Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PRE EKLAMSI

A. Pengertian
Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang
bisa dialami oleh setiap wanita hamil. Preeklampsia adalah kumpulan gejala
yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari
trias: hipertensi, proteinuri, dan edema. Menurut Prawirohardjo (2008)
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Menurut Prawirohardjo (2008) eklampsia adalah
gejala kejang yang sebelumnya didahului tanda-tanda preeklamsi yang terjasi
pada ibu hamil dan dapat diikuti dengan kondisi koma.

B. Etiologi
Adapun penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui, namun ada
beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklampsia, yaitu:
a. Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan
ganda,hidramnion, dan mola hidatidosa.
b. Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan.
c. Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin
dalam uterus.

C. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola
glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya
sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua
arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik
sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat
dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui
sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat
disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus
(Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).
Patofisiologi pre eklamsi-eklamsi setidaknya berkaitan dengan perubahan
fisiologis kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi
peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi penurunan resistensi vaskular
sistemik (systemic vascular resistance [SVRI]), peningkatan curah jantung,
dan penurunan tekanan osmotik koloid. Pada pre eklamsi volume plasma
yang beredar menurun sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan
hematokrit maternal. Perubahan ini membuat organ maternal menurun,
termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut
menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah,
sehingga kapasitas oksigen maternal menurun. Vasospasme merupakan akibat
peningkatan sensifitas terhadap tekanan peredaran darah, seperti angiotensin
II dan kemungkinan suatu ketidakseimbagan antara prostasiklin prostaglandin
dan tromboksan A2. Selain kerusakan endotelial vasospasme arterial
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan
edema dan lebih lanjut menurunkan volume intravaskular, mempredisposisi
pasien yang mengalami pre eklamsi mudah mengalami edema paru.
Hubungan sistem imun dengan pre eklamsi menunjukkan bahwa faktor-
faktor imunologi memainkan peran penting dalam pre eklamsi. Keberadaan
protein asing, plasenta, atau janin bisa membangkitkan respon imunologis
lanjut. Teori ini didukung oleh peningkatan insiden pre eklamsi pada ibu baru
dan ibu hamil dari pasangan baru (materi genetik yang berbeda). Predisposisi
genetik dapat merupakan faktor imunologi lain. Frekuensi pre eklamsi dan
eklamsi pada anak dan cucu wanita yang memiliki riwayat eklamsi, yang
menunjukkan suatu gen resesif autoso yang mengatur respon imun maternal.
Patofisiologi preeklampsia mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) dengan
menginduksi edema otak dan meningkatkan resistensi otak. Komplikasi
meliputi nyeri kepala, kejang, dan gangguan penglihatan (skotoma) atau
perubahan keadaan mental dan tingkat kesadaran. Komplikasi yang
mengancam jiwa ialah eklampsia atau timbul kejang.
D. Pathway

