Anda di halaman 1dari 18

BAB II

A. DEFENISI DAN FUNGSI GINJAL


1. Defenisi
Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan
homeostasis cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk
mempertahankan homeostatik dengan mengatur volume cairan, keseimbangan
osmotik dan asam basa, ekskresi sisa metabolisme, sistem pengaturan
hormonal,dan metabolisme. Ginjal terletak di rongga abdomen, retroperitoneal
primer kiri dan kanan kolumna vertebra ginjal terletak pada dinding posterior
abdomen dibelakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai
vertebra lumbalis ke 3. Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang
tanah, panjang 11,5 cm, lebar 3,5 cm,tebal 2,5 cm, berat ginjal pada pria dewasa
150-170 gram dan wanita 115-155 gram. Terletak retroperitoneal, dikedua sisi
kolumna vertebralis daerah lumbal, dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat
dibelakang peritoneum.
 STRUKTUR GINJAL
Ginjal terdiri dari bagian dalam (medula) dan bagian luar (korteks)
a) Bagian dalam. Substansia medularis terdiri dari piramid renalis yang
jumlahnya 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal,
sedangkan apeksnya menghadap kesinus renalis.
b) Bagian luar. Substansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi
lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa,
melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus
renalis, dan bagian dalam antara piramid dinamakan kolumna renalis.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis
yang terdiri dari jaringan fibrus berwarna ungu tua, lapisan luar
terdapat lapisan korteks, dan lapisan sebelah dalam bagian medulal
berbentuk kerucut yang disebut renal piramid. Puncak kerucut tadi
menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papila
renalis. Tiap-tiap piramid dilapisi satu dengan yang lain oleh kolumna
renalis, jumlah renalis 15-16 buah.
 LAPISAN GINJAL
Ginjal dilapisi oleh suatu masa jaringan lemak yang disebut kapsula
adiposa. Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal memanjang
melalui hilus renalis. Ginjal dan kapsula adiposa tertutu. Fasia
subserosa p oleh suatu lamina khusus dari fasia subserosa yang
disebut fasia renalis yang terdapat di antara lapisan dalam dari facia
profunda dan stratum facia subserosa internus terpecah menjadi dua
bagian, yaitu : lamella anterior (facia prerenalis) dan lamella posterior
(facia restrorenalis).
 STRUKTUR MIKROSKOPIS GINJAL
Satuan fungsional ginjal dinamakan nefron, mempunyai kurang lebih
1,3 juta nefron, selama 24 jam dapat menyaring 170 liter darah, arteri
renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal. Lubang-lubang
yang terdapat pada piramid renal masing-masing membentuk simpul
satu badan malfigi yang disebut glomerulus.

Nefron terdiri dari bagian-bagian berikut :


