Anda di halaman 1dari 17

INFLAMASI

SGD A08 :
Dewa Ayu Eka Wahyuni (1802511015)
Ni Luh Diah Wahyuning Pangestu (1802511032)
Gusti Ayu Agung Diah Cahya Prabandari (1802511061)
I Gede Sathya Agastya (1802511082)
I Wayan Bagus Suryaningmara (1802511122)
Ni Nyoman Trihasti Suari (1802511156)
Ni Made Devita Pradnyaswari (1802511192)
Ida Bagus Indra Shadnyana Putrawan (1802511210)
Dewa Ayu Intan Fridayanti (1802511229)
Natasya Eleanore Gunawan (1802511243)
Dhanira Mahaliana Bramantya Suanda.P. (1802511234)
Ni Putu Yoni Prastini Kaesasih (1802511065)
Ni Putu Diah Ayu Permana Dewi (1802511094)

Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter


Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmatNya kami dapat menyelesaikan Student Project untuk memenuhi tugas pada
blok Behavior Changes and Disorders dengan judul “INFLAMASI”. Penulisan
Student Project ini bertujuan untuk melakukan kajian kepustakaan terhadap
“INFLAMASI”
Dalam penulisan Student Project ini, penulis menemukan banyak kendala.
Namun, berkat bimbingan dari berbagai pihak, tulisan ini dapat diselesaikan.
Karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dosen pengajar dalam blok Immune System and Disorders yang turut
membantu dalam penyusunan Student Project ini.
2. Fasilitator Student Project SGD A08, Dr. dr. DAA Sri Laksemi, M.Sc
3. Evaluator Student Project SGD A08, dr. Tjokorda Istri Anom Saturiti,
SpPD,MARS
4. Dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan.


Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran positif agar tulisan
selanjutnya dapat menjadi lebih baik.

Denpasar, 4 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...........................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................

1.3 Tujuan.........................................................................................................

1.4 Manfaat.......................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ...............................................................................................................

2.2 Patogenesis ..........................................................................................................

2.3 Etiologi ................................................................................................................

2.4 Klasifikasi ...........................................................................................................

2.5 Treatment .............................................................................................................

BAB III SIMPULAN .......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Patogenesis dan Gejala Peradangan ................................................


Gambar 2.2 Jalur pembentukan prostanoid dan tempat kerja obat-obatan yang
menghambat jalur ini...........................................................................................
Gambar 2.3 Jalur siklooksigenase, salah satu cabang dari jalur arakidonat .......

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau
kimiawi yang merusak. Rangsangan ini dapat menyebabkan lepasnya mediator
inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan prostaglandin yang
menimbulkan suatu reaksi radang1. Reaksi inflamasi ini dapat menimbulkan tanda-
tanda klinis antara lain kemerahan (rubor), panas (calor), pembengkakan (tumor),
sakit (dolor), dan penurunan fungsi (function laesa) yang merupakan tanda
terjadinya suatu inflamasi. Hal ini merupakan respon protektif yang dilakukan oleh
tubuh terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh berbagai stimulus2 .
Di Indonesia angka kejadian penyakit yang melibatkan proses inflamasi di
dalam tubuh cukup tinggi. Prevalensi nasional Penyakit Diabetes Melitus adalah
2,1%, Asma 4,5%, Dermatitis 6,8%, Infeksi Saluran Pernafasan Akut 25,50%.
Pnemonia 2,13%, Penyakit Sendi 24,7%, Penyakit Tumor/Kanker 0,4%, Hepatitis
1,2%, penyakit tersebut termasuk penyakit yang terdapat reaksi inflamasi3.
Apabila inflamasi terjadi secara terus menerus dalam waktu lama, itu
merupakan salah satu faktor risiko timbulnya kanker. Inflamasi kronik yang terjadi
akan menimbulkan stimulus berulang dan mengakibatkan kerusakan DNA
irreversibel, diikuti dengan mutasi onkogen, gen supresor tumor, gen pengatur
proliferasi dan apoptosis sel. Hubungan antara inflamasi kronik dengan kanker erat,
hal tersebut tampak jelas pada pasien kanker kolorektal yang sebelumnya menderita
inflammatory bowel disease (IBD). IBD adalah suatu penyakit akibat inflamasi
kronik dan dapat dibedakan menjadi ulcerative colitis (UC) dan Crohn's disease
(CD). IBD merupakan faktor risiko kanker kolorektal, IBD akan meningkatkan
risiko kanker kolorektal 19 kali lebih sering dibandingkan orang normal dan rata-
rata 5% pasien IBD akan menderita kanker kolorektal dalam waktu 10-15 tahun
kemudian4.
Pada saat ini terapi untuk inflamasi dengan obat golongan AINS dan
Steroid.Obat anti inflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal
dengan sebutan NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs)/AINS adalah
suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), anti

