Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hazard dan Resiko

2.1 Pengertian Hazard dan resiko

Hazard ( Bahaya ) adalah sesuatu yang dapat menyebabkan cedera pada manusia atau kerusakan
alat dan lingkungan.

Risk ( resiko ) adalah peluang terpaparnya seseorang atau alat pada suatu hazard ( bahaya ).

2.2 Resiko bahaya dirumah sakit

Resiko bahaya di rumah sakit tidak semuanya akan nampak kalau kita tidak dapat mengenalinya,
terutama resiko bahaya biologi, karena keberadaan micro organisme patogen tidaklah nampak
seperti resiko bahaya fisik atau kimia. Akan tetapi dampak dari resiko bahaya biologi di rumah
sakit jika tidak dikendalikan, maka dapat berdampak serius baik terhadap kesehatan maupun
terhadap keselamatan pekerja dan pengunjung serta masyarakat disekitar rumah sakit.

Secara umum resiko bahaya di rumah sakit dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok sebagai
berikut;

a. Resiko Bahaya Fisik

Resiko bahaya fisik dikelompokkan lagi dalam 7 resiko bahaya fisik antara lain:

1). Resiko bahaya mekanik

Resiko bahaya ini dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu:

a). Benda-benda lancip, tajam dan panas dengan resiko bahaya tertusuk, terpotong, tergores, dan
lain-lain. Resiko bahaya ini termasuk salah satu yang paling sering menimbulkan kecelakaan
kerja yaitu tertusuk jarum suntik / jarum jahit bekas pasien. Resiko bahaya ini sebenarnya bukan
hanya resiko bahaya fisik karena dimungkinkan jarum bekas yang menusuk tersebut
terkontaminasi dengan kuman dari pasien. Mengingat bahaya akibat tertular penyakit tersebut
cukup besar, maka harus ada prosedur tindak lanjut paska tertusuk jarum yang akan dibahas
dibagian lain dalam pelatihan ini.

b).Benda-benda bergerak yang dapat membentur. Seperti kita ketahui di rumah sakit banyak
digunakan kereta dorong untuk mengangkut pasien dan barang-barang logistik. Resiko yang
dapat muncul adalah pasien jatuh dari brankart/ tempat tidur, terjepit / tertabrak kereta dorong,
dan lain-lain.
c).Resiko terjepit, tertimbun dan tenggelam. Resiko ini dapat terjadi dimana saja meskiput
kejadiannya tidak terlalu sering. Hal-hal yang perlu diperhatikan terutama di ruang perawatan
anak dan ruang perawatan jiwa. Pastikan tidak ada pintu, jendela atau fasilitas lain yang memiliki
resiko untuk terjepit/tenggelam tersebut.

d).Resiko jatuh dari ketinggian yang sama; terpeleset, tersandung, dan lain-lain. Resiko ini
terutama pada lantai-lantai yang miring baik di koridor, ramp atau batas lantai dengan halaman.
Pastikan area yang beresiko licin sudah ditandai dan jika perlu pasanglah handriil atau
pemasangan alat lantai anti licin serta rambu peringatan “awas licin”.

e).Jatuh dari ketinggian berbeda. Resiko ini pada ruang perawatan anak dan jiwa. Selain itu perlu
diperhatikan pada pekerjaan konstruksi bangunan atau pembersihan kaca pada posisi yang cukup
tinggi. Jika pekerjaan dilakukan pada ketinggian lebih dari 2 meter sebaiknya pekerja tersebut
menggunakan abuk keselamatan. Pada ruang perawatan anak dan jiwa yang terletak di lantai atas
pastikan jendela yang ada sudah terpasang teralis pengaman dan anak-anak selalu dalam
pengawasan orang dewasa saat bermain.

2). Resiko bahaya radiasi

Resiko bahaya radiasi dapat dibedakan menjadi:

a).Bahaya radiasi pengion adalah radiasi elektromagnetik atau partikel yang mampu
menghasilkan ion langsung atau tidak langsung. Contoh di rumah sakit: di unit radiodiagnostik,
radiotherapi dan kedokteran nuklir.

b).Bahaya radiasi non pengion adalah Radiasi elektromagnetik dengan energi yang tidak cukup
untuk ionisasi, misal radiasi infra merah atau radiasi gelombang mikro.

Pengendalian resiko bahaya radiasi dilakukan untuk pekerja radiasi, peserta didik, pengunjung
dan pasien hamil. Pekerja radiasi harus sudah mendapatkan informasi tentang resiko bahaya
radiasi dan cara pengendaliannya. Selain APD yang baik, monitoring tingkat paparan radiasi dan
kepatuhan petugas dalam pengendalian bahaya radiasi merupakan hal yang penting. Sebagai
indikator tingkat paparan, semua pekerja radiasi harus memakai personal dosimetri untuk
mengukur tingkat paparan radiasi yang sudah diterima sehingga dapat dipantau dan tingkat
paparan tidak boleh melebihi ambang batas yang diijinkan. Untuk pengunjung dan pasien hamil
hendaknya setiap ruang pemerikasaan atau therapy radiasi terpasang rambu peringatan “Awas
bahaya radiasi, bila hamil harus melapor kepada petugas”.

