Anda di halaman 1dari 21

REFERAT Mei 2019

“HIPERTENSI ENSEFALOPATI PADA ANAK”

Nama : Amalia Anisa

No. Stambuk : N 111 18 069

Pembimbing : dr. Amsyar Praja, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PALU

2019
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ……….…………………………………………….. i
DAFTAR ISI………………….…………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN …………………………..………….…………. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi …………………………………………………………. 3
2.2 Epidemiologi…………………………..…………………………. 3
2.3 Etiologi ………. ...…………...…………………………………. 4
2.4 Patofiologi ……………….………………………………………. 5
2.5 Manifestasi Klinis …………………….………………………….. 9
2.6 Penegakkan Diagnosis ..………….……………………………... 10
2.7 Diagnosis Banding…….………………………………………..… 12
2.8 Terapi …………………….………………………………………. 13
2.9 Prognosis ……….………………………………………………… 16
BAB III KESIMPULAN …………………………………………………. 17
DAFTAR PUSTAKA .…….…………………………………………… 18
BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi pada anak merupakan masalah di bidang pediatri dengan prevalens


sekitar 1-3%. Prevalens hipertensi pada anak, khususnya pada usia sekolah
mengalami peningkatan. Hal ini mungkin disebabkan meningkatnya prevalens
obesitas pada kelompok usia tersebut.Beberapa penelitian membuktikan bahwa
hipertensi pada orang dewasa sudah dimulai sejak masa anak. Hipertensi merupakan
faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner pada orang dewasa, dan hipertensi
pada anak memberikan kontribusi terhadap terjadinya penyakit jantung koroner sejak
dini. Oleh sebab itu perhatian serta pengetahuan tentang masalah hipertensi pada anak
harus ditingkatkan agar upaya deteksi dini hingga pencegahan komplikasi hipertensi
pada anak dapat dilakukan secara tepat. Agar hipertensi dapat dideteksi sedini
mungkin sehingga dapat ditangani secara tepat, maka pemeriksaan tekanan darah
yang cermat harus dilakukan secara berkala setiap tahun setelah anak berusia tiga
tahun.13
Peningkatan angka kejadian hipertensi pada anak dan remaja dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain peningkatan kejadian obesitas/kegemukan pada anak dan
perubahan gaya hidup, seperti anak kurang beraktivitas, terlalu banyak
bermain gadget atau menonton televisi, asupan makanan yang tinggi kalori, tinggi
garam, serta minuman yang mengandung alkohol dan kafein, kebiasaan merokok,
stres mental, dan kurang tidur. Anak derngan hipertensi mempunyai risiko hampir 4
kali lebih besar untuk menderita hipertensi pada masa dewasa dibandingkan anak
normal. Hipetensi pada anak memberikan dampak pada kesehatan kardiovaskular
pada masa dewasa, karena pengerasan pembuluh darah (aterosklerosis) telah
berlangsung sejak masa anak.13
Hipertensi Ensefalopati (HE) adalah keadaan emergency yang membutuhkan
diagnosis dan penanganan yang cepat. Gejalanya dapat menyerupai stroke akute,
meskipun ada banyak perbedaan gejala. HE dapat terjadi pada semua umur, tetapi
biasanya terjadi pada usia muda daripada usia 50 tahun. Adanya Hipertensi akut
dibutuhkan untuk diagnosis, dengan tekanan darah lebih tinggi dari 240/140 mmHg.
Meskipun hipertensi lebih sering terjadi pada stroke akut, ini tidak selalu dengan
derajat yang extrim. Hipertensi berat ini dapat lebih dulu merusak batas normal
autoregulasi cerebrovascular, pengantaran ke cerebral hyperperfusion, bertambahnya
permeabilitas vaskular, dilatasi pembuluh darah cerebral, edema cerebral dan
perdarahan. Infark jarang terlihat.1,2