1
piretik(penurun panas), dan anti inflamasi (anti radang). Mekanisme kerja NSAID
adalah menghambat enzim siklooksigenase (COX). NSAID menghambat enzim
cox sehingga prostaglandin tidak terbentuk5.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam student project
ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah definisi dari inflamasi ?
2. Bagaiman patogenesis dari inflamasi ?
3. Bagaimana etiologi dari inflamasi?
4. Bagaimana klasifikasi dan manifestasi klinis dari inflamasi ?
5. Bagaimana treatment pada inflmasi ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin kami capai dalam pembuatan student project ini
yaitu :
1. Untuk mengetahui definisi dari inflamasi
2. Untuk mengetahui patogenesis dari inflamasi
3. Untuk mengetahui etiologi dari inflamasi
4. Untuk mengetahui klasifikasi dan menifestasi klinis dari inflamasi
5. Untuk mengetahui treatment dari inflamasi
1.4 Manfaat
1. Mampu menjelaskan definisi inflamasi
2. Mampu menjelaskan patogenesis dari inflamasi
3. Mampu menjelaskan etiologi dari inflamasi
4. Mampu menjelaskan klasifikasi dan menifestasi klinis dari inflamasi
5. Mampu menjelaskan treatment yang diberikan pada saat inflamasi

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Inflamasi


Radang atau inflamasi adalah suatu respon fisiologis terhadap infeksi dan
cedera jaringan. Inflamasi juga menginisiasi pembunuhan patogen, proses
perbaikan jaringan dan membantu mengembalikan homeostasis pada tempat yang
terinfeksi atau tempat yang cedera. Inflamasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu
akut dan kronik. Inflamasi akut mempunyai onset dan durasi yang lebih cepat yaitu
terjadi dengan durasi waktu beberapa menit sampai beberapa hari, ditandai dengan
adanya cairan eksudat protein plasma dan akumulasi leukosit neutrofilik yang
dominan. Inflamasi kronik mempunyai durasi yang lebih lama yaitu dalam hitungan
hari hingga tahun6. Inflamasi dapat disebabkan oleh pengaruh noksi dari berbagai
jenis jaringan ikat pembuluh yang bereaksi dengan cara yang sama pada tempat
kerusakan. Noksi dapat dibagi menjadi noksi kimia, noksi fisika, infeksi dengan
mikroorganisme atau parasit. Gejala reaksi meradang adalah kemerahan (rubor),
pembengkakan (tumor), panas meningkat (calor), nyeri (dolor), dan gangguan
fungsi (functiolaesa). Gejala tersebut merupakan akibat gangguan aliran darah yang
terjadi karena kerusakan pembuluh darah pada jaringan tempat cedera, gangguan
keluarnya plasma darah (eksudasi) ke dalam ruang ekstrasel akibat meningkatnya
permebilitas kapiler dan perangsangan reseptor nyeri. Reaksi ini disebabkan karena
pembebasan bahan-bahan mediator yaitu histamin, serotonin, prostaglandin, dan
kinin7.

2.2 Patogenesis Inflamasi


Inflamasi biasanya dibagi dalam tiga fase yaitu fase akut, reaksi lambat, dan
fase proliferatif kronik.
1. Fase akut merupakan sebuah respon awal terhadap jaringan dengan ciri
yaitu vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas pada kapiler.
2. reaksi lambat merupakan sebuah tahap sub akut dengan ciri infiltrasi sel
leukosit dan juga fagosit.

