Anda di halaman 1dari 21

MODUL 1

SPEKTRUM KMnO4 & K2Cr2O7


DAN
PENENTUAN KONSENTRASI
CAMPURAN
I. Tujuan :
Menentukan panjang gelombang (λ) KMnO4 dan K2Cr2O7, kurva standard larutan
KMnO4 dan K2Cr2O7 dan menentukan konsentrasi KMnO4 dan K2Cr2O7 dalam
campuran. menggunakan spektrofotometer visible (sinar tampak).

II. Dasar Teori :

Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang


memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm) dan
sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer.
Spektrofotometri UV-Vis banyak digunakan untuk analisis kuantitatif. Absorbansi (A)
suatu senyawa berbanding lurus dengan konsentrasinya.
A=εbC
di mana ε : absoptivitas molar
b : tebal kuvet
C : konsentrasi sampel
Penentuan konsentrasi unknown sample dapat dilakukan dengan cara membandingkan
konsentrasi dan absorbansi dari single standard, namun akan lebih valid jika
menggunakan deret standard.

Suatu senyawa pada umumnya memiliki serapan maksimum pada λ tertentu dan
serapan yang bervariasi pada berbagai panjang gelombang. Dalam suatu sample yang
mengandung beberapa senyawa, keberadaan senyawa lain tidak dapat diabaikan
dalam suatu pengukuran. KMnO4 dan K2Cr2O7 jika berada pada dalam satu sample
maka spectrum yang dihasilkan akan tumpang tindih. Absorbansi yang dihasilkan
pada λ KMnO4 sedikit banyak juga melibatkan absorbansi yang dihasilkan karena
keberadaan K2Cr2O7, begitu pula sebaliknya. Konsentrasi keduanya dalam suatu
campuran hanya dapat dihitung jika ε masing-masing senyawa pada kedua λ telah
diketahui.

III. Metodologi Percobaan :


III.1. Alat yang digunakan
1. Spektrofotometer UV-Vis
2. Kuvet
3. Tabung reaksi
4. Pipet ukur
5. Labu Takar
6. Beaker Glass

III.2. Bahan yang digunakan


1. Stok KMnO4 0.001 M
2. Stok K2Cr2O7 0.01 M
3. Akuades

III.3. Cara Kerja


1. Pembuatan deret standard
• Buat larutan KMnO4 dan K2Cr2O7 dengan cara memipet 0.25, 0.50, 0.75,
1.00, 1.50, dan 2.00 mL, kemudian pindahkan ke tabung reaksi.
• Tambahkan akuades hingga volume totalnya 10 mL

2. Penentuan λ maksimum
a. Siapkan masing-masing salah satu larutan KMnO4 dan K2Cr2O7
b. Ukur absorbansi masing-masing pada rentang λ mulai dari 390 hingga 600 nm
dengan interval 10 nm. Khusus pada 400-440 nm gunakan interval 5 nm untuk
K2Cr2O7
c. Tentukan λ maksimum masing-masing senyawa
3. Pembuatan kurva standard
a. ukur absorbansi deret larutan KMnO4 pada λ maksimum KMnO4 dimulai dari
konsentrasi terkecil. Buat kurva standardnya, konsentrasi pada sumbu X dan
absorbansi pada sumbu Y. Tentukan persamaan regresi liniernya
b. Lakukan hal yang sama untuk larutan KMnO4 pada λ maksimum K2Cr2O7
c. ukur absorbansi deret larutan K2Cr2O7 pada λ maksimum K2Cr2O7 dimulai dari
konsentrasi terkecil. Buat kurva standardnya, konsentrasi pada sumbu X dan
absorbansi pada sumbu Y. Tentukan persamaan regresi liniernya
d. Lakukan hal yang sama untuk larutan K2Cr2O7 pada λ maksimum KMnO4

