Anda di halaman 1dari 30

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/306003670

Karakterisasi morfo-ekotipe dan kajian beberapa aspek agronomi jarak pagar


(Jatropha clircas L.) di Nusa Tenggara Barat

Thesis · December 2008

CITATIONS READS

10 196

1 author:

Bambang Budi santoso


University of Mataram
35 PUBLICATIONS   59 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Cocoa Processing View project

root growth of jatropha curcas View project

All content following this page was uploaded by Bambang Budi santoso on 09 August 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn) yang diklaim sebagai salah satu
tanaman sumber alternatif bahan bakar (Dwary dan Pramanick, 2006; Kadiman, 2006;
Manurung, 2006) di Indonesia telah tumbuh di berbagai pelosok daerah sebagai pagar
pembatas halaman maupun kebun. Terpilihnya jarak pagar sebagai sumber bahan bakar
biodiesel atau bahan bakar nabati karena bersifat ramah lingkungan dan dapat
diperbaharui dibandingkan dengan solar atau petroleum diesel (Siregar et al., 2005;
Daryanto, 2005; Manurung, 2006; dan Kadiman, 2006), dapat hidup pada lahan kritis
yang tidak ditanami tanaman pangan sehingga dapat sekaligus sebagai tanaman
konservasi (Sardjoko, 2006), sehingga pengembangannya akan berdampak luas terhadap
aspek ekonomi masyarakat (Saad, 2006), serta meningkatkan keamanan lingkungan
melalui pengurangan produksi polutan akibat penggunaan bahan bakar fosil.
Pemanfaatan bahan bakar ramah lingkungan harus dilakukan dan hal ini sesuai dengan
komitmen Protokol Kyoto dan Mekanisme Pembangunan Bersih. Oleh karena itu, dalam
Peraturan Presiden No. 1 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, Jarak pagar
(Jatropha curcas L) ditetapkan sebagai salah satu sumber BBN tersebut (Krisnamurthi,
2006; Keraf, 2006).
Selama ini, tanaman jarak pagar tumbuh dan berkembang sebagai tanaman pagar
pembatas sehingga sampai saat ini belum ada informasi yang mendeskripsikan
keunggulan dari masing-masing tanaman tersebut. Padahal dalam usaha pengembangan
tanaman jarak pagar sebagai sumber bahan bakar diperlukan jenis-jenis unggul yang
diperoleh melalui program pemuliaan tanaman. Oleh karena itu informasi terkait plasma
nutfah tanaman jarak pagar yang ada sangat penting.
Dalam usaha pengembangan tanaman jarak pagar diperlukan bahan tanaman
yang memiliki keunggulan genetik seperti potensi produksi biji tinggi, cepat berproduksi
dan beradaptasi luas pada lingkungan tidak menguntungkan (Hasnam dan Mahmud,
2006). Hasil minyak per tanaman ditentukan oleh jumlah biji per malai atau per tanaman,
bobot biji, dan kadar minyak (Leon et al., 2003). Makkar et al. (1997) melaporkan dari
18 provenan asal Afrika Barat, Amerika Utara dan Tengah, dan Asia terdapat variasi
bobot biji (0.49-0.86g), persentase bobot kernel (54-64%), protein kasar (19-31%), dan
minyak (43-59%), sedang dari 11 provenan di Senegal terdapat variasi jumlah buah,
bobot buah, jumlah dan bobot biji per tanaman, bobot 1000 biji, dan jumlah tanaman
produktif (Heller, 1996). Hasil eksplorasi pendahuluan di beberapa daerah di Indonesia
ditemukan variasi yang disebabkan oleh perbedaan wilayah sehingga terbentuk ekotipe
tertentu (Hasnam, 2006). Callaham (1999) menyarankan bahwa karakter lain yang harus
diperhatikan dalam mendeskripsikan provenan meliputi laju perkecambahan dan
pertumbuhan selanjutnya, saat pecah tunas, saat berbunga, dan panjang periode
reproduksi.
Sehubungan dengan pentingnya jarak pagar sebagai salah satu alternatif
pemecahan masalah krisis bahan bakar minyak, maka diperlukan pengembangan
tanaman jarak pagar menjadi tanaman yang bernilai ekonomis. Untuk mempersiapkan
dan mendapatkan jenis-jenis unggul dari populasi ekotipe yang ada di alam maka
eksplorasi dan selanjutnya karakterisasi terhadap aksesi-aksesi tersebut perlu dilakukan.
Selain keunggulan bahan tanaman itu, teknik budidaya perlu diterapkan dengan baik agar
hasil yang diharapkan dapat dicapai. Berbagai aspek dalam budidaya tanaman yang
2
penting mendapat perhatian ialah persiapan bibit, jarak tanam, pemupukan, dan
pemeliharaan. Melalui pemahaman terhadap pola pertumbuhan dan perkembangan
tanaman baik dari sejak bibit hingga pembuahan, maka usaha perbaikan dan penerapan
teknik budidaya maupun manipulasi terhadap perkembangan buah dan beberapa faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya serta waktu panen buah dapat
dilakukan untuk memperoleh peningkatan kualitas dan kuantitas hasil. Oleh karena itu
penelitian tentang karakterisasi dan pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman jarak
pagar perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan kemudian mengkarakterisasi


tanaman jarak pagar dengan mempelajari aspek-aspek morfologi dan agronomi tanaman
untuk memperoleh deskripsi tanaman sekaligus pola pertumbuhan dan perkembangan
tanaman.
Secara khusus penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan:
1. Karakter morfologi dari beberapa ekotipe atau populasi genetik tanaman jarak pagar,
pertumbuhan, dan perkembangan tanaman,
2. Jenis atau macam media pembibitan yang sesuai bagi pertumbuhan bibit tanaman
jarak pagar asal biji maupun stek batang,
3. Pola pertumbuhan dan perkembangan bibit tanaman jarak pagar dari berbagai ukuran
stek batang,
4. Pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman asal biji dan stek batang sampai siklus
produksi dua tahun,
5. Perkembangan buah dan hasil tanaman melalui pengaturan jumlah buah dan
informasi tingkat kematangan buah yang baik untuk mendapatkan hasil maksimal.

Ruang Lingkup dan Kerangka Penelitian

Sehubungan dengan tujuan penelitian untuk mendapatkan deskripsi tanaman


jarak pagar dari beberapa ekotipe dan juga mengetahui pola pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, maka penelitian terdiri atas lima aspek kajian. Aspek pertama
mencakup kajian morfologi dan agronomi beberapa ekotipe jarak pagar. Aspek kedua,
kajian pertumbuhan dan perkembangan bibit pada berbagai media pembibitan. Aspek
ketiga, kajian pertumbuhan dan perkembangan bibit dari bahan perbanyakan generatif
dan vegetatif. Aspek keempat, kajian pertumbuhan dan potensi produksi tanaman asal
biji dan stek batang. Aspek terakhir, kelima, kajian pengaturan jumlah buah per malai
dan penentuan tingkat kematangan panen. Kelima aspek kajian tersebut kemudian
dirumuskan ke dalam lima sub-judul penelitian sebagai berikut :
1. Karakter Morfologi dan Agronomi Beberapa Ekotipe Jarak Pagar
2. Pertumbuhan Bibit Asal Biji dan Stek pada Berbagai Macam Media Pembibitan
3. Pertumbuhan Bibit Asal Stek Batang dari Berbagai Ukuran Bahan Stek
4. Pertumbuhan, Perkembangan, dan Hasil Tanaman Asal Biji dan Stek
5. Pengaruh Pengaturan Jumlah Buah terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Buah
3
BAHAN DAN METODE
Percobaan dilakukan di lahan pembibitan dan areal lahan penanaman di Dusun
Amor-Amor, Desa Gumantar, Kecamatan Khayangan yaitu bagian Utara Kabupaten
Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang terletak pada ketinggian tempat 25-75
meter di atas permukaan laut (dpl). Percobaan dilaksanakan pada September 2006–
Oktober 2008.

Percobaan 1. Karakter Morfologi dan Agronomi beberapa Ekotipe Jarak Pagar

Ekplorasi dilakukan di beberapa lokasi yang banyak populasi jarak pagar tumbuh
sebagai tanaman pagar. Studi morfologi, pertumbuhan, dan perkembangan bibit dan
tanaman kemudian dilaksanakan pada tanaman jarak pagar hasil eksplorasi berasal dari
berbagai daerah, yaitu lima ekotipe dari NTB (Lombok Barat = LB, Lombok Tengah =
LTg, Lombok Timur = LT, Sumbawa = SB, dan Bima (BM); satu aksesi dari Sulawesi
Tengah (Kota Palu = PL), dan satu aksesi berupa hasil pengembangan (improve
population) Puslitbangbun untuk daerah kering, IP-1A. Karakterisasi dan pencandraan
dilakukan terhadap tujuh ekotipe yang di lapangan diatur menggunakan Rancangan Acak
Kelompok tiga ulangan dan masing-masing terdiri atas 24 tanaman.
Kegiatan dalam percobaan ini meliputi pembibitan tanaman dan penanaman
tanaman di lapangan percobaan. Benih disemai langsung dalam polibag berisi media
tanam tanah-kompos perbandingan 1:1 (v/v) dan diletakkan di bawah bangunan
pembibitan beratap paranet hitam (intensitas naungan 35-40%). Penanaman di lapangan
diatur dengan jarak tanam 2 m x 2 m pada petak berukuran 8 m x 12 m.
Untuk mengetahui perbedaan karakter di antara ekotipe, maka dilakukan
pengamatan terhadap karakter morfologi dan agronomi. Pengamatan dilakukan dari sejak
perkecambahan hingga tanaman berumur 2 tahun, dan kadar minyak biji.

Percobaan 2. Pertumbuhan Bibit Asal Biji dan Stek pada berbagai Macam Media
Pembibitan

Percobaan pembibitan ini bertujuan mengetahui macam media pembibitan yang


cocok bagi pertumbuhan bibit tanaman jarak pagar asal biji dan stek batang telah
dilakukan pada September 2007-Januari 2008. Percobaan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap berfaktor tunggal, yaitu kombinasi bahan perbanyakan dan macam media
pembibitan sebagai berikut, bahan perbanyakan biji pada media tanah, biji pada media
campuran tanah-pasir dengan perbandingan 1:1 (v/v), biji pada media campuran tanah-
sekam padi segar dengan perbandingan 1:1 (v/v), biji pada media campuran tanah-serbuk
gergaji segar dengan perbandingan 1:1 (v/v), stek batang pada media tanah dengan
perbandingan 1:1 (v/v), stek batang pada media campuran tanah-pasir dengan
perbandingan 1:1 (v/v), stek batang pada media campuran tanah-sekam padi segar
dengan perbandingan 1:1 (v/v), stek batang pada media campuran tanah-serbuk gergaji
segar dengan perbandingan 1:1 (v/v). Seluruh perlakuan dibuat dalam tiga ulangan yang
masing-masing terdiri atas 20 bibit.
Media campuran dibuat dengan mencampur bahan media dasar dengan
perbandingan 1:1 (v/v). Kemudian masing-masing media tanam baik tanah maupun
media campuran diberikan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1 (v/v). Media tanam
tersebut dimasukkan ke dalam polibang warna hitam ukuran 10 cm x 17 cm untuk biji
4
dan 20 cm x 25 cm untuk stek, dan kemudian diletakkan di bawah naungan paranet. Bibit
asal stek maupun biji dipelihara sampai bibit siap tanam (selama 2 bulan).

Gambar 2. Bahan perbanyakan tanaman stek batang (kiri) dan biji (kanan) yang
digunakan dalam percobaan.

Peubah yang diamati meliputi variabel pertumbuhan dan perkembangan bibit asal
biji maupun stek batang. Data kemudian dianalisis berdasarkan Anova 5% dan pengujian
dengan HSD (Honestly Significant Difference) 5% dengan menggunakan Program
Statistik Minitab-14.

Percobaan 3. Pertumbuhan Bibit Asal Stek Batang dari Berbagai Ukuran Bahan
Stek

Percobaan ini bertujuan untuk mengembangkan teknik perbanyakan vegetatif


dengan menggunakan stek batang dalam berbagai ukuran, maka ada dua percobaan yang
dilaksanakan secara bersamaan dari September 2007-Januari 2008. Percobaan pertama
mempelajari pengaruh panjang stek batang dan percobaan kedua mempelajari pengaruh
diameter stek batang. Masing-masing percobaan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap berfaktor tunggal. Tiga ukuran panjang stek batang untuk percobaan pertama,
yaitu 20, 25, dan 30 cm dengan diameter seragam 2.5-3.0 cm. Percobaan ukuran
diameter stek batang meliputi stek batang berdiameter 3, 2.5-2.9, 2.0-2.4, dan 1.5-1.9
cm dengan panjang seragam 30 cm. Percobaan dibuat dalam tiga ulangan dan masing-
masing ulangan terdiri atas 25 bibit.
Bahan stek dalam studi pertumbuhan dan perkembangan bibit tanaman jarak
pagar asal stek ini dilaksanakan dengan menggunakan stek dari tanaman jarak pagar
ekotipe Lombok Barat, NTB. Bahan stek diambil dengan memotong percabangan yang
telah berwarna abu-abu dengan ukuran yang disesuaikan dengan perlakuan. Bahan media
yang digunakan berupa media campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang sapi.

