Anda di halaman 1dari 31

KEBIJAKAN DAN PANDUAN

MANAJEMEN NYERI
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
hidayah Nya, setelah mengalami proses penyempurnaan akhirnya Buku Panduan Manajemen
Nyeri dapat diselesaikan sesuai dengan harapan. Suatu langkah maju telah dicapai dalam proses
memenuhi hak pasien dan keluarga yang mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit Umum
Rachmi Dewi Gresik.
Sangat disadari bahwa buku Panduan Manajemen Nyeri ini masih jauh dari
kesempurnaan. Meskipun demikian dengan segala keterbatasan buku panduan ini diharapkan
dapat memberikan pemahaman pada semua staf yang terlibat.
Saran dan kritik dari berbagai pihak sebagai bahan penyempurnaan Buku Panduan
Manajemen Nyeri ini sangat diharapkan.
Pada kesempatan ini disampaikan rasa terimakasih atas perhatian dan sumbangan
pemikiran semua staf rumah sakit yang terlibat dalam pembuatan Buku Panduan Manajemen
Nyeri ini dan semoga dapat bermanfaat.

Ditetapkan di Gresik,
Pada Tanggal 10 September 2019
Rumah Sakit Umum Rachmi Dewi Gresik

Ttd
Penyusun

ii
KEPUTUSAN DIREKTUR

RUMAH SAKIT RACHMI DEWI GRESIK

NOMOR : 588/SK.DIR/1001/IX/2019

TENTANG

PEMBERLAKUAN PANDUAN MANAJEMEN NYERI

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM RACHMI DEWI GRESIK

Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit,


Menimbang : a. maka diperlukan kebijakan Panduan General Consent/Persetujuan
Umum.

Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka perlu


b.
ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang


Mengingat : 1.
Perlindungan Konsumen

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang


2.
Praktik Kedokteran

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang


3.
Kesehatan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang


4.
Rumah Sakit

Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga


5
Kesehatan
Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan
6.
Rahasia Kedokteran;
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
7.
159b/MENKES/SK/PER/II/1998 tentang Rumah Sakit;

Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 340/MENKES/PER/I/2010


8.
tentang Klasifikasi Rumah Sakit

iii
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/MENKES/PER/I/2010
9.
tentang Perijinan Rumah Sakit

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/


10.
MENKES /PER/III/2008 tentang Rekam Medis

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


11. 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


12. 1438/MENKES/PER/III/2010 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran

Surat Edaran Direktur Jendral Pelayanan Medik Nomor Y.M


13. 0.2.0.4.3.5.2540 tanggal 10 Juni 1997 tentang Pedoman Hak dan
Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.

Surat Keputusan Direktur PT. Rachmi Dewi Medika Prima Nomor


14. 04/SK/PT-RDMP/IX/2016 tentang Pembentukan Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Rachmi Dewi Gresik

MEMUTUSKAN

Menetapkan

Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit tentang Pemberlakuan


Kesatu : Panduan Manajemen Nyeri di Rumah Sakit Umum Rachmi Dewi
Gresik

Memberlakukan Panduan Manajemen Nyeri di Rumah Sakit Umum


Kedua : Rachmi Dewi Gresik Sebagaimana terlampir dalam Surat Keputusan
ini

Panduan Manajemen Nyeri dimaksudkan sebagai acuan dalam


Ketiga : pelaksanaan kegiatan pelayanaan pasien di Rumah Sakit Umum
Rachmi Dewi Gresik

iv
Kebijakan Manajemen Nyeri ini merupakan bagian tidak terpisahkan
dari ketentuan Direktur Rumah Sakit. Panduaan ini harus dibahas
Keempat : sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) tahun sekali dan apabila
diperlukan, sewaktu-waktu dapat dilakukan perubahan sesuai dengan
perkembangan yang ada.

Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, hal-hal yang


belum diatur atau belum cukup diatur dalam surat ini akan diatur di
Kelima :
kemudian hari, jika terdapat kesalahan akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestimya

Ditetapkan di Gresik
Pada tanggal 10 September 2019
Direktur,

v
Lampiran

Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Rachmi Dewi Gresik

Nomor :588/SK.DIR/1001/IX/2019

Tanggal : 10 September 2019

KEBIJAKAN TENTANG

PEMBERLAKUAN PANDUAN MANAJEMEN NYERI

DI RUMAH SAKIT UMUM RACHMI DEWI GRESIK

1. Sebagai Landasan hukum bagi seluruh staff Rumah Sakit Rachmi Dewi dalam
melaksanakan manajemen nyeri.

2. Sistem pelaksanaan manajemen nyeri disediakan dalam format yang baku.

Ditetapkan di Gresik
Pada tanggal 10 September 2019
Direktur,
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT RACHMI DEWI GRESIK
NOMOR :589/SK.DIR/1001/IX/2019

TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN MANAJEMEN NYERI
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM RACHMI DEWI GRESIK

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit,


maka diperlukan kebijakan Pemberlakuan Panduan Manajement
Nyeri.
b. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka perlu
ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit.

Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang


Perlindungan Konsumen
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
5 Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan
6. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/
MENKES /PER/III/2008 tentang Rekam Medis
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1438/MENKES/PER/III/2010 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien
12. Surat Keputusan Direktur PT. Rachmi Dewi Medika Prima Nomor
10/SK/PT-RDMP/XII/2018 tentang Pembentukan Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Rachmi Dewi Gresik
MEMUTUSKAN
Menetapkan
Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit tentang Pemberlakuan
Kesatu : Panduan Manajemen Nyeri di Rumah Sakit Umum Rachmi Dewi
Gresik
Memberlakukan Panduan Manajemen Nyeri di Rumah Sakit Umum
Kedua : Rachmi Dewi Gresik Sebagaimana terlampir dalam Surat Keputusan
ini
Panduan Manajemen Nyeri dimaksudkan sebagai acuan dalam
Ketiga : pelaksanaan kegiatan pelayanaan pasien di Rumah Sakit Umum
Rachmi Dewi Gresik
Kebijakan Manajemen Nyeri ini merupakan bagian tidak terpisahkan
dari ketentuan Direktur Rumah Sakit. Panduaan ini harus dibahas
Keempat : sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) tahun sekali dan apabila
diperlukan, sewaktu-waktu dapat dilakukan perubahan sesuai dengan
perkembangan yang ada.
Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, hal-hal yang
belum diatur atau belum cukup diatur dalam surat ini akan diatur di
Kelima :
kemudian hari, jika terdapat kesalahan akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestimya

Ditetapkan di Gresik
Pada tanggal 10 September 2019
Direktur,
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................................................. i

Kata Pengantar................................................................................................................................ ii

SK.................................................................................................................................................. iii

Lampiran........................................................................................................................................ vi

Panduan........................................................................................................................................ vii

Daftar Isi....................................................................................................................................... ix

BAB I Pendahuluan........................................................................................................................ 1

BAB II Ruang Lingkup................................................................................................................. 3

BAB III Tata Laksana.................................................................................................................... 4

BAB IV Dokumentasi................................................................................................................... 16

BAB V Penutup............................................................................................................................ 17

LAMPIRAN-LAMPIRAN

SOP PENDIDIKAN PASIEN DAN KELUARGA TENTANG MANAJEMEN NYERI


BAB I
DEFINISI

A. Latar Belakang
Keluhan nyeri merupakan keluhan yang paling umum kita temukan dan dapatkan ketika
kita sedang melakukan tugas sebagai dari tim kesehatan, baik di pelayanan rawat jalan
maupun rawat inap. Oleh karena seringnya keluhan nyeri kita temukan kadang kala kita
sering menganggap hal itu sebagai hal yang biasa sehingga perhatian yang kita berikan tidak
cukup memberikan hasil yang memuaskan bagi pasien.
Nyeri sesungguhnya tidak hanya melibatkan persepsi dari suatu sensasi, tetapi berkaitan
juga dengan respon fisiologis, psikologis, social, kognitif, emosi dan perilaku. Sehingga
dalam penanganannya pun memerlukan perhatian yang serius dari semua unsur yang terlibatdi
dalam pelayanan kesehatan, untuk itu pemahaman tentang nyeri dan penanganannya sudah
menjadi keharusan bagi setiap tenaga kesehatan, terutama perawat yang dalam rentang waktu
24 jam sehari ber interaksi dengan pasien.
Pengetahuan yang tidak adekuat atau tidak memahami tentang manajemen nyeri
merupakan alasan paling umum yang memicu terjadinya kesalahan dalam manajemen nyeri,
untuk itu perbaikan kualitas pendidikan sangat diperlukan sehingga tercipta tenaga kesehatan
yang profesional, salah satu terobosan yang dilakukan adalah dengan masuknya topik nyeri
dalam pendidikan keperawatan. Hal ini diharapkan dapat membantu institusi atau pendidikan
profesi keperawatan yang menghasilkan perawat – perawat yang profesional. Tindakan –
tindakan ini membutuhkan manajemen pasien yang lengkap dan komprehensif,
perencanaanasuhan yang terintegrasi, monitoring pasien yang berkesinambungan dan kriteria
transfer untuk pelayanan yang berkelanjutan, rehabilitasi sampai pemulangan pasien (
discharge ).
Dalam penanganan nyeri, pengkajian merupakan hal yang mendasar yang menentukan
dalam kualitas penanganan nyeri, pengkajian yang terus menerus harus dilakukan baik pada
saat awal pasien masuk rumah sakit atau mulai teridentifikasi nyeri sampai saat setelah
intervensi. Mengingat nyeri adalah suatu proses yang bersifat dinamis sehingga perlu dinilai
secara berulang dan berkesinambungan. Ada beberapa alat yang dapat digunakan untuk
menilai nyeri yaitu secara neonatal infant pain scale ( NIPS ) untuk usia < 1 tahun,
flacesuntuk usia 1 – 3 tahun, Wong baker faces rating scalenumeric scale simple descriptive
pain Distres Scale Visual Analogi Scale ( VAS ), Pain relief scale untuk usia 3 tahun, untuk
menilai usia 3 tahun yang sering digunakan adalah 0 – 10 numeric Pain Distres scale Wong
Baker, dimana pasien diminta untuk “ merating “ rasa nyeri tersebut berdasarkan skala
penilaian numeric mulai 0 yang berartitidak ada nyeri sampai angka 10 yang berarti puncak
dari rasa nyeri.

B. Tujuan
1. Memberi rasa aman dan nyaman bagi pasien
2. Mengurangi rasa cemas dan gelisah bagi pasien
3. Mengurangi trauma terkait nyeri
4. Mempermudah proses tindakan operasi atau tindakan yang lain
5. Mencegah terjadinya kesalahan dalam pemilihan obat analgesic dan anastesi
6. Pemberian analgesik dan anastesi yang tidak berlebihan
C. Pengertian
Pengertian nyeri menurut internasional association for the study of pain adalah suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan adanya
kerusakan jaringan baik sedang ataupun yang akan terjadi.
1. Berdasarkan saat terjadinya dapat dibedakan menjadi :
a. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang di akibatkan adanya
kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan
emosional yang merasakan seolah – olah terjadi kerusakan jaringan. (
Internasional Association for the study of pain )
b. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera atau durasi yang terbatas, memiliki
hubungan temporal atau kausal dengan adanya cidera atau penyakit.
c. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri
kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan
dan sering sekali tidak diketahui penyebab yang pasti.

