Makalah Kelompok 4 Maternitas
Makalah Kelompok 4 Maternitas
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
B. Klasifikasi Distosia
1. Distosia kelainan his
a) Inersia uteri . Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya
tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong
janin keluar. Inersia uteri dibagi menjadi 2 :
Inersia uteri primer : terjadi pada awal fase laten
Inersia uteri sekunder : terjadi pada fase aktif
7. Seksualitas
a) Dapat primigravida atau grande multipara
b) Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidramnion, gestasi
multipel, janin besar, atau grande multriparitis.
c) Dapat mengalami tumor uterus tidak teridentifikasi.
8. Pemeriksaan diagnostik
a) Tes pranata : dapat memastikan polihidramnion, janin besar,
atau gestasi multipel
b) Tes stres kontraksi/tes nonstres: mengkaji kesejahteraan janin
c) Ultrasound atau pelvimetri sinar-X: mengevaluasi arsitektur
pelvis, presentasi janin, posisi dan formasi
d) Pengambilan sampel kulit kepala janin: mendeteksi atau
mengesampingkan asidosis.
9. Prioritas masalah keperawatan
a) mengkaji dan mengatasi pola uterus abnormal
b) memantau respons fisik maternal/janin terhadap pola kontraksi
dan lamanya persalinan
c) memberikan dukungan emosional untuk klien/pasangan
d) mencegah komplikasi
II. Diagnosa keperawatan
1. Ansietas yang berhubungan dengan kemajuan persalinan yang
lambat.
2. Risiko tinggi cedera tehadap janin berhubungan dengan persalinan
yang lama, malpresentasi janin, hipoksia/asidosis jaringan,
abnormalitas pelvis ibu, CPD.
3. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi,
kerentanan pribadi, harapan/persepsi tidak realistis,
ketidakadekuatan sistem pendukung
III. Rencana Keperawatan
1. Risiko tinggi cedera tehadap janin berhubungan dengan persalinan
yang lama, malpresentasi janin, hipoksia/asidosis jaringan,
abnormalitas pelvis ibu, CPD. Hasil yang diharapkan :
a) Terhindar dari cedera persalinan
b) Persalinan berjalan dengan rentang waktu normal
Intervensi Rasional
Mandiri .
1. Tinjau ulang 1. Membantu dalam mengidentifikasi
riwayat persalinan, kemungkinan penyebab,
awitan dan durasi kebutuhan pemeriksaan diagnostik, dan
intervensi yang tepat. Disfungsi uterus dapat
disebabkan oleh keadaan atonik atau
hipertonik. Atonik uterus
diklasifikasikan primer bila ini terjadi
sebelum awitan persalinan (fase laten) atau
sekunder bila ini terjadi setelah persalinan
yang baik (fase aktif).
2. Catat waktu/jenis 2. Pola kontraksi hipertonik dapat terjadi pada
obat. respons terhadap oksirosin, sedatif yang
Hindari pemberian diberikan terlalu dini (atau melebihi
narkotik atau kebutuhan) dapat menghambat atau
anestetik blok menghentikan persalinan
epidural sampai
serviks dilatasi 4 cm
3. Evaluasi tingkat 3. Kelelahan ibu yang berlebihan menimbulkan
keletihan yang disfungsi sekunder atau mungkin akibat dari
menyertai, serta persalinan lama/persalinan palsu
aktivitas dan istrahat,
sebelum
awitan persalinan
4. Kaji pola kontraksi 4. Disfungsi kontrkasi memperlama persalinan
uterus secara manual meningkatkan risiko komplikasi
atau secara maternal;/janin. Pola hipotonik ditunjkan
elektronik dengan kontraksi sering dan ringan yang
terukur kurang dari 30 mm Hg. Pola
hipertonik ditunjukan dengan peningkatan
frekuensi dan penurunan intensitas kontraksi,
pada peningkatan tonus istrahat lebih besar
dari 15 mmHg.
5. Catat kondisi 5. Serviks kaku atau tidak siap tidak akan
serviks. Pantau tanda dilatasi, menghambat
amnionitis. penurunan janin/kemajuan persalinan.
Catat peningkatan Terjadinya amnionitis secara langsung
suhu atau jumlah sel dihubungkan dengan lamanya
darah putih; catat bau persalinan,sehingga melahirkan harus terjadi
dan warna rabas dalam 24 jam setelah pecah ketuban
vagina 6. Indikator kemajuan persalinan ini dapat
6. Catat penonjolan, mengindentifikasi timbulnya
posisi janin, dan penyebab persalinan lama. Sebagai contoh,
presentasi janin presentasi bokong tidak seefektif lebarnya
dilatasi serviks pada presentasi verteks
7. Pada persalinan terhambat, depresi
7. Palpasi abdomen cincin patologis (cincin Bandl) dapat terjadi
pada klien kurus pada hubungan segmen atas dan bawah,
terhadap adanya menandakan ancaman ruptur uterus
cincin retraksi
patologis di anatara
segmen uterus.
