Anda di halaman 1dari 54

COVER

BAB I

PENDAHULUAN

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Asuhan Keperawatan Persalinan Dengan Komplikasi Distosia

A. Definisi

Distosia adalah persalinan yang sulit yang ditandi dengan adanya


hambatan kemajuan dalam persalinan. Distosia adalah kelambatan atau
kesulitan persalinan disebabkan kelainan his, letak dan bentuk janin, serta
kelainan jalan lahir.
Menurut Bobak pada tahun 2004 mengatakan bahwa Distosia adalah
persalinan yang panjang, sulit atau abnormal yang timbul akibat berbagai
kondisi yang berhubungan dengan lima factor persalinan. 5 faktor
persalinan itu sebagai berikut:
1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau
akibat upaya mengedan ibu (kekuatan/power)
2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir)
3. Sebab pada janin meliputi kelainan presentasi/kelainan posisi, bayi
besar, dan jumlah bayi
4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan
5. Respons psikologis ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan
pengalaman, persiapan, budaya, serta sistem pendukung

B. Klasifikasi Distosia
1. Distosia kelainan his
a) Inersia uteri . Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya
tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong
janin keluar. Inersia uteri dibagi menjadi 2 :
 Inersia uteri primer : terjadi pada awal fase laten
 Inersia uteri sekunder : terjadi pada fase aktif

 Etiologi : Multipara, kelainan letak janin, disproporsi


sefalovelvik, kehamilan ganda, hidramnion, utrus bikornis
unikolis.
 Komplikasi
 Inersia uteri dapat menyebabkan kematian atau kesakitan
 Kemugkinan infeksi bertambah dan juga meningkatnya
kematian perinatal.
 Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi : tanda-tandanya
denyut nadi naik, suhu meninggi, asetonuria, napas cepat,
meteorismus, dan turgor berkurang
 Faktor predisposisi: Anemia, hidromanion, grande multipara,
primipara, pasien dengan emosi kurang baik
 Penatalaksanaan
 Inesri primer, perbaiki KU pasien. Rujuk ke RS jika Kala
I aktif lebih dari 12 jam pada multipara atau prmipara.
Berikan sedatif lalu nilai kembali pembukaan serviks
setelah 12 jam. Pecahkan ketuban dan beri infus oksitosin
bila tidak ada his.
 Inersi sekunder, pastikan tidak ada disproporsi
sefalopelvik, rujuk ke RS bila persalinan kala I aktif lebih
dari 12 jam baik multi maupun primipara. Pecahkan
ketuban dan berikan infus oksitosin 5 satuan dalam larutan
glukosa 5% secara infus IV dengan kecepatan 12 tetes per
menit. Tetesan dapat dinaikan perlahan-lahan sampai 50
tetes per menit
b) Incordinate uterina action. Incoordinate uterina action yaitu kelainan
his pada persalinan berupa perubahan sifat his, yaitu meningkatnya
tonus otot uterus, di dalam dan di luar his, serta tidak ada kordinasi
antara kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah, sehingga his tidak
efisien mengadakan pembukaan serviks
 Etiologi : Pemberian oksitoksin yang berlebihan atau ketuban
pecah lama yang disertai infeksi.
 Komplikasi: Hipoksia janin karena gangguan sirkulasi
uteroplasenter
 Penatalaksanaan
Dilakukan pengobatan simtomatis karena belum ada obat untuk
memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-bagian uterus.
Bila terjadi lingkaran konstriksi pada kala I , lakukan seksio
sesar
2. Distosia kelainan letak
a) Posisi oksipitalis posterior persisten. Pada persalinan presentasi
belakang kepala, kepala janin turun melalui PAP dengan sutura
sagitalis melintang atau miring, sehingga ubun-ubun kecil dapat
berada di kiri melintang, kanan melintang, kiri depan, kanan depan,
kiri belakang atau kanan depan. Dalam keadaan fleksi bagian kepala
yang pertama mencapai dasar panggul ialah oksiput. Pada kurang
dari 10% keadaan, kadang-kadang ubun-ubun kecil tidak berputar
kedepan, sehingga tetap di belakang
 Etiologi. Adanya usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk
ukuran panggul, otot-otot panggul yang sudah lembek pada
multipara atau kepala janin yang kecil dan bulat, sehingga tidak
ada paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar ke
depan
 Kompolikasi. Macet tidak bisa lahir harus di Sc
 Mekanisme persalinan. Kepala janin akan lahir dalam keadaan
muka dibawah simfisis pubis. Kelahiran janin dengan ubun-
ubun kecil di belakang menyebabkan regangan besar pada
vagina dan perineum yang diikuti bagian kepala janin yang lain
 Prognosis. Persalinan pada umumnya berlansung lebih lama,
kemungkinan kerusakan jalan lahir lebih besar, sedangkan
kematian perinatal lebih tinggi
 Penanganan. Persalinan perlu pengawasan yang seksama dengan
harapan terjadinya persalinan spontan. Ekstraksi cunam pada
persalinan letak belakang kepala akan lebih mudah jika ubun-
ubun kecil berada didepan, maka perlu diusahakan ubun-ubun
diputar kedepan. Jika dalam keadaan janin posisi letak rendah
maka dapat dilakukan ekstraksi vakum
b) Presentasi puncak kepala. Presentasi puncak kepala adalah kelainan
akibat defleksi ringan kepala janin ketika memasuki ruang panggul
sehingga ubun-ubun besar merupakan bagian terendah
 Penatalaksanaan. Pasien dapat melahirkan spontan pervaginaan
 Komplikasi
 Pada ibu. Pada ibu dapat terjadi partus yang lama atau
robekan jalan lahir yang lebih luas, selain itu karena
partus lama dan molage hbat
 Pada bayi Mortalitas anak agak tinggi (9%). Pada ibu
dapat terjadi partus yang lama atau robekan jalan lahir
yang lebih luas. Selain itu karena partus lama dan
moulage hebat, maka mortalitas anak agak tinggi (9%)
(Mochtar, 2002)
c) Presentasi Muka. Keadaan dimana kepala dalam kedudukan defleksi
maksimal, sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka yang
merupakan terendah menghadap ke bawah.
 Diagnosis: Tubuh janin berada dalam keadaan ekstensi,
sehingga pada pemeriksaan luar dada akan teraba seperti
punggun
 Etiologi : Defleksi kepala, panggul sempit dan janin besar,
multiparitas dan perut gantung, kelainan janin seperti :
anensefalus dan tumor dileher.
 Komplikasi : Prolapsus tali pusat. Obstruksi persalinan, karena:
Muka tidak berbentuk dan oleh karena CPD yang tidak dapat
ditangani dan Presentasi muka posterior presisten
mengakibatkan obstruksi persalinan
 Faktor predisposisi: Multipara, perut gantung.
 Prognosis. Pada umumnya berlansung tanpa kesulitan, tetapi
kesulitan persalinan dapat terjadi karena adanya panggul sempit
dan janin besar, letak belakang kepala, muka tidak dapat
melakukan dilatasi serviks secara sempurna dan bagian terendah
harus turun sampai dasar panggul sebelum ukuran terbesar
kepala melewati PAP. Angka kematian perinatal pada
presentasi muka adalah 2,5-5%.
 Penanganan. Pemeriksaan yang teliti perlu dilakukan guna
menentukan adanya disproporsi sefalofelvik. Dalam beberapa
keadaan dapat diubah presentai muka menjadi presentai
belakang kepala dengan cara memasukan tangan penolong ke
dalam vagina, kemudian menekan muka pada daerah mulut dan
dagu ke atas.
d) Presentasi dahi . Keadaan di mana kedudukan kepala berada di
antara fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi
merupakan bagian terendah, namun pada umumnya keadaan ini
hanya bersifat sementara dan sebagian besar akan berubah menjadi
presentasi muka.
 Diagnosis. Di curigai bila kepala janin tidak dapat turun ke
dalam rongga panggul. Pada pemeriksaan dalam sutura frontalis
teraba, ubun-ubun besar, pangkal hidung dan lingkaran orbita,
namun mulut dan dagu tidak dapat teraba. DJJ jauh lebih jelas di
dengar pada bagian dada.
 Etiologi. Defleksi kepala, panggul sempit dan janin besar ,
multiparitas dan perut gantung, kelainan janin seperti :
anensefalus dan tumor dileher.
 Komplikasi
 Ibu : Partus lama dan lebih sulit, bisa terjadi robekan
yang hebat dan ruptur uteri.
 Anak : Mortalitas janin tinggi
 Prognosis. Janin yang kecil masih dapat lahir spontan, tetapi
janin dengan berat dan besar normal tidak dapat lahir spontan
per vainam, hal ini karena kepala turun melalui PAP dengan
sirkumferensia maksilloparietalis yang lebih besar dari pada
lingkaran PAP.
 Penatalaksanaan. Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan
janin yang normal, tidak akan dapat lahir spontan per vaginam,
sehingga harus dilahirkan dengan seksio sesarea. Jika janin kecil
dan panggul yang luas dengan presentasi dahi akan lebih
mungkin lahir secara normal

