Anda di halaman 1dari 28

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI

THALASEMIA

Dosen Ns. Hanipa S. KEP. M. KEP

KELOMPOK III

NO NAMA NPM
1. Rifka Maylani 1926010079
2. Michellia Champhaka Putri 1926010078

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)


SEKOLAH ILMU KESEHATAN TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU
2019
A. DEFINISI
Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang
diturunkan dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh
karenanya akan terbentuk eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yangsedikit
berkurang (Supardiman, 2002).
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul
akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand,
2005).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi
sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia
diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan
hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan
sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi
hemoglobin sebagaimanamestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat
besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk
mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang
membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau
tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi
tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak
mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal. Thalasemia adalah
sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari
ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang
membentuk hemoglobin (Ganie, 2004).
Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani
yaitu thalassa yang berarti lautan dan anaemia (“weak blood”).
Perkataan Thalassa digunakan karena gangguan darah ini pertama kali ditemui
pada pasien yang berasal dari negara-negara sekitar Mediterranean (TIF, 2010).
Istilah Thalassemia sekarang digunakan pada kelompok hemoglobinopati yang
diklasifikasi berdasarkan rantai globin spesifik di mana sintesisnya terganggu
(Chen, 2006). Nama Mediterranean anemia yang diperkenalkan oleh Whipple
sebenarnya tidak tepat karena kondisi ini bisa ditemuikan di mana saja dan
sesetengah tipe thalasemia biasanya endemik pada daerah geografi tertentu
(Paediatric Thalassemia, Medscape).
B. KLASIFIKASI
Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia
terjadi gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu
gen β pada setiap kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16
mempunyai dua gen α pada setiap kromosom (total empat gen α). Oleh karena
itu satu protein Hb mempunyai dua subunit α dan dua subunit β. Secara normal
setiap gen globin α memproduksi hanya separuh dari kuantitas protein yang
dihasilkan gen globin β, menghasilkan produksi subunit protein yang
seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein
globin subunit tidak seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan
menyebabkan defek pada seluruh gen, sedangkan abnormalitas pada gen rantai
globin β dapat menyebabkan defek yang menyeluruh atau parsial (Wiwanitkit,
2007).
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang
mengalami defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek
secara delesi dan nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007).
a. Thalassemia α
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada
kromosom 16, maka akan terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen
sering terjadi pada Thalassemia α maka terminologi untuk Thalassemia α
tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen.
Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi
berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada
satu gen α dilabel α+ sedangkan pada dua gen dilabel αo (Sachdeva, 2006).
1) Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α
sehingga secara umum kondisinya kelihatan normal dan perlu
pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya. Individu
tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada anaknya
(Wiwanitkit, 2007).
2) Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik
dan anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan
merasa normal dan mereka merupakan karier yang bisa menurunkan gen
kepada anak (Wiwanitkit, 2007).
3) Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering
memerlukan transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar
antara produksi rantai α dan β menyebabkan akumulasi rantai β di dalam
eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H
(Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2007).
4) Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya
meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan,
yang biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai
α menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal)
dan rantai β menghasilkan masing-masing hemoglobin yang abnormal
yaitu Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat
tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (β4, tidak stabil) (Sachdeva, 2006).