(Cincin ini tidak
dapat dipalpasi
melalui vagina, atau
melalui
abdomen pada klien
gemuk) 8. Relaksasi dan peningkatan perfusi uterus
8. Tempatkan klien dapat memperbaiki pola hipertonik. Ambulasi
pada posisi dapat membantu kekuatan gravitasi dalam
rekumben lateral dan merangsang pola persalinan normal dan
anjurkan tira baring dilatasi serviks.
atau ambulasi sesuai
toleransi 9. Kandung kemih penuh dapat menghambat
9. Anjurkan klien aktivitas uterus dan
berkemih setiap 1-2 mempengaruhi penurunan janin
jam. Kaji terhadap
kepenuhan kandung
kemih diatas simfisis
pubis 10. Persalinan yang lama dapat megakibatkan
10. Kaji derajat hidrasi. ketidakseimbangan cairan-elektrolit serta
Catat jumlah dan kekurangan cadangan glukosa,
jenis masukan. mengakibatkan kelelahan dan persalinan
(Rujukan pada DK; lama dengan peningkatan risko infeksi uterus,
kekurangan volume hemoragi pascapartum, atau pencetus
cairan, risiko tinggi kelahiran pada adanya persalinan hipertonik
terhadap) 11. Kepenuhan usus dapat menghambat aktivitas
11. Tinjau ulang uterus dan mempengaruhi penurunan janin
kebiasaan defekasi
dan keteraturan
evakuasi 12. Reduksi rangsang dari luar mungkin perlu
12. Tetap bersama klien ; untuk memungkinkan tidur
berikan lingkungan setelah pemberian obat unbtuk klien dalam
yang tenang sesuai status hipertonik. Juga membantu dalam
indikasi menurunkan tingkat ansietas, yang dapat
menimbulkan disfungsi uterus baik primer
dan sekunder
13. Mungkin diperlukan pada kejadian
13. Sediakan kotak pencetus persalinan dan kelahiran, yang
peralatan berhubungan dengan hipertonitisitas uterus
kedaruratan
IV. Implementasi
Kegiatan Ataupun Intervensi yang dilakukan
V. Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi, berdasarkan tujuan
yang hendak dicapai sesuai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan
sebelumnya. Saat evaluasi perawat hendaknya selalu memberi
kesempatan klien dan keluarga untuk menilai keberhasilannya,
kemudian diarahkan sesuai dengan kemampuan klien dan keluarga
dibidang kesehatan
2.2 Asuhan Keperawatan Persalinan Dengan Komplikasi Kelahiran Preterm
A. Definisi
Menurut Wiknjosastro tahun 2005 mengatakan bahwa persalinan
preterm adalan persalinan yang terjadi pada kehamilan 37 minggu atau
kurang. Menurut Sofie RK, dkk pada tahun 2009 mengatakan bahwa
persalinan preterm adalah lahirnya bayi sebelum kehamilan berusia lengkap
37 minggu. Menurut World Health Organization (WHO), Prematuritas
adalah kelahiran yang berlangsung pada umur kehamilan 20 minggu hingga
37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Terdapat 3 subkategori
usia kelahiran prematur berdasarkan kategori yaitu:
1. Extremely preterm (< 28 minggu)
2. Very preterm (28 hingga < 32 minggu)
3. Moderate to late preterm (32 hingga < 37 minggu).
B. Epidemiologi
Angka kejadian prematur yang tinggi masih menjadi pusat perhatian
dunia hingga kini. Tingkat kelahiran prematur di Amerika Serikat sekitar
12,3% dari keseluruhan 4 juta kelahiran setiap tahunnya dan merupakan
tingkat kelahiran prematur tertinggi di antara negara industri. Angka
kejadian kelahiran prematur di Indonesia belum dapat dipastikan
jumlahnya, namun berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Departemen Kesehatan tahun 2007, proporsi BBLR di Indonesia mencapai
11,5%, meskipun angka BBLR tidak mutlak mewakili angka kejadian
kelahiran prematur. Dalam studi yang dilakukan di RSUP Dr. Kariadi
Semarang tahun 2002 didapatkan kelahiran prematur sebesar 138 kasus
(4,6%).
C. Patofisiologi
Secara umum, penyebab persalinan prematur dapat dikelompokan
dalam 4 golongan yaitu :
1. Aktivasi prematur dari pencetus terjadinya persalinan
2. Inflamasi/infeksi
3. Perdarahan plasenta
4. Peregangan yang berlebihan pada uterus
Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan anxietas yang biasa
terjadi pada primipara muda yang mempunyai predisposisi genetik.
Adanya stres fisik maupun psikologi menyebabkan aktivasi prematur
dari aksis Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan
menyebabkan terjadinya persalinan prematur. Aksis HPA ini
menyebabkan timbulnya insufisiensi uteroplasenta dan mengakibatkan
kondisi stres pada janin. Stres pada ibu maupun janin akan
mengakibatkan peningkatan pelepasan hormon Corticotropin Releasing
Hormone (CRH), perubahan pada Adrenocorticotropic Hormone
(ACTH), prostaglandin, reseptor oksitosin, matrix metaloproteinase
(MMP), interleukin-8, cyclooksigenase-2, dehydroepiandrosteron
sulfate (DHEAS), estrogen plasenta dan pembesaran kelenjar
adrenal.Mekanisme kedua adalah decidua-chorio-amnionitis, yaitu
infeksi bakteri yang menyebar ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini
merupakan penyebab potensial terjadinya persalinan premature. Infeksi
intraamnion akan terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti pro-
inflamatory sitokin (IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α ). Sitokin akan
merangsang pelepasan CRH, yang akan merangsang aksis HPA janin
dan menghasilkan kortisol dan DHEAS. Hormon-hormon ini
bertanggung jawab untuk sintesis uterotonin (prostaglandin dan
endotelin) yang akan menimbulkan kontraksi. Sitokin juga berperan
dalam meningkatkan pelepasan protease (MMP) yang mengakibatkan
perubahan pada serviks dan pecahnya kulit ketuban. Mekanisme ketiga
yaitu mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan plasenta dengan
ditemukannya peningkatan hemosistein yang akan mengakibatkan
kontraksi myometrium. Perdarahan pada plasenta dan desidua
menyebabkan aktivasi dari faktor pembekuan Xa (protombinase).
