Anda di halaman 1dari 8

INTEGRASI EKONOMI REGIONAL

MEMBAWA DAMPAK POSITIF PADA


PEREKONOMIAN SUATU NEGARA
(STUDI KASUS MASUKNYA CHINA KE
DALAM WTO)

Boy Kuswandi, Morgan Feanes, Linda


Binus University, Jl. Kemanggisan Ilir III/45, Palmerah, Jakarta Barat,
021-53276730
b0y3_k3@yahoo.com; morganfeanes@yahoo.com; linda@binus.edu

ABSTRAK

Integrasi ekonomi regional merupakan pusat strategi yang digunakan oleh sekelompok negara untuk
memajukan perekonomian dan kekuatan politik mereka, dan juga telah menjadi fitur yang sangat penting
terhadap ekonomi global. Salah satu negara yang mengunakan strategi tersebut adalah Republik Rakyat
China. Oleh karena itu penulis ingin membuktikan bahwa integrasi ekonomi regional membawa dampak
positif bagi perkembangan perekonomian suatu negara. Selanjutnya dilakukan studi untuk membuktikan
dampak-dampak apa saja yang didapat dengan menerapkan strategi intergrasi ekonomi regional ini,
dengan ini penulis dapat mengetahui berbagai dampak baik itu positif maupun negatif. Disimpulkan
bahwa langkah integrasi ekonomi yang dilakukan China dengan cara bergabung menjadi anggota WTO,
membawa dampak yang sangat baik bagi perekonomian China.

Kata Kunci: Ekonomi, Strategi, Dampak

ABSTRACT

Regional economic integration is the central strategy used by several countries to advance their
economic and political power, and also has a very important feature of the global economy. One on these
country that using this strategy is China. Because of that the author wanted to prove that regional
economic integration have a positive effect on the economic development of the country. The design result
was then investigated to prove the effects of what is obtained by applying the strategy of regional
economic integration, with this the author can determine the effects of both positive and negative. It is
concluded that measure of economic integration by China joining the WTO bringing excellent effects for
the China economy.