2. Berdasarkan asalnya dapat dibagi menjadi :


a. Nyeri Nosiseptif ;
Nyeri perifer, berasal dari kulit, otot, jaringan ikat, letaknya terlokalisir, nyeri
visceral, asalnya lebih dalam, terasa tumpul, kram atau kolik serta sulit dilokalisir.
b. Nyeri Neuropatik, pada keadaan atau prosedur dimana terjadi kerusakan saraf
seperti pada thorakotomy, herniotomy, amputasi.
Terasa panas seperti terbakar, timbulnya mendadak tanpa factor pencetus yang
jelas, terdapat dysaesthesia ( rasa tidak nyaman ), hyperalgesia ( rasa nyeri
berlebihan dengan rangsang nyeri yang normal ), allodynia (timbul rasa nyeri
hanya dengan rangsangan yang normalnya tidak menimbulkan nyeri seperti
sentuhan ringan ), adanya area hypoesthesia, adanya phantom fenomena.
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Lingkup Area
1. Pelaksanaan panduan ini adalah tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Staf Medis
b. Staf Nonmedis
2. Instalasi yang terlibat dalam pelaksanaan panduan Manajemen Nyeri adalah :
a. Instalasi Gawat Darurat
b. Instalasi Kamar Operasi
c. Instalasi Farmasi
d. Instalasi Rawat Inap terdiri dari :
1.) Instalasi Rawat inap Atas
2.) Instalasi Rawat inap Bawah
3.) Instalasi Kamar Bersalin
e. Instalasi Intensif Care Unit ( ICU )
f. Instalasi Penunjang lainnya di Rumah Sakit

B. Kewajiban dan Tanggung Jawab


1. Seluruh staf rumah sakit wajib memahami tentang Panduan Manajemen Nyeri
2.Perawat yang bertugas ( perawat penanggung jawab pasien ) bertanggung jawab
melaksanakan Panduan Manajemen Nyeri
3. Kepala Instalasi /Kepala Ruangan
a. Memastikan seluruh staf di instalasi memahami Panduan Manajemen Nyeri
b. Terlibat dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Panduan Manajemen Nyeri
4. Manajer rumah sakit
a. Memantau dan memastikan Panduan Manajemen Nyeri dikelola dengan baik oleh
kepala instalasi
b. Menjaga standarisasi dalam menerapkan Panduan Manajemen Nyeri.
BAB III
TATA LAKSANA

Untuk dapat mengelola Manajemen Nyeri yang efektif sesuai kebutuhan masing –
masing pasien diperlukan penilaian nyeri yang akurat serta mudah di terapkan, penilaian serta
pengukuran terhadap nyeri juga memberikan kontribusi terhadap menegakkan diagnosa/
penyebab pasien merasa nyeri serta di perlukan untuk menentukan terapi yang di butuhkan baik
secara farmakologis ataupun on farmakologis.
Penilaian terhadap nyeri meliputi riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, sifat nyeri yang
spesifik, penilaian sebaiknya berulang, selain sebagai evaluasi terapi juga untuk mengenal
adanya efek terhadap fungsi tubuh serta efek samping yang terjadi.

A. Asesmen Nyeri
Assesmen Nyeri dengan menggunakan PQRST yang terdiri dari :
P : Provokatif / Pencetus Nyeri, dimana daerah nyeri itu berasal
Q : Quallity / Kualitas Nyeri terdiri dari ringan, sedang, dan berat
R : Regional / Tempat Daerah Nyeri
S : Scale / Skala, 0-4 dikatakan nyeri ringan, 4-7 dikatakan nyeri sedang, lebih dari 7
dikatakan nyeri berat
T : Time / waktu nyeri muncul, apakah cepat atau lambat, berapa lama nyeri timbul, apakah
terus menerus atau hilang timbul, apakah pernah merasakan nyeri sebelumnya, apakah
nyeri yang sebelumnya sama dengan nyeri sekarang atau lebih hebat nyeri yang sekarang.
1. Anamnesis
a. Riwayat penyakit sekarang
1) Onset Nyeri : akut atau kronik, traumatic atau non traumatic
2) Karakter dan derajat keparahan nyeri : nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa terbakar, tidak
nyaman, kesemutan, neuralgia.
3) Pola penjalaran / penyebar nyeri
4) Durasi dan lokasi nyeri
5) Intensitas nyeri
1. Saat istirahat
2. Dengan gerakan
3. Faktor Pencetus
4. Durasi
5. Terus menerus atau kadang-kadang
6) Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan, mual/muntah, atau
gangguan keseimbangan / control motorik
7) Faktor yang memperberat dan memperingan
8) Kronisitas
9) Riwayat pengobatan yang sedang dijalani maupun riwyat pengobatan sebelumnya
10) Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respon terapi
11) Gangguan atau kehilangan fungsi akibat nyeri / luka
12) Penggunaan alat bantu
13) Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktifitas hidup dasar ( activity
ofdaily living )
14) Pengetahuan tentang penyebab nyerinya serta harapan dan penanganan nyeri yang
diinginkan
15) Hilangkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti adanya fraktur yang
tidak stabil, gejala neurologis progesif cepat yang berhubungan dengan sindrom kauda
ekuina
b. Riwayat penyakit dahulu yaitu, jenis dan lokasi operasi yang dialami
1) Riwayat psiko-sosial
c. Riwayat penyakit Keluarga
Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetika
d. Asesmen sistem organ yang komperehensif
1) Evaluasi gejala kardiovaskular, psikiatri, pulmoner, gastrointestinal, neurologi,
reumatologi, genitourinaria, endokrin dan musculoskeletal
2) Gejala konstitusional : penurunan berat badan, nyeri malam hari, keringat malam, dsb