e) Letak sungsang. Letak sungsang adalah janin terletak memanjang


dengan kepala di fundus uteri dan bokong dibawah bagian cavum
uteri.
 Etiologi. Multiparitas, prematuritas, kehamilan ganda,
hidramnion, hidrosefallus, anensefalus, plasenta previa, panggul
sempit, kelainan uterus dan kelainan bentuk uterus, implantasi
plasenta di kornu fundus uteri
 Prognosis: Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang
lebih tinggi dinamding dengan letak kepala.
 Komplikasi.
 Komplikasi pada ibu
 Trias komplikasi ibu : perdarahan, robekan jalan lahir,
dan infeksi
 Komplikasi pada bayi
 Penatalaksanaan : Lakukan versi luar pada umur kehamilan 34
- 38 minggubila syarat versi luar terpenuhi. Bila pada persalinan
masih letak sungsang , singkirkan indikasi seksio sesar. Lahirkan
janin dengan prasat bracht.
f) Letak lintang. Letak lintang ialah keadaan sumbu memanjang janin
kira-kira tegak lurus dengan sumbu memanjang tubuh. Bila sumbu
memanjang tersebut membentuk sudut lancip, disebut letak oblik,
yang biasanya karena kemudian akan berubah menjadi posisi
longitudinal pada persalinan.
 Etiologi. Relaksasi berlebih dinding abdomen akibat
multiparitas uterus abnormal, panggul sempit, tumor daerah
panggul, pendulum dari dinding abdomen, plasenta previa,
insersi plasenta di fundus, bayi prematur, hidramnion,
kehamilan ganda.
 Diagnosis
 Pemeriksaan luar : uterus lebih melebar dn fundus uteri
lebih rendah, tidak sesuai dengan umur kehamilan.
Fundus uteri kosong, kepala janin berada disamping. Di
atas simfisis juga kosong, kecuali bila bahu sudah trun
ke dalam panggul. Denyut jantung janin ditemukan di
sekitar umbilikus.
 Pemeriksaan dalam : teraba bahu dan tulang-tulang
iga/ketiak/punggung (teraba skapula dan ras tulang
belakang)/dada (teraba klavikula). Kadang-kadang
teraba tali pusat yang menumbung.
 Komplikasi : Cedera tali pusat, timbul sepsis setelah ketuban
pecah dan lengan menumbung melalui vagina, kematian janin,
ruptur uteri.
 Prognosis: Bila terjadi ruptur uteri spontan atau ruptur traumatik
akibat versi dan ekstraksi yang buruk/terlambat, dapat terjadi
kematian. Bila diagnosis berhasil ditegakan secara dini dan
penanganannya tepat maka prognosis baik.
 Penatalaksanaan: Lakukan versi luar bila syarat luar terpenuhi.
Ibu diharuskan masuk RS lebih dini pada permulaan persalinan.
Pada permulaan persalinan masih dapat diusahakan untuk
melakukan versi luar asalkan pembukaan masih kurang dari 4
cm dan ketuban belum pecah. Primigravida, bila versi luar tidak
berhasil, segera lakukan seksio sesarea. Pada multigravida, bila
riwayat obstetri bak, tidak ada kesempitan panggul, dan janin
tidak seberapa besar, dapat ditunggu dan diawasi sampai
pembukaan serviks lengkap kemudian dilakukan versi ekstraksi.
Pada letak kintang kasep, bila janin masih hidup, segera lakukan
seksio sesarea. Bila janin sudah mati lahirkan pervaginam
dengan dekapitasi.
g) Presentasi ganda . Presentasi ialah keadaan di mana di samping kepala
janin di dalam rongga panggul dijumpai tangan, lengan atau kaki,
atau keadaan di mana di samping bokong janin di jumpai tangan.
Presentasi ganda jarang ditemukan yang paling sering diantaranya
ialah adanya tangan atau lengan di samping kepala. Apabila pada
presentasi ganda ditemukan prolapsus funikuli, maka penanganan
bergantung pada kondisi janin dan pembukaan serviks. Bila janin
baik dan pembukaan belum lengkap sebaiknya dilakukan seksio
sesarea. Dalam keadaan janin sudah meninggal, diusahakan untuk
persalinan spontan, sedangkan tindakan untuk mempercepat
persalinan hanya dilakukan atas indikasi ibu
3. Distosia kelainan bentuk janin
a) Pertumbuhan janin yang berlebihan. Berat neonatus pada umumnya
< 4000 gram dan jarang melebihi 5000 gram. Yang dinamakan bayi
besar ialah berat janin > 4000 gram. Pada panggul normal, janin
dengan BB 4000-5000 gram pada umumnya tidak mengalami
kesulitan dalam melahirkannya. Pada janin besar faktor keturunan
memegang peranan penting, selain itu kehamilan dengan Dm,
grande multipara, pola makan ibu hamil dan bertambah besarnya
janin masih diragukan.
 Diagnosis. Untuk menentukan besarnya janin secara klinis
kadang sulit, namun adanya janin besar terdeteksi setelah tidak
adanya kemajuan persalinan pada panggul normal dan his yang
kuat, dan perlu pemeriksaan untuk menentukan apakah terdapat
disproporsi sefalopelvik
 Prognosis. Pada panggul normal, janin dengan berat badan
kurang dari 4500 gram pada umumnya tidak menimbulkan
kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi akibat kepala
yang besar, karena bahu yang lebar sehingga sulit melewati PAP.
Jika kepala janin telah dilahirkan dan bagian-bagian lain belum
lahir akibat besarnya bahu dapat mengakibatkan asfiksia.
 Penatalaksanaan. Pada proporsi sefalopelvik karena janin besar,
SC perlu dipertimbangkan. Kesulitan melahirkan bahu tidak
selalu dapat diduga sebelumnya. Episiotomi dilakukan apabila
kepala telah lahir dan bahu sulit untuk dilahirkan. Pada keadaan
janin telah meninggal sebelum bahu dilahirkan, dapat dilakukan
klieidotomi pada satu atau kedua klavikula untuk mengurangi
kemungkinan perlukaan jalan lahir.
b) Hidrosefalus . Hidrosefalus ialah keadaan terjadinya penimbunan
cairan serebrospinal dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi
besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Cairan
yang tertimbun dalam ventrikel antara 500 sampai 1500 ml, akan
tetapi kadang-kadang mencapai 5 liter. Hidrosefalus sering disertai
dengan spina bifida. Hidrosefalus akan selalu menyebabkan
disproporsi sefalopelvik
 Diagnosis. Pada palpasi ditemukan kepala jauh lebih besar dari
biasanya serta menonjol di atas simfisis. Kepala janin yang
terlalu besar dan tidak dapat masuk ke dalam panggul, DJJ
terdengar jelas pada tempat yang lebih tinggi. Pemeriksaan
dalam teraba sutura dan ubun-ubun melebar dan tegang.
Sedangkan tulang kepala tipis dan mudah ditekan. Pemeriksaan
rontgenologik menunjukan kepala janin lebih besar, dengan
tulang-tulang yang sangat tipis. Untuk menghindari kesalahan
pada pemeriksaan rontgenologik harus diperhatikan beberapa
hal :
 Muka janin sangat kecil di bandingkan tengkorak,
 kepala bentuk bulat, berbeda dengan kepala biasa yang
berbentuk ovoid,
 bayangan tulang kepala sangat tipis.
Untuk menghilangkan keragu-raguan pemeriksaan dapat
dibantu dengan pemeriksaan ultrasonik/MRI. Kemungkinan
hidrosefalus dipikirkan apabila;
 Kepala janin tidak masuk kedalam panggul, pada
persalinan dengan panggul normal dan his yang kuat dan
 Kepala janin teraba sebagai benda besar di atas simfisis

 Prognosis. Apabila tidak segera dilakukan pertolongan, bahaya


rupture uteri akan mengancam penderita. Rupture uteri
hidrosefalus dapat terjadi sebelum pembukaan serviks menjadi
lengkap, karena tengkorak yang besar ikut meregangkan
segmen bawah uterus.
 Penatalaksanaan. Persalinan perlu pengawasan secara seksama,
karena kemugkinan bahaya ruptur uteri selalu mengancam. Pada
hidrosefalus yang nyata, kepala janin harus dikecilkan pada
permulaan persalinan. Pada pembukaan 3 CSF dikeluarkan
dengan cara pungsi kepala. Bila janin dalam letak sungsang,
pengeluaran CSF melalui foramen oksipitalis magnum atau
sutura temporali
c) Prolaps funikuli. Prolaps funikuli ialah keadaan di mana tali pusat
berada di samping atau melewati bagian terendah janin di dalam
jalan lahir setelah ketuban pecah.
 Etiologi. Keadaan-keadaan yang menyebabkan prolaps funikuli
seperti gangguan adaptasi bagian bawah janin, sehingga PAP
tidak tertutup oleh bagian bawah janin. Janin dengan letak
lintang, letak sungsang terutama presentais bokong kaki, dan
disproporsi sefalopelvik.
 Diagnosis. Adanya tali pust menubung baru diketahui dengan
pemeriksaan dalam setelah terjadi pembukaan ostium uteri. Pada
tali pusat terdepan, dapat diraba bagian yang berdenyut di
belakang selaput ketuban, sedangkan prolapsus funikuli dapat
diraba dengan dua jari, tali pusat yang berdenyut menandakan
janin masih hidup. Pemeriksaan dalam dilakukan pada saat
ketuban pecah dan terjadi kelambatan DJJ tanpa sebab yang
jelas.
 Penatalaksanaan. Pada janin dengan prolapsus funikuli akan
mengakibatkan hipoksia akibat tali pusat yang terjepit. Pada
prolapsus funikuli dengan tali pusat yang masih berdenyut tetapi
pembukaan belum lengkap maka dapat dilakukan reposisi tali
pusat dan menyelamatkan persalinan dengan sesiosesarea (SC).
Reposisi dilakukan bila wanita ditidurkan dalam posisi
trendelemburg. SC di lakukan dengan keadaan tali pusat tidak
mengalami tekanan dan terjepit oleh bagian terendah janin.Pada
keadaan di mana janin telah meninggal tidak ada alasan untuk
menyelesaikan persalinan dengan segera. Persalinan spontan
dapat berlansung dan tindakan hanya dilakukan apabila
diperlukan demi kepentingan ibu.

4. Distosia Kelaian Pelvis


Jenis-jenis panggul mempunyai ciri penting yaitu :
 Panggul ginekoid dengan PAP yang bundar
 Panggul antropoid dengan arkus pubis menyempit
 Panggul android dengan PAP berbentuk segitiga
 Panggul platilloid dengan diameter yang lebih pendek dengan
arkus pubis yang luas.

