REFERAT
“KATARAK KOMPLIKATA”
Disusun Oleh :
Dewi Intan Permatasari
N111 17 132
Pembimbing Klinik :
dr. Bambang Ali, Sp.M
PENDAHULUAN
2.5 Etiologi
Katarak pada umumnya disebabkan karena perubahan degeneratif pada lensa.
Beberapa faktor lain yang dapat menimbulkan katarak antara lain:3,8
2.6 Klasifikasi
Katarak berdasarkan usia dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori, antara lain3:
1. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang telah terjadi sebelum atau
segera setelah bayi lahir dan bayi berusia < 1 tahun. Katarak kongenital
adalah kekeruhan lensa yang timbul sebagai kejadian primer atau
berhubungan dengan penyakit ibu dan janin. Katarak kongenital biasanya
tampak sebagai katarak putih yang padat dan besar yang disebut dengan
leukokoria. Penyebab katarak kongenital dapat diketahui dengan
pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela dan riwayat
pemakaian obat selama kehamilan.1,3
2. Katarak Juvenil
Katarak juvenil terjadi pada usia > 3 bulan dan < 9 tahun. Katarak
juvenil biasanya merupakan kelanjutan dari katarak kongenital. Katarak
juvenil biasanya memiliki penyulit berupa penyakit sistemik atau
metabolik seperti diabetes melitus, kondisi hipokalasemi seperti tetani,
defisiensi gizi, kondisi distrofi miotonik, dan kondisi trauma.3
3. Katarak Senilis
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut >
50 tahun. Perkembangan katarak senilis berjalan lambat dan selama
bertahun-tahun. Kekeruhan pada katarak senilis dapat terjadi pada bagian
nukleus, kortikal, atau subkapsular posterior. Katarak nuklear terjadi
akibat adanya proses kondensasi dalam nukleus, sehingga menyebabkan
terjadinys sklerosis nuklear. Gejala yang biasanya timbul adalah
penglihatan dekat yang membaik tanpa kacamata. Hal ini disebabkan
karena fokus lensa di bagian senrral meningkat, sehingga refraksi bergeser
ke miopia. Gejala lain yang timbul adalah diskriminasi warna yang buruk
dan diplopia monokular. Katarak nuklear cenderung bilateral.1,3
2.7.2 Etiologi
Kanski menyebutkan bahwa penyakit mata yang dapat menyebabkan
katarak komplikata contohnya adalah uveitis anterior yang kronik, glaukoma
sudut tertutup, miopia yang tinggi, serta gangguan herediter pada fundus
(misalnya retinitis pigmentosa). Dalam Kurana (2007) ditambahkan beberapa
penyakit mata yang mungkin menyebaban katarak komplikata, yaitu ablasio
retina dan tumor intraokular.
Dikenal dua bentuk yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada polus
posterior terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa, ablasi retina,
kontusio retina dan myopia tinggi yang mengakibatkan kelainan badan kaca.
Biasanya kelainan ini berjalan aksial yang biasanya tidak berjalan cepat dalam
nucleus, sehingga sering terlihat nucleus lensa tetap jernih. Katarak akibat
myopia tinggi dan ablasi retina memberikan gambaran agak berlainan.3
Katarak akibat kelainan polus anterior bola mata biasanya akibat
kelainan kornea berat, iridosiklitis, kelainan neoplasma dan glaucoma. Pada
iridosiklitis akan mengakibatkan katarak subkapsularis anterior. Pada katarak
akibat glaucoma akan terlihat katarak diseminata pungtata subkapsular
anterior (Katarak Vogt). 3
2.7.3.2 Uveitis
Seperti semua proses radang, uveitis anterior ditandai dengan adanya
dilatasi pembuluh darah yang akan menimbulkan gejala hyperemia silier
(hiperemi perikorneal atau perikorneal vascular injection). Peningkatkan
permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos humor,
sehingga terjadi peningkatan konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada
pemeriksaan slit lamp hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, yaitu
partikel-partikel kecil dengan gerak brown (efek tyndal). Kedua gejala
tersebut menunjukkan proses peradangan akut.
