Anda di halaman 1dari 27

LO. 1.

MM Anatomi Pernafasan Bawah


1.1 Makro

1) Trachea

a) Trachea terdiri dari tulang rawan dan otot yang berbentuk pipa, panjangnya 12 cm untuk
pria dan 10 cm untuk wanita
b) terletak di tengah-tengah leher sampai incisura jugularis dibelakang manubrium sterni
c) masuk ke cavum toraks melalui apertura thoracis superior,pada mediastinum superior.
d) Dimulai dari bagian bawah cartilago cricoid, sampai bercabang menjadi bronkus dextra
dan sinistra.
e) Percabangan menuju bronkus dextra dan sinistra disebut “bifurcatio trachea”
f) Terdiri dari 16-20 cincin berbentuk lingkaran, berhubungan dengan laring melalui lig.
Cricotrachealis.
g) Diantara tulang rawan terdapat jar ikat lig. Intertrachealis (lig.annulare)

2) Bronchus

Terdiri dari bronchus dextra dan sinistra, brouncus akan memberikan cabat cabang ke setiap
lobus paru
a) Bronchus dextra, terdiri dari 10 buah cabang segmen bronchiolus / broncho pulmonalis
segmen (BPS)
a.1 Lobus Superior, mempunyai 3 buah BPS : Segmen apikal, posterior, anterior
a.2 Lobus Media, mempunyai 2 buah BPS : Segmen lateral dan medial
a.3 Lobus Inferior, mempunyai 5 buah BPS : Segmen superior, media, lateral,
anterior, dan posterior
b) Bronchus sinistra, terdiri dari 9 buah cabang BPS
b.1 Lobus superior, mempunyai 4 buah segmen : Cabang atas (2 buah)  apico
posterior dan anterior. Cabang bawah (2 buah)  Segmen superior dan inferior
b.2 Lobus Inferior, mempunyai 5 buah segmen : Segmen superior, mediobasal,
laterobasal, anterobasal, posterobasal.
3) Paru-paru

Paru - paru (pulmo) berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis, dan
terdapat bebas di dalam cavitas pleuralisnya;hanya diletakkan pada mediastinum oleh radix
pulmonis. Masing-masing paru mempunyai apex pulmonis yang tumpul,yang menonjol ke atas
ke dalam leher sekitar 2,5 cm di atasclavicula. Basis pulmonis yang konkaf merupakan tempat
yangterdapat diaphragma. Facies costalis yang konveks disebabkanoleh dinding thorax yang
konkaf. Facies mediastinaliis yang konkaf merupakan cetakan pericardium dan struktur
mediastinum lainnya.Di sekitar pertengahan facies mediastinalis ini, terdapat hilum pulmonis,
yaitu suatu cekungan tempat masuknya bronchus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk
radix pulmonis masukdan keluar dari paru.
Margo anterior paru tipis dan meliputi jantung. Pada margoanterior pulmo sinister,
terdapat incisura cardiaca pulmonissinistri. Pinggir posterior lebih tebal dan terletak di samping
columna vertebralis. Pulmo dexter sedikit lebih besar dari pulmo sinister dan dibagioleh fissura
obliqua dan fissura horizontalis pulmonis dextri menjadi tiga lobus: lobus superior, lobus
medius, dan lobus inferior. Fissura obliqua berjalan dari pinggir inferior ke atas dan ke
belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir posterior sekitar
6,25 cm di bawah apex pulmonis. Fissura horizontalis berjalan menyilang permukaan costalis
setinggi cartilago costalis IV dan bertemu dengan fissura obliqua pada linea axillaris media.
Lobus medius merupakan lobus kecil berbentuk segitiga yang dibatasi oleh fissura horizontalis
dan fissura obliqua.
Pulmo sinister dibagi oleh fissura obliqua dengan cara yangsama menjadi dua
lobus, lobus superior dan lobus inferior. Pada pulmo sinister, tidak terdapat fissura horizontalis.

Pembuluh Darah Paru


terdapat dua pembuluh darah :
A. Pulmonalis dan A. Bronkialis
- Pulamonalis : arteri tipe elastis berisi darah venosa yang berasal dari ventrikel kanan
jantung
- Arteri bercabang-cabang berjalan bersama cabang bronkus sampai bronkiolus
respiratorius
- Bagian akhir arteriolnya akan membentuk jala-jala kapiler yang mengelilingi alveolus dan
terletak di septum interalveolaris
- Venula yang berasal dari pleksus bersama dengan cabang dari pleura akan berjalan dalam
septum interlobularis kemudian membentuk V. Pulmonalis yang akan masuk ke atrium
kiri jantung
- A. bronkialis lebih kecil dari A. Pulmonalis → berisi darah arteri yang berasal dari aorta
atau A. interkostalis
- Cabang-cabangnya akan memasuki dinding bronkus dan jaringan sekitarnya
- Di daerah duktus alveolaris terdapat anastomosis antara kapiler-kapiler dari A. Pulmonalis
dan A. Bronkialis
- Darah venosa akan kembali melalui V. Bronkialis dan bermuara ke V. Pulmonalis
- Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae bronchiales
yang merupakan cabang aorta ascendens.Venae bronchiales (yang berhubungan dengan
venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos.Alveoli
menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae pulmonales. Darah
yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke cabang-cabang venae
pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septaintersegmentalis ke radix pulmonis. Dua
venae pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium
sinistrum cor.

Pembuluh Limf Paru


- Terdapat 2 sistem aliran getah bening , yaitu aliran di permukaan / pleura dimana
pembuluh limf yang terdapat di bawah pleura viseralis membentuk anyaman dan
menyalurkan ke kelenjar getah bening di hilus paru
- Aliran di bagian dalam paru merupakan pembuluh limf di tepi lobulus dan isinya dialirkan
melalui bagian tepi paru ke hilus
- Semua limf yang lebih dalam berjalan bersama-sama bronkus , A. Pulmonalis dan V.
Pulmonalis dialirkan ke kelenjar limf di hilus

Persarafan Paru
Serabut aferrent dan eferrent visceralis berasal dari truncus sympaticus dan serabut
parasympatiscus berasal dari nervus vagus.
1. Serabut symphatis
Truncusympaticus kanan dan kiri memberikan cabang – caang pada paru membentuk
plexus pulmonalis yang terletak didepan dan dibelakang broncus prim. Fungsi saraf
sympatis untuk merelaxasi tunica muscularis dan menghambat sekresi bron cus.
2. Serabut para sympatikus
Nervus vagus kanan dan kiri juga memberikan cabang – cabang pada plexus pulmonalis
kedepan dan kebelakang. Fungsi saraf parasympaticus untuk konstraksi tunica muscularis
akibatnya lumen menyempit dan merangsang sekresi broncus, bronchokonstrinksi,
vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar.