2. Assesmen nyeri
a. Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating scale
1) Indikasi digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat
menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakan
2) Intruksi : pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeriyang dirasakan dan
dilambangkan dengan angka antara 0 – 10
a) 0 = tidak nyeri
b) 1 – 3 = nyeri ringan ( sedikit menganggu aktifitas sehari hari )
c) 4 – 6 = nyeri sedang ( gangguan nyata terhadap aktifitas sehari hari )
d) 7 – 10 = nyeri berat ( tidak dapat melakukan aktifitas sehari hari )

b. Wong Baker FACES Pain Scale


1) Indikasi : pada pasien( dewasa dan anak > 3 tahun ) yang tidak dapat menggambarkan
intensitas nyerinya dengan angka, gunakan asesmen
2) Intruksi : pasien diminta untuk menunjukkan / memilihkan gambar mana yang paling
sesuai dengan yang ia rasakan, tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri.
a) 0 – 1 = sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama sekali
b) 2 – 3 = sedikit nyeri
c) 4 – 5 = cukup nyeri
d) 6 – 7 = lumayan nyeri
e) 8 – 9 = sangat nyeri
f) 10 = amat sangat nyeri ( tak tertahankan )
c. Flacc Scale
1) indikasi : digunakan pada pasien anak usia > 3 tahun.
tanggal Nilai
Kriteria Jam
Nilai
Tidak ada ekspresi khusus
0
(seperti senyum)
Kadang meringis atau
1
Wajah mengerutkan dahi
Sering/terus menerus
mengerutkan dahi, rahang 2
mengatup, dagu bergelar
Posisi normal / rileks 0
Tidak tenang, gelisah,
1
Ekstremitas tegang
Menedang atau menarik
2
kaki
Berbaring tenang, posisi
0
normal, bergerak mudah
Menggeliat-geliat, bolak
1
Gerakan balik berpindah, tegang
Posisi tubuh meringkuk,
kaku, spasme atau 2
menyentak
Tidak menangis 0
Merintih, merengek,
1
kadang mengeluh,
Menangis
Menangis tersenduh-
sendu, terisak-isak 2
menjerit
Senang, rileks 0
Dapat ditenangkan dengan
sentuhan, pelukan atau 1
berbicara , dapat dialihkan
Kemampuan Ditenangkan
Sulit/tidak dapat
ditenangkan dengan
2
pelukan, sentuhan atau
distraksi
d. NIPS Scale
1) indikasi : digunakan pada pasien bayi usia 0- 1 tahun.
tanggal Nilai
Kriteria Jam
Nilai
Santai / Tenang 0
Ekspresi Wajah
Meringis 1
Tidak Menangis 0
Tangisan Merengek 1
Menangis Keras 2
Santai / Tenang 0
Pola Pernafasan
Berubah 1
Santai / Tenang 0
Lengan
Fleksi / Ekstensi 1
Santai / Tenang 0
Kaki
Fleksi / Ekstensi 1
Tidur / Bangun 0
Keadaan bayi
Rewel 1
Total Skor 7

Skala 0 Tidak Nyeri Jika level nyeri < 4 lakukan tata laksana non-
.
farmakologi
Skala 1-3 Nyeri .
Jika nyeri ≥ 4 Laporkan ke dokter DPJP
Ringan
Skala 4-6 Nyeri
Sedang
Skala 7-10 Nyeri Berat

3. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
1) Tanda Vital : tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu tubuh
2) Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien
3) Periksa apakah terdapat lesi/luka di kulit seperti jaringan parut akibat operasi,
hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum suntik
4) Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang ( malalignment ), atrofi otot,
fasikulasi, diskolorasi dan edema
b. Status Mental
1) Nilai Orientasi pasien
2) Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek dan segera
3) Nilai kemampuan kognitif
4) Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejaladepresi, tidak ada harapan atau cemas

c. Pemeriksaan Sendi
1) Selalu periksa kedua sisi untuk kesimetrisan
2) Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya keterbatasan gerak,
diskinesis, raut wajah meringis atau asimetris
3) Nilai dan catat pergerakan pasif dan sendi yang terlihat abnormal/dikeluhkan oleh
pasien ( saat menilai pergerakan aktif ) Perhatikan Dny LIMITsi gerak, raut wajah
meringis atau asimetris
4) Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
5) Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cidera ligament.
4. Pemberian obat – obatan anti nyeri
1) Anti konvulsan
 Carbamazepine : efek nyeri neurotopik. Efek samping : somnolen, gangguan berjalan,
pusing. Dosis 400 – 1800 mg/ hari ( 2 – 3 kali perhari ) mulai dengan dosis kecil ( 2 x
100 mg ) ditingkatkan perminggu hingga dosis efektif
 Gabapentin : merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri neurotropik, efek
samping minimal ditoleransi dengan baik, dosis 100 – 4800 mg/hari ( 3 – 4 kali sehari )
2) Antagonis kanal natrium
 Indikasi : nyeri neurotropik dan pasca operasi
 Lidocain : dosis 2 mg/kg BB selama 20 menit lalu dilanjutkan dengan 1 – 3 mg/BB/jam
titrasi
 Prokain : 4 – 6,5 mg/kgBB/hari