Tabel 1.1 Klasifikasi Hipertensi3


Kategori Normal Hipertensi
<2 tahun <104/70 >112/74
3-5 tahun <108-70 >116/76
10-12 tahun 114-74 122/78
13-15 tahun 122/78 >126/82
16- 18 tahun 130/80 >136/86
20-45 tahun 136/84 >140/90
45-65 tahun 120-125/75-80 135/90
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V, halaman 1079

Tabel 1.2 Klasifikasi Hipertensi pada anak14


Kategori Usia 1-13 tahun Usia >13 tahun
Normal <90 <120/80
Prehipertensi 120/80 >120/80 - 129/<80
Stage 1 130/80 – 139/89 130/80 - 139/89
Stage 2 140/90 >140/90
Sumber : Joseph. 2017 AAP Guidelines for Childhood Hypertension.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Hipertensi Ensefalopati (HE) adalah sindrom klinik akut reversibel yang
disebabkan oleh kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui
batas autoregulasi otak. HE dapat terjadi pada normotensi yang tekanan
darahnya mendadak naik menjadi 160/100 mmHg. Sebaliknya mungkin belum
terjadi pada penderita hipertensi kronik meskipun tekanan arteri rata-rata
mencapai 200 atau 225 mmHg.4
Ensefalopati hipertensi merupakan komplikasi neurologi yang diakibatkan
peningkatan mendadak tekanan darah dan digolongkan dalam hipertensi
emergensi. Ensefalopati hipertensi dapat didefinisikan sebagai sindrom serebral
akut yang terjadi sebagai hasil kegagalan autoregulasi vaskular serebral,
meningkat pada penghancuran sawar darah otak dan edem serebral. Mekanisme
pasti yang menyebabkan hilangnya fungsi endothelial belum diketahui. 6

2.2. Epidemiologi
Ensefalopati Hipertensi banyak ditemukan pada usia pertengahan dengan
riwayat hipertensi essensial sebelumnya. Dari hasil penelitian dilaporkan
bahwa 1,8-28,6% penduduk yang berusia di atas 20 tahun adalah penderita
hipertensi. Menurut penelitian di USA, sebanyak 60 juta orang yang menderita
hipertensi, kurang dari 1 % mengidap hipertensi emergensi. Di Indonesia
belum ada laporan tentang kejadian ini. Mortalitas dan morbiditas dari
penderita ensefalopati hipertensi bergantung pada tingkat keparahan yang
dialami Perbandingan antara wanita dan pria, ternyata wanita lebih banyak
menderita hipertensi, angka prevalensi pria 6,0% sedangkan wanita 11,6%.
Selain itu, diteliti bahwa insiden hipertensi essensial pada orang kulit putih
sebanyak 20-30%, sedangkan pada orang kulit hitam sebanyak 80%. Sehingga
orang kulit hitam lebih beresiko untuk menderita ensefalopati hipertensi 2,5,6.

2.3. Etiologi
Tekanan darah dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan ukuran/massa otot
tubuh. Dalam keadaan normal, makin tua seorang anak, makin tinggi tekanan
darahnya; tekanan darah anak lelaki lebih tinggi dibandingkan tekanan darah
anak perempuan seusianya, dan makin banyak massa otot seorang anak maka
makin tinggi tekanan darahnya. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka
batasan tekanan darah normal pada anak, berbeda-beda untuk setiap kelompok
umur, jenis kelamin, dan tinggi badan anak. Hal ini berbeda dengan dewasa
yang menggunakan satu batasan tekanan darah normal untuk semua umur, jenis
kelamin, dan ukuran tubuh. Di samping itu, tekanan darah juga dipengaruhi
oleh aktivitas fisik, stres (misalnya anak menangis), dan rangsangan yang lain.
Oleh karena itu pengukuran tekanan darah memerlukan kondisi anak yang
tenang, dilakukan di dalam ruang yang menyenangkan anak, setelah anak
beristirahat sejenak.13
Ditinjau dari penyebabnya, hipertensi pada anak dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit tertentu dan
hipertensi yang tidak disebabkan oleh penyakit, yang dikenal sebagai hipertensi
primer/esensial. Pada anak kecil dan pra-remaja sebagian besar merupakan
hipertensi yang disebabkan oleh penyakit; penyakit ginjal dan pembuluh darah
ginjal merupakan penyebab tersering, contohnya seperti peradangan ginjal,
infeksi ginjal kronik, penyumbatan aliran urin, batu ginjal, kelainan kongenital
saluran kemih, penyempitan pembuluh darah ginjal, dan sebagainya. Hipertensi
primer atau esensial lebih sering ditemukan pada remaja, meliputi 85-90%
kasus. Hipertensi primer sangat jarang ditemukan pada anak berusia kurang dari
10 tahun. Faktor risiko yang dikaitkan dengan terjadinya hipertensi esensial
adalah riwayat hipertensi dalam keluarga dan kegemukan/obesitas.13
Tabel 2.1 Penyebab ensefalopati hipertensi