Keywords:Economy, Strategy, Effect

1
2

PENDAHULUAN
Pada masa pemerintahan Mao Zedong, China merupakan Negara Komunis yang tertutup dari
dunia internasional. Pada tahun 1978, dalam upaya memperbaiki perekonomiannya, dipimpin oleh Deng
Xiaoping, China kembali membuka pintu ekonominya menjadi lebih terintegrasi dengan dunia
internasional. Terdapat dua kejadian penting dalam sejarah perekonomian China di dunia pada tahun
2001. Pertama, Amerika Serikat telah secara permanen menetapkan China sebagai mitra dagang tetap.
Hal ini menunjukkan posisi penting China di mata Amerika Serikat. Kedua, pada tahun yang sama, China
juga secara resmi masuk dalam Organisasi Perdagangan Internasional Dunia (WTO). Dua hal ini, diyakini
menjadi titik balik dari kebangkitan perekonomian modern China di lingkup internasional.
Organisasi Perdagangan Internasional Dunia atau yang lebih umum dikenal dengan nama World
Trade Organisation (WTO) merupakan sebuah organisasi yang dibentuk atas kesepakatan negara-negara
untuk membuat sebuah sistem perdagangan internasional. Keanggotaan di WTO ini merupakan bagian
yang sangat penting dalam rangka reformasi ekonomi China. Hal ini sekaligus menjadi bukti komitmen
sungguh-sungguh China untuk mengintegrasikan perekonomianya dengan dunia.
Bown (2009) dalam penelitiannya mengenai konflik perdagangan China dan amerika dan masa
depan dari WTO, dengan menggunakan metode studi pustaka, menyatakan bahwa Keinginan asli China
untuk bergabung kembali dengan WTO berasal dari kepentingan ekonomi. Pertama, keanggotaan dalam
WTO memberi pengobatan diskriminatif bagi negara dalam hubungan perdagangan. Kedua, banyak
negara yang menggunakan WTO sebagai peluang pada komitmen mereka sendiri untuk mereformasi
kebijakan.
Chow (2001) dalam penelitiannya mengenai dampak yang diperoleh China masuk ke dalam
WTO, dengan menggunakan metode studi pustaka, menyatakan bahwa bergabung kedalam WTO adalah
peristiwa yang sangat penting untuk perkembangan China pada awal abad ke-21. Peristiwa penting ini
didahului oleh pembentukan hubungan dagang tetap dengan Amerika Serikat pada tahun 2000. Kedua
peristiwa ini penting karena menandai China diakui Amerika Serikat dan komunitas ekonomi dunia
sebagai mitra yang sejajar. China telah menjadi anggota penting dari masyarakat ekonomi dunia dan
memainkan peran penting dalam ekonomi global.
Chow (2001) juga mengatakan bahwa keanggotaan WTO ini membuka pasar China untuk
perdagangan internasional dan investasi yang lebih, dan membuka perekonomian dunia untuk ekspor
China. Beberapa pengamat melihatnya sebagai kekuatan positif bagi pembangunan ekonomi China,
sementara yang lain khawatir bahwa persaingan impor asing dan perusahaan asing di China mungkin
menghancurkan perusahaan domestik di pertanian, manufaktur, dan sektor jasa di China.
Erman(2005: 12) mengatakan bahwa dari segi ekonomi dan perdagangan, globalisasi sudah
terjadi pada saat mulainya perdagangan rempah-rempah, kemudian tanam paksa di jawa, sampai
tumbuhnya perkebunan-perkebunan di Hindia Belanda, dan pada saat itu globalisasi lahir dengan
kekerasan dalam alam kolonialisme. Pada masa kini globalisasi ekonomi dan perdagangan dilakukan
dengan jalan damai melalui perundingan dan perjanjian internasional yang melahirkan aturan
perdagangan bebas serta memfokuskan pengembangan pasar terbuka. WTO merupakan salah satu aktor
dan arena forum perundingan antar perdagangan dari mekanisme globalisasi yang terpenting. (Mansour,
2004: 7).
Gilpin (2001:361) mengatakan bahwa Regionalisme telah menjadi pusat strategi yang digunakan
oleh sekelompok negara untuk memajukan perekonomian dan kekuatan politik mereka dan juga telah
menjadi fitur yang sangat penting terhadap ekonomi global.
Berdasarkan teori Gilpin (2003), penulis memutuskan untuk mencari data perkembangan
ekonomi China, yang diukur melalui perkembangan GDP (Gross Domestic Product) China yang dimulai
pada tahun 2001, ketika China bergabung menjadi anggota WTO, sampai dengan 10 tahun kedepan, yaitu
pada tahun 2010. Untuk membuktikan bahwa regionalisasi yang berujung pada integrasi ekonomi yang
dilakukan China, yaitu dengan menjadi anggota WTO, dapat memberikan dampak positif bagi
perkembangan ekonomi China.

METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif studi pustaka,yaitu pencarian dan
mengumpulkan data tentang studi dan penulisan data untuk analisis. Data tersebut meliputi membaca
literatur tentang artikel jurnal, buku, e-buku dan informasi lainnya.
3

Setelah mengumpulkan berbagai data mengenai Regionalisasi. Pertama, penulis memahami


mengenai Regionalisme ekonomi. Kedua, dari buku regionalisme ekonomi, penulis menemukan integrasi
ekonomi, kemudian mencari datanya, dan memahaminya. Setelah itu penulis lalu mengumpulkan data
mengenai China masuk ke dalam WTO (World Trade Organization) dalam bentuk buku dan jurnal,
penulis kemudian mencari dampak yang terjadi, dan juga mencari perkembangan GDP pada saat China
masuk ke dalam WTO, sampai dengan 10 tahun mendatang.
Setelah mengumpulkan semua data, penulis kemudian melakukan analisis data dengan
menggunakan metode kuantitatif untuk membuktikan bahwa integrasi ekonomi membawa dampak positif
bagi perekonomian suatu negara.