Protombinase akan mengubah protrombin menjadi trombin dan pada
beberapa penelitian trombin mampu menstimulasi kontraksi
miometrium. Mekanisme keempat adalah peregangan berlebihan dari
uterus yang bisa disebabkan oleh kehamilan kembar, polyhydramnion
atau distensi berlebih yang disebabkan oleh kelainan uterus atau proses
operasi pada serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8,
prostaglandin, dan COX-2.
D. Faktor Risiko
1. Usia Ibu
Persalinan prematur meningkat pada usia <20 tahun dan >35 tahun.
Berdasarkan penelitian di Purwokerto tahun 2009 angka persalinan
prematur pada usia <20 tahun sebesar 30% sedangkan pada persalinan
usia reproduksi (20-35 tahun) angka kejadian prematur sebesar 10%, hal
ini menunjukan ibu usia muda meningkatkan kejadian prematur sebesar
38,8 kali lebih besar Kehamilan usia muda lebih memungkinkan
mengalami penyulit pada masa kehamilan dan persalinan yaitu karena
wanita muda sering memiliki pengetahuan yang terbatas tentang
kehamilan atau kurangnya informasi dalam mengakses sistem
pelayanan kesehatan. Pada usia ini juga belum cukup dicapainya
kematangan fisik, mental dan fungsi organ reproduksi dari calon ibu.
Golongan primigravida muda dimasukkan dalam golongan risiko tinggi,
karena angka kesakitan dan angka kematian ibu dan bayi pada
kehamilan remaja 2-4x lebih tinggi dibandingkan dengan usia
reproduksi.
2. Penyakit Dalam Kehamilan
a) Preeklampsia/Eklampsia . Preeklampsia adalah hipertensi yang
timbul setelah usia 20 minggu kehamilan dan disertai dengan
proteinuria, sedangkan eklampsia adalah preeklampsia yang disertai
dengan kejang dan atau koma.18 Preeklampsia meningkatkan risiko
terjadinya solusio plasenta, persalinan prematur, Intrauterine
Growth Retardation (IUGR), dan hipoksia akut. Preeklampsia
menyumbang sekitar 15% dari semua kelahiran premature
b) Penyakit Kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular adalah
sekelompok gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Penyakit
jantung/kardiovaskular terjadi pada 0,5 - 3 % kehamilan, yang dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu hamil di dunia.
Selama masa kehamilan curah jantung akan mengalami peningkatan
30-50%. Perubahan curah jantung ini disebabkan karena
peningkatan preload akibat bertambahnya volume darah, penurunan
afterload akibat menurunya resistesi vaskular sitemik, dan
peningkatan denyut jantung ibu saat istirahat 10-20 kali/menit.
Peningkatan curah jantung dipengaruhi juga oleh isi sekuncup
jantung yang meningkat 20-30% selama kehamilan. Pada penyakit
jantung yang disertai kehamilan, pertambahan denyut jantung dan
volume sekuncup jantung dapat menguras cadangan kekuatan
jantung. Payah jantung akan menyebabkan stres maternal sehingga
terjadi pengaktifan aksis HPA yang akan memproduksi kortisol dan
prostaglandin, kemudian mencetuskan terjadinya persalinan
premature.
c) Anemia. Anemia adalah suatu kelainan darah yang terjadi ketika
tubuh menghasilkan terlalu sedikit sel darah merah (SDM),
penghancuran SDM berlebihan, atau kehilangan banyak SDM.
Selama kehamilan, tubuh ibu mengalami mengalami banyak
perubahan salah satunya adalah hubungan antara suplai darah
dengan respon tubuh. Seperti yang telah dijelaskan pada subbab
penyakit kardivaskular, total jumlah plasma pada wanita hamil dan
jumlah SDM meningkat dari kebutuhan awal, namun peningkatan
volume plasma lebih besar dibandingkan peningkatan massa SDM
dan menyebabkan penurunan konsentrasi hemoglobin, sehingga
mempengaruhi kadar O2 yang masuk ke dalam jaringan. Keadaan
ini dapat menyebabkan hipoksia jaringan yang kemudian akan
memproduksi kortisol dan prostaglandin, yang mencetuskan
terjadinya persalinan prematur pada ibu dengan anemia.
d) Hipotiroid. Penyakit tiroid adalah suatu kelainan yang menyerang
glandula tiroid. Saat awal gestasi, janin bergantung sepenuhnya pada
hormon tiroid ibu yang melewati plasenta karena fungsi tiroid janin
belum berfungsi sebelum 12-14 minggu kehamilan. Pada kehamilan
12 minggu pertama kadar hormon chorionic gonadotropin (HCG)
akan mencapai puncaknya dan kadar tiroksin bebas akan meningkat,
sehingga menekan kadar tirotropin. Namun, kadar hormon tiroid
yang rendah pada hipotiroid kehamilan akan memacu aksis HPA
untuk memacu produksi TRH untuk memenuhi kebutuhan hormon
tiroid ibu dan janin. Pengaktifan aksis HPA ini yang dapat memacu
pelepasan kortisol kedalam darah sehingga memproduksi
prostaglandin yang dapat memacu terjadinya persalinan premature.
e) Paritas. Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup.