Gambar 4. Kiri : ukuran panjang stek (dari kiri ke kanan, panjang stek batang 30, 25, dan
20 cm). Kanan : ukuran diameter stek (dari kiri ke kanan, diameter stek batang
≥3 , 2.5-2.9, 2.0-2.4, dan 1.5-1.9 cm).
5
Pembibitan pada polibag warna hitam berukuran diameter 15 cm dan tinggi 20
cm dengan media tanam berupa campuran tanah-pasir-pupuk kandang (1:1:1 (v/v)).
Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam terlebih dahulu pada media
dalam polibag, kemudian satu stek batang ditanam tiap polibag. Pembibitan dipelihara
sampai bibit berumur 2 bulan setelah tanam di bawah naungan paranet hitam 35-40%.
Penanaman bibit hasil perbanyakan kemudian dilakukan di lapangan dalam tiga
ulangan (blok) dan masing-masing ulangan terdiri atas 15 bibit. Pengujian daya adaptasi
dilakukan hingga tanaman berumur dua bulan setelah pindah tanam. Tanaman dipupuk
dengan menggunakan pupuk kandang sapi sebanyak 2 kg per lubang tanam dan 25 kg
Urea/ha (10 g/pohon), 150 kg SP-36/ha (60 g/pohon), dan 30 kg KCl/ha (12 g/pohon).
Dosis pemupukan menurut Mahmud et al. (2006).
Peubah yang diukur meliputi bobot awal bahan stek, saat muncul tunas, tinggi
tunas, jumlah tunas, diameter tunas, jumlah dan luas daun, bobot kering tajuk bibit, saat
muncul akar, panjang akar, jumlah akar, bobot kering akar, rasio tajuk/akar, persen bibit
hidup di lapang, jumlah daun tanaman, tinggi tanaman dan persen tanaman berbunga.
Data kemudian dianalisis dengan Anova dan kemudian uji lanjut dengan Least
Significant Difference pada taraf nyata 5%.

Percobaan 4. Pertumbuhan, Perkembangan, dan Hasil Tanaman Asal Biji dan Stek

Percobaan ini mengevaluasi potensi hasil sekaligus pertumbuhan dan


perkembangan tanaman jarak pagar di lahan kering (jenis tanah entisol berpasir) di
Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat menggunakan tiga macam bahan tanaman yaitu
stek batang, biji, dan biji yang kemudian dipangkas setelah pindah tanam. Percobaan
dirancang menurut Rancangan Acak Kelompok dengan tiga ulangan berupa petak
berukuran 8 m x 12 m (24 tanaman) dari November 2006 sampai November 2008.
Bahan tanaman (biji dan stek batang) diperoleh dari pertanaman (10 tegakan)
jarak pagar asal Lombok Barat berumur 4 tahun milik Lembaga Pengkajian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Kering, Mataram. Bahan stek merupakan stek tidak
berdaun diperoleh dengan memotong cabang dengan ciri berwarna abu-abu berdiameter
antara 2.5-3.0 cm dengan panjang 30 cm. Biji diperoleh dengan memanen kapsul telah
berwarna kuning kemudian dikeringanginkan selama satu hari dan dikupas untuk diambil
bijinya. Biji-biji dikeringanginkan selama dua hari dan kemudian siap digunakan dalam
pembibitan.
Pemeliharaan tanaman pada ketiga percobaan di atas meliputi pemupukan,
penyiangan gulma, dan pemangkasan. Pupuk dasar diberikan saat penanaman yaitu
pupuk kandang 5 ton/ha (2 kg/pohon) dan 25 kg Urea/ha (10 g/pohon), 150 kg SP-36/ha
(60 g/pohon), dan 30 kg KCl/ha (12 g/pohon). Pupuk urea kedua diberikan pada satu
bulan setelah tanam sebanyak 25 kg Urea/ha (10 g/pohon). Pemupukan tahun kedua
dengan dosis yang sama dan dilakukan pada awal musim penghujan (Mahmud et al.,
2006). Penyiangan melingkar radius satu meter dari tanaman. Pemangkasan terhadap
wiwilan dilakukan setiap dua minggu. Pengairan teratur setiap seminggu selama 1 bulan
pertama setelah penanaman, dan selanjutnya mengandalkan curah hujan.
Variabel pertumbuhan dan produksi diamati sampai tanaman berumur dua tahun,
yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, umur tanaman berbunga, jumlah
tandan, jumlah buah per tanaman, karakter fisik buah, berat biji, dan kandungan minyak
biji. Analisis kandungan minyak dengan metode ekstraksi Folch et al. (1957)
dimodifikasi Sudarmadji et al. (1997) berdasarkan bobot kernel sampel seluruh biji tiap
ulangan perlakuan. Analisis keragaman dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil
(LSD) pada taraf nyata 5% dengan menggunakan program Minitab-14.
6
Percobaan 5. Pengaruh Pengaturan Jumlah Buah terhadap Pertumbuhan dan
Perkembangan Buah

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok satu faktor. Perlakuan


merupakan jumlah kapsul/malai: 5 kapsul/malai, 10 kapsul/malai, 15 kapsul/malai, 20
kapsul/malai, dan 25 kapsul/malai, dibuat dalam tiga ulangan berupa blok penanaman
berukuran 8 m x 12 m dan terdiri atas 24 tanaman, sehingga dalam percobaan ini terdapat
360 tanaman. Percobaan dilaksanakan selama satu periode pembuahan pada percabangan
primer, yaitu November 2007 sampai dengan Mei 2008.
Bahan tanaman asal biji (IP-1A) berumur 2.5 bulan ditanam di lapangan dengan
jarak tanam 2 m x 2 m. Percabangan tanaman dikendalikan untuk mendapatkan 2-3
cabang. Pengaturan jumlah buah dilakukan setelah bakal buah tampak mulai membesar
pada setiap malai bunga. Pemotongan dilakukan dengan menggunting tangkai kapsul
yang terbentuk belakangan. Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, pengendalian
hama-penyakit dan gulma, dan penyiraman serta pemangkasan. Pemupukan mengikuti
Mahmud et al. (2006). Penyiangan dilakukan di sekitar radius satu meter dari batang
tanaman dengan cara mendangir tanah.

10 12 14 16 18 20 21 22 23 25 30 35 40 45 50 55 60 65
U m u r P e r k e m b a n g a n K a p s u l
(Hari Setelah Anthesis)

Gambar 7. Tahapan pertumbuhan dan perkembangan kapsul jarak pagar.

Berdasarkan Gambar 7, variable yang mencerminkan respon pemuatan kapsul per


tandan terhadap pertumbuhan dan perkembangan kapsul diamati pada fase : immature
(25 HSA), near mature (35 HSA), mature (45 HSA), ripe (55 HAS), dan over-ripe (65
HAS). Kadar sukrose dan pati daun diamati sejak awal, yaitu fase pembungaan, anthesis,
dan perkembangan pentil kapsul (15 HSA). Analisis kadar minyak biji, kadar pati dan
sukrose daun menggunakan metode Folch et al. (1957), Direct Acid Hydrolysis Method
(1970), dan Luff Schoorl Method (1970) dimodifikasi Sudarmadji et al. (1997). Data
kemudian dianalisis berdasarkan Anova 5% dan pengujian dengan HSD (Honestly
Significant Difference Test) 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakter Morfologi dan Agronomi beberapa Ekotipe Jarak Pagar

Awal pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah berkecambahnya biji.


Fase-fase perkecambahan biji jarak pagar ditunjukkan pada Gambar 1. Biji jarak pagar
memiliki tipe perkecambahan epigeal, yaitu kotiledon terangkat ke permukaan media
tumbuh.
7
Pada umumnya karakter morfologi ke tujuh ekotipe tidak banyak perbedaan,
walaupun demikian masih terdapat perbedaan pada beberapa karakter agronomi terutama
variable reproduktif. Table 1 menguraikan karakter morfologi dan agronomi beberapa
ekotipe jarak pagar.

A B C D E F G H I
Hari ke 1 3-4 5 6 7 8-9 10-11 12-13 14-15

Gambar 1. Proses perkecambahan biji jarak pagar.

Tabel 1. Karakter morfologi dan agronomi beberapa ekotipe jarak pagar

Ekotipe
Karakter
LB LTg LT SB BM PL IP-1A
Kecambah 7 – 10 8 – 12 9 – 11 8 – 10 9 – 11 9 – 12 8 – 10
muncul (hst)
Tinggi 9.7 – 13 9.7 – 13 9.5 – 11.8 9.7 – 12 9.5 – 12 9.5 – 12 9.5 – 12.5
hipokotil (cm)
Warna Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
hipokotil kehijauan kehijauan kehijauan kehijauan kehijauan kehijauan kehijauan
Umur 65 – 75 63 – 72 63 – 70 65 – 75 65 – 75 60 – 70 65 – 75
kotiledon (hr)
Tipe tumbuh Tegak/in- Tegak/in- Tegak/in- Tegak/in- Tegak/in- Tegak/in- Tegak/in-
determinit determinit determinit determinit determinit determinit determinit
Tinggi Th1-155.6 Th1-140.5 Th1-143.8 Th1-139.7 Th1-140.1 Th1-139.1 Th1-145.9
tanaman (cm) Th2-191.0 Th2-160.4 Th2-152.4 Th2-169.2 Th2-167.3 Th2-155.1 Th2-185.8
Diameter Th1-8.4 Th1-8.2 Th1-7.7 Th1-8.5 Th1-8.1 Th1-7.8 Th1-8.5
collar (cm) Th2-12.2 Th2-10.9 Th2-10.3 Th2-11.8 Th2-12.4 Th2-11.2 Th2-12.3
Jlh cabang Th1-5.5 Th1-3.9 Th1-4.5 Th1-5.1 Th1-4.9 Th1-4.3 Th1-5.4
primer/skunde Th2- 10.3 Th2-6.1 Th2-6.4 Th2-8.9 Th2-8.8 Th2-6.8 Th2-9.5
Tipe daun Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal Tunggal
Susunan daun 5/13 searah 5/13 4/13 - 5/13 5/13 5/13 5/13 5/13
(filotaksis) jam searah jam searah jam searah jam searah jam searah jam searah jam
Orientasi Horisontal Horisontal Horisontal Horisontal Horisontal Horisontal Horisontal
helai daun s/d tegak s/d tegak s/d tegak s/d tegak s/d tegak s/d tegak s/d tegak
Bentuk daun Menjari, Menjari, Menjari, Menjari, Menjari, Menjari, Menjari,
agak bulat agak bulat agak bulat agak bulat agak bulat agak bulat agak bulat
Warna Ujung dan Ujung dan Ujung dan Ujung dan Ujung dan Ujung dan Ujung dan
tangkai daun pangkal pangkal pangkal pangkal pangkal pangkal pangkal
ungu ungu ungu ungu ungu ungu ungu
Panjang dan 18.5 18.2 18.2 18.9 18.9 18.2 19.9
lebar daun 17.8 17.5 17.1 17.9 17.8 17.1 17.1
Permukaan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
daun kilap kilap kilap kilap kilap kilap kilap
8
Tabel 1. (lanjutan)

