140
mengetahui efektivitas OAT standar DOTS ketika diberikan kepada pasien TB di

suatu komunitas. Angka kesembuhan yang rendah merupakan indikator awal

kemungkinan kekebalan/ resistensi bakteri Tuberkulosis terhadap OAT standar,

sehingga perlu dilakukan surveilans kekebalan/ resistensi (Pedoman Nasional

Pengendalian Tuberkulosis, 2011).

Gambar 6.20 Grafik Data Kesembuhan pada Pasien TB Paru BTA Positif Tahun 2012

Hasil Kesembuhan, 69

TW 1 TW 2 TW 3 TW 4 Tahun 2012

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Dari data kesembuhan pada pasien TB paru BTA positif tahun 2012 di atas

menunjukkan, angka kesembuhan di BBKPM Surakarta sebesar 69%, yaitu tidak

mencapai target minimal 85%. Angka kesembuhan di tiap triwulan menunjukkan

bahwa belum ada yang mencapai angka kesembuhan yang diharapkan, hasil

kesembuhan pada triwulan pertama hanya sebesar 65%, triwulan kedua 66%,

triwulan ketiga 72%,dan triwulan keempat 73%.

Faktor penyebab rendahnya angka kesembuhan bisa dibagi dua pihak, yaitu

penyedia pelayanan dan pengguna pelayanan (pasien). Biasanya pasien TB dan

keluarga mendapat sejumlah faktor penghambat yang dapat mempengaruhi angka

kesembuhan:

a. Putus berobat karena merasa sudah enak.

b. Pengobatan tidak teratur karena berpindah-pindah tempat kerja.

c. Kebosanan minum obat.

d. Pasien kurang motivasi.

141
e. Efek samping obat (reaksi pada tubuh setelah minum obat).

f. Pasien yang pindah dengan tidak mengkonfirmasikan terlebih dahulu kepada

petugas dengan alasan tempat tinggal yang jauh dari BBKPM Surakarta.

Angka kesembuhan dihitung juga untuk pasien BTA positif pengobatan

ulang dengan tujuan:

a. Untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan kekebalan terhadap obat

terjadi di komunitas, hal ini harus dipastikan dengan surveilans kekebalan

obat.

b. Untuk mengambil keputusan program pada pengobatan menggunakan obat

baris kedua (second-line drugs).

c. Menunjukkan prevalens HIV, karena biasanya kasus pengobatan ulang terjadi

pada pasien dengan HIV.

Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85%, hasil pengobatan

lainnya tetap perlu diperhatikan, yaitu berapa pasien dengan hasil pengobatan

lengkap, meninggal, gagal, default, dan pindah.

a. Angka default tidak boleh lebih dari 10%, karena akan menghasilkan proporsi

kasus retreatment yang tinggi dimasa yang akan datang yang disebabkan

karena ketidak-efektifan dan pengendalian TB.

b. Menurunnya angka default karena peningkatan kualitas pengendalian TB

akan menurunkan proporsi kasus pengobatan ulang antara 10-20% dalam

beberapa tahun.

142
Sedangkan angka gagal untuk pasien baru BTA positif tidak boleh lebih dari

4% untuk daerah yang belum ada masalah resistensi obat, dan tidak boleh lebih

besar dari 10% untukdaerah yang sudah ada masalah resistensi obat.

2.2.7 Angka Keberhasilan Pengobatan

Angka keberhasilan pengobatan adalah angka yang menunjukkan prosentase

pasien baru TB paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang

sembuh maupun pengobatan lengkap) diantara pasien baru TB paru BTA positif

yang tercatat. Dengan demikian angka ini merupakan penjumlahan dari angka

kesembuhan dan angka pengobatan lengkap (Pedoman Nasional Pengendalian

Tuberkulosis, 2011).

Gambar 6.21 Grafik Data Keberhasilan Pengoabatan pada Pasien TB Paru BTA Positif Tahun 2012
Hasil Keberhasilan
Pengobatan, 70

TW 1 TW 2 TW 3 TW 4 Tahun 2012

Sumber: Hasil olah data sekunder BBKPM Surakarta

Dari data keberhasilan pengoabatan pada pasien TB paru BTA positif tahun

2012 di atas menunjukkan, angka kesembuhan di BBKPM Surakarta sebesar 70%,

yaitu tidak mencapai target minimal 85%. Angka keberhasilan pengobatan di tiap

triwulan menunjukkan bahwa belum ada yang mencapai angka kesembuhan yang

diharapkan, hasil keberhasilan pengoabatan pada triwulan pertama hanya sebesar

65%, triwulan kedua 66%, triwulan ketiga 72%,dan triwulan keempat 78%.