a) Glomerulus
Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di
dalam kapsula berwarna bowman dan menerima darah dari arteriol
aferen dan meneruskan darah ke sistem vena melalui arteriol aferen.
Natrium secara bebas difiltrasi dalam glamerulus sesuai dengan
konsentrasi dalam plasma. Kalium juga difiltrasi secara bebas,
diperirakan 10-20% kalium plasma terikat oleh protein dan tidak bebas
difiltrasi sehingga kalium dalam keadaan normal. Kapsula bowman,
ujung buntu tubulus ginjal yang bentuknya seperti kapsula cekung
menutupi glomerulus yang saling melilitkan diri.
Elektromikroskopis glomerulus. Glomerulus yang berdiameter 200µm,
dibentuk oleh invaginasi suatu anyaman kapiler yang menempati
kapsula bowman dan mempunyai dua lapisan seluler yang
memisahkan darah dari dalam kapiler glmerulus dan filtrat dalam
kapsula bowman. Lapisan tersebut yaitu lapisan endotel kapiler dan
lapisan epitel khusus yang terletak di atas kapiler glomerulus. Kedua
lapisan ini dibatasi oleh lamina basalis. Di samping itu terdapat sel-sel
stelata yang disebut sel masangial. Sel-sel ini mirip dengan sel-sel
parasit yang terdapat pada dinding kapiler seluruh tubuh.
Aparatus junkta glomerulus. Arteriole aferen dan ujung akhir Ansa
Henle asendes tebal. Nefron yang sama bersentuhan untuk jarak yang
pendek, pada titik persentuhan sel tubulus (Ansa Henle) asendes
menjadi tinggi dinamakan makula densa. Dinding arteriole yang
bersentuhan dengan Ansa Henle menjadi tebal karena sel-selnya
mengandung butir-butir sekresi renin yang besar. Sel-sel ini disebut sel
junkta glomerulus erat sekali kaitannya dengan pengaturan volume
cairan eksternal dan tekanan darah.
Sawar ginjal adalah istilah yang digunakan untuk bangunan yang
memisahkan darah kapiler glomerulus dari filtrat dalam rongga
kapsula bowman. Pertikel ini dihubungkan dengan membran celah
lapisan yang utuh sebagai saringan utama yang mencegah lewatnya
molekul besar. Patikel yang lebih halus sanggup masuk sampai ke
rongga kapsula. Filtrasi halus melalui sawar dan tergantung pada
tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus yang biasanya
75mmHg.
b) Tubulus Proksimal Konvulta
Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula bowman
dengan panjang 15 mm dan diameter 55µm. Bentuknya berkelok-
kelok menjalar sekitar 2/3 dari natrium yang terfiltrasi di absorbsi
secara isotonis bernama klorida. Proses ini melibatkan transpor aktif
natrium. Peningkatan reabsorbsi natrium akan mengurangi
pengeluaran air dan natrium. Hal ini dapat mengganggu pengenceran
dan pemekatan urine yang normal. Kalium direabsorbsi lebih dari
70% kemungkinan dan dengan mekanisme transportasi aktif akan
terpisah dari resorpsi natrium.
c) Gelung Henle (Ansa Henle)
Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis. Selajutnya ke
segmen tebal panjangnya 12 mm, tebal panjang Ansa Henle 2-14 mm.
Klorida secara aktif diserap kembali pada cabang asedens Ansa Henle
dan natrium yang bergerak secara pasif untuk mempertahankan
kenetralan listrik. Sekitar 25% natrium yang difiltrasi diserap kembali
karena darah nefron bersifat tidak permeabel terhadap air. Reabsorpsi
klorida dan natrium di pars asendens penting untuk pemekatan urine
karena membantu mempertahankan integritas gradiens konsentrasi
medula. Kalium terfiltrasi sekitar 20-25% diabsorpsi pada pars
asendens lengkung Henle.
d) Tubulus Distal Konvulta
Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan
letaknya jauh dari dari kapsula bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus
distal dari masing-masing nefron bermuara ke duktus koligens yang
panjangnya 20 mm. Masing-masing duktus koligens berjalan melalui
korteks dan medula ginjal yang bersatu membentuk suatu duktus yang
berjalan lurus dan bermuara ke dalam duktus belini seterusnya menuju
kalik mayor, dan akhirnya mengosongkan isinya ke dalam pelvis
renalis pada apeks masing-masing piramid medula degan duktus
koligens adalah 45-65 mm.
e) Duktus Koligen Medula
Ini saluram yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus
dari ekskresi natrium urine terjadi disini dengan aldosteron yang
paling berperan terhadap reabsorpsi natrium. Peningkatan aldosteron
dihubungkan dengan peningkatan reabsorpsinatrium. Duktus ini
memiliki kemampuan mereabsorpsi dan mensekresi kalium. Ekspresi
aktif kalium diperlihatkan pada duktus koligen kortikal dan mungkin
dikendalikan oleh aldosteron. Reabsorpsi aktif kalium murni terjadi
dalam duktus koligen medula.

 PEREDARAN DARAH GINJAL


Ginjal mendapatkan darah dari arteri renalis yang merupakan cabang
dari aorta abdominalis, sebelum masuk kedalam massa ginjal. Arteri
renalis mempunyai cabang yang besar yaitu arteri renalis anterior dan
yang kecil arteri renalis posterior. Cabang anterior memberikan darah
untuk ginjal anterior dan ventral.
Cabang posterior memberikan darah untuk ginjal posterior dan bagian
dorsal. Diantara kedua cabang ini terdapat suatu garis (Brudles Line)
yang terdapat disepanjang margo lateral ginjal. Pada garis initidak
terdapat pembuluh darah sehingga kedua cabang ini akan menyebar
sampai kebagian anterior dan posterior dari kolisis sampai ke medula.
Setelah sampai di daerah medula membelok 90 derajat melalui basis
piramid disebut arteri Aquarta.pembuluh ini akan bercabang menjadi
arteri interlobularis yang berjalan tegak kedalam korteksi berakhir
sebagai :
a) Vansa aferen glomerulus untuk 1-2 glomerulus.
b) Pleksus kapiler sepanjang tubulus melingkar dalam korteks tanpa
berhubungan dengan gramerulus.
c) Pembuluh darah menembus kapsula Bowman.
Dalam gromerulus keluar pembuluh darah aferen, selanjutnya terdapat
suatu anyaman yang mengelilingi tubulus kontorti. Disamping ini ada
cabang yang lurus menuju ke pelvis renalis memberikan darah untuk
Ansa Henle dan duktus koligen yang dinamakan arteri rektal (Arteri
Spuriae).
Dari pembuluh darah ini kemudian berkumpul dalam pembuluh
kapiler vena, bentuknya seperti bintang disebut vena stellata berjalan
ke vena interlumbalis.
 PERSARAFAN GINJAL
Saraf ginjal terdiri dari lebih kurang 15 ganglion. Ganglion ini
membentuk pleksus renalis yang berasal dari cabang yang terbawah
dan luar ganglion pleksus seliaka, pleksus austikus, dan bagian bawah
splenikus. Pleksus renalis bergabung dengan pleksus sprematikus
dengan cara memberikan beberapa serabut yang dapat menimbulkan
nyeri pada testis pada kelainan ginjal.
Ginjal mendapat persarafan dari fleksus renalis dari fleksus renalis
(vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang
masuk kedalam ginjal. Saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh
darah yang masuk ginjal.