Paritas dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah anak yang
dilahirkan Yaitu:
a) Nulipara, adalah seorang wanita yang belum pernah
menyelesaikan kehamilan melewati gestasi 20 minggu.
b) Primipara, yaitu seorang wanita yang pernah satu kali
melahirkan bayi yang lahir hidup atau meninggal dengan
perkiraan lama gestasi 20 minggu atau lebih.
c) Multipara, adalah seorang wanita yang pernah
menyelesaikan dua atau lebih kehamilan hingga 20 minggu
atau lebih.
3. Riwayat Partus Prematurus
Riwayat persalinan prematur sebelumnya merupakan penanda risiko
paling kuat dan paling penting. Berdasarkan data Health Technology
Assessment Indonesia tahun 2010 bahwa insiden terjadinya persalinan
prematur selanjutnya setelah 1x persalinan prematur meningkat hingga
14,3% dan setelah 2x persalinan prematur meningkat hingga 28%.
Wanita yang mengalami persalinan prematur memiliki risiko untuk
mengalaminya kembali pada kehamilan selanjutnya.
4. Ketuban Pecah Dini.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya kulit ketuban sebelum persalinan,
sedangkan pecahnya kulit ketuban pada usia kehamilan <37 minggu
disebut ketuban pecah dini kehamilan premature. Ketuban pecah dini
kehamilan prematur terjadi pada 1% -3% dari seluruh keamilan dan
bertanggung jawab untuk sepertiga dari semua kelahiran premature.
Ketuban pecah selama persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang, keseimbangan antara sintesis
dan degradasi ekstraseluler matriks, perubahan struktur, jumlah sel, dan
katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP)
yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antar MMP dan Tissue
Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP-1) mengarah pada degradasi
proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membran janin
5. Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan
24 minggu hingga sebelum kelahiran bayi. Perdarahan antepartum
menyebabkan seperlima bayi lahir dengan prematur dan juga
menyebabkan bayi yang dilahirkan mengalami cerebral palsy. Penyebab
paling sering dari perdarahan antepartum adalah plasenta previa dan
solusio plasenta. Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi di
segmen bawah rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau
sebagian dari ostium uteri internum. Terjadinya implantasi plasenta di
segmen bawah rahim dapat disebabkan karena:
a) Endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi.
b) Lapisan endometrium tipis sehingga diperlukan perluasan
plasenta untuk mencukupi kebutuhan nutrisi janin
c) Vili khorialis pada chorion leave yang persisten.
E. Asuhan Keperawatan
A. Definisi
Prolaps Corda Umbilical atau prolaps tali pusat adalah tali pusat
berada di samping atau melewati bagian terendah janin dalam jalan lahir
sebelum ketuban pecah. Prolaps Tali pusat dapat dibedakan menjadi 3
derajat yaitu :
1. Prolaps Occult : Keadaan dimana tali pusat terletak diatas di dekat pelvis
tetapi tidak dalam jangkauan jari pada pemeriksaan vagina.
2. Tali Pusat mungkin fore lying :Adalah keadaan dimana tali pusat dapat
diraba melalui arteum uteri, tetapiberada didalam kantong ketuban yang utuh.
3. Tali pusat mungkin prolaps kedalam vagina atau bahkan diluar vagina
setelah ketuban pecah
B. Etiologi
Penyebab terjadinya prolapse korda umbilical pada janin atau yang
sering disebut dengan lilitan tali pusat pada janin :
1. Usia kehamilan Kematian bayi pada trimester pertama atau kedua
sering disebabkan karena puntiran tali pusat secara berulang-ulang
ke satu arah. Ini mengakibatkan arus darah dari ibu ke janin melalui
tali pusat tersumbat total. Karena dalam usia kehamilan tersebut
umumnya bayi masih bergerak dengan bebas. Hal tersebut
menyebabkan kompresi tali pusat sehingga janin mengalami
kekurangan oksigen.
2. Polihidramnion kemungkinan bayi terlilit tali pusat semakin
meningkat.
3. Panjangnya tali pusat dapat menyebabkan bayi terlilit. Panjang tali
pusat bayi rata-rata 50 sampai 60 cm. Namun, tiap bayi mempunyai
panjang tali pusat berbeda-beda. Panjang pendeknya tali pusat tidak
berpengaruh terhadap kesehatan bayi, selama sirkulasi darah dari
ibu ke janin melalui tali pusat tidak terhambat.
C. Manifestasi Klinis
1. Tali pusat kelihatan menonjol keluar dari vagiana.
2. Tali pusat dapat dirasakan atau diraba dengan tangan didalam bagian
yang lebih sempit dari vagina.
3. Keadaan jalan lahir yang berbahaya mungkin terjadi sebagai mana
tali pusat ditekan antara bagian presentase dan tulang panggul.
4. Bradikardia janin ( DJJ <100x/menit)
5. Hipoksia Janin
D. Patofisiologi
Beberapa etiologi yang dapat menyebabkan prolapsus tali pusat
diantaranya adalah kehamilan kembar, hidroamnion, kehamilan prematur,
janin terlalu kecil, kelainan presentasi dan plasenta previa. Pada kehamilan
kembar akan mengalami hidramnion, dimana cairan ketuban banyak dan
inilah yang menyebabkan janin dapat bergerak lebih leluasa dalam rahim.
Dan keadaan ini dapat mengakibatkan kelainan presentasi (letak sungsang,
lintang, presentasi kepala). Sedangkan pada kehamilan prematur selain
terjadi hidramnion juga terjadi ukuran janin yang kecil karena usia gestasi
yang masih muda sehingga janinnya memiliki ukuran kepala yang kecil.
Pada plasenta previa, plasenta akan mendekati atau menutup jalan lahir.
Semua keadaan tersebut akan menyebabkan janin sulit beradaptasi terhadap
panggul ibu,sehingga PAP (pintu atas panggul) tidak tertutupi oleh bagian
bawah janin, dan inilah yang mengakibatkan tali pusat bergeser atau turun
dari tempatnya sehingga terjadilah prolaps tali pusat.
Prolaps tali pusat akan mengakibatkan tali pusat terjepit antara
bagian terendah janin dan jalan lahir sehingga sirkulasi janin akan terganggu
dan ini mengakibatkan terjadi hipoksia fetal dan bila berlanjut dapat
mengakibatkan fetal distress yang ditandai dengan melemahnya DJJ. Bila
eadaan ini terus berlangsung dapat mengakibatkan terjadinya kematian pada
janin. Tapi bila dapat ditangani maka janin tetap hidup, ini ditandai dengan
adanya teraba denyutan pada tali pusat.
Letak lintang, letak sungsang terutama presentase bokong,
hidraamnion, KPD, dan plasenta previa dapat menyebabkan prolaps tali
pusat. Dimana tali pusat berada dibagian terendah janin didalam jalan lahir
atau berada diantara bagian yang disiapkan untuk janin dan tulang pelvis
ibu, sehingga tali pusat keluar dari uterus mendahului bagian persentase
pada setiap kontraksi. Dengan demikian tali pusat akan kelihatan menonjol
keluar dari vagina.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pada kasus prolapse korda umbilical, pemeriksaan diagnostic yang
dapat dilakukan:
1. Tes prenatal dapat memasukan polihidramnion, janin besar atau
gestasi multipara
2. Pemeriksaan vagina menunjukkan perubahan posisi tali pusat
3. Fundoskop digunakan untuk mendeteksi denyut jantung janin atau
monotoring DJJ
4. Ultrasound atau pelvimetri sinar x, mengevaluasi arsitektur pelvis,
presentasi janin, posisi dan formasi
F. Penatalaksanaan
1. Tali pusat berdenyut
a) Jika tali pusat berdenyut, berarti janin masih hidup.
b) Beri oksigen 4-6 liter/ menit melalui masker atau nasal kanul
c) Posisi ibu Trendelenberg
d) Diagnosis tahapan persalinan melalui pemeriksaan dalam segera.
e) Jika ibu pada persalinan kala I :
Dengan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi (DTT) masukan
tangan kedalam vagina dan bagian terendah janin segera
didorong ke atas, sehingga tahanan pada tali pusat dapat
dikurangi.
Tangan yang lain menahan bagian terendah di supra bubis dan
evaluasi keberhasilan reposisi.
Jika bagian terbawah janin sudah terpegang dengan kuat diatas
rongga panggul, keluarkan tangan dari vagina, letakan tangan
tetap diatas abdomen sampai dilakukan sesio cesarea.
Jika tersedia, berikan salbutamol 0,5 mg IV secara berlahan
untuk mengurangi kontraksi rahim.
Segera lakukan seksio cesarea
f) Jika ibu pada persalinan kala II :
Pada persentasi kepala, lakukan persalinan segera dengan
ekstraksi vakum atau ekstraksi cunam/forseps.
Jika persentase bokong/sungsang lakukan ekstraksi bokong atau
kaki,dan gunakan forseps pipa panjang untuk melahirkan kepala
yang menyusul.
Jika letak lintang, siapkan segera seksio caesarea.
Siapkan segera resusitasi neonatus.
2. Tali pusat tidak berdenyut
Jika tali pusat tidak berdenyut berarti janin telah meninggal. Keadaan
ini sudah tidak merupakan tindakan darurat lagi, lahirkan bayi secara
normal tanpa mencederai ibu. Pergunakan waktu untuk memberikan
konseling pada ibu dan keluarganya tentang apa yang terjadi serta
tindakan apa yang akan dilakukan.
3. Polindes:
a) Lakukan pemeriksaan dalam bila ketuban sudah pecah dan bagian
terbawah janin belum turun
b) Jika teraba tali pusat, pastikan tali pusat masih berdenyut atau tidak
dengan meletakkan tali pusat diantara 2 jari
c) Lakukan reposisi tali pusat. Jika berhasil usahakan bagian terendah
janin memasuki rongga panggul, dengan menekan fundus uteri dan
usahakan segera persalinan pervaginam.
d) Suntikkan terbutalin 0,25 mg sub cutan
e) Dorong ke atas bagian terbawah janin dan segera rujuk ke
Puskesmas / RS.
4. Puskesmas
a) Penanganan sama seperti di atas.
b) Jika persalinan pervaginam tidak mungkin dilaksanakan, segera
rujuk ke Rumah sakit.