Adapun faktor pendukung yang dapat meningkatkan keberhasilan

pengobatan:

143
a. Dukungan anggota keluarga (istri, anak) dalam mengantar pasien ke BBKPM

Surakarta untuk pemeriksaan dan pengambilan obat, maupun pengawasan

pengobatan).

b. Tempat tinggal/ pekerjaan yang tetap mendukung kelangsungan pengobatan.

144
BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan

Program pengendalian TB dengan strategi DOTS telah berjalan di Balai

Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta. Tetapi pelaksanaan

program DOTS tersebut belum mencapai target yang diharapkan. Indikator

keberhasilan pengendalian TB tertentu, seperti penjaringan suspek, penemuan

kasus baru TB BTA positif (Case Detection Rate), dan kesalahan (Error Rate)

laboratorium tidak bisa dihitung karena tidak adanya data tentang jumlah

penduduk.

Angka konversi di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)

Surakarta tahun 2012 masih di bawah target 80% yaitu 73%, meskipun pada

triwulan keempat angka konversi hampir mendekati target yaitu 79%. Angka

kesembuhan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta

tahun 2012 juga masih di bawah target 85% yaitu 69%. Begitupun dengan angka

keberhasilan pengobatan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)

Surakarta tahun 2012 masih di bawah target 85% yaitu 70%. Salah satu penyebab

utama adalah putus berobat, keterlambatan berobat, dan ketidakefektifan

pengawasan menelan obat dalam memastikan keteraturan menelan obat.

145
3.2 Saran

Perlunya penguatan sistem dan peningkatan partisipasi semua tenaga

kesehatan, dengan membangun jejaring eskternal antara DKK sebagai regulator

dan UPK (RS, dokter umum, spesialis) sebagai penyedia pelayanan kesehatan,

ikatan profesi misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI), serta puskesmas sebagai

unit pelayanan primer. Perlu dibuat nota kesepakatan antara DKK dan para UPK.

Agar kerjasama dalam implementasi DOTS lebih mengikat, disarankan agar

mewajibkan dokter praktik swasta dan RS untuk memeriksa, mendiagnosis, dan

mengobati pasien TB dengan prosedur standar diagnosis dan penatalaksanaan

kasus TB sesuai dengan program DOTS, dengan cara mengaitkannya dengan

persyaratan izin praktik dan akreditasi RS. Terbentuknya jejaring eksternal, nota

kesepahaman, lisensi dan akreditasi yang mengikat RS dan para dokter penting

untuk memastikan bahwa mereka bersama dengan DKK dan puskesmas

(pelayanan primer) membantu keberhasilan strategi DOTS.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menekan jumlah pasien yang

DO (drop out), mangkir (default), dan gagal adalah dengan “wisuda TB”. Wisuda

diberikan kepada pasien TB yang dinyatakan sembuh total setelah melakukan

pengobatan. Wisuda ini merupakan salah satu wujud penghargaan atau “reward”

atas kegigihan pasien menjalani pengobatan.

146
BAB III

IDENTIFIKASI MASALAH

3.1 Identifikasi Permasalahan

Berikut ini merupakan kumpulan permasalahan yang teridentifikasi selama

proses magang:

Tabel 1. Identifikasi Permasalahan

Tempat/ Tanggal Permasalahan Simbol

Klinik Berhenti Merokok Butir form rekam konseling yang kurang bisa menggali informasi lebih A

dalam mengenai kebiasaan merokok pasien.

16-19 Juli 2013 Kurangnya upaya follow up terhadap klien. B

Kurangnya upaya penjaringan klien. C

Konseling Asma Satu klien konseling yang berganti-ganti konselor pada kunjungan lanjutan. D

20-24 Juli 2013 Lemahnya upaya follow up. E

Tidak semua klien mengisi ACT. F

Konseling Gizi TB Banyak butir rekam konseling yang kosong/ tidak diisi G

25-29 Juli 2013

Konseling TB Tidak ditemukan adanya masalah.

31 Juli-3 Agustus 2013

Klinik PITC Penempatan meja dan kursi terlalu formal untuk proses konseling, H

12, 15-16 Agustus 2013 Penundaan pasien yang datang pada siang hari. I

ARV (Anti Retroviral) belum tersedia di klinik PITC BBKPM Surakarta J

sehingga upaya follow up terhadap klien dengan status HIV (+) tidak

maksimal.