a) Ditosia pelvis. Distosia pelvis dapat menyertai terjadinya kontraktur


diameter pelvis yang mengurangi kapasitas tulang pelvis, termasuk
pintu atas panggu (pelvicinlet), panggul tengah (mid pelvic), pintu
bawah panggul (pelvic outlet) atau setiap kombinasi tulang tulang
tersebut.kontraktur pelvis dapat disebab kan kelainan kongenital,
malnutrisi ibu, neoplasma dan ganguan spinal bagian bawah (lower
spinaldisorder) ukuran pelvis yang tidak matur merupakan faktor
predis posisi bagi para ibu remaja untuk mengalami distosia
pelvis.deformitas pelvis dapatterjadi akibat kecelakaan mobil dan
kecelakaan lain. Kontraktur pintu atas panggul terjadi 1%-2% pada
kelahiran aterm dan diagnosis ditegakan bila konyugata kurang dari
11,5cm.insiden presentasi muka dan bahu terus meningkat.
Presentasi ini mencegah penancapan(engagement)dan penurunan
janin,sehingga neningkatkan resiko prolaps tali pusat.kontraktur
pintu atas panggul berkaitann dengan penyakit riketsia maternal dan
panggul datar atau panggul sempit.kontraksi uterus yang lemah
dapat ditemukan selama kal satu persalinan. Kontraktur midplane,
penyebab umum terjadinya distosia pelvis, diterpkan sebagai
diagnosis bila jumlah spina interiskiumdan diameter sagital
posterior panggul tengah kurang atau sama dengan 13,5cm.
Penurunan janin tertahan/posisi lintang tetap (trans verse arrest)
karena kepal tidak dapat melakukan putaran paksi dalam (rotasi
internal). Kelahiran seksio sesaria adalah penata laksanaan yamg
biasa dilakukan setiap ekstraksi vakum dilakukan jika servikstelah
ditasi lemgkar. Kelahiran dengan bantuan forsep tengah
(midforceps) biasanya di hindari karena morbiditas perinatal akibat
intervensi ini meningkat. Kontraktur pintu bawah panggul terjadi
bila interiskium 8 cm atau kurang.ini jarang terjadi bila arkus
pubissempit, panjang dan pelvis berbentuk android.penurunan janin
tertahan. Komplikasi maternal meliputi laserasiperineum yang luas
selama kelahiran per cvaginam karena kepala janin terdorong ke
arah posterior.
b) Distosis jaringan lunak. Ditosia jaringan lunak terjadi akibat
obstruksi jalan lahir oleh kelainan anatomi, selain kelainan pada
tulang pelvis. Obstruksi .bisa terjadi karena plasenta previa (plasenta
letak rendah) yang sebagian atau seluruhnya menutup ostium
internal pada serviks.penyebab lain seperti lelomioma (fibroid
uterus) di segmen bawah uterus, tumor ovrium, dan kandung kemih
atau rektum penuh dapat mencegah lanin masuk
kewdalam pelvis.kadang kadang terjadi edema serviks selama
persalinan waktu serviks terjepit antara bagian terendah simfisis,
sehingga mencegah dilatasi lengkap. Lingkaran bandl, suatu cincin
retraksi patologis, berhubungan dengan ruptur selaput ketuban yang
lama dan partus yang lama
C. Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian data dasar klien
1. Aktivitas/istrahat
a) Melaporkan keletihan, kurang energi
b) Letargi, penurunan penampilan
2. Sirkulasi
a) Tekanan darah dapat meningkat
b) Mungkin menerima magnesium sulfat untuk hipertensi karena
kehamilan
3. Eliminasi Distensi usus atau kandung kemih mungkin ada
4. Integritas ego Mungkin sangat cemas dan ketakutan
5. Nyeri/ketidaknyamanan
a) Mungkin menunjukan persalinan palsu di rumah
b) Kontraksi jarang, dengan intensitas ringan sampai sedang
(kurang dari tiga kontraksi dalam periode 10 menit)
c) Dapat terjadi sebelum awitan persalinan (disfungsi fase laten
primer) atau setelah persalinan terjadi (disfungsi fase aktif
sekunder)
d) Fase laten persalinan dapat memanjang ; 20 jam atau lebih lama
pada nulipara rata-rata adalah 8½ jam), atau 14 jam pada
multipara (rata-rata adalah 5½ jam)
e) Tonus istirahat miometrial mungkin 8 mm Hg atau kurang dan
kontraksi dapat terukur kurang dari 30 mm Hg atau dapat terjadi
masing-masing lebih dari 5 menit. Sedangkan, tonus istrahat
dapat lebih besar dari 15 mm Hg, pada peningkatan kontraksi 50
sampai 85 mm Hg dengan peningkatan frekuensi dan penurunan
intensitas.
6. Keamanan
a) Dapat mengalami versi eksternal setelah gestasi 34 minggu
dalam upaya untuk mengubah presentasi bokong menjadi
presentasi kepala.
b) Penurunan janin mungkin kurang dari 1 cm/jam pada nulipara
atau kurang dari 2 cm/jam pada multipara (penurunan dengan
durasi yang lebih lama (protracted ). Tidak ada kemajuan yang
terjadi dalam 1 jam atau lebih untuk nulipara atau dalam 30
menit pada multipara (penghentian penurunan)
c) Pemeriksaan vagina dapat menunjukan janin dalam malposisi
(misalnya dagu, wajah, atau posisi k
d) Serviks mungkin kaku/tidak siap.
e) Dilatasi mungkin kurang dari 1,2 cm/jam pada primipara atau
kurang dari 1,5 cm/jam untuk multipara, pada (fase aktif
protraksi)

7. Seksualitas
a) Dapat primigravida atau grande multipara
b) Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidramnion, gestasi
multipel, janin besar, atau grande multriparitis.
c) Dapat mengalami tumor uterus tidak teridentifikasi.
8. Pemeriksaan diagnostik
a) Tes pranata : dapat memastikan polihidramnion, janin besar,
atau gestasi multipel
b) Tes stres kontraksi/tes nonstres: mengkaji kesejahteraan janin
c) Ultrasound atau pelvimetri sinar-X: mengevaluasi arsitektur
pelvis, presentasi janin, posisi dan formasi
d) Pengambilan sampel kulit kepala janin: mendeteksi atau
mengesampingkan asidosis.
9. Prioritas masalah keperawatan
a) mengkaji dan mengatasi pola uterus abnormal
b) memantau respons fisik maternal/janin terhadap pola kontraksi
dan lamanya persalinan
c) memberikan dukungan emosional untuk klien/pasangan
d) mencegah komplikasi
II. Diagnosa keperawatan
1. Ansietas yang berhubungan dengan kemajuan persalinan yang
lambat.
2. Risiko tinggi cedera tehadap janin berhubungan dengan persalinan
yang lama, malpresentasi janin, hipoksia/asidosis jaringan,
abnormalitas pelvis ibu, CPD.
3. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi,
kerentanan pribadi, harapan/persepsi tidak realistis,
ketidakadekuatan sistem pendukung
III. Rencana Keperawatan
1. Risiko tinggi cedera tehadap janin berhubungan dengan persalinan
yang lama, malpresentasi janin, hipoksia/asidosis jaringan,
abnormalitas pelvis ibu, CPD. Hasil yang diharapkan :
a) Terhindar dari cedera persalinan
b) Persalinan berjalan dengan rentang waktu normal
Intervensi Rasional
Mandiri .
1. Tinjau ulang 1. Membantu dalam mengidentifikasi
riwayat persalinan, kemungkinan penyebab,
awitan dan durasi kebutuhan pemeriksaan diagnostik, dan
intervensi yang tepat. Disfungsi uterus dapat
disebabkan oleh keadaan atonik atau
hipertonik. Atonik uterus
diklasifikasikan primer bila ini terjadi
sebelum awitan persalinan (fase laten) atau
sekunder bila ini terjadi setelah persalinan
yang baik (fase aktif).
2. Catat waktu/jenis 2. Pola kontraksi hipertonik dapat terjadi pada
obat. respons terhadap oksirosin, sedatif yang
Hindari pemberian diberikan terlalu dini (atau melebihi
narkotik atau kebutuhan) dapat menghambat atau
anestetik blok menghentikan persalinan
epidural sampai
serviks dilatasi 4 cm
3. Evaluasi tingkat 3. Kelelahan ibu yang berlebihan menimbulkan
keletihan yang disfungsi sekunder atau mungkin akibat dari
menyertai, serta persalinan lama/persalinan palsu
aktivitas dan istrahat,
sebelum
awitan persalinan
4. Kaji pola kontraksi 4. Disfungsi kontrkasi memperlama persalinan
uterus secara manual meningkatkan risiko komplikasi
atau secara maternal;/janin. Pola hipotonik ditunjkan
elektronik dengan kontraksi sering dan ringan yang
terukur kurang dari 30 mm Hg. Pola
hipertonik ditunjukan dengan peningkatan
frekuensi dan penurunan intensitas kontraksi,
pada peningkatan tonus istrahat lebih besar
dari 15 mmHg.
5. Catat kondisi 5. Serviks kaku atau tidak siap tidak akan
serviks. Pantau tanda dilatasi, menghambat
amnionitis. penurunan janin/kemajuan persalinan.
Catat peningkatan Terjadinya amnionitis secara langsung
suhu atau jumlah sel dihubungkan dengan lamanya
darah putih; catat bau persalinan,sehingga melahirkan harus terjadi
dan warna rabas dalam 24 jam setelah pecah ketuban
vagina 6. Indikator kemajuan persalinan ini dapat
6. Catat penonjolan, mengindentifikasi timbulnya
posisi janin, dan penyebab persalinan lama. Sebagai contoh,
presentasi janin presentasi bokong tidak seefektif lebarnya
dilatasi serviks pada presentasi verteks
7. Pada persalinan terhambat, depresi
7. Palpasi abdomen cincin patologis (cincin Bandl) dapat terjadi
pada klien kurus pada hubungan segmen atas dan bawah,
terhadap adanya menandakan ancaman ruptur uterus
cincin retraksi
patologis di anatara
segmen uterus.
(Cincin ini tidak
dapat dipalpasi
melalui vagina, atau
melalui
abdomen pada klien
gemuk) 8. Relaksasi dan peningkatan perfusi uterus
8. Tempatkan klien dapat memperbaiki pola hipertonik. Ambulasi
pada posisi dapat membantu kekuatan gravitasi dalam
rekumben lateral dan merangsang pola persalinan normal dan
anjurkan tira baring dilatasi serviks.
atau ambulasi sesuai
toleransi 9. Kandung kemih penuh dapat menghambat
9. Anjurkan klien aktivitas uterus dan
berkemih setiap 1-2 mempengaruhi penurunan janin
jam. Kaji terhadap
kepenuhan kandung
kemih diatas simfisis
pubis 10. Persalinan yang lama dapat megakibatkan
10. Kaji derajat hidrasi. ketidakseimbangan cairan-elektrolit serta
Catat jumlah dan kekurangan cadangan glukosa,
jenis masukan. mengakibatkan kelelahan dan persalinan
(Rujukan pada DK; lama dengan peningkatan risko infeksi uterus,
kekurangan volume hemoragi pascapartum, atau pencetus
cairan, risiko tinggi kelahiran pada adanya persalinan hipertonik
terhadap) 11. Kepenuhan usus dapat menghambat aktivitas
11. Tinjau ulang uterus dan mempengaruhi penurunan janin
kebiasaan defekasi
dan keteraturan
evakuasi 12. Reduksi rangsang dari luar mungkin perlu
12. Tetap bersama klien ; untuk memungkinkan tidur
berikan lingkungan setelah pemberian obat unbtuk klien dalam
yang tenang sesuai status hipertonik. Juga membantu dalam
indikasi menurunkan tingkat ansietas, yang dapat
menimbulkan disfungsi uterus baik primer
dan sekunder
13. Mungkin diperlukan pada kejadian
13. Sediakan kotak pencetus persalinan dan kelahiran, yang
peralatan berhubungan dengan hipertonitisitas uterus
kedaruratan