5. Rumah Sakit.
a) Lakukan evaluasi atau penanganan seperti pada manajemen medik.
b) Jika persalinan pervaginam tidak mungkin terjadi, segera lakukan
seksio cesarea.
G. Komplikasi
1. Hipoksia janin. Lilitan tali pusat dapat menyebabkan penekanan atau
kompresi pada pembuluh-pembuluh darah tali pusat. Akibatnya, suplai
darah yang mengandung oksigen dan zat makanan ke bayi akan
berkurang, mengakibatkan bayi menjadi sesak atau hipoksia.
2. Distres janin sehingga bisa mengakibatkan bayi mati. Lilitan tali pusat
secara berulang-ulang ke satu arah. Biasanya terjadi pada trimester
pertama atau kedua. Ini mengakibatkan arus darah dari ibu ke janin
melalui tali pusat tersumbat total. Karena dalam usia kehamilan tersebut
umumnya bayi masih bergerak dengan bebas.
3. Infeksi intra partum. Infeksi bakteri tertentu, juga parasit dan virus dapat
pula ikut masuk ke janin melalui tali pusat. Karena fungsinya sebagai
selang penghantar makanan dan oksigen ke janin sehingga tali pusat
menjadi vital bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1) Gangguan Setelah dilakukan 1. Berikan terapi
pertukaran gas b/d asuhan keperawatan oksigen sesuai
perubahan aliran selama 3x24 jam, indikasi
darah ke plasenta diharapkan 2. Anjurkan klien
atau melalui tali gangguan untuk melakukan
pusat (prolaps) pertukaran gas pergerakan aktif
dapat diatasi dengan yang tidak
kriteria hasil: berlebihan
Respon ventilasi 3. Pantau denyut
membaik jantung janin
Denyut jantung janin secara berkala
dalam batas normal
4. Implementasi
5. Evaluasi
A. Definisi
Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua atau lebih. Hukum
Hellin menyatakan bahwa perbandingan antara kehamilan ganda dan
tunggal adalah 1: 89, untuk triplet 1 : 892, untuk kuadruplet 1 : 893, dan
seterusnya. Sedangkan menurut Greulich 1930, kehamilan ganda terjadi
sebanyak 1:85.
Menurut Hacker & Moore, kehamilan ganda adalah suatu kehamilan
dimana terdapat dua atau lebih embrio atau janin sekaligus. Kehamilan
ganda terjadi apabila dua atau lebih ovum dilepaskan dan dibuahi atau
apabila satu ovum yang dibuahi membelah secara dini hingga membentuk
dua embrio yang sama pada stadium massa sel dalam atau lebih awal.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
perbandingan morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang
sangat tinggi. Maka kehamilan kembar atau ganda dapat memberikan resiko
yang lebih tinggi terhadap ibu dan janin. Oleh karena itu, dalam menghadapi
kehamilan ganda harus dilakukan perawatan antenatal yang intensif.
B. Etiologi
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah ; bangsa, umur, dan
paritas sering mempengaruhi kehamilan kembar 2 telur.
2. Faktor obat-obat induksi ovulasi: profertil, clomid, dan hormone
gonadotropin dapat menyebabkan kehamilan dizigotik dan kembar
lebih dari 2.
3. Faktor yang lain belum diketahui:
a) Faktor bangsa : Mempengaruhi kehamilan ganda : di AS
lebih banyak dijumpai pada wanita kulit hitam dibandingkan
kulit putih. Angka tertinggi kehamilan ganda dijumpai di
Finlandia dan terendah Jepang.
b) Faktor umur : Makin tua, makin tinggi angka kejadian
kehamilan kembar dan menurunan lagi setelah umur 40
tahun.
c) Paritas : Pada primipara 9,8 per 1000 dan multipara (
Oktipara ) naik jadi 18,9 per 1000 persalinan.
d) Keturunan : Keluarga tertentu akan cenderung melahirkan
anak kembar yang biasanya diturunkan secara paternal,
namun dapat pula secara maternal.
C. Jenis-jenis kehamilan ganda (Gemeli)
Jenis kehamilan ganda terdiri dari kehamilan monozigotik dan dizigotik
1. Kehamilan Monozigotik. Kemahilan monozigotik merupakan
kehamilan ganda yang berasal dari satu ovum yang dibuahi dan
membelah secara dini hingga membentuk dua embrio yang sama.
Kehamilan ini disebut juga hamil kembar identik, hamil kembar
homolog, atau hamil kembar uniovuler. Hal ini di karenakan berasal
dari satu ovum.
2. Kehamilan Dizigotik. Merupakan kehamilan ganda yang berasal dari 2
atau lebih ovum yang telah dibuahi, sebagian besar kehamilan ganda
adalah dizigotik atau kehamilan kembar fraternal. Kehamilan dizigotik
mempunyai heterolog-biovuler, 2 amniom-2choirion dan 2 plasenta
dengan aliran darah yang berbeda, bahkan jenis kelamin dapat berbeda.
D. Patofisiologi
Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga
melewati batas toleransi dan seringkali terjadi putus prematurus. Lama
kehamilan kembar dua rata-rata 260 hari, triplet 246 hari dan kuadruplet 235
hari. Berat lahir rata-rata kehamilan kembar ± 2500gram, triplet 1800gram,
kuadriplet 1400gram. Penentuan zigositas janin dapat ditentukan dengan
melihat plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan. Bila terdapat
satu amnion yang tidak dipisahkan dengan korion maka bayi tesebut adalah
monozigotik. Bila selaput amnion dipisahkan oleh korion, maka janin
tersebut bisa monozigotik tetapi lebih sering dizigotik.