3) Antagonis kanal kalsium


 Ziconotide : merupakan antagonis kanal kalsium yang paling efektif sebagai analgesic,
dosis 1 – 3 mg/hari, efek samping : pusing, mual, nistagmus ketidak seimbangan
berjalan, konstipasi, efek samping ini tergantung dosis dan reversible jika dosis
dikurangi atau obat dihentikan
 Nimodipin, verapamil : mengobati migraine dan sakit kepala kronik, menurunkan
kebutuhan morfin pada pasien kanker yang menggunakan eskalasi dosis morfin.
4) Tramadol
 Merupakan analgesic yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek samping yang
lebih sedikit/ringan, berefek sinergistikdengan medikasi OAINS
 Indikasi : efek untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang ( nyeri kanker,
osteoarthritis, nyeri punggung bawah, neuropati DM, fibromyalgia, neuralgiapasca
herpetik, nyeri pasca operasi.
 Efek samping : pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi
 Jalur pemberian : intravena, epidural, rectal dan oral
 Dosis tramadol oral : 3- 4 kali 50 – 100 mg ( perhari ) dosis maksimal : 400 mgdalam
24 jam
 Titrasi : terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap indikasi, terutama digunakan
pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi yang buruk terhadap pengobatan atau
memiliki resiko tinggi
Protocol titrasi Dosis inisial Jadwal titrasi Direkomendasikan
Untuk
Titrasi 10 hari 4 x 50 mg a) 2 x 50 mg selama 3 a) Lanjut usia
selama 3 hari hari b) Resiko jatuh
b) Naikkan menjadi 3 c) Sensitivitas
x 50 mg selama 3 medikasi
hari
c) Larut dengan 4 x
50 mg
d) Dapat dinaikkan
sampai tercapai
efek analgesic yang
diinginkan

5) Opioid
 Merupakan analgesic poten ( tergantung dosis ) dan efeknya dapat ditiadakan
olehnalokson
 Contoh opioid yang sering digunakan : morfin, sufentanil, meperidin
 Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakan titrasi
 Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk penatalaksanaan nyeri
akut
 Efek samping
1) Depresi pernapasan dapat terjadi pada :
a.) Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat pemberian secara infuse,
opioid long acting.
b.) Pemberian sedasi bersamaan ( benzodiazepine, antihistamin, antiemetic, tertentu)
c.) Adanya kondisi tertentu : gangguan elektrolit hipovolemia, uremia,gangguan
respirasi dan peningkatan tekanan intrakranial )
d.) Obstructive sleep apnoes atau obstruktif jalan nafas intermiten
2)Sedasi : adalah indicator yang baik untuk dapat dipantau dengan menggunakan skor
Skor sedasi yaitu :
a. 0 = sadar penuh
b. 1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah dibangunkan
c. 2 = sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah dibangunkan
d. 3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan
e. S = tidur normal
3)Sistem saraf pusat
a.) Euphoria,halusinasi, miosis, kekakuan otot
b.) Pemakai MAOI : pemberian pethidin dapat menimbulkan koma
4) Toksisitas metabolik
a) Pethidin ( norpetidine ) menimbulkan tremor, twitching, mioklonus, mulifocal,
kejang
b) Petidin tidak boleh di gunakan lebih dari 72 jam untuk penatalaksanaan nyeri
pasca bedah
c) Pemberian morfin kronik : menimbulkan gangguan fungsi ginjal, terutama pada
pasien usia > 70 tahun
5) Gastrointestinal : mual, muntah, terapi untuk mual dan muntah ; hidrasi dan
pantautekanan darah dengan adekuat, hindari pergerakan berlebihan pasca – bedah,
atasi kecemasan pasien, obat antiemetic.
 Pemberian Oral
1) Sama efektifnya dengan pemberian parenteral pada dosis yang sesuai
2) Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi oral
 Injeksi Intramuskular
1) Merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan
2)Namun injeksi menimbulkan nyeri dan efektifitas penyerapannya tidak
dapatdiandalkan
3) Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin
 Injeksi subkutan
 Injeksi intravena
1) Pilih parenteral utama setelah pembedahan major
2) Dapat di gunakan sebagai bolus atau pemberian terus menerus( melalui infus )
3) Terdapat resiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak sesuai dosis.
 Injeksi supraspinal
1) Lokasi mikroinjeksi terbaik : mesencephalic periaqueducta gray ( PAG )
2) Mekanisme kerja : memblok respon nosiseptif di otak
3) Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri pada pasien kanker
 Injeksi spinal ( epidural, intratekal )
1) Secara selektif mengurangi keluarnya neurotransmitter di neuron komu dorsalis spinal
2) Sangat efektif sebagai analgesic
3) Harus dipantau dengan ketat
 Injeksi perifer
1) Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan efek anastesi local
(pada konsentrasi tinggi )
2) Sering di gunakan pada sendi lutut yang mengalami inflamasi

B. Manajemen Nyeri Akut


1. Nyeri akut merupakan nyeri terjadi < 6 mgg
2. Lakukan assesmen nyeri : mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan penunjang
3. Tentukan mekanisme nyeri :
a. Nyeri somatic :
1) Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang menyebabkan pelepasan zat kimia
dari sel yang cedera dan memediasi inflamasi dan nyeri melalui nosiseptor kulit
2) Karakteristik : onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan nyeri bersifat tajam
menusuk, atau seperti ditiksm
3) Contoh nyeri akibat laserasi, spain, fraktur, dislokasi
b. Nyeri visceral
1) Nosiseptor viceral lebih sedikit dibandingkan somatic, sehingga jika terstimulasi
akan menimbulkan nyeri yang kurang bisa dilokalisasi, bersifst difus, tumpul
seperti di tekan benda berat
2) Penyebab : iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan ligament, spasme otot polos,
distensi organ berongga/lumen.
3) Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual, muntah, hipotensi,
bradikardi, berkeringat.

