Anda di halaman 1dari 27

Bagian Ilmu Penyakit Mata

RSUD Anutapura Palu


Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

REFERAT
“KATARAK KOMPLIKATA”

Disusun Oleh :
Dewi Intan Permatasari
N111 17 132

Pembimbing Klinik :
dr. Bambang Ali, Sp.M

DI BUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Katarak adalah kondisi kekeruhan pada lensa kristalina, yang akan
menyebabkan turunnya tajam penglihatan dan akan menyebabkan gangguan
penglihatan yang lain. Penuaan adalah salah satu penyebab terbanyak. Katarak
dapat juga disebabkan oleh trauma, adanya penyakit sistemik, merokok dan
genetik. 1
WHO menyatakan bahwa sekitar 38 juta orang menderita kebutaan dan 110
juta orang mengalami penurunan penglihatan. Perhitungan terakhir menyatakan
bahwa katarak terkait usia merupakan 48% penyebab kebutaan di seluruh dunia.
Diperkirakan 1 dari 1000 populasi akan menderita katarak pada setiap tahun di
Afrika dan Asia. Prevalensi katarak pada individu berusia 65-74 tahun sebesar
50% dan meningkat hingga 70% pada usia di atas 75 tahun. 1
Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia. Prevalensi
buta karena katarak 0.78% dari prevalensi kebutaan 1,5% dan meningkat hingga
70% pada usia di atas 75 tahun. 1
Jenis katarak terdapat berbagai macam. Katarak dapat terjadi pada masa
embrio didalam kandungan yang sudah terlihat sejak lahir, dikenal dengan
katarak kongenital. Selain itu katarak dapat terjadi karena degeneratif yaitu oleh
usia tua, disebut juga katarak senilis. Telah didapatkan persentase katarak
sebanyak 50% pada usia 65 tahun dan meningkat hingga 70% pada usia lebih
dari 75 tahun. Katarak juga dapat terjadi akibat trauma tumpul atau trauma tajam
yang dapat menembus segmen anterior, sehingga jika sampai mengenai kapsul
anterior lensa dan lensa pecah, maka akan mengakibatkan gejala radang berat,
sehingga perlu dilakukan aspirasi.1
Selain disebabkan karena usia, kelainan kongenital ataupun trauma, terdapat
juga katarak komplikata. Katarak komplikata adalah katarak yang terjadi akibat
gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh faktor fisik atau kimiawi atau
terjadi karena adanya proses inflamasi atau penyakit degeneratif dari segmen
anterior atau posterior mata, seperti uveitis. Pada uveitis terkadang inflamasi
mengenai lensa menyebabkan gambaran berawan pada permukaan lensa,
sehingga dapat berkembang menjadi katarak. Data yang diperoleh sebanyak 12%
anak-anak yang menderita uveitis mengalami kebutaan, dan dari persentasi
tersebut didapatkan disebabkan oleh katarak.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Katarak merupakan kondisi kekeruhan pada lensa atau penurunan progresif
kejernihan lensa. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies yang berarti
air terjun. Katarak disebut bular dalam bahasa Indonesia, yaitu kondisi dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun karena lensa yang keruh.1,3
Katarak dapat terjadi akibat kondisi hidrasi atau penambahan cairan pada
lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat keduanya. Kekeruhan lensa biasanya
mengenai kedua mata dan ditunjukkan dengan lensa yang berwarna putih
keabuan sehingga akan menyebabkan ketajaman penglihatan berkurang.3

2.2 Anatomi Lensa


Lensa kristalina merupakan suatu struktur bikonveks, tak berwarna, dan
transparan. Lensa tidak memiliki vaskularisasi dan inervasi. Lensa terletak di
antara iris dan corpus vitreus. Anterior dari lensa terdapat iris, posterior lensa
terdapat corpus vitreus. Lensa dipertahankan di tempatnya oleh serat zonula
(Zonula Zinn) yang menghubungkan lensa dengan badan siliar. Lensa bersama
dengan iris membentuk diafragma optikal yang memisahkan bilik anterior dan
posterior bola mata. Pusat lensa disebut nucleus, tersusun dari serat yang lebih
tua, dan serat di sekelilingnya disebut cortex, tersusun dari serat yang lebih
muda.4
Lapisan terluar lensa adalah kapsul. Kapsul lensa adalah suatu membrane
basalis yang mengelilingi substansi lensa. Substansi lensa terdiru dari nucleus
dan korteks. Nucleus lensa memiliki konsistensi lebih keras daripada bagian
korteksnya. Sel-sel epitel dekat ekuator lensa membelah sepanjang hidup dan
terus berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa baru sehingga serat-serat lensa
yang lebih tua dipampatkan ke nucleus. Serat-serat muda yang kurang padat
disekeliling nucleus menyusun korteks lensa. Korteks terletak antara kapsula
lensa dan nucleus yang mengandung serat-serat lembut.5

