Anda di halaman 1dari 20

Tugas Kelompok

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN PERILAKU KEKERASAN

DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 1

FITNI TRI ARTIKA P201701063


ILHAM BRYAN ELDOW P201701080
SUIM SAK IYAR P201701055
ANISA ARMAN P201701081
ISMAWATI P201701072
WINDA ARSITA LESTARI P201701049

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MANDALA WALUYA
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat,
karunia dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesikan pembuatan makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Perilaku Kekerasan
” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini selain untuk memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II, juga sebagai informasi tambahan bagi
mahasiswa mengenai asuhan keperawatan pada apasien dengan perilaku
kekerasan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pembimbing,
yang telah membimbing dan memberi saran serta masukan kepada kami
dalam menyusun makalah ini. Selain itu, juga kepada teman-teman yang
selalu memberikan dukungannya, sehingga kami dapat menyelesaikan
pembuatan makalah ini.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian pula dengan
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun tetap
kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini di masa mendatang. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, amin

Kendari, 21 Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................


KATA PENGANTAR ...........................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................
1.3 Tujuan..........................................................................................
1.4Manfaat .........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi ........................................................................................
2.2 Etiologi ........................................................................................
2.3. Patofisiologi ................................................................................
2.4. Manifestasi Klinis .......................................................................
2.5. Penatalaksanaan ..........................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian ..................................................................................
3.2 Diagnosa ....................................................................................
3.3 Intervensi ....................................................................................
3.4 Implementasi ..............................................................................
3.5 Evaluasi ......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan jiwa pada mulanya dianggap sebagai sesuatu yang gaib,
sehingga penanganannya secara supranatural spiristik yaitu hal - hal yang
berhubungan dengan kekuatan gaib. Gangguan jiwa merupakan suatu
gangguan yang terjadi pada unsur jiwa yang manifestasinya pada kesadaran,
emosi, persepsi, dan intelegensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah
Gangguan Perilaku Kekerasan.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon
terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman individu. Pengungkapan
kemarahan dengan langsung dan konstruksif pada saat terjadi dapat melegakan
individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya
sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa bersalah
dan bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini,
peran serta keluarga sangat penting, namun perawatan merupakan ujung
tombak dalam pelayanan kesehatan jiwa.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi dari perilaku kekerasan ?
2. Apa etiologi dari perilaku kekerasan ?
3. Bagaimana patofisiologi dari perilaku kekerasan ?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada perilaku kekerasan ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi dari perilaku kekerasan
2. Untuk mengetahui etiologi dari perilaku kekerasan
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari perilaku kekerasan
4. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada perilaku kekerasan
1.4 Manfaat
Bagi Mahasiswa Keperawatan : sebagai bahan referensi dalam
memberikan Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Perilaku Kekerasan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart
dan Sundeen : 1995).
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai
ancaman (Stuart dan Sundeen : 2005).
Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak
keras tetapi ada kelompok tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pria
berusia 15-25 tahun, orang kota, kulit hitam, atau subgroup dengan budaya
kekerasan, peminum alkohol (Tomb, 2003 dalam Purba, dkk : 2008). Perilaku
kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Purba dkk : 2008).
Perilaku kekerasan dilakukan karena ketidakmampuan dalam
melakukan koping terhadap stress, ketidakpahaman terhadap situasi social,
tidak mampu untuk mengidentifikasi stimulus yang dihadapi dan tidak
mampu untuk mengontrol dorongan untuk mampu melakukan kekerasan
(Setiawan, Heri etc : 2015)
Sedangkan menurut Carpenito 2000, perilaku kekerasan adalah
keadaan dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung
pada dirinya sendiri ataupun orang lain.
Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri,
orang lain bahkan dapat merusak lingkungan.
2.2 Etiologi
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri,
misalnya harga diri rendah, dimana gangguan harga diri dapat digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa
gagal mencapai keinginan.
Seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keingin
an yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam
dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain
tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan
kekerasan.
Berikut ini ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan
terjadinya perilaku kekerasan:
1) Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural
yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) yaitu:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang
berpengaruh terhadap perilaku:
a) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses
impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan
pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka
individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada
penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari
sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara
konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopami
ne, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight
atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons
terhadap stress.
c) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
d) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan
epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.

b. Teori Psikologik
a) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresif dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga
diri.
b) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran
mereka, biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut
ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau
jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak
memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya,
mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain.
Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai
orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik
akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial
dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
2) Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering
kali berkaitan dengan:
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari, tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.