1.2 Mikro

1) Trachea

Dinding trakea mempunyai empat lapisan : Mukosa dalam, submukosa, muskularis yang tidak
berbatas tegas dan lapis adventisia luar.
Sel epitel trakea : Epitel berlapis torak bersilia yang mengandung 6 jenis sel atau lebih, yaitu :
a. Sel Goblet
Mensintesis dan mensekresi butiran – butiran mukus. Melalui rangsangan yang cukup,
sel goblet akan melepaskan butiran mukus dan beberapa deretan sitoplasma di apikal
(sekresi apokrin)
b. Sel Bersilia
Mempunyai sejumlah silia menonjol ke dalam mukus dan bergerak ke arah laring.
c. Sel pendek yang belum derdiferensiasi, namun sel-sel ini mampu membelah dan bisa
berdiferensiasi menjadi sel jenis lainnya dalam epitel
d. Dua jenis brush sel : 1. Sel sikat yang mempunyai mikrovili yang sangat panjang
dipersarafi oleh serat-serat saraf aferen kecil. 2. Sel sikat yang punya sepasang sentriol
apikal dan mungkin sel pendek salam proses diferensiasi menjadi sel bersilia.
e. Sel bergranula kecil yang terletak di basal dipenuhi dengan granula dalam sitoplasma.
Granula ini bahan seperti katekolamin yang mengatur aktivitas sekresi sel-sel goblet
dan kelenjar dan yang mempengaruhi aktivitas silia. Biasanya granula terletak di bagian
basal sel dekat pembuluh darah mukosa, yang diduga membawa hasil sekresinya.
Dinding trakea juga mengandung tulang rawan berbentuk huruf C. Bagian terbuka dari
C menghadap ke posterior, ke arah esofagus, dan dijembatani oleh jaringan ikat dan
berkas serat-serat otot polos. Perikondrium tulang rawan trakea menyatu dengan
jaringan ikat yang dipenuhi lemak dari tunika adventisia, yang juga mengandung
pembuluh darah, saraf dan pembulu getah bening.

2) Bronkus dan Bronkiolus


Bronkus
- Trakea bercabang menjadi 2 bronkus primer
- Bronkus primer masuk ke jaringan melalui hilus dan bercabang menjadi 2 bronkiolus
sekunder (sisi kiri) dan 3 bronkiolus sekunder sisi kanan
- Tiap bronkus sekunder untuk satu lobus paru
- Bronkus sekunder/bronkus lobaris bercabang menjadi bronkiolus
- Bronkus sebelum masuk ke paru → bronkus ekstrapulmonal (struktur = trakea , diameter
lebih kecil)
- Masuk ke paru → bronkus intrapulmonal (masih ada tulang rawan), lumen diliputi epitel
bertingkat torak bersilia dengan sel goblet
- Terdapat kelenjar campur di lamina propria
- Otot polos mengelilingi bronkus (spiral)

Bronkiolus
- Diameter kurang 1 mm
- Tidak terdapat tulang rawan
- Epitel selapis torak bersilia dengan beberapa sel goblet
- Tanpa kelenjar
- Ada otot polos
- Makin kecil bronkiolusnya ( 0,3 mm) epitelnya selapis kubis bersilia tanpa sel goblet
Bronkiolus Terminalis
- Bronkiolus yang terkecil disebut BRONKIOLUS TERMINALIS (selapis torak bersilia
atau kubis bersilia atau tanpa silia tanpa sel goblet)
- Bronkiolus terminalis → saluran terakhir dari konduksi
- Pada epitel bronkiolus terdapat SEL CLARA → tidak terdapat silia tetapi memliki
mikrofili, Sitoplasma bergranula kasar
- Lamina propria tipis
- Otot polos tipis
- Tidak ada kelenjar

Bronkiolus Respiratorius
- Tiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi 2 atau lebih B. respiratorius
- Diameter B. respiratorius pada orang dewasa 0,5 mm
- Merupakan saluran yang pendek
- Peralihan antara bagian konduksi dan bagian respirasi
- Dilapisi oleh epitel selapis kubis bersilia dan terdapat sel clara
- Terdapat alveolus
- Terdapat adanya serat kolagen, elastin dan otot polos yang terputus-putus
- Jadi, ciri B. respiratorius adalah diantara alveoli terdapat epitel selapis kubis
- Disini alveoli merupakan pertukaran gas yg pertama

Duktus Alveolaris
- Saluran yang berdinding tipis dan putus-putus
- Dilanjutkan saluran yang panjang berkelok-kelok dan bercabang banyak
- D. alveolaris biasanya dikelilingi oleh sakus alveolaris
- Dinding D. alveolaris diantara mulut alveoli diliputi oleh serat elastin, serat kolagen dan
sedikit otot polos → seperti titik2 diantara alveoli berdekatan
Sakus Alveolaris
- Merupakan kantong yang dibentuk oleh dua alveoli atau lebih

Alveoli atau Alveolus


- Kantung-kantung kecil yang dibentuk oleh selapis sel (spt sarang tawon)
- Mudah terjadi difusi oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah
- Melekat satu sama lain dan dipisahkan oleh septum interalveolaris/dinding alveolus
- Antara dinding alveoli yang berdekatan terdapat lubang kecil dg diameter 10-15 mm →
stigma alveoli (porus alveolaris) → sirkulasi udara (keuntungan)
- Kerugiannya : memudahkan bakteri menyebar
- Setiap septum berisi satu atau lebih stigma alveoli
- Septum interalveolaris terdiri atas 2 lapis epitel gepeng di dalamnya terdapat kapiler,
serat elastin, kolagen, fibroblast, serat retikulin

Lobulus Paru
- Merupakan struktur dasar paru yang berbentuk piramid
- Basisnya menghadap ke permukaan pleura dan apexnya menuju ke hilus

Lung Unit
 Lung unit merupakan satu kesatuan fungsional paru, terdiri atas :
- Bronkiolus respiratorius
- Duktus alveolaris
- Sakus alveolaris
- Alveoli
- Arteri pulmonalis
- Vena pulmonalis
- Kapiler limf
- Serat-serat saraf dan anyaman penyambungnya
 Pada septum interalveolaris terdapat macam sel yang hanya dapat dibedakan dengan
mikroskop elektron yaitu :
- Sel pneumosit tipe I / sel epitel alveoli / alveolar cell :
- ± 95 % sel dinding alveoli
- Inti gepeng
- Sitoplasma tipis mengelilingi dinding alveoli
- Pneumosit tipe II / sel septal / sel alveolar besar / sel sekretoris
- Bentuk kubis, inti bulat
- Sel menonjol ke arah lumen alveoli
- Berkelompok 2-3 sel
- Sitoplasma mengandung multilamellar bodies, zat ini dilepaskan ke permukaan sebagai
surfaktan

Sel alveolar fagosit / sel debu / dust cell


- Berasal dari monosit yang dihasilkan oleh sumsum tulang
- Sel agak besar berbentuk bulat dengan inti bulat
- Sitoplasma mengandung vakuola / yang tidak bervakuola tetapi bergranula
- Yang bervakuola berasal dari sel darah yang telah memfagosit lipid atau kolesterol
sehingga terlihat selnya bervakuola .