Pada proses yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel
radang di dalam bilik mata depan yang disebut hipopion, ataupun migrasi
eritrosit ke dalam bilik mata depan yang dikenal dengan hifema. Apabila
proses radang berlangsung lama dan berulang, maka sel-sel radang melekat
pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate. Jika tidak
mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan terus dan
menimbulkan komplikasi.
Perubahan lensa sering terjadi sebagai akibat sekunder dari uveitis
kronis. Biasanya muncul katarak subkapsular posterior, dan juga dapat terjadi
perubahan lensa anterior. Pembentukan sinekia posterior sering berhubungan
dengan penebalan kapsul lensa anterior dan perkembangan fibrovaskular yang
melewatinya dan melewati pupil. Kekeruhan juga dapat terjadi pada tempat
iris melekat dengan lensa (sinekia posterior) yang dapat berkembang
mengenai seluruh lensa. Kekeruhan dapat bermacam-macam, dapat difus,
total, atau hanya terbatas pada tempat sinekia posterior. Perubahan lensa pada
katarak sekunder karena uveitis dapat berkembang menjadi katarak matur.
Deposit kalsium dapat diamati pada kapsul anterior atau dalam substansi
lensa.8
2.7.4.2 Galaktosemia
Galaktosemia merupakan ketidakmampuan mengubah galaktosa
menjadi glukosa yang diwariskan secara autosom resesif. Sebagai
konsekuensinya, galaktosa terakumulasi pada jaringan tubuh, yang dengan
metabolisme lebih lanjut mengkonversi galaktosa menjadi galaktitol
(dulsitol), gula alkohol dari galaktosa. Galaktosemia merupakan hasil adanya
defek pada satu dari tiga enzim yang terlibat dalam metabolism galaktosa:
galaktosa 1-fosfat uridil transferase, galaktokinase, atau UDP-galaktosa-4-
epimerase. Bentuk yang paling umum dan paling berat, dikenal sebagai
galaktosemia klasik, disebabkan oleh defek pada enzim transferase. Enzim ini
penting untuk mengubah galaktosa menjadi glukosa, karena laktosa yang
merupakan gula utama susu adalah disakarida yang mengandung glukosa dan
galaktosa.
Pada galaktosemia klasik, gejala-gejala malnutrisi, hepatomegali,
jaundice, dan defisiensi mental muncul pada beberapa minggu pertama
kehidupan. Penyakit ini bersifat fatal jika tidak terdiagnosis dan tidak diterapi.
Diagnosis galaktosemia klasik dapat dikonfirmasi dengan ditemukannya
substansi galaktosa reduksi non glukosa di urin.
Pasien-pasien dengan galaktosemia klasik, 75% akan timbul katarak,
biasanya dalam beberapa minggu pertama setelah kelahiran. Akumulasi
galaktosa dan galaktiol dalam sel-sel lensa menyebabkan peningkatan tekanan
osmotic intraselular dan influks cairan lensa. Biasanya, nucleus dan korteks
bagian dalam menjadi keruh, menyebabkan gambaran “tetesan minyak” pada
retroiluminasi. Jika penyakit ini tetap tidak diterapi, katarak berkembang
menjadi kekeruhan lensa total. Terapi galaktosemia adalah mengeliminasi
susu dan produk susu dari diit. Pada beberapa kasus, pembentukan katarak
awal dapat dibalik oleh diagnosis yang tepat dan intervensi diit.
Defisiensi dua enzim lainnya, epimerase dan galaktokinase, juga dapat
menyebabkan galaktosemia. Defisiensi ini lebih jarang dan menyebabkan
abnormalitas sistematis yang lebih ringan. Katarak dapat juga tampak tetapi
biasanya muncul pada umur yang lebih tua daripada galaktosemia klasik. 8
2.7.7 Kimia
2.7.7.1 Obat-obatan
Kortikosteroid
Penggunaan jangka panjang kortikosteroid dapat menyebabkan
katarak subkapsular posterior. Insidensinya berhubungan dengan dosis dan
durasi pengobatan. Pembentukan katarak telah dilaporkan setelah pemberian
kortikosteroid melalui beberapa jalur, sistemik, topical, subkonjungtiva dan
semprot hidung.