HASIL DAN BAHASAN


Integrasi Ekonomi Regional

Regionalisme telah menjadi pusat strategi yang digunakan oleh sekelompok negara untuk
memajukan perekonomian dan kekuatan politik mereka dan juga telah menjadi fitur yang sangat penting
terhadap ekonomi global (Gilpin, 2001).
Regionalisme ekonomi sudah menjadi komponen penting dalam strategi negara dari kekuatan
ekonomi utama untuk memperkuat ekonomi domestik negara dan daya saing negara terhadap dunia
internasional. (Gilpin, 2001:358). Regionalisme dan integrasi ekonomi merupakan dua hal yang tak
terpisahkan karena kemunculan regionalisme akan mendorong terjadinya integrasi ekonomi, Integrasi
ekonomi yang terbentuk meliputi integrasi perdagangan.
Integrasi perdagangan dapat berbentuk Custom Union (CU) dan Free Trade Area (FTA). FTA
adalah penghapusan tarif/ rintangan perdagangan lainnya di kawasan yang terdiri dari dua Negara atau
lebih. Sedangkan CU adalah sebuah perjanjian diantara beberapa negara untuk menyelenggarakan
perdagangan bebas diantara sesama negara anggota penandatanganan perjanjian serta mengenakan bea
tarif yang seragam terhadap setiap barang impor dari negara di luar anggota penandatanganan perjanjian
tersebut.
Mempunyai pemikiran yang sama dengan Gilpin, bahwa regionalisme yang melahirkan Integrasi
ekonomi yang berbentuk perdagangan bebas akan meningkatkan perekonomian suatu negara, Sobri (2001)
mengatakan bahwa dengan system perdagangan yang bebas (free trade) baik untuk perdagangan dalam
negeri (domestik) ataupun perdagangan luar negeri, akan menjadi semakin besarlah kemungkinan-
kemungkinan untuk perkembangan ekonomi.
Lain halnya dengan apa yang telah dikemukakan oleh Gilpin dan Sobri, Peter Nolan tidak setuju
dengan langkah China untuk mengintegrasikan perekonomiannya. Nolan mengatakan bahwa China belum
cukup kompetitif untuk terjun ke dalam “ global level playing field ” didasari oleh pemikiran yang sama,
I.Wibowo juga mengungkapkan hal yang sama, bahwa integrasi ekonomi yang dilakukan China dengan
masuk menjadi anggota WTO, akan membawa bahaya yang besar dikarenakan banyak penduduk China
akan kehilangan pekerjaan mereka.
Indikator yang digunakan untuk mengetahui peningkatan atau perkembangan ekonomi di suatu
Negara dapat dilihat dari GDPnya. GDP mengukur pembelian akhir yang dilakukan oleh rumah tangga,
bisnis, dan pemerintah dengan menjumlahkan konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor
neto. Paul A. Samuelson, orang amerika pertama yang memenangkan nobel Memorial Prize in Economic
Sciences, dalam bukunya yang berjudul Economics mengatakan bahwa seperti satelit di luar angkasa
yang dapat meneliti cuaca di seluruh benua, begitu juga GDP, memberikan gambaran menyeluruh tentang
keadaan ekonomi. Memungkinkan presiden, kongres, dan federal reserve untuk menilai apakah ekonomi
menurun atau berkembang. Tanpa adanya pengukuran keseluruhan ekonomi seperti GDP, para pembuat
kebijakan akan tenggelam didalam lautan data yang tidak terorganisir.

Masuknya China ke dalam WTO

China sebenarnya merupakan salah satu negara pendiri dari organisasi Perdagangan
internasional yang waktu itu masih berupa “General Agreement of Tariff and Trade” (GATT) pada 1948.
Tetapi pada tahun 1950, China yang waktu itu diwakili oleh “Republik China” di pulau Taiwan,
memutuskan untuk keluar.
Semangat untuk masuk ke dalam GATT dimulai lagi pada tahun 1987, dan perundingan itu telah
berlangsung hingga tahap yang cukup matang. Tetapi terjadilah pembantaian berdarah dalam peristiwa
4

Tian’anmen pada 4 juni 1989 yang menghentikan seluruh proses lamaran untuk menjadi anggota WTO.
Lalu, untuk kedua kalinya, China mengajukan lamaran lagi pada tahun 1992. Dan baru pada tahun 2001,
tepatnya tanggal 11 desember, China resmi menjadi anggota WTO yang ke-143 setelah disetujui di
pertemuan Doha, Qatar.
I.Wibowo (2004, 63) mengatakan bahwa keuntungan yang ingin dikejar China dengan masuk
menjadi anggota WTO hanya bersifat ekonomi semata, yaitu sebagai sarana untuk mencapai
industrialisasi yang cepat. Tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan pendapatan melalui ekspor yang
tinggi dan juga modal dari luar, selain itu juga masuknya tekhnologi maju ke China. Dengan masuk
menjadi anggota WTO, pemerintah China berharap mendapatkan perlakuan (MFN) atau Most Favored
Nation Treatment, yaitu suatu perlakuan dimana tidak boleh adanya diskriminasi antar mitra dagang dan
menghilangkan hambatan perdagangan melalui negosiasi, yang diperlukan untuk memacu ekspor China.
Dari sisi ekonomi, keuntungan yang dapat diraih China dapat diperkirakan dengan beberapa
tolak ukur. Menurut Bank Dunia (World Bank) yang berhaluan Neoliberal misalnya, pada tahun 2020
diperkirakan “share” China pada perdagangan akan naik tiga kali lipat dari sekarang, mencapai 10%.
China akan mengimpor dalam jumlah yang lebih besar, dari beras sampai alat semi konduktor. Pada saat
yang sama, China akan mengekspor dalam jumlah yang berlipat barang-barang yang di produksi dengan
padat karya. China akan menjadi “Trading Nation” nomor dua terbesar di dunia sesudah Amerika Serikat
(dengan “share” sebesar 5%) (Panitchpakdi, 2002:34).
Masuk ke dalam WTO yang bersifat liberalisme, akan mengubah hukum dan kebijakan yang
diterapkan di China. Dikarenakan China yang merupakan negara komunis. Sebanyak 3.000 hukum
nasional dan 200.000 hukum daerah direvisi atau dihapuskan agar sesuai dengan hukum internasional.
Peraturan dan kebijakan yang sebelumnya dianggap sebagai informasi untuk kalangan terbatas sekarang
dibuka untuk umum. Diperkirakan bahwa masih banyak lagi amandemen dan penyesuaian hukum yang
akan dilaksanakan pada masa mendatang (Graham, 2007:109).
Selain itu, dengan masuk menjadi anggota WTO, China harus terikat pada satu hal, yaitu
perdagangan bebas. Maka persoalannya adalah, apakah China sudah siap rugi terjun ke dalam lautan
perdagangan bebas? Beberapa kerugian tersebut segera terlihat.
Peter Nolan (2001:187) dalam bukunya yang berjudul (China and the Global Economy)
menyebutkan bahwa China sebenarnya belum cukup kompetitif untuk terjun dalam “global level playing
field.” Dengan masuk menjadi anggota WTO, ada bahaya perusahaan-perusahaan China, termasuk yang
berukuran raksasa, akan kewalahan menghadapi serangan dari perusahaan dengan level multinasional dari
negara maju yang lebih berpengalaman.
Kerugian diatas hanya kerugian yang dihasilkan pada perusahaan-perusahaan China, bagaimana
dampak yang diterima oleh para buruh dan petani? Kedua kelompok ini juga akan menjadi korban akibat
dari masuknya China ke dalam WTO. Menurut I.Wibowo, masalah yang terjadi pada negara-negara yang
sedang berkembang disaat ingin mengintegrasikan perekonomiannya, juga berlaku bagi China. Dengan
menerima syarat dari peraturan WTO, bahwa tidak boleh ada subsidi negara, maka perusahaan milik
negara harus di privatisasikan. Privatisasi BUMN adalah pemindahan aset-aset milik negara kepada pihak
swasta dan asing (Mansour, 2003). Para ekonom China maupun para pengamat dari luar melihat bahaya
yang akan terjadi pada China. Akibat privatisasi perusahaan milik negara, maka terjadilah pemutusan
hubungan kerja dalam jumlah besar-besaran, dikarenakan dengan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) dan hanya mempekerjakan tenaga kerja ahli, merupakan jalan tercepat untuk mengurangi biaya
produksi dan meningkatkan kualitas barang hasil produksi. Antara tahun 1997-2001 tercatat lebih dari 24
juta buruh pada perusahaan milik negara diberhentikan, sebuah angka yang cukup mengejutkan. Memang
mereka bebas untuk mencari pekerjaan di sektor non-negara, tetapi statistik awal memperlihatkan pada
tahun 2000, mereka yang dapat bekerja kembali hanya mencapai angka 26%. Ini juga hanya pekerjaan
dengan gaji yang rendah dan tunjangan yang sangat kecil dibandingkan dulu pada saat masih bekerja di
perusahaan milik negara.
Sementara itu dengan membuka pasar untuk produk pertanian, para petani akan mengalami
kerugian yang cukup besar. Xueyi (2001:160) meramalkan bahwa jumlah gandum yang harus diimpor
oleh China akan naik dari dua juta hingga lima juta ton, yang menyebabkan hilangnya pendapatan petani
sebesar 5,5 miliar yuan. Padahal diketahui bahwa harga gandum sejak tahun 1997 terus menerus merosot.
Situasi ini akan memaksa para petani untuk meninggalkan sawah-ladangnya, dan pergi ke kota-kota besar
untuk mencari pekerjaan. Tidak ada statistik yang pasti, tapi diperkirakan jumlah buruh migran ini tidak
kurang dari 200 juta. Ini akan menjadi masalah pengangguran baru di kota.
Maka, kerugian dengan menjadi anggota WTO tidak bisa begitu saja dibandingkan dengan
keuntungan yang akan diperoleh. Dapatkah integrasi ekonomi yang dilakukan China dengan masuk
menjadi anggota WTO membawa dampak positif bagi perekonomiannya?
5