Sel endotel kapiler


- Sel ini melapisi kapiler darah
- Inti sel gepeng
- Kromatin inti halus
- Relatif banyak ditemukan
Sel interstitial
- Termasuk fibroblast dan sel mast
- Blood air barrier :
Merupakan struktur yang mempunyai tebal 0,2-0,5 µm, memisahkan udara dalam
alveolus dengan darah dalam kapiler.
- Struktur ini terdiri dari :
1. Sitoplasma sel epitel alveoli
2. Lamina basalis sel epitel alveoli
3. Lamina basalis sel endotel, sitoplasma sel endotel kapiler tipe kontinyu
4. Pada beberapa tempat lamina basalis sel epitel dan lamina basalis sel endotel saling
melekat satu sama lain, shg mengurangi Blood air barrier
5. Paru mempunyai sekitar 300 juta alveoli, sehingga permukaan alveoli untuk
pertukaran gas sekitar 70-80 m²

Pleura
- Merupakan membran serosa yang membungkus paru
- Terdiri atas 2 lapisan : parietal dan viseral yang saling berhubungan di daerah hilus
- Terdiri atas : serat kolagen, serat elastin, fibrobalas dan makrofag
- Dilapisi oleh sel mesotel seperti pada peritonium
- Yang melekat pada paru → pleura viseral
- Yang melekat pada toraks → pleura prietalis
- Dalam keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan yang bekerja sebagai agen
pelumas
- Pada keadaan patologis tertentu, rongga pleura dapat menjadi rongga sesungguhnya yang
mengandung cairan atau udara di dalamnya
- Dinding rongga pleura seperti rongga serosa yang lain, sangat permiabel untuk air dan
substansi lain
- Cairan ini berasal dari plasma darah melalui eksudasi
- Sebaliknya pada keadaan tertentu cairan atau gas cepat diabsorbsi

LO. 2. MM Fisiologi Pernafasan


2.1Mekanisme Batuk Pernafasan
2.2Mekanisme batuk

LO. 3. TB Paru
3.1Definisi
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ
paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

3.2Etiologi
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga
sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch
pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama
baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum
(KP). Myocobacterium di klasifikasikan :
1) Mycobacterium tuberculosis
Kuman penyebab tuberkulosis ini berbentuk batang ramping atau sedikit bengkok dengan
kedua ujungnya membulat.
Koloninya yang kering dengan permukaan berbentuk bunga kol dan berwarna kuning
tumbuh secara lambat walaupun dalam kondisi optimal. Diketahui bahwa pH optimal
pertumbuhannya adalah antara 6,8-8,0. Untuk memelihara virulensinya harus
dipertahankan kondisi pertumbuhannya pada pH 6,8. Sedangkan untuk merangsang
pertumbuhannya dibutuhkan karbondioksida dengan kadar 5-10%. Umumnya koloni baru
nampak setelah kultur berumur 8 minggu.
M.tuberculosis memproduksi katalase, tetapi ia akan berhenti memproduksi bila
dipanaskan pada suhu 65°C selama 20 menit dalam dapar fosfat. Mycobacterium
tuberculosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis INH, tidak memproduksi
katalase.
Uji biokimia yang sering digunakan untuk membedakan M.tuberculosis dengan spesies
lain adalah uji niasin dan nitrat. Mycobacterium tuberculosis memberikan hasil uji niasin
positif serta ia juga mereduksi nitrat. Marmot merupakan hewan yang peka terhadap
M.tuberculosis, maka dari itu ia sering digunakan sebagai hewan percobaan. Bila marmot
disuntik dengan kuman M.tuberculosis, maka 10 hari kemudian akan nampak
pembengkakan ditempat suntikan diikuti pembengkakan kelenjar limfe serta penyebaran
kuman ke seluruh tubuh.
2) Mycobacterium bovis
Kuman ini sulit dibedakan dari M.tuberculosis, bahkan untuk pertama kalinya Robert
Koch mengira kedua kuman ini adalah sama. Baru pada tahun 1900 Theobald Smith
berhasil membedakan kedua kuman ini dengan uji biokimia.
Mycobacterium bovis adalah penyebab Tuberkulosis pada ternak sapi. Kuman ini sangat
virulen bagi manusia dan mamalia lain. Air susu dan produk lain dari sapi yang
berpenyakit Tuberkulosis merupakan bahan yang dapat menularkan penyakit.
Mycobacterium bovis berbentuk lebih pendek dan lebih gemuk dibandingkan
M.tuberculosis. Kuman ini tumbuh lebih lambat daripada M.tuberculosis. Suhu optimal
pertumbuhannya adalah 35°C. Koloninya mempunyai permukaan datar berwarna putih
agak basah dan mudah pecah bila disentuh. Seperti halnya M.tuberculosis, kuman ini
membutuhkan karbondioksida 5-10% untuk merangsang pertumbuhannya. Derajat
keasaman optimal untuk pertumbuhan adalah 6,5-6,8.
Pada uji biokimia ternyata M.bovis tidak mereduksi nitrat, uji niasinnya negatif dan
resisten terhadap pirazinamid. M.bovis bagi kelinci sangatlah patogen, sedangkan
M.tuberculosis tidaklah demikian, maka dari itu pada percobaan hewan, kelinci digunakan
untuk membedakan kedua jenis kuman ini.

3) Mycobacterium avium
Mycobacterium avium adalah penyebab tuberkulosis pada unggas dan kadang-kadang babi,
tetapi tidak patogen bagi marmot. Kuman ini dapat pula menyerang manusia dan
menimbulkan penyakit yang sulit diobati, karena kuman ini dapat dikatakan resisten
terhadap hampir semua jenis obat anti tuberkulosis kecuali rifampisin. Pada anak-anak
kuman ini menimbulkan limfadenitis servikalis. Bentuk kuman ini agak lebih kecil dari
M.tuberkulosis. koloninya halus berwarna putih dan tumbuh optimal pada suhu 41°C
dimana spesies laitidak dapat tumbuh.
Mycobacterium avium hanya memproduksi sedikit katalase. Uji niasin dan nitrat
memberikan hasil negatif. Untuk membedakannya dengan spesies lain dilakukan uji telurit
dimana M.avium mereduksi telurit dalam waktu 3 hari.

4) Mycobacterium leprae
Kuman kusta ditemukan pertama kali oleh A.Hansen pada tahun 1868 (14 tahun sebelum
kuman tuberculosis ditemukan) dari seorang penderita kusta.Kuman ini dikenal sebagai
parasit yang obligat intraseluler dan manusia adalah satu-satunya hospes yang dikenal
sampai saat ini. Kuman ini dapat ditemukan banyak sekali di dalam sel makrofag (disebut
sel lepra) yang mempunyai sitoplasma berbuih. Pada seorang penderita kusta, kuman ini
dapat diisolasi dari kerokan kulit, selaput lendir (terutama hidung) dan endotel pembuluh
darah.
Dikenal beberapa macam tipe penyakit kusta misalnya tipe lepromatous,tipe tuberkuloid,
tipe borderline dan tipe indeterminate. Salah satu cara untuk menentukan tipe penyakit ini
adalah dengan uji lepromin.
Sebagai kuman yang obligat intraseluler, maka M.leprae tidak dapat dikultur pada media
buatan seperti halnya Mycobacterium lain. Kuman ini juga tidak dapat dikultur pada sel
manusia, tetapi dapat tumbuh dan berkembang bila diinokulasi pada telapak kaki tikus atau
kulit trenggiling (armadillo). Dengan menggunakan hewan tersebut diatas sebagai hewan
percobaan, maka telah berhasil dilakukan uji resistensi kuman terhadap obat anti kusta dan
berbagai penelitian lain.

