MANAJEMEN NYERI
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
hidayah Nya, setelah mengalami proses penyempurnaan akhirnya Buku Panduan Manajemen
Nyeri dapat diselesaikan sesuai dengan harapan. Suatu langkah maju telah dicapai dalam proses
memenuhi hak pasien dan keluarga yang mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit Umum
Rachmi Dewi Gresik.
Sangat disadari bahwa buku Panduan Manajemen Nyeri ini masih jauh dari
kesempurnaan. Meskipun demikian dengan segala keterbatasan buku panduan ini diharapkan
dapat memberikan pemahaman pada semua staf yang terlibat.
Saran dan kritik dari berbagai pihak sebagai bahan penyempurnaan Buku Panduan
Manajemen Nyeri ini sangat diharapkan.
Pada kesempatan ini disampaikan rasa terimakasih atas perhatian dan sumbangan
pemikiran semua staf rumah sakit yang terlibat dalam pembuatan Buku Panduan Manajemen
Nyeri ini dan semoga dapat bermanfaat.
Ditetapkan di Gresik,
Pada Tanggal 10 September 2019
Rumah Sakit Umum Rachmi Dewi Gresik
Ttd
Penyusun
ii
KEPUTUSAN DIREKTUR
NOMOR : 588/SK.DIR/1001/IX/2019
TENTANG
iii
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/MENKES/PER/I/2010
9.
tentang Perijinan Rumah Sakit
MEMUTUSKAN
Menetapkan
iv
Kebijakan Manajemen Nyeri ini merupakan bagian tidak terpisahkan
dari ketentuan Direktur Rumah Sakit. Panduaan ini harus dibahas
Keempat : sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) tahun sekali dan apabila
diperlukan, sewaktu-waktu dapat dilakukan perubahan sesuai dengan
perkembangan yang ada.
Ditetapkan di Gresik
Pada tanggal 10 September 2019
Direktur,
v
Lampiran
Nomor :588/SK.DIR/1001/IX/2019
KEBIJAKAN TENTANG
1. Sebagai Landasan hukum bagi seluruh staff Rumah Sakit Rachmi Dewi dalam
melaksanakan manajemen nyeri.
Ditetapkan di Gresik
Pada tanggal 10 September 2019
Direktur,
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT RACHMI DEWI GRESIK
NOMOR :589/SK.DIR/1001/IX/2019
TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN MANAJEMEN NYERI
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM RACHMI DEWI GRESIK
Ditetapkan di Gresik
Pada tanggal 10 September 2019
Direktur,
DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................................................. i
Kata Pengantar................................................................................................................................ ii
SK.................................................................................................................................................. iii
Lampiran........................................................................................................................................ vi
Panduan........................................................................................................................................ vii
Daftar Isi....................................................................................................................................... ix
BAB I Pendahuluan........................................................................................................................ 1
BAB IV Dokumentasi................................................................................................................... 16
BAB V Penutup............................................................................................................................ 17
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Latar Belakang
Keluhan nyeri merupakan keluhan yang paling umum kita temukan dan dapatkan ketika
kita sedang melakukan tugas sebagai dari tim kesehatan, baik di pelayanan rawat jalan
maupun rawat inap. Oleh karena seringnya keluhan nyeri kita temukan kadang kala kita
sering menganggap hal itu sebagai hal yang biasa sehingga perhatian yang kita berikan tidak
cukup memberikan hasil yang memuaskan bagi pasien.
Nyeri sesungguhnya tidak hanya melibatkan persepsi dari suatu sensasi, tetapi berkaitan
juga dengan respon fisiologis, psikologis, social, kognitif, emosi dan perilaku. Sehingga
dalam penanganannya pun memerlukan perhatian yang serius dari semua unsur yang terlibatdi
dalam pelayanan kesehatan, untuk itu pemahaman tentang nyeri dan penanganannya sudah
menjadi keharusan bagi setiap tenaga kesehatan, terutama perawat yang dalam rentang waktu
24 jam sehari ber interaksi dengan pasien.