3
3. fase proliferatif kronik muncul dengan ciri terjadinya degenerasi dan
fibrosis8.

Gambar 2.1. Patogenesis dan Gejala Peradangan


Inflamasi dipengaruhi oleh noksi (pengaruh-pengaruh yang merusak) dari
berbagai jenis jaringan ikat pembuluh yang bereaksi dengan cara yang sama pada
tempat kerusakan. Noksi dapat berupa noksi fisika, noksi kimia, atau infeksi
mikroorganisme atau parasit. Noksi ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel
sehingga terjadi pembebasan mediator-mediator inflamasi9. Mediator-mediator
inflamasi tersebut tentunya memberikan efek samping antara lain, vasodilatasi
(prostaglandin dan nitrit oksida), peningkatan permeabilitas vaskular (histamin,
serotonin, bradikinin, leukotriene C4, leukotriene D4, dan leukotrien E4),
kemotaksis dan aktivasi limfosit (leukotrien B4, kemokin (IL-8)), demam (IL-1, IL-
6, prostaglandin, tumor necrosis factor (TNF)), nyeri (prostaglandin dan
bradikinin), dan kerusakan jaringan (nitrit oksida, enzim lisosom neutrofil dan
makrofag)10. Gejala dari inflamasi ini meliputi peningkatan panas (calor), nyeri
(dolor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor), dan kehilangan fungsi
(functiolaesa). Gejala – gejala tersebut merupakan akibat dari gangguan aliran
darah yang terjadi akibat dari kerusakan pembuluh darah pada jaringan tempat
cedera, gangguan keluarnya pembuluh darah (eksudasi) ke ruang ekstrasel akibat
meningkatnya permeabilitas kapiler dan perangsangan reseptor nyeri. Reaksi ini
disebabkan oleh pembebasan mediator inflamasi. Gangguan aliran darah lokal dan
eksudasi seringkali menyebabkan emigrasi sel-sel darah menuju ekstrasel serta
proliferasi dan fibroblas11.

4
Asam arakidonat adalah asam lemak tak jenuh berkarbon 20. Asam arakidonat
adalah salah satu asam lemak polioenol yang paling banyak dalam tubuh mamalia.
Asam arakidonat umumnya ditemukan terikat pada membran fosfolipid sel. Melalui
jalur arakidonat, asam arakidonat dapat diubah menjadi prostanoid. Tahap pertama
dalam jalur arakidonat adalah pelepasan asam arakidonat dari membran fosfolipid
oleh enzim fosfolipase A2. Asam arakidonat kemudian diubah menjadi eicosanoid
melalui tiga jalur yakni siklooksigenase (COX), lipoksigenase (LOX), dan sitokrom
P-450 (cyt P-450). Selain itu, radikal bebas bisa mengubah asam arakidonat
menjadi isoprostan20.
Pada jalur COX, asam arakidonat diubah oleh COX menjadi prostaglandin H2
(PGH2) melalui dua tahap. Ketika asam arakidonat menempel ke tempat aktif
siklooksigenase, struktur kanal L akan membuat karbon-13 asam arakidonat tepat
berada di depan Tyr-385. Saat COX mengalami aktivasi, Tyr-385 akan berubah
menjadi molekul radikal. Radikal tirosil akan melepaskan atom hidrogen dari
karbon-13 (dikonfigurasi S). Lepasnya atom ini akan memicu reaksi
siklooksigenasidimana terjadi penambahan molekul oksigen membentuk jembatan
endoperoksida antara karbon 9 dan 11 dan cincin 5 karbon yang khas pada senyawa
prostaglandin. Molekul oksigen kedua memasuki karbon menghasilkan gugus
hidroperoksida PGG2. Setelah tahap siklooksidasi selesai, terjadi tahap peroksidasi
dimana COX akan mereduksi gugus 15-hidroperoksi di PGG2 menjadi gugus
alkohol, membentuk PGH220.
Setelah PGH2 terbentuk, PGH2 ini akan diproses kembali oleh enzim sintase
terminal yang berbeda-beda menjadi prostanoid aktif yang akan bekerja di jaringan.
Prostanoid menghasilkan banyak efek biologis dan berperan penting dalam
fisiologi tubuh maupun patologi penyakit. Jumlah prostanoid dalam tiap sel
bervariasi tergantung isoform COX yang banyak terekspresi20.