b. Thalasemia β
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada
kromosom 11 (Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β
disebabkan point mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006).
Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya terdapat di daerah
tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi malaria yang endemik
(Wiwanitkit, 2007).
 Thalassemia βo
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan (Rodak,
2007). Satu pertiga penderita Thalassemia mengalami tipe ini (Chen,
2006).
 Thalassemia β+
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi.
Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan
pada keadaan ini (Rodak, 2007).
1. Secara klinis, Thalassemia β dikategori kepada:
1) Thalassemia β minor / Thalassemia β trait(heterozygous) / (β+β) or
(βoβ)
2) Salah satu gen adalah normal (β) sedangkan satu lagi abnormal, sama
ada β+ atau βo. Individu dengan Thalassemia ini biasanya tidak
menunjukkan simptom dan biasanya terdeteksi sewaktu pemeriksaan
darah rutin. Meskipun terdapat ketidakseimbangan, kondisi yang
terjadi adalah ringan karena masih terdapat satu gen β yang masih
berfungsi secara normal dan formasi kombinasi αβ yang normal masih
bisa terjadi (Wiwanitkit, 2007). Anemia yang terjadi adalah
mikrositik, hipokrom dan hemolitik (Rodak, 2007). Penurunan ringan
pada sistesis rantai globin β menurunkan produksi hemoglobin. Rantai
α yang berlebihan diseimbangkan oleh peningkatan produksi rantai δ
di mana keduanya akan berikatan membentuk HbA2 / α2δ2 (3.5-8%).
Individu tersebut sepenuhnya asimptomatik dan selain dari anemia
ringan, tidak menunjukkan manifestasi klinis yang lainnya (Sachdeva,
2006)
3) Thalassemia β mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (β+βo) or
(βoβo) or (β+β+)
4) Pada kondisi ini, kedua gen rantai β mengalami disfungsi (Wiwanitkit,
2007). HbA langsung tidak ada pada βoβo dan menurun banyak pada
β+β+. Penyakit ini berhubungan dengan gagal tumbuh dan sering
menyebabkan kematian pada remaja (Motulsky, 2010). Anemia berat
terjadi dan pasien memerlukan transfusi darah (Rodak, 2007) dan
gejala tersebut selalunya bermanifestasi pada 6 bulan terakhir dari
tahun pertama kehidupan atas akibat penukaran dari sistesis rantai
globin γ (Hb F/ α2γ2) kepada β (Hb A / α2β2) (Yazdani, 2011).
5) Thalassemia β intermedia (β+/β+) atau (βo/β+)
6) Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor
(Rodak, 2007).
2. Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS
PRECISE, 2010)
a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor
merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar
hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah
merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel
darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek,
hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk
memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak
normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya
gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung
berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri
khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan
tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras
untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor
akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya,
penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan
pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup
penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan.
Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi
tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat
penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi
darah.
b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit
thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit
thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah,
namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi
masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor.
Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia
mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia,
lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor
sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup
penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang
hidupnya

3. Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2004)


1) Talasemia (gangguan pembentukan rantai )
2) Talasemia (gangguan pembentukan rantai )
3) Talasemia - (gangguan pembentukan rantai dan yang letak
gen-nya diduga berdekatan).
4) Talasemia (gangguan pembentukan rantai
C. ETIOLOGI
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan
secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut
sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia
kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur
pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah
gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-
beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik).
Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila
kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita
thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal
dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada
proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya
dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing
pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat
beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen
globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak
akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen
thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini.
Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari
kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit
keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami
isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.Jika kedua
orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia,
maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua
anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu
dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang
diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat
menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang
mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.Apabila
kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia,
maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa
sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau
mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor
D. PATOFISIOLOGI

Hemoglobin

Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem


terdiri dari zat besi (atom Fe) sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari
rantai polipeptida. Hemoglobin manusia normal pada orang dewasa terdiri dari 2
rantai alfa (α) dan 2 rantai beta (β) yaitu HbA (α2β2 = 97%), sebagian lagi HbA2
(α2δ2 = 2,5%) dan sisanya HbF (α2γ2) kira-kira 0,5%.Sintesa globin ini telah
dimulai pada awal kehidupan masa embrio di dalam kandungan sampai dengan 8
minggu kehamilan dan hingga akhir kehamilan. Organ yang bertanggung jawab
pada periode ini adalah hati, limpa, dan sumsum tulang

Karena rantai globin merupakan suatu protein maka sintesisnya


dikendalikan oleh gen tertentu. Ada 2 kelompok gen yang bertanggung jawab
dalam proses pengaturannya, yaitu kluster gen globin-α yang terletak pada lengan
pendek autosom 16 (16 p 13.3) dan kluster gen globin-β yang terletak pada lengan
pendek autosom 11 (11 p 15.4). Kluster gen globin-α secara berurutan mulai dari
5’ sampai 3’ yaitu gen 5’-ζ2-ψζ1-αψ2-αψ1-α2-α1-θ1-3’ (Evans et al., 1990).
Sebaliknya kluster gen globin-β terdiri dari gen 5’-ε-Gγ-Aγ-ψβ-δ-β-3’

Hemoglobin normal adalah terdiri dari dari Hb-A dengan dua polipeptida
rantai alpha dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau
kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin, sehingga ada gangguan
kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat
dalam rantai alpha, tetapi rantai beta memproduksi secara terus-menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defektif. Ketidakseimbangan polipeptida ini
memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah
merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.

Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik
yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta,
atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan
menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow
memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow,
produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi
hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow
menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab
primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif
disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah
karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang
mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial
dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA
pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi
berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak
efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.

Pathway :
E. GEJALA KLINIS

Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi,


dan tidak jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma,
2009).Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi,
tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya
(mayor atau minor). Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan,
khususnya anemia hemolitik (Tamam, 2009).

Talasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru
ditentukan, yakni (1) Talasemia-β minor/heterozigot: anemia hemolitik
mikrositik hipokrom. (2) Talasemia-β mayor/homozigot: anemia berat yang
bergantung pada transfusi darah. (3) Talasemia-β intermedia: gejala di antara
Talasemia β mayor dan minor. Terakhir merupakan pembawa sifat tersembunyi
Talasemia-β (silent carrier) (Atmakusuma, 2009).
Empat sindrom klinik Talasemia-α terjadi pada Talasemia-α, bergantung
pada nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-α yang
diproduksi. Keempat sindrom tersebut adalah pembawa sifat tersembunyi
Talasemia-α (silent carrier), Talasemia-α trait (Talasemia-α minor),
HbH diseases dan Talasemia-α homozigot (hydrops fetalis) (Atmakusuma,
2009).

Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia-β mayor,


penderita dapat mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah,
pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang lama dan berat, perut
membuncit karena pembesaran kedua organ tersebut, sakit kuning (jaundice),
luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat, lesu, sesak napas
karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal jantung
dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam
usahanya membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan
pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang
menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita talasemia akan
tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan
anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan
seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan
mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal
jantung (Tamam, 2009).

Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya
tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan
pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak
nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam
berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan
pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali, ikterus ringan mungkin
ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk
muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan
tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang-
kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu
empedu.

Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :

1. Thalasemia Mayor:
 Pucat
 Lemah
 Anoreksia
 Sesak napas
 Peka rangsang
 Tebalnya tulang kranial
 Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
 Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
 Disritmia
 Epistaksis
 Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
 Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
 Kadar besi serum tinggi
 Ikterik
 Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung
lebar dan datar.
2. Thalasemia Minor
 Pucat
 Hitung sel darah merah normal
 Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di
bawah kadar normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang
F. KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi
darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi
dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh
seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan
gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah
ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama
disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah
diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan
sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat
apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Herdata,
2008)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening
test dan definitive test.
1. Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a. Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada
kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier.
Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis
Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara
dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida
dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas
formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut
order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007).
Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan
dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah
91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false
negative rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya
dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai
diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit,
2007).
d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan
parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose
seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100,
MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk
membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β
(Wiwanitkit, 2007).Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC
digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah
defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada
penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan
anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula
MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala
lanjut (Yazdani, 2011).
2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di
dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1
95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini
tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa
digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia
minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2%
dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal
membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J
(Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb
C. Pemeriksaan menggunakan high performance liquid
chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb
A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna
untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi
hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat
terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).
c. Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis
Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe
Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku
(Wiwanitkit, 2007).
H. PENCEGAHAN
WHO menganjurkan dua cara pencegahan yakni pemeriksaan
kehamilan dan penapisan (screening) penduduk untuk mencari pembawa sifat
Talasemia. Program itulah yang diharapkan dimasukkan ke program nasional
pemerintah. Menurut Hoffbrand (2005) konseling genetik penting dilakukan
bagi pasangan yang berisiko mempunyai seorang anak yang menderita suatu
defek hemoglobin yang berat. Jika seorang wanita hamil diketahui menderita
kelainan hemoglobin, pasangannya harus diperiksa untuk menentukan apakah
dia juga membawa defek. Jika keduanya memperlihatkan adanya kelainan
dan ada resiko suatu defek yang serius pada anak (khususnya Talasemia-β
mayor) maka penting untuk menawarkan penegakkan diagnosis antenatal.
1. Penapisan (Screening)
Ada 2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:
a. Karena karier Talasemia β bisa diketahui dengan mudah, penapisan
populasi dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila
heterozigot menikah, 1-4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau
gabungan heterozigot.
b. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa
diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis
prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus dengan Talasemia β berat.
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan
penapisan premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting
menyediakan program konseling verbal maupun tertulis mengenai hasil
penapisan Talasemia (Permono, & Ugrasena, 2006).Alternatif lain
adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasarkan ras. Penapisan
yang efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH sesuai
gambaran Talasemia, perkiraan kadar HbA2 harus diukur, biasanya
meningkat pada Talasemia β. Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke
pusat yang bisa menganalisis gen rantai α. Penting untuk membedakan
Talasemia αo(-/αα) dan Talasemia α+(-α/-α), pada kasus pasien tidak
memiliki risiko mendapat keturunan Talesemia αo homozigot. Pada
kasus jarang dimana gambaran darah memperlihatkan Talesemia β
heterozigot dengan HbA2 normal dan gen rantai α utuh,
kemungkinannya adalah Talasemia α non delesi atau Talasemia β
dengan HbA2 normal. Kedua hal ini dibedakan dengan sintesis rantai
globin dan analisa DNA. Penting untuk memeriksa Hb elektroforase
pada kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi struktural Hb
(Permono, & Ugrasena, 2006).
2. Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk Talasemia, dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Dapat dibuat dengan penelitian sintesis
rantai globin pada sampel darah janin dengan
menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu, meskipun
pemeriksaan ini sekarang sudah banyak digantikan dengan analisis
DNA janin. DNA diambil dari sampel villi chorion (CVS=corion villus
sampling), pada kehamilan 9-12 minggu. Tindakan ini berisiko rendah
untuk menimbulkan kematian atau kelainan pada janin (Permono, &
Ugrasena, 2006).
Tehnik diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik
CVS, mengalami perubahan dengan cepat beberapa tahun ini.
Diagnosis pertama yang digunakan oleh Southern Blotting dari DNA
janin menggunakan restriction fragment length polymorphism (RELPs),
dikombinasikan dengan analisis linkage atau deteksi langsung dari
mutasi. Yang lebih baru, perkembangan dari polymerase chain
reaction (PCR) untuk mengidentifikasikan mutasi yang merubah lokasi
pemutusan oleh enzim restriksi. Saat ini sudah dimungkinkan untuk
mendeteksi berbagai bentuk α dan β dari Talasemia secara langsung
dengan analisis DNA janin. Perkembangan PCR dikombinasikan
dengan kemampuan oligonukleotida untuk mendeteksi mutasi
individual, membuka jalan bermacam pendekatan baru untuk
memperbaiki akurasi dan kecepatan deteksi karier dan diagnosis
prenatal. Contohnya diagnosis menggunakan hibridasi dari ujung
oligonukleotida yang diberi label 32P spesifik untuk
memperbesar region gen globin β melalui membran nilon. Sejak
sekuensi dari gen globin β dapat diperbesar lebih 108 kali, waktu
hibridasi dapat dibatasi sampai 1 jam dan seluruh prosedur diselesaikan
dalam waktu 2 jam (Permono, & Ugrasena, 2006).
Terdapat berbagai macam variasi pendekatan PCR pada diagnosis
prenatal. Contohnya, tehnik ARMS (Amplification refractory mutation
system), berdasarkan pengamatan bahwa pada beberapa kasus,
oligonukleotida (Permono, & Ugrasena, 2006).
Angka kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium saat ini,
kurang dari 1%. Sumber kesalahan antara lain, kontaminasi ibu pada
DNA janin, non-paterniti, dan rekombinasi genetik jika menggunakan
RELP linkage analysis (Permono, & Ugrasena, 2006).
Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya,
maka pencegahan dini menjadi hal yang lebih penting dibanding
pengobatan. Program pencegahan Talasemia terdiri dari beberapa
strategi, yakni (1) penapisan (skrining) pembawa sifat Talasemia, (2)
konsultasi genetik (genetic counseling), dan (3) diagnosis prenatal.
Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan
retrospektif. Secara prospektif berarti mencari secara aktif pembawa
sifat thalassemia langsung dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan
secara retrospektif ialah menemukan pembawa sifat melalui
penelusuran keluarga penderita Talasemia (family study). Kepada
pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang
keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan yang baik
untuk Talasemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut.
Program yang optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik
terutama di negara-negara sedang berkembang, karena pendekatan
prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus
dibedakan antara usaha program pencegahan di negara berkembang
dengan negara maju. Program pencegahan retrospektif akan lebih
mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada program
prospektif.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
 Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat
dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk
mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine
diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama
dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
 Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi).
 Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari
tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya
sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan
keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.
Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan
Alatas, 2002; Herdata, 2008)