Morfologi
Mycobacterium adalah bakteri berbentuk batang aerob yang tidak membentuk spora.
Bakteri ini tidak dapat terwarnai dengan mudah, namun sekali terwarnai, bakteri ini dapat
menhan warnanya walaupun sudah diberikan asam atau alcohol, itulah yang menyebabkan
bakteri ini disebut sebagai basil “tahan asam”. Mycobacterium tuberculosis menyebabkan
tuberculosis dan merupakan patogen manusia yang sangat penting.Mycobacterium leprae
menyebabkan lepra. Mycobacterium avium-intracellular (komplek M-Avium, atau MAC)
dam mikobakterium atipikal lainnya yang sering menginfeksi penderita AIDS, adalah patogen
oppurtunistik pada pasien yang imunokompromais lainnya, dan kadang – kadang
menyebabkan penyakit pada pasien dengan system imun normal. Terdapat lebih dari 50 spesies
mycobacterium, termasuk banyak yang bersifat saprofit.
Mikobakterum adalah aerob obligat dan mendapatkan energy dari oksidasi banyak
komponen karbon sederhana. Peningkatan tekanan CO2 mendukung pertumbuhan. Aktivitas
biokimia tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan bakteri. Waktu
replikasi basilus tuberculosis sekitar 18 jam. Bentuk saprofitik cenderung untuk tumbuh lebih
cepat, untuk berproliferasi dengan baik pada suhu 22-23oC, untuk memproduksi pigmen, dan
tidak terlalu bersifat tahan asam bila dibandingkan dengan bentuk patogennya.
Sifat Biokimia
Mycobacterium tuberculosis cenderung lebih resistan terhadap bahan-bahan kimia
daripada bakteri lainnya karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhannya yang
berkelompok.
Bahan celup ( misalnya Malakit hijau) atau zat antibakteri (misalnya penisilin) yang
bersifat bakteriostatik terhadap bakteri lain dapat dimasukkan ke medium tanpa mengganggu
pertumbuhan M.tb. M.tb juga tahan pengeringan dan dapat hidup di waktu yang lama dalam
sputum yang dikeringkan.

Struktur dinding sel


Dinding sel mycobacterium dapat menginduksi hipersensitifitas lambat dan beberapa resistensi
terhadap infeksi seta dapat menggantikan seluruh sel mikobakterium hanya membangkitkan
reaksi hipersensitivitas lambat pada binatang yang sebelumnya disensitisasi.
a. Lipid
Mikobakterium kaya akan lipid, yang yang terdiri dari asam mikolat (asam lemak rantai
panjang C78-C90), lilin, dan fofat. Di dalam sel lipid banyak yang terikat dengan protein
dan polisakarida. Muramil peptide (peptidoglikan) yang mebuat kompleks dengan asam
mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma; fosfolipid penginduksi nekrosis
kaseosa. Lipid pada beberapa hal bertanggung jawab pada sifat asamnya. Penghilangan
lipid dengan menggunakan asam yang panas menghancurkan sifat tahan asam pada bakteri
ini, yang tergantung dari integritas dinding sel dan adanya lipid-lipid tertentu. Sifat tahan
asam juga dapat dihilangkan setelah sinokasi sel mikobakterium. Analisis lipid oleh
kromatografi gas menunjukkan pola yang dapat membantu klasifikasi spesies yang
berbeda.
Strain virulen basil tuberkel membentuk “serpentine cords” mikroskopik; pada bentuk ini
basil tahan asam tersusun dalam untai parallel. Pembentukan cord berkaitan dengan
virulensi. Sebuah “factor cord” (trehalosa -6,6’- dimikolat) telah diekstraksi dari basil
virulen dengan petroleum eter. Factor ini menghambat migrasi leukosit, menyebabkan
granuloma kronis, dan dapat berfungsi sebagai “adjuvant” imunologik
b. Protein
Setiap tipe mikobakterium mengandung beberapa protein yang membangkitkan reaksi
tuberculin. Protein berikatan dengan wax fraction can , setelah injeksi, akan menginduksi
sensitivitas tuberculin. Protein ini juga dapat merangsang pembentukan antibodi.
c. Polisakarida
Mikobakterium mengandung berbagai polisakarida. Peran polisakarida dalam
pathogenesis penyakit manusia tidak jelas. Polisakarida tersebut dapat menginduksi
hipersensitifitas tipe cepat dan dapat berperan sebagai antigen dalam reaksi dengan serum
pasien yang terinfeksi.

Identifikasi
Pada jaringan, basil tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4x3 µm.
pada medium atifisial, bentuk kokoid dan filament terlihat dengan bentuk morfologi yang
bervariasi dari satu spesies ke spesies yang lainnya. Mikobakterium tidak dapat
diklasifikasikan menjadi gram ppositif atau gram negative. Basil tuberculosis sejati ditandai
dengan “tahan asam” yaotu 95% etil alcohol mengandung 3% asam hidroklorat (asam-alkohol)
dengan cepat menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakterium. Sifat tahan sam ini
tergantung pada integritas selubung yang terbuat dari lilin. Tekhnik pewarnaan Ziehl-neelsen
digunakan untuk identifikasi bakteri tahan asam. Pada sediaan apus seputum atau potongan
jaringan, mikobakterium dapat ditunjukkan dengan fluorosensi kuning-orange setelah
pewarnaan dengan fluorokom (misalnya : auramin, rodamin).
Cara pengambilan sample :
Karena basil tuberkel dapat mengenai setiap system orgammanifestasinya bervariasi. Fatigue,
lemas, penurunan berat badan dan demam mungkin merupakan tanda penyakit tuberculosis.
Keterlibatan pulmonal yang mengakibatkan batuk kronis dan sputum berbecak darah biasanya
terjadi akibat lesi yang sudah lanjut. Meningitis atau keterlibatan traktus urinarius dapat
muncul, pada saat tanda-tanda lain tuberculosis tidak dijumpai. Penyebaran melalui aliran
darah menyebabkan tuberculosis militer dengan lesi pada banyak organ dan laju mortalitas
yang tinggi.
Uji laboratorium Diagnostik
Uji tuberculin yang positif bukan merupakan bukti adanya penyakit yang aktif akibat basil
tuberkel. Isolasi basi tuberkel dapat dijadikan sebagai bukti.
a. Specimen

Specimen terdiri dari sputum segar, hasil bilas lambung, urine, cairan pleura, cairan
serebrospinal, cairan sendi, material biopsy, darah atau material lainnya yang dicurigai.
b. Dekontaminasi dan konsentrasi specimen