Pengetahuan yang tidak adekuat atau tidak memahami tentang manajemen nyeri
merupakan alasan paling umum yang memicu terjadinya kesalahan dalam manajemen nyeri,
untuk itu perbaikan kualitas pendidikan sangat diperlukan sehingga tercipta tenaga kesehatan
yang profesional, salah satu terobosan yang dilakukan adalah dengan masuknya topik nyeri
dalam pendidikan keperawatan. Hal ini diharapkan dapat membantu institusi atau pendidikan
profesi keperawatan yang menghasilkan perawat – perawat yang profesional. Tindakan –
tindakan ini membutuhkan manajemen pasien yang lengkap dan komprehensif,
perencanaanasuhan yang terintegrasi, monitoring pasien yang berkesinambungan dan kriteria
transfer untuk pelayanan yang berkelanjutan, rehabilitasi sampai pemulangan pasien (
discharge ).
Dalam penanganan nyeri, pengkajian merupakan hal yang mendasar yang menentukan
dalam kualitas penanganan nyeri, pengkajian yang terus menerus harus dilakukan baik pada
saat awal pasien masuk rumah sakit atau mulai teridentifikasi nyeri sampai saat setelah
intervensi. Mengingat nyeri adalah suatu proses yang bersifat dinamis sehingga perlu dinilai
secara berulang dan berkesinambungan. Ada beberapa alat yang dapat digunakan untuk
menilai nyeri yaitu secara neonatal infant pain scale ( NIPS ) untuk usia < 1 tahun,
flacesuntuk usia 1 – 3 tahun, Wong baker faces rating scalenumeric scale simple descriptive
pain Distres Scale Visual Analogi Scale ( VAS ), Pain relief scale untuk usia 3 tahun, untuk
menilai usia 3 tahun yang sering digunakan adalah 0 – 10 numeric Pain Distres scale Wong
Baker, dimana pasien diminta untuk “ merating “ rasa nyeri tersebut berdasarkan skala
penilaian numeric mulai 0 yang berartitidak ada nyeri sampai angka 10 yang berarti puncak
dari rasa nyeri.
B. Tujuan
1. Memberi rasa aman dan nyaman bagi pasien
2. Mengurangi rasa cemas dan gelisah bagi pasien
3. Mengurangi trauma terkait nyeri
4. Mempermudah proses tindakan operasi atau tindakan yang lain
5. Mencegah terjadinya kesalahan dalam pemilihan obat analgesic dan anastesi
6. Pemberian analgesik dan anastesi yang tidak berlebihan
C. Pengertian
Pengertian nyeri menurut internasional association for the study of pain adalah suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan adanya
kerusakan jaringan baik sedang ataupun yang akan terjadi.
1. Berdasarkan saat terjadinya dapat dibedakan menjadi :
a. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang di akibatkan adanya
kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan
emosional yang merasakan seolah – olah terjadi kerusakan jaringan. (
Internasional Association for the study of pain )
b. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera atau durasi yang terbatas, memiliki
hubungan temporal atau kausal dengan adanya cidera atau penyakit.
c. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri
kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan
dan sering sekali tidak diketahui penyebab yang pasti.
A. Lingkup Area
1. Pelaksanaan panduan ini adalah tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Staf Medis
b. Staf Nonmedis
2. Instalasi yang terlibat dalam pelaksanaan panduan Manajemen Nyeri adalah :
a. Instalasi Gawat Darurat
b. Instalasi Kamar Operasi
c. Instalasi Farmasi
d. Instalasi Rawat Inap terdiri dari :
1.) Instalasi Rawat inap Atas
2.) Instalasi Rawat inap Bawah
3.) Instalasi Kamar Bersalin
e. Instalasi Intensif Care Unit ( ICU )
f. Instalasi Penunjang lainnya di Rumah Sakit
Untuk dapat mengelola Manajemen Nyeri yang efektif sesuai kebutuhan masing –
masing pasien diperlukan penilaian nyeri yang akurat serta mudah di terapkan, penilaian serta
pengukuran terhadap nyeri juga memberikan kontribusi terhadap menegakkan diagnosa/
penyebab pasien merasa nyeri serta di perlukan untuk menentukan terapi yang di butuhkan baik
secara farmakologis ataupun on farmakologis.