Gambar 2.1. Anatomi Lensa.4

2.3 Histologi Lensa


Secara mikroskopis kapsul lensa merupakan membrane basal paling luar
setelah epitel yang kaya akan kolagen tipe IV dan glikoprotein yang melapisi
seluruh lnsa. Setelah kapsul, terdapat epitel subcapsular. Epitel subcapsular
terdiri dari epitel selapis kubis yang hanya terdapat pada bagian anterior lensa.
Pertumbuhan dan bertambahnya ukuran lensa membentuk lens fibers yang baru
akan meningkat selama hidup yang berasal dari sel-sel yang berlokasi di ekuator
lensa.6
Setelah kapsul dan epitel terdapat bentukan disebut lens fibers. Lens fibers
terdiri 2000-3000 sabut-sabut yang tidak memiliki inti (annucleata fibers) yang
memanjang, tipis dan pipih. Sabut-sabut tersebut adalah hasil diferensiasi dari
epitel subscapular. Sabut-sabut dari lens fibers tersebut terdiri dari banyak
protein disebut crystallins. Sabut-sabutnya memiliki bentuk prisma segi enam
yang memanjang yang semakin perifer sabut-sabut tersebut melengkung
mengikuti kontur permukaan anteroposterior dari lensa.7
2.4 Fisiologi Lensa
Lensa memiliki mekanisme untuk mengatur keseimbangan air dan elektrolit,
yang berfungsi untuk mengatur transparansi lensa. Ketidakseimbangan hidrasi
seluler dapat menyebabkan opasifikasi. Lensa manusia mengandung hampir 66%
air dan 33% protein. Korteks lensa lebih terhidrasi dibandingkan nukleus.8
Lensa juga memiliki mekanisme untuk mengubah fokus gambar dari jauh
menjadi dekat dan sebaliknya, disebut dengan akomodasi. Lensa akan mengubah
bentuk sesuai dengan muskulus siliaris. Sesuai dengan pertambahan usia, maka
lensa akan menjadi lebih rigid, dan terjadi perubahan kurvatura anterior.
Mekanisme perubahan bentuk lensa saat akomodasi terjadi pada permukaan
kapsul anterior di bagian sentral, yang lebih tipis dibandingkan dengan
permukaan perifer. Selain itu serat zonula bagian anterior berinsersio lebih dekat
dengan aksis visual dibandingkan dengan serat zonula posterior.8

2.5 Etiologi
Katarak pada umumnya disebabkan karena perubahan degeneratif pada lensa.
Beberapa faktor lain yang dapat menimbulkan katarak antara lain:3,8

1. Penyakit metabolik seperti diabetes melitus, galaktosemi, hipokalsemi,


wilson disease, distrofi miotonik
2. Obat-obatan seperti kortikosteroid, klorpromazin, fenotiazin, miotikum,
amiodaron, dan statin
3. Trauma seperti kontusio, perforasi, radiasi, kimia, benda asing, metalosis,
dan elektrik
4. Defisiensi nutrisi seperti vitamin C, vitamin E, dan karotenoid
5. Rokok dan alkohol
6. Penyakit mata yang mendahului seperti uveitis dan glaukoma
7. Penyakit kulit seperti dermatitis atopik
8. Penyakit pada sistem saraf pusat seperti neurofibroma tipe II, sindrom
Zellweger, dan Norrie’s disease
9. Infeksi selama masa kehamilan seperti pada katarak kongenital
10. Mutasi genetik, seperti pada sindrom Down, sindrom Cri du chat,
sindrom Turner, sindrom Patau.

2.6 Klasifikasi
Katarak berdasarkan usia dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori, antara lain3:
1. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang telah terjadi sebelum atau
segera setelah bayi lahir dan bayi berusia < 1 tahun. Katarak kongenital
adalah kekeruhan lensa yang timbul sebagai kejadian primer atau
berhubungan dengan penyakit ibu dan janin. Katarak kongenital biasanya
tampak sebagai katarak putih yang padat dan besar yang disebut dengan
leukokoria. Penyebab katarak kongenital dapat diketahui dengan
pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela dan riwayat
pemakaian obat selama kehamilan.1,3

Katarak kongenital memiliki beberapa bentuk antara lain:


- Katarak piramidalis atau polaris anterior
- Katarak piramidalis atau polaris posterior
- Katarak zonularis atau lamelaris
- Katarak pungtata.

Katarak kongenital memiliki penyulit yaitu makula lutea kurang


mendapatkan rangsangan sehingga tidak dapat berkembang sempurna.
Visus pasien biasanya tidak dapat mencapai 5/5. Hal ini disebut
ambliopia sensoris. Hal ini menyebabkan katarak kongenital harus
ditangani dalam 2 bulan pertama kehidupan. Katarak kongenital dapat
menimbulkan komplikasi seperti nistagmus dan strabismus.1,3

