Anda di halaman 1dari 9

Diagnosis Benigna Prostat Hyperplasia pada Laki-laki Usia 60 tahun

Jerrymias Salimulyo Nugroho 102013416

Raditya Karunia Linanda 102016046

Ali Hanapiah 102016237

Riska Cerlyan Mustamu 102013302

Tezalonika Daranindra 102016021

Riska Devi Limbong 102016053

Elisa Violeta Siman 102016137

Audrey Fidelia 102016200

Nurul Iffah Syahirah Binti Amar 102016264

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia

Jl. Arjuna Utara No.6, Duri Kepa, Kb. Jeruk, Kota Jakarta Barat, DKI Jakarta 11510

audrey.2016fk200@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan

Benigna Prostatic hyperplasia merupakan suatu kondisi yang sering terjadi kerena perkembangan
dari pengendalian dan pertumbuhan hormone prostat. BPH merupakan kelenjar prostat nonkaner yang
diakibatkan dari penuaan. Dimana terjadi pembesaran prostat jinak yang bervariasi berupa hyperplasia
kelenjar maupun hyperplasia fibromuscular. Penyebab yang pasti dari BPH ini hingga saat ini masih
belum diketahui. Gejala dapat ditemukan dengan terjadinya pembesaran mikroskopik pada prostat yang
terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Jika perubahan ini berkembang, akan terjadi perubahan patologi dan
anatomi. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah supaya mahasiswa dapat lebih memahami mengenai
penyakit benigna prostat hyperplasia.

Anamnesis
Setiap selesai buang air kecil pasien selalu merasa tidak lampias dan pancaran urin lemah.
Keluhan sudah sejak 6 bulan terakhir dan dirsakan semakin memberat. Urin tersisa >150 cc.

Pemeriksaan Fisik

1. TTV = normal
2. Rectal Toucher ditemukan teraba prostat lebih dari 4cm dari anus.

Pemeriksaan Penunjang

1. Trans Ultra Sonografi


Cara pemeriksaan USG untuk prostat hipertrofi merupakan pemeriksaan yang baik
karena ketepatanya dalam mendeteksi pembesaran prostat, tidak ada bahaya radiasi dan relative
murah. Pemeriksaan USG dapat secara trans abdominal maupun trans rektal (TRUS = Tran
Rectal Ultrasonografi). TRUS dianggap lebih baik untuk pemeriksaan kelenjar prostat apalagi
jika menggunakan transducer “biplane”. Selain untuk mengetahui ada pembesaran prostat
pemeriksaan USG dapat mendeteksi volume buli-buli, mengukur sisa urin, dan patologi lain
seperti divertikel, tumor buli-buli yang besar, batu buli-buli. TRUS dapat mengukur besarnya
prostat yang diperlukan untuk menentukan jenis terapi yang tepat yaitu apabila besarnya lebih
dari 60 gram digolongkan besar. Sehingga jika akan dilakukan operasi, dapat dilakukan operasi
terbuka. Dari scenario didapatkan hasil TRUS yaitu lebih dari 100 gram.1
2. Laboratorium
 Sedimen urine diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya proses infeksi maupun
inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna untuk mencari jenis
kuman yang menyebbakan infeksi serta sekaligus menentukan sensitifitas kuman
terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
 Faal ginjal diperiksan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai
saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari
kemungkinan adanya penyakit diabetes melitus yang dapat menimbulkan kelainan saraf
pada buli-buli. Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda
tumor prostate specific antigen (PSA).1

Differential Diagnosis

1. Ca Prostat
Kanker prostat merupakan keganasan pada laki-laki paling sering yang menyerang pada
usia di atas 55 tahun. Penyebabnya masih belum diketahui. Gejala awal tidak muncul maupun
tidak spesifik pada perjalanan penyakit. Pada pria dengan penyakit lanjut biasanya tanpa gejala.
Gejala yang paling sering adalah dysuria, kesulitan dalam menahan kemih, sering berkemih,
retensi urin, nyeri pinggang, dan hematuria.2
2. Striktur Uretra
Striktura uretra merupakan berkurangnya diameter dan maupun elastisitas uretra yang
disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut menyebabkan
lumen uretra mengecil. Pada striktura uretra kadung kecing harus berkontraksi lebih kuat, sesuai
dengan hokum starling. Maka otot jika diberi beban akan berkontraksi lebih kuat hingga suatu
saat kemudian melemah. Jadi pada striktura uretra otot buli-buli bermula akan menebal terjadi
trabekulasi pada fase kompensasi. Setelah itu pada fase dekompensasi timbul divertikel dan
sakulasi. Perbedaan sakulasi dan divertikel adalah penonjolan mukosa buli-buli pada sakulasi
masih dalam otot buli sedangkan menonjol pada luar buli-buli. Divertikel bulli-buli merupakan
tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot.1
3. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih merupakan istilah yang ditujjukkan untuk keberadaan
mikroorganisme dalam urin. Bacteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme
mumi lebih dari 105 colony forming unit pada biakkan urin. Pada umumnya ISK disebabkan
mikroorganisme tunggal seperti Escherichia coli, Proteus sp, Pseudomonas sp.2