2. Fungsi
Pembentukan urine adalah untuk mempertahankan homeostasis
dengan mengatur volume dan komposisi darah. Proses ini meliputi pengeluaran
larutan sampah organik produk metabolisme. Produk sampah yang perlu
diperhatikan adalah urea, kreatinin dan asam urat. Produk sampah ini larut dalam
aliran darah, dan hanya dapat dibuang dengan dilarutkannya urine. Pembuangan
bahan-bahan sampah ini disertai dengan kehilangan air yang tidak dapat
dihindarkan.

Fungsi ginjal terdiri dari :


a. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh
akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam
jumlah besar. Kekuranagan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine
yang diekskresikan akan berkurang dan konsentrasinya lebih pekat,
sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif
normal.
b. Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan
keseimbangan ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan
elekrolit). Bila terjadi pemasukan/pengeluaran yang abnormal,
ion-ion akibat pemasukan garam yang berlebih/penyakit
perdarahan (diare dan muntah) ginjal akan meningkatkan eksresi
ion-ion yang penting (misalnya : Na, K, Cl, Ca, dan fosfat).
c. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh.
d. Mengekskresikan sisa-sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat,
kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme
haemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida).
e. Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal mengekskresikan
hormon Renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah
(sistem renin angiotensin aldosteron), membentuk eritropoetin
yang berperan dalamproses pembentukan sel darah merah
(eritropoesis) dan juga membentuk hormon
dihidroksikolekalsiferol (vitamin D aktif) yang berperan dalam
absorbsi ion kalsium di usus (Aspiani,Reny 2015).

B. PENYEBAB PENYAKIT GINJAL


a. Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah lebih dari keadaan
normal systole 120-139 mmHg dan dyastole 80-89 mmHg yang
menyebabkan gangguan pada pembuluh darah yang menyebabkan suplai
oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai kejaringan
tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali di sebut sebagai
pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk penyakit mematikan
karena tanpa gejala terlebih dahulu (Lanny Sustrani , dkk, 2004).
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah korda spinalis ke
ganglia simpatis di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui saraf
simpatis Pada titik ini, neuron preganglion melepas asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepasnya norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriktor (vorwin,
2001).
Pada saat sistem syaraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsangan emosi, kelenjar adrenal juga terangsang sebagai
aktivitas tambahan vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin
yang menyebabkan vasokontriksi.korteks adrenal mengsekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh
darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah
keginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin 1 yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler
(Dekker,1996).
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lansia.
Perubahan tersebut meliputi arterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan
ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung, (volume
sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Corwin, 2001).
b. Diabetes tipe 1 atau tipe 2 (nefropati diabetik)
Hiperglikemia menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin
lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah
kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya komlikasi mikrovaskuler,
antara lain retinopati, nefropati, neuropati.
c. Glomerulonefritisglomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan
mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus
dengan mekanisme yang masih belum jelas. Biasanya ini disebabkan oleh
infeksi bakteri.
Glomerulonefritis adalah penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan
poliferasi sel
d. Nefritis interstisial
Nefritis interstisial adalah infeksi yang menyebabkan peradangan dan
pembengkakan di ruang sekitar nefron.
e. Penyakit ginjal polikistik (bawaan)
f. Obstruksi berkepanjangan pada saluran kemih, biasanya pada keadaan
prostat membesar, batu ginjal maupun kanker
g. Vesikoureteral refluks yaitu keadaan dimana urin kembali ke ginjal
h. Infeksi ginjal berulang (pielonefritis)