E. Manifestasi Klinis
1. Pre Eklamsi
a. penambahan berat badan yang berlebihan, terjadi kenaikan 1 kg
seminggu beberapa kali.
b. Edema terjadi peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari
tangan dan muka.
c. Hipertensi (di ukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)
d. Proteinuria
1) Terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam atau
pemeriksaan kuwalitatif +1 / +2.
2) Kadar protein >1g/l dalam urine yang di keluarkan dengan kateter
atau urine porsi tengah, di ambil 2 kali dalam waktu 6 jam.
F. Penatalaksanaan Pre Eklamsi
Penanganan umum, meliputi :
1. Perawatan selama kehamilan
Jika tekanan darah diastolik >110 mmHg, berikan obat
antihipertensi sampai tekanan darah diastolik diantara 90-100 mmHg.
Obat pilihan antihipertensi adalah hidralazin yang diberikan 5 mg
IV pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turun. Jika
hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan nifedipin 5 mg sublingual
dan tambahkan 5 mg sublingual jika respon tidak membaik setelah 10
menit. Selain itu labetolol juga dapat diberikan sebagai alternatif
hidralazin. Dosis labetolol adalah 10 mg, jika respon tidak baik
setelah 10 menit, berikan lagi labetolol 20 mg. Pasang infus Ringer
Laktat dengan jarum besar (16 gauge atau lebih). Ukur keseimbangan
cairan, jangan sampai overload. Auskultasi paru untuk mencari tanda-
tanda edema paru. Adanya krepitasi menunjukkan edema paru, maka
pemberian cairan dihentikan. Perlu kateterisasi urin untuk pengeluaran
volume dan proteinuria. Jika jumlah urin <30 ml per jam, infus cairan
dipertahankan sampai 1 jam dan pantau kemungkinan edema paru.
Observasi tanda-tanda vital ibu dan denyut jantung janin dilakukan setiap
jam (Prawirohardjo S, 2008).
Untuk hipertensi dalam kehamilan yang disertai kejang, dapat
diberikan Magnesium sulfat (MgSO4). MgSO4 merupakan obat pilihan
untuk mencegah dan menangani kejang pada preeklampsi dan eklampsi.
Perawatan pospartum Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam
postpartum atau kejang terakhir. Teruskan pemberian obat antihipertensi
jika tekanan darah diastolik masih >110 mmHg dan pemantauan urin
G. Pemeriksaan Penunjang Preeklampsia
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
1) Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
2) Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
3) Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )
b. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
c. Pemeriksaan Fungsi hati
1) Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
2) LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
3) Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
4) Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-
45 u/ml )
5) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N=
<31 u/l )
6) Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
d. Tes kimia darah
Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
2. Radiologi
a. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban
sedikit.
b. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah.
H. Komplikasi Preeklampsia
Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk
komplikasi antara lain:
Pada Ibu :
1. Solusio plasenta
2. Pendarahan subkapsula hepar
3. Kelainan pembekuan darah ( DIC )
4. Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet
count )
5. Ablasio retina
6. Gagal jantung hingga syok dan kematian.
Pada Janin :
1. Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
2. Prematur
3. Asfiksia neonatorum
4. Kematian dalam uterus
5. Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal.

I. Diagnosis
Diagnosis preeklampsia dilakukan pada setiap kali pemeriksaan prenatal
dengan mengukur tekanan darah ibu dan menguji protein urine. Diagnosis
preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu (Prawirohardjo,
2008).
1. Hipertensi: sistolik/diastolik ≥140/90 mmHg. Kenaikan sistolik ≥30
mmHg dan kenaikan diastolik ≥15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai
kriteria preeklampsia.
2. Proteinuria: ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dipstik.
3. Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia,
kecuali edema pada lengan, muka, dan perut, edema generalisata.
Prawirohardjo (2008) menjelaskan bahwa diagnosis preeklampsia
ditegakkan berdasar kriteria preeklampsia berat sebagaimana tercantum
dibawah ini. Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan
satu atau lebih gejala sebagai berikut:
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
dirawat dirumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
2. Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
3. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
4. Kenaikan kadar kreatinin plasma.
5. Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma dan pandangan kabur.
6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson).
7. Edema paru-paru dan sianosis.
8. Hemolisis mikroangiopatik.
9. Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat.
10. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar
alanin dan aspartate aminotransferase.
11. Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat. (Prawirohardjo, 2008)
Eklampsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan
preeklampsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang bersifat
grand mal atau tonik-klonik generalisata dan mungkin timbul sebelum,
selama atau setelah persalinan. Eklampsia paling sering terjadi pada
trimester akhir dan menjadi sering mendekati aterm. Pada umumnya
kejang dimulai dari makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya
gejala nyeri kepala daerah frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri
epigastrium dan hiperrefleksia. Konvulsi eklampsi dibagi menjadi 4 tingkat,
yaitu (Prawirohardjo, 2008).
1) Tingkat awal atau aura
Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata penderita terbuka
tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya dan
kepala diputar ke kanan atau ke kiri.
2) Tingkat kejang tonik
Berlangsung kurang lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh otot
menjadi kaku, wajah kelihatan kaku, tangannya menggenggam dan
kaki membengkok ke dalam. Pernapasan berhenti, muka terlihat
sianotik dan lidah dapat tergigit.
3) Tingkat kejang klonik
Berlangsung antara 1-2 menit. Kejang tonik menghilang. Semua otot
berkontraksi secara berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut
membuka dan menutup sehingga lidah dapat tergigit disertai bola mata
menonjol. Dari mulut, keluar ludah yang berbusa, muka menunjukkan
kongesti dan sianotik. Penderita menjadi tak sadar. Kejang klonik ini
dapat terjadi demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari
tempat tidurnya. Akhirnya kejang berhenti dan penderita menarik
napas secara mendengkur.
4) Tingkat koma
Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan-lahan
penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa
sebelum itu timbul serangan barunyang berulang, sehingga penderita
tetap dalam koma. Selama serangan, tekanan darah meninggi, nadi
cepat dan suhu meningkat sampai 40 C.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PRE EKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

1. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan dengan metode wawancara, observasi dan
dokumentasi serta menuliskan tanggal masuk rumah sakit dan tanggal
dilakukan pengkajian. Pengkajian terdiri dari :
a. Identitas pasien : terdiri dari nama, jenis kelamin, tempat tanggal lahir,
umur lebih dari 35 tahun , pendidikan, alamat, agama, status perkawinan
dan perkerjaan
b. Identitas penanggung jawab : terdiri dari nama, jenis kelamin, umur,
pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan pasien
c. Keluhan utama : adanya hipertensi atau sistol >140 mmHg kenaikan
sistolik > 30 mmHg, terdapat edema dibagian lengan, muka, perut dan
generalisata.
d. Riwayat penyakit sekarang : pasien datang ke ponek dengan indikasi pre
eklamsi dengan tanda Hipertensi, edema dan proteinurin, primigravida,
adanya kehamilan ganda, usia lebih dari 35 tahun, hidatidosa, obesitas.
e. Riwayat penyakit dahulu: riwayat hipertensi, adanya nyeri epigastrium,
edema paru- paru dan sianosis, riwayat trombositopenia berat <
100.000/mm3, gangguan fungsi hepar
f. Riwayat penyakit keluarga : ada riwayat hipertensi dari keturunan
keluarga, atau penyakit jantung, ginjal dan gemmell.
g. Riwayat Obstretri Ginekologi
1) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang dulu terdiri dari
persalinan sebelumnya, tahun berapa, tempat partus, umur
kehamilan, jenis persalinan, pernolon persalinan, adakah penyulit,
jenis kelamin dan berat badan anak dan juga keadaan bayi yang di
lahirkan.
2) Riwayat kehamilan sekarang : kehamilan yang ke berapa, sudah
pernah melakukan ANC, terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing,
nyeri epigastrium, mual muntah, dan penglihatan kabur. Adakah
hipertensi atau preeklamsi sebelumnya. Primigravida, gestasi
multiple, hidramnion, mola hidatidosa, hidrops fetalis. Gerakan bayi
berkurang dan tanda –tanda abrupsi plasenta mungkin ada
3) Riwayat persalinan sekarang : terdiri dari jenis persalinan yang di
alami, jenis kelamin bayi yang dilahirkan, ada tidaknya perdarahan
dan berapa banyak, dan adakah masalah dalam persalinan.
4) Riwayat menstruasi : awal pasien menstruasi, lamanya haid, siklus
yang dialami berapa hari, banyaknya darah yang di keluarkan, sifat
darah yang keluar, ada tidak disminore dan HPHT
5) Riwayat Perkawinan : berapa usia perkawinan dan lama perkawinan
sudah berapa tahun
6) Riwayat Konstrasepsi : apakah pasien menggunakan alat kontrasepsi
dalam bentuk pil, suntik maupun yang lainnya
7) Riwayat psikososial post partum

Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Head to toe
1. Keadaan umum : kondisi umum, tingakat kesadaran, tanda tanda vital
(TD sistolik lebih dari 140 mmHg )
2. Kepala dan leher :
1. Kepala : melihat kelainan bentuk kepala ada atau tidak
2. Mata : apakah konjungtiva anemis, sklera ikterik atau tidak ,
adanya edema tidak , penglihatan kabur
3. Hidung: kesimetrisan bentuk hidung adakah kotoran dalam
lubang hidung yang mengganggu pernafasan
4. Mulut: apakah mulut bersih, adakah kelaianan pada bagian mulut
5. Gigi : bersih atau tidak, ada masalah atau tidak
6. Telinga: adakah gangguan pendengaran atau infeksi dibagian
telinga
7. Leher: adakah pembesaran vena jugularis, adakah kelainan di
leher
8. Dada : terdiri dari paru-paru dan jantung dimana harus dilakukan
pemeriksaan dengan
Inspeksi : apakah pergerakan dada simetris, tampak ictus cirdis
atau tidak, adakah benjolan pada dada
Palpasi : adakah nyeri tekan
Perkusi: untuk mengatahui batas antar organ, terdengar suara
sonor atau tidak
Auskultasi: adakah suara tambahan
Pernafasan kurang dari 14 x/m
Krekels mungkin ada
9. Abdomen
Inspeksi : oedema, yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
Palpasi : untuk mengetahui TFU, lokasi oedema dengan menekan
bagian tertentu dari tubuh, adakah nyeri tekan
Perkusi : untuk mengetahui reflek patela sebagai syarat
pemberian Mg SO4. untuk mengetahui normal atau tidak nya,
apakah hasil pekrusi pekak
Auskultasi : untuk mengetahui adanya fetal distress, kelainan
jantung, dan paru pada ibu.
10. Genetalia : untuk mengetahui ada tidaknya genetalia, apakah
pasien terpasang dc kateter
11. Anus dan rectum: adakah hemoroid
12. Ekstremitas: adakah edema, kekuatan otot antara ekstremitas atas
dan bawah
13. Kulit : warna kulit, turgor kulit untuk mengatahui dehidrasi atau
tidak