Penilaian terhadap nyeri meliputi riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, sifat nyeri yang
spesifik, penilaian sebaiknya berulang, selain sebagai evaluasi terapi juga untuk mengenal
adanya efek terhadap fungsi tubuh serta efek samping yang terjadi.
A. Asesmen Nyeri
Assesmen Nyeri dengan menggunakan PQRST yang terdiri dari :
P : Provokatif / Pencetus Nyeri, dimana daerah nyeri itu berasal
Q : Quallity / Kualitas Nyeri terdiri dari ringan, sedang, dan berat
R : Regional / Tempat Daerah Nyeri
S : Scale / Skala, 0-4 dikatakan nyeri ringan, 4-7 dikatakan nyeri sedang, lebih dari 7
dikatakan nyeri berat
T : Time / waktu nyeri muncul, apakah cepat atau lambat, berapa lama nyeri timbul, apakah
terus menerus atau hilang timbul, apakah pernah merasakan nyeri sebelumnya, apakah
nyeri yang sebelumnya sama dengan nyeri sekarang atau lebih hebat nyeri yang sekarang.
1. Anamnesis
a. Riwayat penyakit sekarang
1) Onset Nyeri : akut atau kronik, traumatic atau non traumatic
2) Karakter dan derajat keparahan nyeri : nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa terbakar, tidak
nyaman, kesemutan, neuralgia.
3) Pola penjalaran / penyebar nyeri
4) Durasi dan lokasi nyeri
5) Intensitas nyeri
1. Saat istirahat
2. Dengan gerakan
3. Faktor Pencetus
4. Durasi
5. Terus menerus atau kadang-kadang
6) Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan, mual/muntah, atau
gangguan keseimbangan / control motorik
7) Faktor yang memperberat dan memperingan
8) Kronisitas
9) Riwayat pengobatan yang sedang dijalani maupun riwyat pengobatan sebelumnya
10) Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respon terapi
11) Gangguan atau kehilangan fungsi akibat nyeri / luka
12) Penggunaan alat bantu
13) Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktifitas hidup dasar ( activity
ofdaily living )
14) Pengetahuan tentang penyebab nyerinya serta harapan dan penanganan nyeri yang
diinginkan
15) Hilangkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti adanya fraktur yang
tidak stabil, gejala neurologis progesif cepat yang berhubungan dengan sindrom kauda
ekuina
b. Riwayat penyakit dahulu yaitu, jenis dan lokasi operasi yang dialami
1) Riwayat psiko-sosial
c. Riwayat penyakit Keluarga
Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetika
d. Asesmen sistem organ yang komperehensif
1) Evaluasi gejala kardiovaskular, psikiatri, pulmoner, gastrointestinal, neurologi,
reumatologi, genitourinaria, endokrin dan musculoskeletal
2) Gejala konstitusional : penurunan berat badan, nyeri malam hari, keringat malam, dsb
2. Assesmen nyeri
a. Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating scale
1) Indikasi digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat
menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakan
2) Intruksi : pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeriyang dirasakan dan
dilambangkan dengan angka antara 0 – 10
a) 0 = tidak nyeri
b) 1 – 3 = nyeri ringan ( sedikit menganggu aktifitas sehari hari )
c) 4 – 6 = nyeri sedang ( gangguan nyata terhadap aktifitas sehari hari )
d) 7 – 10 = nyeri berat ( tidak dapat melakukan aktifitas sehari hari )
Skala 0 Tidak Nyeri Jika level nyeri < 4 lakukan tata laksana non-
.
farmakologi
Skala 1-3 Nyeri .