Hiperplasia Prostat Benigna

Kelenjar prostat merupakan salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-
buli dan melingkari uretra posterior. Saat mengalami pembesaran, organ ini dapat meyumbat uretra pars
prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli. Berbentuk seperti buah
kenari dengan berat pada orang dewasa 20 gram. McNeal membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona
, antara lain zona perifer , zona sentral, zona transisional, zona fibromuscular anterior, dan zona
periuretra. Sebagian besar hyperplasia prostat terdapat pada zona transisional; sedangkan pertumbuhan
karsinoma prostat berasal dari zona perifer.

Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormone testosterone, yang di dalam sel
kelenjar prostat, hormone ini akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron dengan bantuan
enzim 5α-reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA dalam sel kelenjar
prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan serta proliferasi sel kelenjar
prostat.3
Etiologi

Terdapat beberapa teori mengenai hyperplasia pada kelenjar periuretral. Misalnya seperti teori sel
Stem, berdasarkan teori ini pada keadaan normal kelenjar periuretral biasa dalam keadaan seimbang
antara tubuh yang sudah mati. Sel baru biasanya tumbuh dari sel stem. Oleh karena sesuatu sebab seperti
gangguan keseimbangan hormonal, factor usia, maupun fktor pencetus lainnya maka sel stem tersebut
dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga timbulah hyperplasia kelenjar periuretral.

Teori kedua yaitu teori reawakening dari jaringan kembali seperti perkembangan pada masa
tingkat embriologik. Dimana jaringan peruretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya. Teori
ini pernah dikemukakan oleh McNeal, yang membagi prostat menjadi bagian zona entral, zona peripheral,
dan zona peralihan..3

Epidemiologi

BPH terjadi pada sekitar 70% pria di usia 60 tahun ke atas. Angka ini akan meingkat hingga 90%
pada pria usia 80 ke atas. Angka kejadian BPH di Indonesia untuk pastinya belum pernah ditelitit. Namun
sebagai gambaran hospital prevalence di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo s(RSCM) sejak tahun 1994-
2013 terdapat 3.804 kasus dengan rata-rata usia penderita 66,61 tahun.4

Patofisiologi

Proses pembesran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada traktus urinarius
juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada
leher buli-buli serta prostat akan meningkat. M. Detrusor hipertrofi dan merenggang sehingga timbul
sakulasi maupun divertikel. Fase penebalan m. Detrusorini disebut sebagai fase kompensasi. Apabila
keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi Lelah sehingga mengalami dekompensasi dan tidak mampu
lagi untuk bekrontraksi sehingga terjadi retensi urin yang dimana menyebbakan hidronefrosis serta
disfungsi saluran kemih atas. Patofisiolgi dari masing-masing gejala adalah:

1. Penurunan kekuatan aliran yang disebabkan resistensi uretra merupakan gambaran awal dan
menetap dari BPH.
2. Hesitancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu lama untuk melawan resistensi uretra.
3. Intermittency terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra hingga akhir miksi.
Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi akrena jumlah residu urin yang
banyak dalam buli-buli.
4. Nocturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada setiap miksi sehingga
interval antar miksi lebih pendek.
5. Frekuensi terutama terjadi saat malam hari karena hambatan normal dari korteks berkurang dan
tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
6. Urgensi dan dysuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidakstabilan detrusor sehingga
terjadi kontraksi involunter.