2. Katarak Juvenil
Katarak juvenil terjadi pada usia > 3 bulan dan < 9 tahun. Katarak
juvenil biasanya merupakan kelanjutan dari katarak kongenital. Katarak
juvenil biasanya memiliki penyulit berupa penyakit sistemik atau
metabolik seperti diabetes melitus, kondisi hipokalasemi seperti tetani,
defisiensi gizi, kondisi distrofi miotonik, dan kondisi trauma.3
3. Katarak Senilis
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut >
50 tahun. Perkembangan katarak senilis berjalan lambat dan selama
bertahun-tahun. Kekeruhan pada katarak senilis dapat terjadi pada bagian
nukleus, kortikal, atau subkapsular posterior. Katarak nuklear terjadi
akibat adanya proses kondensasi dalam nukleus, sehingga menyebabkan
terjadinys sklerosis nuklear. Gejala yang biasanya timbul adalah
penglihatan dekat yang membaik tanpa kacamata. Hal ini disebabkan
karena fokus lensa di bagian senrral meningkat, sehingga refraksi bergeser
ke miopia. Gejala lain yang timbul adalah diskriminasi warna yang buruk
dan diplopia monokular. Katarak nuklear cenderung bilateral.1,3

Gambar 2. Sklerosis nukleus pada katarak nuklear (Bobrow et al, 2011)9


Katarak kortikal terjadi karena adanya perubahan hidrasi serat lensa
yang menyebabkan terbentuknya celah dalam pola radial di sekeliling
daerah ekuator. Katarak subkapsular posterior akan menimbulkan gejala
seperti silau dan penurunan penglihatan pada kondisi pencahayaan yang
terang. Katarak subkapsular posterior dapat timbul akibat adanya trauma,
penggunan kortikosteroid topikal atau sistemik, adanya peradangan,
ataupun pajanan radiasi.1.

Gambar 3. Katarak Kortikal dan Katarak Subkapsular Posterior


(Bobrow et al, 2011)19
Katarak senilis memiliki 4 stadium, yaitu katarak insipien, imatur atau
intumesen, matur dan hipermatur. Katarak insipien jika kekeruhan masih
ringan. Kekeruhan berasal dari tepi ekuator, berbentuk jeruji dan menuju
korteks anterior dan posterior. Katarak imatur jika kekeruhan mencapai
sebagian lensa dan disertai dengan pembengkakan lensa karena lensa
menjadi higroskopis. Katarak imatur menyebabkan miopia lentikular dan
dapat menimbulkan penyulit glaukoma. Katarak matur jika kekeruhan
telah mengenai seluruh bagian lensa. Pada katarak hipermatur, protein di
bagian korteks mencair. Cairan akan keluar dari kapsul sehingga lensa
akan mengerut. Katarak hipermarur dengan nukleus lensa yang terbenam
di dalam korteks lensa disebut katarak Morgagni.1,3

Selain klasifikasi berdasarkan usia, katarak juga dapat diklasifikasikan


berdasarkan penyebabnya antara lain:1,3,8
1. Katarak Traumatik
Trauma yang dapat menyebabkan katarak meliputi trauma tumpul atau
kontusio, perforasi atau penetrasi, trauma radiasi, elektrik, metalosis, dan
benda asing. Trauma tumpul pada mata biasanya ditandai dengan adanya
vossius ring pada bagian anterior lensa yang berasal dari pigmen iris yang
menempel pada lensa. Trauma tumpul tanpa perforasi dapat menyebabkan
opasifikasi secara akut atau perlahan. Opasitas yang disebabkan biasanya
berbentuk stelata atau roset, dan biasanya berlokasi di aksis penglihatan
dan mencapai kapsul posterior lensa. Trauma tumpul juga dapat
menyebabkan luksasi dari lensa jika mengenai zonula zinni. Adanya
luksasi lensa akan menyebabkan gangguan akomodasi, diplopia
monokuler, dan astigmatisma.8
Trauma penetrasi atau perforasi dapat menyebabkan opasifikasi
korteks lensa pada bagian yang terkena trauma. Opasifikasi akan
berkembang secara cepat. Trauma radiasi memiliki progresivitas yang
lambat. Pajanan radiasi inframerah dapat menyebabkan glassblowers
cataract, karena pajanan panas dengan intensitas tinggi kepada mata akan
menyebabkan lapisan terluar dari kapsul anterior lensa mengelupas.
Pajanan radiasi ultraviolet pada sinar matahari dalam jangka waktu lama
biasanya akan menyebabkan katarak kortikal.1,8
Trauma kimia yang paling sering menyebabkan katarak adalah trauma
alkali, karena alkali mengandung senyawa yang dapat menembus mata
secara cepat. Trauma asam jarang menyebabkan katarak karena lebih sulit
untuk menembus mata.4
2. Katarak Komplikata
Katarak komplikata adalah kekeruhan pada lensa yang disebabkan
penyakit intraokular lain. Adanya penyakit intraokular sebelumnya akan
menyebabkan perubahan sirkulasi yang akan menghambat nutrisi dari
lensa.10
3. Katarak Akibat Penyakit Sistemik
Katarak bilateral dapat disebabkan oleh berbagai gangguan sistemik
seperti diabetes melitus, hipokalsemia, distrofi miotonik, dermatitis atopik,
galaktosemia, dan sindroma Lowe, Werner, dan Down. Katarak
merupakan penyebab umum gangguan penglihatan pada pasien diabetes.
Kadar glukosa darah yang meningkat akan menyebabkan peningkatan
glukosa pada humor aqueous. Glukosa dari aqueous akan memasuki lensa,
sehingga kadar glukosa akan meningkat. Beberapa senyawa glukosa akan
diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reductase. Metabolisme
sorbitol di lensa berjalan lambat dan akan terakumulasi di sitoplasma sel
lensa, yag akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik dan terjadi
influks air, sehingga serat lensa akan cenderung edem.8
4. Drug-Induced Cataract
Obat-obat yang dapat menyebabkan katarak antara lain kortikosteroid,
fenotiazin, miotikum, amiodaron, dan statin. Penggunaan kortikosteroid
secara topikal, sistemik, subkonjungtiva, dan inhalasi dapat menyebabkan
terbentuknya katarak, terutama katarak subkortikal posterior. Fenotiazin
dapat menyebabkan deposit pigmen di epitel anterior lensa, pada bagian
aksis. Miotikum seperti pilokarpin dapat menyebabkan terbentuknya
vakuola pada bagian kapsul anterior dan posterior lensa.8
5. Katarak Sekunder
Katarak sekunder adalah kekeruhan pada kapsul posterior setelah
ekstraksi katarak ekstrakapsular, paling cepat 2 hari setelah dilakukan
operasi. Gambaran yang akan timbul berupa mutiara Elschnig dan cincin
Soemmering. Epitel lensa subkapsular yang tersisa menginduksi
regenerasi serat-serat lensa, sehingga memberikan gambaran telur kodok
atau busa sabun pada kapsul posterior. Cincin Soemmering terjadi karena
kapsul anterior pecah dan traksi ke perifer, lalu melekat pada kapsula
posterior sehingga meninggalkan daerah jernih di bagian tengah,
memberikan gambaran cincin. Terapi yang dapat dilakukan adalah dengan
laser neodymium yag.1,3