Specimen dari sputum dan tempat nonsteril lainnya harus dicairkan dengan N-asetil-L-
sistein, didekontaminasai dengan NaOH (membunuh banyak bakteri dengan fungsi
lainnya), dinetralisir dengan buffer, dan dikonsentrasi dengan sentrifugasi. Specimen yang
diproses dengan cara ini dapat digunakan untuk pewarnaan tahan asam dan untuk biakan.
Specimen dari tempat yang steril, seperti cairan serebrospinal, tidak memerlukan prosedur
dekontaminasi tetapi dapat langsung disentrifugasi, diperiksa, dan dibiakkan.
c. Sediaan apus

Sputum,cairan eksudasi, atau material lain diperiksa untuk basil tahan-asam dengan
pewarnaan zielh_neelsen. Pewarnaan cairan hasil bilas lambung dan urine secara umum
tidak direkomendasikan, karena mungkin terdapat mikobakterium saprotifik dan
menunjukkan pewarnaan yang positif. Mikroskopi fluorosens dengan pewarnaan yang
positif. Mikroskopi fluorosens dengan pewarnaan auramin-rodamin lebih snsitif daripada
pewarnaan tahan asama. Jika organisme tahan-asam ditemukan oada specimen yang sesuai,
hal ini merupakan bukti presumtif adanya infeksi mikobakterium.
d. Biakan, identifikasidan uji sensitifitas

e. Deteksi DNA, serologi, dan deteksi antigen

Reaksi untai polymerase memberikan janji yang benar untuk deteksi cepat dan langsung
M tuberculosis pada specimen klinis. Sensitivitasnya secara keseluruhan adalah 55-90%
dengan spesifisitas sebesar 99%. Uji ini mempunyai sensitifitas paling tinggi ketika
dipakai pada specimen yang positif pada sediaan apus untuk basil tahan asam; uji PCR
disetujui untuk penggunaan ini pada specimen sputum yang bersifat positif pada
pewarnaaan tahan-asam.
Imunoassay enzim telah digunakan untuk mendeteksi antigen mikobakteriumn tetapi
sensitifitas dan spesifisitasnya lebih rendah daripada metode lainnya. Masalahg yang sama
timbul pada aplikasi EIA untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen M tuberculosis.
Tidak satupun metode-metode ini yang adekuat untuk penggunaan diagnostic rutin.
3.3Epidemiologi

Ada 3 hal yang mempengaruhi epidemiologi TB:


1. Perubahan strategi pengendalian.
2. Infeksi HIV.
3. Pertumbuhan populasi yang cepat.

Di Asia Tenggara selama 10 tahun diperkirakan bahwa jumlah kasus kasus baru adalah 35,1
juta, 8% diantaranya (2,8 juta) disertai infeksi HIV. Menurut WHO (1994), Indonesia
menduduki peringkat ketiga dalam kasus baru TB (0,4 juta kasus baru) setelah India (2,1 juta
kasus) dan Cina (1,1 juta kasus). Sebanyak 10% dari seluruh kasus terjadi pada anak berusia
<15

Peningkatan jumlah kasus TB diduga disebabkan oleh:

1. Diagnosis tidak tepat.


2. Pengobatan tidak adekuat.
3. Program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat.
4. Infeksi endemic HIV.
5. Migrasi penduduk.
6. Mengobati sendiri.
7. Meningkatnya kemiskinan.
8. Pelayanan kesehatan yang kurang memadai.

TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan kematian pada anak dan
oang dewasa. Faktor resiko terjadinya TB:

1. Anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif.


2. Daerah endemis.
3. Kemiskinan.
4. Lingkungan yang tidak sehat.
5. Tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara, dll) yang banyak terdapat pasien TB
dewasa aktif.

Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa
yang infeksius terutama dengan BTA positif. Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang
dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa mempunyai BTA sputum positif, infiltat
kuat, produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat serta terdapat factor
lingkungan yang kurang sehat dengan sirkulasi udara yang kurang baik.

Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di

sekitarnya. Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di dalam secret
endobronkial pasien anak.

1. Jumlah kuman pada TB anak biasanya lebih sedikit tapi karena imunitas rendah jadi
menyebabkan sakit.
2. Lokasi infeksi primer yang berkembang jadi sakit TB primer di daerah parenkim yang jauh
dari bronkus, sehingga tidak terjadi produksi sputum.

3. Tidak ada/sedikitnya produksi sputum dan tidak terdapat reseptor batuk di daerah parenkim
menyebabkan jarang terjadinya gejala batuk pada TB anak.

Epidemiologi TB di Indonesia

Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah Cina dan
India. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1985 dan survey kesehatan nasional
2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB
di Indonesia relatif terlepas dari angka pandemic infeksi HIV karena masih relatif rendahnya
infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah di masa mendatang melihat semakin
meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ketahun.

3.4Klasifikasi

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :


1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang,persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis :


1. Tuberkulosis paru BTA positif.
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran
tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru
BTA negatif harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit


1. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan
gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan
umum pasien buruk.
2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral,tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alatkelamin.

Klasifikasi berdasarkan tipe pasien :


1. Kasus baru : Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OATkurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (Relaps) : Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTApositif (apusan atau kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (Default ) : Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat
2 bulan atau lebih dengan BTApositif.
4. Kasus setelah gagal (failure) : Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali menjadi positifpada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus Pindahan (Transfer In) : Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki
register TB lain untukmelanjutkan pengobatannya.
6. Kasus lain : Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positifsetelah selesai pengobatan ulangan.

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni :

a) Kategori I, ditunjukan terhadap :


 kasus baru dengan sputum (+)
 kasus baru dengan bentuk TB berat
b) Kategori II, ditunjukan terhadap :
 kasus kambuh
 kasus gagal dengan sputum BTA (+)
c) Kategori III, ditunjukan terhadap :
 kasus BTA (-), dengan kelainan paru yang tidak luas
 kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
Kategori IV, ditunjukan terhadap : TB kronik

3.5Patofiologi

Infeksi primer terjadi setelah seseorang menghirup Myobacterium tuberculosis. Setelah


melalui barier mukosilier saluran napas, kuman TB akan mencapai alveoli. Kuman akan
mengalami multiplikasi di paru, yang disebut sebagai focus Gohn. Melalui aliran limfe,
kuman TB akan mencapai kelenjar limfe hilus. Fokus Gohn dan limfadenopati hilus
membentuk kompleks primer TB. Melalui kompleks primer, kuman TB akan menyebar
melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh.
Respon tubuh terhadap infeksi kuman TB berupa respon imun seluler hipersensitifitas
tipe lambat yang terjadi 4-6 minggu setelah terinfeksi. Banyaknya kuman TB serta
kemampuan daya tahan host menentukan perjalanan penyakit selanjutnya. Pada sebagian
besar kasus, respon imun tubuh dapat menghentikan multiplikasi kuman, sebagian kecil
kuman dorman.
Pada penderita dengan daya tahan tubuh buruk, respon imun tidak dapat
menghentikan multiplikasi kuman sehingga host akan sakit beberapa bulan kemudian.
Berdasar penularannya maka tuberkulosis dapat dibagi dalam 3 bentuk, yaitu: Tuberkulosis
primer. Terdapat pada anak-anak. Setelah 6-8 minggu akan mulai terbentuk mekanisme
imunitas dalam tubuh, sehingga test tuberkulin akan positif. Pada pasien ini akan terbentuk
kompleks primer TB dan selanjutnya dapat menyebar secara hematogen ke apeks paru yang
kaya oksigen. Reaktifasi dari tuberkulosis primer. Infeksi TB primer akan mengalami
reaktifasi terutama pada 2 tahun post infeksi primer maka keadaan ini disebut sebgai
tuberkulosis postprimer. Kuman akan disebarkan secara hematogen ke segmen apikal
posterior. Reaktifasi dapat kjuga terjadi melalui metastase hematogen ke berbagai jaringan
tubuh. Reinfeksi. Keadaan ini terjadi pada saat adanya penurunan imunitas tubuh atau terjadi
penularan secara terus-menerus oleh kuman TB dalam satu keluarga.