5
Gambar 2.2 Jalur pembentukan prostanoid dan tempat kerja
obat-obatan yang menghambat jalur ini. ASA, asam
asetilsalisilat (aspirin); LT, leukotriene.

Gambar 2.3 Jalur siklooksigenase, salah satu cabang dari jalur


arakidonat. EC, sel endotel; EP, reseptor PGE2; DP, reseptor
PGD2; FP, reseptor PGF2; IP, reseptor prostasiklin; PLT,
platelet; VSMC, sel otot polos pembuluh darah.

6
Jenis-jenis prostanoid yang disintesis melalui jalur siklooksigenase, di antaranya
adalah:
a. PGD2, merupakan mediator inflamasi dan alergi. PGD2 diproduksi oleh
sel mast dan sel Th2. PGD2 juga merupakan salah satu zat pemicu tidur di
otak.
b. PGE2, berperan dalam homeostasis, pembentukan inflamasi, nyeri,
aterosklerosis, dan demam.
c. PGF2α, berperan dalam steroidogenesis ovarium, menginduksi
persalinan, dan memacu kontraksi otot rahim,
d. Prostasiklin/PGI, berperan dalam relaksasi otot polos dan mencegah
agregasi platelet.
e. TXA2, berperan dalam agregasi platelet dan vasokonstriksi20.

2.3 Etiologi Inflamasi


Pengaruh - pengaruh merusak (noksi) dapat berupa noksi fisika, kimia,
bakteri, parasit dan sebagainya. Noksi fisika misalnya suhu tinggi, cahaya, sinar X
dan radium, juga termasuk benda - benda asing yang tertanam pada jaringan atau
sebab lain yang menimbulkan pengaruh merusak. Asam kuat, basa kuat dan racun
termasuk noksi kimia. Bakteri patogen antara lain Streptococcus, Staphylococcus
dan Pneumococcus12.
Penyebab paling umum terjadinya inflamasi yaitu infeksi mikrobial yang
berupa bakteri pirogenik atau virus, agen fisik seperti trauma, radiasi pengion,
panas dan dingin, selain itu cedera kimiawi, jaringan nekrosis seperti infark iskemik
dan reaksi hipersensitivitas misalnya parasit dan basil tuberkulosis13.
Inflamasi dibagi menjadi dua yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronis.
Inflamasi akut disebabkan oleh patogen yang berada dalam jaringan, infeksi dan
racun. Infeksi yang dimaksud adalah trauma mekanis, racun, radiasi, dan lain
sebagainya14. Sementara, etiologi dari peradangan kronis adalah gagalnya tubuh
untuk melawan agen penyebab peradangan akut contohnya seperti, Mycobacterium
tuberculosis yang menyebabkan penyakit Tuberculosis. Selain itu, inflamasi kronis
juga dapat disebabkan oleh paparan dari partikel-partikel yang dapat membuat

7
iritasi atau benda asing yang tidak dapat difagositosis oleh tubuh, misalnya adalah
debu dan silika. Dapat juga disebabkan oleh gangguan autoimun dimana sistem
imun menyerang jaringan yang normal atau sehat, peradangan akut yang berulang,
serta induksi dari bahan biokimiawi yang menimbulkan stress oksidatif dan
disfungsi pada mitokondria yang dapat menyebabkan peningkatan molekul radikal
bebas, lipoprotein oksidasi, dan lainnya15.