2.7 Katarak Komplikata


2.7.1 Definisi
Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain
seperti radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis
pigmentosa, glaukoma, tumor intra ocular, iskemia ocular, nekrosis anterior
segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata.3
Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik
endokrin (diabetes mellitus, hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia
distrofi) dan keracunan obat (tiotepa intravena, steroid lokal lama, steroid
sistemik, oral kontra septic dan miotika antikolinesterase). Katarak
komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di
daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata
ataupun linear.3

2.7.2 Etiologi
Kanski menyebutkan bahwa penyakit mata yang dapat menyebabkan
katarak komplikata contohnya adalah uveitis anterior yang kronik, glaukoma
sudut tertutup, miopia yang tinggi, serta gangguan herediter pada fundus
(misalnya retinitis pigmentosa). Dalam Kurana (2007) ditambahkan beberapa
penyakit mata yang mungkin menyebaban katarak komplikata, yaitu ablasio
retina dan tumor intraokular.
Dikenal dua bentuk yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada polus
posterior terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa, ablasi retina,
kontusio retina dan myopia tinggi yang mengakibatkan kelainan badan kaca.
Biasanya kelainan ini berjalan aksial yang biasanya tidak berjalan cepat dalam
nucleus, sehingga sering terlihat nucleus lensa tetap jernih. Katarak akibat
myopia tinggi dan ablasi retina memberikan gambaran agak berlainan.3
Katarak akibat kelainan polus anterior bola mata biasanya akibat
kelainan kornea berat, iridosiklitis, kelainan neoplasma dan glaucoma. Pada
iridosiklitis akan mengakibatkan katarak subkapsularis anterior. Pada katarak
akibat glaucoma akan terlihat katarak diseminata pungtata subkapsular
anterior (Katarak Vogt). 3

2.7.3 Penyakit Lokal Mata


2.7.3.1 Glaukoma
Glaukoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa
perubahan atau gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan
intraocular (TIO) dengan segala akibatnya. Selain itu glaukoma memberikan
gambaran klinik berupa penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang
pandang mata. 8
Glaukoma dapat timbul secara perlahan dan menyebabkan hilangnya
lapang pandang ireversibel tanpa timbulnya gejala lain yang nyata atau dapat
timbul secara tiba-tiba dan menyebabkan kebutaan dalam beberapa jam. Jika
peningkatan TIO lebih besar daripada toleransi jaringan, kerusakan terjadi
pada sel ganglion retina, merusak diskus optikus sehingga menyebabkan atrofi
saraf optik dan hilangnya pandangan perifer.8
Glaukoma pada saat serangan akut dapat mengakibatkan gangguan
keseimbangan cairan lensa subkapsul anterior. Bentuk kekeruhan ini berupa
titik-titik yang tersebar sehingga dinamakan katarak pungtata subkapsular
diseminata anterior atau dapat disebut menurut penemunya katarak Vogt.
Kekeruhan seperti porselen/susu tumpah di meja pada subkapsul anterior.
Katarak ini bersifat reversible dan dapat hilang bila tekanan bola mata sudah
terkontrol .8