Jika nyeri ≥ 4 Laporkan ke dokter DPJP
Ringan
Skala 4-6 Nyeri
Sedang
Skala 7-10 Nyeri Berat
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
1) Tanda Vital : tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu tubuh
2) Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien
3) Periksa apakah terdapat lesi/luka di kulit seperti jaringan parut akibat operasi,
hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum suntik
4) Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang ( malalignment ), atrofi otot,
fasikulasi, diskolorasi dan edema
b. Status Mental
1) Nilai Orientasi pasien
2) Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek dan segera
3) Nilai kemampuan kognitif
4) Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejaladepresi, tidak ada harapan atau cemas
c. Pemeriksaan Sendi
1) Selalu periksa kedua sisi untuk kesimetrisan
2) Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya keterbatasan gerak,
diskinesis, raut wajah meringis atau asimetris
3) Nilai dan catat pergerakan pasif dan sendi yang terlihat abnormal/dikeluhkan oleh
pasien ( saat menilai pergerakan aktif ) Perhatikan Dny LIMITsi gerak, raut wajah
meringis atau asimetris
4) Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
5) Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cidera ligament.
4. Pemberian obat – obatan anti nyeri
1) Anti konvulsan
Carbamazepine : efek nyeri neurotopik. Efek samping : somnolen, gangguan berjalan,
pusing. Dosis 400 – 1800 mg/ hari ( 2 – 3 kali perhari ) mulai dengan dosis kecil ( 2 x
100 mg ) ditingkatkan perminggu hingga dosis efektif
Gabapentin : merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri neurotropik, efek
samping minimal ditoleransi dengan baik, dosis 100 – 4800 mg/hari ( 3 – 4 kali sehari )
2) Antagonis kanal natrium
Indikasi : nyeri neurotropik dan pasca operasi
Lidocain : dosis 2 mg/kg BB selama 20 menit lalu dilanjutkan dengan 1 – 3 mg/BB/jam
titrasi
Prokain : 4 – 6,5 mg/kgBB/hari
5) Opioid
Merupakan analgesic poten ( tergantung dosis ) dan efeknya dapat ditiadakan
olehnalokson
Contoh opioid yang sering digunakan : morfin, sufentanil, meperidin
Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakan titrasi
Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk penatalaksanaan nyeri
akut
Efek samping
1) Depresi pernapasan dapat terjadi pada :
a.) Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat pemberian secara infuse,
opioid long acting.
b.) Pemberian sedasi bersamaan ( benzodiazepine, antihistamin, antiemetic, tertentu)
c.) Adanya kondisi tertentu : gangguan elektrolit hipovolemia, uremia,gangguan
respirasi dan peningkatan tekanan intrakranial )
d.) Obstructive sleep apnoes atau obstruktif jalan nafas intermiten
2)Sedasi : adalah indicator yang baik untuk dapat dipantau dengan menggunakan skor
Skor sedasi yaitu :
a. 0 = sadar penuh
b. 1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah dibangunkan
c. 2 = sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah dibangunkan
d. 3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan
e. S = tidur normal
3)Sistem saraf pusat
a.) Euphoria,halusinasi, miosis, kekakuan otot
b.) Pemakai MAOI : pemberian pethidin dapat menimbulkan koma
4) Toksisitas metabolik
a) Pethidin ( norpetidine ) menimbulkan tremor, twitching, mioklonus, mulifocal,
kejang
b) Petidin tidak boleh di gunakan lebih dari 72 jam untuk penatalaksanaan nyeri
pasca bedah
c) Pemberian morfin kronik : menimbulkan gangguan fungsi ginjal, terutama pada
pasien usia > 70 tahun
5) Gastrointestinal : mual, muntah, terapi untuk mual dan muntah ; hidrasi dan
pantautekanan darah dengan adekuat, hindari pergerakan berlebihan pasca – bedah,
atasi kecemasan pasien, obat antiemetic.