Inkontinensia bukan merupakan gejala yang khas. Walaupun dengan berkembangnya penyakit urin
keluar sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai compliance maksimum, tekanan dalam
buli-buli akan cepat meningkat melebihi tekanan sfingter.5

Gejala Klinis

Boyarsku dan kawan-kawan membagi gejala prostat hipertrofi menjadi gejala obstruktif. Yang
merupaan gejala harus menunggu pada permulaan miksi (hesitancy), miksi terputus (intermittency),
menetes pada akhir miksi (terminal dribbling), pancaran miksi menjadi lemah, rasa belum puas sehbais
miksi serta gejala iritatif yaitu beertambahnya fekuensi miksi, nocturia, miksi sulit ditahan (urgensi), dan
nyeri saat miksi (dysuria). Gejala obstruktif disebabkan karena detrusor gagal berkontaksi dengan cukup
kuat maupun gagal berkontraksi cukup lama sejingga kontraksi terputus. Gejala iritatif disebabkan karena
pengosongan yang tidak sempurna saat miksi maupun pembesaran prostat yang menyebbakan
rangsangan pada vesika sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala iritatif yang
sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi miksi yang biasanya lebih dirasakan saat malam hari. Hal
ini disebbakan oleh menurunnya hambatan kortikal selama tidur serta menurunnya tonus sfingter dan
uretra.

Gejala obstruktif biasanya lebih disebabkan karena prostat dengan volume besar. Apabila vesika
menjadi dekompensasi maka akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa
urin dalam vesika. Hal ini menyebbakan rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini semakin
lama, penderita bias sampai tidak mampu miksi lagi. Oleh karena produksi urin akan terus trerjadi maka
pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin. Sehingga tekanan intravesika akan meningkat
terus dan jikatekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter akan terjadi inkontinensia
paradoks (overflow incontinence).6

Tatalaksana

1. Observasi
Biasanya dilakukan untuk pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan ialah
mengurangi minum setelah makan malam supaya mengurangi nocturia, menghindari obat-obat
dekongestan (parasimpatik), mengurangi minum kopi, dan tidak diperbolehkan minum alcohol
agar tidak terlalu sering miksi. Setiap tiga bulan lakukan control keluhan (sisem skor), residu
urin, dan pemeriksaan colok dubur.
2. Terapi medikamentosa
 Antagonis adrenergic α
Obat yang sering dipakai yaitu prazosin, doxazosin, terazosin, alfuzosin, atau yang lebih
selektif yaitu sulosin. Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2-0,4
mg/hari. Penggunaan antagonis a-1-adrenergik karena secara selektif mengurangi
postruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat
reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher vesika, prostat, dan
kapsul prostat sehingga daapt terjadi relaksasi pada daerah prostat. Hal ini akan
menurnkan tekanan pada uretra parsprostatika sehingga gangguan aliran air seni dan
gejala berkurang. Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu
1-2 minggu setelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah
pusing-pusing, sumbatan hidung, dan rasa lemah.
 Penghambat enzim 5-a-reduktase
Obat yang dipakai adalah finasteride (Proscar) dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat golongan
ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membersar akan
mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan a-bloker dan
manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Efektivitasnya masih
diperdebatkan karena baru menunjukkan perbaikan sedikit dari keluhat pasien setelah 6-
12 bulan pengobatan jika dikonsumsi terus-menerus. Salah satu efek samping obat ini
yaitu melemahkan libido, ginekomastia, dan dapat menunrunkan nilai PSA.
 Fitoterapi
Penggunaan fitofarm masih menjadi perdebatan. Komponen utama dari obat ini yaitu
phytosterol, yang dari hasil study invitro diperkirakan memiliki manfaat sebagai efek anti
inflamasi, antiandrogenic, maupun efek estrogenic. Menurunkan kadar sexual hormone
bidning globulin, menghambat arom atase, lipooksigenase, factor pertumbuhan yang
merangsang proliferasi sel prostat, alfa adrenoreseptor, 5-alfa reductase, muscarinic
cholinoceptor, reseptor dihidropiridin, maupun reseptor viniloid, memeprbaiki fungsi
detrusor, menetralkan radikal bebas. Namun study ini masih belum jelas dari bermacam
fitofarmaka, yang paling banyak digunakan untuk terapi hyperplasia prostat yaitu serenoa
repens.
 Terapi kombinasi
Obat yang digunakan adlaah pengmabat 5 alfa-reduktase. Loper adalah mpeneliti pertama
yang menggunakan terapi kombinasi terazosin dan finasteride. Sedangkan studi Roehbom
menggunakan kombinasi tamsulosin dengan dutasteride. Study mmebuktikan bahwa
terapi kombinasi lebih superior dibandingkan monoterapi dalam mencegah progresivitas
penyakit berdasarkan kriteria IPSS. Terapi kombinasi ini diindaksikan pada penderita
dengan gejala sedang dan berat.
3. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk setiap pasien bervariasi tergantung berat gejala dan komplikasi.
Indikasi absolut untuk terapi bedah yaitu :
 Retensi urin berulang
 Hematuria
 Tanda penurnunan fungsi ginjal
 Infeksi saluran kemih berulang
 Gagal ginjal
 Tanda obstruksi berat yaitu divertikel, hydroureter, dan hirdronefrosis
 Urolitiasis.