3).Resiko bahaya akibat kebisingan adalah kebisingan akibat alat kerja atau lingkungan kerja
yang melebihi ambang batas tertentu. Resiko ini mungkin berada di ruang boiler, generator
listrik, dan peralatan yang menggunakan alat-alat cukup besar dimana tingkat kebisingannya
tidak dipantau dan dikendalikan. Berdasar peraturan menteri kesehatan RI no 1204 tahun 2004
tentang pengendalian lingkungan fisik di rumah sakit, seluruh area pelayanan pasien harus
dipantau dan dikendalikan tingkat kebisingannya minimal 3 bulan sekali.

Di rumah sakit pemantauan ini sudah dilakukan oleh ISLRS dan hasil temuan yang tidak
memenuhi persyaratan di analisa dan dikendalikan bersama IPSRS dan Unit K3 serta dilaporkan
kepada Manajemen rumah sakit.

4).Resiko bahaya akibat pencahayaan adalah pencahayaan pada lingkungan kerja yang kurang
atau berlebih. Tingkat pencahayaan diseluruh area rumah sakit juga telah dipantau dan
dilaporkan seperti resiko bahaya kebisingan tersebut. Hal yang harus diperhatikan adalah jika
terjadi kerusakan lampu, pastikan lampu pengganti setara tingkat pencahayaannya dengan lampu
sebelumnya, sehingga tidak terjadi perubahan dalam tingkat pencahayaan pada area tersebut.

5). Resiko bahaya listrik adalah bahaya dari konsleting listrik dan kesetrum arus listrik.
Pengendalian yang telah dilakukan adalah melakukan preventif maintenance seluruh peralatan
elektrik yang dilakukan oleh IPSRS. Kalibrasi peralatan medis dan penggantian peralatan yang
telah out off date. Untuk mencegah bahaya kebakaran akibat peralatan listrik yang dibawa
peserta didik dan keluarga pasien dilakukan sosialisasi kepada seluruh peserta didik pada saat
orientasi dan untuk keluarga pasien informasi diberikan pada saat pasien masuk rumah sakit
khususnya pasien rawat inap.

6).Resiko bahaya akibat iklim kerja adalah berupa suhu ruangan dan tingkat kelembaban. Jika
suhu dan kelembaban di rumah sakit tidak dikendalikan dapat mempengaruhi lingkungan kerja
dan kualitas hasil kerja. Pemantauan secara berkala telah dilakukan oleh ISLRS dan jika
ditemukan kondisi tidak memenuhi peresyaratan akan dilakukan pengendalian oleh IPSRS, PPI,
Unit K3RS dan ISLRS yang dipimpin oleh Direktur Umum dan Operasional.

7).Resiko bahaya akibat getaran adalah resiko yang tidak banyak ditemukan di rumah sakit tetapi
mungkin masih ada terutama pada kedokteran gigi yang menggunakan bor dengan motor listrik
dan pada bagian housekeeping / rumah tangga yang menggunakan mesin pemotong rumput
(bagian taman).

b. Resiko Bahaya Biologi

1).Resiko dari kuman-kuman patogen dari pasien (nosokomial). Resiko ini di rumah sakit sudah
dikendalikan oleh bagian Petugas Pemantau Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) berkoordinasi dengan
Unit K3, Instalasi Sanitasi Lingkungan RS (ISLRS) dan Satuan kerja pemberi pelayanan
langsung kepada pasien.

2).Resiko dari binatang (tikus, kecoa, lalat, kucing, dan lain-lain). Resiko ini dikendalikan oleh
ISLRS dan harus didukung dengan housekeeping yang baik dari seluruh karyawan dan penghuni
rumah sakit.
c. Resiko Bahaya Kimia

Resiko dari bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi yang meliputi:

1).Desinfektan yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk dekontaminasi lingkungan dan


peralatan di rumah sakit seperti; mengepel lantai, desinfeksi peralatan dan permukaan peralatan
dan ruangan, dan lain-lain.

2).Antiseptik yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk cuci tangan dan mencuci permukaan kulit
pasien seperti alkohol, iodine povidone, dan lain-lain.

3).Detergen yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci linen dan peralatan lainnya.

4).Reagen yaitu zat atau bahan yang dipergunakan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium
klinik dan patologi anatomi.

5).Obat-obat sitotoksik yaitu obat-obatan yang dipergunakan untuk pengobatan pasien.