Ekotipe
Karakter
LB LTg LT SB BM PL IP-1A
Pola tulang Menjari, Menjari, Menjari, Menjari, Menjari, Menjari, Menjari,
daun 5-7 tulang 5-7 tulang 5-7 tulang 5-7 tulang 5-7 tulang 5-7 tulang 5-7 tulang
daun daun daun daun daun daun daun
utama utama utama utama utama utama utama
Panjang 17–22 16–22 17–23 18–20 17–21 18–24 17–23
tangkai daun
Jlh daun saat 39.5 49.7 49.3 48.3 42.4 48.5 44.8
berbunga-1 (26–51) (31–63) (32–63) (30–67) (28–59) (27–58) (28–55)
Umur ber- 105 151 163 135 140 152 130
bunga-1
Warna bunga Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
kehijauan kehijauan kehijauan kehijauan kehijauan kehijauan kehijauan
Tempat Ujung Ujung Ujung Ujung Ujung Ujung Ujung
terbentuk cabang cabang cabang cabang cabang cabang cabang
bunga (terminal) (terminal) (terminal) (terminal) (terminal) (terminal) (terminal)
Jumlah total 158.7 82.5 94.3 147.9 140.8 65.6 151.4
bunga/malai (59–236) (47–124) (5 –119) (62–207) (57–212) (43–113) (60–228)
Jumlah Th1-10.9 Th1-7.1 Th1-7.5 Th1-9.7 Th1-8.9 Th1-6.7 Th1-9.4
kapsul/ malai. Th2-15.6 Th2-10.8 Th2-11.4 Th2-14.4 Th2-13.8 Th2-10.6 Th2-14.2
Jumlah Th1-78.3 Th1-60.9 Th1-62.1 Th1-76.1 Th1-75.0 Th1-56.6 Th1-76.3
kapsul/tanm. Th2-184.7 Th2-160.3 Th2-156.2 Th2-178.1 Th2-175.9 Th2-152.1 Th2-179.5
Warna kapsul Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
masak
Warna kapsul Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau
muda muda muda muda muda muda muda muda
Diameter 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9
kapsul (cm)
Panjang 3.0 3.0 3.1 2.9 3.0 3.0 2.9
kapsul (cm)
Bentuk Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat Bulat
kapsul
Umurkapsul 55.2 58.8 59.3 56.1 56.2 58.2 55.3
panen (hsa)
Bobot kapsul 11.5 10.2 10.5 11.5 11.3 10.5 11.3
(g) (7.3-15.3) (5.5-14.1) (5.5-14.9) (7.3-15.3) (7.2-15.1) (7.1-15.8) (7.3-15.2)
Jml biji per 3 3 3 3 3 3 3
kapsul
Panjang biji 1.8 1.8 1.8 1.7 1.8 1.7 1.8
(cm) (1.7-2.0) (1.6-2.0) (1.7-2.0) (1.6-2.1) (1.7-2.1) (1.6-1.8) (1.7-2.0)
Tebal biji 0.8 0.7 0.7 0.9 0.8 0.7 0.8
(cm) (0.7-0.9) (0.6-0.9) (0.6-1.0) (0.7-1.0) (0.7-1.0) (0.6-0.9) (0.7-0.9)
Bobot biji 0.79 0.74 0.70 0.79 0.78 0.71 0.79
(individu) (g) (0.6-1.0) (0.6-0.8) (0.6-0.9) (0.6-1.0) (0.7-1.0) (0.6-0.9) (0.7-1.0)
Bobot 100 75.8 70.2 65.8 67.6 71.1 60.6 73.7
biji (g) (64-84.6) (57-80.8) (54-78.2) (53-81.3) (58-83.5) (51-77.2) (54-84.7)
Bobot kering Th1-269.9 Th1-140.7 Th1-150.5 Th1-220.4 Th1-241.9 Th1-144.2 Th1-262.6
biji/tanm. (g) Th2-485.7 Th2-350.4 Th2-363.2 Th2-458.1 Th2-472.1 Th2-353.4 Th2-486.1
Bobot kering Th1-674.7 Th1-351.7 Th1-376.3 Th1-551.1 Th1-604.7 Th1-360.5 Th1-656.5
biji/Ha (kg) Th2-1,213 Th2-875.5 Th2-905.7 Th2-1,145 Th2-1,180 Th2-882.5 Th2-1,215
Kadar (%) 50.4 48.6 48.3 49.8 50.1 47.7 49.5
minyak (42.8) (41.3) (41.1) (42.3) (42.6) (40.5) (42.1)
kernel (biji)
9
Secara garis besar hasil penelitian ini memberikan informasi gambaran morfologi,
pertumbuhan dan perkembangan tanaman jarak pagar dari berbagai ekotipe. Dari
sejumlah 50 data morfologi, pertumbuhan dan perkembangan tanaman di lapangan telah
diketahui bahwa terdapat sejumlah perbedaan di antara ekotipe jarak pagar asal NTB,
Palu, dan IP-1A. Perbedaan tersebut pada saat kecambah muncul di permukaan tanah,
umur daun kotiledon gugur, tinggi tanaman, jumlah cabang primer dan cabang sekunder,
umur saat berbunga pertama, jumlah total bunga per malai, jumlah kapsul jadi per malai
dan per tanaman, keserempakan dalam pematangan kapsul, bobot 100 biji, dan bobot biji
kering per tanaman serta hasil per hektar. Perbedaan tersebut terkait karena kondisi
lingkungan asal masing-masing ekotipe jarak pagar. Frey (1981), Wiley (1981), dan
Hasnam (2006) menyatakan bahwa selama ini tanaman jarak pagar berkembang melalui
biji yang dihasilkan dari persilangan alami, oleh karena itu dimungkinkan terbentuk
ekotipe atau landrace di daerah ditemukan banyak populasi jarak pagar tumbuh sesuai
dengan agroekologi daerah setempat.
Perbedaan sebesar 27 persen dari sejumlah 50 karakter yang diamati, oleh karena
itu maka sebagian besar kemiripan yang ada di antara ekotipe bersangkutan. Sehubungan
dengan kemiripan kondisi lingkungan asal tumbuh masing-masing ekotipe, maka secara
umum dapat dikatakan bakwa karakteristik morfologi setiap ekotipe relatif stabil. Oleh
Ginwal et al. (2004) dikatakan bahwa penyerbukan silang pada jarak pagar hampir tidak
mengubah secara berarti karakteristik morfologi.
Setelah berumur dua tahun di lapangan, terdapat perbedaan baik pada jumlah
kapsul terbentuk per tandan maupun per tanaman. Ekotipe berkapsul terbanyak adalah
LB kemudian IP-1A dan SB, sedangkan terendah ekotipe PL dan LTg. Karakter kapsul
lainnya tidak ada beda nyata di antara ekotipe. Pada aspek produksi, pengamatan
agronomis khususnya berat biji per tanaman dan berat biji per hektar menunjukkan
bahwa produksi masing-masing ekotipe berbeda.
Produksi biji yang tinggi pada tahun pertama mencapai kisaran 262.59-269,89
g/tanaman atau 656.49-674.72 kg/ha ditunjukkan oleh ekotipe Lombok Barat dan IP-1A.
Produksi terendah berkisar 140.67-150.51 g/tanaman atau sekitar 351,08-376,28 kg/ha
ditunjukkan oleh ekotipe Lombok Tengah, Lombok Timur, dan Palu. Produktivitas
tertinggi tahun kedua yang diperoleh pada percobaan ini yaitu 1,213.61 kg/ha dari
ekotipe Lombok Barat dan 1,215.22 kg/ha dari ekotipe IP-1A masih tergolong rendah
bila dibandingkan produktivitas yang dilaporkan Schmidt (2003) bahwa produksi jarak
pagar tahun pertama di Zulu-Afrika sebesar 6,250 kg/ha, dan sekitar 2.5-3.5 ton/ha
dilaporkan Henning (1996), namun mirip dengan yang dilaporkan Heller (1996) yaitu
dapat mencapai 794 kg/ha atau 318 g/pohon, dan oleh Jones dan Miller (1992) sebesar
0,4 t/ha/tahun. Di India jarak pagar mulai berproduksi pada tahun kedua dan mampu
menghasilkan biji berkisar 0.4-12 ton/ha dilaporkan Lele (2005).
Ekotipe yang tumbuh dan berkembang pada daerah kering (curah hujan lebih
rendah dan suhu lebih tinggi), memiliki kandungan minyak lebih tinggi dibandingkan
biji dari tanaman jarak pagar yang tumbuh di daerah yang lebih basah. Hal ini sejalan
dengan pendapat Jones dan Miller (1991) bahwa semakin kering suatu iklim maka akan
dapat meningkatkan kandungan minyak dari biji jarak pagar. Pada tanaman bunga
matahari yang ditanam pada musim yang kondisi kurang sinar matahari dan suhu rendah
diperoleh hasil minyak dan kadar minyak biji yang lebih rendah dibandingkan hasil yang
diperoleh pada tanaman yang ditanam pada kondisi cerah dan suhu lebih tinggi (Leon et
al. (2003).
Perbedaan kandungan minyak biji jarak pagar berbagai ekotipe tersebut
kemudian tidak nyata setelah mendapatkan penanganan dalam budidayanya pada suatu
tempat yang tertentu (yaitu di daerah Amor-Amor, Kabupaten Lombok Barat). Namun
10
demikian terdapat kecenderungan peningkatan kandungan minyak pada biji hasil
budidaya dibandingkan biji awal (dari tegakan pagar alami). Hal ini dikarenakan dalam
budidayanya, tanaman ditanam secara teratur dan mendapatkan nutrisi dari pemupukan
N-P-K maupun pemangkasan tunas-tunas tidak produktif. Hasil penelitian ini sesuai
dengan pendapat Leon et al. (2003) yang mengatakan bahwa komponen hasil seperti
kandungan minyak dan berat biji walaupun merupakan faktor genetik tetapi masih dapat
dimodifikasi oleh lingkungan. Pengaturan jarak tanam tentunya akan menjamin distribusi
cahaya matahari ke dalam tajuk lebih baik dibandingkan tanaman jarak yang ditanam
sebagai pagar juga memberikan peluang lebih baiknya hasil baik biji maupun kandungan
minyaknya. Aguirrezabal et al. (2003) melaporkan bahwa pengaturan jarak tanam pada
tanaman bunga matahari akan mempengaruhi hasil baik jumlah biji maupun hasil minyak.
Kapsul yang merupakan organ hasil tanaman jarak pagar tumbuh dan
berkembang secara terminal pada setiap percabangan, oleh karena itu jumlah cabang
akan mempengaruhi hasil. Demikian pula jumlah kapsul per malai menentukan hasil.
Seperti dilaporkan Ginwal et al. (2004), terdapat korelasi positif jumlah cabang, jumlah
kapsul per tandan dengan hasil (minyak) yang diperoleh.
Walaupun terdapat sedikit perbedaan khususnya pada komponen vegetatif dapat
dijadikan sebagai atribut ekotipe bersangkutan. Jika suatu ekotipe jarak pagar yang
memiliki potensi hasil tinggi dicirikan memiliki karakter percabangan yang banyak, dan
kemudian dari tiap cabang tumbuh dan berkembang malai bunga yang kemudian
membentuk kapsul dengan persentase kapsul jadi yang tinggi, serta jumlah kapsul yang
memberikan hasil tinggi rata-rata minimal 15 kapsul per malai, maka Ekotipe Lombok
Barat, Sumbawa, dan Bima serta IP-1A merupakan ekotipe berpotensi hasil tinggi.

Pertumbuhan Bibit Asal Biji dan Stek pada berbagai Macam Media Pembibitan

Respon awal yang dapat dilihat dari suatu pertumbuhan tanaman adalah saat
tumbuh tunas pada stek atau saat kecambah muncul di permukaan media tumbuh pada
biji yang ditanam. Bahan tanaman dan macam media berpengaruh nyata terhadap saat
muncul tunas (untuk stek) dan saat kecambah muncul di permukaan media tanam (untuk
biji). Tunas yang tumbuh paling awal pada bahan perbanyakan berupa stek adalah stek
yang ditanam pada media tanah (S:tanah), sedangkan untuk bahan perbanyakan berupa
biji terjadi pada media tanah-pasir (B:tanah-pasir) (Tabel 2).
Pertumbuhan tunas berikutnya dicerminkan oleh tinggi tunas, diameter tunas dan
jumlah tunas terbentuk. Bahan perbanyakan pada berbagai media berpengaruh nyata
pada tinggi dan diameter tunas, demikian pula jumlah tunas bibit, jumlah daun bibit,
panjang tangkai daun, dan luas daun bibit. Tinggi tunas bibit asal biji sekaligus
mencerminkan tinggi bibit terlihat paling rendah pada biji dengan media tanah-serbuk
gergaji. Tinggi tunas tertinggi pada stek ditunjukkan oleh stek pada media tanah-pasir
(data tidak disajikan).
Sebagai manifestasi dari pertumbuhan tajuk bibit, maka diamati bobot kering
tajuk bibit selama periode dua bulan pertumbuhannya. Pada periode satu bulan pertama,
media pembibitan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk bibit, namun
pada periode satu bulan kedua, media pembibitan berpengaruh nyata terhadap bobot
kering tajuk bibit. Bobot tajuk tertinggi pada bibit asal biji dengan media tanam tanah-
pasir sedangkan terendah pada bibit asal stek dengan media tanah-serbuk gergaji.
Manifestasi pertumbuhan suatu akar diukur pada bobot kering akar pada kurun
waktu tertentu. Bobot kering akar bibit berumur satu bulan tidak berbeda nyata di antara
11
bibit asal biji dan stek pada empat macam media yang diujikan. Namun setelah bibit
berumur dua bulan ada beda nyata bobot kering akar masing-masing bibit tersebut.
Bobot kering akar tertinggi ditemukan pada bibit asal stek pada media tanah-pasir
sedangkan bobot kering terendah pada bibit asal biji pada media tanah-serbuk gergaji dan
juga pada bibit asal stek pada media tanah-serbuk gergaji.