Klinik DOTS Tidak ditemukan adanya masalah

13-14 Agustus 2013

147
3.2 Prioritas Masalah

Metode yang digunakan adalah Metode Hanlon (Kuantitatif), dilakukan

dengan yaitu memberikan skor atas serangkaian kriteria sebagai berikut:

Tabel 2. Kriteria pada Metode Hanlon

Kriteria Penjelasan

A Yaitu prosentase atau jumlah atau kelompok penduduk yang terkena masalah serta

(Besar Masalah) keterlibatan masyarakat dan instansi terkait.Skor 0-5 (kecil-besar).

B Yaitu tingginya angka morbiditas dan mortalitas,kecenderungannya dari waktu ke

Kegawatan masalah waktu. Skor 0-5 (tidak gawat - sangat gawat).

C Dilihat dari perbandingan antara perkiraan hasil atau manfaat penyelesaian

Efektifitas atau kemudahan masalah yang akan diperoleh dengan sumber daya (biaya, sarana dan cara) untuk

penanggulangan masalah menyelesaikan masalah. Skor 0-5 (sulit – mudah).

D = PEARL Berbagai pertimbangan dalam kemungkinan pemecahan masalah. Skor 0 = tidak

dan 1 = ya

a. P (Propriatness),

yaitu kesesuaian masalah dengan prioritas

berbagai kebijaksanaan/program/kegiatan instansi/organisasi terkait. Apakah

masalah tersebut berada pada lingkup keseluruhan misi kita?

b. E (Economic feasibility),

yaitu kelayakan dari segi pembiayaan. Apakah dengan menangani masalah

tersebut akan bermakna dan member arti secara ekonomis? Apakah ada

konsekuensi ekonomi

c. A (Acceptability),

yaitu situasi penerimaan masyarakat dan instansi terkait/instansi lainnya.

Apakah dapat diterima oleh masyarakat dan atau target populasi?

d. R (Resource availability),

yaitu ketersediaan sumber daya untuk memecahkan masalah (tenaga, sarana/

peralatan, waktu). Apakah tersedia sumberdaya untuk mengatasi?

e. L (Legality),

yaitu dukungan aspek hukum/ perundangan-undangan/ peraturan terkait

seperti peraturan pemerintah/ juklak/ juknis/ protap. Apakah hokum yang ada

sekarang memungkinkan masalah untuk diatasi?

148
Berikut ini merupakan hasil skoring terhadap permasalahan yang teridentifikasi

selama proses magang:

Tabel 3. Hasil skoring prioritas masalah

Kriteria dan Bobot


Daftar D (PEARL) Prioritas
No maksimum NPT
Masalah Masalah
A B C NPD P E A R L

1 A 4 3 3 21 1 1 1 1 1 21 II

2 B 2 3 2 10 1 1 1 1 1 10 III

3 C 2 4 4 24 1 1 1 1 1 24 I

4 D 1 2 3 9 1 1 1 1 1 9 IV

5 E 2 3 2 10 1 1 1 1 1 10 III

6 F 3 4 3 21 1 1 1 1 1 21 II

7 G 3 2 2 10 1 0 1 1 1 0

8 H 1 2 3 9 1 0 1 1 1 0

9 I 4 4 4 32 1 1 1 0 0 0

10 J 3 2 4 20 1 1 1 0 1 0

149
BAB IV

PENYELESAIAN MASALAH

4.1 Alternatif Pemecahan Masalah

Berikut ini merupakan alternatif pemecahan masalah:

Tabel 4. Alternatif pemecahan masalah

Permasalahan Pemecahan Masalah

C Kurangnya upaya penjaringan a. Melalui rekaman suara (spot radio) promosi Klinik Berhenti

klien. Merokok (KBM)

b. Penyelenggaraan “Wisuda Berhenti Merokok”

A Butir form rekam konseling a. Penambahan point pada daftar Form Rekam Konseling (RK).

yang kurang bisa menggali Penambahan ini dilakukan guna menggali lebih dalam informasi

informasi lebih dalam konsele.

mengenai kebiasaan merokok - Asal poli, dokter yang merujuk/ pengirim dan penyakit yang

pasien. diderita (jika pasien melakukan kunjungan berdasarkan

rujukan dokter).

- Dokter yang merujuk/ mengirim.

