Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

Kejang Demam Kompleks dengan Dermatitis Alergika dan


Faringitis Akut

Pembimbing :
dr. Agus Boediono Sp.A

Disusun Oleh :
dr. Ahmad Izzudin Afif

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP ANGKATAN I


RS BHAYANGKARA MOESTAJAB NGANJUK
2017

1
BAB I
KASUS

I. IDENTITAS
Nama : An. N Z
Usia : 1 tahun 2 bulan
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Ngrami Sukomoro - Nganjuk
Suku Bangsa/Agama : Jawa / Islam
No. Rekam Medis : 08.94.01
Tanggal Masuk : 1 Mei 2017
Jam Masuk : 18.20 WIB

II. ANAMNESIS
Dilakukan sacara Autoanamnesis kepada ibu pasien dan Senin tanggal 1 Mei 2017 di
Instalasi Gawat Darurat RS Bhayangkara Moestadjab Nganjuk

a. Keluhan Utama :
Demam dan Kejang
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keadaan demam, demam dirasakan mulai pagi hari.
Demam awalnya dirasakan tidak terlalu tinggi, semakin lama semakin tinggi.
Sebelum timbul demam pasien awalnya batuk dan pilek serta timbul kemerahan di
seluruh tubuh terutama kepala, gatal sejak 2 hari sebelum timbul demam. Selama
timbul keluhan pasien tidak diberi obat. Pukul 15.00 wib (senin, 1 mei 2015) demam
semakin tinggi dan pasien mengalami kejang. Kejang seluruh tubuh +/- 1 menit,
kejang berhenti sendiri setelah kejang pasien sadar penuh. Setelah kejang pasien
dibawa ke bidan. Ditempat bidan +/- pukul 17.00 wib pasien mengalami kejang lagi,
kejang seluruh tubuh, kejang lebih lama +/- 2 menit, oleh bidan diberi obat penghenti
kejang lewat dubur. Setelah kejang suhu pasien 39,8 C. Setelah kejang pasien sadar

2
dan dibawa ke UGD RS Bhayangkara Nganjuk. Saat di UGD pasien sadar, demam
dan tidak kejang.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Kejang (+) sebelum kejang sekarang pasien pernah mengalami 2 kali kejang.
 Kejang pertama satu minggu setelah pasien imunisasi di umur 9 bulan. Pasien
mengalami kejang yang diawali dengan demam, kejang 1x seluruh tubuh +/- 1
menit, kejang berhenti sendiri dibawa ke bidan tidak sampai opname.
 Kejang kedua saat pasien berusia 1 tahun, pasien mengalami kejang yang
diawali dengan demam, kejang 1x seluruh tubuh +/- 1 menit, kejang berhenti
sendiri dibawa ke bidan tidak sampai opname.
 Riwayat Alergi (+) Pasien memiliki riwayat alergi terhadap makanan dan
susu. Usia 0-3 bulan pasien minum ASI + susu formula, usia 3 bulan – 7 bulan
hanya minum susu formula merk lactogen, saat usia 7 bulan pasien periksa ke
dokter karena muncul merah2 dikulit dan oleh dokter disarankan untuk
mengganti susu formula merk SGM. Setelah minum susu formula merk SGM
masih sering muncul merah2 dikulit.

Riwayat MRS (-)

• Riwayat Kelahiran
• Anak pertama, saudara (-)
• Lahir normal di bidan, sejak lahir langsung menangis, ketuban jernih, gravida 39-40
minggu, BBL 2700 gram, PB 40 cm

• Riwayat Imunisasi
• Hepatitis B : lahir, 1 bulan, 6 bulan
• Polio : 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan
• BCG : 2 bulan, 3 bulan
• DPT : 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
• Hib : 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan

3
• Riwayat Tumbuh Kembang
• 0-3 bulan = menggerakkan beberapa bagian tubuh seperti tangan, kepala, dan mulai
belajar memiringkan tubuh, mulai mengenal suara, bentuk benda dan warna
• 6-9 bulan= dapat menegakkan kepala, belajar tengkurap sampai dengan duduk ,
mengoceh dan sudah mengenali wajah seseorang, belajar makan dan mengunyah

Riwayat Keluarga
Ayah
Nama : Tn. B
Pendidikan :-
Pekerjaan : Swasta
Penghasilan :-
Ibu
Nama : Ny. L
Pendidikan :-
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Penghasilan :-

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
 Keadaan Umum : Cukup
 Kesadaran : Compos Mentis
4
 Vital Sign :
o N : 120x/m
o RR : 22x/m
o Tax : 38,9˚C
o SpO2 : 96%
 Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata cowong -/-, UUB cekung (-),
air mata+/+, mukosa mulut basah (-)
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), peningkatan JVP (-)
 Thorax : Cor : S1S2 tunggal
Pulmo : Ves+/+, Rho -/-, Whe-/-
 Abdomen : timpani, soepel, bising usus (+) normal, turgor kulit normal
Ekstremitas : akral hangat +/+, edema -/-, NT

Status Neurologis
– Rangsang Meningeal:
– Kaku kuduk : negatif
– Brudzinsky I – IV
– Neck sign : negatif
– Cheek sign : negatif
– Symphisis sign : negatif
– Leg sign : negatif
– Kernig sign : negatif

Status Gizi :

BB : 9 kg
TB : 65 cm
BB/U : -2 SD < BB/U < 0 SD
TB/U : -3SD < TB/U < -2 SD
BB/TB : BB/TB 0 S

5
6
7
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Lab DL

Result Flags Normal limit

WBC 19.0 H 10^3/ul 4.0-10.0

LYM 4.8 H 10^3/ul 1.0-4.5

MON 2.0 10^3/ul 0.2-1.0

GRA 12.2 H 10^3/ul 2.0-8.0

RBC 4.68 10^6/ul 3.80-5.40

HGB 11.3 L g/dl 12.5-15.5

HCT 35.2 % 37.0-47.0

MCV 75.2 um^3 82.0-98.0

8
MCH 24.1 pg 26.0-34.0

MCHC 32.1 L g/dl 32.0-36.0

RDW 14.6 % 10.0-16.00

PLT 437 H 10^3/ul 150-400

MPV 7.7 um^3 7.0-11.0

PCT 0.383 % 0.200-0.500

PDW 15.8 % 10.00-18.00

V. DIAGNOSA :
Obs. Kejang Demam Kompleks

VI. Planning/ Rencana Terapi/Pemeriksaan Penunjang


 Inf. NaCl 0,9 200cc/1jam  Inf D5 ¼ NS 1000 cc/24 jam
 Inj. Novalgin 3 x 150mg (metampiron)
 Inj. Goforan 3 x 250 mg (Sefotaksim)
 P.O Prospan syr 3x1cth (Ekstrak kering daun ivy / mucolitik ekspektoran)
Diit : ASI, BH
KIE :
 Kondisi pasien saat ini
 Prognosis
Konsul dr.Sp.A

9
Observasi di IGD

Tanggal 1/5/2017 jam 19.20 wib

S : Demam turun, Kejang (-)


O : KU Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Gizi baik
Status Generalis :
N : 120x/m
RR : 22x/m
Tax : 38,9˚C
SpO2 96%
Thorax : Cor/ Pulmo : S1S2 tunggal, Ves+/+ Rhonki-/-, Whe -/-
Abdomen : timpani,soepel, turgor kulit normal
A : Obs. Kejang Demam Kompleks
P : Inf NaCl 0,9 200cc/1 jam
Inj. Novalgin 150 mg
Inj Goforan 250mg

Tanggal 1/5/2017 jam 19.30 wib

S : Demam turun
O : KU Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
N : 130x/m
RR : 22x/m
Tax : 38,0˚C
SpO2 97%
Thorax : Cor/ Pulmo : S1S2 tunggal, Ves+/+ Rhonki-/-, Whe -/-
Abdomen : timpani,soepel, turgor kulit normal
A : Obs Kejang Demam Kompleks
10
P : Inf D5 1/4 NS 1000cc/24jam
Pindah Ruangan Dahlia 4