6).Gas medis yaitu gas yang dipergunakan untuk pengobatan dan bahan penunjang pengobatan
pasien seperti oksigen, karbon dioxide, nitrogen, nitrit oxide, nitrous oxide, dan lain-lain.

Pengendalian bahan kimia dilakukan oleh Unit K3RS berkoordinasi dengan seluruh satuan kerja.
Hal-hal yang perludiperhatikan adalah pengadaan B3, penyimpanan, pelabelan, pengemasan
ulang /repacking, pemanfaatan dan pembuangan limbahnya.

Pengadaan bahan beracun dan berbahaya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku di
Indonesia. Penyedia B3 wajib menyertakan Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety
Data Sheet / MSDS), petugas yang mengelola harus sudah mendapatkan pelatihan pengelolaan
B3, serta mempunyai prosedur penanganan tumpahan B3.

Penyimpanan B3 harus terpisah dengan bahan bukan B3, diletakkan diatas palet atau
didalam lemari B3, memiliki daftar B3 yang disimpan, tersedia MSDS, safety shower, APD
sesuai resiko bahaya dan Spill Kit untuk menangani tumpahan B3 serta tersedia prosedur
penanganan Kecelakaan Kerja akibat B3.

Pelabelan dan pengemasan ulang harus dilakukan oleh satruan kerja yang kompeten untuk
memjamin kualitas B3 dan keakuratan serta standar pelabelan. Dilarang melakukan pelabelan
tanpa kewenangan yang diberikan oleh pimpinan rumah sakit.

Pemanfaatan B3 oleh satuan kerja harus dipantau kadar paparan ke lingkungan serta kondisi
kesehatan pekerja. Pekerja pengelola B3 harus memiliki pelatihan teknis pengelolaan B3, jika
belum harus segera diusulkan sesuai prosedur yang berlaku.

Pembuangan limbah B3 cair harus dipastikan melalui saluran air kotor yang akan masuk ke
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Limbah B3 padat harus dibuang ke Tempat
Pengumpulan Sementara Limbah B3 (TPS B3), untuk selanjutnya diserahkan ke pihak pengolah
limbah B3.

d. Resiko Bahaya Fisiologi / Ergonomi

Resiko ini terdapat pada hampir seluruh kegiatan di rumah sakit berupa kegiatan: angkat dan
angkut, posisi duduk, ketidak sesuaian antara peralatan kerja dan ukuran fisik pekerja.
Pengendalian dilakukan melalui sosialisasi secara berkala oleh Unit K3.

e. Resiko Bahaya Psikologi

Resiko ini juga dapat terjadi di seluruh rumah sakit berupa ketidak harmonisan hubungan antar
manusia didalam rumah sakit, baik sesama pekerja, pekerja dengan pelanggan, maupun pekerja
dengan pimpinan.

2.3 Hierarchy pengendalian resiko bahaya

Resiko-resiko bahaya tersebut semua dapat kita kendalikan melalui 5 hierarchy sebagai berikut;

a. Eliminasi

Hirarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan pada saat desain, tujuannya
adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam menjalankan suatu sistem
karena adanya kekurangan pada desain. Penghilangan bahaya merupakan metode yang paling
efektif sehingga tidak hanya mengandalkan prilaku pekerja dalam menghindari resiko, namun
demikian, penghapusan benar-benar terhadap bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis.

Contohnya: resiko bahaya kimia akibat proses reuse hollow fiber HD dapat di eliminasi ketika
hollow fiber tidak perlu reuse lagi atau single use.

b. Substitusi

Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi ataupun peralatan
dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan pengendalian ini menurunkan
bahaya dan resiko minimal melalui disain sistem ataupun desain ulang. Beberapa contoh aplikasi
substitusi misalnya: Sistem otomatisasi pada mesin untuk mengurangi interaksi mesin-mesin
berbahaya dengan operator, menggunakan bahan pembersih kimia yang kurang berbahaya,
mengurangi kecepatan, kekuatan serta arus listrik, mengganti bahan baku padat yang
menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau basah.

c. Rekayasa / Enginering.

Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja serta untuk
mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini terpasang dalam suatu unit sistem
mesin atau peralatan.
Contoh-contoh implementasi metode ini misal adalah sistem tekanan negatif pada ruang
perawatan air borne dissease, penggunaan laminar airflow, pemasangan shield /sekat Pb pada
pesawat fluoroscopy (X-Ray), dan lain-lain.

d. Administratif

Kontrol administratif ditujukan pengendalian dari sisi orang yang akan melakukan pekerjaan.
Dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang akan mematuhi, memiliki kemampuan dan
keahlian cukup untuk menyelesaikan pekerjaan secara aman. Jenis pengendalian ini antara lain
seleksi karyawan, adanya standar operasional Prosedur (SOP), pelatihan, pengawasan,
modifikasi perilaku, jadwal kerja, rotasi kerja, pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal
istirahat, dan lain-lain.

e. Alat pelindung diri (APD)

Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan merupakan hal yang paling tidak
efektif dalam pengendalian bahaya. APD hanya dipergunakan oleh pekerja yang akan
berhadapan langsung dengan resiko bahaya dengan memperhatikan jarak dan waktu kontak
dengan resiko bahaya tersebut. Semakin jauh dengan resiko bahaya maka resiko yang didapat
semakin kecil, begitu juga semakin singkat kontak dengan resiko bahaya resiko yang didapat
juga semakin kecil.