Pemberian Oral
1) Sama efektifnya dengan pemberian parenteral pada dosis yang sesuai
2) Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi oral
Injeksi Intramuskular
1) Merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan
2)Namun injeksi menimbulkan nyeri dan efektifitas penyerapannya tidak
dapatdiandalkan
3) Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin
Injeksi subkutan
Injeksi intravena
1) Pilih parenteral utama setelah pembedahan major
2) Dapat di gunakan sebagai bolus atau pemberian terus menerus( melalui infus )
3) Terdapat resiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak sesuai dosis.
Injeksi supraspinal
1) Lokasi mikroinjeksi terbaik : mesencephalic periaqueducta gray ( PAG )
2) Mekanisme kerja : memblok respon nosiseptif di otak
3) Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri pada pasien kanker
Injeksi spinal ( epidural, intratekal )
1) Secara selektif mengurangi keluarnya neurotransmitter di neuron komu dorsalis spinal
2) Sangat efektif sebagai analgesic
3) Harus dipantau dengan ketat
Injeksi perifer
1) Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan efek anastesi local
(pada konsentrasi tinggi )
2) Sering di gunakan pada sendi lutut yang mengalami inflamasi
c. Nyeri neuropatik
1) Berasal dari nyeri cedera jaringan saraf
2) Sifat nyeri : rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, hiperalgesia.
3) Gejala nyeri biasanya di alami pada bagian distal dari tempat cedera ( sementara
pada nyeri bagian nosisseptif, nyeri dialami pada tempat cederanya
4) Biasanya di derita oleh pasien dengan diabetes, multiple sclerosis, herniasi diskus,
AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi/ radioterapi
4. Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya.
a. Farmakologi : gunakan step ledder
1) OAINS efektif untuk nyeri ringan – sedang , opioid efektif untuk nyeri sedang –
berat.
2) Mulailah dengan pemberian OAINS / opiod lemah ( langkah 1 dan 2 ) dengan
pemberian intermiten ( pro re nata-prn ) opioid kuat yang disesuaikan dengan
kebuthan pasien.
3) Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadisedang – berat, dapat
ditingkatkan menjadi langkah ke 3 ( ganti dengan opioid kuat dan prn analgesic
dalam kurung waktu 24 jam setelah langkah 1 )
4) Penggunaan opioid harus di titrasi, opioid standar yang sering digunakan morfin,
kodein.
5) Jika pasien memiliki kontaindikasi absolute OAINS < dapat di berikan opioid
ringan
6) Jika fase nyeri akut pasien telah terlewati, lakukan pengurangan dosis secara
bertahap :
a) Intravena : antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid
b) Oral : antikonvulsan, atidepresan, antihistamin, anxolytic, tramadol.
c) Rectal ( suposutoria ) paracetamol, aspirin, opioid, fenotiazin.
d) Topical : lidocain patch, EMLA
e) Subkutan : opioid, anastesi local
7) Manajemen efek samping
a) Opioid
i) Mual dan muntah : antiemetic
ii) Konstipasi : berikan stimulant buang air besar, hindari laksatif yang
mengandung serat karena dapat menyebabkan produksi gangguan lambung
– kram perut
iii) Gatal : pertimbangkan untuk mengganti opioid jenis lain, dapat juga
menggunakan antihistamin
iv) Mioklonus : pertimbangkan untuk mengganti opioid, atau berikan
benzodiazepine untuk mengganti mioklonus
v) Depresi pernapasan akibat opioid berkan nalokson ( campur 0, 4 mg
nalokson dengan NACL 0,9 % sehingga total volume mencapai 10 ml )
berikan 0,02 mg ( 0,5 ml ) bolus setiap menit hingga kecepatan pernapasan
meningkat, dapat diulang jika pasien mendapat terapi opioid jangka
panjang.