- Status perkawinan

b. Kapan, dimana, dan bagaimana (when, where, how) kebiasaan

merokok biasanya klien lakukan.

F Tidak semua klien mengisi Pendistribusian ACT yang lebih merata

ACT.

B Kurangnya upaya follow up a. Upaya follow up melalui pembangunan kerjasama dengan

terhadap klien. puskesmas yang berada di wilayah tempat tinggal konsele untuk

membantu dalam memantau perkembangan konsele.

b. Pemantauan kebiasaan merokok kien melalui Kartu Menuju Sehat

Tanpa Rokok (KMS-TR).

E Lemahnya upaya follow up. Diberikan Kartu Kontrol Asma kepada klien.

150
4.2 Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah

Tabel 5. Prioritas Pemecahan Masalah

No Masalah Alternatif Pemecahan masalah 1 2 3 4 Total Prioritas

Melalui rekaman suara (spot radio) promosi Klinik Berhenti


1. Kurangnya upaya penjaringan klien. 8 7 8 8 31 IV
Merokok (KBM)

Penyelenggaraan “Wisuda Berhenti Merokok” 6 4 5 2 17 VI

2. Butir form rekam konseling yang kurang Penambahan point pada daftar Form Rekam Konseling. 9 8 8 7 32 III

3. Tidak semua klien mengisi ACT. Pendistribusian ACT yang merata 8 7 8 9 32 III

Upaya follow up melalui pembangunan kerjasama dengan

4. Kurangnya upaya follow up terhadap klien. puskesmas yang berada di wilayah tempat tinggal konsele 8 6 5 5 24 V

untuk membantu dalam memantau perkembangan konsele.

Pemantauan kebiasaan merokok kien melalui Kartu


8 8 8 9 33 II
Menuju Sehat Tanpa Rokok (KMS-TR).

5. Lemahnya upaya follow up. Diberikan Kartu Kendali Asma kepada klien. 8 9 9 8 34 I

Keterangan:

1 = Dibutuhkan 2 = Mendesak 3 = Mampu dilaksanakan 4 = Murah (ekonomis)

Nilai Peringkat Mendesak

10 5 1

Mendesak Cukup Kurang Mendesak

151
4.3 Intervensi
Berikut merupakan rencana intervensi berdasarkan hasil prioritas
alternating pemecahan masalah , yang meliputi langkah-langkah yaitu: (1)
Perencanaan, (2) Pelaksanaan, dan (3) Evaluasi.

Tabel 6. Rencana Intervensi


Pemecahan Masalah Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi
Spot Radio Pembuatan spot radio Spot radio diputar secara Evaluasi dilakukan dengan
tentang informasi adanya berkala di sela-sela waktu melihat ada atau tidaknya
KBM di BBKPM Suakarta operasional, misal pada pagi peningkatan kunjungan baru
dalam bentuk rekaman. hari ketika pasien sudah di KBM BBKPM Surakarta.
mulai mendaftarkan diri,
sebelum pelayanan
kesehatan di BBKPM
dimulai.
Rekam Konseling Pembuatan dan pencetakan Rekam konseling diisi oleh Evaluasi dilakukan dengan
rekam konseling KBM. konselor selengkap melihat sejauh mana
mungkin, sebanyak penambahan butir konseling
informasi yang dapat digali dapat menggali informasi
dari klien. yang mendalam tentang
kebiasaan merokok klien.
ACT Pembuatan dan pencetakan Memberikan ACT kepada Evaluasi dilakukan dengan
formulir ACT klien untuk diisi pada saat melihat apakah semua klien
itu juga dengan didampingi telah mengisi formulir ACT
oleh konselor. yang kemudian akan
bermanfaat dalam upaya
kontrol terhadap status
asma klien.
Kartu Kendali Pembuatan dan pencetakan Memberikan kartu kendali Evaluasi dilakukan dengan
Rokok kartu kendali rokok. rokok kepada setiap klien melihat ada tidaknya
konseling KBM untuk diisi peningkatan terhadap
setiap harinya. kunjungan ke-2 dan
seterusnya pada klien
konseling KBM.
Kartu Kendali Pembuatan dan pencetakan Memberikan kartu kendali Evaluasi dilakukan dengan
Asma kartu kendali asma. asma kepada setiap klien melihat ada tidaknya
konseling asma untuk diisi peningkatan terhadap
setiap harinya baik oleh kunjungan ke-2 dan
dirinya sediri maupun oleh seterusnya pada klien
pendamping konseling. konseling asma.