1. Medikamentosa
 Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah
kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin
lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis
25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam
waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai
transfusi darah.
 Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi.
 Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
 Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah
2. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
 limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadinya ruptur
 hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah
atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan
dalam satu tahun.
Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi
penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor
berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan
hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia
dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan
cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan
transplantasi ini.
3. Suportif
 Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan
kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat,
menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan
pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam
bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1
g/dl.
J. PENGKAJIAN
1. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah
(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri,
thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit
darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia
minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada
umur sekitar 4 – 6 tahun.
3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia
jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia
mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan
rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami
penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan
dan perkembangan anak normal.
5. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga
berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua
yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita
thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh
karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi
untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena
keturunan.
8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat.
Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko
yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan
diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya
adalah:
a. Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah
aanak seusianya yang normal.
b. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk
khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid,
yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan
tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
e. Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa
dan hati ( hepatosplemagali).
g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang
dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan
dengan anak-anak lain seusianya.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin
anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia
kronik.
i. Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat
transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat
adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya
komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi
2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
3. PK: Perdarahan
4. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
L. RENCANA KEPERAWATAN

No DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN INTERVENSI

1. Ketidakefektifan NOC NIC


perfusi jaringan b.d
berkurangnya Perfusi Jaringan :
komponen seluler Perifer 1. Monitor Tanda Vital
yang Status sirkulasi
menghantarkan Definisi: Mengumpulkan
oksigen/nutrisi Kriteria Hasil: dan menganalisis sistem
kardiovaskuler, pernafasan
Klien menunjukkan dan suhu untuk
perfusi jaringan yang menentukan dan
adekuat yang mencegah komplikasi
ditunjukkan dengan
terabanya nadi perifer, Aktifitas:
kulit kering dan hangat,
keluaran urin adekuat, Monitor tekanan darah ,
dan tidak ada distres nadi, suhu dan RR tiap 6
pernafasan. jam atau sesuai indikasi

Monitor frekuensi dan


irama pernapasan

Monitor pola pernapasan


abnormal

Monitor suhu, warna dan


kelembaban kulit

Monitor sianosis perifer

2. Monitor status
neurologi

Definisi: Mengumpulkan
dan menganalisis data
pasien untuk
meminimalkan dan
mencegah komplikasi
neurologi

Aktifitas:

Monitor ukuran, bentuk,


simetrifitas, dan reaktifitas
pupil

Monitor tingkat kesadaran


klien

Monitor tingkat orientasi

Monitor GCS

Monitor respon pasien


terhadap pengobatan

SInformasikan pada dokter


tentang perubahan kondisi
pasien

3. Manajemen cairan

Definisi:
Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
mencegah komplikasi
akibat kadar cairan yang
abnormal.

Aktifitas:

Mencatat intake dan


output cairan

Kaji adanya tanda-tanda


dehidrasi (turgor kulit
jelek, mata cekung, dll)

Monitor status nutrisi

Persiapkan pemberian
transfusi ( seperti
mengecek darah dengan
identitas pasien,
menyiapkan terpasangnya
alat transfusi)

Awasi pemberian
komponen darah/transfusi

Awasi respon klien selama


pemberian komponen
darah

Monitor hasil laboratorium


(kadar Hb, Besi serum,
angka trombosit)

2. Intoleransi aktifitas NOC NIC


b.d tidak
seimbangnya Konservasi
kebutuhan dan Energi 1. Manajemen energi
suplai oksigen Perawatan Diri:
ADL Definisi: Mengatur
penggunaan energi untuk
Kriteria Hasil: mencegah kelelahan dan
mengoptimalkan fungsi
Klien dapat
melakukan aktifitas yang Aktifitas:
dianjurkan dengan tetap
mempertahankan Tentukan keterbatasan
tekanan darah, nadi, dan aktifitas fisik pasien
frekuensi pernafasan Kaji persepsi pasien
dalam rentang normal tentang penyebab
kelelahan yang dialaminya