Gambar 4.1 Skema Patofisiologi Tuberkulosis Paru

3.6Manifestasi klinis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batukdapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas,badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
haritanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain tb,
sepertibronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi
TB diIndonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan
gejalatersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu
dilakukanpemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dangejala
sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala
lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratorik
a. batuk-batuk lebih dari 2 minggu
b. batuk darah
c. sesak napas
d. nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yangcukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check
up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada
gejalabatuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
a. Demam
b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
padalimfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar
getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara
padapleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang
rongga pleuranya terdapat cairan.

3.7Diagnosis dan diagnosis banding

Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukan M.tuberculosis pada pemeriksaan sputum, bilas
lambung, cairan serebrospinal (CSS), cairan pleura, atau biopsy jaringan.Gunakan nasogastric
tube (NGT).
Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan
penunjang seperti uji teberkulin, foto toraks, dan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan fisik
Ditemukan konjungtiva mata atau kulit pucat karena anemia, suhu demam badan kurus
atau menurun.Tempat kelainan lesi TB paru yang dicurigai adalah bagian apeks (puncak)
paru.Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan
auskultasi suara napas bronkial.Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki
basah, kasar dan nyaring.Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara
hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.Ditemukan atrofi dan
retraksi otot-otot intercostal.Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum.
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB
aktif adalah:
1. Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura unilateral atau bilateral

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif


meliputi:
1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura

Lokasi lesi umumnya didaerah apeks paru (segmen apical lobus atas atau segmen
apicallobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah ( bagian inferior) atau di daerah
hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endobronkial). Pada awal penyakit
saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-
bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas.Bila lesi sudah diliputi jaringan
ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas tegas.Lesi ini dikenal sebagai
tuberkuloma.Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding
tipis.Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal.Bila terjadi fibrosis terlihat
bayangan yang bergaris-garis.Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak
padat dengan densitas tinggi.Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai
penciutan yang dapat terjadi padasebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian
paru.Gambaran tuberculosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya
tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai
tuberculosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru
(efusi pleura/empiema), bayangan hitamradio-lusen di pinggir paru/pleura (pneumotoraks).
Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada
tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-garis fibrotic, kalsifikasi, kavitas
(nonsklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema. Tuberculosis sering memberikan
yang aneh-aneh, terutama gambaran radiologis,sehingga dikatakan tuberculosis is the
greatest imitator.
Gambaran infiltrasi dan tuberkuloma sering diartikan sebagai pneumonia, mikosis
paru, karsinoma bronkus atau karsinoma metastasis.Gambaran kavitas sering diartikan
sebagai abses paru.Di samping itu perlu diingat juga faktor kesalahan dalam membaca
foto.Faktor kesalahan ini dapat mencapai 25%.Oleh sebab itu untuk diagnostik radiologik
sering dilakukan juga foto lateral, top lordotik, oblik, tomografi dan fotodengan proyeksi
densitas keras.Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan adanya
aktivitas penyakit, kecuali suatu infiltrate yang betul-betul nyata.Lesi penyakit yang sudah
non-aktif, sering menetap selama hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotic, kalisifikasi,
kavitas, schwarte, sering dijumpai pada orang-orang yang sudah tua.Pemeriksaan khusus
yang kadang-kadang juga diperlukan adalah bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan
bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberculosis. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan
bila pasien akan menjalani pembedahan paru. Pemeriksaan radiologis dada yang lebih
canggih dapat menggunakan Computed Tomography Scanning (CT Scan) dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI).
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Lekosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Limfosit masih
dibawah normal. LED meningkat. Hasil pemeriksaan darah didapatkan:
1. anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer
2. gama globin meningkat
3. kadar natrium darah menurun
Pemeriksaan serologis yang banyak dipakai peroksidase anti peroksida (PAP-TB), tapi kurang
bermanfaat bila digunakan sebagai sarana tunggal untuk diagnosis TB. Prinsip dasarnya,
menentukan adanya antibody IgG yang spesifik terhadap antigen M. tuberculosae.

Sputum
Penting dengan ditemukannya kumas BTA, diagnosis tuberculosis dapat dipastikan.Bila
sputum susah diperoleh bisa dengan cara bronkos-kopi diambil engan brushing atau bronchial
washing atau BAL (broncho alveolar lavage). Bisa juga dari bilasan lambung.
Kriteria sputum BTA + adalah bila ditemukan sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman
BTA pada satu sediaan.Diperlukan 5000 kuman dalam 1 mL sputum.
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan:
- pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
- pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan khusus)
- pemeriksaan dengan biakan (kultur)
- pemeriksaan terhadap resistensi obat.
Teknik PCR dapat dideteksi DNA kuman TB dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi
M. tuberculosae yang tidak tumbuh pada sediaan biakan.Dari hasil biakan biasanya dilakukan
juga pemeriksaan terhadap resistensi obat dan identifikasi kuman.
Kalo hasil BTA positif tapi biakan negative, itu namanya fenomena dead bacilli atau non
culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan OAT jangka pendek yang cepat
mematikan kuman BTA dalam waktu pendek.
Uji tuberculin
- Tuberculin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenic yang
kuat.
- Disuntikan secara intrakutan.
- Bisa terjadi indurasi karena vasodilatasi local, edema, endapan fibril dan terakumulasinya
sel-sel inflamasi di daerah suntikan.
- Nilai diagnostic tinggi. Tersedia di Indonesia adalah PPD RT-23 2TU
- Uji tuberculin cara mantoux dilakukan terhadap indurasi yang timbul. Di palpasi untuk
memeriksanya untuk menentukan tepi indurasi, kemudian diameter transversal diukur.
Jika tidak timbul sama sekali indurasinya berari negative. Positif kalau indurasi >10 mm
- Bisa terjadi reaksi local yang cukup kuat bagi individu tertentu, berupa vesikel, bula
hinggal ulkus kinjungtivitis fliktenularis bahkan efusi pleura yang dapat disertai demam
walaupun jarang terjadi.
- Uji tuberculin (+), saat
1. Infeksi TB alamiah
i. Infeksi TB tanpa sakit TB
ii. Infeksi TB dan sakit TB
iii. TB yang telah sembuh
2. Imunisasi BCG
3. Infeksi mikrobakterium atipik
- Uji tuberculin (–), saat
1. tidak ada infeksi TB
2. dalam masa inkubasi infeksi TB
3. anergi (keadaan penekanan system imun tubuh yang tidak memberikan reaksi
terhadap tuberculin walapun terinfeksi TB).