Sumber: Cermin dunia kedokteran, hal. 175

Ensefalopati hipertensi dapat merupakan komplikasi dari berbagai penyakit


antara lain penyakit hipertensi kronik dengan penyebab apapun, glomerulis
nefritik akut khususnya setelah infeksi, eklamsi, Renovascular hipertensi, post
coronary artery bypass hypertension. Ensefalopati hipertensi lebih sering
ditemukan pada orang dengan riwayat hipertensi esensial lama.2,5,6

2.4. Patofisiologi
Secara fisiologis peningkatan tekanan darah akan mengaktivasi regulasi
mikrosirkulasi di otak (respon vasokontriksi terhadap distensi dinding endotel).
Aliran darah otak tetap konstan selama perfusi aliran darah otak berkisar 60 –
120 mmHg. Ketika tekanan darah meningkat secara tiba-tiba, maka akan terjadi
vasokontriksi dan vasodilatasi dari arteriol otak yang mengakibatkan kerusakan
endotel, ekstravasasi protein plasma, edema serebral. Jika peningkatan tekanan
darah terjadi secara persisten sampai ke hipertensi maligna maka dapat
menyebabkan nekrosis fibrinoid pada arteriol dan gangguan pada sirkulasi
eritrosit dalam pembuluh darah yang mengakibatkan deposit fibrin dalam
pembuluh darah (anemia hemolitik mikroangiopati).1
Berikut teori-teori mengenai ensefalopati hipertensi:
1. Reaksi autoregulasi yang berlebihan (the overregulati on theory of
hypertensive encephalopathy)
Kenaikan tekanan darah yang mendadak menimbulkan reaksi
vasospasme arteriol yang hebat disertai penurunan aliran darah otak dan
iskemi. Vasospasme dan iskemi akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler, nekrosis, fibrinoid, dan perdarahan kapiler yang
selanjutnya mengakibatkan kegagalan sawar darah otak sehingga dapat
timbul edema otak.4
2. Kegagalan autoregulasi (the breakthrough theory of hypertensive
encephalopathy)
Tekanan darah autoregulasi sehingga tinggi yang melampaui batas
regulasi dan mendadak menyebabkan kegagalan tidak terjadi
vasokonstriksi tetapi justru vasodilatasi. Vasodilatasi awalnya terjadi
secara segmental (sausage string pattern), tetapi akhirnya menjadi difus.
Permeabilitas segmen endotel yang dilatasi terganggu sehingga
menyebabkan ekstravasasi komponen plasma yang akhirnya menimbulkan
edema otak.4
↑↑ Blood pressure

Failure of autoregulation

Forced vasodilatation

- Hyperperfusion
Endothelial permeability
- capillary hydrostatic pressure

Cerebral edema

Hypertensive encephalopathy
(headache, nausea, vomiting,
altered mental status, convulsion)

Sumber: Cermin Dunia Kedokteran No.157, halaman 176

Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami


perubahan bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg,
sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120
mmHg. Pada keadaan hiperkapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan
batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja dari tekanan
darah menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya edema otak.6
Gambar 2.1 autoregulasi serebral berupa vasospasme

Gambar 2.2 Autoregulasi serebral berupa overdistention arteriol

Gambar 2.3 Dua hipotesis utama patofisiologi ensefalopati hipertensi


Pada kondisi normotensi, aliran darah otak tidak mengalami perubahan,
yakni nilai MAP antara 70-150 mmHg. Pada kondisi hipertensi batasan MAP
berubah ke tingkat yang lebih tinggi (110 dan 180 mmHg). Faktor yang
menyebabkan terjadinya hipertensi urgensi atau emergensi masih belum
diketahui secara pasti. Hal ini dihubungkan dengan agen vasokonstriktor seperti
norepinefrin, angiotensi II, vasopressin atau endotelin.angiotensin II memiliki
efek toksik terhadap dinding pembuluh darah.6

Gambar 2.4 Autoregulasi pada individu normotensi dan dan hipertensi kronik

Sumber: Hipertensi Krisis. Vol. 27, No.3. halaman 12

2.5 Manifestasi klinis

Ensefalopati hipertensi merupakan suatu sindrom hipertensi berat yang


dikaitkan dengan ditemukannya nyeri kepala hebat, mual, muntah, gangguan
penglihatan, confusion, pingsan sampai koma. Onset gejala biasanya
berlangsung perlahan, dengan progresi sekitar 24-48 jam. Gejala-gejala
gangguan otak yang difus dapat berupa defisit neurologis fokal, tanda-tanda
lateralisasi yang bersifat reversibel maupun irreversibel yang mengarah ke
perdarahan cerebri atau stroke. Microinfark dan peteki pada salah satu bagian
otak jarang dapat menyebabkan hemiparesis ringan, afasia atau gangguan
penglihatan. Manifestasi neurologis berat muncul jika telah terjadi hipertensi
maligna atau tekanan diastolik >125mmHg disertai perdarahan retina, eksudat,
papiledema, gangguan pada jantung dan ginjal.2

Dalam hipertensi ensefalopati dengan papilledema pasien memiliki bukti


disfungsi otak difus seperti sakit kepala parah, muntah, penglihatan kabur,
kejang dan koma. 7,10

2.6 Penegakkan Diagnosis

Dalam menegakkan diagnosis ensefalopati hipertensi, maka pada pasien


dengan peningkatan tekanan darah perlu diidentifikasi jenis hipertensinya,
apakah hipertensi urgensi atau hipertensi emergensi. Hal ini dapat dilakukan
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui tanda dan gejala
kerusakan target organ terutama di otak seperti adanya nyeri kepala hebat,
mual, muntah, penglihatan kabur, penurunan kesadaran, kejang, riwayat
hipertensi sebelumnya, penyakit ginjal, penggunaan obat-obatan, dan
sebagainya.1

Pada bayi baru lahir, hipertensi dapat memberikan gejala sesak napas,
berkeringat, gelisah, pucat/sianosis, muntah, dan kejang. Pada anak yang lebih
besar, gejala dan tanda berikut ini perlu dipikirkan kemungkinan hipertensi:
rasa lelah, kejang, penurunan kesadaran, sakit kepala, mendadak penglihatan
kabur, mual, perdarahan hidung (mimisan), nyeri dada, kenaikan berat badan
yang tidak adekuat, perawakan pendek, dan kelumpuhan otot.
Gambar 2.5 Alur pendekatan diagnosis pada pasien hipertensi

Sumber: Hipertensi Krisis. Vol. 27, No.3. halaman 14

Pada banyak kasus , tetapi tidak semuanya, CSF dan Protein


meningkat. Lebih dari 100mg/dl. Dalam beberapa keadaan tapi ini tidak ada
reaksi selular. Selain itu dapat dilakukan funduskopi untuk melihat ada tidaknya
perdarahan retina dan papil edema sebagai tanda peningkatan tekanan intra
kranial. Penilaian kardiovaskular juga perlu dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya distensi vena jugular atau crackles pada paru. Urinalisis dan
pemeriksaan darah untuk mengetahui kerusakan fungsi ginjal (peningkatan
BUN dan kreatinin).5
Gambar 2.5 Gambaran funduskopi pada hipertensi ensefalopati

Sumber : medScape. Hypertensive Ensepalopathy

Pemeriksaan CT scan atau MRI kepala dapat menunjukkan adanya edema


pada bagian otak dan ada tidaknya perdarahan. Edema otak biasanya terdapat
pada bagian posterior otak namun dapat juga pada batang otak.5
Hipertensi ensefalopati sering disalah interpretasikan sebagai gambaran
area infark yang besar ataupun demelinisasi, tetapi ini akan kembali normal
dalam beberapa minggu.10

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding ensefalopati hipertensi antara lain:
a. Stroke iskemik atau hemoragik
b. Stroke trombotik akut
c. Perdarahan intracranial
d. Encephalitis
e. Hipertensi intracranial
f. Lesi massa SSP
g. Kondisi lain yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah
atau yang memiliki gejala serupa.1
Membaiknya gejala klinis dan peningkatan status mental setelah tekanan
darah terkontrol merupakan karakteristik untuk mendiagnosis dan membedakan
ensefalopati hipertensi dari penyakit-penyakit di atas.6

2.8 Terapi
Tujuan pengobatan hipertensi pada anak adalah mengurangi risiko jangka
pendek maupun panjang terhadap penyakit kardiovaskular dan kerusakan organ
target. Upaya mengurangi tekanan darah saja tidak cukup untuk mencapai
tujuan ini. Selain menurunkan tekanan darah dan meredakan gejala klinis, juga
harus diperhatikan faktor-faktor lain seperti kerusakan organ target, faktor
komorbid, obesitas, hiperlipidemia, kebiasaan merokok, dan intoleransi
glukosa.15
Pada umumnya ahli nefrologi anak sepakat bahwa pengobatan hipertensi
ditujukan terhadap anak yang menunjukkan peningkatan tekanan darah di atas
persentil ke-99 yang menetap. Tujuan akhir pengobatan hipertensi adalah
menurunkan tekanan darah hingga di bawah persentil ke-95 berdasarkan usia
dan tinggi badan anak. Pengobatan hipertensi pada anak dibagi ke dalam 2
golongan besar, yaitu nonfarmakologis dan farmakologis yang tergantung pada
usia anak, tingkat hipertensi dan respons terhadap pengobatan. 15
1. Pengobatan Non-Farmakologis:Mengubah Gaya Hidup15
Anak dan remaja yang mengalami prehipertensi atau hipertensi tingkat
1 dianjurkan untuk mengubah gaya hidupnya. Pada tahap awal anak remaja
yang menderita hipertensi primer paling baik diobati dengan cara non-
farmakologis. Pengobatan tahap awal hipertensi pada anak mencakup
penurunan berat badan, diet rendah lemak dan garam, olahraga secara
teratur, menghentikan rokok dan kebiasaan minum alkohol.
Penurunan berat badan terbukti efektif mengobati hipertensi pada anak
yang mengalami obesitas. Dalam upaya menurunkan berat badan anak ini,
sangat penting untuk mengatur kualitas dan kuantitas makanan yang
dikonsumsi. Banyaknya makanan yang dikonsumsi secara langsung akan
memengaruhi berat badan dan massa tubuh, sehingga juga akan
memengaruhi tekanan darah. Hindarilah mengkonsumsi makanan ringan di
antara waktu makan yang pokok. Demikian juga makanan ringan yang
mengandung banyak lemak atau terlampau manis sebaiknya dikurangi.
Buatlah pola makan teratur dengan kandungan gizi seimbang dan lebih
diutamakan untuk banyak mengkonsumsi buah dan sayuran.
Diet rendah garam yang dianjurkan adalah 1,2 g/hari pada anak usia 4-
8 tahun dan 1,5 g/hari pada anak yang lebih besar. Diet rendah garam yang
dikombinasikan dengan buah dan sayuran, serta diet rendah lemak
menunjukkan hasil yang baik untuk menurunkan tekanan darah pada anak.