Tabel 2. Saat tumbuh tunas dan saat tumbuh akar bibit jarak pagar asal biji dan
stek pada berbagai media tanam

Perlakuan Saat Tumbuh Tunas (HST) Saat Tumbuh Akar (HST)


B:tanah 8.2 d 3.5 c
B:tanah-pasir 8.0 de 3.3 c
B:tanah-sekam padi 9.3 c 3.4 c
B: tanah-serbuk gergaji 10.3 b 4.2 c
S:tanah 7.2 e 12.9 a
S:tanah-pasir 9.1 c 12.2 a
S:tanah-sekam padi 9.5 bc 10.0 b
S:tanah-serbuk gergaji 11.9 a 13.3 a
HSD 5% 0.78 2.01
Keterangan : Angka-angka pada masing-masing kolom yang diikuti huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata menurut HSD 5%. HST = hari setelah tanam

Tabel 3. Luas daun bibit dan bobot kering tajuk bibit jarak pagar asal biji dan
stek pada berbagai media tanam

Bobot Kering Tajuk Bibit


Luas Daun Bibit (cm2)
Perlakuan umur (g)
1 BST 2 BST 1 BST 2 BST
B:tanah 210.61 bc 369.18 c 3.14 5.96 bc
B:tanah-pasir 217.46 bc 450.74 bc 4.37 7.51 a
B:tanah-sekam padi 168.92 bc 309.84 c 3.93 6.24 ab
B: tanah-serbuk gergaji 131.19 c 252.15 c 3.20 5.17 bc
S:tanah 677.99 a 993.48 a 3.30 5.31 bc
S:tanah-pasir 774.84 a 1.128.76 a 3.79 5.77 bc
S:tanah-sekam padi 571.21 a 914.69 a 2.99 4.47 cd
S:tanah-serbuk gergaji 358.85 b 617.21 b 2.17 3.33 d
HSD 5% 197.641 207.989 tn 1.399
Keterangan : Angka-angka pada masing-masing kolom yang diikuti huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata menurut HSD 5%. BST = bulan setelah tanam tn = tidak nyata

Pada Tabel 4, tampak bahwa nisbah tajuk/akar bibit jarak pagar berdasarkan berat
kering masing-masing bagian bibit tersebut saat berumur satu maupun dua bulan.
Pertumbuhan bagian atas tanah atau tajuk bibit baik yang berasal dari biji maupun stek
batang mendominasi pertumbuhan bibit dibandingkan pertumbuhan bagian bawah tanah
atau akar bibit. Pertumbuhan tajuk bibit asal biji pada media tanah dan media tanah-
pasir dapat mengimbangi pertumbuhan tajuk bibit asal stek sehingga memiliki nilai
nisbah tajuk/akar yang sama dan masing-masing nilai nisbah tersebut lebih rendah
dibandingkan bibit asal biji pada media tanah-sekam padi dan tanah-serbuk gergaji.
12
Tabel 4. Bobot kering akar dan rasio tajuk/akar bibit jarak pagar asal biji dan
stek pada berbagai media tanam

Bobot Kering Akar Bibit (g) Nisbah Tajuk/Akar Bibit umur


Perlakuan
1 BST 2 BST 1 BST 2 BST
B:tanah 0.44 0.75 abc 6.8 b 5.7 b
B:tanah-pasir 0.52 0.88 ab 6.8 b 5.1 b
B:tanah-sekam padi 0.38 0.68 abc 10.6 a 8.8 a
B: tanah-serbuk gergaji 0.30 0.58 c 10.9 a 8.8 a
S:tanah 0.39 0.88 ab 6.5 b 5.1 b
S:tanah-pasir 0.50 0.96 a 5.9 b 4.4 b
S:tanah-sekam padi 0.47 0.71 abc 7.8 b 5.0 b
S:tanah-serbuk gergaji 0.38 0.64 bc 7.4 b 5.5 b
HSD 5% tn 0.34 2.79 1.97
Keterangan : Angka-angka pada masing-masing kolom yang diikuti huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata menurut HSD 5%. BST = bulan setelah tanam tn = tidak nyata

Setelah dua bulan pindah tanam di lapangan terdapat beda nyata jumlah daun
tanaman asal biji dengan jumlah daun tanaman asal stek batang. Antara tanaman asal biji
tidak berbeda nyata, demikian pula pada tanaman asal stek. Jumlah daun pada tanaman
asal biji lebih sedikit dibandingkan jumlah daun tanaman asal stek batang. Tinggi
tanaman asal biji lebih tinggi dibandingkan tinggi tanaman asal stek. Namun di antara
tanaman asal biji terdapat perbedaan tinggi karena perbedaan media tanam pembibitan,
sedangkan di antara tanaman asal stek tidak ada perbedaan tinggi tanaman (Data tidak
disajikan).
Tanaman dari bibit asal biji sampai umur dua bulan setelah tanam di lapangan
tidak ada yang berbunga, sedangkan bibit asal stek batang pada ke-empat macam media
tersebut berbunga berkisar 23.3-30.0 persen.
Penampilan bibit asal biji dan stek batang pada berbagai macam media disajikan
dalam Gambar 3. Bibit asal biji pada media tanah-pasir nampak paling baik
dibandingkan ketiga macam media tanam lainnya. Demikian pula halnya pada bibit asal
stek yang terbaik tampak pada media tanah-pasir, kemudian diikuti bibit pada media
tanah, media tanah-sekam padi, dan terakhir pada media tanah-serbuk gergaji.
Perbedaan pertumbuhan dan perkembangan bibit jarak berasal dari biji maupun
stek batang dikarenakan perbedaan sifat fisik maupun kimia masing-masing media tanam.
Media campuran tanah-serbuk gergaji merupakan media campuran yang menyebabkan
hambatan pertumbuhan dan perkembangan bibit. Tingkat porositas yang tinggi
menyebabkan kurang eratnya daya pegang atau sentuhan antara akar dan media
walaupun kadar air saat kapasitas lapang media tanah-serbuk gergaji paling tinggi
Kondisi ini tidak sejalan dengan Course dan Tatum (1998) dan Broussard et al. (1999)
yang menyatakan bahwa media campuran berbasis serbuk kayu baik untuk perbanyakan
tanaman hortikultura tahunan. Selain itu, media campuran ini memiliki kapasitas tukar
kation pada tingkat sedang dan kemasaman media pada tingkat masam dibandingkan
media campuran lainnya. Ada pengaruh negatif senyawa kimia hasil dekomposisi awal
dari bahan serbuk kayu juga menyebabkan cekaman ”alelopati” pada pertumbuhan dan
perkembangan bibit. Pada percobaan ini tampak air siraman yang berasal dari media
tanah-serbuk gergaji berwarna coklat kehitaman. Oleh karena itu, maka perlu pemilihan
jenis kayu dari serbuk gergaji yang akan digunakan, yaitu memilih jenis-jenis kayu yang
tidak menyebabkan atau bersifat alelopati.
13

Gambar 3. A. Kondisi bibit jarak umur 2 bulan asal biji (kiri) dan stek batang (kanan).
M1. media tanah, M2. media tanah-pasir, M3. media tanah-sekam padi, dan
M4. media tanah-serbuk gergaji.
B. Perakaran bibit jarak pagar umur 2 bulan asal biji. Dari kiri ke kanan masing-
masing bibit tumbuh pada M1, M2, M3, dan M4.
C. Perakaran bibit jarak pagar umur 2 bulan asal stek batang. Dari kiri ke kanan
masing-masing bibit tumbuh pada M1, M2, M3, dan M4.

Pertumbuhan dan perkembangan bibit asal biji pada media campuran tanah-
sekam padi tergolong kurang baik dibandingkan bibit yang tumbuh pada media tanah
dan media tanah-pasir. Namun tidak demikian dengan bibit asal stek. Tertekannya
pertumbuhan bibit asal biji pada media tanah-sekam padi dikarenakan kurang eratnya
tautan antara akar dan media akibat porositas media yang tinggi. Kemasaman media pada
tingkat masam (5.4) memungkinkan menyebabkan hambatan terhadap pertumbuhan bibit.
Menurut Breedlove et al. (1999), kemasaman media sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman karena pengaruhnya terhadap kondisi kimia dan biologi tanah,
ketersediaan unsur hara esensial, dan kelarutan bahan beracun (toksik). Kemasaman
mendekati 6.0-6.5 merupakan kondisi yang baik untuk ketersediaan unsur hara (Wolf,
1996). Tanaman jarak pagar menghendaki kemasaman sekitar 5.5-6.5 (Mahmud et al.,
2006). Dengan demikian media campuran tanah-sekam padi dan tanah-serbuk gergaji
kurang cocok untuk media pembibitan tanaman jarak pagar dilihat dari sifat kemasaman
media.
Namun demikian, bila dilihat pada jumlah bibit yang hidup setelah dua bulan
pindah tanam di lapangan, persentasenya tidak berbeda nyata dengan bibit berasal dari
media tanah dan media tanah-pasir. Persentase relatif lebih tinggi pada tanah-sekam padi
dibandingkan bibit asal media tanah-serbuk gergaji. Hal ini disebabkan pada saat pindah
tanam bongkahan media tanah disaat merobek plastik polibag tidak mudah pecah yang
menyebabkan putus atau patahnya sebagian perakaran. Bongkahan media tanam
dijumpai mudah pecah terjadi pada media campuran tanah-serbuk gergaji dan juga media
14
tana-sekam padi karena berstruktur remah. Akibat pecahnya media tanam menyebabkan
bibit mengalami cekaman pasca pindah tanam dan kemudian mempengaruhi kecepatan
bibit beradaptasi.
Tidak ada satupun tanaman asal biji berbunga setelah dua bulan pindah tanam,
kecuali tanaman asal stek. Kondisi ini merupakan fenomena genetik, yaitu tanaman
berasal dari stek lebih cepat berbunga disebabkan oleh tingkat kedewasaan tanaman asal
stek telah dicapai dibandingkan tanaman berasal dari biji yang harus melalui fase juvenil.
Oleh Hartmann et al. (2002) dikatakan bahwa tanaman berasal dari perbanyakan
vegetatif memasuki fase generatif lebih cepat dibandingkan tanaman hasil perbanyakan
biji.

Pertumbuhan Bibit Asal Stek Batang dari Berbagai Ukuran Bahan Stek

Sehubungan dengan perbedaan ukuran panjang yang diuji dalam percobaan ini,
maka bobot awal bahan stek masing-masing ukuran panjang maupun diameter berbeda
nyata (Tabel 5).

Tabel 5. Bobot segar dan bobot kering awal bahan stek

Ukuran Stek Bobot Segar Bahan Stek (g) Bobot Kering Bahan Stek (g)
Panjang Stek
20 cm 89.55 c 30.27 c
25 cm 127.04 b 39.92 b
30 cm 166.68 a 45.64 a
LSD 5% 6.30 3.59
Diameter Stek
≥3 cm 221.02 a 82.03 a
2.5 – 2.9 cm 99.20 b 22.35 b
2.0 – 2.4 cm 93.72 b 20.07 b
1.5 – 1.9 cm 63.10 c 8.75 c
LSD 5% 23.23 9.35
Keterangan : Angka-angka pada tiap kolom yg diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut LSD 5%.

Pengaruh Panjang Stek. Panjang stek tidak berpengaruh nyata terhadap komponen
perakaran bibit seperti saat muncul akar, panjang akar dan jumlah akar bibit. Panjang
stek berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar. Bobot kering akar bibit pada
panjang stek 20 cm dan 25 cm tidak berbeda, namun keduanya berbeda nyata dengan
panjang stek 30 cm (Data tidak disajikan).
Panjang stek berkisar 20-30 cm tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas
bibit dan diameter tunas bibit, serta jumlah daun bibit, namun berpengaruh nyata
terhadap komponen tajuk lainnya seperti luas daun bibit dan bobot kering tajuk bibit.
Daun bibit terluas terbentuk pada stek panjang 30 cm (1105.30 cm2) dan terkecil pada
stek 20 cm (557.63 cm2). Bobot kering tajuk ketiga bahan stek berbeda satu sama lainnya,
yaitu tertinggi pada stek 30 cm, kemudian disusul stek 25 cm dan terendah pada stek 20
cm (Data tidak disajikan).
Tabel 6 menjelaskan persentase stek yang berhasil membentuk bibit dan nilai
rasio bobot kering tajuk bibit terhadap bobot kering akar bibit. Panjang stek tidak
berpengaruh nyata terhadap persen stek menjadi bibit, namun terdapat pengaruh nyata
panjang stek terhadap rasio tajuk-akar bibit tersebut. Rasio bobot tajuk-akar bibit pada
15
stek 30 cm lebih tinggi dibandingkan dengan dua panjang stek lainnya (20 cm dan 25
cm).
Daya adaptasi bibit di lapangan yang diindikasikan oleh persen bibit hidup,
jumlah daun, dan tinggi tanaman setelah dua bulan penanaman di lapangan tidak berbeda
nyata di antara ketiga panjang stek tersebut. Ketiga panjang stek berpengaruh nyata
terhadap persen tanaman berbunga (Tabel 6).