Gambaran Patologi Anatomi TB Paru :


Jaringan paru mengandung tuberkel-tuberkel terdiri atas sel epiteloid yang pada bagian sentral
mengalami nekrosis perkijuan, infiltrasi sel-sel radang menahun dan sel datia langhans. Alveoli
mengandung cairan edema.

Diagnosis Banding
1.Bronkopneumonia : Gejala awal : Rinitis ringan, Anoreksia, Gelisah, jika berlanjut sampai
Demam, Malaise, Nafas cepat dan dangkal.
2.Kanker paru : Kanker paru-paru stadium dini seringkali tidak menunjukkan gejala apapun.
Tapi dengan bertumbuhnya kanker, gejala yang umum terjadiantara lain:
- Batuk yang terus bertambah berat atau tidak kunjung sembuh
- Kesulitan bernafas, misalnya sesak nafas
- Nyeri dada yang terus menerus
- Batuk darah
- Suara serak
- Infeksi paru-paru yang sering, misalnya pneumonia
- Selalu merasa sangat letih
- Kehilangan berat badan
3. Pneumonia
4. Abses paru
5. Bronkiektasis
6. Pneumonia aspirasi

3.8Tatalaksana

Pengobatan
Tuberkulosis ditularkan melalui kontak langsung dengan pasien pada waktu pasien
batuk / bersin. Pasien menularkan kuman lewat udara dalam bentuk percikan dahak.
Dalam satu tahun pederita TB dapat menularkan penyakitnya pada 10-15 orang di
sekitarnya. Penularannya tergantung dari : jumlah kuman, lama kontak dan daya tahan tubuh
seseorang. TB dapat disembuhkan dengan minum obat secara teratur minimal 6 bulan.
Dengan mendatangi tempat-tempat pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit,
praktek dokter umum, dokter ahli paru, dll.
Obat TB diminum teratur sampai dinyatakan sembuh, pada umumnya 6-8 bulan. 2
bulan pertama obat diminum setiap hari (Fase Intensif). 4 bulan berikutnya diminum
seminggu 3 X atau setiap hari (Fase Lanjutan). Sebaiknya obat diminum sebelum makan atau
sebelum tidur.
Obat TB menimbulkan efek samping mulai dari gejala ringan sampai berat. Gejala
ringan berupa : mual, pusing, sakit perut, sakit pinggang, kesemutan dan rasa terbakar.
Apabila muncul gejala tersebut mintalah pertolongan kepada petugas kesehatan. Gejala berat
berupa kulit kemerahan/gatal-gatal, vertigo, penglihatan terganggu, mata kuning, urine/air
kencing berwarna kuning keruh/kecoklatan. Apabla timbul gejala tersebut, hentikan
pengobatan dan segera mintalah pertolongan ke petugas kesehatan terdekat.
Tujuan pengobatan dimaksudkan untuk menyembuhkan pasien, mencegak kematian,
mencegah kekambuhan, menurunkan resiko penularan dan mencegah kebal obat. Apabila
kuman TB kebal kuman akan tumbuh dan berkembang lebih banyak. Sehingga
pengobatannya butuh obat yang lebih ampuh, biaya yang lebih besar dan waktu pengobatan
yang lebih lama. Guna mencapai kesembuhan bagi pasien TB sangatlah mudah. Hanya
diperlukan keteraturan dan ketekunan mengambil dan minum obat pada tanggal yang telah
ditentukan. Langkah kedua adalah pemeriksaan dahak ulang, pada :
1. akhir bulan ke-2 pengobatan
2. akhir bulan ke-5 pengobatan
3. akhir bulan ke-6 pengobatan

Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak
menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC
(gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan
pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

a. Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,


Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat
ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
b. Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin.
Dosis obat antituberkulosis (OAT)

Obat Dosis harian Dosis 2x/minggu Dosis 3x/minggu


(mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari)
15-40 (maks. 900
INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg)
mg)
10-20 (maks. 600 10-20 (maks. 600
Rifampisin 15-20 (maks. 600 mg)
mg) mg)
Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)
Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)
Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami perubahan
manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng direkomendasikan oleh
WHO. Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjutiIndonesia – WHO joint Evaluation dan
National Tuberkulosis Program in Indonesiapada April 1994. Dalam program ini, prioritas
ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk
memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TBC di masyarakat.
Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan obat setiap hari,terutama
pada fase awal pengobatan.
Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem
pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk
dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan
langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan
cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan
indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan
pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih
banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak
pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan
mungkin menimbulkan kekebalan obat.
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya
implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan
menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR(Multi-drugs Resistant). Untuk
kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu
obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan
bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).

Pengobatan TBC pada orang dewasa


a. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.
o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
b. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
o Penderita gagal terapi.
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

c. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC pada anak


Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
a. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH
+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila
diduga ada resistensi terhadap INH).
b. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,
kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis
maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.

A. Isonoazid (INH)
Farmakokinetika
 Absorbsi: oral & parenteral mudah, kadar max 1-2 jam setelah P.O
 Metab: asetilasi di hepar  kecepatannya ditentukan oleh genetik
 Asetilator cepat  eskimo, jepang
 T ½ 70 menit, kadar obat 30-50% asetilator lambat
 Asetilator lambat: skandinavia, yahudi, kaukasia, afrika utara
 T ½ 2-5 jam, masa paruh memanjang pd insuff hati
 Kecepatan asetilasi tdk mempengaruhi aktivitas / toksisitas INH bila diberikan setiap hari
 kec asetilator cepat bila mendapat obat seminggu sx  penyembuhan kurang baik
Efek Samping
 Reaksi hipersensitivitas :
Demam, morbiliform, makulopapular, urtikaria
Reaksi hematologik: agranulositopenia, anemia
 Neuritis perifer
Byk terjadi pd dosis 5mg/kgbb/hr
Neuropatologis: vesikel sinap hilang, mitokondria bengkak & pecahnya akson terminal 
spt defisiensi piridoksin
INH  ekskresi piridoksin meningkat  Terapi ajuvan: piridoksin 10mg/hari
 Dapat mencetus kejang pd pasien riwayat kejang
 Neurotoksik lain: vertigo, ataksia, parestesia, stupor, eforia, daya ingat berkurang
sementara
 Metabolit INH  asetilhidrazin dpt sebabkan kerusakan hati, terutama pd pasien
gangguan fungsi hati
 Jarang pd pasien < 35 tahun
 Peningkatan enzim SGOT-SGPT  s/d 4 x nilai normal  asimptomatik, obat tidak perlu
dihentikan
 Pasien risiko tinggi (peminum alkohol, insuff hati)  cek SGOT-SGPt sebulan sx  bila
meningkat >5x nilai normal, INH distop
 Terjadi 4-8 minggu pengobatan dimulai