4. Penentuan konsentrasi KMnO4 dan K2Cr2O7 dalam campuran


a. Ukur absorbansi sampel pada kedua λ maksimum
b. Hitung Molaritas masing-masing senyawa dengan metode substitusi atau
eliminasi.
c. Nyatakan konsentrasinya dalam ppm
MODUL II
ADSORPSI ISOTERMIS
I. Tujuan percobaan
1. Menentukan adsorpsi isotermis menurut Frendlich pada proses adsorpsi asam
asetat menggunakan karbon aktif

II. Landasan Teori


Peristiwa adsorpsi merupakan suatu fenomena permukaan, yaitu terjadinya
penambahan konsentrasi komponen tertentu pada permukaan antara dua fase.
Adsorpsi dapat dibedakan menjadi adsorpsi fisis (Physical Adsorpsion) dan
adsorpsi kimia (Chemical Adsorpsion). Secara umum adsorpsi mempunyai gaya
intermolekul yang relatif lemah sedangkan pada adsorpsi kimia terjadi
pembentukan ikatan kimia antara molekul adsorbat dengan suatu molekul terikat
pada permukaan adsorben (Kundari dan Wiyunita. 2008)
Adsorpsi adalah pengambilan komponen dari gas atau cairan dengan
penyerapan oleh suatu padatan. Pada penyerapan zat yang diserap menempel pada
permukaan padatan tidak sampai dalam padatan. Kapasitas adsorpsi ini biasanya
kecil, tetapi mampu dan mengambil komponen-komponen yang jumlahnya sangat
kecil dari (traces) dari gas atau cairan. Ikatan adsorpsi bisa berupa ikatan fisis atau
ikatan kimia. Proses ion-exchange dapat maupun digolongkan pula kedalam
adsorpsi kimiawi. Pada adsorpsi menyerap permukaan pori-pori padatan. Oleh
karena itu, dalam adsorpsi itu terjadi proses perpindahan massa dan menyerap di
permukaannya (fisis atau kimia). Langkah-langkah yang terjadi pada adorpsi
menggunakan adsorben padatan pori-pori adalah perpindahan zat dari cairan atau
gas ke permukaan luar butir adsorben, perpindahan massa zat (difusi) dari
permukaan padatan ke bagian dalam padatan melewati cairan/gas dalam pori ke
permukaan dinding pori dan menyerap pada permukaan pori (Sediawan. 2000).
Adsorpsi merupakan penarikan atau pelekatan molekul suatu benda ke
permukaan benda lain, tanpa perubahan kimiawi. Atom atau molekul zat, tersebut
terkonsentrasikan pada bidang pemisah: gas-padat, cair-padat, gas-cair, cair-cair,
dan padat-padat. Semua proses adsorpsi ini disertai fase penurunan free energy dan
entrophy. Sehingga proses tersebut bersifat eksotermis. Kebalikan desorpsi adalah
sifat endotermis. Adsorpsi ini dibagi atas 2 macam: 1) Adsorpsi fisik atau Adsorpsi
Waals. 2) Adsorpsi kimia atau Adsorpsi yang diaktifkan. Beberapa zat padat
tertentu (misal: arang aktif) sangat mudah mengadsorpsi gas. Butir-butir larutan
koloid dapat mengadsorpsi pelarut. Adsorpsi dipakai untuk menghilangkan warna
dalam larutan, dalam penelitian gas. Pada hidrogenasi minyak dan dalam
pemotretan. Pada suhu tetap jumlah molekul dapat diadsorpsi pada suatu
permukaan bergantung kepada tekanan (jika gas) dan konsentrasi (jika larutan).
Hubungan antara banyaknya zat yang diadsorpsi dengan suhu dan konsentrasi
dapat diberikan secara grafik yang dikenal sebagai isoterm adsorpsi (Shadily.
1973:16-17).
Adsorpsi zat terlarut (dari suatu larutan) pada padatan adsorben merupakan
hal yang penting. Aplikasi penggunaan prinsip ini antara lain penghilangan warna
larutan (decolorizing) dengan menggunakan batu apung (charcoal) dan proses
pemisahan dengan menggunakan teknik kromatografi. Pendekatan isoterm adsorpsi
yang cukup memuaskan dijelaskan oleh H. Freundlich. Menurut Freundlich, jika y
adalah berat zat terlarut per gram adsorben dan c adalah konsentrasi zat terlarut
dalam larutan. Dari konsep tersebut dapat diturunkan persamaan sebagai berikut

