Anda di halaman 1dari 14

MODUL 1 BLOK 4.

2
jump 1 logbook
jump 2
1. Bagaimana aktifitas sesar Palu Koro dapat menyebabkan gempa dan tsunami di Palu
dan Donggala?
Jawab:
 Palu (kota)  Ibukota Sulawesi Tengah
 Donggala (kabupaten) disebelah barat dan utara SulTeng.
 Sesar Palu-Koro atau sistem sesar Palu-Koro merupakan suatu sistem zona patahan
sesar mendatar mengkiri besar aktif yang memanjang dari utara-barat laut ke selatan-
tenggara di pulau Sulawesi di Indonesia. Sesar tersebut memanjang dari dekat
Dondowa, Kabupaten Luwu Utara, di selatan, di mana itu bertemu Sesar Matano.
Sesar tersebut memanjang terus ke utara, lepas pantai melewati Teluk Palu dan
melintas di sisi barat Semenanjung Minahasa, sebelum akhirnya bertemu dengan
Zona Subduksi Sulawesi Utara. Meskipun ini adalah sesar mendatar, ada beberapa titik
di mana sesar tersebut bergerak tegak lurus. Dekat kota Palu, sesar ini membentuk
sisi barat Cekungan Palu, suatu cekungan tarik terpisah kecil yang berkembang sejalan
sistem sesar. Sesar ini membatasi dua mikroblok besar yang membentuk Pulau
Sulawesi - blok Sula Utara dan Blok Makassar. Saat ini laju pergerakan di sepanjang
Sesar Palu-Koro diperkirakan berada di kisaran 30-40 mm per tahun, dibandingkan
dengan laju rata-rata 40-50 mm per tahun selama kurun waktu 5 juta tahun terakhir.
 Sesar Palu Koro adalah patahan yang membelah Sulawesi menjadi dua, dimulai dari
batas perairan Laut Sulawesi dengan Selat Makassar hingga ke Teluk Bone.
 Kota Palu berkembang di atas sesar Palu Koro. Sesar Palu Koro merupakan patahan
dengan pergerakan terbesar kedua di indonesia, setelah patahan Yapen, Kepulauan
Yapen, Papua Barat, dengan pergerakan mencapai 46 milimeter per tahun.
 Sulawesi merupakan wilayah pertemuan tiga lempeng, yaitu Ind-Australia, Eurasia,
dan Filipina. Kondisi tersebut menyebabkannya sangat rawan terhadap bencana
gempa bumi tektonik. Lempeng Lautan Indo-Australia bergerak ke utara dengan
kecepatan sekitar 50 – 70 mm/tahun dan menunjam di bawah palung laut dalam
Sumatra – Jawa sampai ke barat Pulau Timor di NTT (Bock drr., 2003). Sementara itu,
Lempeng Pasifik menabrak sisi utara Pulau Irian dan pulau-pulau di utara Maluku
dengan kecepatan 120 mm/tahun, dua kali lipat lebih cepat dari kecepatan
penunjaman lempeng di bagian sisi barat dan selatan Indonesia (Bock drr., 2003).
Tekanan akibat pergerakan lempeng-lempeng ini menyebabkan banyak sesar lokal
aktif di wilayah Sulawesi. Dari aspek tenaga tektonik jelas bahwa bagian Indonesia
Timur memiliki potensi ancaman bencana gempa bumi dua kali lipat dibandingkan
dengan Indonesia bagian barat.
 Salah satu sesar aktif di Sulawesi adalah sesar Palu Koro yang memanjang kurang lebih
240 km dari utara (Kota Palu) ke selatan (Malili) hingga Teluk Bone. Sesar ini
merupakan sesar sinistral aktif dengan kecepatan pergeseran sekitar 25 - 30
mm/tahun (Kaharuddin drr., 2011). Sesar Palu Koro berhubungan dengan Sesar
Matano-Sorong dan Lawanoppo-Kendari, sedangkan di ujung utara melalui selat
Makasar berpotongan dengan zona subduksi lempeng Laut Sulawesi (Kaharuddin drr.,
2011).