Asupan makanan mengandung kalium dan kalsium juga merupakan salah
satu upaya untuk menurunkan tekanan darah. Olahraga secara teratur
merupakan cara yang sangat baik dalam upaya menurunkan berat badan
dan tekanan darah sistolik maupun diastolik. Olahraga teratur akan
menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan aliran darah,
mengurangi berat badan dan kadar kolesterol dalam darah, serta stres.
2. Pengobatan Farmakologis 15
Menurut the National High Blood Pressure Education Program
(NHBEP) Working Group on High Blood Pressure in Children and
Adolescents obat yang diberikan sebagai antihipertensi harus mengikuti
aturan berjenjang (step-up), dimulai dengan satu macam obat pada dosis
terendah, kemudian ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai efek
terapoitik, atau munculnya efek samping, atau bila dosis maksimal telah
tercapai. Kemudian obat kedua boleh diberikan, tetapi dianjurkan
menggunakan obat yang memiliki mekanisme kerja yang berbeda. Di
bawah ini dicantumkan beberapa keadaan hipertensi pada anak yang
merupakan indikasi dimulainya pemberian obat antihipertensi:
- Hipertensi simtomatik
- Kerusakan organ target, seperti retinopati, hipertrofi ventrikel kiri, dan
proteinuria
- Hipertensi sekunder
- Diabetes mellitus
- Hipertensi tingkat 1 yang tidak menunjukkan respons dengan
perubahan gaya hidup
- Hipertensi tingkat 2.
Golongan diuretik dan β-blocker merupakan obat yang dianggap aman
dan efektif untuk diberikan kepada anak. Golongan obat lain yang perlu
dipertimbangkan untuk diberikan kepada anak hipertensi bila ada penyakit
penyerta adalah penghambat ACE (angiotensin converting enzyme) pada
anak yang menderita diabetes melitus atau terdapat proteinuria, serta β-
adrenergic atau penghambat calcium-channel pada anak-anak yang
mengalami migrain. Selain itu pemilihan obat antihipertensi juga
tergantung dari penyebabnya, misalnya pada glomerulonefritis akut
pascastreptokokus pemberian diuretic merupakan pilihan utama, karena
hipertensi pada penyakit ini disebabkan oleh retensi natrium dan air.
Golongan penghambat ACE dan reseptor angiotensin semakin banyak
digunakan karena memiliki keuntungan mengurangi proteinuria.
Penggunaan obat penghambat ACE harus hati-hati pada anak yang
mengalami penurunan fungsi ginjal. Meskipun kaptopril saat ini telah
digunakan secara luas pada anak yang menderita hipertensi, tetapi saat ini
banyak pula dokter yang menggunakan obat penghambat ACE yang baru,
yaitu enalapril. Obat ini memiliki masa kerja yang panjang, sehingga dapat
diberikan dengan interval yang lebih panjang dibandingkan dengan
kaptopril.
Obat yang memiliki mekanisme kerja hampir serupa dengan
penghambat ACE adalah penghambat reseptor angiotensin II (AII receptor
blockers). Obat ini lebih selektif dalam mekanisme kerjanya dan memiliki
efek samping yang lebih sedikit (misalnya terhadap timbulnya batuk)
dibandingkan dengan golongan penghambat ACE.
Secara skematis langkah-langkah pendekatan pengobatan farmakologis
pada anak dengan hipertensi terlihat pada Gambar berikut: 15

2.8 Prognosis

Pada penderita ensefalopati hipertensi, jika tekanan darah tidak segera


diturunkan, maka penderita akan jatuh dalam koma dan meninggal dalam
beberapa jam. Sebaliknya apabila tekanan darah diturunkan secepatnya secara
dini prognosis umumnya baik dan tidak menimbulkan gejala sisa.4
BAB III

KESIMPULAN

Ensefalopati hipertensi merupakan sindrom klinik akut reversibel yang


dicetuskan oleh kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui batas
autoregulasi otak.
Kejadian ensefalopati hipertensi merupakan keadaan gawat darurat yang
memerlukan penanganan segera untuk mencegah terjadi kerusakan otak yang luas
dan permanen. Kerusakan otak yang terjadi disebabkan oleh peningkatan tekanan
darah secara mendadak yang melampaui autoregulasi otak, dalam hal ini terjadi
respon vasokontriksi maupun vasodilatasi yang berakhir dengan edema serebri.
Manifestasi klinik ensefalopati hipertensi ditandai dengan adanya nyeri kepala
hebat, mual, muntah, penurunan kesadaran, kejang, adanya papiledema pada
pemeriksaan funduskopi.
Penanganan ensefalopati hipertensi dilakukan dengan menurunkan tekanan
darah secepat mungkin sehingga gejala klinis dan status mental dapat membaik. Jika
penanganan terlambat maka akan ada gejala sisa atau bahkan dapat menyebabkan
kematian.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fitzsimmond, Brian-Freud. Cerebrovascular Disease: Ischemic Stroke in Lange


Current Diagnosis and Treatment. John C.M Brust. New York: Lange medical
books McGraw-Hill. 2007. 111.
2. Cuciureanu, D. Hypertensive Encephalopathy: Between Diagnostic and Reality.
Roumanian Journal of Neurology 6/3. 2007:114-177. Available from:
http://www.medica.ro/reviste_med/download/neurologie/2007.3/Neuro_Nr-
3_2007_Art-02.pdf
3. Yogiantoro, M.. Hipertensi Essensial. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009: 1079.
4. Khatib O, El-Guindy M. Clinical Guidelines for the Management of
Hypertension. Cairo: WHO regional Office for the Eastern Mediterranean. 2005:
13-14.
5. Sugiyanto, E. Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular .Cermin Dunia
Kedokteran, No. 157, 2007: 173-79. Available from:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_157_Neurologi.pdf
6. Bonovich, David C. Chapter 9 Hypertension and Hypertensive Encephalopathy
Available from:
http://neurologiauruguay.org/home/images/hypertension%20and%20hypertensiv
e%20encephalopathy.pdf
7. Sharifian, Mostafa. Hypertensive Encephalophaty. In Irianian Journal of Child
Neurology. 2012. From: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles
8. Susanto, Irawan, MD, FAC. Hypertensive Encephalophaty in MedScape. 2015.
From : http://emedicine.medscape.com/article/166129-overview#
9. Majid, A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU Digital Library.
2004: 1-8. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1999/1/fisiologi-
abdul%20majid.pdf
10. Soetomenggolo, S. Taslim, Kelainan Neurologis pada penyakit sistemik. Sari
pediatri, Vol 6. No.1. 2004. Hal. 29
11. Ropper, Allan H. Martin A.samuel. Cerebrovascular Disease. In Ropper A and
Brown R.ed. .Adam and Victor’s Principle of Neurology 9th Edition. Newyork:
Mc Graw Hill Medical Publishing Division. 2009: 822-24
12. Deviecasaria, Asnelia. Hipertensi Krisis. Vol. 27, No.3. Departemen Neurologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014: Medicinus. Hal. 9-17
13. Dharmawan, B.S. Tatalaksana Hipertensi pada Anak. Fatmawati Hospital
Journal. RSUP Fatmawati : Jakarta ; 2012
14. Joseph T.F. 2017 American Academy of Pediatrics Guidelines for Childhood
Hypertension. Pediatric Care Online: Amerika ; 2017
15. Sekarwana, N., Rachmadi, D., Hilmanto, D. Konsensus Tatalaksana Hipertensi
pada Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI); 2011

Anda mungkin juga menyukai