Pada kehamilan kembar dizigotik hampir selalu berjenis kelamin
berbeda. Kembar dempet atau kembar siam terjadi bila hambatan
pembelahan setelah diskus embrionik dan sakus amnion terbentuk, bagian
tubuh yang dimiliki bersama dapat. Secara umum, derajat dari perubahan
fisiologis maternal lebih besar pada kehamilan kembar dibanding dengan
kehamilan tunggal. Pada trimester 1 sering mengalami nausea dan muntah
yang melebihi yang dikarateristikan kehamilan-kehamilan tunggal.
Perluasan volume darah maternal normal adalah 500 ml lebih besar pada
kehamilan kembar, dan rata-rata kehilangan darah dengan persalinan vagina
adalah 935 ml, atau hampir 500 ml lebih banyak dibanding dengan
persalinan dari janin tunggal.
Massa sel darah merah meningkat juga, namun secara proporsional
lebih sedikit pada kehamilan-kehamilan kembar dua dibanding pada
kehamilan tunggal, yang menimbulkan” anemia fisiologis” yang lebih
nyata. Kadar haemoglobin kehamilan kembar dua rata-rata sebesar 10 g/dl
dari 20 minggu ke depan. Sebagaimana diperbandingkan dengan kehamilan
tunggal, cardiac output meningkat sebagai akibat dari peningkatan denyut
jantung serta peningkatan stroke volume. Ukuran uterus yang lebih besar
dengan janin banyak meningkatkan perubahan anatomis yang terjadi selama
kehamilan. Uterus dan isinya dapat mencapai volume 10 L atau lebih dan
berat lebih dari 20 pon. Khusus dengan kembar dua monozygot, dapat
terjadi akumulasi yang cepat dari jumlah cairan amnionik yang nyata sekali
berlebihan, yaitu hidramnion akut.
Dalam keadaan ini mudah terjadi kompresi yang cukup besar serta
pemindahan banyak visera abdominal selain juga paru dengan peninggian
diaphragma. Ukuran dan berat dari uterus yang sangat besar dapat
menghalangi keberadaan wanita untuk lebih sekedar duduk. Pada kehamilan
kembar yang dengan komplikasi hidramnion, fungsi ginjal maternal dapat
mengalami komplikasi yang serius, besar kemungkinannya sebagai akibat
dari uropati obstruktif. Kadar kreatinin plasma serta urin output maternal
dengan segera kembali ke normal setelah persalinan.
Dalam kasus hidramnion berat, amniosintesis terapeutik dapat
dilakukan untuk memberikan perbaikan bagi ibu dan diharapkan untuk
memungkinkan kehamilan dilanjutkan. Berbagai macam stress kehamilan
serta kemungkinan-kemungkinan dari komplikasi-komplikasi maternal
yang serius hampir tanpa kecuali akan lebih besar pada kehamilan kembar.
H. Pemeriksaan diagnostik
1. USG : kehamilan kembar
2. Ultrasonik Dopller : kontraksi dua jantung janin yang berbeda /
terpisah.
3. Biokimia :
Jumlah gunadotropin Korionik dalam plasma dan uine
meningkat.
Kadar laktogen plasenta : meningkat.
4. Radiografi : Terlihat dua kerangka janin.
I. Penatalaksana
1. Penanganan dalam Kehamilan
a) Prenatal yang baik untuk mengenal kehamilan kembar dan
mencegah komplikasi yang timbul, dan bila diagnosa telah
ditegakkan periksa ulang akan lebih sering (1 kali seminggu
pada kehamilan 32 minggu ke atas).
b) Setelah kehamilan 30 minggu, koitus dan perjalanan jauh
dilarang, karena akan merangsang partus prematurus.
c) Pemakaian gurita korset yang tidak terlalu ketat diperbolehkan,
supaya terasa lebih ringan.
d) Pemeriksaan darah lengkap, Hb dan golongan darah.
e) Makanan dianjurkan mengandung banyak protein dan makan
dilaksanakan lebih sering dalam jumlah lebih sedikit.
f) Bila ada tanda-tanda partus prematurus yang mengancam
dengan pemberian betamethason 24 mg per hari untuk
pematangan janin.
g) Anjurkan rawat inap bila:
ada kelainan obstetri,
ada his/pembukaan serviks,
adanya hipertensi,
pertumbuhan salah satu janin terganggu,
kondisi sosial yang tidak baik,
profilaksis/mencegah partus prematurus dengan obat
tokolitik,
pemasangan jerat (Shirodkar’s operation).
2. Penanganan dalam Persalinan
a) Bila anak I letaknya membujur, kala I diawasi seperti biasa,
ditolong seperti biasa dengan episiotimi mediolateralis.
b) Setelah itu baru waspada, lakukan periksa luar, periksa dalam
untuk menentukan keadaan janin II. Tunggu, sambil memeriksa
tekanan darah ibu dan lain-lain
c) Biasanya dalam 10-15 menit his akan kuat lagi. Bila janin II
letak membujur, ketuban dipecahkan pelan-pelan supaya air
ketuban tidak deras mengalir keluar. Tunggu dan pimpin
persalinan anak II seperti biasa.
d) Awas atas kemungkinan terjadinya perdarahan postpartum,
maka sebaiknya dipasang infus profilaksis.
e) Bila ada kelainan letak anak II, misalnya melintang atau terjadi
prolaps talipusat dan solusio plasenta, maka janin dilahirkan
dengan cara operatif obstetrik;
Pada letak lintang coba versi luar dahulu.