c. Nyeri neuropatik
1) Berasal dari nyeri cedera jaringan saraf
2) Sifat nyeri : rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, hiperalgesia.
3) Gejala nyeri biasanya di alami pada bagian distal dari tempat cedera ( sementara
pada nyeri bagian nosisseptif, nyeri dialami pada tempat cederanya
4) Biasanya di derita oleh pasien dengan diabetes, multiple sclerosis, herniasi diskus,
AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi/ radioterapi
4. Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya.
a. Farmakologi : gunakan step ledder
1) OAINS efektif untuk nyeri ringan – sedang , opioid efektif untuk nyeri sedang –
berat.
2) Mulailah dengan pemberian OAINS / opiod lemah ( langkah 1 dan 2 ) dengan
pemberian intermiten ( pro re nata-prn ) opioid kuat yang disesuaikan dengan
kebuthan pasien.
3) Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadisedang – berat, dapat
ditingkatkan menjadi langkah ke 3 ( ganti dengan opioid kuat dan prn analgesic
dalam kurung waktu 24 jam setelah langkah 1 )
4) Penggunaan opioid harus di titrasi, opioid standar yang sering digunakan morfin,
kodein.
5) Jika pasien memiliki kontaindikasi absolute OAINS < dapat di berikan opioid
ringan
6) Jika fase nyeri akut pasien telah terlewati, lakukan pengurangan dosis secara
bertahap :
a) Intravena : antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid
b) Oral : antikonvulsan, atidepresan, antihistamin, anxolytic, tramadol.
c) Rectal ( suposutoria ) paracetamol, aspirin, opioid, fenotiazin.
d) Topical : lidocain patch, EMLA
e) Subkutan : opioid, anastesi local
7) Manajemen efek samping
a) Opioid
i) Mual dan muntah : antiemetic
ii) Konstipasi : berikan stimulant buang air besar, hindari laksatif yang
mengandung serat karena dapat menyebabkan produksi gangguan lambung
– kram perut
iii) Gatal : pertimbangkan untuk mengganti opioid jenis lain, dapat juga
menggunakan antihistamin
iv) Mioklonus : pertimbangkan untuk mengganti opioid, atau berikan
benzodiazepine untuk mengganti mioklonus
v) Depresi pernapasan akibat opioid berkan nalokson ( campur 0, 4 mg
nalokson dengan NACL 0,9 % sehingga total volume mencapai 10 ml )
berikan 0,02 mg ( 0,5 ml ) bolus setiap menit hingga kecepatan pernapasan
meningkat, dapat diulang jika pasien mendapat terapi opioid jangka
panjang.
b) OAINS
i) Gangguan gastrointestinal : berikan PPI ( proton pump inhibitor )
ii) Perdarahan akibat disfungsi platelet : pertimbangkan untuk mengganti
OAINS yang tidak memiliki efek terhadap agegrasi platelet.
c) Pembedahan : injeksi epidural, supraspinal, infiltrasi anastesi local di tempat
nyeri
d) Non farmakologi
i) Olah raga
ii) Imobilisasi
iii) Pijat
iv) Relaksasi
v) Stimulasi saraf transkutan elektrik
e) Follow up / asesmen ulang
Assesmen ulang sebaiknya dilakukan dengan interval yang teratur
8) Panduan umum :
 Pemberian parenteral : 30 menit
 Pemberian oral : 60 menit
 Intervensi non – farmakologi ; 30 – 60 menit
5. Pencegahan
1) Edukasi pasien :
a) Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien, serta tatalaksananya.
b) Diskusikan tujuan dari manajemen nyeri dan manfaat untuk pasien.
c) Beritahukan bahwa pasien dapat menghubungi tim medis jika memiliki pertanyaan /
ingin berkonsultasi mengenai kondisinya.
d) Pasien dan keluarga ikut dilibatkan dalam menyusun manajemen nyeri ( termasuk
penjadwalan medikasi, pemilihan analgesic dan jadwal control )
2) Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik
3) Medikasi saat pasien pulang
a) Pasien dipulangkan segera setelah nyeri dapat teratasi dan dapat beraktifitasseperti
biasa / normal
b) Pemilihan medikasi analgesic bergantung pada kondisi pasien