b) OAINS
i) Gangguan gastrointestinal : berikan PPI ( proton pump inhibitor )
ii) Perdarahan akibat disfungsi platelet : pertimbangkan untuk mengganti
OAINS yang tidak memiliki efek terhadap agegrasi platelet.
c) Pembedahan : injeksi epidural, supraspinal, infiltrasi anastesi local di tempat
nyeri
d) Non farmakologi
i) Olah raga
ii) Imobilisasi
iii) Pijat
iv) Relaksasi
v) Stimulasi saraf transkutan elektrik
e) Follow up / asesmen ulang
Assesmen ulang sebaiknya dilakukan dengan interval yang teratur
8) Panduan umum :
Pemberian parenteral : 30 menit
Pemberian oral : 60 menit
Intervensi non – farmakologi ; 30 – 60 menit
5. Pencegahan
1) Edukasi pasien :
a) Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien, serta tatalaksananya.
b) Diskusikan tujuan dari manajemen nyeri dan manfaat untuk pasien.
c) Beritahukan bahwa pasien dapat menghubungi tim medis jika memiliki pertanyaan /
ingin berkonsultasi mengenai kondisinya.
d) Pasien dan keluarga ikut dilibatkan dalam menyusun manajemen nyeri ( termasuk
penjadwalan medikasi, pemilihan analgesic dan jadwal control )
2) Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik
3) Medikasi saat pasien pulang
a) Pasien dipulangkan segera setelah nyeri dapat teratasi dan dapat beraktifitasseperti
biasa / normal
b) Pemilihan medikasi analgesic bergantung pada kondisi pasien
Dengan ditetapkannya Buku Panduan Manajemen Nyeri, maka setiap personil Rumah Sakit
Umum Rachmi Dewi Gresik dapat memahami dan mengetahui manajemen nyeri secara baik dan
memuaskan.
Ditetapkan di Gresik,
Pada tanggal 10 September 2016
Rumah Sakit Umum Rachmi Dewi Gresik
Ttd
Penyusun
LAMPIRAN-LAMPIRAN
10/HPK/SPO/RSURD/IX/2016 02 1 dari 2
STANDAR
PROSEDUR
TanggalTerbit
OPERASIONAL
15 September 2016
(SPO)
1. Siapkan alat :
a. Formulir pengkajian nyeri (PQRST)
b. Formulir Edukasi Terintegrasi
c. Alat tulis
2. Beritahukan pasien dan keluarga tentang maksud dan tujuan serta prosedur
tindakan yang akan dilakukan
PROSEDUR 3. Melakukan assesmen nyeri
4. Lakukanlah intervensi non-farmakologik, untuk skore nyeri 1-3
5. Lakukanlah monitoring hingga 1 jam setelah intervensi non-farmakologik dan
kaji ulang tiap kali pergantian shiff.
6. Skore nyeri 4-6 atau skore nyeri tidak berkurang setelah intervensi.
Informasikan hasil assesmen ke PJ shift atau ka ru. PJ shift/ka ru menghubungi
DPJP/dokter umum untuk pemberian terapi.
PENDIDIKAN PASIEN DAN KELUARGA
TENTANG MANAJEMEN NYERI
Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman
10/HPK/SPO/RSURD/IX/2016 02 2 dari 2
7. Lakukan monitoring dan kaji ulang setiap 3 jam setelah intervensi.
8. Skore nyeri 7/> 7 atau skore nyeri tidak berkurang setelah intervensi.
Informasikan hasil assesmen ke PJ shift atau ka ru. PJ shift/ka ru menghubungi
Prosedur DPJP/dokter umum untuk pemberian terapi.
9. Lakukan monitoring dan kaji ulang nyeri setiap 15-1 jam setelah intervensi.
10. monitoring dan pengkajian ulang nyeri dihentikan bila skor nyeri 0
11. dokumentasikan pada form asessmen nyeri.
Instalasi Kamar Operasi
Instalasi Instalasi Rawat Inap
Terkait Instalasi Neo
Instalasi Gawat Darurat