Pengkajian Pola Fungsiaonal Menurut Gordon :


1) pola persepsi kesehatan dan menajemen kesehatan
2) pola nutrisi- metabolic
a) mual/ muntah
b) penambahan berat badan 2+ lb (0,9072)kg dalam 1 minggu
atau 6 lb (2,72) atau lebih perbulan tergantung lama gestasi
c) malnutrisi; masukan protein / kalori kurang
d) adanya edema dari ringan sampai berat meli[uti wajah,
ekstremitas, system organ ( mis: hepar, otak)
3) pola eliminasi : penurunan fungsi ginjal (kurang dari 400 ml/24
jam) atau tidak ada
4) pola aktifitas- latihan : peningkatan TD menetap melebihi nilai
dasar setelah 20 minggu kehamilan, nadi menurun, lemes, aktifitas
dibantu
5) pola istirahat- tidur : tidur terganggu karena nyeri kepala, adanya
perdarahan
6) pola persepsi- kognitif
7) pola persepsi diri- konsep diri
8) pola peran – hubungan
9) pola seksualitas
10) pola koping- toleransi terhadap nyeri
11). pola nila- kenyakinan
12) kemampuan menyusui: apakah ibu sudah keluar asi dari puting
susu ibu, apakah sudah dilakuakan perawatan payudara
2) Pemeriksaan penunjang :
a) Tanda vital yang diukur 2 kali dengan interval 6 jam.
b) Laboratorium : proteinuri dengan kateter atau midstream
(biasanyameningkat hingga 0,3 gr/lt atau + 1 sampai + 2 pada
skala kualitatif), kadar hematokrit menurun, berat jenis urine
meningkat, serum kreatinin meningkat, uric acid > 7 mg/100 ml.
c) USG : untuk medeteksi keadaan kehamilan, dan plasenta.
d) NST : untuk menilai kesejahteraan janin
2. ANALISA DATA
Setelah pengumpulan data langka berikutnya adalah menganalisa data dengan
mengelompokan data subyektif dan obyektif, etiologi, dan kemudian masalah
keperawatannya disebut juga dengan data fokus. Dimana perawat
mengelompokkan data yang sudah di kumpulkan dan memilah sesuai dengan
diagnose yang sesuai dengan data focus.

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN :
a. Gangguan perfusi pada jaringan ginjal b.d vasokontriksi, spasme dan
oedema glomerolus
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d retensi air dan garam
c. Risiko tinggi untuk terjadinya trauma ibu b.d penurunan fungsi organ
(vasospasme dan peningkatan TD)
d. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) b.d agen cidera biologis