di mana:
Xm = berat zat yang diadsorpsi
m = berat adsorben
C = konsentrasi zat

Kemudian k dan n adalah konstanta adsorpsi yang nilainya bergantung pada


jenis adsorben dan suhu adsorpsi. Bila dibuat kurva log (Xm/m) terhadap log C
akan diperoleh persamaan linear dengan intersep log k dan kemiringan 1/n,
sehingga nilai k dan n dapat dihitung.

III. Alat dan Bahan


A. Alat
1. Neraca Analitik
2. Spatula
3. Erlenmeyer 250 ml
4. Gelas Ukur 50 ml
5. Termometer
6. Pipet Tetes
7. Buret 50 ml
8. Statif
9. Klem
10. Beaker Glass 250 ml
11. Corong
12. Botol Pencuci
13. Magnetic Stirrer

B. Bahan
1. Asam asetat (CH3COOH) 0,05 M, 0,10 M, 0,15 M, 0,20 M.
2. Karbon aktif
3. Natrium hidroksida (NaOH)
4. Fenolftalein
5. Kertas saring
6. Akuades
7. Label

IV. Prosedur Kerja


1. Lakukan standardisasi terhadap asam asetat 0,05 M, 0,10 M, 0,15 M, 0,20 M,
dengan cara titrasi menggunakan NaOH 0,1 M terhadap 10 mL asam asetat di labu
Erlenmeyer. Catat konsentrasi asam asetat hasil standardisasi.
2. Siapkan 4 labu Erlenmeyer, masukkan masing 1 gram karbon aktif, lalu
tambahkan asam asetat dengan 4 variasi konsentrasi seperti poin.1, dengan volume
35 mL
3. Erlenmeyer tersebut ditutup, diaduk menggunakan magnetic stirrer masing-
masing selama 30 menit.
4. Suhu larutan dijaga agar tidak terjadi perubahan suhu tinggi
5. Larutan disaring dengan kertas saring yang kering
6. Filtrat sebanyak 10 mL disiapkan untuk titrasi. Tambahkan akuades secukupnya
jika perlu (penambahan akuades tidak mengakibatkan perubahan jumlah mol).
7. Masing-masing filtrat ditambah dengan 3 tetes fenolftalein sebelum dititrasi
8. Masing-masing filtrat dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 M.
9. Tentukan Molaritas asam asetat setelah adsorpsi
Tabel Data dan Perhitungan

Massa
M setelah Massa teradsorpsi
M awal M
adsorpsi teradsorpsi per gram log (X/m) log C
CH3COOH teradsorpsi (X) karbon aktif
(C)
(X/m)

1. Buat kurva adsorpsi isoterm Freundlich, log C pada sumbu X dan log (X/m) pada sumbu
Y.
2. Tentukan nilai k dan n !
MODUL III
KELARUTAN GULA
DAN GARAM
I. Tujuan
Mempelajari pengaruh suhu terhadap kelarutan gula dan garam dalam air.

II. Teori
Campuran homogen adalah campuran yang membentuk satu fasa, yaitu yang
memiliki sifat dan komposisi sama antara satu bagian dengan bagian lainnya. Campuran
homogeny lebih dikenal dengan istilah larutan (solution). Pada umumnya larutan
mempunyai salah satu komponen yang besar jumlahnya. Misalnya, 1 gram gula
dicampur dengan 100 mililiter air membentuk larutan gula.
Walaupun suatu zat bisa larut dalam pelarut cair, tetapi jumlah yang dapat larut
selalu terbatas. batas tersebut dikenal dengan istilah kelarutan. Kelarutan didefinisikan
sebagai jumlah maksimum zat terlarut yang akan larut dalam jumlah pelarut tertentu
pada suhu tertentu. Kelarutan garam adalah salah satu dari banyak sifat fisik yang
bergantung pada suhu. Grafik 3.1 mengilustrasikan kelarutan garam meningkat pada
suhu yang lebih tinggi. Kelarutan suatu zat akan naik jika suhu dinaikkan karena
umumnya proses pelarutan bersifat endotermik.