Kolaborasi 14. Pecah ketuban menghilangkan distensi uterus


14. Siapkan klien berlebihan (penyebab disfungsi baik primer
terhadap amniotomi dan sekunder) dan memungkinkan bagian
dan bantu presentasi mendekat dan persalinan maju
dalam prosedur, bila pada tidak adanya disproporsi sefalopelvik
serviks dialatasi 3-4 (CPD)
cm 15. Oksitosin mungkin perlu untuk menambah
15. Gunakan rangsangan atau memulai aktivitas miometrik untuk pola
puting untuk uterus hipotonik. Ini biasanya
menghasilkan dikonindikasikan pada pola persalinan
oksitosin endogen, hipertonik karena ini dapat menambah
atau memulai infus hipertonisitas, tetapi dapat dicoba dengan
oksitosin eksogen amniotomi bila fase laten memanjang
atau prostaglandin dan bila CPD dan malposisi dikesampingkan
16. Dapat membantu membedakan
16. Berikan narkotik antara persalinan sejkati dan palsu.
atau sedatif seperti Pada persalinan palsu, kontraksi berhenti,
morfin, pada persalianan sejati, pola lebih efektif
fenobarbnital, atau dapat terjadi mengikuti istrahat. Morfin
sekobarbital, untuk membantu menigkatkan sedasi berat dan
tidur, sesuai indikasi menghilangkan pola kontraksi hipertonik.
Periode istrahat mengubah energi dan
menurunkan penggunaan glukosa untuk
menghilangkan kelelahan
17. Melahirkan sesaria segera diindikasikan
17. Bantu dengan untuk cincin Bandl untuk distres janin karena
persiapan untuk CPD
seksio sesaria sesuai
indikasi, untuk
malposisi, CPD, atau
cincin bandl (rujuk
pada MK : kelahiran
sesaria) 18. Kelelahan ibu yang berlebihan,
18. Siapkan untuk mengakibatkan upaya mengejan tidak efektif
melahirkan dengan pada persalinan tahap II, memerlukan
forsep, bila perlu penggunaan forsep

2. Ansietas yang berhubungan dengan kemajuan persalinan yang


lambat. Hasil yang diharapkan :
a) Pasien tidak trampak stress
b) Pasien tidak kawatir dengan keadaannya
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat ansietas 1. Mengetahui tingkat ansietas klien
2. Berikan rasa nyaman 2. Agar klien merasa nyaman dengan
pada klien keadaannya
3. Singkirkan stimulasi 3. Mengurangi kekawatiran klien
yang berlebihan
4. Dorong klien untuk 4. Agar klien lebih merasa tidak terbebani
mengungkapkan per dengan keadaannya
asaannya
5. Pahami perasaan 5. Agar klien terasa nyaman dengan
klien terhadap situasi perawat jika klien mengungkapkan
stress perasaannya
6. Minta suami atau 6. Untuk menurunkan ansietas pada klien dan
keluarga untuk mengurangi rasa takut
mendampingi
selama proses
persalinan untuk
memberikan
keamanan dan
mengurangi rasa
takut
7. Ajarkan klien teknik 7. Memberikan kenyamanan pada klien untuk
relaksasi mengurangi ansietas

3. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi,


kerentanan pribadi, harapan/persepsi tidak realistis,
ketidakadekuatan sistem pendukung Hasil yang diharapkan :
a) Mengungkapkan pemahaman tentang apa yang terjadi.
b) Mengidentifikasi/menggunakan teknik koping efektif
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Tentukan kemajuan 1. Persalinan yang lama yang berakibat
persalinan keletihan dapat menurunkan kemampuan
klien untuk mengatasi/mengatur kontraksi.
Peningkatan nyeri bila serviks tidak
dilatasi/membuka dapat menandakan
terjadinya anoksia sel-sel uterus
2. Kaji derajat nyeri 2. Ketidaknyamanan dan nyeri dapat
dalam hubungannya disalahartikan pada kurangnya kemajuan
dengan yang tidak dikenali sebagai masalah
dilatasi/penonjolan disfungsional
3. Kenali realitas 3. Mendengarkan perasaan dan mendukung
keluhan klien akan dapat menurunkan ketidaknyamanan dan
nyeri/ketidaknyaman membantu klien rileks dan mengatasi situasi
an
4. Tentukan tingkat
ansietas klien dan 4. Ansietas berlebihan meningkatkan aktivitas
pelatih. Perhatikan adrenal/pelepasan katekolamin
adanya frustasi menyebabkan ketidakseimbangan endokrin.
Kelebihan epinefrin menghambat aktivitas
miometrik. Tekankan juga
penurunan penyimpangan glikogen,
menurunkan ketersediaan glukosa untuk
sintesis adenosin trifosfat (ATP), yang
5. Diskusikan diperlukan untuk kontraksi uterus.
kemungkinan 5. Klien mungkin mampu rileks lebih baik
kepulangan klien ke bila pada lingkungan yang dikenal.
rumah sampai Memberikan kesempatan untuk
mulainya persalinan mengalihkan/memfokuskan
aktif kembali perhatian dan menyelesaikan tugas
yang berpengaruh pada tingkat
6. Berikan tindakan ansietas/frustasi
kenyamanan dan 6. Menurunkan ansietas, meningkatkan
pengubahan posisi kenyamanan, dan membantu klien mengatasi
klien. Anjurkan situasi secara positif.
penggunaan teknik
relaksasi dan
pernapasan yang
dipelajari
7. Berikan dorongan 7. Mungkin bermanfaat untuk memperbaiki
pada upaya kesalahan konsep bahwa klien
klien/pasangan terlalu bereaksi terhadap persalinan atau
untuk berkencan kadang menyalahkan terhadap perubahan
rencana kelahiran yang diantisipasi
8. Berikan informasi 8. Dapat membantu reduksi ansietas dan
faktual tentang apa meningkatkan koping
yang terjadi

IV. Implementasi
Kegiatan Ataupun Intervensi yang dilakukan
V. Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi, berdasarkan tujuan
yang hendak dicapai sesuai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan
sebelumnya. Saat evaluasi perawat hendaknya selalu memberi
kesempatan klien dan keluarga untuk menilai keberhasilannya,
kemudian diarahkan sesuai dengan kemampuan klien dan keluarga
dibidang kesehatan
2.2 Asuhan Keperawatan Persalinan Dengan Komplikasi Kelahiran Preterm