Atau lahirkan dengan cara versi dan ekstraksi;
Pada letak kepala persalinan dipercepat dengan ekstraksi
vakum atau forceps.
Pada letak bokong atau kaki; ekstraksi bokong atau kaki.
Indikasi sectio caesarea hanya pada:
Janin I letak lintang;
Terjadi prolaps talipusat;
Plasenta previa;
Terjadi interlocking pada letak kedua janin 69; anak I letak
sungsang dan anak II letak kepala
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Anamnesis : Perut lebih buncit dari semestinya sesuai dengan umur
tuanya kehamilan. Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu
hamil.Uterus terasa lebih cepat membesar. Pernah hamil kembar
atau ada riwayat keturunan kembar. Apakah telah mendapat
pengobatan infertilitas.
b) Inspeksi dan palpasi : Pada pemeriksaan pertama dan ulangan ada
kesan uterus lebih besar dan lebih cepat tumbuhnya dari
biasa.Gerakan – gerakan janin terasa lebih sering . Bagian – bagian
kecil terasa lebih banyak. Teraba ada 3 bagian besar janin. Teraba
ada 2 balotement
c) Auskultasi : Terdengar 2 denyut jantung janin pada 2 tempat yang
agak berjauhan dengan perbedaan kecepatan sedikitnya 10 denyut
per menit atau bila dihitung bersamaan terdapata selisih 10.
d) Rotgen foto abdomen : Tampak gambaran 2 Janin.
e) Ultrasografi : Bila tampak 2 janin atau 2 jantung yang berdenyut
yang telah dapat ditentukan pada triwulan I atau pada kehamilan 10
minggu.
f) Elektrokardiogramn total : Terdapat gambaran 2 EKG yang berbeda
dari kedua janin.
g) Reaksi kehamilan : Karena pada hamil kembar pada umumnya
plasenta besar atau ada 2 plasenta, maka produksi HCG akan tinggi,
jadi titrasi reaksi kehamilan bisa positif, kadang – kadang sampai
1/200. Hal ini dapat dikacaukan dengan mola hidatidosa.
Kadangkala diagnose baru diketahui setelah bayi pertama lahir,
uterus masih besar, ternyata masih ada janin satu lamgi dalam rahim.
Kehamilan kembar sering terjadi bersamaan dengan hidramnion dan
toksemia gravidarum.
h) Pemeriksaan klinik gejala-gejala dan tanda-tanda : Adanya cairan
amnion yang berlebihan dan renggangan dinding perut
menyebabkan diagnosis dengan palpasi menjadi sukar. Lebih
kurang 50 % diagnosis kehamilan ganda dibuat secara tepat jika
berat satu janin kurang dari 2500 gram, dan 75 % jika berat badan
satu janin lebih dari 2500 gram. Untuk menghindari kesalahan
diagnosis, kehamilan ganda perlu dipikirkan bila dalam pemeriksaan
ditemukan hal-hal berikut; besarnya uterus melebihi lamanya
amenorea, uterus tumbuh lebih cepat dari kehamilan normal, banyak
bagian kecil teraba, teraba tiga bagian besar, dan teraba dua
balotemen, serta terdengar 2 DJJ dengan perbedaan 10 atau lebih.v
2. Diagnosa Keperawatan
a) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan meningkatnya kebutuhan nutrisi ibu dan janin.
b) Gangguan rasa nyaman (sesak) berhubungan dengan ekspansi paru
tidak optimal.
c) Resiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan perfusi
jaringan sekunder / HPP (Hamorargie post partum).
3. Perencanaan Keperawatan
a) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan meningkatnya kebutuhan nutrisi ibu dan janin.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi ibu dan janin terpenuhi dengan kriteria
hasil BB ibu sesuai dengan TB dan usia kehamilan,
kebutuhan kalori, protein terpenuhi
Intervensi :
Kaji intake makanan.
Rasional : Mengetahui kebutuhan nutrisi ibu
Jelaskan pentingnya nutrisi kepada ibu : yaitu untuk ibu dan
janin yang dikandungnya.
Rasional : Menambah daya tahan tubuh dan kelemahan fisik
Konsul gizi tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi klien
Anjurkan makan sedikit tapi sering.
Rasional : Intake tambahan 300 kalori/hari, protein 1,5
gram/kg BB, suplemen tablet Fe 60-1000 mg/hari memenuhi
kebutuhan nutrisi.
Pantau BB ibu setiap kali kunjungan.
Rasional : Mengetahui perubahan berat badan ibu
dihubungkan intake nutrisi yang adekuat
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
I.Indah.2019. http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/jmidwifery/article/download/7531/6131
C.Suspimantari. 2014.
http://eprints.undip.ac.id/44517/3/Cahya_Suspimantari_22010110120024_BAB_2_KTI.
pdf
K.W.Lestari.2014
http://eprints.ums.ac.id/30607/1/HALAMAN_DEPAN.pdf.