2.7.3.2 Uveitis
Seperti semua proses radang, uveitis anterior ditandai dengan adanya
dilatasi pembuluh darah yang akan menimbulkan gejala hyperemia silier
(hiperemi perikorneal atau perikorneal vascular injection). Peningkatkan
permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos humor,
sehingga terjadi peningkatan konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada
pemeriksaan slit lamp hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, yaitu
partikel-partikel kecil dengan gerak brown (efek tyndal). Kedua gejala
tersebut menunjukkan proses peradangan akut.
Pada proses yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel
radang di dalam bilik mata depan yang disebut hipopion, ataupun migrasi
eritrosit ke dalam bilik mata depan yang dikenal dengan hifema. Apabila
proses radang berlangsung lama dan berulang, maka sel-sel radang melekat
pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate. Jika tidak
mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan terus dan
menimbulkan komplikasi.
Perubahan lensa sering terjadi sebagai akibat sekunder dari uveitis
kronis. Biasanya muncul katarak subkapsular posterior, dan juga dapat terjadi
perubahan lensa anterior. Pembentukan sinekia posterior sering berhubungan
dengan penebalan kapsul lensa anterior dan perkembangan fibrovaskular yang
melewatinya dan melewati pupil. Kekeruhan juga dapat terjadi pada tempat
iris melekat dengan lensa (sinekia posterior) yang dapat berkembang
mengenai seluruh lensa. Kekeruhan dapat bermacam-macam, dapat difus,
total, atau hanya terbatas pada tempat sinekia posterior. Perubahan lensa pada
katarak sekunder karena uveitis dapat berkembang menjadi katarak matur.
Deposit kalsium dapat diamati pada kapsul anterior atau dalam substansi
lensa.8

2.7.3.3 Miopia Maligna


Miopia maligna adalah miopia yang berjalan progresif yang dapat
mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila
mopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada
panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada
bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina.
Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan
kadang kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan
rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Dapat juga ditemukan
bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis
sensoris retina luar, dan lebih lanjut akan terjadi degenerasi papil saaraf optik.
Miopia maligna dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir.
Pada anak-anak diagnosis sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan
beratnya miopia dalam waktu yang relatif pendek.
Katarak miopia dikarenakan terjadinya degenerasi badan kaca, yang
merupakan proses primer, yang menyebabkan nutrisi lensa terganggu, juga
karena lensa pada miopia kehilangan transparasi sehingga menyebabkan
katarak.8

2.7.4 Penyakit Sistemik


2.7.4.1 Katarak Diabetes Melitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks
refraksinya, dan besaran akomodasinya. Seiring dengan meningkatnya kadar
gula darah, demikian pula kandungan glukosa di humor aqueous. Karena
glukosa dari aqueous masuk ke lensa secara difusi, oleh karenanya glukosa
yang terkandung dalam lensa akan meningkat. Beberapa glukosa dikonversi
oleh enzim aldosa reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisir tetapi
menetap dalam lensa.
Kemudian, tekanan osmotic menyebabkan influks air ke dalam lensa,
yang menyebabkan edema serabut-serabut lensa. Keadaan hidrasi lensa dapat
mempengaruhi kekuatan refraksi lensa. Pasien diabetes mungkin
menunjukkan perubahan refraksi sementara, yang paling sering adalah
miopia, tetapi kadang-kadang hipermetrop. Orang-orang diabetes menurun
kekuatan akomodasinya dibandingkan dengan kontrol pada umur yang sesuai,
dan presbiopia dapat timbul pada usia yang lebih muda pada pasien dengan
diabetes daripada pasien-pasien nondiabetes.
Katarak merupakan penyebab umum penurunan visual pada pasien-
pasien diabetes. Meskipun dua tipe katarak secara klasik teramati pada pasien
diabetes pola-pola lainnya juga dapat terjadi. Katarak diabetes sejati atau
katarak snowflake, memiliki gambaran perubahan lensa subkapsular yang
tersebar luas, bilateral,beronset cepat dan akut, biasanya pada orang muda
dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Kekeruhan subkapsular putih
abu-abu multiple yang memiliki gambaran snowflake (butiran salju) terlihat
pertama kali di korteks lensa anterior dan posterior superfisial. Vakuola
tampak dalam kapsul, dan bentuk celah di korteks. Katarak kortikal
intumescent dan matur terjadi segera sesudahnya.
Katarak senillis adalah tipe kedua yang sering teramati pada pasien
diabetes. Bukti menunjukkan bahwa pasien diabetes memiliki peningkatan
risiko perubahan lensa berhubungan dengan umur dan perubahan lensa ini
cenderung terjadi pada usia yang lebih muda daripada pasien tanpa diabetes.
Pasien diabetes memiliki risiko tinggi terjadinya katarak berhubungan dengan
umur yang mungkin merupakan hasil dari akumulasi sorbitol dalam lensa,
perubahan hidrasi yang mengikutinya, dengan peningkatan glikolisasi protein
pada lensa diabetika.8