2. Bagaimana gempa bisa terjadi? Apa penyebabnya dan yang mempengaruhinya?


Jawab:
 Gempa bumi bentuk bencana alam (bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam).
 Gempa bumi peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi
secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi.
Akumulasi energi penyebab terjadinya gempabumi dihasilkan dari pergerakan
lempeng-lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan kesegala arah berupa
gelombang gempabumi sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan
bumi.
 Lempeng tektonik adalah segmen keras kerak bumi yang mengapung diatas
astenosfer yang cair dan panas. Oleh karena itu, maka lempeng tektonik ini bebas
untuk bergerak dan saling berinteraksi satu sama lain. Daerah perbatasan lempeng-
lempeng tektonik, merupakan tempat-tempat yang memiliki kondisi tektonik yang
aktif, yang menyebabkan gempa bumi, gunung berapi dan pembentukan dataran
tinggi.
 Lapisan paling atas bumi, yaitu litosfir, merupakan batuan yang relatif dingin dan
bagian paling atas berada pada kondisi padat dan kaku. Di bawah lapisan ini terdapat
batuan yang jauh lebih panas yang disebut mantel. Lapisan ini sedemikian panasnya
sehingga senantiasa dalam keadaan tidak kaku, sehingga dapat bergerak sesuai
dengan proses pendistribusian panas yang kita kenal sebagai aliran konveksi. Lempeng
tektonik yang merupakan bagian dari litosfir padat dan terapung di atas mantel ikut
bergerak satu sama lainnya. Ada tiga kemungkinan pergerakan satu lempeng tektonik
relatif terhadap lempeng lainnya, yaitu apabila kedua lempeng saling menjauhi
(spreading), saling mendekati (collision) dan saling geser (transform).
 Jika dua lempeng bertemu pada suatu sesar, keduanya dapat bergerak saling
menjauhi, saling mendekati atau saling bergeser. Umumnya, gerakan ini
berlangsung lambat dan tidak dapat dirasakan oleh manusia namun terukur sebesar
0-15cm pertahun. Kadang-kadang, gerakan lempeng ini macet dan saling mengunci,
sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai pada suatu
saat batuan pada lempeng tektonik tersebut tidak lagi kuat menahan gerakan
tersebut sehingga terjadi pelepasan mendadak yang kita kenal sebagai gempabumi.

3. Bagaimana tsunami bisa terjadi?


Jawab
 Tsunami (bahasa Jepang: ??; Tsu berarti "pelabuhan", dan nami berarti "gelombang",
secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah sebuah ombak yang
terjadi setelah sebuah gempa bumi, gempa laut, gunung berapi meletus, atau
hantaman meteor di laut.
 Gempa yang berpotensi menimbulkan Tsunami:
-Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan kedalamannya < 100 Km
-Gempa bumi dengan kekuatan > 7.0 Skala Richter
-Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun.

4. bagaimana yang dimaksud dengan tanggap darurat? Bagaimana proses tanggap


darurat tersebut?
Jawab
 Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera
pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang
meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta
pemulihan prasarana dan sarana.
 Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 47 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana perlu menetapkan Peraturan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana tentang Pedoman Komando Tanggap
Darurat Bencana.
Maksud dan tujuan:
 Pedoman Komando Tanggap Darurat Bencana ini dimaksudkan sebagai panduan
BNPB/BPBD, instansi/lembaga/ organisasi terkait, Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Republik Indonesia dalam penanganan tanggap darurat bencana, serta
bertujuan agar semua pihak terkait tersebut dapat melaksanakan tugas penanganan
tanggap darurat bencana secara cepat, tepat, efektif, efisien, terpadu dan akuntabel.
 Tahapan pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana tersebut harus dilaksanakan
secara keseluruhan menjadi satu rangkaian sistem komando yang terpadu. Rincian masing-
masing tahapan tersebut adalah:
1. Informasi Kejadian Awal
Diperoleh melalui berbagai sumber antara lain pelaporan, media massa, instansi/lembaga
terkait, masyarakat, internet, dan informasi lain yang dapat dipercaya. BNPB dan/atau
BPBD melakukan klarifikasi kepada instansi/lembaga/masyarakat di lokasi bencana.