Pada suatu penelitian pasien-pasien diterapi dengan prednisone oral
dan diobservasi selama 1-4 tahun, 11% yang diterapi dengan prednisone 10
mg/hari mengalami katarak, 30% yang menerima 10-15 mg/hari dan 80%
yang menerima lebih dari 15 mg/hari. Pada penelitian lain, setengah dari
pasien-pasien yang mendapatkan kortikosteroid topical setelah keratoplasti
mengalami katarak setelah menggunakan 765 tetes dexamethason 0,1%
selama periode 10,5 bulan.
Fenotiazin
Kelompok obat psikotropika, dapat menyebabkan deposit pigmen di
epithelium lensa anterior dalam bentuk konfigurasi aksial. Deposit ini
dipengaruhi oleh dosis dan durasi pemberian obat. Deposit lebih sering
terlihat dengan penggunaan beberapa jenis fenotiazin, terutama klorpromazin
dan thloridazin, daripada jenis yang lainnya.
Miotikum
Antikolinesterase seperti echothiophate iodide dan demekarium
bromide dapat menyebabkan katarak. Insidensi katarak yang telah dilaporkan
sebesar 20% pada pasien-pasien setelah 55 bulan penggunaan pilokarpin dan
60% pada pasien-pasien setelah penggunaan posfolin iodide. Biasanya katarak
ini pertama kali tampak sebagai vakuola kecil di dalam dan sebelah posterior
kapsul dan epithelium lensa anterior. Katarak dapat berkembang ke korteks
posterior dan nucleus lensa dapat berubah juga.8
2.8 Terapi
Pengobatan untuk katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan jika
penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kacamata untuk
melakukan kegiatannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa
penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kacamatanya, menggunakan
kacamata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa pembesar. Jika katarak
tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan.
Indikasi operasi :
a. Pada bayi : kurang dari 1 tahun
Bila fundus tidak terlihat. Bila masih dapat dilihat, katarak dibiarkan saja
b. Pada usia lanjut
Indikasi klinis : kalau katarak menimbulkan penyulit seperti uveitis atau
glaucoma, meskipun visus masih baik untuk bekerja, perlu dilakukan
operasi setelah keadaan menjadi tenang
Indikasi visual : batasnya pada orang yang buta huruf 5/50, pada orang
yang terpelajar 5/20
2.9 Prognosis
Pada katarak komplikata prognosis visualnya tidak sebaik katarak senilis biasa.
(Anggira, 2015)
BAB III
KESIMPULAN
1. Harper RA, Shock JP. 2009. Lensa. Dalam Eva PR & Whitcher JP: Oftalmologi
Umum Vaughan & Asbury. Diterjemahkan oleh Pendit BU. Jakarta: EGC.
2. American Optometric Association. 2014. Optometric Clinical Practice
Guideline: Care of The Adult Patient with Cataract. St.Louis: AOA.
3. Ilyas S, Yulianti SR. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Lang, G. 2010. Ophthalmology A Short Textbook 2nd ed.. New York: Thieme
Stuttgart Publisher. p. 165-178 12
5. Vaughan, D.G., Riordan, T.A., Eva, P. 2009. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta:
Penerbit Widya Medika
6. Young, B., James, S.L., Alan, S., John, W.H. 2011. Wheater’s Functional
Histology: A Text and Colour Atlas. 5th Edition. Elsevier: Phiadelphia.
7. American Association of Ophtalmology. 2011. Lens and Catharact: Basic and
Clinical Science Course. Singapore: LEO framework.5
8. Bobrow et al. 2011. Lens and Cataract. Basic And Clinical Science Couse. American
Academy of Ophtalmology.
9. Khurana AK. 2015. Ophtalmology. New Delhi: New Age Publishers.
10. Kanski, J.J. 2014. Clinical Ophthalmology a Systematic Approach. 6th ed.
Philadelphia: Butterworth Heinemann. p. 163-70.