2.7.4.2 Galaktosemia
Galaktosemia merupakan ketidakmampuan mengubah galaktosa
menjadi glukosa yang diwariskan secara autosom resesif. Sebagai
konsekuensinya, galaktosa terakumulasi pada jaringan tubuh, yang dengan
metabolisme lebih lanjut mengkonversi galaktosa menjadi galaktitol
(dulsitol), gula alkohol dari galaktosa. Galaktosemia merupakan hasil adanya
defek pada satu dari tiga enzim yang terlibat dalam metabolism galaktosa:
galaktosa 1-fosfat uridil transferase, galaktokinase, atau UDP-galaktosa-4-
epimerase. Bentuk yang paling umum dan paling berat, dikenal sebagai
galaktosemia klasik, disebabkan oleh defek pada enzim transferase. Enzim ini
penting untuk mengubah galaktosa menjadi glukosa, karena laktosa yang
merupakan gula utama susu adalah disakarida yang mengandung glukosa dan
galaktosa.
Pada galaktosemia klasik, gejala-gejala malnutrisi, hepatomegali,
jaundice, dan defisiensi mental muncul pada beberapa minggu pertama
kehidupan. Penyakit ini bersifat fatal jika tidak terdiagnosis dan tidak diterapi.
Diagnosis galaktosemia klasik dapat dikonfirmasi dengan ditemukannya
substansi galaktosa reduksi non glukosa di urin.
Pasien-pasien dengan galaktosemia klasik, 75% akan timbul katarak,
biasanya dalam beberapa minggu pertama setelah kelahiran. Akumulasi
galaktosa dan galaktiol dalam sel-sel lensa menyebabkan peningkatan tekanan
osmotic intraselular dan influks cairan lensa. Biasanya, nucleus dan korteks
bagian dalam menjadi keruh, menyebabkan gambaran “tetesan minyak” pada
retroiluminasi. Jika penyakit ini tetap tidak diterapi, katarak berkembang
menjadi kekeruhan lensa total. Terapi galaktosemia adalah mengeliminasi
susu dan produk susu dari diit. Pada beberapa kasus, pembentukan katarak
awal dapat dibalik oleh diagnosis yang tepat dan intervensi diit.
Defisiensi dua enzim lainnya, epimerase dan galaktokinase, juga dapat
menyebabkan galaktosemia. Defisiensi ini lebih jarang dan menyebabkan
abnormalitas sistematis yang lebih ringan. Katarak dapat juga tampak tetapi
biasanya muncul pada umur yang lebih tua daripada galaktosemia klasik. 8

2.7.4.3 Hipokalsemia (Katarak Tetani)


Katarak mungkin terjadi dalam hubungan dengan setiap keadaan yang
menyebabkan hipokalsemia. Hipokalsemia dapat idiopatik, atau dapat timbul
sebagai hasil dari perusakan yang tidak disengaja glandula paratiroidea selama
operasi tiroid. Biasanya bilateral, katarak hipokalsemia adalah kekeruhan
iridescent punctata di korteks anterior dan posterior yang terletak diantara
kapsul lensa dan biasanya dipisahkan dari kapsul lensa oleh suatu daerah lensa
yang jernih. Kekeruhan ini mungkin tetap stabil atau matur menjadi katarak
kortikal total. Pada pemeriksaan darah terlihat kadar kalsium turun.8
2.7.5 Trauma
2.7.5.1 Katarak Diinduksi Radiasi
Radiasi pengion. Lensa sangat sensitive terhadap radiasi pengion;
bagaimanapun juga diperlukan 20 tahun setelah paparan sebelum katarak
menjadi tampak secara klinis. Periode laten ini berhubungan dengan dosis
radiasi dan usia pasien, semakin muda semakin rentan terhadap radiasi
pengion karena memiliki sel-sel lensa yangs sedang tumbuh secara aktif.
Radiasi pengion pada daerah x-ray (panjang gelombang 0,001-10 nm) dapat
menyebabkan katarak pada beberapa individu dengan dosis 200 rad tiap
fraksi. Tanda klinis pertama katarak diinduksi radiasi seringkali berupa
kekeruhan punctata di dalam kapsul posterior dan kekeruhan subkapsular
anterior yang halus menjalar kearah ekuator lensa. Kekeruhan ini dapat
berkembang menjadi kekeruhan lensa total.
Radiasi inframerah (katarak glassblowers). Paparan radiasi
inframerah dan panas yang terus menerus ke mata pada waktu yang lama
dapat menyebabkan lapisan terluar kapsul lensa anterior mengelupas dan
menjadi lapisan tunggal. Eksfoliasi sesungguhnya dari kapsul lensa, dengan
lamella terluar terkelupas menggulung diatasnya, jarang terlihat saat ini.
Katarak kortikal mungkin berkaitan dengan keadaan ini.
Radiasi ultraviolet. Bukti eksperimental menunjukkan bahwa lensa
rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh radiasi ultraviolet pada
daerah UVB 290-320 nm. Bukti epidemiologis dan penelitian berbasiskan
populasi mengindikasikan bahwa paparan jangka lama terhadap UVB dari
paparan sinar matahari berhubungan dengan peningkatan risiko katarak
kortikal dan subkapsular posterior.8
2.7.6 Mekanis
2.7.6.1 Trauma Tembus dan Trauma Tak Tembus
Trauma pada umumnya menyebabkan katarak monookuler. Trauma
fisik baik tembus maupun tidak tembus dapat merusak kapsul lensa, cairan
COA masuk ke dalam lensa dan timbul katarak. Trauma tak tembus (tumpul)
dapat menimbulkan katarak dengan berbagai bentuk :
a. Vossious ring
Cetakan pupil pada lensa akibat trauma tumpul yang berbentuk
vossious ring yaitu lingkaran yang terbentuk oleh granula coklat
kemerah-merahan dari pigmen iris dengan garis tengah kurang lebih 1
mm. Secara normal menjadi padat sesudah trauma. Cincin vossious
cenderung untuk menghilang sedikit demi sedikit. Kekeruhan kapsul yang
kecil-kecil dan tersebar dapat ditemui sesudah menghilangnya pigmen.
b. Roset (bintang)
Katarak berbentuk roset; bentuk ini dapat terjadi segera sesudah
trauma tetapi dapat juga beberapa minggu sesudahnya. Trauma tumpul
mengakibatkan perubahan susunan serat-serat lensa dan susunan sisten
suture (tempat pertemuan serat lensa) sehingga terjadi bentuk roset.
Bentuk ini dapat sementara dan dapat juga menetap.
c. Katarak zonuler atau lamellar
Bentuk ini sering ditemukan pada orang muda sesudah trauma.
Penyebabnya karena adanya perubahan permeabilitas kapsul lensa yang
mengakibatkan degenerasi lapisan korteks superfisial. Trauma tumpul
akibat tinju atau bola dapat menyebabkan robekan kapsul, walaupun
tanpa trauma tembus mata. Bahan-bahan lensa dapat keluar melalui
robekan kapsul ini dan bila diabsorbsi maka mata akan menjadi afakia.