A. Definisi
Menurut Wiknjosastro tahun 2005 mengatakan bahwa persalinan
preterm adalan persalinan yang terjadi pada kehamilan 37 minggu atau
kurang. Menurut Sofie RK, dkk pada tahun 2009 mengatakan bahwa
persalinan preterm adalah lahirnya bayi sebelum kehamilan berusia lengkap
37 minggu. Menurut World Health Organization (WHO), Prematuritas
adalah kelahiran yang berlangsung pada umur kehamilan 20 minggu hingga
37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Terdapat 3 subkategori
usia kelahiran prematur berdasarkan kategori yaitu:
1. Extremely preterm (< 28 minggu)
2. Very preterm (28 hingga < 32 minggu)
3. Moderate to late preterm (32 hingga < 37 minggu).
B. Epidemiologi
Angka kejadian prematur yang tinggi masih menjadi pusat perhatian
dunia hingga kini. Tingkat kelahiran prematur di Amerika Serikat sekitar
12,3% dari keseluruhan 4 juta kelahiran setiap tahunnya dan merupakan
tingkat kelahiran prematur tertinggi di antara negara industri. Angka
kejadian kelahiran prematur di Indonesia belum dapat dipastikan
jumlahnya, namun berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Departemen Kesehatan tahun 2007, proporsi BBLR di Indonesia mencapai
11,5%, meskipun angka BBLR tidak mutlak mewakili angka kejadian
kelahiran prematur. Dalam studi yang dilakukan di RSUP Dr. Kariadi
Semarang tahun 2002 didapatkan kelahiran prematur sebesar 138 kasus
(4,6%).
C. Patofisiologi
Secara umum, penyebab persalinan prematur dapat dikelompokan
dalam 4 golongan yaitu :
1. Aktivasi prematur dari pencetus terjadinya persalinan
2. Inflamasi/infeksi
3. Perdarahan plasenta
4. Peregangan yang berlebihan pada uterus
Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan anxietas yang biasa
terjadi pada primipara muda yang mempunyai predisposisi genetik.
Adanya stres fisik maupun psikologi menyebabkan aktivasi prematur
dari aksis Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan
menyebabkan terjadinya persalinan prematur. Aksis HPA ini
menyebabkan timbulnya insufisiensi uteroplasenta dan mengakibatkan
kondisi stres pada janin. Stres pada ibu maupun janin akan
mengakibatkan peningkatan pelepasan hormon Corticotropin Releasing
Hormone (CRH), perubahan pada Adrenocorticotropic Hormone
(ACTH), prostaglandin, reseptor oksitosin, matrix metaloproteinase
(MMP), interleukin-8, cyclooksigenase-2, dehydroepiandrosteron
sulfate (DHEAS), estrogen plasenta dan pembesaran kelenjar
adrenal.Mekanisme kedua adalah decidua-chorio-amnionitis, yaitu
infeksi bakteri yang menyebar ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini
merupakan penyebab potensial terjadinya persalinan premature. Infeksi
intraamnion akan terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti pro-
inflamatory sitokin (IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α ). Sitokin akan
merangsang pelepasan CRH, yang akan merangsang aksis HPA janin
dan menghasilkan kortisol dan DHEAS. Hormon-hormon ini
bertanggung jawab untuk sintesis uterotonin (prostaglandin dan
endotelin) yang akan menimbulkan kontraksi. Sitokin juga berperan
dalam meningkatkan pelepasan protease (MMP) yang mengakibatkan
perubahan pada serviks dan pecahnya kulit ketuban. Mekanisme ketiga
yaitu mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan plasenta dengan
ditemukannya peningkatan hemosistein yang akan mengakibatkan
kontraksi myometrium. Perdarahan pada plasenta dan desidua
menyebabkan aktivasi dari faktor pembekuan Xa (protombinase).
Protombinase akan mengubah protrombin menjadi trombin dan pada
beberapa penelitian trombin mampu menstimulasi kontraksi
miometrium. Mekanisme keempat adalah peregangan berlebihan dari
uterus yang bisa disebabkan oleh kehamilan kembar, polyhydramnion
atau distensi berlebih yang disebabkan oleh kelainan uterus atau proses
operasi pada serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8,
prostaglandin, dan COX-2.
D. Faktor Risiko
1. Usia Ibu
Persalinan prematur meningkat pada usia <20 tahun dan >35 tahun.
Berdasarkan penelitian di Purwokerto tahun 2009 angka persalinan
prematur pada usia <20 tahun sebesar 30% sedangkan pada persalinan
usia reproduksi (20-35 tahun) angka kejadian prematur sebesar 10%, hal
ini menunjukan ibu usia muda meningkatkan kejadian prematur sebesar
38,8 kali lebih besar Kehamilan usia muda lebih memungkinkan
mengalami penyulit pada masa kehamilan dan persalinan yaitu karena
wanita muda sering memiliki pengetahuan yang terbatas tentang
kehamilan atau kurangnya informasi dalam mengakses sistem
pelayanan kesehatan. Pada usia ini juga belum cukup dicapainya
kematangan fisik, mental dan fungsi organ reproduksi dari calon ibu.
Golongan primigravida muda dimasukkan dalam golongan risiko tinggi,
karena angka kesakitan dan angka kematian ibu dan bayi pada
kehamilan remaja 2-4x lebih tinggi dibandingkan dengan usia
reproduksi.
2. Penyakit Dalam Kehamilan
a) Preeklampsia/Eklampsia . Preeklampsia adalah hipertensi yang
timbul setelah usia 20 minggu kehamilan dan disertai dengan
proteinuria, sedangkan eklampsia adalah preeklampsia yang disertai
dengan kejang dan atau koma.18 Preeklampsia meningkatkan risiko
terjadinya solusio plasenta, persalinan prematur, Intrauterine
Growth Retardation (IUGR), dan hipoksia akut. Preeklampsia
menyumbang sekitar 15% dari semua kelahiran premature
b) Penyakit Kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular adalah
sekelompok gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Penyakit
jantung/kardiovaskular terjadi pada 0,5 - 3 % kehamilan, yang dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu hamil di dunia.
Selama masa kehamilan curah jantung akan mengalami peningkatan
30-50%. Perubahan curah jantung ini disebabkan karena
peningkatan preload akibat bertambahnya volume darah, penurunan
afterload akibat menurunya resistesi vaskular sitemik, dan
peningkatan denyut jantung ibu saat istirahat 10-20 kali/menit.
Peningkatan curah jantung dipengaruhi juga oleh isi sekuncup
jantung yang meningkat 20-30% selama kehamilan. Pada penyakit
jantung yang disertai kehamilan, pertambahan denyut jantung dan
volume sekuncup jantung dapat menguras cadangan kekuatan
jantung. Payah jantung akan menyebabkan stres maternal sehingga
terjadi pengaktifan aksis HPA yang akan memproduksi kortisol dan
prostaglandin, kemudian mencetuskan terjadinya persalinan
premature.
c) Anemia. Anemia adalah suatu kelainan darah yang terjadi ketika
tubuh menghasilkan terlalu sedikit sel darah merah (SDM),
penghancuran SDM berlebihan, atau kehilangan banyak SDM.
Selama kehamilan, tubuh ibu mengalami mengalami banyak
perubahan salah satunya adalah hubungan antara suplai darah
dengan respon tubuh. Seperti yang telah dijelaskan pada subbab
penyakit kardivaskular, total jumlah plasma pada wanita hamil dan
jumlah SDM meningkat dari kebutuhan awal, namun peningkatan
volume plasma lebih besar dibandingkan peningkatan massa SDM
dan menyebabkan penurunan konsentrasi hemoglobin, sehingga
mempengaruhi kadar O2 yang masuk ke dalam jaringan. Keadaan
ini dapat menyebabkan hipoksia jaringan yang kemudian akan
memproduksi kortisol dan prostaglandin, yang mencetuskan
terjadinya persalinan prematur pada ibu dengan anemia.
d) Hipotiroid. Penyakit tiroid adalah suatu kelainan yang menyerang
glandula tiroid. Saat awal gestasi, janin bergantung sepenuhnya pada
hormon tiroid ibu yang melewati plasenta karena fungsi tiroid janin
belum berfungsi sebelum 12-14 minggu kehamilan. Pada kehamilan
12 minggu pertama kadar hormon chorionic gonadotropin (HCG)
akan mencapai puncaknya dan kadar tiroksin bebas akan meningkat,
sehingga menekan kadar tirotropin. Namun, kadar hormon tiroid
yang rendah pada hipotiroid kehamilan akan memacu aksis HPA
untuk memacu produksi TRH untuk memenuhi kebutuhan hormon
tiroid ibu dan janin. Pengaktifan aksis HPA ini yang dapat memacu
pelepasan kortisol kedalam darah sehingga memproduksi
prostaglandin yang dapat memacu terjadinya persalinan premature.
e) Paritas. Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup.
Paritas dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah anak yang
dilahirkan Yaitu:
a) Nulipara, adalah seorang wanita yang belum pernah
menyelesaikan kehamilan melewati gestasi 20 minggu.
b) Primipara, yaitu seorang wanita yang pernah satu kali
melahirkan bayi yang lahir hidup atau meninggal dengan
perkiraan lama gestasi 20 minggu atau lebih.
c) Multipara, adalah seorang wanita yang pernah
menyelesaikan dua atau lebih kehamilan hingga 20 minggu
atau lebih.
3. Riwayat Partus Prematurus
Riwayat persalinan prematur sebelumnya merupakan penanda risiko
paling kuat dan paling penting. Berdasarkan data Health Technology
Assessment Indonesia tahun 2010 bahwa insiden terjadinya persalinan
prematur selanjutnya setelah 1x persalinan prematur meningkat hingga
14,3% dan setelah 2x persalinan prematur meningkat hingga 28%.
Wanita yang mengalami persalinan prematur memiliki risiko untuk
mengalaminya kembali pada kehamilan selanjutnya.
4. Ketuban Pecah Dini.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya kulit ketuban sebelum persalinan,
sedangkan pecahnya kulit ketuban pada usia kehamilan <37 minggu
disebut ketuban pecah dini kehamilan premature. Ketuban pecah dini
kehamilan prematur terjadi pada 1% -3% dari seluruh keamilan dan
bertanggung jawab untuk sepertiga dari semua kelahiran premature.
Ketuban pecah selama persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang, keseimbangan antara sintesis
dan degradasi ekstraseluler matriks, perubahan struktur, jumlah sel, dan
katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP)
yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antar MMP dan Tissue
Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP-1) mengarah pada degradasi
proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membran janin
5. Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan
24 minggu hingga sebelum kelahiran bayi. Perdarahan antepartum
menyebabkan seperlima bayi lahir dengan prematur dan juga
menyebabkan bayi yang dilahirkan mengalami cerebral palsy. Penyebab
paling sering dari perdarahan antepartum adalah plasenta previa dan
solusio plasenta. Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi di
segmen bawah rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau
sebagian dari ostium uteri internum. Terjadinya implantasi plasenta di
segmen bawah rahim dapat disebabkan karena:
a) Endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi.
b) Lapisan endometrium tipis sehingga diperlukan perluasan
plasenta untuk mencukupi kebutuhan nutrisi janin
c) Vili khorialis pada chorion leave yang persisten.

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan


plasenta maternal dari tempat implantasinya sebelum waktunya.
Perdarahan tidak dapat berhenti dikarenakan uterus yang sedang
mengandung tidak mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh
arteria spiralis yang terputus
6. Gemelli
Gemelli/kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih
intrauteri. Kehamilan ganda dianggap mempunyai risiko tinggi karena
dapat menyebabkan komplikasi lebih tinggi untuk mengalami
hiperemesis gravidarum, hipertensi dalam kehamilan, kehamilan
dengan hidramnion, persalinan dengan prematuritas, pertumbuhan janin
terhambat
7. Bakterial Vaginosis
Vagina yang sehat mengandung berbagai jenis bakteri yang penting
dalam memerangi infeksi. Bakterial Vaginosis (BV) diperkirakan terjadi
pada 40% wanita dan merupakan faktor risiko kuat penyebab prematur.
BV dapat meningkatkan risiko prematur 2 kali lipat terutama jika
dijumpai pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. BV merupakan
suatu kondisi tanpa dijumpai adanya peradangan. Bakteri BV
menghasilkan enzim mukolitik yang mempermudah bakteri tersebut
menembus barier lendir serviks masuk kedalam traktus genitalis bagian
atas. Selain itu jumlah mikroflora vagina normal yaitu Lactobacillus
fakultatif menurun, maka akan mempengaruhi tingkat keasaman vagina
dan mempermudah pertumbuhan bakteri anaerob.
8. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih/urinary tract infection (UTI) adalah tumbuh dan
berkembang biaknya mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah
bermakna. Pada wanita hamil dikenal 2 keadaan infeksi saluran kemih
yakni: Infeksi saluran kemih/urinary tract infection (UTI) adalah
tumbuh dan berkembang biaknya mikroba dalam saluran kemih dalam
jumlah bermakna. Pada wanita hamil dikenal 2 keadaan infeksi saluran
kemih yakni:
a) Bakteriuria asimtomatik (asymptomatic bacteriuria, covert
bacteriuria) adalah terdapatnya bakteri dalam saluran kemih
tanpa menimbulkan manifestasi klinis.
b) ISK simtomatik adalah ISK yang disertai gejala dan tanda klinik.
Lebih dari 30% penderita bakteriuria simtomatis yang tidak
diobati akan menyebabkan berkembangnya kelahiran bayi
prematur dengan berat badan lahir rendah sekitar 1,5 sampai 2
kali lipat. Faktor risiko meningkatnya infeksi saluran kemih
dapat dikarenakan oleh:
 Perubahan morfologi kehamilan, dimana asal dari traktus
genital dan traktus urinarius adalah sama secara
embriologi.
 Sistokel dan urethrokel
 Kebiasaan menahan berkemih

