Anda di halaman 1dari 11

FISAFAT PENDIDIKAN POSITIVISME DAN EMPIRISISME

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan

Dosen Pengampu: Drs. H. Abdul Wahab, M. Pd. I

Disusun Oleh:

Ulifatun. Nafi’ah (117012)

Diah Dwitiami (117024)

Muh Syukron Agus W (117029)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI

JURUSAN TARBIYAH

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


2018

FISAFAT PENDIDIKAN POSITIVISME DAN EMPIRISISME

PENDAHULUAN

Pada jaman dahulu para ilmuan ilmiah banyak penemuan baru bermunculan, seperti bom
dan nuklir yang bisa menghancurkan alam dengan sekejab. Dengan perkembangan cara
berfikir manusia maka setiap penemuan dan penciptaan manusia harus dilandasi niai-nilai
moral yang tinggi.

Filsafat pendidikan dikembangkan untuk menyeimbangkan kehidupan lahiriah dan


batiniyah manusia. Setelah itu bermunculan pemikiran dari beberapa ilmuan filsafat, antara
lain filasafat positivisme dalam aliran ini tokoh yang ada pada masa positivisme adalah
August Comte (1798-1857) yang pertama kali menemukan pemikiran bahwasannya
pemikiran manusia berkembang melalui tiga tahapan: tahapan teologis, tahapan metafisik,
tahapan ilmiah atau positif. Selain itu juga ada filsafat empirisisme, tokoh pada masa ini
adalah Thomas Hobbes, John Locke, dan David Hume mereka perpandangan bahwa
pengalaman merupakan sumber pengetahuan bagi diri manusia.

RUMUSAN MASALAH

Apa pengertian positivisme dan empirisisme?

Bagaimana filsafat pendidikan positivisme?

Bagaimana filsafat pendidikan empirisisme?

PEMBAHASAN

Pengertian Positivisme dan Empirisisme


Pengertian Positivisme

Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif disini sama artinya dengan
faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme, pengetahuan
kita tidak boleh melebihi fakta-fakta.

Jadi, Positivisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam
sebagi satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak spekuliasi dari suatu
filosofis atau metafisik. Positivisme tidak mengenal adanya spekulasi, semua harus
didasarkan pada data empiris. Positivisme dianggap bisa memberikan sebuah kunci
pencapaian hidup manusia dan dikatakan merupakan satu-satunya formasi sosial yang
benar-benar bisa dipercaya kehandalah dan akurasinya dalam kehidupan dan
keberadaan masyarakat.

Comte sering disebut “Bapak Positivisme” karena aliran filsafat yang didirikannya
tersebut. Positivisme adalah nyata, bukan khayalan. Ia menolak metafisika dan
teologik. Jadi menurutnya ilmu pengetahuan harus nyata dan bermanfaat serta
diarahkan untuk mencapai kemajuan. Positivisme merupakan suatu paham yang
berkembang dengan sangat cepat, ia tidak hanya menjadi sekedar aliran filsafat tetapi
menjadi agama humanis modern.

Menurut positivisme, tugas filsafat bukanlah menafsirkan segala sesuatu yang ada
di alam. Tugas filsafat adalah memberi penjelasan logis terhadap pemikiran. Oleh
katrena itu filsafat bukanlah teori. Filsafat adalah aktifitas, filsafat tidak menghasilkan
proposisi-proposisi filosofis, tapi yang dihasilkan dari filsafat adalah penjelasan
terhadap proposisi-proposisi.

Alasan yang digunakan oleh positivisme dalam membatasi tugas filsafat diatas
adalah karena filsafat bukanlah ilmu. Kata filsafat hendaklah diartikan sebagai sesuatu
yang lebih tinggi atau lebih rendah dari ilmu ilmu eksakta (hal-hal yang bersifat
konkrit). Oleh karena itu semua objek pengetahuan baik yang berhubungan dengan
alam maupun yang berhubungan dengan manusia sudah ditafsirkan oleh masing-
masing ilmu yang berhubungan dengannya .