Dorong pengungkapan
peraaan klien tentang
adanya kelemahan fisik

Monitor intake nutrisi


untuk meyakinkan sumber
energi yang cukup

Konsultasi dengan ahli


gizi tentang cara
peningkatan energi
melalui makanan

Monitor respon
kardiopulmonari terhadap
aktifitas (seperti takikardi,
dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi
pernafasan, warna kulit,
tekanan darah)

Monitor pola dan kuantitas


tidur

Bantu pasien
menjadwalkan istirahat
dan aktifitas

Monitor respon oksigenasi


pasien selama aktifitas

Ajari pasien untuk


mengenali tanda dan
gejala kelelahan sehingga
dapat mengurangi
aktifitasnya.

2. Terapi Oksigen

Definisi: Mengelola
pemberian oksigen dan
memonitor keefektifannya

Aktifitas:

Bersihkan mulut, hidung,


trakea bila ada secret

Pertahankan kepatenan
jalan nafas

Atur alat oksigenasi


termasuk humidifier

Monitor aliran oksigen


sesuai program

5. Secara periodik,
monitor ketepatan
pemasangan alat

3. Ketidakseimbangan NOC NIC


nitrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Status Nutrisi
b.d anoreksia Status Nutrisi: 1. Manajemen Nutrisi
Energi
Definisi: Membantu dan
Kontrol Berat atau menyediakan asupan
Badan makanan dan cairan yang
seimbang
Kriteria Hasil : Klien
menunjukkan Aktifitas:

Pencapaian berat 1. Tanyakan pada


badan normal yang pasien tentang alergi
diharapkan terhadap makanan

Berat badan 2. Tanyakan makanan


sesuai dengan umur dan kesukaan pasien
tinggi badan
3. Kolaborasi dengan
Bebas dari tanda ahli gizi tentang jumlah
malnutrisi kalori dan tipe nutrisi yang
dibutuhkan (TKTP)

4. Anjurkan masukan
kalori yang tepat yang
sesuai dengan kebutuhan
energi

5. Sajikan diit dalam


keadaan hangat

2. Monitor Nutrisi

Definisi : Mengumpulkan
dan menganalisis data
pasien untuk mencegah
atau meminimalkan
malnutrisi
Aktifitas:

Monitor adanya penurunan


BB

Ciptakan lingkungan
nyaman selama klien
makan.

Jadwalkan pengobatan dan


tindakan, tidak selama jam
makan.

Monitor kulit (kering) dan


perubahan pigmentasi

Monitor turgor kulit

Monitor mual dan muntah

Monitor kadar albumin,


total protein, Hb, kadar
hematokrit

Monitor kadar limfosit dan


elektrolit

Monitor pertumbuhan dan


perkembangan.

4. PK: Perdarahan Mencegah/ Aktifitas


meminimalkan
terjadinya perdarahan 1. Monitor tanda-tanda
perdarahan dan perubahan
tanda vital

2. Monitor hasil
laboratoium, seperti Hb,
angka trombosit,
hematokrit, angka eritrosit,
dll

3. Gunakan alat-alat yang


aman untuk mencegah
perdarahan (sikat gigi
yang lembut, dll)

DAFTAR PUSTAKA

Ganie, A, 2004. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, Medan

Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.

Hoffband, A, dkk, 2005. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran


EGC, Jakarta.

Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekt a Kedokteran E d i s i k e - 3


J i l i d 2 . Media Aesculapius Fkul.

Hartoyo, Edi, dkk. 2006. ”Standar Pelayanan Medis. Fakultas


KedokteraanUnlam / RSUD Ulin Banjarmasin.
Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I.
PT Fajar Interpratama : Jakarta.

McCloskey, J.C., 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). 2nd Edition.


Mosby Year Book: USA

North American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses :


Definition & Classification 2001-2002. Philadelphia.

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions


Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby


Year-Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification


2001-2002, NANDA.

Anda mungkin juga menyukai