2.4 Klasifikasi Inflamasi


Inflamasi merupakan suatu respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh
cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau
mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu16.
Inflamasi dapat berupa inflamasi akut atupun inflamasi kronik tergantung pada sifat
cedera.
2.4.1 Inflamasi akut
Inflamasi akut merupakan suatu respon protektif yang hanya terbatas pada
tempat inflamasi dan hanya menimbulkan tanda serta gejala lokal, biasanya
merupakan respon langsung dan dini terhadap agen inflamasi. Pada inflamasi akut
sering ditandai dengan penimbunan netrofil dalam jumlah banyak, perubahan
permeabelitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan leukosit ke dalam
jaringan. Tempat utama emigrasi sel darah putih adalah pertemuan antar sel
endotel. Pembengkakan (udema) yang timbul akibat luka (injury) terjadi karena
masuknya cairan ke dalam jaringan lunak. Sehingga neutrofil akan muncul dalam
waktu 30–60 menit setelah terjadi injury. Pada daerah yang terjadi injury nampak
neutrofil mengelompok sepanjang sel-sel endotel pembuluh darah, sedangkan
leukosit mulai meninggalkan pusat aliran dan bergerak ke perifer17.
2.4.2 Inflamasi kronik
Inflamasi kronik terjadi karena ada suatu rangsang yang menetap, seringkali
selama beberapa minggu atau bulan, menyebabkan infiltrasi sel-sel mononuklear
dan proliferasi fibroblast. Biasanya pada inflamasi kronik ditandai dengan adanya
sel-sel mononuklear seperti makrofag, limfosit dan sel plasma. Timbulnya
inflamasi kronik dapat melalui satu atau dua jalan, juga dapat timbul mengikuti
proses inflamasi akut atau respon awal yang bersifat kronis. Perubahan inflamasi

8
akut menjadi kronik berlangsung bila inflamasi akut tidak dapat reda yang
disebabkan oleh agen penyebab inflamasi yang menetap atau terdapat gangguan
pada proses penyembuhan normal. Pada lokasi inflamasi kronik makrofag berasal
dari monosit darah dan bermigrasi dari pembuluh darah. Makrofag tetap tertimbun
pada lokasi radang, sekalinya berada di jaringan, ia mampu hidup lebih lama dan
melewati neutrofil yang merupakan sel radang yang muncul pertama kali. Selain
itu, limfosit juga nampak pada inflamasi kronik yang juga ikut serta dalam respon
imun seluler dan humoral17

2.5 Treatment Inflamasi


Obat antiinflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan
atau mengurangi peradangan. Berdasarkan mekanisme kerjanya obat antiinflamasi
terbagi menjadi dua golongan yaitu :
a. Antiinflamasi Steroid
Obat antiinflamasi golongan steroid bekerja menghambat sintesis
prostaglandin dengan cara menghambat enzim fosfolipase, sehingga
fosfolipid yang berada pada membrane sel tidak dapat diubah menjadi asam
arakidonat. Akibatnya prostaglandin tidak akan terbentuk dan efek
inflamasi tidak ada. Contoh obat antiinflamasi steroid adalah deksametason,
betametason,metil predisolon, kortison asetat, dan hidrokortison18.
b. Antiinflamasi Non Steroid ( OAINS )
Obat Antiinflamasi Non Steroid merupakan obat antiinflamasi yang
memiliki struktur molecular yang berbeda dari steroid. Secara kimiawi,
OAINS merupakan senyawa turunan dari asam asetat, asam propionate,
pirazol, dan zat kimia lainnya. OAINS bekerja dengan menghambat kerja
dari enzim siklooksigenase, enzim ini berperan penting dalam jalur
metabolism asam arakhidonat, yaitu bekerja untuk mengkatalis perubahan
asam arakhidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan18.
NSAID merupakan obat yang well-absorbed dan memiliki sifat highly-
metabolized yang dimetabolisme baik melalui mekanisme metabolism fase I dan
kemudian diikuti fase II dan beberapa obat dimetabolisme langsung oleh direct-
glucuronidation ( fase II ). NSAID dimetabolisme oleh CYP3A atau CY2C yang