Pengertian Empirisme
Kata empirisme diambil dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau
pengalaman. Sedangan menurut istilah, Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat
yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Tanpa
adanya rangsangan dan informasi dari indra maka manusia tidak akan memperoleh
pengetahuan apapun, karena inderalah yang merupakan sumber utama pengetahuan
dan pengalaman manusia. Oleh karena itu empirisme dinisbatkan kepada faham yang
memiliki pengalaman sebagai sumber utama pengenalan, baik pengenalan lahiriyah
yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi
manusia seorang yang beraliran empirisme biasanya berpendirian bahwa pengetahuan
didapat melalui penampungan yang secara pasif menerima hasil-hasil pengindraan.

Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah


pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Empirisme lahir di inggris dengan tiga
eksponennya adalah Thomas Hobbes, John Locke, dan David Hume.

Filsafat Pendidikan Positivisme

Filsafat pendidikan positivisme lahir karena penemuan-penemuan baru


bermunculan sehingga seorang ilmuan dipaksa untuk menjadi spesialis dalam satu cabang
ilmu tertentu tanpa memahami lebih dalam cabang-cabang ilmu tertentu lainnya. Filsafat
pendidikan dikembangkan untuk menyeimbangkan kehidupan lahiriah dan batiniah
manusia.

Pendidikan tentang alam seyogianya membawa manusia ke arah kehidupan


moralitas yang mulia. Secara filososis, belajar dari alam sama halnya dengan belajar
kepada sang pencipta, sebagaimana perkataan orang bijak,”untuk meraih kebahagian
dunia dan akhirat, manusia harus berilmu, dan untuk memahami alam, manusia harus
mempelajari dan beradaptasi dengan alam.”

Pemikiran manusia terus berkembang, kepercayaan terhadap mitos mulai


berkurang. Manusia semakin bertambah ilmu pengetahuannyadan cara berpikirnya pun
lebih rasional. Perkembangan itu pun dilanjutkan dengan lahirnya positivisme yang
diperkenalkan oleh August Comte (1798-1857) yang tertuang dalam karaya utama August
Comte adalah Cours de Philosophic Positive, yaitu “kursus tentang filsafat positif” yang
diterbitkan dalam enam jilid. Tujuan utama Comte adalah menelaah sejarah
perkembangan ilmu serta menciptakan teori tentang tiga tahap perkembangan manusia.
Selain itu, karyanya yang pantas disebutkan di sini adalah Discour L’esprit Positive yang
artinya “pembicaraan tentang jiwa positif”. Dalam karya inilah, comte menguraikan
secara singkat pendapat-pendapat positivis, hukum tiga stadia, klasifikasi ilmu-ilmu
pengetahuan, dan bagan tatanan dan kemajuan.

Positivisme yang diperkenalkan oleh August Comte berpandangan bahwa


pengetahuan tidak boleh melebihi fakta-fakta. Oleh karena itu, positivisme menolak
pemahaman metafisika dan mitos-mitos irasional. Ilmu pengetahuan menyelidiki fakta-
fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta. Positivisme mengutamakan
pengalaman. Hanya, berbeda dengan empirisme inggris yang menerima pengalaman
batiniah atau sujektif sebagai sumber pengetahuan, positivisme tidak menerima sumber
pengetahuan melalui pengalaman batiniah tersebut karena tidak faktual. Akan tetapi,
kebanyakan kelompok positifis berasal dari kalangan orang-orang yang progresif, yang
bertekat mencampakan tradisi-tradisi irasional dan memperbaharui masyarakat menurut
hukum alam sehingga menjadi rasional.

Perkembangan ilmu tentang masyarakat yang bersifat alamiah merupakan puncak


suatu proses kemajuan intelektual yang logis melalui ilmu-ilmu lainnya yang sudah
terlalui sebelumnya. Kemajuan ini mencakup perkembangan, mulai dari bentuk-bentuk
pemikiran teologis purba, penjelasan metafisik, dan akhirnya sampai pada terbentuknya
hukum-hukum ilmiah yang positif.

Menurut Comte, kesatuan ilmu memperlihatkan hukum perkembangan intelektual


yang sama, seperti tampak dalam perkembangan melalui tiga tahap pemikiran, yaitu
teologis, metafisik, dan positif. Adapun gagasan dasar bahwa manusia dan gejala sosial
merupakan bagian dari alam dan dapat dianalisis dengan metode-metode ilmu alam,
memberikan suatu analisis komprehensif mengenai suatu filosofis dan metodologis yang
menjadi dasar antara ilmu-ilmu alam dan ilmu sosial. Bukunya yang berjudul The Course
of philosophy positive merupakan sebuah ensiklopedia mengenai evolusi filosofis dari
semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis tentang filsafat positif, yang
semua itu terwujud dalam tahap terakhir perkembangan. Topik-topik tercakup
didalamnya, meliputi matematika, astronomi, fisika, kimia, biologi, dan fisika sosial
(sosiologi), yang diperinci lagi ke berbagai spesialisasi misalnya dalam fisika, Comte
memasukkan barologi, termologi, akustik, optik, dan elektrologi. Untuk setiap spesialisasi
yang bebeda-beda tersebut, Comte menunjukkan pembagian dasar antara statika dan
dinamika gejala yang bersangkutan.

Menurut Comte, pemikiran atau jiwa atau budi manusia berkembang dalam
tiga tahap yaitu:

Tahap teologis

Yaitu menerangkan segalanya dengan pengaruh dan sebab-sebab yang melebihi


kodrat. Tahap teologis bersifat antropomorfik atau melekatkan manusia kepada selain
manusia seperti alam atau apa yang ada dibaliknya.

Tahap metafisik

Yaitu menerangkan segala sesuatunya melalui abstraksi.

Tahap positif

Yaitu tingkatan positif yang hanya menghiraukan yang sungguh-sungguh serta sebab-
akibat yang sudah ditentukan.

Untuk menggambarkan yang ditekankan Comte, bayangkan apabila kita ingin


menjelaskan suatu gejala alam, seperti angin topan. Dalam tahap teologis gejala serupa
akan dijelaskan sebagai hasil tindakan langsung dari seorang dewa angin atau Tuhan yang
agung(bergantung periode dalam tahap teologis). Dalam tahap metafisik, gejala yang
sama dijelaskan sebagai manifestasi dari suatu hukum alam yang tidak dapat diubah.
Dalam tahap positif, angin topan akan dijelaskan sebagai hasil dari sesuatu kombinasi
tertentu dan tekanan-tekanan udara, kecepatan angin, kelembaban dan suhu semua
variabel ang dapat diukur yang berubah terus menerus dan berinteraksi menghasilkan
angin topan.

Tahap teologis merupakan periode yang paling lama dalam sejarah manusia untuk
analisis yang lebih terperinci. Comte membaginya ke dalam periode fetisisme, politeisme,
dan monoteisme. Fetisisme merupakan bentuk pikiran yang dominan dalam masyarakat
primitif, meliputi kepercayaan bahwa semua benda memiliki kelengkapan kekuatan
hidupnya sendiri. Fetisisme ini diganti dengan politeisme, yaitu kepercayaan akan
sejumlah hal super natural yang meskipun berbeda dari benda benda alam, terus
mengontrol gejala alam. Ketika pikiran manusia terus maju, kepercayaan akan banyak
dewa diganti dengan monoteisme, yaitu kepercayaan akan satu yang tertinggi.

Tahap metafisik merupakan tahap transisi antara tahap teologis dan positif. Tahap
ini ditandai oleh satu kepercayaan dan hukum-hukum alam yang asasi yang dapat
ditemukan dengan akal budi. Protestantisme dan Deisme memperlihatkan penyesuaian
yang berturut-turut dari semangat teologis kepada munculnya semangat metafisik yang
mantap.

Tahap positif ditandai oleh kepercayaan akan adanya empiris sebagai sumber
pengetahuan terakhir. Akan tetapi, pengetahuan selalu sementara sifatnya, tidak mutlak.