Dampak masuknya China ke dalam WTO

Apakah Integrasi ekonomi yang dilakukan China dapat membawa dampak positif bagi
perkembangan perekonomiannya, maka penulis mecari data mengenai keadaan GDP di tahun China
pertama kali bergabung dengan WTO sampai dengan 10 tahun kedepan, yaitu pada tahun 2001 sampai
tahun 2010. Yang dapat dilihat pada diagram dibawah ini.

Gambar 1. Gross Domestic Product China

Gambar 1 menunjukan tingkat GDP (balok biru) dalam satuan Billion USD (miliar USD dolar).
Tampak pada diagram tersebut pada tahun 2001 sewaktu China masuk menjadi anggota WTO, GDP
China tercatat sebesar 1.321 miliar USD, setahun kemudian meningkat sebesar 7,4% menjadi 1.419 miliar
USD. Pada tahun 2003, pertumbuhan GDP China masih tetap meningkat 15,6% menuju angka 1.640
miliar USD. Lalu pada tahun 2004 GDP china mengalami peningkatan sebesar 16,7% menjadi 1.931
miliar USD, lalu meningkat kembali sebesar 16,8% menjadi 2.256 miliar USD pada tahun 2005. Pada
tahun 2006, GDP China terus meningkat menyentuh angka 2.712 miliar USD, menuju tahun 2007
perkembangan GDP China naik cukup pesat sebesar 22,4% menjadi 3.494 miliar USD. Di tahun
berikutnya GDP China mengalami peningkatan yang sangat mengejutkan, yaitu meningkat 29,4%, yaitu
sebesar 1.027 miliar USD menjadi 4.521 miliar USD. Di tahun 2009 peningkatan pertumbuhan GDP
China hanya meningkat 10,4% sebesar 470 miliar USD, menjadi 4.991 miliar USD. Pada tahun 2010
perkembangan GDP China naik cukup tinggi, tetapi tidak sebesar pada tahun 2006 – 2007, yaitu sebesar
19%, 939 miliar USD, menuju 5.930 miliar USD.
Disamping itu, dikarenakan keanggotaan WTO yang mengharuskan China untuk menonaktifkan
subsidi negara, maka perusahaan milik negara (BUMN) harus di privatisasikan, yang menurut I. Wibowo
akan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja dalam jumlah yang besar, dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 2. Persentase pengangguran di China


6

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa tahun 1999 sampai dengan tahun 2000 tingkat pengangguran di
China adalah sebesar 3,1%, pada tahun 2001 mengalami peningkatan sebesar 0,5% menjadi 3,6%. Pada
tahun 2002 persentase pengangguran di China terus bertambah menjadi 3,8%. Pada tahun 2003 terjadi
penambahan sebesar 0,4% menjadi 4,2%. Tahun 2004 juga bertambah menjadi 4,3%. Di tahun 2005
persentase ini kemudian menurun menjadi 4,2%. Pada tahun 2006 masih berada di posisi yang sama yaitu
4,2%, lalu pada tahun 2007 turun menjadi 4,1% sampai dengan tahun 2008. Pada tahun 2009 persentase
pengangguran di China kembali mengalami peningkatan menjadi 4,3%. Pada tahun 2010 kembali turun
menjadi 4,1%. Walaupun persentase pengangguran di China meningkat sampai mencapai 4,3% pada
tahun 2004, tetapi pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, persentase tersebut menurun dan stabil.
Pada tahun 2009 persentase tersebut kembali mengalami kenaikan, tetapi kembali turun pada tahun 2010.