9
merupakan bagian dari enzim P450 di hati. Ekskresi ginjal merupakan rute yang
penting dalam eliminasi obat tersebut, sebagian besar obat NSAID highly protein-
bound (98%) dan biasanya berikatan dengan albumin. Semua obat NSAID dapat
ditemukan di dalam cairan synovial setelah penggunaan yang berulang18.
Mekanisme kerja obat NSAID adalah menghambat biosintesis dari
prostaglandin. Berbagai obat NSAID juga dapat bekerja melalui mekanisme yang
lain termasuk menginhibit kemotaksis, menurunkan regulasi dari produksi
interleukin-1 dan menurunkan produksi dari radikal bebas dan superoksidase.
Aspirin bekerja dengan cara asetilasi dan memblok platelet-cyclooxygenase secara
irreversibel, dimana non-COX-selective NSAID adalah inhibitor yang
reversibel. NSAID menurunkan sensitivitas pembuluh darah terhadap brakinin dan
histamine, mempengaruhi produksi limfokin dan limfosit dan meniadakan
vasodilatasi. NSAID yang baru bersifat analgetik, antiinflamasi dan antipiretik dan
semua NSAID ( kecuali agen COX-2-selection dan nonacetylated salicylates )
menghambat agregasi platelet, walau derajatnya berbeda-beda. Contoh obat
antiinflamasi non steroid adalah aspirin, asetaminofen (parasetamol), ibuprofen,
asam mefenamat, diklofenak, indometasin, fenilbuttazon dan piroksikam19.
Obat antiinflamasi dapat dikelompokkan dalam 7 kelompok besar yaitu :
1. Derivat asam propionate : fenbufen, fenoprofen,
flurbiporfen, ibuprofen, ketoprofen, naproksen, asam
pirorlalkonat dan tioprofenat.
2. Derivat indol : indomestin, sulindak dan tolmetin.
3. Derivat asam fenamat : asam mefenamat dan
meklofenat.
4. Derivat asam piroklakonat.
5. Derivat piirazolon : fenil butazon, oksifenbutazol, dan
azopropazonon.
6. Derivat oksikam : piroksikam dan tenoksikam.
7. Derivat asam salisilat : asam fenilasetat dan asam
asetat inden.