Biasanya, kelarutan dicatat sebagai gram zat terlarut per 100 g pelarut. Misalnya,
kelarutan NaCl dalam air pada 20 °C adalah 36 gram per 100 g air. Jika Anda mencoba
untuk melarutkan 40 gram NaCl dalam 100 mL air, 36 gram akan larut untuk
membentuk larutan jenuh dan sisanya 4 gram akan mengendap di bagian bawah wadah.

III. Alat dan Bahan


A. Alat
1. Gelas piala
2. Termometer
3. Spatula
4. Magnetic stirrer
5. Neraca analitik
6. Gelas ukur
7. Kaca arloji

B. Bahan (disiapkan oleh masing-masing kelompok)


1. Gula pasir (250 g)
2. Garam dapur (100 gram)

IV. Prosedur Percobaan


Kelarutan Gula
1. Siapkan sampel gula. Siapkan 10 mL air es dalam gelas piala, ukur suhunya.
Masukkan 2 gram gula, kemudian aduk dengan magnetic stirrer hingga larut. Jika
masih larut, masukkan 2 gram gula. Jika masih larut, masukkan lagi 2 gram gula
berikutnya, dst. Catat massa maksimum yang dapat larut.
2. Siapkan 10 mL air dengan suhu ruang (sekitar 25 oC) dalam gelas piala. Masukkan
pertama 8 gram gula, lalu aduk. Jika larut, tambahkan 2 gram gula. Jika masih larut,
masukkan 2 gram gula, dst. Catat massa maksimum yang dapat larut.
3. Jika dengan massa tertentu gula tidak larut pada prosedur no.2, naikkan suhu pada
kisaran 35 oC dalam gelas piala dan lanjutkan pengadukan. Jika semua gula sudah
larut, tambahkan 2 gram gula. Jika masih larut, masukkan 2 gram gula lagi, dst. Catat
kembali massa maksimum yang dapat larut.
4. Jika dengan massa tertentu gula tidak larut pada prosedur no.3, naikkan suhu pada
kisaran 45 oC dalam gelas piala dan lanjutkan pengadukan. Jika semua gula sudah
larut, tambahkan 2 gram gula. Jika masih larut, masukkan 2 gram gula lagi, dst. Catat
kembali massa maksimum yang dapat larut.
5. Jika dengan massa tertentu gula tidak larut pada prosedur no.4, naikkan suhu pada
kisaran 55 oC dalam gelas piala dan lanjutkan pengadukan. Jika semua gula sudah
larut, tambahkan 2 gram gula. Jika masih larut, masukkan 2 gram gula lagi, dst. Catat
kembali massa maksimum yang dapat larut.
6. Jika dengan massa tertentu gula tidak larut pada prosedur no.5, naikkan suhu pada
kisaran 65 oC dalam gelas piala dan lanjutkan pengadukan. Jika semua gula sudah
larut, tambahkan 2 gram gula. Jika masih larut, masukkan 2 gram gula lagi, dst. Catat
kembali massa maksimum yang dapat larut.
7. Buatlah kurva kelarutan, suhu pada sumbu X, gram gula terlarut per 100 mL air
pada sumbu Y.
Kelarutan garam
1. Siapkan sampel garam. Siapkan 10 mL air es dalam gelas piala, ukur suhunya.
Masukkan 1 gram garam, kemudian aduk dengan magnetic stirrer hingga larut. Jika
masih larut, masukkan 0,25 gram garam. Jika masih larut, masukkan lagi 0,25 gram
garam berikutnya, dst. Catat massa maksimum yang dapat larut.
o
2. Siapkan 10 mL air dengan suhu ruang (sekitar 25 C) dalam gelas piala. Masukkan
pertama 2,5 gram garam, lalu aduk. Jika larut, tambahkan 0,25 gram garam. Jika
masih larut, masukkan 0,25 gram garam, dst. Catat massa maksimum yang dapat
larut.
3. Jika dengan massa tertentu garam tidak larut pada prosedur no.2, naikkan suhu pada
kisaran 35 oC dalam gelas piala dan lanjutkan pengadukan. Jika semua garam sudah
larut, tambahkan 0,25 gram garam. Jika masih larut, masukkan 0,25 gram garam
lagi, dst. Catat kembali massa maksimum yang dapat larut.
4. Jika dengan massa tertentu garam tidak larut pada prosedur no.3, naikkan suhu pada
kisaran 45 oC dalam gelas piala dan lanjutkan pengadukan. Jika semua garam sudah
larut, tambahkan 0,25 gram garam. Jika masih larut, masukkan 0,25 gram garam
lagi, dst. Catat kembali massa maksimum yang dapat larut.
5. Jika dengan massa tertentu garam tidak larut pada prosedur no.4, naikkan suhu pada
kisaran 55 oC dalam gelas piala dan lanjutkan pengadukan. Jika semua garam sudah
larut, tambahkan 0,25 gram garam. Jika masih larut, masukkan 0,25 gram garam
lagi, dst. Catat kembali massa maksimum yang dapat larut.
6. Jika dengan massa tertentu garam tidak larut pada prosedur no.5, naikkan suhu pada
kisaran 65 oC dalam gelas piala dan lanjutkan pengadukan. Jika semua garam sudah
larut, tambahkan 0,25 gram garam. Jika masih larut, masukkan 0,25 gram garam
lagi, dst. Catat kembali massa maksimum yang dapat larut.
7. Jika dengan massa tertentu garam tidak larut pada prosedur no.6, naikkan suhu pada
kisaran 75 oC dalam gelas piala dan lanjutkan pengadukan. Jika semua garam sudah
larut, tambahkan 0,25 gram garam. Jika masih larut, masukkan 0,25 gram garam
lagi, dst. Catat kembali massa maksimum yang dapat larut.
8. Buatlah kurva kelarutan, suhu pada sumbu X, gram garam terlarut per 100 mL air
pada sumbu Y.
MODUL 6
EKSTRAKSI &
IDENTIFIKASI SENYAWA
BAHAN ALAM
I. Tujuan :
• Mempelajari dan mengamati proses isolasi suatu komponen dari suatu bahan alam
dengan metode reflux, ekstraksi soxhlet, ataupun distilasi.
• Melakukan analisis kualitatif terhadap ekstrak menggunakan kromatografi lapis
tipis