B. Rifampizin
Farmakokinetik
 Kadar max 2-4 jam setelah P.O
 Absorbsi dihambat oleh makanan & asam paraamino salisilat (selang waktu 8-12jam)
 Metabolisme: termasuk drug inducer  eliminasi meningkat pd pemberian berulang
 T ½ eliminasi 1,5 -5 jam
 Memanjang pd kelainan fungsi hati
 Memendek pd pemberian berulang  40% dlm 14 hari
 Memendek pd asetilator cepat bila diberikan bersama INH
b. Obat berdifusi baik ke berbagai jaringan termasuk ke cairan otak
c. Luas distribusi warna oranye / merah pd urin, tinja, sputum, air mata, saliva, keringat
 Pasien harus diberitahu
d. Ekskresi melalui urin 30% setengahnya merupakan rifampisin utuh  pasien gangguan
ginjal tdk perlu penyesuian dosis
Efek samping
 Jarang ES yg tidak diinginkan
 Sering: ruam kulit, demam, mual & muntah
 Hepatitis jarang terjd pd pasien dg fungsi hepar normal
 Lansia, gangguan fs hepar, alkoholisme  insiden ikterus bertambah
 Keluhan SSP: lelah, mengantuk, sakit kepala, ataxia, bingung, melemahnya otot
 Hindari pd kehamilan  dpt melewati sawar plasenta

Interaksi obat
 Krn mrpkan drug inducer  meningkatkan metabolisme obat lain: hipoglikemik oral,
kirtikosteroid, kontrasepsi oral  efektifitasnya berkurang bila diberikan bersama
rifampisin
 Mengganggu metabolisme vitamin D
 Ekskresi rifampisin dihambat oleh disulfiram & probenesid
 Obat yg sangat efektif utk pengobatan TB bersama INH

C. Etambutol
 Mek kerja: hambat sintesis metabolit sel  Metabolisme terhambat  sel mati
 Absorbsi: 70-80% stlh P.O, kadar max 2-4 jam, T ½ eliminasi 3-4 jam
 Kadar pd eritrosit 1-2x > kadar plasma  depot etambutol  release sedikit demi sedikit
 Dlm 24 jam 50% diekskresikan dlm bentuk asal melalui urin
 Tidak dpt menembus sawar darah otak, namun pd meningitis TB dpt ditemukan etambutol
pd kadar terapi di CSS
 Jarang menimbulkan ES pd dosis 15mg/kgBB/hr
 <2%; penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit, demam.
 ES lain: pruritus, nyeri sendi, gangguan GIT, malaise, sakit kepala, pening, bingung,
disorientasi, kaku & kesemutan pd jari
 ES penting: gangguan penglihatan (neuritis retrobulbar), bilateral: turunnya tajam
penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, lapangan pandang menyempit,
skotoma sentral / lateral
 Intensitas meningkat ~ dosis & lama terapi  reversibel
 Pasien diingatkan utk lapor bila tjd gangguan pd mata
 Pasien dg keluhan mata sebelumnya  periksa cermat sebelum mdpt etambutol
 Etambutol menyebabkan peningkatan asam urat pd 50% pasien  Penurunan ekskresi
asam urat
 Manfaat pd terapi TB: mencegah resistensi thdp OAT yg lain
 Pd pasien gangguan fs ginjal dosis perlu disesuaikan krn etambutol terakumulasi dlm
tubuh

D. Pirazinamid
 Enz pirazinamidase  as pirazinoat  aktif sbg tuberkulostatik
 In vitro: menghambat pertumbuhan kuman M.tb dlm monosit  bakterisid kuat utk
mikobakteria dlm makrofag
 Mudah diabsobsri & distribusi luas, ekskresi via filtrasi glomerulus, T ½ eliminasi 10-
16jam, metabolit utama as hidropirazinoat
 ES: serius: bila diberikan 3g/hari  15% pasien: kelainan hati  peningkatan SGOT-
SGPT
 Pemantauan fs hati secara berkala
 ES: hambat ekskresi as urat  pirai, atralgia, anoreksia, mual & muntah, disuria, malaise
& demam

E. Streptomisin
 Bukan obat ideal sebagai obat tunggal pd terapi TB
 Sifat bekteriostatik & bakteriosid thdp kuman TB
 Resistensi meningkat ~ lama pemakaian, setelah 4 bulan 80% kuman mjd tdk sensitif lg
 Hampir semua streptomisin berada dlm plasma stlh penyuntikan, hanya sedikit masuk dlm
eritrosit
 Diekskresi mll filtrasi glomerulus, 12 jam sejumlah besar obat diekskresi
 T ½ 2-3 jam, memanjang pd gangguan fs ginjal
 ES: sakit kepala, malaise, parestesi di wajah sekitar mulut, kesemutan di tangan
 Reaksi hipersensitivitas pd minggu2 pertam
 Neurotoksin pd saraf kranial VIII  ototoksik  dosis besar & lama, bbrp pasien pd dosis
total 10-12 gram sdh mengalami gangguan tsb
 Pemeriksaan audimetrik basal scr berkala
 Ototoksik & nefrotoksik  sering pd pasien >65 th
 ES lain: rx anafilaktif, agranulositosis, anemia aplastik, demam obat
 Tdk dianjurkan diberikan pd ibu hamil trimester I
 Dosis total tidak boleh lebih dr 20g dlm 5 bln terakhir kehamilan utk mencegah ketulian
pd janin

3.9Komplikasi

Menurut Depkes RI (2003), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
 Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
 Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi
bronchial.
 Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
 Pneumotorak spontan (kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru)
 Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
 Insufiensi kardio pulmoner

LO 3.11 Pencegahan

Dalam pencegahan penyakit TB paru dilakukan dengan cara sebagai berikut :


A. Cara pencegahan penularan penyakit TB adalah:
a. Mengobati pasien TB Paru BTA positif, sebagai sumber penularan hingga sembuh,
untuk memutuskan rantai penularan.
b. Menganjurkan kepada penderita untuk menutup hidung dan mulut bila batuk dan
bersin.
c. Jika batuk berdahak, agar dahaknya ditampung dalam pot berisi lisol 5% atau
dahaknya ditimbun dengan tanah.
d. Tidak membuang dahak di lantai atau sembarang tempat.
e. Meningkatkan kondisi perumahan danlingkungan.
f. Penderita TB dianjurkan tidak satu kamar dengan keluarganya, terutama selama 2
bulan pengobatan pertama.
B. Upaya untuk mencegah terjadinya penyakit TB:
a. Meningkatkan gizi.
b. Memberikan imunisasi BCG pada bayi.
c. Memberikan pengobatan pencegahan pada anak balita yang tidak mempunyai gejala
TB tetapi mempunyai anggota keluarga yang menderita TB Paru BTA positif.

Pencegahan (profilaksis) primer :


 Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
 INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
 Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber
penularan TB aktif sudah tidak ada.

Pencegahan (profilaksis) sekunder:


 Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.

3.10 Pencegahan
3.11 Prognosis

Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika infeksi disebabkan oleh
strain resisten obat atau terjadi pada pasien berusia lanjut, dengan debillitas, atau mengalami
gangguan kekebalan yang berisiko tinggi menderita tuberkulosis miliare

LO. 4. MM etika batuk dalam pandangan islam

Anda mungkin juga menyukai