C. Manajemen Nyeri Kronik


1. Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri
2. Terbagi menjadi 4 jenis :
a. Nyeri Neurotropik :
 Disebabkan oleh kerusakan/ disfungsi sistem somatosensorik
 Contoh : neuropati DM, neuralgia trigeminal, neuralgia pasca herpetik
 Karakteristik : nyeri persisten, rasa terbakar, terdapat penjalan nyeri sesuai
dengan persarafannya, baal, kesemutan, Alodinia
 Fibromyalgia : gatal, kaku, dan nyeri yang difus pada musculoskeletal ( bahu,
ekstremitas ) nyeri berlangsung selama > 3 bulan
b. Nyeri Otot : tersering adalah nyeri miofasial
 Mengenai otot leher, bahu, lengan, punggung bawah, panggul dan ekstremitas
bawah
 Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada satu atau lebih jenis otot, berakibat
kelemahan, keterbatasan gerak
 Biasanya muncul akibat aktifitas pekerjaan yang repetitive
 Tatalaksana : mengembalikan fungsi otot dan fisioterapi, identifikasi dan
manajemen faktor yang memperberat (postur, gerakan, repetitive, faktor
pekerjaan)
c. Nyeri inflamasi ( dikenal juga dengan istilah nyeri nosiseptif )
3. Lakukan asesmen nyeri
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik ( karakteristik nyeri, riwayat manajemen nyeri
sebelumnya )
b. Pemeriksaan penunjang : radiologi
c. Assesmen fungsional :
1) Nilai aktifitas hidup dasar ( ADL ) identifikasi kecacatan / disabilitas
2) Buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan pasien
3) Nilai efektifitas rencana perawatan dan menajemen pengobatan
4. Tentukan mekanisme nyeri
a. Manajemen bergantung pada jenis / klasifikasi nyerinya
5. Pemberian Analgesic
a. By the ladder : pemberian analgesic secara bertahap sesuai dengan level nyeri
anak ( ringan, sedang, berat )
 Awalnya berikan analgesic ringan – sedang ( level 1 )
 Jika nyeri menetap dengan pemberian analgesic level 1, naiklah level 2( jika
pemberian analgesic yang lebih paten )
 Pada pasien yang mendapat terapi opioid, pemberian paracetamol tetap
diaplikasikan sebagai analgesic adjuvant.
 Analgesic adjuvand
a) Merupakan obat yang memiliki indikasi primer bukan untuk nyeri tetapi
dapat berefek analgesic dalam kondisi tertentu
b) Pada anak dengan nyeri neurotropik, dapat diberikan analgesic adjuvant
sebagai level 1
c) Analgesic adjuvant ini lebih spesifik dan efektif untuk mengatasi nyeri
neurotropik
d) Kategori :
i) Analgesic multi – tujuan : antidepresant, anastesi topical
ii) Analgesic untuk nyeri neurotropik: antidepresant, antikonvulsan, agonis
GABA, anasthesi oral – local
iii)Analgesic untuk nyeri musculoskeletal : relaksan otot, benzodiazepine
b. By the clock : mengacu pada waktu pemberian analgesic
Pemberian haruslah teratur misalnya : setiap 4 – 6 jam ( disesuaikan dengan masa
kerja obat dan derajat keparahan nyeri pasien ), tidak boleh prn ( jika perlu )
kecuali episode nyeri pasien benar – benar intermiten dan tidak dapat di prediksi
c. By the Child : mengacu pada pemberian analgesic yang sesuai dengan kondisi
masing – masing individu
6. Terapi alternative / tambahan
a) Konseling
b) Manipulasi chiropractice
c) Herbal
7. Terapi Non Obat
a) Terapi kognitif merupakan terapi yang bermanfaat dan memiliki efek yang besar
dalam manajemen nyeri non – obat untuk anak
b) Distraksi terhadap nyeri dengan mengalihkan atensi ke hal lain seperti musik,
cahaya warna mainan, permen, computer, permainan dan film
c) Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi perilaku yang dapat meningkatkan
nyeri dan meningkatkan perilaku yang menurunkan nyeri.
d) Terapi relaksasi : dapat berupa mengempalkan dan mengendurkan jari tangan,
pergerakkan kaki sesuai irama, menarik nafas dalam.

Terapi Non Obat


Kognitif Perilaku Fisik
a) Informasi a) Latihan a) Pijat
b) Pilihan dan b) Terapi relaksasi b) Fisioterapi
kontrol c) Umpan balik c) Stimulasiternal
c) Distraksi dan positif d) Akupuntur
atensi d) Modifikasi gaya e) TENS
d) Hypnosis hidup / perilaku (trancutaneus
e) Psikoterapi electrical nerve
stimulation )

D. Manajemen Nyeri Pada Kelompok Usia Lanjut ( Geriatri )


1. Lanjut usia ( lansia ) didefinisikan sebagai orang yang berusia > 65 tahun
2. Pada lansia, prevalensi nyeri dapat meningkatkan hingga dua kali lipatnya dibandingkan
dewasa muda.
3. Penyakit yang sering menyebabkan nyeri pada lansia adalah arthritis, kanker, neuralgia
trigeminal dan penyakit degenerative.
4. Lokasi yang sering mengalami nyeri : sendi utama / penyangga tubuh, punggung, tungkai
bawah dan kaki
5. Alasan seringnya terjadi manajemen nyeri yang buruk adalah :
a. Kurangnya pelatihan untuk dokter mengenai manajemen nyeri pada geriatric
b. Asesmen nyeri yang tidak adekuat
c. Keengganan dokter untuk meresepkan opioid
6. Asesmen nyeri pada geriatric yang valid, reliable, dan dapat di aplikasikan menggunakan
functional painscale seperti dibawah ini :
Functional pain scale
Skala Nyeri Keterangan
0 Tidak Nyeri
1 Dapat ditoleransi ( aktifitas tidak terganggu )
2 Dapat ditoleransi ( beberapa aktifitas sedikit terganggu )
Tidak ditoleransi ( tetapi masih dapat menggunakan telepon,
3
menonton tv dan membaca )
Tidak dapat ditoleransi ( tidak dapat menggunakan telepon,
4
menonton tv dan membaca )
5 Tidak dapat ditoleransi ( dan tidak berbicara karena nyeri )
Skor normal yang diinginkan : 0 – 2
7. Intervensi no-farmakologi
a. Terapi termal : pemberian pendingin atau pemanasan di area nosiseptif untuk
menginduksi pelepasan opioid endogen
b. Stimulasi listrik pada saraf transkutan / perkutan dan akupuntur
c. Blok saraf dan radiasi area tumor
d. Intervensi medis pelengkap / tambahan atau alternatif terapi relaksasi, umpan balik
positif, hyponosis
e. Fisioterapi dan terapi okupasi
8. Itervensi farmakologi ( tekankan pada keamanan pasien )
a. Non-opioid OAINS, paracetamol, COX-2inhibator, antidepressant triklik,
amitriptilin, ansiolitik
b. Opioid :
1) Risiko adiksi rendah jika dugunakan untuk nyeri akut ( jangka pendek )
2) Hidrasi yang cukup dan konsumsi serat/bulking agent untuk mencegah
konstipasi ( preparat senna, sorbotol )
3) Berikan opioid jangka pendek
4) Dosis rutin dan teratur memberikan efek analgesic yang lebih baik daripada
pemberian intermiten
5) Mulailah dengan dosis rendah lalu naikkan perlahan
6) Jika efek analgesic masih kurang adekuat, menaikkan opioid sebesar 50 – 100 %
dari dosis semula
c. Analgesic ajuvant
1) OAINS dan amfetamin : meningkatkan toleransi opioid dan resolusi nyeri
2) Nortriptilin, klonepam, karbamazepin, fenitoin
3) Antikonvulsan untuk neuralgia trigeminal
Beberapa obat yang sebaiknya tidak digunakan ( hindari ) pada lansia
a. OAINS indometasin, piroxicam ( waktu paruh yang panjang dan efek
samping gastrointestinal lebih besar )
b. Opioid : pentazocine : bothorpanol ( merupakan campuran antagonis agnosis
cenderung memproduksi efek psikotematik )
c. Propovyphene : neurotoksik
d. Antidepresan : tertiary amine tricyclics ( efek samping antikolinergik )
9. Semua pasien yang mengkonsumsi opioid, sebelimnya harus diberikan kombinasi
preporal senna dan pelunak feses ( bulking agents )
10. Pemilihan analgesic menggunakan 3 step ladder WHO ( sama dengan manajemen pada
nyeri akut )
a. Nyeri ringan : mlekukan distraksi relaksasi
b. Nyeri sedang : melakukan distraksi relaksasi, mengalihkan perhatian, memberikan
analgesic ( farmakologi )
c. Nyeri berat : opioid minor, dapat dikombinasikan dengan OAINS dan analgesic
adjuvant ( farmakologi )
11. Satu – satunya perbedaan dalam terapi analgesic adalah penyesuaian dosis dan hati –hati
dalam memberikan obat kombinasi.
BAB IV
DOKUMENTASI