II. Tinjauan pustaka


Ekstraksi adalah proses pemisahan satu komponen atau lebih dari suatu campuran.
Misalnya, orang yang membuat minuman teh dengan cara menuangkan air panas ke
dalam teh kering kemudian mengaduk-aduk campuran itu. Beberapa saat akan
Nampak air panas berubah menjadi kuning kecoklatan. Warna larutan itu disebabkan
oleh adanya komponen-komponen daun teh yang mudah larut dalam air. Dalam
peristiwa tersebut telah terjadi perpindahan massa komponen-komponen daun teh dari
tek kering ke dalam air.

Gambar 1. Rangkaian Alat refluks dan ekstraktor soxhlet

Di laboratorium pekerjaan ekstraksi akan menjadi lebih mudah dan hasilnya lebih
optimal dengan memanfaatkan metode dan peralatan ekstraksi. Masing-masing
metode ekstraksi memiliki kekurangan dan kelebihan. Pemilihan metode harus
memperhatikan sifat senyawa, pelarut yang digunakan dan alat yang tersedia.
Beberapa metode ekstraksi yang umum digunakan adalah maserasi, perkolasi, refluks,
soxhletasi, distilasi, dan lain-lain.
Ekstrak pada umumnya merupakan suatu campuran. Pemisahan dan identifikasi
komponen-komponen dalam suatu campuran dapat dilakukan pula dengan berbagai
metode. Di antara cara identifikasi secara sederhana adalah menggunakan
kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis (KLT). Pemisahan yang terjadi pada
KLT adalah berdasaran fenomena adsorpsi, partisi, ataupun kombinasi dari kedua efek
bergantung pada jenis lempeng/pelat, fase dian, dan fase gerak yang digunakan.