3.3 Patofisiologi
Depkes (2000) mengemukakan bahwa stress, cemas dan marah
merupakan bagian kehidupan sehari -hari yang harus dihadapi oleh setiap
individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan
tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan
kemarahan yang mengarah pada perilaku kekerasan.
Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun
internal. Secara eksternal dapat berupa perilaku kekerasan sedangkan secara
internal dapat berupa perilaku depresi dan penyakit fisik. Mengekspresikan
marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata yang
dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain, akan memberikan
perasaan lega, menurunkan ketegangan, sehingga perasaan marah dapat
diatasi.
Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan,
biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tentunya
tidak akan menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan kemarahan
yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku destruktif, seperti
tindakan kekerasan yang ditujukan kepada orang lain maupun lingkungan.
Perilaku yang tidak asertif seperti perasaan marah dilakukan individu karena
merasa tidak kuat. Individu akan pura-pura tidak marah atau melarikan diri
dari rasa marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan
demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat
dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan kepada diri sendiri.

3.4 Manifestasi Klinik


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik
 Muka merah dan tegang
 Mata melotot/ pandangan tajam
 Tangan mengepal
 Rahang mengatup
 Postur tubuh kaku
 Jalan mondar-mandir
2. Verbal
 Bicara kasar
 Suara tinggi, membentak atau berteriak
 Mengancam secara verbal atau fisik
 Mengumpat dengan kata-kata kotor
 Suara keras
 Ketus
3. Perilaku
 Melempar atau memukul benda/orang lain
 Menyerang orang lain
 Melukai diri sendiri/orang lain
 Merusak lingkungan
 Amuk/agresif
4. Emosi
 Tidak adekuat
 Tidak aman dan nyaman
 Rasa terganggu, dendam dan jengkel
 Tidak berdaya
 Bermusuhan
 Mengamuk, ingin berkelahi
 Menyalahkan dan menuntut
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

3.5 Penatalaksanaan Medis


a. Farmakoterapi
1. Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
2. Obat anti depresi, amitriptyline
3. Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
4. Obat anti insomnia, phneobarbital
b. Terapi modalitas
1. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian:
 BHSP
 Jangan memancing emosi klien
 Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan
keluarga
 Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan
pendapat
 Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang
dialami
 Mendengarkan keluhan klien
 Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
 Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan
klien
 Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
 Jika terjadi PK yang dilakukan adalah:
 Bawa klien ketempat yang tenang dan aman
 Hindari benda tajam
 Lakukan fiksasi sementara
 Rujuk ke pelayanan kesehatan
2. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, ketrampilan
social atau aktivitas lai dengan berdiskusi dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran klien karena masalah sebagian orang
merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
3. Terapi musik
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran klien.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
a. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat,
tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada
gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan,
ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan
refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah
bertambah.
b. Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui
proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi
dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai
suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses,
diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain.
Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku
yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-
kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat
mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak
mengikuti aturan.
e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu
dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki
dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan
rasa tidak berdosa.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien dengan
perilaku kekerasan adalah:
1. Resiko perilaku mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan.
2. Perilaku kekerasan b. d harga diri rendah
3. Gangguan Konsep diri b. d harga diri rendah

4.3 Intervensi Keperawatan


1. Resiko perilaku mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan.
Tujuan : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya
Kriteria hasil:
 Klien dapat membina hubungan saling percaya
 Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
 Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.

Intervensi Rasional
Bina hubungan saling percaya : Hubungan saling percaya
salam terapeutik, empati, sebut memungkinkan terbuka pada
nama perawat dan jelaskan tujuan perawat dan sebagai dasar untuk
interaksi. intervensi selanjutnya.

Beri kesempatan mengungkapkan Informasi dari klien penting bagi


perasaan. perawat untuk membantu kien
dalam menyelesaikan masalah
yang konstruktif.