Formulir pengkajian dan implementasinya dimasukkan dalam RM pasien


1. Asessment Nyeri Ulang
2. Pengkajian nyeri menurut “Numeric Scale”
3. Pengkajian nyeri menurut “Wong Baker Face Racing Scale”
4. Pengkajian nyeri menurut “FLACC Scale”
5. Pengkajian nyeri menurut “NIPS Skala”
BAB V
PENUTUP

Dengan ditetapkannya Buku Panduan Manajemen Nyeri, maka setiap personil Rumah Sakit
Umum Rachmi Dewi Gresik dapat memahami dan mengetahui manajemen nyeri secara baik dan
memuaskan.

Ditetapkan di Gresik,
Pada tanggal 10 September 2016
Rumah Sakit Umum Rachmi Dewi Gresik

Ttd

Penyusun
LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. ASESMENT NYERI ULANG (RM.RI 60)


2. ASESMENT NYERI NEONATAL (RM.RI 61)
3. ASESSMENT NYERI
PENDIDIKAN PASIEN DAN KELUARGA
TENTANG MANAJEMEN NYERI
No. Dokumen No. Revisi Halaman

10/HPK/SPO/RSURD/IX/2016 02 1 dari 2

STANDAR
PROSEDUR
TanggalTerbit
OPERASIONAL
15 September 2016
(SPO)

Pendidikan pasien dan keluarga tentang manajemen nyeri adalah memberikan


pendidikan atau penyuluhan kepada pasien dan keluarga berhubungan dengan
PENGERTIAN
pengelolahan nyeri.

1. Agar Pasien atau keluarga mengetahui strategi, mengurangi nyeri atau


menurunkan nyeri ke level ke nyamanan yang dapat diterima pasien
2. Agar nyeri pasien dapat teratasi
TUJUAN 3. Agar pasien dan keluarga merasa nyaman, sehingga bisa menjalani perawatan
lebih kooperatif
4. Agar pasien mampu beradaptasi dan mengatasi nyerinya.

1. Mengacu pada Kebijakan Direktur Nomor 144/SK.DIR/1001/VII/2016 Tentang


Hak Pasien dan Keluarga di Rumah Sakit Umum Rachmi Dewi Gresik
2. Memberikan pendidikan atau penyuluhan kepada pasien dan keluarga yang
KEBIJAKAN
berhubungan dengan penanganan nyeri.

1. Siapkan alat :
a. Formulir pengkajian nyeri (PQRST)
b. Formulir Edukasi Terintegrasi
c. Alat tulis
2. Beritahukan pasien dan keluarga tentang maksud dan tujuan serta prosedur
tindakan yang akan dilakukan
PROSEDUR 3. Melakukan assesmen nyeri
4. Lakukanlah intervensi non-farmakologik, untuk skore nyeri 1-3
5. Lakukanlah monitoring hingga 1 jam setelah intervensi non-farmakologik dan
kaji ulang tiap kali pergantian shiff.
6. Skore nyeri 4-6 atau skore nyeri tidak berkurang setelah intervensi.
Informasikan hasil assesmen ke PJ shift atau ka ru. PJ shift/ka ru menghubungi
DPJP/dokter umum untuk pemberian terapi.
PENDIDIKAN PASIEN DAN KELUARGA
TENTANG MANAJEMEN NYERI
Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

10/HPK/SPO/RSURD/IX/2016 02 2 dari 2
7. Lakukan monitoring dan kaji ulang setiap 3 jam setelah intervensi.
8. Skore nyeri 7/> 7 atau skore nyeri tidak berkurang setelah intervensi.
Informasikan hasil assesmen ke PJ shift atau ka ru. PJ shift/ka ru menghubungi
Prosedur DPJP/dokter umum untuk pemberian terapi.
9. Lakukan monitoring dan kaji ulang nyeri setiap 15-1 jam setelah intervensi.
10. monitoring dan pengkajian ulang nyeri dihentikan bila skor nyeri 0
11. dokumentasikan pada form asessmen nyeri.
Instalasi Kamar Operasi
Instalasi Instalasi Rawat Inap
Terkait Instalasi Neo
Instalasi Gawat Darurat

Anda mungkin juga menyukai