E. Asuhan Keperawatan

2.3 Asuhan Kperawatan Persalinan Dengan Komplikasi Prolapse Korda


Umbilikal

A. Definisi
Prolaps Corda Umbilical atau prolaps tali pusat adalah tali pusat
berada di samping atau melewati bagian terendah janin dalam jalan lahir
sebelum ketuban pecah. Prolaps Tali pusat dapat dibedakan menjadi 3
derajat yaitu :
1. Prolaps Occult : Keadaan dimana tali pusat terletak diatas di dekat pelvis
tetapi tidak dalam jangkauan jari pada pemeriksaan vagina.
2. Tali Pusat mungkin fore lying :Adalah keadaan dimana tali pusat dapat
diraba melalui arteum uteri, tetapiberada didalam kantong ketuban yang utuh.
3. Tali pusat mungkin prolaps kedalam vagina atau bahkan diluar vagina
setelah ketuban pecah
B. Etiologi
Penyebab terjadinya prolapse korda umbilical pada janin atau yang
sering disebut dengan lilitan tali pusat pada janin :
1. Usia kehamilan Kematian bayi pada trimester pertama atau kedua
sering disebabkan karena puntiran tali pusat secara berulang-ulang
ke satu arah. Ini mengakibatkan arus darah dari ibu ke janin melalui
tali pusat tersumbat total. Karena dalam usia kehamilan tersebut
umumnya bayi masih bergerak dengan bebas. Hal tersebut
menyebabkan kompresi tali pusat sehingga janin mengalami
kekurangan oksigen.
2. Polihidramnion kemungkinan bayi terlilit tali pusat semakin
meningkat.
3. Panjangnya tali pusat dapat menyebabkan bayi terlilit. Panjang tali
pusat bayi rata-rata 50 sampai 60 cm. Namun, tiap bayi mempunyai
panjang tali pusat berbeda-beda. Panjang pendeknya tali pusat tidak
berpengaruh terhadap kesehatan bayi, selama sirkulasi darah dari
ibu ke janin melalui tali pusat tidak terhambat.
C. Manifestasi Klinis
1. Tali pusat kelihatan menonjol keluar dari vagiana.
2. Tali pusat dapat dirasakan atau diraba dengan tangan didalam bagian
yang lebih sempit dari vagina.
3. Keadaan jalan lahir yang berbahaya mungkin terjadi sebagai mana
tali pusat ditekan antara bagian presentase dan tulang panggul.
4. Bradikardia janin ( DJJ <100x/menit)
5. Hipoksia Janin
D. Patofisiologi
Beberapa etiologi yang dapat menyebabkan prolapsus tali pusat
diantaranya adalah kehamilan kembar, hidroamnion, kehamilan prematur,
janin terlalu kecil, kelainan presentasi dan plasenta previa. Pada kehamilan
kembar akan mengalami hidramnion, dimana cairan ketuban banyak dan
inilah yang menyebabkan janin dapat bergerak lebih leluasa dalam rahim.
Dan keadaan ini dapat mengakibatkan kelainan presentasi (letak sungsang,
lintang, presentasi kepala). Sedangkan pada kehamilan prematur selain
terjadi hidramnion juga terjadi ukuran janin yang kecil karena usia gestasi
yang masih muda sehingga janinnya memiliki ukuran kepala yang kecil.
Pada plasenta previa, plasenta akan mendekati atau menutup jalan lahir.
Semua keadaan tersebut akan menyebabkan janin sulit beradaptasi terhadap
panggul ibu,sehingga PAP (pintu atas panggul) tidak tertutupi oleh bagian
bawah janin, dan inilah yang mengakibatkan tali pusat bergeser atau turun
dari tempatnya sehingga terjadilah prolaps tali pusat.
Prolaps tali pusat akan mengakibatkan tali pusat terjepit antara
bagian terendah janin dan jalan lahir sehingga sirkulasi janin akan terganggu
dan ini mengakibatkan terjadi hipoksia fetal dan bila berlanjut dapat
mengakibatkan fetal distress yang ditandai dengan melemahnya DJJ. Bila
eadaan ini terus berlangsung dapat mengakibatkan terjadinya kematian pada
janin. Tapi bila dapat ditangani maka janin tetap hidup, ini ditandai dengan
adanya teraba denyutan pada tali pusat.
Letak lintang, letak sungsang terutama presentase bokong,
hidraamnion, KPD, dan plasenta previa dapat menyebabkan prolaps tali
pusat. Dimana tali pusat berada dibagian terendah janin didalam jalan lahir
atau berada diantara bagian yang disiapkan untuk janin dan tulang pelvis
ibu, sehingga tali pusat keluar dari uterus mendahului bagian persentase
pada setiap kontraksi. Dengan demikian tali pusat akan kelihatan menonjol
keluar dari vagina.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pada kasus prolapse korda umbilical, pemeriksaan diagnostic yang
dapat dilakukan:
1. Tes prenatal dapat memasukan polihidramnion, janin besar atau
gestasi multipara
2. Pemeriksaan vagina menunjukkan perubahan posisi tali pusat
3. Fundoskop digunakan untuk mendeteksi denyut jantung janin atau
monotoring DJJ
4. Ultrasound atau pelvimetri sinar x, mengevaluasi arsitektur pelvis,
presentasi janin, posisi dan formasi

F. Penatalaksanaan
1. Tali pusat berdenyut
a) Jika tali pusat berdenyut, berarti janin masih hidup.
b) Beri oksigen 4-6 liter/ menit melalui masker atau nasal kanul
c) Posisi ibu Trendelenberg
d) Diagnosis tahapan persalinan melalui pemeriksaan dalam segera.
e) Jika ibu pada persalinan kala I :
 Dengan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi (DTT) masukan
tangan kedalam vagina dan bagian terendah janin segera
didorong ke atas, sehingga tahanan pada tali pusat dapat
dikurangi.
 Tangan yang lain menahan bagian terendah di supra bubis dan
evaluasi keberhasilan reposisi.
 Jika bagian terbawah janin sudah terpegang dengan kuat diatas
rongga panggul, keluarkan tangan dari vagina, letakan tangan
tetap diatas abdomen sampai dilakukan sesio cesarea.
 Jika tersedia, berikan salbutamol 0,5 mg IV secara berlahan
untuk mengurangi kontraksi rahim.
 Segera lakukan seksio cesarea
f) Jika ibu pada persalinan kala II :
 Pada persentasi kepala, lakukan persalinan segera dengan
ekstraksi vakum atau ekstraksi cunam/forseps.
 Jika persentase bokong/sungsang lakukan ekstraksi bokong atau
kaki,dan gunakan forseps pipa panjang untuk melahirkan kepala
yang menyusul.
 Jika letak lintang, siapkan segera seksio caesarea.
 Siapkan segera resusitasi neonatus.
2. Tali pusat tidak berdenyut
Jika tali pusat tidak berdenyut berarti janin telah meninggal. Keadaan
ini sudah tidak merupakan tindakan darurat lagi, lahirkan bayi secara
normal tanpa mencederai ibu. Pergunakan waktu untuk memberikan
konseling pada ibu dan keluarganya tentang apa yang terjadi serta
tindakan apa yang akan dilakukan.
3. Polindes:
a) Lakukan pemeriksaan dalam bila ketuban sudah pecah dan bagian
terbawah janin belum turun
b) Jika teraba tali pusat, pastikan tali pusat masih berdenyut atau tidak
dengan meletakkan tali pusat diantara 2 jari
c) Lakukan reposisi tali pusat. Jika berhasil usahakan bagian terendah
janin memasuki rongga panggul, dengan menekan fundus uteri dan
usahakan segera persalinan pervaginam.
d) Suntikkan terbutalin 0,25 mg sub cutan
e) Dorong ke atas bagian terbawah janin dan segera rujuk ke
Puskesmas / RS.
4. Puskesmas
a) Penanganan sama seperti di atas.
b) Jika persalinan pervaginam tidak mungkin dilaksanakan, segera
rujuk ke Rumah sakit.
5. Rumah Sakit.
a) Lakukan evaluasi atau penanganan seperti pada manajemen medik.
b) Jika persalinan pervaginam tidak mungkin terjadi, segera lakukan
seksio cesarea.
G. Komplikasi
1. Hipoksia janin. Lilitan tali pusat dapat menyebabkan penekanan atau
kompresi pada pembuluh-pembuluh darah tali pusat. Akibatnya, suplai
darah yang mengandung oksigen dan zat makanan ke bayi akan
berkurang, mengakibatkan bayi menjadi sesak atau hipoksia.
2. Distres janin sehingga bisa mengakibatkan bayi mati. Lilitan tali pusat
secara berulang-ulang ke satu arah. Biasanya terjadi pada trimester
pertama atau kedua. Ini mengakibatkan arus darah dari ibu ke janin
melalui tali pusat tersumbat total. Karena dalam usia kehamilan tersebut
umumnya bayi masih bergerak dengan bebas.
3. Infeksi intra partum. Infeksi bakteri tertentu, juga parasit dan virus dapat
pula ikut masuk ke janin melalui tali pusat. Karena fungsinya sebagai
selang penghantar makanan dan oksigen ke janin sehingga tali pusat
menjadi vital bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.

H. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a) Identitas klien
b) Riwayat kehamilan (GPA)
c) Pemeriksaan umum : kesadaran, tanda vital, keadaan umum.
d) Pemeriksaan khusus :
 Kepala :
 Rambut : Kebersihan kulit kepala
 Wajah : Adanya kloasma gravidarum atau tidak
 Mata : Konjungtiva anemis atau tidak, sklera ikterik atau
tidak.
 Hidung : Kebersihan→sekret ada atau tidak, sinus paranasal
membesar atau tidak.
 Mulut : Kebersihan→mukosa mulut merah atau tidak, gigi
berlubang atau tidak.
 Telinga :Kebersihan liang telinga, ada serumen atau tidak.
 Leher : Kelenjar tiroid membesar atau tidak.
 Toraks :
 Inspeksi: Frekuensi pernapasan teratur atau tidak, pada
payudara adastriae dan linea atau tidak, areola mamae
hiperpigmentasi atau tidak, serta puting susu menonjol datar
atau terbenam.
 Palpasi : Ada pembengkakan pada payudara atau tidak.
 Auskultasi : Bunyi napas normal atau tidak, bunyi jantung
SI-S2 diapeksc.
 Abdomen :
 Inspeksi : Ada striae dan linea atau tidak, ada bekas luka
operasi atau tidak.
 Palpasi : Tinggi fundus uteri, pemeriksaan leupold.
 Auskultasi : DJJ normal tidak.

 Vulva : Kebersihan vulva, fluor albus ada atau tidak.


 Ekstremitas : ada varises atau tidak, edema ada atau tidak.
 Pemeriksaan vaginal toucher
 Teraba tali pusat pada daerah ostium uterus
Ketika kondisi menunjukan adanya prolaps tali pusat,
pemeriksaan vagina yang sering dan perhatian yang ketat
terhadap perubahan denyut jantung janin dapat merupakan
pengkajian awal. Pemeriksaan rutin yang penting dilakukan
setelah ruptur pada membran adalah mendengar dan melaporkan
denyut jantung janin sendiri mungkin setelah ruptur uteri dan
diulangi dalam 10-15 menit untuk mendeteksi melemah atau
tidak teraturnya irama jantung ketika terjadi prolaps tali pusat.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah ke plasenta
atau melalui tali pusat (prolaps)
b) Ansietas b/d situasi, ancaman yang dirasakan oleh ibu atau janin
c) Risiko cedera terhadap janin b/d hipoksia janin
d) Ketidakefektifan koping b/d komplikasi persalinan
e) Risiko infeksi b/d adanya prosedur invasive

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1) Gangguan Setelah dilakukan 1. Berikan terapi
pertukaran gas b/d asuhan keperawatan oksigen sesuai
perubahan aliran selama 3x24 jam, indikasi
darah ke plasenta diharapkan 2. Anjurkan klien
atau melalui tali gangguan untuk melakukan
pusat (prolaps) pertukaran gas pergerakan aktif
dapat diatasi dengan yang tidak
kriteria hasil: berlebihan
Respon ventilasi 3. Pantau denyut
membaik jantung janin
Denyut jantung janin secara berkala
dalam batas normal

2) Ansietas b/d Setelah dilakukan 1. Lakukan


situasi, ancaman asuhan keperawatan pendekatan pada
yang dirasakan oleh selama 3x24 jam, klien dengan baik
ibu atau janin diharapkan klien 2. Berikan informasi
dapat mengontrol mengenai
kecemasannya diagnosis,
dengan kriteria pengobatan, dan
hasil: prognosis
Kontrol diri agresi 3. Gunakan
Klien merasa mekanisme
nyaman pertahanan diri
yang sesuai pada
klien
4. Ajarkan klien
dalam
menggunakan
tehnik relaksasi
5. Kolaborasikan
dengan tenaga
medis lain dalam
pemberian obat anti
cemas