Pengaruh Diameter Stek. Terdapat pengaruh nyata diameter stek terhadap saat muncul
akar dan bobot kering akar, namun tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar dan
jumlah akar bibit. Bobot kering akar tertinggi nampak pada stek berdiameter 2.5-2.9 cm
yang tidak berbeda nyata dengan stek berdiameter 2.0-2.4 cm.
Terhadap komponen tajuk bibit, ukuran diameter stek berpengaruh nyata pada
saat muncul tunas dan diameter tunas, jumlah daun, luas daun, dan bobot kering tajuk
bibit. Diameter stek tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas dan tinggi tunas bibit.
Bobot kering tajuk bibit tertinggi diperoleh pada stek berdiameter 3 cm dan 2.5-2.9 cm,
yaitu 5.3 g dan 5.6 g, sedangkan terendah pada stek berdiameter 1.5-1.9 cm, yaitu 3.7 g.
Ukuran diameter stek berpengaruh nyata terhadap persentase stek yang berhasil
menjadi bibit dan nilai rasio bobot tajuk/akar bibit. Persentase yang lebih tinggi
ditunjukkan stek berdiameter 2.5-2.9 cm dan 2.0-2.4 cm dibandingkan stek berdiameter
1.5-1.9 cm dan ≥3 cm. Rasio atau nisbah tajuk-akar berdasarkan bobot kering masing-
masing berangkasan tertinggi pada stek berdiameter 1.5-1.9 cm, yaitu 5.6 (b/b) dan
terendah 3.8 (b/b) pada stek berdiameter 2.5-2.9 cm. Terdapat penurunan nilai nisbah
tajuk-akar seiring pertumbuhan bibit dari 1 bulan hingga umur 2 bulan (Tabel 7).

Tabel 6. Rasio tajuk/akar bibit, persen stek jadi bibit, persen bibit hidup, jumlah
daun tanaman, tinggi tanaman, dan persen tanaman berbunga setelah
2 bulan pindah tanam di lapangan.

Rasio Tajuk/Akar Bibit Persen


Persen Jumlah Tinggi Persen
Panjang (b/b) Bibit
Stek jadi Daun Tanm. Tanm.
Stek Hidup
1 BST 2 BST Bibit (helai) (cm) Berbunga
20 cm 4.84 a 4.26 a 92.0 97.7 36.4 33.4 13.3 b
25 cm 3.60 b 4.25 a 93.3 100.0 41.2 45.7 33.3 a
30 cm 3.60 b 2.88 b 97.3 100.0 45.6 48.8 46.7 a
LSD 5% 0.93 1.02 tn tn tn tn 14.25
Keterangan : Persen bibit hidup dan tanaman berbunga dihitung dari sejumlah 15 bibit masing-masing
ulangan yang ditanam di lapangan sampai umur 2 bulan. Angka-angka pada tiap kolom yang
diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut LSD 5%. BST = bulan setelah tanam.
tn = tidak nyata.

Tabel 7 juga menjelaskan ada pengaruh nyata ukuran diameter stek terhadap
persen bibit hidup di lapangan setelah pindah tanam dan jumlah tanaman berbunga.
Ukuran diameter stek tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan pasca pindah
tanam, yaitu pada jumlah daun dan tinggi tanaman berumur 2 bulan setelah pindah tanam.
Pertumbuhan akar (bobot kering akar) yang lebih intensif terjadi pada stek yang
lebih panjang (30 cm) dibandingkan dengan stek yang berukuran lebih pendek (20-25
cm). Kondisi ini sesuai dengan perkembangan perakaran pada stek batang Eucalyptus
globulus (Wilson, 1993) dan Azadirachta indica (Palanisamy dan Kumar, 1997), bahwa
semakin panjang stek batang, maka semakin baik pertumbuhan akar pada masing-masing
16
tanaman tersebut. Pengaruh panjang stek berhubungan dengan jumlah akumulasi
karbohidrat dan jumlah yang lebih banyak pada bahan stek akan mendukung perakaran
yang lebih baik dibandingkan bahan stek yang sedikit kandungan karbohidratnya
(Hartman et al. 2002; Leakey, 1999).

Tabel 7. Rasio tajuk/akar bibit, persen stek jadi bibit, persen bibit hidup, jumlah
daun tanaman, tinggi tanaman, dan persen tanaman berbunga setelah
2 bulan pindah tanam di lapangan.

Rasio Tajuk/Akar Persen


Persen Jumlah Tinggi Persen
Bibit
Diameter Stek Stek jadi Daun Tanm. Tanm.
Hidup
1 BST 2 BST Bibit (helai) (cm) Berbunga
≥3 cm 7.59 b 5.17 ab 84.0 b 77.7 b 35.3 41.5 13.3 b
2.5–2.9 cm 5.38 b 3.76 c 94.7 a 97.7 a 45.9 47.9 40.0 a
2.0–2.4 cm 6.48 b 4.09 bc 96.0 a 100.0 a 39.5 49.5 46.7 a
1.5–1.9 cm 13.84 a 5.58 a 77.3 b 82.3 b 33.9 32.1 13.3 b
LSD 5% 3.62 1.26 9.95 15.04 tn tn 20.06
Keterangan : Persen bibit hidup dan tanaman berbunga dihitung dari sejumlah 15 bibit masing-
masing ulangan tiap perlakuan yang ditanam di lapang sampai umur 2 bulan.
Angka-angka pada tiap kolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata menurut
LSD 5%. BST = bulan setelah tanam, tn = tidak nyata.

Perkembangan akar akan dapat mengimbangi dan sekaligus mendukung


pertumbuhan dan perkembangan tajuk bibit yang baik pula. Perimbangan pertumbuhan
tajuk terhadap akar dicerminkan oleh nilai nisbah atau rasio tajuk-akar (Tabel 6). Siagian
et al. (1994) melaporkan bahwa semakin rendah nilai nisbah tajuk-akar pada bibit
tanaman karet, semakin tahan bibit karet tersebut terhadap cekaman pasca pindah tanam
di lapangan. Semakin luas permukaan akar per satuan bobot kering akar, pasokan air
bersama hara terlarut akan semakin baik sehingga tanaman muda yang baru
dipindahtanam dapat melewati periode cekaman tersebut. Pada sisi lain, nilai nisbah
yang kecil menandakan lebih rendahnya tajuk sehingga transpirasi yang terjadi juga lebih
rendah dibandingkan dengan bibit dengan nilai nisbah tajuk-akar lebih besar.
Daya adaptasi stek berakar merupakan tahap kedua siklus hidup yang harus
dilewati setelah perkembangan akar-akar adventif (Hartmann et al. 1997). Bibit asal stek
beberapa tanaman hortikultura tahunan dapat berhasil membentuk akar tetapi tidak dapat
bertahan setelah pindah tanam (Acquaah, 2002). Pada percobaan ini bibit tanaman jarak
pagar dengan masing-masing kualitasnya dari stek batang yang berbeda ukuran panjang
memiliki daya adaptasi yang sama baiknya. Persentase bibit hidup setelah pindah tanam
sebesar 97.7% pada panjang stek 20 cm dan 100% pada panjang stek 25 cm dan 30 cm.
Namun, persentase tanaman yang dapat membentuk bunga pada umur 2 bulan setelah
pindah tanam di lapangan ada perbedaan di antara bibit yang berasal dari panjang stek
berbeda tersebut. Persentase rendah (13.3%) terjadi pada tanaman asal stek 20 cm,
sedangkan persentase lebih tinggi (33.3% dan 46.7%) pada tanaman asal stek 25 cm dan
30 cm. Fenomena ini sesuai dengan apa yang terjadi pada Athrixia phylicoides (Araya,
2005), Azadirachta indica (Palanisamy dan Kumar, 1997) yaitu tanaman muda akan
lebih baik pertumbuhan tajuknya karena daya adaptasi yang baik pada saat pindah tanam
akan berbunga lebih cepat.
Ukuran diameter stek batang mencerminkan perbedaan tingkat ketuaan jaringan
batang bahan stek bersangkutan. Semakin besar diameter semakin telah lanjut
17
perkembangan jaringan stek tersebut atau semakin kecil diameter semakin muda jaringan
stek tersebut. Hartmann et al. (2002) mengatakan bahwa perbedaan ini merefleksikan
bervariasinya tingkat akumulasi karbohidrat dan bahan cadangan makanan lainnya dari
masing-masing stek yang berbeda ukuran diameter tersebut.
Manifestasi dari pertumbuhan dan perkembangan akar maupun tunas (tajuk)
adalah pada besar kecilnya persentase stek yang berhasil menjadi bibit, kualitas bibit,
dan daya adaptasinya setelah pindah tanam di lapangan. Persen stek menjadi bibit pada
stek berdiameter 2.0-2.4 cm (96.00%) dan 2.5-2.9 cm (94.7%) lebih besar dibandingkan
stek berdiameter 1.5-1.9 cm (77.3%) dan stek berdiameter ≥3 cm (84.0%). Dalam
percobaan ini bibit banyak gagal terbentuk pada stek berdiameter 1.5-1.9 cm disebabkan
pembusukan terjadi sebelum terbentuk akar dan tunas, sedangkan pada stek berdiameter
≥3 cm disebabkan gagalnya stek membentuk akar walaupun berhasil membentuk tunas.
Kondisi ini sesuai dengan pendapat Hartmann et al. (2002) bahwa kematian yang tinggi
mungkin terjadi pada stek berdiameter kecil sebelum sempat membentuk akar. Namun
sering kegagalan membentuk tanaman muda terjadi pada stek berdiameter besar akibat
adanya hambatan pembentukan akar karena halangan oleh lingkaran jaringan sklerenkim
yang terbentuk (Howard, 1996).
Setelah pindah tanam, bibit jarak pagar yang diperoleh dari empat ukuran
diameter stek, memiliki kemampuan beradaptasi yang berbeda. Persentase bibit hidup
setelah dua bulan periode tumbuh di lapang, lebih tinggi pada stek berdiameter 2.0-2.4
cm, yaitu 100% dan diameter 2.5-2.9 cm sebesar 97.7% dibandingkan stek berdiameter 3
cm, yaitu 77.7% dan sebesar 82.3% pada stek berdiameter 1.5-1.9 cm. Tidak hanya pada
tingginya persentase bibit hidup, tanaman yang berasal dari stek berdiameter 2.0-2.4 cm
dan 2.5-2.9 cm, jumlah tanaman yang berbunga pada umur dua bulan setelah pindah
tanam berkisar 40-46.7%. Sementara itu tanaman dari ukuran diameter lainnya 13.3%
yang berbunga. Stek batang tengah (stek berdiameter 2.0-2.4 cm dan 2.5-2.9 cm)
memiliki daya adaptasi lebih baik dibandingkan stek pangkal (diameter 3 cm) dan stek
ujung (diameter 1.5-1.9 cm) dikarenakan kemampuan membentuk akar yang lebih baik
dan berimbang dengan pertumbuhan tajuk.
Gambar 5. menampilkan sosok bibit dari berbagai ukuran stek batang. Tajuk pada
stek berdiameter sedang nampak lebih lebat dibandingkan berdiameter besar dan kecil.
Tajuk bibit pada stek 25 cm lebih lebat dibandingkan tajuk pada stek 30 cm dan 20 cm
yang nampak lebih tinggi namun lebih kurus.

Gambar 5. Kondisi bibit tanaman jarak pagar saat umur 2 bulan setelah tanam stek.
Kiri : bibit dari ukuran panjang stek 30, 25, dan 20 cm.
Kanan : bibit dari ukuran stek berdiameter ≥ 3, 2.5–2.9, 2.0–2.4, dan
1.5–1.9 cm
18
Pertumbuhan, Perkembangan, dan Hasil Tanaman Asal Biji dan Stek

Selama periode dua tahun pertumbuhan, kondisi iklim wilayah disajikan pada
Tabel 8. Curah hujan tampak menurun seiring dengan pertambahan umur tanaman
selama dua tahun pertumbuhan. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman jarak pagar
berasal dari stek batang, biji yang dipangkas maupun tidak, memiliki pertumbuhan
vegetatif (tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang sekunder) tidak berbeda
nyata. Namun ketiga bahan perbanyakan tersebut berpengaruh nyata dalam jumlah
cabang primer. Tinggi tanaman jarak pagar berumur satu tahun 129.75 cm (asal stek),
166.39 cm (asal biji), dan 150.77 cm (asal biji yang kemudian dipangkas). Jumlah
cabang primer dan sekunder terus bertambah seiring bertambah umur tanaman. Cabang
sekunder terbentuk setelah tanaman berumur 4 bulan, setelah tanaman membentuk bunga
pada cabang primer.
Terkait pertumbuhan dan perkembangan generatif serta komponen hasil tanaman
jarak pagar, asal bahan tanaman berpengaruh nyata terhadap umur tanaman berbunga,
periode perkembangan kapsul, jumlah kapsul/tanaman, bobot kapsul/tanaman, dan
karakter fisik biji dan total hasil/tanaman, namun tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah malai/tanaman, jumlah kapsul/malai, diameter kapsul, bobot kapsul (data tidak
disajikan), dan kandungan minyak biji (Tabel 11).
Total bobot kering biji per tanaman pada tanaman berasal dari stek tidak berbeda
nyata dengan tanaman berasal dari biji yaitu masing-masing 340.3 g dan 289.9 g.
Keduanya berbeda nyata dengan total bobot biji kering per tanaman dari tanaman yang
berasal dari biji yang kemudian dipangkas, yaitu sebesar 195.6 g. Berdasarkan hasil biji
per tanaman yang diperoleh tersebut, maka produksi per hektar pada tahun pertama
siklus produksi dari masing-masing asal bahan tanaman tersebut adalah 880.8 kg/ha biji
kering dari tanaman asal stek, dan 749.8 kg/ha biji kering dari tanaman asal biji, serta
484.1 kg/ha biji kering dari tanaman asal biji yang kemudian dipangkas. Pada siklus
produksi tahun kedua ada beda nyata pada total bobot kering biji per hektar. Total
produksi biji kering per hektar mencapai 1,286.9 kg/ha pada tanaman asal biji yang
kemudian dipangkas, kemudian disusul 1,201.1 kg/ha pada tanaman asal biji, dan
1,087.4 kg/ha pada tanaman asal stek (Tabel 10).
Kandungan minyak kernel maupun biji jarak pagar (Tabel 11) dari masing-
masing asal bahan tanaman tidak berbeda nyata baik pada panen pertama maupun panen
kedua pada tahun pertama maupun kedua siklus produksi tanaman. Namun nampak ada
peningkatan kandungan minyak biji dari tahun pertama ke tahun kedua maupum dari
panen pertama ke panen kedua dari masing-masing tahun siklus produksi tersebut.