Intervesi bedan yang dapat dilakukan meliputi Transuretral Resection of the Prostate (TURP),
Transurethral Insision of the Prostate (TUIP), prostatektomi terbuka, dan prostatektomi dengan
laser Nd-YAG atau Ho-YAG.TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP adalah
gejala sedang hingga berat, volume prostat kurang dari 90 g dan pasien cukup sehat untuk
menjalani operasi. 7

Komplikasi

- Apabila vesika urinaria menjadi dekompensasi maka akan menjadi retensi urin. Sehingga saat
akhir miksi masih ditemukan sisa urin dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas
pada akhir miksi.
- Karena produksi urin terus tejradi, pada suatu saat vesika urinaria tidak mampu lagi
menampung urin sehingga tekanan intra-vesika terus meningkat.
- Retensi kronik menyebabkan refluks vesika ureter, hydroureter, hidronefrosis, dan gagal
ginjal.
- Pada saat miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga lama-kelaaan menyebabkan
hernia maupun hemoroid. 8
Prognosis

Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak bisa diprediksi untuk setiap individu meskipun gejala
cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena
dapat berkembang menjadi kanker.9

Pencegahan

Beberapa hal yag dapat dilakukan untuk mengurangi resiko masalah prostat yaitu :

 Mengurangi makanan kaya lemak hewan.


 Meningkatkan makanan yang mengandung likopen.
 Berolahraga secara teratur.
 Pertahankan agar berat badan tubuh ideal.
 Perbanyak konsumsi serat.9

Terdapat beberapa suplemen yang penting untuk menjaga prostat yaitu :

 Vitamin A,E, dan C merupakan antioksidan yang mencegah pertumbuhan kanker karena menurut
penelitian BPH dapat berkembang menjadi karsinoma prostat.
 Glukonat dapat membantu melancarkan BAK serta mendukung fungsi ginjal.
 Zinc bermanfaat untuk meningkatkan kualitas serta produksi sperma.
 L-glisin merupakan senyawa asam amino yang membantu system penghantaran rangsanan ke
SSP.9

Kesimpulan

BPH merupakan pertumbuhan berlebih dari sel-sel prostat yang tidak ganas dan biasanya menyerang pria
diatas usia 50 tahun. Penyebabnya masih belum diketahui, tetapi kemungkinan dapat karena perubahan
kadar hormone yang terjadi karena proses penuaan. Prognosis BPH tidak daapt diprediksi namun dapat
dikatakan buruk jika tidak segera ditangani karena dapat berkembang menjadi kanker prostat yang
bersifat mematikan. Upaya pencegahan BPH yaitu dengan menjalankan pola hidup sehat.
Daftar Pustaka

1. Reksoprodjo S, Pusponegoro AD, dkk. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Tangerang : Binarupa
Aksara Publisher ; 2010. H.165.
2. Price S A, Wilson L M. Patofisiologi : konsep klinis dan proses-proses penyakit. Ed. 6, Vol. 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. hal. 1323.
3. Purnomo Basuki B. dasar-dasar urologi. Jakarta : Sagung Seto ; 2011. Ed.3. H. 125.
4. Reksoprodjo S, Pusponegoro AD, dkk. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Tangerang : Binarupa
Aksara Publisher ; 2010. H.160.
5. Chaidir AM, Rainy Umbas, dkk. Panduan penatalaksanaan klinis pembesaran prostat jinak
(benign prostatic hyperplasia / BPH). Ikatan Ahli Urologi Indonesia 2015. Ed.2. h.2.
6. Purnomo B. Urologi klinik. Ed. 2. Jakarta : CV Sagung seto ; 2005. H. 175.
7. Reksoprodjo S, Pusponegoro AD, dkk. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Tangerang : Binarupa
Aksara Publisher ; 2010. H.162-3.
8. Martono H. BPH : Buku ajar geriatric. Ed. 3. Jakarta : FKUI. 2004. hal. 411.
9. Sjamsuhidajat R, Jong W D. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2005. hal. 783.

Anda mungkin juga menyukai