2. Penugasan Tim Reaksi Cepat (TRC)


1) Dari informasi kejadian awal yang diperoleh, BNPB dan/atau BPBD menugaskan Tim
Reaksi Cepat (TRC) tanggap darurat bencana, untuk melaksanakan tugas pengkajian
secara cepat, tepat, dan dampak bencana, serta serta memberikan dukungan
pendampingan dalam rangka penanganan darurat bencana.

3. Penetapan Status/Tingkat Bencana


1) Berdasarkan usul sesuai butir B.2 di atas dan berbagai masukan yang dapat
dipertanggung jawabkan dalam forum rapat dengan instansi/lembaga terkait, maka :
a. Bupati/Walikota menetapkan status/tingkat bencana skala kabupaten/kota. b.
Gubernur menetapkan status/tingkat bencana skala provinsi. c. Presiden RI
menetapkan status/tingkat bencana skala nasional.
2) Tindak lanjut dari penetapan status/tingkat bencana tersebut, maka Kepala
BNPB/BPBD Provinsi/BPBD Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya
menunjuk seorang pejabat sebagai komandan penanganan tanggap darurat bencana
sesuai status/tingkat bencana skala nasional/daerah.

4. Pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana


1) kepala BNPB/BPBD Provinsi/BPBD Kabupaten/Kota sesuai status/tingkat bencana dan
tingkat kewenangannya :
a. Mengeluarkan Surat Keputusan pembentukan Komando Tanggap Darurat
Bencana.
b. Melaksanakan mobilisasi sumberdaya manusia, peralatan dan logistik serta dana
dari instansi/lembaga terkait dan/atau masyarakat.
c. Meresmikan pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana.

5. Bagaimana peran seluruh elemen pemerintah seperti BPBD, BASARNAS, TNI,


POLRI dan seluruh relawan ikut serta dalam proses tanggap darurat ?
Jawab
BPBD
Undang-undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
 Pasal 19
1) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) terdiri atas unsur:
a. pengarah penanggulangan bencana; dan
b. pelaksana penanggulangan bencana.
2) Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan melalui koordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

 Pasal 21
Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai tugas:
a. menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan bencana yang
mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara
adil dan setara;
b. menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan;
c. menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana;
d. menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;
e. melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya;
f. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala daerah setiap
sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
g. mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;
h. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah; dan
i. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

 Pasal 23
(1) Pembentukan unsur pelaksana penanggulangan bencana daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b merupakan kewenangan pemerintah daerah.
(2) Unsur pelaksana penanggulangan bencana daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai fungsi:
a. koordinasi;
b. komando; dan
c. pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya.
(3) Keanggotaan unsur pelaksana penanggulangan bencana daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas tenaga profesional dan ahli.

 Pasal 24
Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), unsur pelaksana
penanggulangan bencana daerah mempunyai tugas secara terintegrasi yang meliputi:
a. prabencana;
b. saat tanggap darurat;dan
c. pascabencana.

 Pasal 48
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 huruf b meliputi:
a. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya;
pasal 49: mengidentifikasi:
a. cakupan lokasi bencana;
b. jumlah korban;
c. kerusakan prasarana dan sarana;
d. gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan; dan
e. kemampuan sumber daya alam maupun buatan.
b. penentuan status keadaan darurat bencana;
pasal 51
(1) Penetapan status darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan skala
bencana.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk skala nasional dilakukan oleh
Presiden, skala provinsi dilakukan oleh gubernur, dan skala kabupaten/kota dilakukan
oleh bupati/walikota.
c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
pasal 52
melalui upaya:
a. pencarian dan penyelamatan korban;
b. pertolongan darurat; dan/atau
c. evakuasi korban.
d. pemenuhan kebutuhan dasar;
pasal 53
meliputi bantuan penyediaan:
a. kebutuhan air bersih dan sanitasi;
b. pangan;
c. sandang;
d. pelayanan kesehatan;
e. pelayanan psikososial; dan
f. penampungan dan tempat hunian.
e. perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
pasal 55 ayat (2)
kelompok rentan terdiri atas:
a. bayi, balita, dan anak-anak;
b. ibu yang sedang mengandung atau menyusui;
c. penyandang cacat; dan
d. orang lanjut usia
Pasal 55 ayat (1)
Maksud perlindungan penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, dan
psikososial.
f. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Pasal 56
 dilakukan dengan memperbaiki dan/atau mengganti kerusakan akibat bencana.
BASARNAS

Peraturan Kepala Badan SAR Nasional No. PK. 05 Tahun 2012

Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun
2006 tentang Pencarian dan Pertolongan perlu menetapkan Pedoman Penyelenggaraan Operasi SAR
dengan Peraturan Kepala Badan SAR Nasional;
Pasal 4
(1) Penyelenggaraan operasi SAR (Search and Rescue) menurut bentuknya terdiri dari:
a. pelaksanaan pencarian dengan pertolongan;
 (2) pelaksanaan kegiatan pencarian yang dilanjutkan dengan kegiatan pertolongan terhadap
korban dalam suatu penanganan musibah atau bencana.
b. pelaksanaan pencarian tanpa pertolongan;
 (3) pelaksanaan kegiatan pencarian tanpa kegiatan pertolongan terhadap korban yang sudah tidak
lagi berada dalam kondisi bahaya atau korban tidak diketemukan.
c. pelaksanaan pertolongan tanpa pencarian.
 (4) kegiatan pertolongan secara langsung karena lokasi korban telah diketahui.

Pasal 50
(1) SMC dapat secara langsung atau melalui Kepala Badan meminta bantuan SRU (tim SAR) antara lain
kepada:
a. Tentara Nasional Indonesia (TNI);
b. Kepolisian RI;
c. Badan Nasional Penanggulangan Bencana/Badan Penanggulangan Bencana Daerah;
d. Kementerian/Lembaga;
e. Pemerintah Daerah;
f. Palang Merah Indonesia;
g. Badan Usaha Milik Negara;
h. Badan Usaha Milik Daerah;
i. Badan Usaha Lainnya;
j. Organisasi Profesi;
k. Organisasi Hobi;
l. Organisasi Kemasyarakatan; dan
m. Masyarakat
SAR Mission Coordinator (SMC) adalah pejabat yang ditunjuk oleh Kabasarnas dan bertanggung jawab
untuk melaksanakan pengkoordinasian dan pengendalian pelaksanaan operasi SAR.
Unsur SAR (Search and Rescue Unit) (SRU) adalah potensi SAR yang sudah terbina dan/atau siap untuk
digunakan dalam kegiatan penyelenggaraan operasi SAR.