C. PENILAIAN TERHADAP FUNGSI GINJAL


1. BUN
Secara umum, kadar BUN yang normal adalah antara 7- 20 mg/dL. Namun
kadar urea darah tiap orang berbeda, tergantung usia dan jenis kelamin:
 Laki- laki dewasa : 8-20 mg/dL
 Wanita dewasa : 6-20 mg/dL
 Anak-anak :5 -18 mg/Dl

Jika lebih atau kurang, biasanya dokter akan menambahkan tes lainya untuk
melihat gambaran kesehatan ginjal anda secara keseluruhan . Hasil nilai BUN
ini akan dipengaruhi oleh konsemsi protein, kondisi kehamilan, penuaan, dan
juga obat-obatan yang dikonsumsi.
2. Kreatinin

Kreatinin merupakan hasil metabolisme dari kreatinin dan


fosfokreatin. Kreatin memiliki berat molekul 113-Da (Dalton). Kreatin difiltrasi di
glomerulus dan direabsorpsi di tubular. Kreatinin plasma disintesis di otot dan
berat badan. Nilai Normal kadar kreatinin serum pada pria adalah 0,7-1,3 mg/dL
sedangkan pada wanita 0,6-1,1 mg/dL.
Jika terjadi disfungsi renal maka kemampuan filtrasi keratin akan
berkurang dan keratin serum akan meningkat. peningkatan keratin serum dua kali
lipat mengidikasikan adanya penurunan fungsi ginjal sebesar 50 %, demikian juga
peningkatan kadar kreatinin serum tiga kali lipat merefleksikan penurunan fungsi
ginjal.
Ada beberapa penyebab peningkatan kadar kreatinin dalam darah,
yaitu dehidrasi , kelelahan yang berlebihan, penggunaan obat yang bersifat toksik
pada ginjal, disfungsi ginjal disertai infeksi, dan hipertensi yang tidak terkontrol.

3. GFR (glomerulus filtration rate)

Glomerular Filtratioan Rate tes ini dapat dihitung dari tingkat serum
kreatinin menggunakan usia, berat badan, jenis kelamin dan ukuran tubuh anda.
GFR normal dapat bervariasi menurut umur (seiring Anda lebih tua nilainya dapat
menurun). Nilai normal untuk GFR adalah 90.
Stadiun GFR Gambaran
1 ≥90 Normal
2 60-89 Fungsi ginjal sedikit berkurang
3 30-59 Penurunan fungsi ginjal sedang,
±bukti kerusakan lain
4 15-29 Penurunan fungsi ginjal berat
5 <15 Kegagalan ginjal

4. Protein
Kadar Protein normalnya pada setiap manusiayang sehat, kurang lebih
sekitar 150mg protein di keluarkan ke dalam urin setiap harinya. Jika terdapat
lebih dari 150 mg per hari maka disebut sebagai proteinuria, kadar normal yang
diukur dalam protein irin sewaktu yaitu <10 mg/dL.
5. Albumin
Kadar albumin normal tergantung pada usia seseorang. Meskipun
demikian, kadar albumin normal berkisar antara 3,5 hingga 5,9 gram per desiliter
(g/dL) seseorang baru dikatakan mengalami hipoalbuminemia bila kadaralbumin
di bawah 3,5 g/dL.
Albumin adalah protein dalam darah yang dihasilkan oleh hati.
Sebanyak 60% komposisi protein dalam darah merupakan albumin. Albumin juga
memiliki fungsi seperti regenerasi jaringan tubuh dan menjaga jaringan tubuh dan
menjaga cairan tubuh agar tidak bocorkeluar dari pembulu darah. Selain itu,
albumin juga berfungsi untuk menyalurkan beberapa zat ke seluruh tubuh, di
antaranya hormone, vitamin, mineral, bilirubin,lemak, serta obat-obatan.
6. Urinalisis
Pewarnaan

No Warna Patologik Nonpatologik


1. Merah Hemoglobin, Banyak macam obat dan
mioglobin, zat warna,
porfobilinogen, rhubab,(kelembab)
porfirin
2. Orange Pigmen empedu Obat untuk saluran
kemih, obat lain
termasuk fenotiazin
3. Kuning Urin yang sangat Fenasetin,
pekat, bilirubin, nitrafurantoin,
urobilin
4. Hijau Biliverdin, Vitamin,obat psikoaktif,
bakteri(terutama diuretik
Pseudomonas)
5. Biru nitrofuran
6. Coklat Hematin asam, Pengaruh obat,
mioglobin, pigmen levodopa,beberapa obat
empedu sulfat
7. Hitam atau Melanin, asam Kompleks besi, fenol
hitam homogentisat,indikans
kecoklatan

D. PERUBAHAN FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT GINJAL

Pasien dengan fungsi ginjal yang telah menurun dan penderita gagal ginjal
stadium akhir memiliki peningkatan risiko terhadap efek obat yang tidak
diinginkan karena obat yang diterima pasien akan memiliki masalah dalam proses
eksresis obat.

Pendekatan pada literatur menyatakan konsep perubahan disposisi obat pada


pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Hal ini dideskripsikan dalam pendekatan
butuhnya penyesuaian dosis individual untuk mengoptimalkan terapi dengan efek
toksisitas yang sangat minimal yang diberikan sesuai dengan tingkat kerusakan
ginjal (Matzke, 2002).
Regimen dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dirancang
berdasarkan perubahan farmakokinetik yang terjadi pada pasien dengan fungsi
ginjal yang menurun. Secara umum, obat pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal memiliki perpanjangan waktu paruh eliminasi obat dan perubahan pada
volume distribusi obat. Beberapa pendekatan klinik melakukan penghitungan
bersihan obat berdasarkan monitoring fungsi ginjal. Dua pendekatan umum
farmakokinetik untuk penyesuaian dosis didasarkan pada bersihan obat dan waktu
paruh eliminasi obat.

Penyesuaian dosis pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal harus
dibuat berdasarkan perubahan farmakodinamik dan farmakokinetik dari obat pada
tiap individu pasien. Metabolit aktif obat mungkin terbentuk dan harus
memperhatikan efek farmakologi yang muncul ketika dilakukan penyesuaian
dosis. Metode berikut digunakan untuk menafsirkan regimen dosis pertama dan
dosis pemeliharaan (Shargel, et al, 2005).

a. Sindrom hepatorenal (HRS)

HRS didefenisikan sebagai perkembangan gangguan ginjal yang tidak jelas


yang terjadi pada pasien dengan penyakit hati parah. Ginjal secara morfologis
terlihat normal dan pulih jika fungsi hati mengalami pemulihan (contohnya
setelah transplantasi hati). Namun kondisi ini mempunyai prokmasis yang buruk
dengan mortalitas 95% dan waktu bertahan kurang dua minggu.
HRS mungkin disebabkan oleh penurunan aliran darah ginjal dan berfungsi
sebagai konsekuensi perubahan sirkulasi yang berhubungan dengan kerusakan
hati yang parah , keadan ini ditandai dengan gejala aligourea, hiponatremia dan
uremia.

1. Penanganan
 Menjaga perfusi renal :
- Memperbaiki hipofolemia (penurunan volume darah) larutan albumin
manusia 4,5% dianjurkan (hindari larutan glukosa 5% karena
memperparah hiponatremia.
- Menjaga tekanan darah bila diperlukan, gunakan senyawa penekan.
Terlipressin telah digunakan meningkatkan tekanan darah tapi hal ini
bukan indikasi yang resmi.
 Selidiki dan perbaiki penyebab lain gagal ginjal:
- Hentikan diuretic dan obat-obat bersifat nefrotoksis.
- Mulai antibakteri sprektum luas yang terbukti secara empiris, selidiki
kemungkinan focus sepsis dan kultur pembentukan darah.
- Hindari parasintesis (pengeluaran cairan dari dalam tubuh) tanpa
penutup koloid.
 Lakukan terapi penggantian fungsi ginjal.
- Karena froknosis yang buruk, keputusan melakukan dialysis tidak
boleh boleh dilakukan seketika dan hanya dilakukan jika organ-organ
lain berfungsi dengan baik.
- Hemodialisis/ filtrasi berkelanjutan dibutuhkan karena terapi yang
hanya sekali (intermiten) dapat menyebabkan gangguan yang
siknifikan pada hemodinamika dan tekanan intracranial.
- Terapi penggantian fungsi ginjal biasanya diperlukan sampai fungsi
hati mengalami perbaikan.
- Sistem resirkulasi absorben molecular (MARS) adalah bentuk dialysis
yang menghilangkan toksin yang terikat pada albumin. Studi terbaru
menunjukkan peningkatan daya tahan dibanding hemofiltrasi.
 Tranplantasi hati adalah satu-satunya terapi yang memberikan
peningkatan daya tahan yang seknifikan namun hal ini biasanya tidak
tepat saat sindrom hepatorenal terjadi.

Tabel regimen terapi yang disarankan untuk HRS

Hari 1 Terlipressin 0,5 mg 2xsehari


Albumin 1g/kgBB
Hari 2-5 Albumin 20g/hari
Jika tidak ada penurunan kreatinin serum setelah
48 jam, tingkatkan dosis terlipressin hingga 1mg
4xsehari.

b. Obat pada kondisi kerusakan ginnjal.


Pasien dengan gangguan ginjal seringnya terjadi pada pasien lanjut usia.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah :
 Farmakokinetika obat dapat termasuk perubahan distribusi dan ikatan
protein.
 Sensifitas beberapa obat meningkat, meskipun ekskresi tidak
mengalami gangguan.
 Efek samping kurang dapat ditoleransi oleh pasien gangguan ginjal.
 Beberapa obat dapat menjadi tidak efektif jika fungsi ginjal
mengalami gangguan.

Metabolisme
 Insulin di metabolism oleh ginjal sehingga diperlukan penurunan
dosis.
 Konversi 25-hidroksikolekalsiferol menjadi 1,25-
dihidroksikolekalsiferal, yaitu vitamin D aktif berlangsung di ginjal.
Proses ini dihambat karena gangguan ginjal jadi pasien dengan
gangguan ginjal memerlukan suplemen A-kalsidol atau kalsitria.

Ekskresi
Ekskresi merupakan efek samping paling penting karena
meningkatnya kerusakan ginjal menyebabkan penurunan kebersihan
dan potensi toksisitas obat. Hal ini termasuk tidak hanya obat tetapi
metabolit aktif atau toksik contohnya morfin.
Menilai fungsi ginjal
Fungsi ginjal dinilai dengan mengukur laju filtrasi glomelurus (GFR).
Perkiraan GFR dapat diperoleh dengan mengukur atau menghitung
laju bersihan kreatinin. Kreatinin adalah hasil samping metabolism
otot dan ekskresi melalui filtrasi glomelurus.

Laju bersihan kreatinin normal pada orang dewasa adalah 80-


120ml/menit (untuk bayi dan anak-anak ). Di UK rentang laju filtrasi
glomerulus berikut ini dianggap menggambarkan berbagai tingkat
gangguan ginjal.
 Ringan- 50-20 ml/menit
 Sedang- 20/10 ml/menit
 Parah- <10 ml/menit

Tabel perhitungan kebersihan kreatinin

Dewasa
Bersihan kreatinin (Ml/menit) =
𝐹 (140−𝑢𝑠𝑖𝑎)𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
Keterangan F = 1,04 pada wanita dan 1,23 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 (𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜𝑚𝑜𝑙/𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
pada pria.
Anak-anak
Estimasi bersihan kreatinin =
40 𝑥 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑐𝑚)
(Ml/menit/1,73 𝑚2 ) 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 (𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜𝑚𝑜𝑙/𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟)

Neonatus =
30 𝑥 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ (𝑐𝑚)
Estimasi bersihan kreatinin 𝐾𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 (𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜𝑚𝑜𝑙/𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟)

(ml/menit/1,73 𝑚2 )

Pengaturan dosis pada gagal ginjal


Bersihan kreatinin normal pada bayi dan anak

Umur Bersihan kreatinin


(ml/menit/1,73 𝑚2
< 37 minggu waktu kehamilan < 25
Neonatus 15-35
1-2 minggu 35-60
2-4 bulan 60-80
6-12 bulan 80-110
12 bulan-dewasa 85-150

Daftar obat yang memerlukan penyesuaian dosis pada gangguan ginjal


Obat yang umum digunakan yang dosisnya perlu diturunkan pada gangguan
ginjal sedang sampai parah.

- Asiklovir
- Aminoglikosida
- Kapesitabin
- Cisplatin
- Imipenem
- Meropenem
- Metrometotreksat
- Venicilin
- Diuretika tiazid
- Vankomisin.

Obat yang umum digunakan yang penurunan dosisnya perlu dipertimbangkan


pada gangguan ginjal sedang sampai parah .

- Allopurinol
- Amoxicillin
- Sefalosforin
- Siklofosfamit
- Flukloksasilin
- Digoksin
- Kuinolon
- Sulfonamide (termasuk kotrimuksazon)

Pengaturan dosis pada terapi sulih ginjal


Ada 4 terapi sulih ginjal yang sering digunakan :

 Hemodiabisi intermiten (HD)


 Dialysis peritoneal rawat jalan bersinambung (CAPD)
 Hemodialisis arterilovena bersinambung (CAPD)
 Hemofiltrasi arterilovena besinambung (CAVH)
Faktor yang berhubungan dengan dialysis

 Lamanya dialysis .
 Kecepatan aliran darah ke dialisator.
 Tipe membrane dialisator.
 Kecepatan aliran dan komposisi dialisator.

Namun, karakteristik ini sukar untuk dihitung sehingga sulit untuk


memperkirakan secara tepat atau pengaruhnya pada pembuangan obat.
Pada CAPD penggantian yang sering (tiap 1-4 jam) menigkatkan
kebersihan obat.
Pengaturan dosis pada terapi sulih ginjal
Terapi sulih ginjal

HD selama dialysis 150-160


Antara periode dialysis 0-10
CAVD 15-20
CAVH 10
CAPD 5-10
(4 penggantian perhari)

Pendekatan yang paling praktis adalah melakukan penentuan dosis secara


empiris berdasarkan laju filtrasi glomerulus teoretis yang dicapai dengan tekhnik
dialysis yang digunakan. Hal ini sebaiknya di dukung dengan pemantauan respon
dan toksisitas yang tetap termasuk monitoring terapi obat.
Pada pasien yang menerima HD obat sebaiknya diberikan setelah sesi dialysis
untuk menghindari kemungkinan bahwa obat yang dapat dibuang sebelum obat
mulai bekerja ,karena CAVH dan CAVD merupakan proses yang bersinambung .
dosis tidak perlu dijadwalkan sekitar sesi dialysis , begitu juga dengan CAPD
terapi dosis mungkin perlu di titrasi keatas atau kebawah jika frekuensi
penggantian ditingkatkan atau di turunkan .
E. PENYESUAIAN DOSIS OBAT TERHADAP PASIEN DENGAN
GANGGUAN FUNGSI GINJAL
- PENGUKURAN FUNGSI GINJAL

Bersihan kreatinin telah dijadikan tetapan dalam menentukan fungsi eksresi ginjal
serta dapat digunakan untuk menentukan kecepatan aliran darah ke ginjal sebagai
fungsi dasar ginjal: filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubular dan sekresi tubular
(Guyton & Hall, 2006).

Tujuan utama penentuan indeks fungsi ginjal adalah mengukur GFR (Glomerulus
Filtration Rate) atau laju filtrasi glomerulus. Bermacam–macam metode yang
digunakan untuk mengukur dan memperkirakan fungsi ginjal pada perawatan akut
dan rawat jalan. Memperkirakan GFR sangat penting sebagai awal diagnosis dan
monitoring pasien dengan gagal ginjal kronik. Perkiraan nilai bersihan kreatinin
sangat penting sebagai petunjuk penyesuaian dosis pada penurunan fungsi ginjal
(Dowling, 2008).

Cara yang paling umum digunakan dalam mengukur laju filtrasi glomerulus
adalah dengan mengukur bersihan kreatinin (Bauer, 2006). Kreatinin merupakan
hasil metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir
konstan dan dieksresikan dalam urin dengan kecepatan yang sama. Oleh karena
itu, kadarnya dalam serum hampir konstan dan berkisar 0,7 sampai 1,5 mg per
100 mL (nilai ini pada laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan karena massa
otot laki–laki lebih besar).

Laju bersihan kreatinin dapat diukur dengan mengumpulkan urin spesimen dalam
suatu periode waktu dan mengumpulkan sampel darah untuk menentukan
kreatinin serum pada waktu pertengahan waktu pengumpulan urin.

Laju bersihan kreatinin dapat dihitung dengan persamaan :

CrCl(in mL/min) = Ucr


dimana UCr adalah konsentrasi kreatinin urin dalam mg/dL, Vurin adalah volume
urin yang dikumpulkan dalam mL, SCr adalah kreatinin serum yang dikumpulkan
pada pertengahan waktu pengumpulan urin dalam mg/dL dan T adalah waktu
dalam menit pengumpulan urin.

Karena kebiasaan urinasi yang sangat bervariasi, sebagian nefrolog menggunakan


24 jam sebagai waktu pengumpulan urin. Pengukuran dengan cara ini mengalami
cukup banyak kesulitan, antara lain :

 Pengumpulan urin yang sulit dan tidak lengkap


 Pengukuran kreatinin serum yang waktunya tidak tepat
 Waktu pengumpulan urin yang salah
Sehingga dihasilkan nilai bersihan kreatinin yang tidak sebenarnya. Pengukuran
yang cepat dapat dilakukan dengan menggunakan kreatinin serum. Sebagian besar
penghitungan pada pasien dengan usia lebih dari 18 tahun menggunakan rumus
Cockcroft & Gault :

CrClest = untuk laki-laki

0.85 (140-umur) BW

72 x SCr

CrClest = untuk perempuan

dimana CrClest adalah penafsiran bersihan kreatinin dalam mL/min, umur dalam
tahun, BW adalah berat badan dalam kg, SCr adalah kreatinin serum. Nilai 0,85
adalah faktor koreksi untuk perempuan karena perempuan memiliki massa otot
yang lebih kecil dari pada laki-laki.