Bantu klien mengungkapkan Pengungkapan perasaan dalam


perasaan jengkel / kesal. suatu lingkungan yang tidak
mengancam akan menolong pasien
untuk sampai kepada akhir
penyelesaian persoalan.

Observasi tanda perilaku Mengetaui perilaku yang dilakukan


kekerasan. oleh klien sehingga memudahkan
untuk intervensi.

2. Perilaku kekerasan b. d harga diri rendah


Tujuan : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal

Kriteria hasil:
 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
 Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
 Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
 Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki.
 Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya
Intervensi Rasional
Bina hubungan saling percaya, Hubungan saling percaya
memungkinkan klien terbuka pada
perawat dan sebagai dasar untuk
intervensi selanjutnya.

Diskusikan kemampuan dan aspek Mengidentifikasi hal-hal positif


positif yang dimiliki klien. yang masih dimiliki klien.

Setiap bertemu klien hindarkan Pemberian penilaian negatif dapat


dari memberi penilaian negatif menurunkan semangat klien dalam
hidupnya.

Utamakan memberi pujian yang Utamakan memberi pujian yang


realistis. realistis.

Minta klien untuk memilih satu Agar klien dapat melakukan


kegiatan yang mau dilakukan di kegiatan yang realistis sesuai
rumah sakit. kemampuan yang dimiliki.

Beri kesempatan klien untuk Tujuan utama dalam penghayatan


mencoba kegiatan yang telah pasien adalah membuatnya
direncanakan menggunakan respon koping mal
adaptif dengan yang lebih adaptif.

Beri pendidikan kesehatan pada Meningkatkan pengetahuan


keluarga tentang cara merawat keluarga dalam merawat klien
klien dengan harga diri rendah. secara bersama.

3. Gangguan Konsep diri b. d harga diri rendah


Tujuan : Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat
berhubungan dengan orang lain
Kriteria hasil:
1) Ekspresi Wajah bersahabat , menunjukkan rasa senang, ada kontak
mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab
salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau
mengutarakan masalah yang dihadapi
Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi tcrapeutik. Sapa pasien dengan ramah laik verbal maupun non
verbal
 Perkenalkan diri dengan sopan
 Tanyakan nama iengkap pasien dan nama panggilan disukai pasien
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Jujur dan menepati janji
 Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya
 Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar
pasien.

4.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan yang dilakukan harus sesuai dengan
intervensi keperawatan yang telah diibuat sebelumnya.

4.5 Evaluasi Keperawatan


Dari apa yang telah dipaparkan diatas untuk mengukur apakah tujuan
dan kriteria sudah tercapai, perawat dapat mengobservasi perilaku klien.
Menurut iyus Yosep ada beberapa perilaku yang dapat diindikasikan sebagai
evaluasi yang positif yaitu :

1. Identifikasi sesuatu yang dapat membangkitkan kemarahan klien.


2. Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci panda orang lain.
3. Sudahkan klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada orang
lain
4. Buatlah komentar yang kritikal
5. Apakah klien sudah mampu mengespresikan sesuatu yang berbeda.
6. Klien mampu menggunakan aktifitas secara fisik untuk mengurangi
perasaan marahnya.
7. Mampu mentoleransi rasa marahnya.
8. Konsep diri klien sudah meningkat
9. Kemandirian dalam berfikir dan aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta: EGC
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I,
Jakarta : EGC, 1999
Keliat, ana budi. Dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan professional
Jiwa, Jakarta; EGC
Setiawan, Heri etc. 2015. Tanda Gejala dan Kemampuan Mengontrol
Perilaku Kekerasan Dengan Terapi Musik dan Rational Emotive Cognitif
Behavior Therapy. Jurnal Ners; Vol 10, No 2, 233-241.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung ; Refika Aditama
Stuart GW, Sundeen. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta;
EGC
Tanpa nama. 2012. Askep Perilaku Kekerasan. (Online :
http://elnurch.blogspot.com/2012/10/askep-perilaku-kekerasan.html) Diakses
tanggal 10 April 2013
Tanpa nama. 2011. Askep Pasien dengan Perilaku Kekerasan. (Online
: http://delsajoesafira.blogspot.com/2011/12/askep-pasien-dengan-perilaku-
kekerasan.html) Diakses tanggal 10 April 2013

Anda mungkin juga menyukai