Semangat positivisme memperlihatkan suatu keterbukaan terus-menerus terhadap


data baru atas dasar pengetahuan dapat ditinjau kembali dan diperluas. Dalam bukunya
Course Of Philosophy Positive, ia menyatakan bahwa cara-cara berpikir berpositif lebih
rendah dari pada cara-cara berfikir positif modern. Dalam penilaian ini, Comte sama
dengan kelompok progresif yang siap untuk menghapuskan sebagian besar sejarah
pemikiran manusia sebagai suatu cerits dongeng bohong yang menyedihkan, atau
takhayul demi takhayul yang mempengaruhi kumulatifnya menghalangi perkembangan
manusia. Misalnya, pada awal fatisisme, usaha-usaha untuk menjelaskan gejala dengan
takhayul primitf membantu timbulnya pemikiran spekulatif dan mendorong peralihan dari
cara hidup berpindah-pindah ke pertanian menetap.

Positivisme dianggap sebagai tonggak kemajuan sains di dunia. Sebagai aliran


filsafat, positivisme mendasarkan diri pada pengetahuan empiris (pengetahuan yang
diangkat dari pengalaman nyata dan dapat diuji kebenarannya). Ilmu pengetahuan
kemudian diarahkan untuk membangun peradaban manusia dengan cara penguasaan
terhadap alam semesta.
Hal yang paling penting, yakni bentuk pemikiran propositif mendorong konsensus
atas seperangkat pandangan dan kepercayaan bersama. Konsensus seperti itu penting
sebagai dasar utama keteraturan sosial. Evolusi dari berbagai cara berpikir ini menjadi
sistem yang semakin lama semakin umum dan komperhensif, berhubungan dengan
meluasnya bentuk kelompok yang terikat sebagai suatu sosial, dari keluarga besar yang
paling tua dan suku bangsa, sampai ke negara-bangsa modern, dan akhirnya keseluruh
umat manusia.

Filsafat Pendidikan Empirisisme

Penganut empirisme berpandangan bahwa pengalaman merupakan sumber


pengetahuan bagi manusia. Tanpa pengalaman, rasio tidak memiliki kemampuan untuk
memberikan gambaran tertentu. Andaikan menggambarkan sedemikian rupa, tanpa
pengalaman, hanyalah khayalan belaka.

John Locke (1632-1704), salah seorang penganut empirisme yang juga”bapak


empirisme” mengatakan bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan akalnya masih
bersih, ibarat kertas kosong yang belum bertuliskan apapun. Pengetahuan baru muncul
ketika indiawi manusia menimba pengalaman dengan cara melihat dan mengamati
berbagai kejadian dalam hidup.

George Barkeley (1685-1753) berpandangan bahwa seluruh gagasan dalam


pikiran atau ide datang dari pengalaman. Pengalaman konkret adalah “mutlak” sebagai
sumber pengetahuan utama bagi manusia, hal ini karena penalaran bersifat abstrak dan
membutuhkan rangsangan dari pengalaman. Berbagai gejala fisikal akan ditangkap oleh
indra dan dikumpulkan dalam daya ingatan manusia sehingga npengalaman indriawi
menjadi akumulasi pengetahuan yang berupa fakta-fakta.

Menurut francis bacon (1210-12920 pengetahuan yang sebenarnya adalah


pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan indriawi dengan dunia fakta.
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang sejati.
Menurut Thomas Hobbes 91588-1679), seorang filusuf yang menolak tradisi
skolastik dalam dan berusaha merupakan kosep-konsep yang menolak tradisi skolastik
dalam dan berusaha menerapkan kosep-konsep mekanik dalam alam fisika pada
pikirannya tentang manusia dan kehidupan mental. Ia mengekspresikan pandangannya
tentang hubungan antara alam, manusia, dan masyarakat.

Hobbes beranggapan bahwa pengalaman merupakan permulaan segala


pengenalan. Pengenalan intelektual tidak lain merupakan semacam perhitungan, yaitu
penggabungan data-data indriawi yang sama dengan cara berlainan tentang dunia dan
manusia. Oleh karena itu, ajaran Hobbes merupakan sistem materialisme yang pertama
dalam sejarah modern.