4. INTERVENSI
a. Diagnosa : Gangguan Perfusi pada jaringan ginjal s.d vasokontriksi,
spasme, edema glomerulus
Tujuan :
Perfusi jaringan ginjal lancar
Intervensi :
1) Lakukan tes albuminuria pada setiap kunjungan atau setiap hari
bila klien masuk rumah sakit, perhatikan jika kadar albumin urine
2+ atau lebih
R : Nilai proteinuria ++ atau lebih sebagai indikasi adanya
oedema glomerulus, atau spasme yang dapat meningkatkan
permeabilitas glomerulus
2) Anjurkan klien bedrest dengan posisi miring
R : Bedrest dapat meningkatkan cardiac output dan urine output,
dan menurunkan aktivitas kelenjar adrenal
3) Observasi intake dan output serta BJ Urine
R : Oliguri sebagai indikasi adanya hipovolemia sedang dan
ginjal terganggu
4) Cek kadar kreatinin, asam urat dan BUN
R : Peningkatan kadar tersebut sebagai indikasi penurunan
kondisi klien
b. Diagnosa : Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit b.d retensi
air dan garam
Tujuan : Keseimbangan cairan terjaga
Intervensi :
1) Timbang BB secara rutin
R : Peningkatan BB > 1 kb/minggu sebagai indikasi adanya
retensi cairan abnormal pada klien
2) Monitor adanya oedema
R : Edema sebagai tanda gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit
3) Catat intake protein dan kalori
R : Nutrisi yang adekuat dapat menurunkan insiden hipovolemik,
hipoperfusi pada bayi pada masa prenatal
4) Catat kadar Hb dan Hematokrit
R : Identifikasi adanya hemokonsentrasi. HCT 3 X Hb merupakan
indikasi adanya hemokonsentrasi.
5) Monitor : Output urine, suara parau, tanda vital
R : Indikator Kerja ginjal, indikator adanya oedema paru, adanya
peningkatan tensi abdominal
c. Resiko tinggi terjadinya trauma ibu b.d penurunan fungsi organ
(vasospasme dan peningkatan TD)
Tujuan : Tidak terjadi trauma pada ibu
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda perubahan fugsi otak
R : Oedema selebral dan vasokontriksi dapat dievaluasi dari tanda
subyektif, tingkah laku dan gangguan retina
2) Kaji tingkat kesadaran klien.
R : Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan sirkulasi
otak
3) Kaji adanya tanda eklamsi (hiperaktif, reflek patella dalam,
penurunan nadi dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguri).
R : Oedema keseluruhan dan vasokontriksi merupakan
manivestasi dan perubahan pada SSP /otak, ginjal, jantung dan
paru-paru yang mendahului status kejang
4) Pertahankan perhatian terhadap timbulnya kejang
R : Mempersiapkan pertolongan jika timbul gangguan/masalah
pada klien etrutama keselamatan/keamanan
5) Tutup kamar/ruangan, Batasi pengunjunh/perawat tingkatkan
waktu istirahat
R : mengurangi rangsangan lingkungan yang dapat menstimulasi
otak dan dapat menimbulkan kejang
6) Lakukan palpasi rahim untuk mengetahui danya ketegangan, cek
perdarahan pervaginam dan catat adanya riwayat medis
R : Mengetahui adanya solusio plasenta terlebih jika dikaitkan
dengan adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit ginjal, jantung
yang disebabkan oleh hipertensi
7) Monitor tanda-tanda adanya persalinan atau adanya kontraksi
uterus
R : Kejang dapat meningkatkan kepekaan uterus yang akan
memungkinkan terjadinya persalinan
8) Lakukan pemeriksaan funduskopi
R : Untuk mengetahuia danya perdarahan yang dapat dilihat dari
retina.
d. Diagnosa : Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) b.d agen cidera biologis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan ibu mengerti penyebab
nyeri dan dapat mengantisipasi rasa nyerinya
Intevensi
1) Kaji tingkat intensitas nyeri pasien
R : Ambang nyeri setiap orang berbeda, dengan demikian akan
dapat menentukan tindakan perawatan yang sesuai dengan respon
pasien terhadap nyerinya
2) Jelaskan penyebab nyerinya
R : Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa
kooperatif
3) Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam
R : Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi
vasodilatasi pembuluh darah, expansi paru optimal sehingga
kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi
4) Kolaborasi pemberian terapi analgetik
R : mengurangi nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Mary H. Persis., (2011). Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. EGC: Jakarta


Mustafa, et al.(2012).Comprehensive review of hypertension in pregnancy.
Hindawi Publishing Corporation Journal Of Pregnancy. USA : State
University of New York hlm 1-19.
Prawirohardjo.(2008). Ilmu Kebidanan.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Pribadi, Adhi., Mose, Johannes. C & Anwar, Deborah A. (2015). Kehamilan
Resiko Tinggi. CV. Sagung Seto: Jakarta
Sulaeman S. R., (2013), Obstetri Patologi. Elstar Offset: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai