Anda di halaman 1dari 14

 

wordpress.com
Baru saja dioptimalkan
Lihat yang asli

Cari Cari

noviehome
Just another WordPress.com site

Kesulitan Belajar ==> Psikologi belajar


PEMBAHASAN

Kesulitan belajar

Kesulitan belajar khusus  berarti suatu gangguan pada satu atau lebih  yang meliputi pemahaman atau
penggunaan bahasa, lisan atau tulisan yang dapat diwujudkan dengan kemampuan yang tidak sempurna
dalam mendengar, berfikir, berbisara, membaca, menulis, mengeja, atau melakukan perhitungan
matematis.[1]

Kesulitan belajar adalah suatu istilah umum yang mengacu pada beragam kelompok gangguan yang
terlihat pada kesulitan dalam menguasai dan menggunakan kemampuan mendengarkan, berbicara,
membaca, menulis, berfikir atau kemampuan matematis.

Seorang siswa dikatagorikan sebagai anak yang bermasalah apabila ia menunjukan gejala-gejala
menyimpang dari prilaku yang lazim dilakukan oleh anak-anak pada umumnya.[2]

Penyimpangan prilaku ada yang sederhana asa juga yang ekstrim. Penyimpangan prilaku yang sederhana
semisal: mengantuk, suka menyendiri, kadang terlambat datang, sedangkan ekstrim ialah semisal sering
membolos, memeras teman-temannya, ataupun tidak sopann kepada orang lain juga kepada gurunya.

Gangguan-gangguan ini bersifat  internal bagi individu dan diperkirakan penyebabnya adalah tidak
berfungsinya system saraf pusat, dapat muncul selama rentang kehidupan.[3]

Kesulitan belajar yang dirasakan oleh anak didik bermacam-macam, yang dapat dikelompokkan menjadi
empat macam, yaitu:

Dilihat dari jenis kesulitan belajar:


ada yang berat;
ada yang sedang.
Dilihat dari bidang studi yang dipelajari:
ada yang sebagian bidang studi;
ada yang keseluruhan bidang studi.
Dilihat dari sifat kesulitannya:
ada yang sifatnya permanen/menetap;
ada yang sifatnya hanya sementara.
Dilihat dari segi factor penyebabnya:
ada yang karena factor intelegensi;
ada yang karena factor non-intelegensi.

Bermacam-macam kesulitan belajar sebagaimana disebutkan di atas selalu ditemukan di sekolah.


Apalagi suatu sekolah dengan sarana dan prasarana yang kurang lengkap, dan dengan tenaga guru apa
adanya. Skala rasio antara kemampuan daya tampung sekolah dan jumlah tenaga guru dan jumlah anak
didik yang tidak berimbang. Jumlah anak didik melebihi daya tampung sekolah. [4]

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar.

Banyak orang yang berpandangan bahwa apa yang ada adalah merupakan  suatu aksi yang akan
menimbulkan reaksi. Bahwa apa yang terjadi pada para siswa adalah ssemata-mata prilaku mereka
sendiri yang terlepas dari latar belakang yang menyebabkannya.

Seorang siswa yang mengantuk dalam kelas. Misalnya, hal ini sering diterima sebagai  kemalasan murid.
Padahal pada hakikatnya tidaklah selamanya demikian. Seorang murid mengantuk di kelas bias jadi
karena kelelahan dari semalam bekerja membantu orang tuanya.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa apa yang dilakukan oleh murid tidaklah merupakan satu
aktifitas yang independen, tetapi itu berkaitan erat dari peristiwa sebelumnya. oleh karena itu jika ada
suatu masalah maka perlu ditelusuri sampai ke pokok masalahnya. Hal ini untuk menghindari adanya
perlakuan yang kurang sesuai terhadap para siswa.

Fonemena kesulitan belajar seseorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik
atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan
perilaku siswa kesukaannya berteriak-teriak didalam kelas, mengusik teman, berkelahi,sering tidak masuk
sekolah, dan sering minggat dari sekolah.

Secara garis besar,faktor-faktor timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam,yakni:

Faktor internal siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam siswa itu sendiri.
Faktor eksternal siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa.[5]

Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan keadaan yang antara lain tersebut antara lain tersebut
dibawah ini:

Faktor  ekstern Siswa

Faktor ekster siswa meliputi gangguan atau kekurang mampuan psiko-fisik siswa, yakni:

1)      Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi
siswa.

2)      Yang bersifat efektif (ranah rasa),antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.

3)      Yang bersikap psikomotor (ranah raksa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihat
dan pendengar (mata dan telinga). Karena Orang yang belajar membutuhkan kondisi badan yang sehat.
Orang yang badannya sakit atau alat-alat inderanya terganggu, tidak akan dapat belajar dengan efektif.[6]

Faktor ekstern siswa

Faktor ektern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung
aktivitas belajar siswa. Faktor lingkungan ini meliputi:

1)      Lingkungan keluarga, lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama kali dikenal oleh anak-
anak. Anak mulai menerima nilai-nilai baru dari dalam keluarga dan dari kelluargalah anak mulai
mensosialisasikan diri.

Orang tua yang otoriter akan memperlakukan anak-anaknya secara otoriter. Perlakuan ini akan berkesan
dalam jiwa anak sebagai persepsi dasar. Sebagai kelanjutannya ialah bahwa anak tersebut akan tumbuh
dan berkembang sebagai anak yang otoriter dan keras kepala.

Anak-anak yang didasarkan dengan segala kemudahan juga akan mempunyai kesan bahwa segalanya itu
mudah. Karenanya dia akan sangat terpukul jika dai terpaksa harus menghadapi beberapa kesulitan
dalam memahami satu bahan pelajaran. Bahkan ia akan memberontak.

Lingkungan keluarga, diakui oleh semua ahli pendidikan maupun psikologi sebagai lingkungan yang
sangat menentukan bagi perkembangan anak selanjutnya..

2)      Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk sperti dekat pasar,
kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah. Seharusnya alat-alat pelajaran diusahakan
memenuhi syarat-syarat menurut pertimbangan dedaktis, psikologis dan paedagogis.[7]

Lingkungan ini adalah lingkungan yang dikenal oleh anak, dan anak akan mendapatkan kesulitan untuk
mengembangkan diri ditengah-tengah lingkungan yang tak baik. Hal ini akan menjadikan jiwanya
terguncang.

Seorang anak yang dididik untuk jujur akan merasa jengkel jika ternyata teman-temannya suka bohong.
Dia dihadapkan pada dua pilihan, jujur sesuai dengan didikan orang tua tapi tak diterima pleh kelompok
atau ikut berbohong agar diterima oleh kelompok meskipun bertentangan dengan batinnya.

Jika suasananya demikian maka anak berada dipersimpangan jalan.  Kemana kemana akan melangkah
sedikit banyak ditentukan oleh intensitas masing-masing lingkungan. Jika lingkungan keluarga ternyata
lebih menyenangkan maka tentu dia akan memilih berbuat jujur. Tapi sebaliknya, jika lingkungan
pergaulan lebih intensif maka ikut juga berbohong akan menjadi pilihannya.

Lingkungan pergaulan, karenanya juga mempunyai andil yang sangat berarti bagi perkembangan psikis
anak jika lingkungan baik anak cenderung menjadi baik. Jika lingkungan jelek anakpun ada
kecenderungan ikut jelek.[8]

Selain factor-faktor yang bersifat umum diatas, ada pula factor-faktor lain yang juga menimbulkan
kesulitan belajar anak didik. Faktor-faktor yang dipandang sebagai factor khusus,  misalnya syndrome
psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Syndrome berarti satuan gejala yang
muncul sebagai indicator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar anak didik.
Sindrom itu misalnya:

Disleksia (dyslexia), yaitu ketidakmampuan belajar membaca.


Disgrafia (dysgraphia), yaitu ketidakmampuan belajar menulis.
Diskalkulia (dyscalculia), yaitu ketidakmampuan belajar matematika.

Anak didik yang memiliki sindrom-sindrom diatas secara umum sebenarnya memiliki IQ normal dan
bahkan diantaranya memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar anak didik
yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya gangguan ringan pada
otak (minimal) brain dysfunction. (Muhibbin Syah, 1999: 165).

Jika sudut pandang diarahkan pada aspek lainnya, maka factor-faktor penyebab kesulitan anak didik
dapat dibagi menjadi factor anak didik, sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar. [9]

Faktor anak didik


Anak didik adalah subjek yang belajar. Dialah yang merasakan langsung penderitan akibat kesulitan
belajar. Kesulitan belajar yang diderita anak didik tidak hanya yang bersifat menetap, tetapi juga yang bisa
dihilangkan dengan usaha-usaha tertentu. Faktor intelegensi adalah kesulitan anak didik yang bersifat
menetap. Sedangkan kesehatan yang kurang baik, kebiasaan belajar yang kurang baik dan sebagainya
adalah factor non-intelegensi yang bisa dihilangkan.

Untuk mendapatkan gambaran factor-faktor apa saja yang dapat menjadi penyebab kesulitan belajar
anak didik, maka akan dikemukakan seperti berikut ini:

Intelegensi (IQ) yang kurang baik.


Anak normal memiliki IQ (90-110)
Anak cerdas memiliki IQ (110-140)
Anak genius memiliki IQ diatas 140.
Anak yang lemah mental memiliki IQ kurang dari 90, anak inilah yang banyak memiliki
kesulitan belajar. mereka digolongkan menjadi:

a)      Golongan debil, contoh walaupun umurnya telah 25 tahun, kecerdasan mereka setingkat dengan
anak normal umur 12 tahun.

b)      Golongan embisil, contoh hanya mampu mencapai anak normal umur 7 tahun.

c)      Golongan idiot, contoh kecakapannya menyamai anak normal umur 3 tahun.

Bakat yang kurang atau tidak sesuai dengan bahan pelajaran.

Bakat adalah memperkenalkan suatu kondisi dimana menunjukkan potensi seseorang untuk
mengembangkan kecakapannya dalam suatu bidang tertentu. Perwujudan dari potensi ini biasanya
bergantung bukan saja pada kemampuan belajar individu dalam bidang itu, tetapi juga pada motivasi dan
kesempatan-kesempatannya untuk memanfaatkan kemampuan ini.[10]

Jadi seseorang akan mudah mempelajari sesuai dengan bakatnya. Apabila seorang anak harus
mempelajari bahan yang lain dari bakatnya, maka anak akan cepat bosan, mudah putus asa, tidak
senang. Sehingga dia akan membuat gaduh di kelas, tidak mau belajar sehingga nilainya rendah.

Faktor emosional yang kurang stabil. Misalnya mudah tersinggung, pemurung, pemarah, selalu
bingung menghadapi masalah, selalu sedih tanpa alasan yang jelas, dan sebagainya.
Rasa percaya diri siswa

Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan,
rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan.[11]

Minat belajar yang kurang.

Tidak adanya minat seseorang anak terhadap suatu pelajaran akan timbul kesulitan belajar. Belajar yang
tidak ada minatnya mungkin tidak sesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhan, tidak sesuai
dengan kecakapan, tidak sesuai dengan tipe-tipe khusus anak banyak menimbulkan problema pada
dirinya. Karena itu pelajaran pun tidak pernah terjadi proses dalam otak, akibatnya timbul kesulitan. Serta
lebih banyak malas dari pada melakukan kegiatan belajar.

Kebiasaan belajar yang kurang baik. Belajar dengan penguasaan ilmu pengetahuan pada tingkat
hafalan, tidak dengan pengertian, sehingga sulit ditransfer ke situasi yang lain.
Penyesuaian social yang sulit. Cepatnya penyerapan bahan pelajaran oleh anak didik tertentu
menyebabkan anak didik susah menyesuaikan diri untuk mengimbanginya dalam belajar.
Latar belakang pemahaman yang pahit. Misalnya anak didik sekolah sambil bekerja. Kemiskinan
ekonomi orang tua memaksa anak didik harus bekerja demi membiayai sendiri uang sekolah. Waktu
yang seharusnya dipakai buat belajar digunakan untuk bekerja.
Cita-cita yang tidak relevan (tidak sesuai denagn bahan pelajaran yang dipelajari).
Latar belakang pendidikan yang dimasuki dengan system social dan kegiatan belajar mengajar
dikelas yang kurang baik.
Ketahanan belajar (lama belajar) tidak sesuai dengan tuntutan waktu belajarnya. ketidakmampuan
guru mengakomodisikan jadwal kegiatan pembelajaran dengan ketahanan belajar anak didik,
sehingga kesulitan belajar dirasakan oleh peserta didik.
Keadaan fisik yang kurang menunjang. Misalnya cacat tubuh yang ringan seperti kurang
pendengaran, kurang penglihatan, dan gangguan psikomotorik. Cacat tubuh yang serius seperti
buta, tuli, bisu, hilang tangan dan kaki dan sebagainya.
Kesehatan yang kurang baik. Misalnya sakit kepala, sakit perut, sakit mata, sakit gigi, sakit flu atau
mudah capek dan mengantuk karena kurang gizi.
Seks atau pernikahan yang tak terkendali. Misalnya terlalu intim dengan lawan jenis, berpacaran
dan sebagainya.
Pengetahuan dan ketrampilan dasar yang kurang memadai atas bahan yang dipelajari akan menjadi
kendala menerima dan mengerti sekaligus menyerap materi pelajaran yang baru.
Tidak ada motivasi dalam belajar. Materi pelajaran sukar diterima dan diserap bila anak didik tidak
memiliki motivasi dalam belajar.
Faktor keluarga

Keluarga adalah lembaga pendidikan informal yang diakui keberadaannya dalam dunia pendidikan.
Perananya tidak kalah penting dari lembaga formal dan non-formal. Bahkan sebelum anak didik
memasuki suatu sekolah, dia sudah mendapat pendidikan dalam keluarga secara kodrati. Hubungan
darah antara kedua orang tua dengan anak menjadi keluarga sebagai lembaga pendidikan yang alami.[12]

Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan utama. Tetapi dapat juga sebagai factor
penyebab kesulitan belajar. Yang termasuk factor ini antara lain:

Faktor orang tua


Cara mendidik anak

Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap belajar anaknya.[13]Orang tua yang
kurang memperhatikan pendidikan anak akan menjadi penyebab kesulitan belajar pada anak. Orang tua
yang bersifat kejam, otoriter akan menimbulkan mental yang tidak sehat bagi anak.[14] Hal ini membuat
anak tidak tentaram, tidak senang dirumah, ia pergi mencari teman sebayanya, sehingga lupa belajar.

Sebaliknya jika anak dimanjakan. Orang tua tidak rela anaknya bersusah payah belajar, akibatnya anak
tidak mempunyai kemampuan dn kemauan, bahkan sangat tergantung pda orang tua. sehingga
prestasinya menurun.

Hubungan orang tua dan anak

Kasih sayang dari orang tua,perhatian dan penghargaan kepada anak-anak menimbulkan mental yang
sehat bagi anak. kurangnya kasih sayang akan menyebabkan emosional insecurity.

Bimbingan dari orang tua

Orang tua merupakan panutan terdekat dari anak-anaknya. Segala yang diperbuat orang tua tanpa
disadari akan ditiru oleh anak-anaknya. Karenanya sikap orang tua yang bermalas-malasan tidak baik,
hendaknya dibuang jauh-jauh. demikian juga belajar memerlukan bimbingan dari orang tua agar sikap
dewasa dan tanggung jawab belajar tumbuh pada diri anak. Orang tua yang sibuk bekerja, berarti anak
tidak mendapatkan pengawasan dari orang tua, hingga kemugkinan akan banyak mengalami kesulitan
belajar.

Suasana rumah/keluarga

Suasana rumah tangga yang ramai dan gaduh, tidak mungkin anak dapat belajar dengan baik. Anak akan
selalu terganggu konsentrasinya, sehingga sukar untuk belajar.

Demikian juga suasana rumah yang selalu tegang, banyak cekcok diantara anggota keluarga selalu
ditimpa kesedihan, antara ayah dan ibu selalu cekcok atau selalu membisu akan mewarnai suasana
keluarga yang melahirkan anak-anak tidak sehat mentalnya.

Anak akan tidak tahan dirumah, akhirnya keluyuran di luar menghabiskan waktunya untuk hilir mudik
kesana kemari, sehingga tidak mustahil klu prestasi belajr menurun.

Untuk itu hendaknya suasana di rumah selalu di buat menyenangkan, tenteram, damai, harmonis, agar
anak betah tinggal di rumah. Keadaan ini akan menguntungkan bagi kemajuan belajar anak.

Keadaan ekonomi keluarga

Keadan ekonomi digolongkan dalam:

Ekonomi yang kurang/miskin

Keadaan ini akan menimbulkan:

Kurangnya alat-alat belajar.

Keadaan peralatan seperti pensil, tinta, penggris, buku tulis, buku pelajaran, jangka, dan lain-lain. akan
membentuk kelancaran dalam belajar. Kurangnya alat-alat itu akan menghambat kemajuan belajar anak.

Kurangnya biaya yang disediakan oleh orang tua.

Faktor biaya merupakan factor yang sangat penting karena belajar dan kelangsungannya sangat
memerlukan biaya. Maka keluarga miskin akan merasa berat untuk mengeluarkan biaya yang bermacam-
macam, karena keuangan dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan anak sehari-hari.

Tidak mempunyai tempat belajar yang baik.

Keluarga yang miskin juga tidak dapat menyediakan tempat untuk belajar yang memadai, di mana tempat
belajar itu merupakan salah satu sarana terlaksananya belajar secara efektif dan efisien.

Ekonomi yang berlebihan

Keadaan ini sebaliknya dari keadaan yang pertama, di mana ekonomi keluarga berlimpah ruah. Mereka
akan menjadi segan belajar karena terlalu banyak bersenang-senang. Mungkin juga dimanjakan oleh
orang tuanya, orang tua tidak tahan melihat anaknya belajar dengan bersusah payah. Keadan seperti ini
akan dapat menghambat kemajuan belajar anak.[15]

3. Faktor sekolah

Yang termasuk didalamnya antara lain adalah metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa,
hubungan siswa dengan guru, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, keadaan gedung, metode
belajar siswa.[16]   Yang dimaksud sekolah antara lain:

Guru

Guru dapat menjadi sebab kesulitan belajar, apabila:

Guru tidak kualified, baik dalam pengambilaan metode yang digunakan atau dalam mata pelajaran
yang dipegangnya. Hal ini bisa saja terjadi, krena kurang sesuai. sehingga kurang menguasai, lebih-
lebih kalau kurang persiapan, sehingga dalam menjelaskan kurang jelas, dan sukar dimengerti oleh
murid-muridnya.
Hubungan guru dengan murid kurang baik, Hal ini bermula pada sifat dan sikap guru yang tidak
disenangi murid-muridnya, seperti:
Kasar, suka marah, suka mengejek, tak pernah senyum, tak suka membantu anak, suka
membentak,dan lain-lain.
Tak pandai menerangkan, sinis, sombong.
Menjengkelkan, tinggi hati, pelit dalam member nilai, tak adil, dan lain-lain.

Sikap-sikap guru seperti ini tidak disenangi murid, hingga menghambat perkembangan anak dan
mengakibatkan hubungan guru dengan murid tak baik.

Guru-guru menuntut standar pelajaran di atas kemampuan anak. Hal ini bisa terjadi pada guru yang
masih muda yang belum berpengalaman hingga belum dapat mengukur kemampuan murid-
muridnya, sehingga hanya sebagian kecil muridnya dapat berhasil dengan baik.
Guru tidak memiliki kecakapan dalam usaha diagnosis kesulitan belajar. Misalnya dalam bakat,
minat, sifat, kebutuhan anak-anak, dan sebagainya.
Metode mengajar guru yang dapat menimbulkan kesulitan belajar, antara lain:
Metode yang mendasarkan diri pada latihan mekanis tidak didasarkan pada pengertian saja.
Guru dalam mengajar tidak menggunakan alat peraga yang memungkinkan semua alat
indranya berfungsi.
Metode belajar yang menyebabkan anak menjadi pasif, sehingga anak tidak ada aktifitas. Hal
ini bertentangan dengan dasar psikologis, sebab pada dasarnya individu itu makhluk dinamis.
Metode mengajar tidak menarik, kemungkinan materinya tinggi, atau guru tidak menguasai
bahan.
Guru hanya menggunakan satu metode saja dan tidak bervariasi. Hal ini menunjukkan metode
guru yang sempit, tidak mempunyai kecakapan diskusi, Tanya jawab, eksperimen, sehingga
menimbulkan aktivitasmurid dan suasana menjadi hidup.[17]
Faktor alat

Alat pelajaran yang kurang lengkap membuat penyajian pelajaran yang tidak baik. Terutama pelajaran
yang bersifat praktikum, kurangnya laboratorium akan banyak menimbulkan kesulitan dalam belajar.

Kemajuan teknologi membawa perkembangan pada alat-alat pelajaran/pendidikan, sebab yang dulu tidak
ada sekarang menjadi ada.

Timbulnya alat-alat itu akan menentukan:

Perubahan metode mengajar guru.


Segi dalamnya ilmu pengetahuan pada pikiran anak.
Memenuhi tuntutan dari bermacam-macam tipe anak.

Tiadanya alat-alat itu guru cenderung menggunakan metode ceramah yang menimbulkan kepasifan bagi
anak, sehingga tidak mustahil timbul kesulitan belajar.[18]
Kondisi gedung

Terutama ditunjukkan pada ruang kelas/ruangan tempat belajar anak. Ruangan harus memenuhi syarat,
seperti:

Ruangan berjendela, ventilasi cukup, udara segar dapat masuk    ruangan, sinar dapat menerangi
ruangan.

b. Dinding harus bersih, putih, tidak terlihat kotor.

c.  Lantai tidak becek, licin dan kotor.


 Keadaan gedung yang jauh dari tempat keramaian sehingga anak mudah konsentrasi dalam
belajarnya.

Apabila beberapa hal tersebut tidak terpenuhi, maka situasi belajar akan kurang baik.Anak-anak akan
selalu gaduh, sehingga memungkinkan pelajaran menjadi terhambat.

Kurikulum

Kurikulum yang kurang baik, misalnya:

Bahan-bahannya terlalu tinggi.


Pembagian bahan tidak seimbang (Kelas 1 banyak pelajaran, kelas yang lain sedikit pelajaran).
Adanya pendataan materi. Hal itu akan membawa kesulitan belajar bagi murid-murid. Sebaliknya
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan anak, akan membawa kesuksesan dalam belajar.
Waktu sekolah dan disiplin kurang

Apabila seorang anak masuk sore, siang, malam, maka kondisi anak tidak lagi dalam keadan optimal
untuk menerima pelajaran. Sebab energi sudah berkurang, disamping udara yang panas di waktu siang,
dapat mempercepat proses kelelahan. Waktu dalam kondisi fisik sudah minta istirahat, karena itu maka
waktu yang baik untuk belajar dalah pagi hari.

Disamping itu pelaksanaan disiplin yang kurang, misalnya murid sering terlambat datang, tugas yang
diberikan tidk dilaksanakan, kewajibannya dilalaikan, sekolah berjalan tanpa kendali. Lebih-lebih gurunya
kurang disiplin akan banyak mengalami hambatan dalam pelajaran.[19]

Faktor Masyarakat

Termasuk didalamnya antara lain adalah bentuk-bentuk masyarakat, media massa (tv, radio, bioskop dll),
kegiatan siswa dimasyarakat, teman bergaul baik disekolah maupun diluar sekolah.[20]

Langkah-langkah Diagnosis kesulitan Belajar

Sebelum menetapkan alternative pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru dianjurkan terlebih
dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap fonomena yang
menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini
disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa.

Dalam melalakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri langkah-langkah tertentu yang
diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur ini dikenal
sebagai “diagnostik” kesulitan belajar.[21]

Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh  guru,antara lain yang cukup terkenal adalah
prosedur Weener & Senf(1982) sebagaimana yang di kutip Wardani(1991) sebagai berikut:

1)          Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.

2)         Memeriksa penglihatan dan pengedaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan
belajar

3)         Mewancarai orang tua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin
menimbulkan kesulitan belajar

4)         Memberikan tes diagnostic bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar
yang dialami siswa

5)         Memberikan tes intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa  yang di duga mengalami kesulitan
belajar.

 Cara-cara Mengatasi Kesulitan Belajar

Banyak alternatif yang dapat diambil guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswanya. Akan tetapi,
sebelum pilihan tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk terlebih dahulu melakukan langkah
penting yang meliputi:

1)      Menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antar bagian 
tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa;

2)      Mengidentifikasi dan menetukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan kebaikan;

3)      Menyusun progam perbaikan,khususnya progam remedial teaching(pengajaran perbaikan).[22]

Setelah langkah-langkah diatas selesai,barulah guru melakukan langkah selanjutnya, yakni melakukan
progam perbaikan.

Analisis Hasil Diagnosis

Data dan informasi yang diperoleh guru melalui diagnostik kesulitan belajar tadi perlu dianalisis
sedemikian rupa, sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami siswa yang berprestasi rendaj itu dapat di
ketahui secara pasti.Contoh, Siti Fulanah mmengalami kesulitan khusus dalam memahami konsep kata
polisemi. Polisemi ialah sebuah istilah yang menunjuk kata yang memiliki dua makna atau lebih.
Kata”turun”, umpamanya dapat dipakai dalam berbagai frase seperti turun harga,turun ranjang,turun
tangan dan seterusnnya. Contoh sebaliknya,kata “naik” yang juga dapat dipakai dalam banyak frase,
seperti naik daun, naik darah,naik banding, dan sebaagainya.

Menetukan Kecakapan Bidang Bermasalah

Berdasarkan hasil analisis tadi, guru diharapkan dapat menetukan bidang kecakapan tertentu yang
dianggap bermasalah dan memerlukan perbaikan. [23]Bidang-bidang kecakapan bermasalah ini dapat
dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu:

1)         Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru sendiri;

2)         Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru dengan bantuan orang tua;

3)         Bidang kecakapan bermasalah yang tidak dapat ditangani baik oleh guru maupun oleh orang tua

Bidang kecakapan yang tidak dapat ditangai atau terlalu sulit untuk ditangani baik oleh guru maupun
orang tua dapat bersumber kasus-kasus tunagrahita (lemah mental) dan kecanduan narkotika. Meraka
yang masuk dalam lingkup dua macam kasus yang bermasalah berat ini dipandang tidak berketrampilan.
Oleh karenanya, para siswa yang mengalami kedua masalah kesulitan belajar yang berat tersebut tidak
hanya memerlukan pendidikan khusus, tetapi juga memerlukan perawatan khusus.

Menyusun Progam Perbaikan

Dalam hal menyusun program pengajaran perbaikan, sebelumnya guru perlu menetapkan hal-hal sebagai
berikut:

1)                  Tujuan pengajaran remedial;

2)                  Materi pengajaran remedial;

3)                  Metode pengajaran remedial;

4)                  Alokasi waktu pengajaran remedial;

5)                  Evaluasi kemajuan siswa setelah mengekuti progam pengajaran remedial.

Melaksanakan Program Perbaikan

Kapan dan dimana program pengajaran remedial yang telah dirancang itu dapat anda laksanakan? Pada
prinsipnya, program remedial itu lebih cepat dilaksanakan tentu saja akan lebih baik. Tempat
penyelenggaraannya bias dimana saja, asal tempat itu memungkinkan siswan klien (siswa yang
memerlukan bantuan) memusatkan perhatiannya terhadap proses pengajaran perbaikan terebut. Namun
patut dipertimbangk oleh guru pembimbing kemungkinan digunakannya ruang bimbingan dan
penyuluhan yang tersedia disekolah dalam rangka mendayagunakan ruang BP tersebut.

Selanjutnya , untuk memperluas wawasan pengetahuan mengenai alternatif-alternatif kiat pemecahan


masalah kesulitan belajar siswa , guru sangat dianjurkan mempelajari buku-buku khusus mengenai
bimbingan dan penyuluhan. Selain itu, guru juga dianjurkan untuk mempertimbangkan pengguna model-
model mengajar terentu yang dianggap sesuai sebagai alternatif lain untuk pendukung cara memecahkan
masalah kesulitan belajar siswa.

Selain cara diatas, seseorang bias menggunakan langkah-langkah berikut untuk mengatasi kesulitan
belajar siswa.:

Memanggil dan menerima anak yang bermasalah dengan penuh kasih sayang.
Dengan wawancara yang dialogis diusahakan dapat ditemukannya sebab-sebab utama yang
menimbulkan masalah.
Memahami keberadaan anak dengan sedalam-dalamnya.
Menunjukkan cara penyelesaian masalah yang tepat untuk direnungkan oleh anak kemudian untuk
dikerjakan.
Menemukan segi-segi kelebihan anak agar kelebihan itu diaktualisir guru mengatasi kekurangannya.
Menanamkan nilai-nilai sepiritual yang baik.[24]

[1] J. David smith, Inklusi Sekolah Ramah untuk semua, (Bandung: Nuansa, 2006), 75.

[2] Mustaqim, Abdul Wahib, Psikologi pendidikan, (Jakarta: PT Melton Putra, 20003), 138.

[3]J. David smith, Inklusi Sekolah Ramah untuk semua, (Bandung: Nuansa, 2006), 75-76.

[4]Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 233-235.
[5] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007), 183.

[6] Wasty Soemanto, Psikologi belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), 121.

[7] Sumadi Suryabrata, Psikologi pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), 235.

[8] Mustaqim, Abdul Wahib, Psikologi pendidikan, (Jakarta: PT Melton Putra, 20003), 141.

[9] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),  235-236.

[10]  Drs. Dewa Ketut Sukardi, Analisis Tes Psikologis, (Denpasar: Rineka Cipta, 1990), 106.

[11] Dimyati, Belajar dan Pembelajaran,(jakarta: Rineka Cipta, 1999),hal, 239-245

[12] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar,  241.

[13]  Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya, ( jakarta: Rineka Cipta, 2010),hal,60

[14] Abu Ahmadi dan Widodo supriyono,  Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta,2008),hal,

[15] Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, 85-89.

[16] Anissatul Mufarrokah , Strategi Belajar Mengajar. (Yogyakarta: Teras,2009), hal, 32

[17] Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, 89-90.

[18] Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, 90-91.

[19] Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, 91-92.

[20] Anissatul Mufarrokah, Op., Cit, hal, 32

[21] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007), 185.

[22] Ibid., 187.

[23] Ibid., 187.

[24] Mustaqim, Abdul Wahib, Psikologi pendidikan, (Jakarta: PT Melton Putra, 20003), 143.

Share this:

Twitter Facebook

Memuat...
Suka

Jadilah yang pertama menyukai ini.

April 9, 2012 Leave a reply

« Sebelumnya

Berikan Balasan
Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Komentar

Nama

Email

Situs web

Kirim Komentar

Beri tahu saya komentar baru melalui email.

Cari Cari

Pos-pos Terakhir

Kesulitan Belajar ==> Psikologi belajar


Tata Cara sholat menurut Rasulullah SAW
Kurikulum
Hello world!

Arsip

April 2012
Maret 2012

sleep

Widget Animasi
Lucuuuu

Widget-Animasi-Blog

Facebook

No Vee O' Bannon

Buat Lencana Anda

KALENDER

WAKTU

asmaul husna

Kategori

Uncategorized

Meta

Mendaftar
Masuk log
RSS Entri
RSS Komentar
WordPress.com
View Full Site

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Anda mungkin juga menyukai