Dampak Positif Integrasi Ekonomi Regional pada perekonomian suatu negara

Robert Gilpin mengatakan bahwa regionalisasi ekonomi akan membawa dampak positif bagi
perkembangan perekonomian suatu negara, dan juga telah menjadi komponen penting dalam strategi
suatu negara untuk meningkatkan perekonomiannya. Strategi inilah yang juga digunakan oleh China
untuk meningkatkan perekonomiannya.
Integrasi ekonomi yang dilakukan China dengan bergabung menjadi anggota WTO yang
bertujuan untuk meningkatkan perekonomiannya dengan pendapatan lewat ekspor yang tinggi serta
investasi dari luar ternyata berhasil dengan baik, hal itu dapat dilihat dari indikator perkembangan
perekonomian China yaitu GDP China yang sejak masuk kedalam WTO terus menerus mengalami
peningkatan.
Mengenai dampak dimana akan melesatnya jumlah pengangguran di China, dimana jumlah
pengangguran akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian suatu negara, yang
disebabkan karena masuk menjadi anggota WTO berarti membuat China harus menghapuskan subsidi
dari pemerintah dan memprivatisasikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), penulis menyatakan bahwa.
dampak tersebut dinilai kurang tepat.
Imbas atau dampak dari memprivatisasikan BUMN adalah menaikkan jumlah pengangguran di
China, dapat dilihat dari persentase pengangguran yang meningkat. Pada tahun 1999-2000 persentase
pengangguran di China hanya sebesar 3,1%, namun setelah masuk kedalam WTO, persentase tersebut
terus naik hingga menyentuh angka 4,3% pada tahun 2004. Tetapi tidak separah apa yang disampaikan
oleh I.Wibowo. memang benar bahwa akibat dari privatisasi perusahaan milik negara, sebanyak 24 juta
buruh dalam perusahaan milik negara diberhentikan, jika dipersentasekan (100:(1300:24) =1,8%) jika
dipersentasekan dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2004, yaitu sebesar 1,2%. Dikarenakan sensus
penduduk dilakukan 10 tahun sekali, dan terakhir dilakukan tahun 2010, yang menyebutkan populasi
penduduk China pada tahun 2010 adalah sebanyak 1,3 miliar jiwa, maka jumlah penduduk China pada
tahun 2004 pasti dibawah 1,3 miliar jiwa, dan hasil perhitungan persentase pengangguran di China
dipastikan juga dibawah 1,8%.
Dan juga dikatakan bahwa dikarenakan meningkatnya jumlah impor gandum yang harus
dilakukan China hingga lima juta ton, dan juga diketahui bahwa harga gandum sejak tahun 1997 terus
menerus menurun. Hal ini akan mengakibatkan 5,5 miliar yuan pendapatan para petani hilang, yang akan
menyebabkan 200 juta lebih petani akan meninggalkan sawah-ladangnya, untuk mencari pekerjaan di
kota, dan ini akan menambah jumlah pengangguran di China.
Jika hal ini benar terjadi, maka persentase pengangguran di China seharusnya meningkat hingga
mencapai 19% - 20% (100:(1300:200) = 15%, ditambahkan dengan persentase pengangguran yang ada
sebesar 4%). Tetapi hal yang terjadi malah sebaliknya. pada tahun 2005, jumlah pengangguran yang
harusnya diperkirakan naik, turun 0,1%, dan terus menurun hingga tahun 2008 menjadi 4,1%. Pada tahun
2009 persentase pengangguran di China naik kembali hingga 4,3%, ini dikarenakan dunia sedang dilanda
krisis ekonomi global. Tingkat pengangguran negara-negara di dunia sebagian besar juga mengalami
peningkatan, negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat juga mengalami peningkatan
sebesar 2,5% dan 1,1%. Tetapi di China pada tahun 2010 persentase ini kembali menurun menjadi 4,1%.
Setelah melihat dan meneliti data-data tersebut, penulis menyatakan bahwa integrasi ekonomi memang
berdampak positif bagi perkembangan ekonomi suaru negara. Peningkatan persentase pengangguran yang
disebabkan oleh privatisasi BUMN masih terbilang wajar, dan persentase itupun menurun seiring dengan
berjalannya waktu. Peningkatan GDP yang didapatkan oleh China dapat dikatakan menghasilkan
keuntungan yang sangat besar bagi China. Hal ini sesuai dengan perkataan Gilpin, bahwa regionalisme
yang berujung pada Integrasi ekonomi akan membawa dampak positif bagi suatu negara.
7

SIMPULAN DAN SARAN


China pada saat dipimpin oleh Mao Zedong, China merupakan negara yang komunis yang
tertutup pada dunia luar. Pada tahun 1978, dipimpin oleh Deng Xiaoping, kembali ingin membuka pintu
ekonominya kepada dunia luar dengan mengintegrasikan perekonomiannya, melalui langkah yang
diambil China dengan masuk menjadi anggota WTO.
Melihat langkah yang akan diambil China untuk memasuki WTO, para ahli ekonomi baik dari
China, maupun dari luar, mulai mengeluarkan pendapatnya. Robert Gilpin mengatakan bahwa
regionalisasi ekonomi akan membawa dampak positif bagi perkembangan perekonomian suatu negara,
tetapi dalam kasus masuknya China ke dalam WTO, beberapa ahli ekonomi tidak sependapat dengan
Gilpin. Mereka menyatakan bahwa dengan integrasi ekonomi yang ingin dilakukan China, hanya akan
membawa China menuju kehancuran.
Tetapi, hal tersebut tidak terjadi. langkah integrasi ekonomi yang dilakukan China dengan cara
bergabung menjadi anggota WTO, membawa dampak yang sangat baik bagi perekonomian China. Dapat
dilihat dalam jangka waktu 10 tahun China bergabung menjadi anggota WTO, GDP China terus menerus
meningkat, tanpa mengalami penurunan sekalipun. Dan jumlah pengangguranpun cenderung berada di
posisi yang stabil. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Robert Gilpin, bahwa Regionalisme dapat
memajukan perekonomian suatu negara.
Indonesia telah menjadi anggota WTO semenjak tahun 1995, tetapi pemerintah menilai bahwa
masuk WTO, bukannya mendatangkan keuntungan, tetapi malah mendatangkan kerugian bagi Indonesia.
Tetapi dapat dilihat dalam kasus China yang sebelumnya merupakan negara tertutup, memilih untuk
mengintegrasikan perekonomiannya dengan masuk menjadi anggota WTO. Integrasi ekonomi yang
dilakukan China, ternyata membawa dampak positif bagi perekonomiannya, ditandai dengan terus-
menerus meningkatnya GDP China. Penulis mengharapkan penelitian selanjutnya dapat meneliti
mengapa Indonesia yang mengintegrasikan perekonomiannya, ternyata membawa kerugian, atau dampak
negatif bagi perkembangan ekonomi indonesia. Apakah benar integrasi ekonomi yang menyebabkan
perkembangan ekonomi Indonesia mendapatkan dampak negatif, atau ada faktor lain yang menyebabkan
keterpurukan bagi perkembangan ekonomi Indonesia? Dan juga adakah faktor-faktor yang lain, yang
dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi suatu negara?

REFERENSI
Referensi Bahasa China

鲁艳芳.中国未来走向:聚焦高层决策与国家战略布局. 北京:人民出版社,2009
宋军占.决策内参决策决策内参:大国的烦恼. 北京:人民出版社, 2009
石广生. 中国加入世界贸易组织十年回顾与展望. 2012
Referensi bahasa Inggris

Gilpin, Robert. (2001). Global Political Economy Understanding The International Economic Order.
New Jersey. Princeton University Press.
Prime, Penelope B. (April,2002). China joins the WTO: How, Why and What Now? XXXVII, No. 2, 26-
32.
Hughes, Kent, Gang Lin and Jennifer L. Turner. (2002). China and the WTO Domestic Challenges and
International Pressures.
Chow, Grergory C. The Impact of Joining WTO on China’s Economic, Legal and Polical Institutions. NJ
08544.
World Trade Organization. (January,2000). GDP: One of the Great Inventions of the 20th Century.

Referensi bahasa Indonesia


8

Wibowo I. (2004). Belajar dari Cina : Bagaimana Cina merebut peluang dalam Era Globalisasi. Jakarta.
Buku Kompas.
Lam, N. Mark and John L. Graham. (2007). China Now : Berbisnis di Pasar Paling Dinamis di Dunia.
Jakarta. PT Elex Media Komputindo.
Yustika, Ahmad Erani. (2009). Ekonomi Politik : Kajian Teoritis dan Analisi Empiris. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar.
Plano, Jack C. and Roy Olton. (1999). Kamus Hubungan Internasional. Bandung. Putra A. Bardin.
Todaro, Michael P. and Stephen C. Smith. (2006). Pembangunan Ekonomi. Jakarta. Erlangga.
John and Doris Naisbitt. (2010). China’s Megatrends. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama
Krugman, Paul R, and Maurice Obstfeld. (2004). Ekonomi Internasional. Jakarta. PT INDEKS kelompok
Gramedia.

RIWAYAT PENULIS
Morgan Feanes lahir di kota Jakarta pada 17 februari 1991. Penulis menamatkan pendidikan SMA di
SMA Impian Bunda pada tahun 2009.
Boy Kuswandi lahir di kota Jakarta pada 23 November 1990. Penulis menamatkan pendidikan SMA di
Dharma Putra pada tahun 2009.

Anda mungkin juga menyukai