Gambar 2. Kromatografi lapis tipis

III. Metode:
a. Alat :
i. 2 rangkaian alat ekstraktor soxhlet
ii. 2 rangkaian alat distilasi
b. Bahan :
i. Bahan yang akan diekstrak -sudah dipotong-potong dan dilayukan-
(disiapkan oleh praktikan):
Ekstraksi soxhlet : kayu manis, teh, kunyit, kencur
Distilasi : kulit lemon , cengkeh, pala, jahe
ii. Pelarut: etanol (untuk ekstraksi soxhlet); air (untuk distilasi)
iii. Es batu (untuk kondensasi)
c. Prosedur kerja
1. Timbang simplisia atau bahan yang akan diekstrak seberat 100 gram, atau
sesuaikan dengan kapasitas alat
2. Tempatkan simplisia dalam rangkaian alat. Khusus ekstraksi soxhlet, simplisia
dibungkus timbel (kertas saring yang dijahit benang -bukan stapler-). Periksa
terlebih dahulu ukuran ekstraktor soxhlet di laboratorium agar ukuran timbel
sesuai.
3. Masukkan pelarut sebanyak 300 - 350 mL, atau sesuai kapasitas alat.
4. Pastikan sistem kondensasi berjalan dengan baik.
5. Lakukan ekstraksi selama 1-1,5 jam.
6. Ambil 0,5 mL sampel ekstrak untuk analisis dengan KLT
7. Pekatkan hasil ekstraksi soxhlet melalui distilasi.
Khusus hasil distilasi, pisahkan minyak dari fase airnya.
8. Lakukan analisis KLT terhadap sampel dengan rincian sebagai berikut
a. Deteksi senyawa fenolik
Lakukan analisis KLT terhadap senyawa fenolik (pelajari literatur
pendukung)
Sampel : Ekstrak teh, Ekstrak kayu manis / kencur
Eluen : Etil asetat - methanol - air (10 : 1,35 : 1) atau
Toluen - aseton - asam format (4,5 : 4,5 : 0,75)
Penampak : disemprot FeCl3 5% dalam methanol

b. Deteksi kurkuminoid
Lakukan analisis KLT terhadap kurkuminoid (pelajari literatur pendukung)
Sampel : Ekstrak kunyit
Eluen : Kloroform - Metanol (9,5 : 0,5)
Penampak : Lampu UV

c. Deteksi terpenoid
Lakukan analisis KLT terhadap terpenoid (pelajari literatur pendukung)
Sampel : Ekstrak kulit lemon , cengkeh, pala, jahe
Eluen : Toluen - etil asetat (9,3 : 0,7) atau
Toluen - aseton (9 : 1)
Reagen pewarna : disemprot asam sulfat 5% dalam metanol, lalu
disemprot vanillin 10 % dalam metanol
9. Hitung rendemen yang dihasilkan (% massa ekstrak terhadap massa simplisia)
MODUL 5

SAPONIFIKASI :
PEMBUATAN SABUN
I. Tujuan :
• Mempelajari proses pembuatan sabun melalui reaksi saponifikasi
• Menentukan bilangan penyabunan

II. Tinjauan pustaka


Sabun merupakan campuran dari senyawa natrium dengan asam lemak yangigunakan
sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, busa, dengan atau tanpa zat tambahan
lain serta tidak menimbulkan iritasi pada kulit. Sabun dibuat dengan dua cara, yaitu proses
saponifikasi dan proses netralisasi minyak. Proses saponifikasi minyak akan diperoleh
produk sampingan yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh
gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali,
sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali.