3) Risiko cedera Setelah dilakukan 1. Berikan terapi


terhadap janin b/d asuhan keperawatan oksigen sesuai
hipoksia janin selama 3x24 jam, indikasi
diharapkan klien 2. Pantau aktivitas
cedera tidak terjadi pergerakan serta
dengan kriteria denyut jantung
hasil: janin secara berkala
Lilitan tali pusat 3. Anjurkan ibu
dapat terlepas untuk
Saluran O2 dan mengkonsumsi
nutrisi pada janin makanan yang
kembali normal bernutrisi
Keamanan ibu 4. Atur pola makan
terjaga ibu guna membantu
pemenuhan nutrisi
pada janin

4) Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat


koping b/d asuhan koping kecemasan
komplikasi individu menjadi klien
persalinan efektif dengan 2. Anjurkan klien
kriteria hasil: untuk tetap
Klien memahami relaks
kondisinya saat ini 3. Jelaskan
Kliem mampu kondisi yang
mengontrol/ dialami klien,
membuat serta
pertahanan diri kemungkinan
Klien mampu terbaik yang
beradaptasi dengan akan
keadaan didapatkan
klien
4. Berikan support
terhadap klien
5. Hindarkan
klien dari berita
yang mungkin
akan
menurunkan
pertahanan diri
klien
5) Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan 1. Bersihkan
adanya prosedur asuhan keperawatan daerah pasca
invasive selama 3x24 jam, melakukan
infeksi tidak terjadi prosedur
dengan kriteria invasive
hasil: 2. Bersihkan
Tidak tampak tanda- daerah pasca
tanda infeksi melakukan
Tidak terjadi luka tindakan
parah pada kulit invasive
yang telah dengan cairan
dilakukan tindakan antibakteri
invasive 3. Kolaborasikan
dengan tenaga
medis lain
dalam
pemberian obat
antibiotik
4. Anjurkan klien
untuk
menghabiskan
obat antibiotik
yang telah
diberikan

4. Implementasi

Kegiatan Ataupun Intervensi yang dilakukan

5. Evaluasi

Tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi, berdasarkan tujuan yang


hendak dicapai sesuai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan
sebelumnya. Saat evaluasi perawat hendaknya selalu memberi kesempatan
klien dan keluarga untuk menilai keberhasilannya, kemudian diarahkan
sesuai dengan kemampuan klien dan keluarga dibidang kesehatan

2.4 Asuhan Keperawatan Persalinan Dengan Komplikasi Kehamilan Multiple

A. Definisi
Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua atau lebih. Hukum
Hellin menyatakan bahwa perbandingan antara kehamilan ganda dan
tunggal adalah 1: 89, untuk triplet 1 : 892, untuk kuadruplet 1 : 893, dan
seterusnya. Sedangkan menurut Greulich 1930, kehamilan ganda terjadi
sebanyak 1:85.
Menurut Hacker & Moore, kehamilan ganda adalah suatu kehamilan
dimana terdapat dua atau lebih embrio atau janin sekaligus. Kehamilan
ganda terjadi apabila dua atau lebih ovum dilepaskan dan dibuahi atau
apabila satu ovum yang dibuahi membelah secara dini hingga membentuk
dua embrio yang sama pada stadium massa sel dalam atau lebih awal.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
perbandingan morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang
sangat tinggi. Maka kehamilan kembar atau ganda dapat memberikan resiko
yang lebih tinggi terhadap ibu dan janin. Oleh karena itu, dalam menghadapi
kehamilan ganda harus dilakukan perawatan antenatal yang intensif.
B. Etiologi
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah ; bangsa, umur, dan
paritas sering mempengaruhi kehamilan kembar 2 telur.
2. Faktor obat-obat induksi ovulasi: profertil, clomid, dan hormone
gonadotropin dapat menyebabkan kehamilan dizigotik dan kembar
lebih dari 2.
3. Faktor yang lain belum diketahui:
a) Faktor bangsa : Mempengaruhi kehamilan ganda : di AS
lebih banyak dijumpai pada wanita kulit hitam dibandingkan
kulit putih. Angka tertinggi kehamilan ganda dijumpai di
Finlandia dan terendah Jepang.
b) Faktor umur : Makin tua, makin tinggi angka kejadian
kehamilan kembar dan menurunan lagi setelah umur 40
tahun.
c) Paritas : Pada primipara 9,8 per 1000 dan multipara (
Oktipara ) naik jadi 18,9 per 1000 persalinan.
d) Keturunan : Keluarga tertentu akan cenderung melahirkan
anak kembar yang biasanya diturunkan secara paternal,
namun dapat pula secara maternal.
C. Jenis-jenis kehamilan ganda (Gemeli)
Jenis kehamilan ganda terdiri dari kehamilan monozigotik dan dizigotik
1. Kehamilan Monozigotik. Kemahilan monozigotik merupakan
kehamilan ganda yang berasal dari satu ovum yang dibuahi dan
membelah secara dini hingga membentuk dua embrio yang sama.
Kehamilan ini disebut juga hamil kembar identik, hamil kembar
homolog, atau hamil kembar uniovuler. Hal ini di karenakan berasal
dari satu ovum.
2. Kehamilan Dizigotik. Merupakan kehamilan ganda yang berasal dari 2
atau lebih ovum yang telah dibuahi, sebagian besar kehamilan ganda
adalah dizigotik atau kehamilan kembar fraternal. Kehamilan dizigotik
mempunyai heterolog-biovuler, 2 amniom-2choirion dan 2 plasenta
dengan aliran darah yang berbeda, bahkan jenis kelamin dapat berbeda.

Berdasarkan kejadian kehamilan ganda dizigotik di bagi menjadi 2 yaitu:


a) Superfekundasi. Terjadinya kehamilan dua telur dengan ovulasi
bersamaan, tetapikonsepsi terjadi dalam waktuyang hamper bersamaan
melalui hubungan seks yang berdekatan waktunya.
b) Superfetasi. Kehamilan kedua terjadi beberapa minggu sampai beberapa
bulan setelah kehamilan pertama.

D. Patofisiologi
Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga
melewati batas toleransi dan seringkali terjadi putus prematurus. Lama
kehamilan kembar dua rata-rata 260 hari, triplet 246 hari dan kuadruplet 235
hari. Berat lahir rata-rata kehamilan kembar ± 2500gram, triplet 1800gram,
kuadriplet 1400gram. Penentuan zigositas janin dapat ditentukan dengan
melihat plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan. Bila terdapat
satu amnion yang tidak dipisahkan dengan korion maka bayi tesebut adalah
monozigotik. Bila selaput amnion dipisahkan oleh korion, maka janin
tersebut bisa monozigotik tetapi lebih sering dizigotik.
Pada kehamilan kembar dizigotik hampir selalu berjenis kelamin
berbeda. Kembar dempet atau kembar siam terjadi bila hambatan
pembelahan setelah diskus embrionik dan sakus amnion terbentuk, bagian
tubuh yang dimiliki bersama dapat. Secara umum, derajat dari perubahan
fisiologis maternal lebih besar pada kehamilan kembar dibanding dengan
kehamilan tunggal. Pada trimester 1 sering mengalami nausea dan muntah
yang melebihi yang dikarateristikan kehamilan-kehamilan tunggal.
Perluasan volume darah maternal normal adalah 500 ml lebih besar pada
kehamilan kembar, dan rata-rata kehilangan darah dengan persalinan vagina
adalah 935 ml, atau hampir 500 ml lebih banyak dibanding dengan
persalinan dari janin tunggal.
Massa sel darah merah meningkat juga, namun secara proporsional
lebih sedikit pada kehamilan-kehamilan kembar dua dibanding pada
kehamilan tunggal, yang menimbulkan” anemia fisiologis” yang lebih
nyata. Kadar haemoglobin kehamilan kembar dua rata-rata sebesar 10 g/dl
dari 20 minggu ke depan. Sebagaimana diperbandingkan dengan kehamilan
tunggal, cardiac output meningkat sebagai akibat dari peningkatan denyut
jantung serta peningkatan stroke volume. Ukuran uterus yang lebih besar
dengan janin banyak meningkatkan perubahan anatomis yang terjadi selama
kehamilan. Uterus dan isinya dapat mencapai volume 10 L atau lebih dan
berat lebih dari 20 pon. Khusus dengan kembar dua monozygot, dapat
terjadi akumulasi yang cepat dari jumlah cairan amnionik yang nyata sekali
berlebihan, yaitu hidramnion akut.
Dalam keadaan ini mudah terjadi kompresi yang cukup besar serta
pemindahan banyak visera abdominal selain juga paru dengan peninggian
diaphragma. Ukuran dan berat dari uterus yang sangat besar dapat
menghalangi keberadaan wanita untuk lebih sekedar duduk. Pada kehamilan
kembar yang dengan komplikasi hidramnion, fungsi ginjal maternal dapat
mengalami komplikasi yang serius, besar kemungkinannya sebagai akibat
dari uropati obstruktif. Kadar kreatinin plasma serta urin output maternal
dengan segera kembali ke normal setelah persalinan.
Dalam kasus hidramnion berat, amniosintesis terapeutik dapat
dilakukan untuk memberikan perbaikan bagi ibu dan diharapkan untuk
memungkinkan kehamilan dilanjutkan. Berbagai macam stress kehamilan
serta kemungkinan-kemungkinan dari komplikasi-komplikasi maternal
yang serius hampir tanpa kecuali akan lebih besar pada kehamilan kembar.