152
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan temuan magang kami, maka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. TB Paru masih merupakan masalah di negara berkembang, bahkan di negara

maju masalah ini kembali muncul dengan adanya HIV-AIDS.

2. Jenis pelayanan konseling yang ada di BBKPM Surakarta dalam penanganan

TB Paru adalah sebagai berikut:

a. Klinik Berhenti Merokok (KBM) BBKPM Surakarta adalah klinik

unggulan yang seharusnya diberikan perhatian khusus. Hal tersebut

berkaitan dengan kebiasaan merokok adalah salah satu faktor risiko yang

cukup besar pengaruhnya terhadap kejadian penyakit saluran pernapasan

dan penyakit degeneratif lainnya.

b. Konseling asma merupakan konseling yang ditujukan untuk membantu

penyandang asma untuk mengenali faktor pencetus serta penatalaksanaan

dalam mengontrol penyakitnya. Selain itu, konseling asma juga bertujuan

meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma

dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-

hari. Konseling asma yang terdapat di BBKPM Surakarta meliputi

Konseling Asma Dewasa dan Konseling Asma Anak.

153
c. Konseling gizi adalah suatu bentuk pendekatan yang digunakan dalam

asuhan gizi untuk menolong individu dan keluarga memperoleh

pengertian yang lebih baik tentang dirinya sendiri dan permasalahan yang

dihadapi. Konseling gizi bertujuan untuk membantu klien dalam upaya

merubah perilaku yang berkaitan dengan gizi sehingga meningkatkan

status gizi da kesehatan klien.

d. Konseling TB adalah suatu proses komunikasi dua arah antara konselor

dan penderita (konsele) untuk membantu konsele mengetahui dan

memahami kepatuhan terapi pada penderita TB.

e. PITC (Provider Initiated HIV Testing and Counseling) adalah suatu tes

HIV dan konseling yang diprakarsai oleh petugas kesehatan kepada

pengunjung sarana layanan kesehatan sebagai bagian dari standar

pelayanan medis. Tujuan utama dari PITC ini adalah untuk membuat

keputusan klinis dan/atau menentukan pelayanan medis khusus yang

tidak mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui status HIV seseorang.

Adanya klinik PITC di BBKPM Surakarta ini bertujuan untuk

menanggulangi pasien dengan kolaborasi TB dan HIV.

f. DOTS adalah pengawasan langsung pengobatan jangka pendek. Tujuan

dari pelaksanaan DOTS adalah menjamin kesembuhan bagi penderita,

mencegah penularan, mencegah resistensi obat, mencegah putus berobat

dan segera mengatasi efek samping obat jika timbul, yang pada akhirnya

dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Tuberkulosis di

dunia.

154
5.2 Saran

1. Upaya follow up yang masih lemah seharusnya segera dicari solusi terbaik

sebagai usaha pemantauan sejauh mana kinerja disetiap Klinik Konseling,

misalnya melalui pembangunan kerjasama dengan puskesmas yang berada

di wilayah tempat tinggal klien untuk membantu dalam memantau

perkembangan klien.

2. Banyaknya butir rekam konseling yang kosong/ tidak diisi seharusnya

menjadi perhatian khusus bagi para konselor guna meminimalisir tingkat

missingnya pendataan. Sebaiknya para konselor terlebih dahulu memastikan

rekam konseling terisi seluruhnya sebelum proses konseling berakhir.

155
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y. 2002. Rokok dan Tuberkulosis Paru. Tersedia dai URL :

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0304/16/ilpeng/259139.htm.

Atmoko, Widi. 2009. Hubungan Usia, jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan dan

Indeks Massa Tubuh dengan Tingkat Kontrol Asma pada Poliklinik

Asma Rumah Sakit Persahabatan. Skripsi. Fakultas Kedokteran.

Universitas Indonesia.

Cornelia, dkk. 2010. Penuntun Konseling Gizi. Abadi Publishing dan Printing:

Jakarta

Data Sekunder Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Dahak pada Akhir Intensif

BBKPM Surakarta tahun 2012.

Data Sekunder Rekapitulasi Hasil Pengobatan TB BBKPM Surakarta Tahun 2012

(TB 03). Klinik DOTS.

Departeman Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma Dirjen

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Laporan Nasional: Riset Kesehatan Dasar .

Badan Penelitian dan Pengembangan

Depkes. 2010. Pedoman Nasional PengendalianTuberkulosis. Jakarta: Depkes RI.

Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). EGC.

http://www.anthyrahasiahati.blogspot.com/2010/08/pengaruh-asupan-gizi-

terhadap-penyakit.html diakses pada 16 Agustus 2013 pukul 09.30 WIB.

156
Lina, dkk. 2007. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian

Tuberkulosis pada Anak di Kota Tasikmalaya (Studi di Puskesmas

Cigeureung, Cipedes, Bantarsari Kota Tasikmalaya). Skripsi, Universitas

Padjajaran.

Madanijah, Siti dkk. 2007. Hubungan antara Status Gizimasa Lalu Anak dan

Partisipasi Ibu di Posyandu dengan Kejadian Tuberkulosis pada Murid

Taman Kanak-Kanak. Siti Madanijah, dkk. Jurnal Gizi dan Pangan, Maret

2007 2 (1): 29-41

Mayo Foundation for Medical Education and Research, 2008. HIV/AIDS.

Diperoleh dari : http://www.mayoclinic.com/health/

Purwaningtyas, Windar. 2009, Status Gizi Anak Tuberkulosis Paru Balai

Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Semarang, Skripsi, Prodi Ilmu Gizi

(S1) Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro.

Ratnawati, Ni Luh Yuni. 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status

Gizi pada Pasien Tuberkulosis Paru Rawat Jalan (Studi di RSU dr. Soeselo

dan Puskesmas Slawi Kabupaten Tegal, Jawa Tengah), Skripsi. Universitas

Diponegoro.

Rusmini, 2009. Hubungan Status Gizi dengan Kecepatan Penyembuhan Luka

Operasi pada Anak di Instalasi Rawat Inap A BLU RSU Prof. dr. I. D

Kandou Manado. Skripsi, Universitas Sumatra Utara.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan &Pemberantasannya.

Jakarta : Erlangga.

157
World Health Organization. 2002. Operational Guide for National Tuberculosis

Control Programmes on The Introduction and Use of Fixed Dose

Combination Drugs. Geneva : Departement Kesehatan Republik Indonesia.

Zein, Umar, dkk., 2006. 100 Pertanyaan Seputar HIV/AIDS Yang Perlu Anda

Ketahui. Medan: USU press; 1-44.

158
Lampiran

Lampiran 1. Persetujuan Magang dari BBKPM Surakarta

159
Lampiran 2. Pengantar Magang dari Jurusan IKM FIK UNNES

160
Lampiran 3. Jadwal Kegiatan Magang di BBKPM Surakarta

161
Lampiran 4. Presensi Kehadiran Mahasiswa Magang di BBKPM Surakarta

162
Lampiran 6. Undangan Presentasi Hasil Magang di BBKPM Surakarta

163
Lampiran 1.1 Rekam Konseling KBM yang saat ini digunakan

164
Lampiran 1.2 Rekam Konseling KBM yang diusulkan oleh mahasiswa Magang

Lampiran 1.3 Kartu Menuju Sehat Tanpa Rokok (KMS-TR)

Lampiran 2.1 Kartu Kontrol Asma (KKA)

165
Lampiran 5.1 Rencana Tata Ruang Klinik PITC

 Tata Ruang Klinik PITC BBKPM Surakarta Sekarang

BERKAS
ALMARI
MEJA KOMPUTER

KONSELOR

MEJA KONSELING

KLIEN

MEJA MANAJER
KASUS
KASUR PERIKSA

PINTU

 Rencana Tata Ruang Klinik PITC BBKPM Surakarta


ALMARI
BERKAS

KLIEN
KASUR PERIKSA

KONSELOR
TIRAI
TIRAI

MEJA MANAJER
MEJA KOMPUTER

KASUS

PINTU

166
Perubahan Posisi Konselor dan Klien

 Sebelum Dilakukan Test Darah

KONSELOR

KLIEN
TIRAI
KONSELOR

 Sesudah Dilakukan Test Darah/ Saat Pembacaan Hasil Test

KLIEN

KONSEL
OR
TIRAI

KONSELOR

167
Lampiran 6.1 Klinik TB-DOTS
Lampiran 3.1 Konselor mengukur

BB/ TB klien sebelum konseling

berlangsung

Lampiran 6.2 Pemeriksaan tekanan

darah oleh asisten perawat di ruang

periksa

Lampiran 3.2 Proses Konseling Gizi

TB-Anak

Lampiran 6.3 Penyinaran ruang

klinik TB setiap pagi sebelum

pelayanan dilaksanankan

168

Anda mungkin juga menyukai