Penggunaan beberapa APD kadang memiliki dampak negatif pada pekerja seperti kurang leluasa
dalam bekerja, keterbatasan komunikasi dengan pekerja lain, alergi terhadap APD tertentu, dan
lain-lain. Beberpa pekeerja yang kurang faham terhadap dampak resiko bahaya dari pekerjaan
yang dilakukan kadang kepatuhan dalam penggunaan APD juga menjadi rendah. APD reuse
memerlukan perawatan dan penyimpanan yang baik sehingga kualitas perlindungan dari APD
tersebut tetap optimal.

Hierarchy pengendalian resiko bahaya tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
B. Asuhan keperawatan

Asuhan Keperawatan adalah merupakan suatu tindakan kegiatan atau proses dalam praktik
keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien (pasien) untuk memenuhi kebutuhan
objektif klien, sehingga dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapinya, dan asuhan
keperawatan dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah ilmu keperawatan.

2.4 Upaya Mencegah dan Meminimalkan Risiko dan Hazard Pada Tahap Pengkajian
Asuhan Keperawatan

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien,agar dapat mengidentifikasi,mengenali
masalah-masalah,kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik,mental,social,dan
lingkungan.Pengkajian yang sistematis (Effendi,1996)

Contoh Hazard Dan Resiko Bagi Perawat Saat Melakukan Pengkajian

1. Pelecehan verbal saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga


2. Kekerasan fisik pada perawat ketika melakukan pengkajian
3. Pasien dan keluarga acuh tak acuh dengan pertanyaan yang di ajukan perawat
4. Resiko tertular penyakit dengan kontak fisik maupun udara saat pemeriksaan fisik.
5. Perawat menjadi terlalu empati dengan keadaan pasien dan keluarganya

Contoh Kasus :

Pada tanggal 27 maret 2016 di rumah sakit singapur terjadi kasus nyata kekerasan fisik
dan verbal pada saat perawat sedang melakukan pengkajian.perawat tersebut pada saat
melakukan pengkajian kepada pasien,mendapatkan kekerasan fisik sekaligus verbal dari pasien
yang ia kaji.seperti yang dikutip dalam suatu artikel di media online:

“Ketika perawat Nur, 31 tahun melakukan pendekatan untuk mengumpulkan data,salah


satu pasiennya ngamuk,berteriak dan memukul mukul kepalanya ke dinding. Dia mencoba
menghentikan dan menenangkannya tapi pasien nya secara emosinal malah menendang dadanya
membuat dia terluka dan kejadian kekerasan fisik maupun verbal dalam kasus tersebut tidak
disebut berasal dari kesalahan perawat sendiri ataukan karena memang sang pasien memiliki
emosinal yang tidak dapat dikontrol. Dalam proses pengkajian sendiri, terdapat beberapa hal
yang harus diperhatikan oleh perawat. Mulai dari pemahaman akan pengertian pengkajian,tahap-
tahapan pengkajian, sehingga metode yang digunakan melakukan pengkajian. Dalam pengkajian
pasien,perwat pun harus menyadari akan adanya hazard dan resiko yang mungkin mereka
dapatkan.

Beberapa macam upaya perlu di lakukan sebagai tindakan pencegahan upaya-upaya


tersebut dapat dilakukan baik dari pihak pasien,perawat itu sendiri maupun dari pihak
manajemen rumah sakit.berikut beberapa upaya yang perlu di lakukan untuk mencegah
terjadinya kekerasan fisik dan verbalpada perawat saat melakukan pengkajian:

1. Perawat harus melakukan setiap adanya tindakan kekerasan dalam bentuk apapun kepada
pihak rumah sakit
2. Memberikan pengertian kepada pasien agar memperlakukan sesame manusia dengan dasar
martabat dan rasa hormat
3. Dalam melakukan kontak kepada pasien,perawat seharusnya menjadi pendengar yang
baiksalah satu teknik pengumpulan data pada pengkajian adalah wawancarta.saat melakukan
wawancaraperawat harus mampu menempatkan diri sebagai tempat curhat pasien sebaik
mungkin
4. Memberikan pelatihan dan pendidikan kepada perawat tentang cara menghindari tindakann
kekerasan verbal dan fisik
5. Ketika pasien terlihat sedang dalam keadaan tidak terkontrol dan susah untuk di dekati,
perawat dapat melakukan pengkajian kepada keluarga pasien terlebih dahulu.
6. Saat mengkaji, perawat tidak boleh menyampaikan kata-kata yang menyingung pasien dan
keluarga.
7. Saat melakukan tindakan pemeriksaan fisik, perawat harus meminta persetujuan dari pasien
terlebih dahulu.
8. Manajemen rumah sakit perlu memfasilitasi perawat mempersiapkan diri untuk menghadapi
hazard dan resiko.
9. Manajemen harus terbuka serta tidak berusaha menutupi terhadap laporan-laporan kekerasan
fisikmaupun verbal terhadap perawat
10. Memodifikasi lingkungan yang nyaman dirumah sakit mulai dari poli, ruangan rawat inap,
sampai ke unit gawat darurat dan ruang intensif untuk menentramkan suasana hati pasien
dan keluarga.

Upaya Meminimalkan Resiko dan Hazard pada Perawat dalam Tahap Pengkajian
Berdasarkan Kasus Penyakit Akibat Kerja.

1. Batasi akses ketempat isolasi .


2. Menggunakan APD dengan benar.
3. SOP memasang APD, jangan ada sedikitpun bagian tubuh yang tidak tertutup APD.
4. Petugas tidak boleh menyembunyikan wajahnya sendiri.
5. Membatasi sentuhan langsung ke pasien.
6. Cuci tangan dengan air dan sabun.
7. Bersihkan kaki dengan di semprot ketika meninggalkan ruangan tempat melepas APD.
8. Lakukan pemeriksaan berkala pada pekerja.
9. Hindari memegang benda yang mungkin terkontaminasi.