Trauma penetrasi atau perforasi lensa sering mengakibatkan kekeruhan


korteks pada sisi yang rupture, biasanya berkembang secara cepat menjadi
kekeruhan total. Kadang-kadang trauma perforasi kecil pada kapsul lensa
dapat sembuh, sehingga menimbulkan katarak kortikal fokal yang stasioner.8

2.7.6.2 Pasca Bedah


Katarak sekunder menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat
katarak traumatic yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi
katarak ekstrakapsular (EKEK). Hal ini terjadi akibat terbentuknya jaringan
fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat
sesudah dua hari EKEK. Bentuk lain yang merupakan proliferasi epitel lensa
pada katarak sekunder berupa mutiara Elsching dan cincin Soemmering.
Katarak sekunder merupakan fibrin sesudah suatu operasi EKEK atau sesudah
trauma yang memecah lensa.
Cincin Soemmering mungkin akan bertambah besar oleh karena daya
regenerasi epitel yang terdapat di dalamnya. Cincin Soemmering terjadi akibat
kapsul anterior yang pecah dan traksi ke arah pinggir-pinggir melekat pada
kapsula posterior meninggalkan daerah yang jernih di tengah, dan membentuk
gambaran cincin. Pada cincin ini tertimbun serabut lensa epitel yang
berproliferasi.
Mutiara Elsching adalah epitel subkapsular yang berproliferasi dan
membesar sehingga tampak sebagai busa sabun atau telur kodok. Mutiara
elsching ini mungkin akan menghilang dalam beberapa tahun oleh karena
pecah dindingnya.3

2.7.7 Kimia
2.7.7.1 Obat-obatan
Kortikosteroid
Penggunaan jangka panjang kortikosteroid dapat menyebabkan
katarak subkapsular posterior. Insidensinya berhubungan dengan dosis dan
durasi pengobatan. Pembentukan katarak telah dilaporkan setelah pemberian
kortikosteroid melalui beberapa jalur, sistemik, topical, subkonjungtiva dan
semprot hidung.
Pada suatu penelitian pasien-pasien diterapi dengan prednisone oral
dan diobservasi selama 1-4 tahun, 11% yang diterapi dengan prednisone 10
mg/hari mengalami katarak, 30% yang menerima 10-15 mg/hari dan 80%
yang menerima lebih dari 15 mg/hari. Pada penelitian lain, setengah dari
pasien-pasien yang mendapatkan kortikosteroid topical setelah keratoplasti
mengalami katarak setelah menggunakan 765 tetes dexamethason 0,1%
selama periode 10,5 bulan.
Fenotiazin
Kelompok obat psikotropika, dapat menyebabkan deposit pigmen di
epithelium lensa anterior dalam bentuk konfigurasi aksial. Deposit ini
dipengaruhi oleh dosis dan durasi pemberian obat. Deposit lebih sering
terlihat dengan penggunaan beberapa jenis fenotiazin, terutama klorpromazin
dan thloridazin, daripada jenis yang lainnya.
Miotikum
Antikolinesterase seperti echothiophate iodide dan demekarium
bromide dapat menyebabkan katarak. Insidensi katarak yang telah dilaporkan
sebesar 20% pada pasien-pasien setelah 55 bulan penggunaan pilokarpin dan
60% pada pasien-pasien setelah penggunaan posfolin iodide. Biasanya katarak
ini pertama kali tampak sebagai vakuola kecil di dalam dan sebelah posterior
kapsul dan epithelium lensa anterior. Katarak dapat berkembang ke korteks
posterior dan nucleus lensa dapat berubah juga.8