Pasal 52
(1) Penutupan penyelenggaraan operasi SAR dinyatakan oleh Kepala Badan atas usulan SMC.
(2) Penutupan penyelenggaraan operasi SAR dilakukan apabila:
a. korban telah ditemukan dan/atau diselamatkan;
b. keadaan darurat tidak terjadi;
c. pencarian dan pertolongan dinilai tidak efektif berdasarkan pertimbangan teknis SAR;
d. hasil evaluasi SMC secara komprehensif tentang efektifitas penyelenggaraan operasi SAR
telah maksimal dan rasional untuk ditutup.
(3) Setelah Operasi SAR dinyatakan ditutup selanjutnya dilaksanakan:
a. evaluasi atau debriefing kepada SRU (tim SAR);
b. pengembalian SRU (tim SAR) kepada Instansi atau Organisasi masing-masing;
c. pemeriksaan dan pengembalian semua peralatan dan perlengkapan;
d. SMC membuat laporan hasil penyelenggaraan operasi SAR;
e. penyelesaian administrasi ke Kantor Pusat Basarnas dalam rangka penggantian biaya
penyelenggaraan operasi SAR.
(4) Penutupan penyelenggaraan operasi pada musibah lainnya dinyatakan oleh Kepala Kantor SAR

TNI (Peraturan Menteri Pertahanan RI No. 35 Tahun 2011 Tentang Tugas Bantuan Tentara Nasional
Indonesia Kepada Pemerintahan di Daerah)
1) Tugas Bantuan TNI dalam mengatasi akibat bencana alam.
a) Dalam keadaan darurat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Kepala Badan
Penanggulangan Bencana Daerah berwenang mengkoordinasikan bantuan TNI berupa
sarana, alat dan kemampuan TNI untuk digunakan dalam penanggulangan bencana.

b) TNI dilibatkan untuk membantu pemerintahan di daerah dalam penanganan bencana


mulai dari tahap pra-kejadian sesuai dengan langkah-langkah prosedur mitigasi bencana,
tahap tanggap darurat, dan tahap pasca bencana. Dalam tugas penanganan bencana, TNI
dituntut memiliki kesiapan operasional yang tinggi agar dapat digerakkan secara efektif dan
efisien bersama-sama dengan komponen bangsa lainnya. Badan Nasional Penanggulangan
Bencana sebagai penanggungjawab utama, didukung TNI dan unsur lain yang tergabung
dalam penanganan bencana, bersifat membantu pemerintahan di daerah, sehingga perlu
upaya untuk mengoptimalkan kesiapan operasional TNI.
 Mitigasi suatu upaya untuk mengurangi risiko bencana baik melalui
pembangunan fisik maupun melalui upaya peningkatan kesadaran dan
pengetahuan tentang bencana

c) Satuan TNI yang berada di wilayah berkewajiban merespon setiap kejadian bencana dengan
melakukan langkah awal guna menyiapkan tindakan penanganan sesuai prioritas yang diminta
oleh pemerintahan di daerah. Pimpinan satuan TNI di wilayah wajib berkoordinasi dengan
pemerintahan di daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana serta Badan
Penanggulangan Bencana Daerah tentang rencana tindakan yang sesuai, dan terkoordinir,
sehingga tercipta keterpaduan dan keselarasan penanganan di lapangan.

6. Bagaimana konsep manajemen bencana yang selama ini dijalankan oleh


pemerintah ?
Jawab
 Manajemen Bencana suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu untuk
meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi
dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan
dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana. (UU
24/2007).
 Secara umum manajemen bencana dapat dikelompokkan menjadi 3 tahapan
1. pra bencana,
a. Pencegahan contoh: Melarang pembakaran hutan dalam perladangan,
Melarang penambangan batu di daerah yang curam, dan Melarang membuang
sampah sembarangan
b. Mitigasi/upaya mengurangi risiko bencana contoh: pelaksanaan penataan
ruang, pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan
dan penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan (UU Nomor 24
Tahun 2007 Pasal 47 ayat 2 tentang Penanggulangan Bencana).
c. Kesiapsiagaan contoh: penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan
kedaruratan bencana, pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem
peringatan dini; pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang
mekanisme tanggap darurat; penyiapan lokasi evakuasi dan penyediaan dan
penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana
dan sarana.
2. pada saat tanggap darurat
tujuan: meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan bantuan darurat dan
pengungsian
a. Tanggap darurat
Beberapa aktivitas yang dilakukan pada tahapan tanggap darurat antara lain:
a) pengkajianyang dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumberdaya;
b) penentuan status keadaan darurat bencana;
c) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
TRIASE
MERAH KORBAN BUTUH STABILISASI SEGERA (ADANYA GG. JLN NAFAS)
KUNING KORBAN PERLU PENGAWASAN KETAT, TETAPI PERAWATAN DAPAT
DITUNDA SEMENTARA contoh: fraktur, luka bakar luas, gg.kesadaran
HIJAU KORBAN YANG TIDAK MEMERLUKAN PENGOBATAN ATAU PEMBERIAN
PENGOBATAN DAPAT DITUNDA contoh: fraktur minor, luka minor
HITAM KORBAN MENINGGAL DUNIA
d) pemenuhan kebutuhan dasar;
e) perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
f) pemulihan dengan segera prasaran dan sarana vital ( UU Nomor 24 Tahun 2007
Pasal 48 tentang Penaanggulangan Bencana).
b. Bantuan darurat
Pangan, Sandang, Tempat tinggal sementara, kesehatan, sanitasi dan air bersih

3. pasca bencana.
a. Pemulihan (recovery)
mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana
dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan
melakukan upaya rehabilitasi. Beberapa kegiatan yang terkait dengan pemulihan
adalah
a) perbaikan lingkungan daerah bencana;
b) perbaikan prasarana dan sarana umum;
c) pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
d) pemulihan sosial psikologis;
e) pelayanan kesehatan;
f) rekonsiliasi dan resolusi konflik;
g) pemulihan sosial ekonomi budaya, dan
h) pemulihan fungsi pelayanan publik.
b. Rehabilitasi
 perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai
tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
 Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah bencana,
perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah
masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan
resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan
ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan
publik.
c. Rekonstruksi
perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah nyata yang terencana
baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen
semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan
maupun masyarakat

Peraturan yang mengatur manajemen bencana


1. UU no. 24 th 2007 tentang penanggulangan bencana
2. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana
3. PP No. 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana
4. PP No. 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing
non Pemerintahan dalam penanggulangan Bencana.

Sebagai koordinator tim adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota (sesuai


Surat Kepmenkes Nomor 066 tahun 2006).
1) Tim Reaksi Cepat
Tim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 0–24 jam setelah ada
informasi kejadian bencana. Kompetensi TRC disesuaikan dengan jenis bencana
spesifik di daerah dan dampak kesehatan yang mungkin timbul. Sebagai contoh untuk
bencana gempa bumi dengan karakteristik korban luka dan fraktur, kompetensi TRC
terdiri dari :
a) pelayanan medik;
1. dokter umum
2. dokter spesialis bedah/orthopedi
3. dokter spesialis anestesi
4. perawat mahir (perawat bedah, gadar)
5. tenaga Disaster Victims Identification (DVI)
6. apoteker/tenaga teknis kefarmasian
7. sopir ambulans
b) surveilans epidemiolog/sanitarian;
c) petugas komunikasi;
d) petugas logistik.
2) Tim Peniaian Cepat (RHA team)
Tim yang bisa diberangkatkan dalam waktu 0‐24 jam atau bersamaan dengan TRC dan
bertugas melakukan penilaian dampak bencana dan mengidentifikasi kebutuhan bidang
kesehatan, minimal terdiri dari:
a) dokter umum
b) epidemiolog
c) sanitarian
3) Tim Bantuan Kesehatan
Tim yang diberangkatkan berdasarkan rekomendasi Tim RHA untuk memberikan pelayanan
kesehatan dengan peralatan yang lebih memadai, minimal terdiri dari:
a) dokter umum dan spesialis
b) apoteker dan tenaga teknis kefarmasian
c) perawat
d) perawat Mahir
e) bidan
f) sanitarian
g) ahli gizi
h) tenaga surveilans
i) entomolog

7. Bagaimana pengelolaan bencana banjir, kebakaran hutan, tanah longsor, erupsi


gunung berapi dan konflik daerah ?
Jawab
TANAH LONGSOR
Prabencana:
1. Mengurangi tingkat keterjalan lereng permukaan maupun air tanah. (Perhatikan
fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng, menghindari air meresap ke
dalam lereng atau menguras air ke dalam lereng ke luar lereng. Jadi drainase harus
dijaga agar jangan sampai tersumbat atau meresapkan air ke dalam tanah).
2. Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling
3. Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan pemukiman dan fasilitas
utama lainnya.
4. erasering dengan sistem drainase yang tepat (drainase pada teras - teras dijaga jangan
sampai menjadi jalan meresapkan air ke dalam tanah).
5. Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam yang
tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih dari 40 derajat atau
sekitar 80% sebaiknya tanaman tidak terlalu rapat serta diseling-selingi dengan
tanaman yang lebih pendek dan ringan, di bagian dasar ditanam rumput).
6. Mendirikan bangunan dengan fondasi yang kuat.
7. Melakukan pemadatan tanah di sekitar perumahan. Pengenalan daerah rawan
longsor.
8. Waspada ketika curah hujan tinggi.
9. Jangan menggunduli hutan dan menebang pohon sembarangan.

Saat Bencana:
1. Segera evakuasi untuk menjauhi suara gemuruh atau arah datangnya longsoran.
2. Apabila mendengar suara sirine peringatan longsor, segera evakuasi ke arah zona
evakuasi yang telah ditentukan. (Beberapa wilayah di Indonesia telah terpasang
Sistem Peringatan Dini Longsor).

Pasca Bencana:
1. Hindari wilayah longsor karena kondisi tanah yang labil
2. Apabila hujan turun setelah longsor terjadi, antisipasi longsor susulan.

BANJIR
Prabencana:
1. Mengetahui istilah-istilah peringatan yang berhubungan dengan bahaya banjir,
seperti Siaga I sampai dengan Siaga IV dan langkah-langkah apa yang harus dilakukan.
2. Mengetahui tingkat kerentanan tempat tinggal kita, apakah berada di zona rawan
banjir.
3. Mengetahui saluran dan jalur yang sering dilalui air banjir dan apa dampaknya untuk
rumah kita
4. Membuat persiapan untuk hidup mandiri selama sekurangnya tiga hari, misalnya
persiapan tas siaga bencana, penyediaan makanan dan air minum.
5. Hindari membangun di tempat ra
Saat bencana:
1. Apabila banjir akan terjadi di wilayah Anda, maka simaklah informasi dari berbagai
media mengenai informasi banjir untuk meningkatkan kesiapsiagaan.
2. Apabila terjadi banjir, segeralah evakuasi ke tempat yang lebih tinggi.
3. Ketahui risiko banjir dan banjir bandang di tempat Anda, misalnya banjir bandang
dapat terjadi di tempat Anda dengan atau tanpa peringatan pada saat hujan biasa
atau deras.
4. Matikan semua jaringan listrik apabila ada instruksi dari pihak berwenang. Cabut alat-
alat yang masih tersambung dengan listrik. Jangan menyentuh peralatan yang
bermuatan listrik apabila Anda berdiri di atas/dalam air.
Pasca bencana:
1. Hindari air banjir karena kemungkinan kontaminasi zat-zat berbahaya dan ancaman
kesetrum.
2. Waspada dengan instalasi listrik.
3. Kembali ke rumah sesuai dengan perintah dari pihak yang berwenang.
4. Lakukan pemberantasan sarang nyamuk Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).

Kebakaran hutan
Indicator kualitas udara
1. Baik: 0-50
2. Sedang: 50-150
3. Tidak sehat: 150-250
4. Sangat tidak sehat: 250-350
5. Berbahaya: >350

Anda mungkin juga menyukai