Metode dengan menggunakan rumus Cockcroft & Gault ini hanya dapat
digunakan pada pasien dengan umur lebih dari 18 tahun, pada pasien yang tidak
memiliki kelebihan berat badan dari 30 % berat badan idealnya dan pasien yang
memiliki konsentrasi kreatinin serum yang stabil.

Pada pasien dengan nilai kreatinin serum yang tidak stabil, persamaan Cockcroft
& Gault tidak dapat digunakan. Pada situasi ini, digunakan metode alternatif yaitu
rumus Jellife &Jellife. Rumus ini dapat digunakan untuk pasien yang memiliki
konsentrasi kreatinin serum yang tidak stabil. Langkah pertama dilakukan dengan
menghitung penafsiran produksi kreatinin. Rumus ini di tuliskan dalam persamaan
sebagai berikut :

Essmale = IBW[29,3-(0,203 x umur)] atau

Essfemale = IBW[25,1-(0,175 x umur]

dimana Ess adalah nilai eksresi kreatinin, IBW adalah berat badan ideal dalam kg
dan umur dalam tahun.

Setelah didapatkan nilai penafsiran eksresi kreatinin, maka tahap selanjutnya


dilakukan perhitungan terhadap nilai koreksi produksi kreatinin dengan rumus :
Esscorrected = Ess[1,035 – (0,0337 x Scrave)]

E = Esscorrected – CrCl (in mL/min/1.73m2) = E/(14,4 x Scrave)

dimana Scrave nilai rata-rata dua kreatinin serum yang ditentukan dalam mg/dL,
Scr1 adalahkreatinin serum pertama dan Scr2 adalah kreatinin serum kedua,
keduanya dalam mg/dL, dan ∆t selisih waktu antara pengukuran Scr1 dan Scr2
dalam menit.

dengan umur dalam tahun, wt adalah berat badan dalam kg, Ht tinggi dalam
meter, dan SCradalah kreatinin serum dalam mg/dL.

Metode yang dapat digunakan untuk pasien anak–anak dan remaja dapat dihitung
dengan persamaan berikut (Bauer, 2006):

CrClest = (ml/min/1,73 m2) = (0,45 x Ht)/ SCr umur 0-1 tahun

CrClest = (ml/min/1,73 m2) = (0,55 x Ht)/ SCr umur 1-20 tahun.

F. STUDI KASUS
Tn. MS usia 60 tahun seorang pensiunan PNS sudah 5 bulan mengeluh
lemah, mual muntah, rasa sakit diseluruh badan. Keluhan-keluhan tersebut tidak
ditanggapinya dengan serius, hingga suatu saat dia tidak sadarkan diri. Oleh
keluarganya dia dibawa ke IGD RS, hasil diagnosa dokter setelah beberapa hari
dirawat di rumah sakit menunjukan bahwa dia mengalami Gagal Ginjal Kronik
tahap akhir dan harus menjalani HD.
Riwayat penyakit:
Diabetes melitus selama 10 tahun terakhir, Hipertensi, dan Hiperkolesterol.
Pemeriksaan fisik:
BB: 75 kg, TB: 168 cm, TD: 160/110 mmHg
Pemeriksaan gas darah :
pH= 5,35 ; p CO2= 50 mmHg ; pO2=120 mmHg ; HCO3= 15mEq/L
Pemeriksaan laboratorium
GFR= 12 mL/menit/1,73 m2
Sr Cr= 10 mg/L
BUN= 43 mg/dL
Glukosa puasa : 200 mg/dL
Trigliserida = 165 mg/dL
LDL kolesterol = 170 mg/dL
Kolesterol total= 210 mg/dL
Asam urat = 9 mg/dL
Hb = 11 g/L
Hct = 36%
Na+ = 148 mEq/L
K+ = 6 mEq/L
Ca = 6,0 mg/dL
Fosfat = 7,5 mg/dL
iPTH= 150 mg/dL
Therapi
Insulin 3×4 U
Metformin 3 × 500 mg
Amlodipine 1×5 mg
Furosemide 2×40 mg
Fenofibrat 1×100 mg
Kalsitriol 1×0,25 µ
Kalitake (ca polistirena sulfonat) 3×15 g
CaCO3 3×500 mg

Soal:
Selesaikan kasus diatas dengan metode SOAP!

Anda mungkin juga menyukai