FOLLOW UP DI RUANGAN DAHLIA 4

2/5/2017 2/5/2017 3/5/2017 4/5/2017 5/5/2017


05.30 12.30
S Panas, Panas turun Panas naik turun, Panas turun, Kejang (-), Tidak ada
Kejang (-) Kejang (-) gatal gatal batuk(+), gatal berkurang gatal (-), batuk(+) keluhan

O N : 100x N : 120x N : 120x N : 120x N : 120x


S : 38 S : 37,8 S : 36,3 S : 36,2 S : 36,2

A Obs. KDK Febris Convulsi + Febris Convulsi + Febris Convulsi + Febris


Dermatitis Faringitis Akut Faringitis Akut Convulsi +
Faringitis
Akut

P Inj.  Inf. D5 ¼ NS  Inf. D5 ¼ NS  Inf. D5 ¼ NS Ijin KRS


Paracetamol 100cc/24jam 100cc/24jam 100cc/24jam Valeptic syr
100mg  Dexametason 3x1/3  Inj. Novalgin 3x1/4  Inj. Novalgin 3x1/4 1x1cth (as.
Ekstra  Valeptic syr 2x250m  Dexametason 3x1/3  Dexametason 3x1/3 valproat)
(asam Valproat)  Valeptic syr 2x250m  Valeptic syr 2x250m Prospan Syr

 Taxegram 3x250mg (asam Valproat) (asam valproat) 3x1cth

(sefotaksim)  Inj.Taxegram 3x250mg  Inj.Taxegram 3x250mg


(sefotaksim) (sefotaksim)

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM

Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5
tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 380 C, dengan metode pengukuran
suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.

Keterangan:

1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau
metabolik lainnya.

2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang
demam.

3. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun
jarang sekali. National Institute of Health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3
bulan, sedangkan Nelson dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan
batasan usia lebih dari 1 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf
pusat.

4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan
termasuk dalam kejang neonatus

Epidemiologi

Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.

Klasifikasi

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)

12
1. Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk
kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Keterangan:
1. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang
demam
2. Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5
menit dan berhenti sendiri.

2. Kejang demam kompleks


Kejang demam dengan salah satu ciri berikut:
1. Kejang lama (>15 menit)
2.Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam.
Keterangan:
1. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak
sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
2. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial.
3. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan di antara
2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% anak
yang mengalami kejang demam.

Patofiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku yang digunakan berupa glukosa yang akan
dipecah menjadi CO2 dan air.

Dalam keadaan normal membran neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium
(K+) dan sulit oleh ion Natrium (Na+) kecuali Clorida (Cl-). Akibatnya K+ tinggi dalam sel

13
dan Na+ rendah, sedangkan di luar sel sebaliknya. Perbedaan ini yang membentuk potensial
membran sel neuron.

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh:

 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.


 Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis
 Perubahan patofisiologi membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1’C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.

Pada kenaikan suhu tubuh tertentu akan terjadi perubahan keseimbangan dari membran
potensial neuron dan dalam waktu singkat akan terjadi difusi dari K+ dan Na+ melalui
membran tadi dengan akibat lepasnya muatan listrik yang sedemikian besarnya dapat
meluas ke seluruh sel neurotransmitter pada tubuh dan terjadilah kejang.

Tiap anak empunyai ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan ambang kejang
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38’C sedangkan pada anak dengan ambang kejang
yang tinggi kejang baru terjadi pada suhu 40’C.

Bangkitan kejang tergantung pada ambang kejang tersebut yaitu lebih banyak pada anak
dengan ambang kejang rendah.

Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang lama (> 15 menit) biasanya dapat
disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet
sehingga dapatterjadi juga hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan
metabolisme anaerob, hipotensi dan denyut jantung yang tidak teratur, meningkatnya
suhu tubuh juga dapat terjadi.

Kemungkinan lain yang dapat terjadi adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga timbul edema otak yang mengakibatkan rusaknya sel
neuron otak.

14
Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
sehingga terjadi epilepsy.

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit,
dan gula darah.

2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini
pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia , 12 bulan
yang mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan umum baik.
Indikasi pungsi lumbal :
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2.Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya
telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat
mengaburkan tanda dan gejala meningitis

3. Elektroensefalografi (EEG)
Indikasi pemeriksaan EEG:
Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, KECUALI apabila
bangkitan bersifat fokal.

Keterangan:
EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus kejang
di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.

4. Pencitraan

15
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan pada
anak dengan kejang demam. Pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat indikasi,
seperti kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis
nervus kranialis.

Prognosis

1. Kecacatan atau kelainan neurologis


Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan
neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan
neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum
maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada
anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi
kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama.

2. Kemungkinan berulangnya kejang demam


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang


demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut UKK Neurologi
Ikatan Dokter Anak Indonesia 7 kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-
15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

3. Faktor risiko terjadinya epilepsi


Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah:
1. Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama

16
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung
4. Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun.

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi


sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut akan meningkatkan kemungkinan
epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumatan pada kejang demam.

4. Kematian
Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Angka
kematian pada kelompok anak yang mengalami kejang demam sederhana dengan
perkembangan normal dilaporkan sama dengan populasi umum.

Tata laksana saat kejang


Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu pasien
datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat
yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit
atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg. Secara umum,
penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang pada umumnya.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital)adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari
12 kg.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah
sakit dapat diberikan diazepam intravena.
Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus.

1. Pemberian obat pada saat demam

17
Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko


terjadinya kejang demam (level of evidence 1, derajat rekomendasi A). Meskipun
demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap
dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali
diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten Yang dimaksud dengan obat
antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang diberikan hanya pada
saat demam.

Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu


faktor risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
• Usia <6 bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
•Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat.

Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau
rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan 12 kg), sebanyak 3 kali sehari,
dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan
selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis
tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.

Pemberian obat antikonvulsan rumat Berdasarkan bukti ilmiah bahwa


kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek
samping yang tidak diinginkan, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap
kasus selektif dan dalam jangka pendek.

18
Indikasi pengobatan rumat:
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3.Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.

Keterangan:
• Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan perkembangan,
BUKAN merupakan indikasi pengobatan rumat.
• Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai
fokus organik yang bersifat fokal.
• Pada anak dengan kelainan neurologis berat dapat diberikan edukasi untuk
pemberian terapi profilaksis intermiten terlebih dahulu, jika tidak
berhasil/orangtua khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumat

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat Pemberian obat fenobarbital


atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya
kejang

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku


dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam
valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun,
asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat
adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari
dalam 1-2 dosis.

Lama pengobatan rumat Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian


pengobatan rumat untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun
dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.

Edukasi pada orangtua


Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat
kejang, sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal.
Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya:
19
1. Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis
baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang.
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
4.Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang
efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat.

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila anak kejang


1. Tetap tenang dan tidak panik.
2. Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
3. Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
4. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
5. Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang.
6. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.
7. Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit.
Jangan berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya boleh
diberikan satu kali oleh orangtua.
8. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih,
suhu tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan
diazepam rektal, kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat
kelumpuhan.

Vaksinasi
Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi pada anak
dengan riwayat kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang.
Suatu studi kohort menunjukkan bahwa risiko relatif kejang demam terkait vaksin
(vaccine-associated febrile seizure) dibandingkan dengan kejang demam tidak terkait
vaksin (non vaccine-associated febrile seizure) adalah 1,6 (IK95% 1,27 sampai 2,11).
Angka kejadian kejang demam pascavaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak
yang divaksinasi, sedangkan setelah vaksin MMR adalah 25-34 kasus per 100.000 anak.
Pada keadaan tersebut, dianjurkan pemberian diazepam intermiten dan parasetamol
profilaksis.
20

Anda mungkin juga menyukai