10
BAB III
SIMPULAN

Radang atau inflamasi adalah suatu respon fisiologis terhadap infeksi dan
cedera jaringan. Inflamasi juga menginisiasi pembunuhan patogen, proses
perbaikan jaringan dan membantu mengembalikan homeostasis pada tempat yang
terinfeksi atau tempat yang cedera. Inflamasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu
akut dan kronik.
Inflamasi biasanya dibagi dalam tiga fase yaitu fase akut, reaksi lambat, dan
fase proliferatif kronik, yang dimulai dari : Fase akut merupakan sebuah respon
awal terhadap jaringan dengan ciri yaitu vasodilatasi lokal dan peningkatan
permeabilitas pada kapiler, lalu ada Reaksi Lambat merupakan sebuah tahap sub
akut dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan juga fagosit, dan yang terakhit Fase
Proliferatif kronik muncul dengan ciri terjadinya degenerasi dan fibrosis.
Inflamasi dibagi menjadi dua yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronis.
Inflamasi akut disebabkan oleh patogen yang berada dalam jaringan, infeksi dan
racun. Infeksi yang dimaksud adalah trauma mekanis, racun, radiasi, dan lain
sebagainya. Sementara, etiologi dari peradangan kronis adalah gagalnya tubuh
untuk melawan agen penyebab peradangan akut contohnya seperti, Mycobacterium
tuberculosis yang menyebabkan penyakit Tuberculosis.
Pembagian inflamasi ada 2 yaitu : Inflamasi akut merupakan suatu respon
protektif yang hanya terbatas pada tempat inflamasi dan hanya menimbulkan tanda
serta gejala lokal, biasanya merupakan respon langsung dan dini terhadap agen
inflamasi. Sedangkan Inflamasi kronik Inflamasi kronik terjadi karena ada suatu
rangsang yang menetap, seringkali selama beberapa minggu atau bulan,
menyebabkan infiltrasi sel-sel mononuklear dan proliferasi fibroblast. Biasanya
pada inflamasi kronik ditandai dengan adanya sel-sel mononuklear seperti
makrofag, limfosit dan sel plasma. Pengobatan yang digunakan yaitu antiinflamasi
steroid dan non steroid.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Katzung, B. G., 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi XIII. Buku 3.
Translation of Basic and Clinical Pharmacology Eight Edition Alih bahasa
oleh Bagian Farmakologi Fakultas kedokteran Universitas Airlangga.
Jakarta: Salemba Medika.
2. Ehlers S, Kaufmann S. Infection, inflammation, and chronic diseases:
consequences of a modern lifestyle. Trends Immunol. 2010;31:184-90.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan(2013).Riset kesehatan
dasar2013(Riskesdas 2013). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
4. Lisiane B., James M., Stephanie L., Diana B. DNA damage induced by
chronic inflammation contributes to colon carcinogenesis in mice. J Clin
Invest. 2008;118:2516-2525.
5. Katzung, B.G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik : Prinsip Kerja Obat
Antimikroba. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp. 699.
6. Ayu N. Uji Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium
polyanthum wight) Dengan Metode In Vivo Dan In Silico Pada Senyawa
Kuersitrin. Universitas Muhamadiyah Yogyakarta; 2016
7. Wahyuni, I. Efek Antiradang Ekstrak Air Teripang Pasir (Holothuria
scabra) Terhadap Tikus Jantan Yang Diinduksi Karagenin
[Undergraduate]. Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2012.
8. Wilmana, P.F., dan Gan, S., (2007). Analgesik-Antipiretik Analgesik
AntiInflamasi Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: Gan,
S., Setiabudy, R., dan Elysabeth, eds. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.
Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 237-239
9. Wahyuni, I. Efek Antiradang Ekstrak Air Teripang Pasir (Holothuria
scabra) Terhadap Tikus Jantan Yang Diinduksi Karagenin
[Undergraduate]. Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2012.
10. Arfan P, Wijayahadi N. (2016). Pengaruh Pemberian Ekstrak Produk X
sebagai Antiinflamasi pada Tikus Jantan Galur Wistar [Undergraduate].
Universitas Diponegoro; 2016.

12
11. Wahyuni, I. Efek Antiradang Ekstrak Air Teripang Pasir (Holothuria
scabra) Terhadap Tikus Jantan Yang Diinduksi Karagenin
[Undergraduate]. Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2012.
12. Boyd, W. An Introduction to the Study Of Disease. Ed 6. Philadelphia: Lea
& Febiger. 1971. Halaman 96-101
13. Underwood, A. L and Day, R.A. Analisis Kimia Kualitatif. Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga. 2001
14. Soleha T, Yudistira M. Blueberry ( Vaccinium Corymbosum ) dalam
Menghambat Proses Inflamasi. Majority. 2016;5(1):63.
15. Pahwa R, Jialal I. Chronic Inflammation [Internet]. Treasure Island:
StatPears Publishing; 2016 [cited 27 October 2019]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493173/#!po=89.2857
16. Dorland. 2010. Kamus Kedokteran Dorland, Alih bahasa : Retna Neary
Elseria, dkk. Judul Asli Dorland’s Illustrated Medical Dictionary . Jakarta :
EGC
17. Robbins. 2004. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 1. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
18. Stollberger C, Finsterer J. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs in patients
with cardio- or cerebrovascular disorders. Z Kardiol. 2003; 92(1):721-9.
19. Dini Damayanti A, Eri Nurchasanah I, Wulandari N, Nur Hanifa R, Gustina
Anggraini Y. Obat Anti-Inflamasi [Internet]. 2017.
20. Bagus I, Sudewa A, Budiarta G, An S, Smf K, Anestesiologi B, et al.
Siklooksigenase, Jakur Arakidonat, dan Nonsteroidal Antiinflammatory
Drugs. 2017.

13

Anda mungkin juga menyukai