E. Komplikasi Kehamilan Ganda (Gemeli)


1. Trimester pertama
Anemia
Emesis-hiperemesis-gravidarum
Abortus
2. Trimester kedua/ ketiga
Prematuritas
Praeklampsia-eklampsi
Hidramnion
3. Inpartu
Kelainan letak
Plasentas previa
Perut gantung
Insersia uteri
Persalinan memanjang
Ketuban pecah dini saat pembukaan kecil
Prolapsus funikuli
Solusio plasenta
Persalinan dengan tindakan operasi
4. Postpartum
Atonia uteri
Perdarahan postpartum
Retensio plasenta
Rest plasenta
F. Pertumbuhan Janin
1. Berat badan 1 janin kehamilan kembar rata – rata 1000 gram lebih
ringan dari jenis tunggal.
2. Berat badan baru lahir biasanya pada kembar dua di bawah 2500
gram, triplet dibawah 2000 gram, zuadriplet 1500 gram, dan
quintuplet dibawah 1000 gram.
3. Berat badan masing – masing janin dari kehamilan kembar tidak
sama, umumnya berselisih antara 50 sampai 1000 gram, dan karena
pembegian sirkulasi darah tidak sama, maka yang satu lebih kurang
tumbuh dari yang lainnya.
4. Pada kehamilan kembar dizigotik : Dapat terjadi janin yang satu
meninggal dan janin yang lain tumbuh sampai cukup bulan. Janin
yang mati bisa diresorbsi (kalau pada kehamilan muda ), atau pada
kehamilan yang agak tua, janin jadi pipih yang disebut fetus
papyraseus atau kompresus.
5. Pada kehamilan kembar monozogotik: Pembuluh darah janin yang
satu beranastomis dengan janin yang lainnya, karena itu setelah bayi
satu lahir tali pusat harus diikat untuk menghindari pendarahan.
Karena itu janin yang satu dapat terganggu pertumbuhannya dan
menjadi monstrum, seperti akardiakus dan kelainan lainnya. Dapat
terjadi sindroma transfuse fetal: pada janin yang mendapat darah
lebih banyak terjadi hidramnion,polisitemia,oedema, dan
pertumbuhan yang baik. Sedangkan janin kedua terlihat kecil,
anemis, dehidrasi, oligohidrami, dan mikrokardia, karena kurang
mendapat darah.
G. Letak pada presentasi janin
Pada kehamilan kembar sering terjadi kesalahan presentasi dan
posisi kedua janin. Begitu pula letak janin kedua, dapat berubah setelah
janin pertama lahir, misalnya : dari letak lintang dapat berubah menjadi
letak sungsang atau letak kepala. Berbagai kombinasi letak, presantasi dan
posisi bisa terjadi. Yang paling sering di jumpai adalah :
 Kedua janin dalam letak membujur, presentasi kepala ( 44-47%)
 Letak membujur, presentasi kepala bokong ( 37-38%)
 Keduanya presentasi bokong ( 8-10 )
 Letak lintang dan presentasi kepala ( 5-5,3%)
 Letak lintang dan presentasi bokong ( 1,5-2%)
 Dua-duanya letak lintang ( 0,2-0,6%)
 Letak dan presentasi “69” adalah letak yang berbahaya, karena dapat
terjadi kunci-mengunci ( Interlocking )

H. Pemeriksaan diagnostik
1. USG : kehamilan kembar
2. Ultrasonik Dopller : kontraksi dua jantung janin yang berbeda /
terpisah.
3. Biokimia :
 Jumlah gunadotropin Korionik dalam plasma dan uine
meningkat.
 Kadar laktogen plasenta : meningkat.
4. Radiografi : Terlihat dua kerangka janin.

I. Penatalaksana
1. Penanganan dalam Kehamilan
a) Prenatal yang baik untuk mengenal kehamilan kembar dan
mencegah komplikasi yang timbul, dan bila diagnosa telah
ditegakkan periksa ulang akan lebih sering (1 kali seminggu
pada kehamilan 32 minggu ke atas).
b) Setelah kehamilan 30 minggu, koitus dan perjalanan jauh
dilarang, karena akan merangsang partus prematurus.
c) Pemakaian gurita korset yang tidak terlalu ketat diperbolehkan,
supaya terasa lebih ringan.
d) Pemeriksaan darah lengkap, Hb dan golongan darah.
e) Makanan dianjurkan mengandung banyak protein dan makan
dilaksanakan lebih sering dalam jumlah lebih sedikit.
f) Bila ada tanda-tanda partus prematurus yang mengancam
dengan pemberian betamethason 24 mg per hari untuk
pematangan janin.
g) Anjurkan rawat inap bila:
 ada kelainan obstetri,
 ada his/pembukaan serviks,
 adanya hipertensi,
 pertumbuhan salah satu janin terganggu,
 kondisi sosial yang tidak baik,
 profilaksis/mencegah partus prematurus dengan obat
tokolitik,
 pemasangan jerat (Shirodkar’s operation).
2. Penanganan dalam Persalinan
a) Bila anak I letaknya membujur, kala I diawasi seperti biasa,
ditolong seperti biasa dengan episiotimi mediolateralis.
b) Setelah itu baru waspada, lakukan periksa luar, periksa dalam
untuk menentukan keadaan janin II. Tunggu, sambil memeriksa
tekanan darah ibu dan lain-lain
c) Biasanya dalam 10-15 menit his akan kuat lagi. Bila janin II
letak membujur, ketuban dipecahkan pelan-pelan supaya air
ketuban tidak deras mengalir keluar. Tunggu dan pimpin
persalinan anak II seperti biasa.
d) Awas atas kemungkinan terjadinya perdarahan postpartum,
maka sebaiknya dipasang infus profilaksis.
e) Bila ada kelainan letak anak II, misalnya melintang atau terjadi
prolaps talipusat dan solusio plasenta, maka janin dilahirkan
dengan cara operatif obstetrik;
 Pada letak lintang coba versi luar dahulu.
 Atau lahirkan dengan cara versi dan ekstraksi;
 Pada letak kepala persalinan dipercepat dengan ekstraksi
vakum atau forceps.
 Pada letak bokong atau kaki; ekstraksi bokong atau kaki.
 Indikasi sectio caesarea hanya pada:
 Janin I letak lintang;
 Terjadi prolaps talipusat;
 Plasenta previa;
 Terjadi interlocking pada letak kedua janin 69; anak I letak
sungsang dan anak II letak kepala
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Anamnesis : Perut lebih buncit dari semestinya sesuai dengan umur
tuanya kehamilan. Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu
hamil.Uterus terasa lebih cepat membesar. Pernah hamil kembar
atau ada riwayat keturunan kembar. Apakah telah mendapat
pengobatan infertilitas.
b) Inspeksi dan palpasi : Pada pemeriksaan pertama dan ulangan ada
kesan uterus lebih besar dan lebih cepat tumbuhnya dari
biasa.Gerakan – gerakan janin terasa lebih sering . Bagian – bagian
kecil terasa lebih banyak. Teraba ada 3 bagian besar janin. Teraba
ada 2 balotement
c) Auskultasi : Terdengar 2 denyut jantung janin pada 2 tempat yang
agak berjauhan dengan perbedaan kecepatan sedikitnya 10 denyut
per menit atau bila dihitung bersamaan terdapata selisih 10.
d) Rotgen foto abdomen : Tampak gambaran 2 Janin.
e) Ultrasografi : Bila tampak 2 janin atau 2 jantung yang berdenyut
yang telah dapat ditentukan pada triwulan I atau pada kehamilan 10
minggu.
f) Elektrokardiogramn total : Terdapat gambaran 2 EKG yang berbeda
dari kedua janin.
g) Reaksi kehamilan : Karena pada hamil kembar pada umumnya
plasenta besar atau ada 2 plasenta, maka produksi HCG akan tinggi,
jadi titrasi reaksi kehamilan bisa positif, kadang – kadang sampai
1/200. Hal ini dapat dikacaukan dengan mola hidatidosa.
Kadangkala diagnose baru diketahui setelah bayi pertama lahir,
uterus masih besar, ternyata masih ada janin satu lamgi dalam rahim.
Kehamilan kembar sering terjadi bersamaan dengan hidramnion dan
toksemia gravidarum.
h) Pemeriksaan klinik gejala-gejala dan tanda-tanda : Adanya cairan
amnion yang berlebihan dan renggangan dinding perut
menyebabkan diagnosis dengan palpasi menjadi sukar. Lebih
kurang 50 % diagnosis kehamilan ganda dibuat secara tepat jika
berat satu janin kurang dari 2500 gram, dan 75 % jika berat badan
satu janin lebih dari 2500 gram. Untuk menghindari kesalahan
diagnosis, kehamilan ganda perlu dipikirkan bila dalam pemeriksaan
ditemukan hal-hal berikut; besarnya uterus melebihi lamanya
amenorea, uterus tumbuh lebih cepat dari kehamilan normal, banyak
bagian kecil teraba, teraba tiga bagian besar, dan teraba dua
balotemen, serta terdengar 2 DJJ dengan perbedaan 10 atau lebih.v
2. Diagnosa Keperawatan
a) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan meningkatnya kebutuhan nutrisi ibu dan janin.
b) Gangguan rasa nyaman (sesak) berhubungan dengan ekspansi paru
tidak optimal.
c) Resiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan perfusi
jaringan sekunder / HPP (Hamorargie post partum).
3. Perencanaan Keperawatan
a) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan meningkatnya kebutuhan nutrisi ibu dan janin.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi ibu dan janin terpenuhi dengan kriteria
hasil BB ibu sesuai dengan TB dan usia kehamilan,
kebutuhan kalori, protein terpenuhi
Intervensi :
 Kaji intake makanan.
Rasional : Mengetahui kebutuhan nutrisi ibu
 Jelaskan pentingnya nutrisi kepada ibu : yaitu untuk ibu dan
janin yang dikandungnya.
Rasional : Menambah daya tahan tubuh dan kelemahan fisik
 Konsul gizi tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi klien
 Anjurkan makan sedikit tapi sering.
Rasional : Intake tambahan 300 kalori/hari, protein 1,5
gram/kg BB, suplemen tablet Fe 60-1000 mg/hari memenuhi
kebutuhan nutrisi.
 Pantau BB ibu setiap kali kunjungan.
Rasional : Mengetahui perubahan berat badan ibu
dihubungkan intake nutrisi yang adekuat

b) Resiko tinggi injury berhubungan dengan kelahiran premature


Tujuan : Tidak terjadi injury pada ibu bila terjadi kelahiran
premature
Intervensi :
 Anjurkan ibu untuk bedrest selama trimester III.
Rasional : Meningkatkan perfusi uterine
 Anjurkan ibu untuk menghindari hubungan suami istri
selama kehamilan trimester III
Rasional : Hal ini dapat meningkatkan kontraksi uterus
sehingga bias terjadi kelahiran premature
c) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan meningkatnya
kontraksi uterus dan penambahan berat uterus.
Tujuan : Ibu mampu toleransi terhadap nyeri yang dialaminya
Intervensi :
 Anjurkan ibu untuk menggunakan sabut ibu hamil, dan tidur
dengan posisi miring kiri.
Rasional : Posisi miring kiri mengurangi penekanan pada
aorta dan vena cava serta mencegah terjadinya hipertensi.
 Anjurkan keluarga untuk memberikan lingkungan yang
nyaman bagi ibu
Rasional : Membuat ibu merasa lebih nyaman

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

I.Indah.2019. http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/jmidwifery/article/download/7531/6131

C.Suspimantari. 2014.

http://eprints.undip.ac.id/44517/3/Cahya_Suspimantari_22010110120024_BAB_2_KTI.
pdf

K.W.Lestari.2014

http://eprints.ums.ac.id/30607/1/HALAMAN_DEPAN.pdf.

Anda mungkin juga menyukai