Dua komponen utama penyusun sabun adalah asam lemak dan alkali. Pemilihan
jenis asam lemak menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan, karena setiap jenis
asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda pada sabun. Asam lemak merupakan
komponen utama penyusun lemak dan minyak, sehingga pemilihan jenis minyak yang
akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun merupakan hal yang sangat penting.
Untuk menghasilkan sabun dengan kualitas yang baik, maka harus menggunakan bahan
baku dengan kualitas yang baik pula.
Minyak kelapa sawit merupakan minyak yang mengandung asam palmitat
(C16H32O2) yang cukup tinggi, yaitu sebesar 44,3%. Fungsi dari asam palmitat ini dalam
pembuatan sabun adalah untuk kekerasan sabun dan menghasilkan busa yang stabil.
Konsumen beranggapan bahwa sabun dengan busa yang melimpah mempunyai
kemampuan membersihkan kotoran dengan baik.
Bilangan penyabunan didefinisikan sebagai jumlah mg KOH yang diperlukan untuk
menyabunkan 1 gram minyak (trigliserida). Bilangan penyabunan memberi gambaran
mengenai jumlah keseluruhan asam lemak dalam sampel trigliserida. KOH tidak hanya
menyabunkan trigliserida tetapi juga asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel.

III. Metode
Alat : neraca, gelas piala, pelat pemanas, magnet pengaduk, batang pengaduk, labu
takar, buret,
cetakan sabun (bisa menggunakan cetakan kue, disiapkan praktikan)
Bahan : minyak goreng, NaOH 30 % w/v, NaCl, etanol, gliserol, gula, akuades, KOH
0,5 M dalam alkohol, indikator fenolftalein,
parfum, pewarna buatan/alami (disiapkan oleh praktikan)
Prosedur kerja

1. Preparasi bahan
A. Pembuatan larutan NaOH 30 %
1. Timbang 15 gram NaOH
2. Larutkan dengan akuades dalam gelas piala hingga volume akhir sekitar 50 mL
B. Pembuatan larutan KOH 0,5 M
1. Timbang 1,4 gram KOH
2. Larutkan dengan alkohol dalam gelas piala.
3. Pindahkan ke labu takar 50 mL. Larutan dapat digunakan untuk 2 kelompok
C. Pembuatan HCl 0,5 M
1. Tersedia HCl pekat dengan konsentrasi 37% w/w dengan densitas 1,17 g/mL.
Hitung molaritasnya, jangan menggunakan rumus instan. Konsultasikan hasil
kepada asisten
2. Buat larutan HCl 0,5 M sebanyak 50 mL melalui pengenceran dalam labu takar.
3. Gunakan masker dan sarung tangan selama pengenceran.
D. Pembuatan larutan gula
1. Timbang gula pasir seberat 100 gram
2. Larutkan dalam gelas piala menggunakan air sebanyak 50 - 55 mL.
3. Larutan cukup untuk digunakan bagi 2 kelompok

2. Pembuatan sabun
1. Siapkan 50 mL minyak goreng menggunakan gelas ukur. Timbang massanya.
Masukkan ke gelas piala.
2. Tambahkan :
larutan NaOH 50 mL
etanol 30 mL
larutan gula 25 mL
gliserol 10 mL
garam 0,1 gram
3. Aduk campuran menggunakan magnet/batang pengaduk selama 30 - 45 menit
4. Tambahkan parfum dan pewarna sembari mengaduk.
5. Tuangkan pada cetakan dan biarkan selama 24 jam.
6. Periksa hasil pembuatan sabun
3. Penentuan bilangan penyabunan
1. Siapkan labu Erlenmeyer. Masukkan 2 - 2,5 mL minyak. Timbang & catat massa
minyak
2. Tambahkan 25 mL larutan KOH
3. Aduk menggunakan magnet pengaduk pada suhu 55 oC selama 1 jam
4. Setelah selesai, tambahkan 20 tetes indikator fenolftalein
5. Titrasi kelebihan KOH (KOH yang tidak bereaksi dengan minyak) menggunakan
HCl 0,5 M. Lakukan minimal 2 kali
6. Hitung mol KOH yang bereaksi dengan HCl.
7. Hitung mol KOH yang bereaksi dengan minyak. Konversi menjadi massa (mg)
KOH.
8. Nyatakan nilai bilangan penyabunan sebagai mg KOH per gram minyak

Anda mungkin juga menyukai