Sebagai penganut empirisme, Hobbes berpendapat bahwa pengenalan atau


pengetahuan diperoleh karena pengalaman. Pengalaman adalah awal sari segala
pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan
oleh pengalaman.

Pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas pengamatan yang disimpan di dalam


ingatan atau digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai dengan
apa yang trelah diamati pada masa lain. Pengamatan indriawi terjadi karena gerak
benda-benda di luar diri manusia menyebabkan adanya suatu gerak didalam indranya.
Gerak ini diteruskan ke otak dan dari otak diteruskan ke jantung. Dalam jantung,
timbullah suatu reaksi, suatu gerak dalam arah yang sebaliknya. Pengamatan yang
sebenarnya terjadi pada awal reaksi tersebut.

Beberapa pandangan filusuf tentang pengalaman sebagai sumber pengetahuan,


menggambarkan secara mendalam kepada kita bahwa sumber pertama pengetahuan
adalah pengalaman. Dengan demikian, the exsperience is the best teacher, bukan
pernyataan yang salah. Manusia yang belajar dari pengalamannnya adalah manusia
yang memahami bahwa masa depannya akan sangat bergantung pada kecerdasannya
mengambil pelajaran atau hikmah di balik semua pengalamannya.

Pengetahuan merupakan sesuatu yang telah diketahui, dan apa yang diketahui
manusia awalnya adalah dari pengalaman sendiri. Pengalaman memiliki kualitas yang
berbeda-beda, sebagaimana alat indriawi yang digunakan pun memiliki potensi yang
berbeda. Melihat merupakan pengalaman yang lebih baik dibandingkan dengan
mendengar karena apa yang kita dengar mudah dilupakan, sedangkan apa yang dilihat
akan kuat untuk diingat. Merasakan lebih baik dari pada melihat, dan mengerjakan
sesuatu kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan hanya melihat dan merasakannya.

Pada dasarnya, pengetahuan memiliki tiga kriteria, yaitu:

Ada suatu sistem gagasan dalam pikiran

Persesuaian antara gagasan dan benda benda sebenarnya, dan

Adanya keyakinan tentang persesuaian.

Gagasan dalam pikiran manusia adalah ide yang terdapat dalam alat pikir yang
disebut dengan akal atau otak. Dengan pemahaman tersebut, sistem gagasan dalam
pikiran manusia adalah lancarnya kerja otak dalam menangkap segala sesuatu,
mengembangkan nalar dalam sebuah ide tentang sesuatu yang dimaksudkan, dan
membentuk konsep demi pembatasan sesuatu yang digagas.

Gagasan muncul dari adanya realitas, sedangkan realitas yang dapat dijumpai
manusia ada dua macam, yaitu:

Realitas yang disepakati (agreement reality), yaitu segala sesuatu yang dianggap nyata
karena kita mengatakan sebagai kenyataan

Realitas yang didasarkan pada pengalaman (experimentl reality), yaitu pengalaman


manusia sendiri.

Berdasarkan dua realitas tersebut, apengetahuanpun dibagi menjadi dua macam,


yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui persetujuan dan pengetahuan yang diperoleh
melalui pengetahuan langsung atau observasi. Pengetahuan pertama diperoleh dengan
cara mempercayai apa yang dikatakan orang lain karena kita tidak dapat belajar segala
sesuatu melalui pengalaman kita sendiri.

Filsafat pendidikan yang berbasis empirisme telah menciptakan suatu aliran


empirisme pendidikan yang berpandangan bahwa dasar-dasar pendidikan harus digali
dari pengalaman manusia sehingga segala hal yang diberikan kepada manusia sesuai
dengan perjalanan kehidupannya yang nyata. Dengan pendidikan yang berbasis pada
pengalaman, atau subjek dan objek, pendidikan akan terjadi saling memberi informasi
karena pendidikan tidak akan dinamis apabila tidak ada dua unsur penting, yaitu
memberi dan menerima.

Anda mungkin juga menyukai