Tabel 8. Kondisi iklim wilayah penelitian selama tahun 2006-2008.


2008 (data sampai
Unsur Iklim 2006 2007
Oktober)
Curah hujan (mm) 965 716 589
Bulan Hujan 5 5 4
Hari Hujan 56 59 55
Suhu Udara (OC) minimum 24.7 25 25.6
Suhu Udara (OC) maksimum 31 32 32.7
Kelembaban Udara (%) 90 91 90
19
Tabel 9. Bobot kering biji per tanaman jarak pagar pada periode pertumbuhan
dua tahun.

Asal Bahan Bobot kering biji per tanaman (g)


Tanaman Tahun 1 Tahun 2
Panen 1 Panen 2 Panen 1 Panen 2
Stek 199.9 b 138.1 a 269.9 165.4 b
Biji 180.7 b 107.3 a 294.8 184.9 a
Biji+pangkas 135.4 a 61.9 b 320.1 194.9 a
LSD 5% 22.13 37.16 tn 15.13
Keterangan : Angka pada masing-masing kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda
nyata menurut LSD 5%. tn = tidak nyata

Tabel 10. Bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per petak, dan bobot
total biji kering per hektar.

Bobot kering biji per Bobot kering biji Bobot kering biji/ha
Asal Bahan tanaman per petak (kg)
Tanaman (g) (kg)
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 1 Tahun 2
Stek 340.3 a 433.9 8.5 a 10.3 b 880.8 a 1,087.4 b
Biji 289.9 a 477.8 7.2 a 11.5 ab 749.8 ab 1,201.1 ab
Biji+pangkas 195.6 b 515.7 4.7 b 12.2 a 484.1 b 1,286.9 a
LSD 5% 93.93 tn 1.82 1.63 133.26 155.45
Keterangan : Angka pada masing-masing kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda
nyata menurut LSD 5%, tn = tidak nyata

Tabel 11. Kandungan minyak kernel dan biji jarak pagar pada periode
pertumbuhan dua tahun

Kandungan minyak (% b/b)


Asal Bahan Tahun 1 Tahun 2
Tanaman Panen Musim Panen Musim Panen Musim Panen Musim
Penghujan Kemarau Penghujan Kemarau
Stek 48.3 (41.1) 49.3 (41.9) 49.6 (42.1) 49.9 (42.4)
Biji 48.5 (41.2) 51.2 (43.1) 50.9 (42.8) 51.1 (43.3)
Biji+pangkas 46.4 (39.4) 47.2 (40.1) 48.3 (41.1) 49.1 (41.7)
LSD 5% tn tn tn tn
Keterangan : angka dalam ( ) adalah kandungan minyak biji kering. tn = tidak nyata

Tabel 12. Hasil minyak biji jarak pagar per hektar

Asal Bahan Hasil Minyak Biji/ha (kg)


Tanaman Tahun 1 Tahun 2
Stek 368.2 a 454.5 b
Biji 320.2 b 513.2 a
Biji+pangkas 201.9 c 522.5 a
LSD 5% 40.8 30.6
Keterangan : Angka pada masing-masing kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda
nyata menurut LSD 5%.
20
Berdasarkan bobot biji kering yang diperoleh dan kandungan minyak biji, maka
Tabel 12 menjelaskan hasil minyak biji jarak pagar yang diperoleh dari masing-masing
tanaman yang berbeda asal bahan tanamannya. Hasil minyak per hektar tertinggi pada
tahun pertama diperoleh dari tanaman asal stek (368.2 kg/ha) dan terendah dari tanaman
asal biji yang dipangkas (201.9 kg/ha). Pada tahun kedua siklus produksi terjadi
perubahan hasil minyak, yaitu lebih tinggi hasil minyak dari tanaman asal biji (513.2
kg/ha) dan biji yang kemudian dipangkas (522.5 kg/ha) dibandingkan hasil minyak yang
diperoleh dari tanaman asal stek, yaitu 454.5 kg/ha.
Tanaman mengalami periode menggugurkan daun sehingga jumlah daun total
menurun seiring dengan bertambahnya umur hingga akhir tahun pertama. Demikian juga
pada tahun kedua siklus produksi, jumlah daun meningkat pada 5 bulan pertama,
kemudian menurun hingga akhir tahun kedua. Gambar 6. merupakan grafik yang
menjelaskan perkembangan jumlah total malai yang terbentuk, perkembangan tinggi
tanaman, perkembangan jumlah daun selama dua tahun periode pertumbuhan, dan
sebaran curah hujan di wilayah penelitian selama dua tahun (2006/2007–2007/2008).
Jumlah malai yang terbentuk pada awal pertumbuhan nampak lebih banyak terjadi pada
tanaman asal stek. Pada tahun kedua pertumbuhan tanaman asal biji menghasilkan
jumlah malai yang lebih banyak dibandingkan tanaman asal stek. Jumlah malai banyak
terbentuk pada saat curah hujan atau kelembaban tinggi. Demikian pula halnya dengan
pertumbuhan dan perkembangan tinggi tanaman nampak terhenti pada saat kelembaban
rendah. Jumlah daun juga mengalami penurunan akibat gugur pada saat curah hujan
rendah. Jumlah daun pada saat tanaman berumur 12 bulan (akhir siklus produksi tahun
pertama) berkisar 38-45 lembar dan berkisar 10-13 lembar pada saat berumur 24 bulan
(akhir siklus produksi tahun kedua). Daun pada saat umur 24 bulan tersebut merupakan
daun-daun yang baru terbentuk setelah melewati masa kering. Curah hujan yang tinggi
terjadi pada bulan November hingga April.
Tanaman berasal dari stek lebih cepat berbunga disebabkan oleh tingkat
kedewasaan tanaman asal stek lebih cepat dicapai dibandingkan tanaman berasal dari biji.
Kondisi ini sesuai dengan pendapat Hartmann et al. (2002) bahwa tanaman berasal dari
perbanyakan vegetatif memasuki fase generatif lebih cepat dibandingkan tanaman hasil
perbanyakan biji. Berbunganya tanaman asal biji yang dipangkas paling lambat
dikarenakan dampak pemangkasan menyebabkan perpanjangan masa atau periode
vegetatif.
Periode perkembangan kapsul pada tanaman berasal biji yang dipangkas
khususnya pada panen kedua yang terjadi pada musim kemarau (kering) lebih singkat
dibandingkan yang terjadi pada tanaman asal biji dan asal stek. Pemangkasan pada awal
pertumbuhan akan menyebabkan perubahan perbandingan karbon dan nitrogen pada
tajuk dan akar yang menyebabkan hambatan pertumbuhan pada kedua bagian tersebut
(Coombs et al., 1994) sehingga terjadi perpanjangan masa periode vegetatif (late
juvenile) (Ryugo (1988) selain itu kompleksitas protein tersimpan lebih sederhana yang
menandakan lebih mudanya tanaman dibandingkan tanaman yang tidak dipangkas
(Simon et al., 2003; Allen et al., 2007). Akibat dari itu tanaman yang dipangkas pada
tahun pertama akan lebih peka terhadap musim kering (Allen et al., 2007).
Rendahnya komponen hasil pada tanaman yang berasal dari biji yang kemudian
dipangkas dikarenakan tanaman mengalami perlambatan memasuki fase generatif.
Seperti dikatakan oleh Ryugo (1988) bahwa pemangkasan bagian tanaman tertentu
berakibat pada bobot awal dan pengaturan pertumbuhan kembali (regrowth) sehingga
memperpanjang masa periode vegetatif (late juvenile). Lebih tingginya komponen hasil
pada tanaman asal stek dikarenakan lebih awalnya pembungaan akibat tanaman asal stek
memiliki tingkat kedewasaan yang lebih tinggi. Tingginya komponen hasil pada tanaman
21
asal biji dikarenakan adanya sistem perakaran yang dalam dari akar tunggang
memungkinkan untuk dapat memanfaatkan kelembaban tanah lebih tinggi sehingga
masih dapat menjamin perkembangan kapsul dan biji lebih baik dibandingkan tanaman
asal biji yang dipangkas. Pada tanaman karet yang memiliki akar tunggang memiliki
potensi hasil sadapan yang tinggi dan masih menunjukkan pertumbuhan yang baik pada
kondisi musim kemarau (Aidin-Daslin et al.,1992). Selain itu, periode perkembangan
kapsul yang panjang terlebih bila terjadi pada kondisi lingkungan yang baik akan
menambah bobot biji dan meningkatkan persentase bunga jadi kapsul pada jarak pagar
(Foidl et al., 1996).
12

A 10
stek
biji
biji+pangkas
8
Jumlah malai bunga

0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

-2

250
Tinggi Tanaman (cm)

stek
biji
B 200 biji+pangkas

150

100

50

0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

300
C stek
Jumlah Daun (helai)

biji
250 biji+pangkas

200

150

100

50

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

400
Umur (bulan)
D 350
Curah Hujan Hujan

300

250
(mm)

200
Curah
(mm)

150

100

50

0
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
-50

bulan pada tahun-1 bulan pada tahun-2

Gambar 6. Grafik perkembangan jumlah total malai yang terbentuk (A),


perkembangan tinggi tanaman (B), perkembangan jumlah daun (C) selama
dua tahun periode pertumbuhan, dan sebaran curah hujan di wilayah
penelitian selama dua tahun (2006/2007-2007/2008) (D).
22
Hasil tanaman sebesar 880.78 kg/ha diperoleh dari pertanaman asal perbanyakan
stek, sedangkan dari pertanaman asal perbanyakan biji diperoleh produksi sebesar 749.81
kg/ha dan sebesar 484.11 kg/ha dari pertanaman asal biji yang kemudian dipangkas saat
berumur dua minggu setelah pindah tanam. Produksi sebesar 880.79 kg/ha mengungguli
produksi sebesar 400 kg/ha yang dilaporkan Jones dan Miller (1992) dan sebesar 794
kg/ha yang dilaporkan Heller (1996). Namun lebih rendah dari dibandingkan produksi
jarak pagar tahun pertama di Zulu-Afrika sebesar 6,250 kg/ha (Schmidt, 2003) dan
sekitar 1.5-2.3 ton/ha di Brazil (Jonnes dan Miller (1992).
Kandungan minyak biji dari tanaman asal stek, biji, dan biji yang kemudian
dipangkas berkisar 46.4-48.5%. Kandungan minyak tersebut diperoleh dari biji-biji yang
berkembang dan dipanen pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau
berkisar 47.1-51.2%. Oleh Aguirrezabal et al. (2003) dikatakan bahwa kandungan
minyak biji bunga matahari (Helianthus annuus L.) bervariasi bergantung pada tingkat
intensitas dan penerimaan radiasi matahari, tingkat kekeringan, dan periode pengisian
biji. Kandungan minyak biji nampak meningkat seiring dengan penambahan umur
tanaman yang dikarenakan tanaman pada umur dua tahun telah mendapatkan intensitas
budidaya yang lebih baik, seperti pemupukan dan pengaturan jarak tanam. Seperti
dikatakan Leon et al. (2003) bahwa konsentrasi minyak dapat diperbaiki melalui
pengaturan lingkungan tanam.

Pengaturan Jumlah Buah pada Malai

Tahapan pertumbuhan dan perkembangan kapsul disajikan pada Gambar 7.


Kapsul berukuran sangat kecil terbentuk pada 10 hari setelah anthesis (HSA). Biji mulai
berkembang setelah 20 HSA. Kapsul terus berkembang dan mencapai fase matang
sekitar 40-45 HAS, kemudian mencapai fase masak pada 55 HSA, dan akhirnya
memasuki fase senesen pada 60-65 HAS. Jadi pertumbuhan dan perkembangan kapsul
memerlukan waktu 60-65 HSA sedangkan perkembangan bunga dari sejak terbentuk
sampai anthesis memerlukan waktu berkisar 15-20 hari. Perkembangan organ generatif
dari sejak mulai berbunga hingga kapsul masak memerlukan waktu berkisar 75-85 hari.
Pengaturan jumlah kapsul per malai berpengaruh nyata terhadap bobot kapsul,
diameter kapsul, bobot kering biji per kapsul (Tabel 13), bobot kering biji per malai
(Tabel 14), dan persentase bobot kernel terhadap bobot biji. Bobot kapsul menurun
dengan semakin banyak muatan kapsul per malai. Demikian pula fenomena yang sama
terjadi pada diameter kapsul, bobot kering biji per kapsul, bobot kering biji per malai,
dan persentase bobot kernel terhadap bobot total biji.

