Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lanjut usia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah

memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang

dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process

atau proses penuaan (WHO, 2012).

Demensia adalah kehilangan kemampuan kognisi yang sedemikian

berat hingga mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan. (dalam

Kusumoputro,2006). Demensia adalah kemunduran kognitif yang sedemikian

beratnya, sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas sosial.

Kemunduran kognitif pada demensia biasanya diawali dengan kemunduran

memori atau daya ingat atau biasa yang sering disebut dengan pelupa

(Nugroho, 2008 dalam Tumipa, 2017).

Data dari World Health Organization dan Alzheimer’s Disease

International Organization melaporkan jumlah total orang dengan demensia di

seluruh dunia pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 47,5 juta dan sebanyak

22 juta jiwa di antaranya berada di Asia. Di antara mereka, 58% hidup di

negara- negara berpenghasilan rendah dan menengah, dan proporsi ini

diproyeksikan meningkat menjadi 71% pada tahun 2050. Jumlah total kasus

demensia baru setiap tahun di seluruh dunia hampir 7,7 juta, artinya bahwa

1
2

setiap 4 detik terdapat 1 kasus demensia yang baru. Jumlah orang dengan

demensia diperkirakan akan meningkat menjadi 75,6 juta pada tahun 2030 dan

135,5 juta pada tahun 2050 (WHO, 2015 dalam Tumipa, 2017).

Berdasarkan teori, lanjut usia yang berusia di atas 60 tahun berisiko

terkena demensia. Demensia cukup sering dijumpai pada lansia, menimpa

sekitar 10 % kelompok usia di atas 65 tahun dan 47 % kelompok usia di atas

85 tahun. Pada sekitar 10-20% kasus demensia bersifat reversibel atau dapat

diobati. Di Indonesia, prevalensi demensia pada lanjut usia yang berumur 65

tahun adalah 5% dari populasi lansia. Prevalensi ini meningkat menjadi 20%

pada lansia berumur 85 tahun ke atas (Amirullah, 2011 dalam Guslinda, 2013).

Untuk daerah Jawa Tengah prevalensi lansia yang mengalami penurunan

fungsi kognitif sebanyak 38,9 % ( Kemenkes, 2015). Di kabupaten Banyumas

ada sekitar 23,8 % lansia pada rentan usia 65-69 tahun yang mengalami

demensia (Riyanto, 2015). Tingginya prevalensi demensia berdampak pada

munculnya masalah-masalah baru yang dihadapi oleh lansia dengan demensia.

Pada dasarnya, Karakteristik demensia seperti penurunan kognitif dan

gangguan orientasi menimbulkan masalah keperawatan yaitu konfusi kronis.

Respon yang menjadi ciri khas pada lansia yang mengalami demensia adalah

terjadinya penurunan daya ingat kronis yang membuatnya bingung melakukan

sesuatu, hal ini menjadi pertimbangan ditegakkannya diagnosa keperawatan

konfusi kronis pada lansia yang mengalami demensia (Doenges, Moorhouse

&Murr, 2006; Mosack, 2011; Videbeck, 2011;NANDA, 2012; Stuart, 2013;

Townsend,2014). Konfusi kronik adalah perburukan kecerdasan, perilaku dan


3

kepribadian yang irevesibel, progresif, tersembunyi dan membahayakan, serta

jangka panjang, ditandai dengan gangguan fungsi kognitif

(memori,bicara,bahasa,pengambilan keputusan dan fungsi eksekutif) dan

bergantung pada pelaksanaan aktivitas kehidupan sehari-hari (NANDA,2017).

Salah satu cara untuk mengatasi gangguan fungsi kognitif yang

berdampak buruk pada lansia,dapat menggunakan metode terapi puzzle. Terapi

puzzle adalah suatu gambar yang dibagi menjadi potongan-potongan gambar

yang bertujuan untuk melatih daya pikir, melatih kesabaran dan membiasakan

kemampuan berbagi. Selain itu puzzle juga dapat digunakan untuk permainan

edukasi karena dapat mengasah otak dan melatih kecepatan berpikir dan tangan

(Misbach,2010). Diharapkan dengan terapi puzzle dengan jenis crossword

puzzle pada lansia dengan demensia dapat digunakan untuk memperlambat

penurunan fungsi kognitif pada lansia (Pillai et.all,2011)

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk

membuat proposal kasus dengan judul Asuhan Keperawatan Keluarga Pada

Pasien Demensia dengan Fokus Studi Konfusi Kronik di Wilayah X

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka rumusan masalahnya adalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Pasien Demensia Dengan

Fokus Studi Konfusi Kronis di Wilayah X ?


4

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Melaksanakan Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Pasien Demensia

Dengan Fokus Studi Konfusi Kronik di Wilayah X.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi

konfusi kronik pada penderita demensia.

b. Menetapkan rumusan diagnosis keperawatan, perencanaan, dan

tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi konfusi kronik pada

penderita demensia serta evaluasi masalah setelah dilakukan tindakan

pemecahan masalah.

c. Melaksanakan hasil pengkajian, masalah keperawatan, perencanaan,

tindakan yang ditekankan pada pasien demensia, untuk memulihkan

daya ingat dan evaluasi tindakan mengenai konfusi kronik.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi profesi Keperawatan

Memberikan maanfaat praktis dan kontribusi dalam keperawatan yaitu

sebagai panduan perawat dalam asuhan keperawatan keluarga pada pasien

demensia dengan fokus studi konfusi kronik.

2. Bagi Penulis

Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengelolaan asuhan

keperawatan keluarga pada pasien demensia dengan fokus studi konfusi

kronik.
5

3. Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan

Menambah referensi tentang pengelolaan asuhan keperawatan keluarga

pada pasien demensia dengan fokus studi konfusi kronik.

4. Bagi Masyarakat dan Keluarga

Menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan keluarga pada

pasien demensia dengan fokus studi konfusi kronik.

Anda mungkin juga menyukai