2.5 Upaya pencegahan risiko dan hazard pada tahap perencanaan asuhan keperawatan

Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan
sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan K3 di rumah
sakit dapat mengacu pada standar sistem manajemen K3RS diantaranya self assesment akreditasi
K3 rumah sakit dan SMK3.
Perencanaan meliputi:
1. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor resiko. Rumah sakit harus
melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya, penilaian serta pengendalian faktor resiko.
a. Identifikasi sumber bahaya
Dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:
1) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya
2) Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi
b. Penilaian faktor resiko
Adalah proses untuk menentukan ada tidaknya resiko dengan jalan melakukan
penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan
kerja.
c. Pengendalian faktor risiko
Dilakukan melalui empat tingkatan pengendalian risiko yaitu menghilangkan
bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat
risikonya lebih rendah /tidak ada (engneering/rekayasa), administrasi dan alat
pelindung pribadi (APP)
2. Membuat peraturan
Rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional
prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang
berlaku. SOP ini harus dievaluasi, diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan
pada karyawan dan pihak yang terkait.
3. Tujuan dan sasaran
Rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, bahaya
potensial, dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan
jangka waktu pencapaian (SMART)
4. Indikator kinerja
Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus
merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 rumah sakit.
5. Program kerja
Rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan proram K3 rumah sakit, untuk
mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta dilaporkan.
6. Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di rumah sakit sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen
dan petugas terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan
K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian
tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakan
disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana K3 rumah sakit secara spesifik harus mempersiapkan
data dan informasi pelaksanaan K3 di semua tempat kerja, meruuskan permasalahan serta
menganalisis penyebab timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan
pemecahannya dan mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksanakan
dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program, untuk menilai
sejauh mana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat kekurangan, maka
perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya.
a. Tugas dan fungsi organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit (1)
1) Tugas pokok
a) Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur rumah sakit mengenai
masalah-masalah yang berkaitan dengan K3
b) Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur
c) Membuat program K3 rumah sakit
2) Fungsi
a) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang
berhubungan dengan K3
b) Membantu direktur rumah sakit mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3,
pelatihan dan penelitian K3 di rumah sakit
c) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3
d) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif
e) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3 rumah sakit
f) Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol bahaya,
mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan
g) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai kegiatannya
h) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan gedung
dan proses
b. Struktur organisasi K3 di rumah sakit(1)
Organisasi K3 berada satu tingkat di bawah direktur dan bukan merupakan kerja rangkap.
Model 1 :
Merupakan organisasi yang terstruktur dan bertanggung jawab kepada direktur rumah
sakit. Bentuk organisasi K3 di rumah sakit merupakan organisasi struktural yang terintegrasi
ke dalam komite yang ada di rumah sakit dan disesuaikan dengan kondisi/kelas masing-
masing rumah sakit, misalnya komite medis/nosocomial
Model 2 :
Merupakan unit organisasi fungsional (non struktural), bertanggung jawab langsung ke
direktur rumah sakit.Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3 RS, yang dibantu oleh
unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di rumah sakit.
Keanggotaan :
a. Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit beranggotakan unsur-unsur dari petugas dan
jajaran direksi rumah sakit
Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit terdiri dari sekurang-kurangnya ketua,
sekretaris,dan anggota. Organisasi/unit pelaksana K3 dipimpin oleh ketua.
b. Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta anggota
1) Ketua organisasi/unit pelalsana K3 RS sebaiknya adalah salah satu manajemen tertinggi di
rumah sakit atau sekurang-kurangnya manajemen dibawah langsung direktur rumah sakit.
2) Sedang sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit adalah seorang tenaga
profesional K3 rumah sakit, yaitu manajer K3 rumah sakit atau ahli K3
c. Mekanisme kerja
Ketua organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan
organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit.Sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit
memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas kesekretariatan dan melaksanakan keputusan
organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit. Anggota organisasi/unit pelaksana K3 RS mengikuti
rapat organisasi/unit pelaksana K3 RS dan melakukan pembahasan atas persoalan yang diajukan
dalam rapat, serta melaksanakan tugas-tugas yang diberikan organisasi.
Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, organisasi/unit pelaksana K3 RS
mengumpulkan data dan informasi mengenai pelaksanaan K3 di rumah sakit. Sumber data antara
lain dari bagian personalia meliputi angka sakit, tidak hadir tanpa keterangan, angka kecelakaan,
catatan lama sakit dan perawatan rumah sakit khususnya yang berkaitan dengan akibat
kecelakaan. Dan sumber yang lain bisa dari tempat pengobatan rumah sakit sendiri antara lain
jumlah kunjungan, P3K dan tindakan medik karena kecelakaan, rujukan ke rumah sakit bila
perlu pengobatan lanjutan dan lama perawatan serta lama berobat. Dari bagian teknik bisa
didapat data kerusakan akibat kecelakaan dan biaya perbaikan.Informasi juga dikumpulkan dari
hasil monitoring tempat kerja dan lingkungan kerja rumah sakit terutama yang berkaitan dengan
sumber bahaya potensial baik yang berasal dari kondisi berbahaya maupun tindakan berbahaya
serta data dari bagian K3 berupa laporan pelaksanaan K3 dan analisisnya.
Data dan informasi dibahas dalam organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit untuk
menemukan penyebab masalah dan merumuskan tindakan korektif maupun tindakan
preventif.Hasil rumusan disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada direktur rumah
sakit.Rekomendasi berisi saran tindak lanjut dari organisasi/unit pelaksana K3 RS serta
alternatif-alternatif pilihan serta perkiraan hasil/konsekuensi setiap pilihan.
Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit membantu melakukan upaya promosi di
lingkungan rumah sakit baik pada petugas, pasien, maupun pengunjung yaitu mengenai segala
upaya pencegahan KAK dan PAK di rumah sakit.Juga bisa diadakan lomba pelaksanaan K3
antar bagian atau unit kerja yang ada di lingkungan kerja rumah sakit, dan yang terbaik atau
terbagus adalah pelaksanaan dan penerapan K3 nya mendapat reward dari direktur rumah sakit.

2.5 Resiko dan Hazard dalam Implementasi Keperawatan

A. Pengertian Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke
dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Carpenito (2009).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik
yang menggambarkan kreteria hasil yang di harapkan ( Gordon, 1994, dalam potter dan perry,
1997 )
B. Resiko dan Hazard dalam Implementasi Keperawatan
Ada sekitar dua puluh tindakan keperawatan, delegasi, dan mandat yang dilakukan dan yang
mempunyai potensi bahaya biologis, mekanik, ergonomik, dan terutama pada pekerjaan
mengangkat pasien, melakukan injeksi, menjahit luka, pemasangan infus, mengambil sampel
darah, dan memasang kateter.
Sebagian besar kecelakaan kerja yang terjadi dalam Implementasi keperawatan adalah
penggunaan tenaga/otot yang berlebihan oleh perawat ketika menangani pasien, seperti
mengangkat, memindahkan atau menjangkau pasien, dan peralatan medis lainnya. Selain itu,
54% jenis kecelakaan yang dialami berhubungan dengan gangguan musculoskeletal, seperti
sprain dan strain otot.
Beberapa hal yang dapat menimbulkan resiko dan bahaya dalam implementasi keperawatan
adalah
a. Tertusuk jarum infus (Abocath)
b. Terpapar darah pasien
c. Terkena cairan tubuh pasien
d. Droplet dari pasien
e. Memasang catether pada pasien
f. Tidak memakai APD
g. Musculosceletal disorder
h. Low Back pain
Paparan hazard biologis terdiri dari tertusuk jarum, luka gores, terpapar spesimen atau materi
biologis lainnya, terkena penyakit yang ditularkan lewat udara, penyakit infeksi, penyakit yang
ditularkan melalui darah, dan vektor penyakit. Sementara itu hazard nonbiologis terdiri dari
stress; kekerasan fisik, psikologis, seksual, dan kekerasan verbal; gangguan muskuloskeletal,
terjatuh atau terpeleset, patah tulang; dan terpapar bahan kimia berbahaya

C. Upaya Menanggulangi Hazard dan Resiko dalam Implementasi keperawatan


Upaya menanggulangi hazard dan resiko dalam Implementasi keperawatan dapat dilakukan
antara lain :
Pada tindakan pemasangan infus, risiko paparan faktor Fsik dan biologis dikendalikan dengan
mengurangi tindakan injeksi yang tidak
perlu, menghilangkan benda tajam/jarum yang tidak diperlukan, menggunakan
konektor tanpa jarum); upaya pengandalian engineering (seperti pengaturan pencahayaan
yang tepat dan ruang yang memadai, penggunaan jarum infus yang lebih aman, dan penyediaan
kontainer bekas jarum infus); serta penyusunan SOP pemasangan infus yang aman; dan
penggunaan alat pelindung diri yang memadai (seperti penggunaan sarung tangan, masker dan
gown) (Gallagher & Sunley, 2013)
Upaya pengendalian untuk risiko ergonomi dapat dilakukan dengan mengganti/memperbaiki
tempat tidur yang bisa diatur ketinggiannya agar bisa disesuaikan dengan tinggi perawat
(engineering control). Pada tindakan menjahit luka, risiko paparan faktor biologi dapat dicegah
dengan meningkatkan pengetahuan mengenai tindakan aman melalui pelatihan tindakan medikal
bedah, memberikan vaksin untuk petugas yang berisiko, pengawasan terhadap pelaksanaan SOP,
dan membuat SOP kejadian tidak diharapkan (KTD) agar apabila terjadi kecelakaan kerja ada
pedoman yang harus dilakukan.

2.6 Upaya Mencegah dan Meminimalkan Risiko dan Hazard pada Tahap Evaluasi
Asuhan Keperawatan
Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di rumah sakit adalah salah satu fungsi
manajemen K3 rumah sakit yang berupa suatu langkah yang diambil untuk mengetahui dan
menilai sampai sejauh mana proses kegiatan K3 rumah sakit itu berjalan dan mempertanyakan
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3 rumah sakit dalam mencapai tujuan
yang ditetapkan.
Pemantauan dan evaluasi meliputi :
1. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan RS (SPRS).
2. Inspeksi dan pengujian
Inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3 secara umum dan tidak terlalu
mendalam.Inspeksi K3 di rumah sakit dilakukan secara berkala, terutama oleh petugas K3 rumah
sakit sehingga kejadian PAK dan KAK dapat dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain adalah
pengujian baik terhadap lingkungan maupun pemeriksaan terhadap pekerja berisiko seperti
biological monitoring (pemantauan secara biologis)
3. Melaksanakan audit K3
Audit K3 meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan, karyawan dan pimpinan,
fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur, pengembangan karyawan dan program
pendidikan, evaluasi dan pengendalian. Tujuan audit K3 :
a.Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan.
b. Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai ketentuan.
c.Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta pengembangan mutu.
Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit, identifikasi, penilaian
risiko direkomendasikan kepada manajemen puncak.
Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen secara berkesinambungan untuk
menjamin kesesuaian dan keefektivan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3.

Contoh Kasus Yang Berkesinambungan Dalam Upaya Mencegah Dan Meminimalkan Hazard
Dan Risiko Dalam Asuhan Keperawatan.
1. Pengkajian : Sebagian perawat saat akan melakukan tindakan tidak melakukan cuci tangan
dengan benar atau tidak sesuai dengan SOP.
2.Perencanaan : Akan dilakukan penyuluhan tentang pentingnya dan cara cuci tangan yang
benar.
3.Implementasi : Terpasangnya poster SOP cuci tangan disetiap washtaffle
4.Evaluasi : Para perawat sudah mulai melakukan tindakan cuci tangan sesuai SOP

4. Pemeriksaan Lingkungan

Dilakukan berdasarkan pengukuran kosentrasi zat-zat kimia diatmosfer.Dapat mengidentifikasi


kemungkinan bahaya terhadap kesehatan di tempat kerja. Mencatat pembacaan secara berturut-
turut dapat menunjukkan peningkatan atau kebalikannya Pemeriksaan dengan ‘sampel kasar’
sangat tidak akurat dan bisa sangat mahal. Instrumen elektronik memang mahal namun
memberikan pembacaan tepat dan akurat Insrtumen elektronik dapat digunakan terus menerus
dalam jangka waktu panjang

5. Laporan Kecelakaan Dibuat setelah kecelakaan Kecelakaan kecil perlu dicatat dan juga
kerugian berupa kehilangan waktu Informasi yang diperoleh dari laporan kecelakaan Laporan
harus dapat mengidentifikasi tindakan pencegaha yang perlu dilakukan

6. Laporan Kecelakaan yang Nyaris Terjadi Laporan insiden-insiden dalam keadaan yang
sedikit berbeda data menyebabkan kecelakaan Memerlukan budaya keselamatan kerja yang
tepat agarefektif

7. Masukan dari Para Karyawan

Secara formal dapat diperoleh melalui komite keselamatan kerja Membutuhkan budaya ‘tidak
saling menyalahkan’ untuk memberanikan pekerja melaporkan masalah Para pekerja sering
lebih mengetahui dan dapat menyampaikan apa yang perlu dilakukan,Perlu umpan balik ke
pekerja dalam bentuk tindakan untuk mempertahankan redibilitas manajemen Pemilihan metode
yang digunakan bergantung pada jenis dan besarnya potensi kerugian yang mungkin terjadi bila
metode tersebut dilaksanakan. Penggunaan metode identifikasi yang membutuhkan waktu dan
biaya yang besar biasanya digunakan untuk bahaya yang berisiko tinggi. Perbedaan tingkat
konsekuensi dan probabiliti suatu risiko akan memerlukan metode yang berbeda. Untuk
mengetahui besaran bahaya dan risiko tertentu diperlukan pengukuran dengan menggunakan alat
ukur menurut jenis bahaya dan risiko yang ada.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hazard (bahaya) adalah sesuatu yang dapat menyebabkan cidera pada manusia/kerusakan pada
alat/lingkungan.Risk (resiko) didefinisikan sebagai peluang terpaparnya seseorang/alat pada
suatu hazard (bahaya). Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah-masalah,kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental,
social, dan lingkungan. Pengkajian yang sistematis (effendi,1996). Contoh hazard dan resiko
bagi perawat saat melakukan pengkajian : 1. Pelecehan verbal saat berkomunikasi dengan pasien
dan keluarga.2. Kekerasan fisik pada perawat ketika melakukan pengkajian. 3. Pasien dan
keluarga acuh tak acuh dengan pertanyaan yang di ajukan perawat.4. Resiko tertular penyakit
dengan kontak fisik maupun udara saat pemeriksaan fisik.5. Perawat menjadi terlalu empati
dengan keadaan pasien dan keluarganya. Upaya mencegah dan meminimalkan resiko dan hazard
pada tahapanperencanaan meliputi: idenifikasi sumber bahaya, membuat peraturan, tujuan dan
sasaran, indicator kinerja,program kerja. Upaya mencegah dan meminimalkan resiko dan hazard
pada tahapan implementasi: Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kreteria hasil yang di harapkan ( Gordon,
1994, dalam potter dan perry, 1997 ). Implementasi keperawatan: membantu dalam aktifitas
sehari-hari,konseling,memberikan asuhan keperawatan langsung,Kompensasi untun reaksi yang
merugikan,Teknik tepat dalam memberikan perawatan dan menyiapkan klien utnuk
prosedur,Mencapai tujuan perawatan mengawasi dan menggevaluasi kerja dari anggota staf lain.
Upaya mencegah dan meminimalkan resiko dan hazard pada tahapan evaluasi meliputi :
Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan RS (SPRS),Inspeksi dan
pengujian, Melaksanakan audit K3.

B. SARAN
Sebaiknya tenaga kesehatan harus lebih bisa menjaga keamanan diri dengan selalu memakai
APD dan memenuhi SOP saat melakukan tindakan dan menambah pengetahuan tentang upaya
pencegahan resiko dan hazard agar mampu menerapkannya dalam ruang lingkup keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi (2008), Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: EGC.
Carpenito, L.J. (2009). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI, Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit
danfasilitas pelayanan kesehatan lainnya. – Jakarta : Departemen, Kesehatan RI. Cetakan kedua,
2008.

Depkes RI. 2008, Panduan Nasional Keselamatn Pasien Rumah Sakit(patient safety), 2 edn,
Bakti Husada,Jakarta.
Keputuan Menteri Kesehatan RI no 1204 tahun 2004, tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.

Keputusan Menteri Kesehatan Ri no 1087 tahun 2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Rumah Sakit.

Ramdan,Iwan M. dan Abd Ramdan.2018.Analisis Resiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja


(K3) pada Perawat.JKP : Vol.5 No 3.
Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Yahya, A. 2009, Integrasikan Kegiatan Manajemen Risiko. Workshop Keselamatan Pasien dan
Manajemen Risiko Klinis. PERSI:KKP-RS.

Anda mungkin juga menyukai