Tabel 13. Bobot kering biji per kapsul pada masing-masing tahapan perkembangan.

Jumlah kapsul Tahap Perkembangan Kapsul


per Tandan Immature Near mature Mature Ripe Over ripe
……………………….. g …………………………………
5 0.4 a 1.4 a 2.1 a 2.9 a 2.8 a
10 0.4 a 1.1 ab 1.9 a 2.7 b 2.6 b
15 0.3 b 1.1 ab 1.8 b 2.5 c 2.4 c
20 0.3 b 0.9 b 1.6 c 2.4 c 2.4 c
25 0.3 b 0.9 b 1.5 c 2.3 c 2.3 c
HSD 5% 0.04 0.3 0.15 0.15 0.12
Keterangan : Angka pada masing-masing kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda
nyata menurut HSD 5%.
23
Tabel 14. Bobot kering biji per malai pada masing-masing tahapan perkembangan.

Jumlah kapsul Tahap Perkembangan Kapsul


per Tandan Immature Near mature Mature Ripe Over ripe
……………………….. g …………………………………
5 1.8 b 6.6 d 10.3 e 14.4 e 14.1 e
10 3.0 ab 11.1 c 19.9 d 26.7 d 26.4 d
15 4.1 ab 15.7 b 26.5 c 36.9 c 36.1 c
20 5.4 ab 17.4 b 31.2 b 47.4 b 46.3 b
25 6.7 a 21.7 a 38.3 a 58.5 a 57.7 a
HSD 5% 0.42 3.55 4.72 6.56 9.23
Keterangan : Angka pada masing-masing kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda
nyata menurut HSD 5%.

Tabel 15. Jumlah daun per kapsul pada masing-masing tahapan perkembangan

Jumlah kapsul Tahap Perkembangan Kapsul


per Tandan Immature Near mature Mature Ripe Over ripe
……………………….. helai …………………………………
5 8.5 c 8.5 c 8.3 c 7.1 c 2.8
10 4.5 b 4.4 b 4.4 b 3.8 b 1.6
15 2.9 ab 2.9 ab 2.8 ab 2.4 ab 0.9
20 2.1 ab 2.1 ab 2.0 ab 1.8 a 0.7
25 1.8 a 1.8 a 1.7 a 1.5 a 0.6
HSD 5% 2.54 2.47 2.41 2.37 tn
Keterangan : Angka pada masing-masing kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda
nyata menurut HSD 5%. tn = tidak nyata

Tabel 16. Luas daun per kapsul pada masing-masing tahapan perkembangan.

Jumlah Kapsul Tahap Perkembangan Kapsul


per Tandan Immature Near mature Mature Ripe Over ripe
……………………….. cm2 …………………………………
5 1545.9 d 1384.7d 1293.9 d 1149.9 d 484.5 d
10 768.2 c 724.4 c 648.1 c 597.9 c 270.6 c
15 525.4 b 502.4 b 443.4 b 417.8 b 167.2 b
20 394.1 a 381.4 a 331.6 a 301.8 a 121.0 ab
25 334.6 a 309.5 a 278.2 a 256.8 a 99.9 a
HSD 5% 99.65 109.44 108.52 95.78 45.64
Keterangan : Angka pada masing-masing kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda
nyata menurut HSD 5%.

Ada pengaruh nyata pengaturan kapsul per malai terhadap luas dan jumlah daun
pada percabangan tempat malai tumbuh dan berkembang.Luas daun dan jumlah daun per
kapsul (Tabel 15 dan 16) berkurang seiring dengan semakin bertambah muatan kapsul
per malai. Berkurangnya luas dan jumlah daun juga terjadi seiring dengan pertumbuhan
dan perkembangan kapsul.
Tidak ada pengaruh nyata pengaturan kapsul per malai terhadap kadar minyak
kernel (Tabel 17) dan kadar air biji. Seiring dengan semakin bertambah umur kapsul
kadar minyak meningkat hingga fase masak (kuning) dan menurun kembali pada saat
senesen (kapsul mengering). Perolehan minyak tiap malai meningkat seiiring dengan
24
meningkatnya jumlah kapsul per malai maupun seiring dengan semakin berkembangnya
kapsul hingga tingkat kematangan masak (ripe), namun menurun pada tingkat senesen
(over ripe) (Tabel 18).

Tabel 17. Kadar minyak kernel pada masing-masing tahapan perkembangan.

Jumlah kapsul Tahap Perkembangan Kapsul


per Tandan Immature Near mature Mature Ripe Over ripe
……………………….. % ………………………….
5 7.8 20.7 41.8 51.8 46.1
10 7.5 20.9 41.1 50.5 45.3
15 7.3 19.6 39.2 49.9 44.0
20 7.1 18.2 35.5 48.4 42.9
25 5.8 18.1 34.2 48.0 43.4
tn tn tn tn tn
Keterangan : tn = tidak nyata

Tabel 18. Hasil minyak per malai pada masing-masing tahapan perkembangan.

Jumlah kapsul Tahap Perkembangan Kapsul


per Tandan Immature Near mature Mature Ripe Over ripe
………….……………… g ……………………………
5 0.1 1.4 4.3 c 7.5 e 6.5 e
10 0.1 2.3 8.2 b 13.5 d 11.9 d
15 0.3 3.1 10.4 b 18.4 c 15.8 c
20 0.4 3.2 11.1 ab 22.9 b 19.9 b
25 0.4 3.9 13.1 a 28.1 a 25.0 a
HSD 5% tn tn 2.26 4.34 3.77
Keterangan : Angka pada masing-masing kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata.

Hasil percobaan ini sejalan dengan Mc-Fadyen et al. (1996) bahwa semakin
banyak buah yang terbentuk dan berkembang pada suatu tanaman akan menyebabkan
berkurangnya ukuran individu buah. Sebagai manifestasi berkurangnya bobot kapsul,
maka terjadi pula penurunan bobot kering biji per kapsul (Tabel 13). Namun demikian
bila dilihat pada bobot kering biji per malai masih terjadi peningkatan seiring dengan
semakin meningkat jumlah kapsul per malai (Tabel 14). Karena pemuatan kapsul per
malai tidak berpengaruh nyata pada kadar minyak kernel (biji) (Tabel 17), maka masih
diperoleh hasil minyak yang lebih banyak pada pemuatan hingga 25 kapsul/malai.
Menurunnya pertumbuhan kapsul yang ditandai dengan semakin ringan bobot
kapsul pada jumlah muatan kapsul yang banyak dibandingkan dengan bobot kapsul pada
jumlah muatan yang sedikit disebabkan karena ketersediaan asimilat pada kapsul yang
ditransfer oleh daun. Menurunkan nisbah sink-source melalui pengurangan jumlah
kapsul per malai dan pengurangan jumlah maupun luas daun (Tabel 15 dan 16)
menyebabkan pengurangan bahan kering yang didistribusikan ke buah sehingga
menurunkan berat individu kapsul dan juga bobot biji per kapsul (Tabel 13). Kondisi ini
juga mengindikasikan bahwa perbedaan jumlah daun dan luas daun untuk masing-
masing kapsul tidak berpengaruh terhadap kadar minyak biji. Hasil percobaan ini sejalan
dengan yang ditemukan pada tomat oleh Heuvelink dan Buiskool, (1995), bahwa jumlah
maupun luas laun yang tinggi tidak menyebabkan semakin meningkatnya kandungan gizi
buah. George et al. (1996) melaporkan bahwa berat dan kualitas nutrisi buah persimmon
25
(Diospyros kaki L.) tidak berkorelasi dengan luas daun, jumlah daun per buah, dan
panjang tajuk berbuah sehingga variabel ini tidak dapat digunakan sebagai dasar
penjarangan atau ukuran akhir daripada buah yang dingin diperoleh.
Hasil suatu tanaman dapat dibatasi oleh aktivitas sumber (source) seperti
fotosintesis pada daun atau oleh keberadaan lubuk (sink) yang menggunakan fotosintat
hasil source (Egli, 1999). Pemuatan berkisar 5-25 kapsul per malai yang juga berarti
pengaturan nisbah sink-source pada tanaman jarak mempengaruhi metabolisme sukrose
dan pati sehingga mempengaruhi pertumbuhan kapsul berikut biji yang ada di dalamnya.
Namun demikian perbedaan tersebut belum menghasilkan perbedaan jumlah minyak
yang berhasil dikonversikan dan kemudian ditumpuk pada biji. Dengan demikian,
pemuatan hingga 25 kapsul per malai masih menguntungkan bagi pertanaman jarak
pagar.

Panen dan Hasil Tanaman

Sehubungan dengan proses pematangan kapsul pada tiap malai tidak serempak,
maka panenan dilakukan beberapa kali untuk memilih kapsul berwarna kuning. Untuk
ekotipe yang proses pematangan kapsul tiap malai tidak serempak diperlukan waktu atau
lama periode pematangan dari fase matang-hijau tua (mature) menjadi masak-kuning
(ripe), dan dari masak-kuning menjadi senesen-kering (over ripe) adalah rata-rata 9.8
hari (7.6-11.7 hari). Pemanenan terhadap kapsul masak (berwarna kuning) untuk tiap
malai berisikan rata-rata 10-15 kapsul diperlukan 2-3 kali panenan.
Jika, tenaga kerja merupakan suatu faktor yang membatasi perolehan hasil, maka
panen dapat dilakukan sekaligus, yaitu memanen seluruh kapsul dengan memotong malai.
Tingkat kematangan kapsul tentunya harus pada kondisi sebagian besar dari kapsul telah
berwarna kuning (ripe) dan kuning kehitaman atau mulai mengering (over ripe) dengan
sebagian kecil yang masih berwarna hijau (mature).
Produktivitas jarak pagar dilaporkan sangat bervariasi, selain itu saat ini
informasi hasil dari suatu areal pertanaman yang dikelola dengan baik belum ada. Hal ini
dapat dipahami, karena areal pertanaman jarak pagar dalam bentuk pertanaman intensif
masih dalam fase awal pertumbuhan dan baru berlangsung dua tahun. Saxena (2005)
menyatakan bahwa jika tanaman jarak pagar ditanam di lahan dengan kondisi tanah baik
akan diperoleh hasil biji 5 ton/ha/tahun, sedangkan pada lahan marginal diperoleh hasil
biji 1.5 ton/ha/tahun. Hasil sebesar 5 ton/ha/tahun juga dinyatakan oleh pakar jarak pagar
dalam konferensi di Wageningen, Belanda pada Maret 2007 lalu sebagai target hasil
tanaman yang dikembangkan pada lahan marginal.
Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa ekotipe Lombok Barat, Sumbawa, Bima,
dan IP-1A merupakan ekotipe yang memiliki potensi hasil tinggi. Pada ekotipe ini
dijumpai jumlah kapsul per malai rata-rata 13-15 (7–29) dengan rata-rata 5 cabang
primer dan 8-10 cabang sekunder saat tanaman berumur dua tahun. Jika, tanaman ini
digunakan sebagai bahan perbaikan produktivitas sangat memungkinkan diperoleh jenis
jarak pagar yang memiliki potensi hasil tinggi. Leon et al. (2003) mengatakan bahwa
perbaikan hasil dan kandungan minyak pada biji bunga matahari dapat dilakukan dengan
memilih tanaman unggul dan kemudian menanamnya dan memilih turunannya untuk
kemudian diseleksi lagi.
Jika sasaran pengembangan tanaman jarak pagar diarahkan untuk menciptakan
tanaman berpotensi hasil biji kering 5 ton/ha/tahun atau 2 kg/tanaman/tahun, maka
berdasarkan hasil penelitian ini, maka tanaman jarak pagar ideal tersebut harus memiliki
minimal 40 malai/tanaman dengan masing-masing pada malai terdapat minimal 25
26
kapsul atau tanaman jarak pagar dengan minimal memiliki 50 malai/tanaman dan pada
setiap malai terdapat minimal 20 kapsul.
Sehubungan dengan hasil penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa hasil yang
tinggi diharapkan hanya akan dicapai dari suatu tanaman jarak pagar yang telah
teridentifikasi atau telah mendapatkan perbaikan karakter khususnya karakter yang
mempengaruhi hasil. Oleh karena itu, maka masih perlu dilakukan penelitian
pengembangan tanaman ini, dan hal ini memerlukan waktu yang cukup panjang.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perbedaan yang ada di antara tanaman jarak pagar ekotipe Lombok Barat, Lombok
Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Bima, Palu, dan IP-1A dominant pada komponen
hasil dibandingkan pada komponen vegetatif. Potensi hasil biji kering pada tahun
pertama budidaya dari ekotipe Lombok Barat, Sumbawa, Bima, dan IP-1A adalah
674.7 kg/ha, 551.1 kg/ha, 604.7 kg/ha, dan 656.5 kg/ha. Pada tahun kedua, hasil biji
kering ke-empat ekotipe tersebut berturut-turut adalah 1,213.6 kg/ha, 1,145.5 kg/ha,
1,180.3 kg/ha, dan 1.215.2 kg/ha.
2. Pertanaman jarak pagar asal stek berpotensi hasil hanya pada tahun pertama yaitu
749.8 kg/ha bila dibandingkan hasil dari tanaman asal biji dan biji yang kemudian
dipangkas. Namun pada tahun kedua, hasil yang lebih tinggi diperoleh dari tanaman
asal biji yang kemudian dipangkas, yaitu 1,286.9 kg/ha dan dari tanaman asal biji,
yaitu 1,201.1 kg/ha.
3. Bobot kering biji per kapsul menurun seiring dengan semakin banyak jumlah kapsul
per malai, namun bobot kering biji per malai dan bobot minyak per malai meningkat
sehingga pemuatan sampai 25 kapsul/malai masih memberikan keuntungan bagi
diperolehnya hasil minyak yang tinggi. Kandungan minyak biji tertinggi diperoleh
pada kondisi buah masak kuning (rape).
4. Media campuran tanah-pasir (1:1 v/v) merupakan macam media yang sesuai untuk
digunakan pada pembibitan tanaman jarak pagar baik baik asal biji dan stek.
5. Stek batang dengan panjang 20-30 cm dan stek batang berdiameter 2.0-2.4 cm dan
2.5-2.9 cm baik digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman jarak.