2.7.7.2 Trauma Basa


Trauma basa pada permukaan okular sering menyebabkan timbulnya
katarak, selain merusak kornea, konjungtiva, dan iris. Komponen basa
mempenetrasi mata, menyebabkan peningkatan pH aqueous dan menurunkan
kadar glukosa dan askorbat aqueos. Pembentukan katarak kortikal dapat
terjadi secara akut atau sebagai efek yang tertunda dari trauma kimia. Karena
asam cenderung mempenetrasi mata tidak semudah basa, trauma asam jarang
menyebabkan pembentukan katarak.8

2.8 Terapi
Pengobatan untuk katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan jika
penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kacamata untuk
melakukan kegiatannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa
penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kacamatanya, menggunakan
kacamata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa pembesar. Jika katarak
tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan.
Indikasi operasi :
a. Pada bayi : kurang dari 1 tahun
Bila fundus tidak terlihat. Bila masih dapat dilihat, katarak dibiarkan saja
b. Pada usia lanjut
 Indikasi klinis : kalau katarak menimbulkan penyulit seperti uveitis atau
glaucoma, meskipun visus masih baik untuk bekerja, perlu dilakukan
operasi setelah keadaan menjadi tenang
 Indikasi visual : batasnya pada orang yang buta huruf 5/50, pada orang
yang terpelajar 5/20

Dua macam pembedahan yang bisa digunakan untuk mengangkat lensa :

a. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)


Merupakan tindakan pembedahan pada lensa katarak, dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan mencegah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui
robekan tersebut, kemudian dikeluarkan melalui insisi 9-10mm, lensa
intraocular diletakkan pada kapsul posterior.3
b. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat
dilakukan pada zonulla zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah
diputus. Pada katarak ekstraksi intrakapsuler tidak akan terjadi katarak
sekunder. Pembedahan ini tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada
pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligament
hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmat, glaucoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan .3

2.9 Prognosis
Pada katarak komplikata prognosis visualnya tidak sebaik katarak senilis biasa.
(Anggira, 2015)
BAB III
KESIMPULAN

1. Katarak merupakan kondisi kekeruhan pada lensa kristalina yang menyebabkan


penurunan ketajaman penglihatan. Katarak dapat disebabkan oleh proses
degenerasi, bawaan penyakit ibu atau janin, penyakit sistemik, trauma,
malnutrisi, dan rokok.
2. Mekanisme yang mendasari terjadinya katarak adalah perubahan susunan serat
lensa. Hal ini biasanya disebabkan oleh agregasi protein.
3. Katarak dibagi menjadi beberapa jenis. Katarak berdasarkan usia diklasifikasikan
menjadi katarak kongenital, juvenil, dan katarak senilis. Katarak jenis lain adalah
katarak traumatik, katarak komplikata, katarak akibat penyakit sistemik, drug-
induced cataract, dan katarak sekunder.
4. Tindakan bedah katarak meliputi Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK),
Fakoemulsifikasi, Small Incision Cataract Surgery (SICS), dan Ekstraksi
Katarak Intrakapsular (EKIK). Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh katarak
antara lain glaukoma fakomorfik, glaukoma fakolitik, glaukoma fakoanafilaktik,
dan lens induced uveitis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Harper RA, Shock JP. 2009. Lensa. Dalam Eva PR & Whitcher JP: Oftalmologi
Umum Vaughan & Asbury. Diterjemahkan oleh Pendit BU. Jakarta: EGC.
2. American Optometric Association. 2014. Optometric Clinical Practice
Guideline: Care of The Adult Patient with Cataract. St.Louis: AOA.
3. Ilyas S, Yulianti SR. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Lang, G. 2010. Ophthalmology A Short Textbook 2nd ed.. New York: Thieme
Stuttgart Publisher. p. 165-178 12
5. Vaughan, D.G., Riordan, T.A., Eva, P. 2009. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta:
Penerbit Widya Medika
6. Young, B., James, S.L., Alan, S., John, W.H. 2011. Wheater’s Functional
Histology: A Text and Colour Atlas. 5th Edition. Elsevier: Phiadelphia.
7. American Association of Ophtalmology. 2011. Lens and Catharact: Basic and
Clinical Science Course. Singapore: LEO framework.5
8. Bobrow et al. 2011. Lens and Cataract. Basic And Clinical Science Couse. American
Academy of Ophtalmology.
9. Khurana AK. 2015. Ophtalmology. New Delhi: New Age Publishers.
10. Kanski, J.J. 2014. Clinical Ophthalmology a Systematic Approach. 6th ed.
Philadelphia: Butterworth Heinemann. p. 163-70.

Anda mungkin juga menyukai