Saran

1. Jarak pagar ekotipe Lombok Barat, Sumbawa, Bima, dan IP-A dapat digunakan
sebagai bahan tanaman dalam pengembangan pertanaman jarak pagar berpotensi
hasil tinggi
2. Agar diperoleh hasil yang tinggi dari suatu pertanaman jarak pagar, maka bahan
tanaman untuk perbanyakan sebaiknya menggunakan biji.
3. Pengendalian atau pengaturan jumlah kapsul tiap malai tidak perlu dilakukan, karena
pemuatan mencapai 25 kapsul per malai tidak akan menyebabkan penurunan
perolehan hasil biji kering maupun hasil minyak. Panen sebaiknya dilakukan saat
kapsul telah masak (ripe) dengan ciri kapsul telah berwana kuning.
4. Pembibitan jarak pagar sebaiknya menggunakan media perbanyakan berupa tanah-
pasir (1:1 v/v).
27
DAFTAR PUSTAKA
Acquaah, G. 2002. Horticulture – Principles and Practices. Second Edition. Pentice Hall, New
Jersey
Aguirrezabal, LAN., Y Lavaud, GAA Dosio, NG Izquierdo, FH Andrade, LM Gonzalez. 2003.
Intercepted solar radiation during seed filling determines sunflower weight per seed and
oil concentration. Crop Sci. 43:152-161.
Aidin-Daslin, D Sitompul, R Azwar. 1992. Bahan tanaman karet anjuran untuk tanaman industri.
Dalam Basuki et al. (Eds). Prosiding Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet,
Medan, 7-9 Desember, 1992.p:261-266.
Allen, MT, P Prusinkiewics, RR Favreau, TM Dejong. 2007. L-peach and L-system-based model
for simulating architecture, carbohydrate source-sink interactions and physiological
responses of growing trees. In Vos, J., L.F.M. Marcelis, P.H.B de Visser, P.C. Struik, J.B.
Evers (eds). Functional Structural Plant Modelling in Crop Production,. Springer,
Netherlands. p:139-150.
Araya, HT. 2005. Seed germination and vegetative propagation of bush tea (Athrixia phylicoides).
[Thesis] Pretoria : Faculty of Natural and Agricultural Sciences, University of Pretoria.
Breedlove, D., L Ivy, T Bilderback. 1999. Comparing Potting Substrate for Growing “Hershey
Red” Azalea. Proceeding of Southern Nurserymen’s Association. Research
Conference.Vol.44:71-75.
Broussard C., E Bush, A Owings. 1999. Effect of Hardwood and Pine Bark on Growth Response
of Woody Ornamental. Proceeding of Southern Nurserymen’s Association. Research
Conference.Vol.44:57-60.
Callaham, RZ. 1999. Provenance Research : Investigation of Genetic Diversity Associated with
Geography. FAO Corporate Document Repository – FAO/IUFRO Meeting on Forest
Genetic.
Coombs, D., P Blackburne-Maze, M Cracknell, R Bentley. 1994. The Complete Book of Pruning.
Ward Lock, London.
Course, KK., DH Tatum. 1998. Effects of Composted Cotton Gin Trash on Growth Substrates.
Proceeding of Southern Nurserymen’s Association. Research Conference.Vol.43:23-25.
Daryanto, A. 2005. Analisis Kebijakan Pemerintah di Bidang Energi: Penanaman Jarak Pagar
sebagai Solusi Alternatif Pengadaan Sumberdaya Energi Terbarukan Seminar Nasional
“Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) untuk Biodiesel dan Minyak
Bakar”. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi-LPPM IPB, Kampus IPB Gunung
Gede, Bogor. 22 Desember 2005.
Dwary, A., M Pramanick. 2006. Jatropha – a biodiesel for future. Everyman’s Sci. XL(6):430-
432.
Egli, DB. 1999. Variation in Leaf Starch and Sink Limitation During Seed Filling in Soybean.
Crop Sci. 39:1361-1368.
Frey, KJ. 1981. Plant Breeding II. Iowa. The Iowa State University Press.
Foidl, N., G Foidl, M Sanchez, M Mittelbach, S Hackel. 1996. Jatropha curcas As a Source for
Production of Biofuel in Nicaragua. Biores. Technol. 58:77-82.
George, AP., RJ Nissen, RJ Collin, TS Rasmussen. 1996. Effect of Shoot variable and Canopy
Position on Fruit Set, Fruit Quality and Starch Reserves of Persimmon (Diospyros kaki
L.) in Subtropical Australia. J. of Hort.Sci. 71 (2)217-226.
Ginwal, HS., PS Rawat, RL Srivastava. 2004. Seed Source Variation in Growth Performance and
Oil Yield of Jatropha curcas Linn. In Central India. Silvae Genetica 53, 4: 186-192.
Hartmann, HT., DE Kester, FT Davies, Jr., RL Geneve. 2002. Plant Propagation : Principles
and Practices. Printice Hall Inc. 770p.
Hasnam. 2006. Variasi Jatropha L. Info-Tek Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Puslitbangbun,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol.1,No.2, Februari 2006.
28
Hasnam, Z Mahmud. 2006. Pedoman Umum Perbenihan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.).
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Departemen Pertanian.
Heller, J. 1996. Physic Nut, Jatropha curcas L. – Promoting the Conservation and Use of
Underutilized and Neglected Crop 1. International Plant Genetic Resources Institure.
Rome. 66p.
Henning, R. 1996. Combating Desertification : The Jatropha Project of Mali, West Africa.
Aridland No.40, Fall/Winter 1996. The CCD, Part I : Africa and The Mediterranean.
http://ag.arizona.edu/OALS/ALN/aln40/jatropha.html [Januari 2006].
Henning, R. 1998. Fighting Desertification by Integrated Utilisation of the Jatropha Plant-an
Integrated Approach to Supply Energy and Create Income for Rural Development.
www.jatropha.org [Januari 2006].
Henning, R. 2000.The Jatropha Booklet. A Guide to The Jatropha System and Its Dissemination
in Zambia, produced for GTZ-Support-Project Southern Province, Zambia.
http//www.jatropha.de/documents/jcl-booklet.pdf [Januari 2006].
Heuvelink, E., RPM Buiskool. 1995. Influence of Sink-Source Interaction on Dry Matter
Production in Tomato. Ann. Bot. 75:381-389.
Howard, BH. 1996. Relation between shoot growth and rooting of cutting in three contrasting
species of ornamental shrubs. J. Hort. Sci., 71:591-606.
Jones, N., JH Miller. 1992. Jatropa curcas. A Multipurpose Spesies for Problematic Sites. The
World Banks Report. Asia Technical Department. Agriculture Division. 11p.
Kadiman, K. 2006. Pengembangan Teknologi Bioenergi di Indonesia. Seminar Nasional
Pengembangan dan Pemanfaatan Jarak Pagar Sebagai Bio-Energi di Indonesia. Hotel
Shangri-La, Jakarta 25 Februari 2006.
Keraf, S. 2006. Kebijakan Energi Nasional. Seminar Nasional Pengembangan dan Pemanfaatan
Jarak Pagar Sebagai Bio-Energi di Indonesia. Hotel Shangri-La, Jakarta 25 Februari
2006.
Krisnamurthi, B. 2006. Pengembangan Bahan Bakar Nabati/BBN (Biofuel) dan Kebijakan
Diversifikasi Energi. Lokakarya Status Teknologi Budidaya Jarak Pagar “Teknologi dan
Benih Unggul Harapan Indonesia”. Puslitbang Perkebunan-Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta, 11-12 April 2006.
Leakey, RRB. 1999. Nauclea diderrichii : rooting of stem cuttings, clonal variation in shoot
dominance, and branch plagiotropism. Trees, 4:164-169.
Lele, S. 2005. The cultivation of Jatropha curcas. Strategies and institutional mechanisms for
large scale cultivation of Jatropha curcas under agroforestry in the context of the
proposed biofuel policy of India. www.svlele.com [Januari 2006].
Leon, AJ., FH Andrade, M Lee. 2003. Genetic Analysis of Seed-Oil Concentration Across
Generation and Environments in SunFlower. Crop Sci. 43:135-140.
Mahmud, Z., AA Rivaie, D Allorerung. 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Jarak Pagar (Jatropha
curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Edisi-2. Jakarta:Deptan.
Makkar, HPS., K Becker, F Sporer, M Wink. 1997. Studies on Nutritive Potential and Toxic
Constituents of Different Provenances of Jatropha curcas. J. Agric. Food Chem.
45:3152-3157.
Manurung, R. 2006. Minyak Jarak Pagar Murni (Pure Jatropha Oil) Bahan Baku Pengganti
Bahan Bakar Minyak. Seminar Nasional Pengembangan dan Pemanfaatan Jarak Pagar
Sebagai Bio-Energi di Indonesia. Hotel Shangri-La, Jakarta 25 Februari 2006.
McFadyen, LM., RJ Hutton, EWR Barlow, 1996. Effect of Crop Load on Fruit Water Relation
and Fruit Growth in Peach. J. Hort. Sci. 71:469-480.
Palanisamy, K., P Kumar. 1997. Effect of position, size of cutting and enrironmental factors on
adventitious rooting in neem (Azadirachta indica A. Juss). For. Ecol. Manage. 98:277-
288.
Ryugo, K. 1988. Fruit Culture : Its Science and Art. John Wiley and Sons.
29
Saad, S. 2006. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Melalui Pengembangan Jarak Pagar.
Seminar Nasional Pengembangan dan Pemanfaatan Jarak Pagar Sebagai Bio-Energi di
Indonesia. Hotel Shangri-La, Jakarta 25 Februari 2006.
Saxena, M. 2005. Jatropha curcas L., An Excellent Source of Renewable Energy in Dry Areas.
Current Science. Vol.88, No.10.
Schmidt, B. 2003. Jatropha Kwa-Zulu-Natal, Exploratory Mission. In DOVE-Biotech (Ed).
Jatropha curcas - An International Botanical Answer to Biodiesel Production and
Renewable Energy. DOVE Biotech LTD, Sathorn, Bangkok, Thailand.
www.Dovebiptech.com. [November 2006].
Siagian, Sutardi, Indraty, IS. 1994. Umur bibit dan daya adaptasi pasca penanaman bibit karet
(Hevea braziliensis). Risalah Penelitian. Research Centre Getas, Salatiga. 18:12-18.
Simon, JC., A Jacquet, ML Decau, E Goulas, F Le-Dily. 2003. Influence of cutting frequency on
the morphology and the C and N reserve status of two cultivars of white clover
(Trifolium repens L.). Europ. J. Agron. 20:341-350.
Siregar, H., Harianto, NA Achani. 2005. Analisis Usahatani dan Skala Usaha Tanaman Jarak.
Seminar Nasional Pengembangan Jarak Pagar untuk Biodiesel dan Minyak Bakar.
Diselenggarakan Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, Institut Pertanian Bogor. 22
Desember 2005.
Sudarmadji, S., B Haryono, Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan Dan
Pertanian. Edisi 4. Liberty, Yogyakarta.112hal.
Wiley, EO. 1981. Phylogenetic – The Theory and Practice of Phylogenetics Systematics. New
York. John Wiley&Son Interscience Publication. p:318.
Wilson, PJ. 1993. Propagation characteristics of Eucalytus globules Labill. spp. globules stem
cutting in relation to their original position in the parent shoot. J. Hort. Sci. 68(5): 715-
724.
Wolf, B. 1996. Diagnostic Techniques for Improving Crop Production. Food Products Press. An
Imprint of The Haworth Press, Inc. 426p.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai