Anda di halaman 1dari 6

LATAR BELAKANG

Menurut Mentri Perindustrian Republik Indonesia Industri tekstil dan

produk tekstil merupakan salah satu industri yang di prioritaskan untuk

dikembangkan karna memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional

yaitu sebagai penyumbang devisa negara, menyerap tenaga kerja dalam jumlah

cukup besar, dan sebagai industri yang diandalkan untuk

memenuhi kebutuhan sandang nasional Selain itu, industri tekstil juga sebagai

industri yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan sandang nasional. Namun,

industri tekstil merupakan salah satu industri yang mempunyai lingkungan yang

tidak menyenangkan. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai sudut pandang berupa

bahan baku, energi, dan pengolahan limbah setelah hasil produksi.

Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegangperanan

penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakankomoditas utama

penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil danProduksi Tekstil (TPT).

Serat kapas hingga kini peranannya masih lebih besardari pada serat sintesis,

terutama di negara-negara beriklim tropik. Hingga kini, 90% bahan baku untuk

kebutuhan tekstil dunia diperoleh dari serat kapas, dan sisanya 10% diperoleh dari

serat sintesis. Kebutuhan industrial tekstil akan serat kapas terus meningkat sejalan

dengan bertambahnya penduduk. Namun kemajuan industri tekstil belum

sepenuhnya mendapat dukungan dalam penyediaan bahan baku. Kebutuhan bahan

baku masih bergantung pada kapas impor


Proses dalam pembuatan kain seperti kaos atau t-shirt, dimulai dari bahan

baku yang paling dasar yaitu kapas. Dari kapas proses selanjutnya untuk membuat

kain kaos disebut proses pemintalan atau didalam industri tekstil biasa disebut

dengan proses spinning. Proses spinning yakni proses mengolah kapas atau

polyester menjadi benang setelah proses pemintalan atau spinning, maka hasilnya

adalah benang. Benang hasil pemintalan ini akan masuk ke proses berikutnya yang

disebut soft winder. Soft winder adalah proses penggulungan benang hasil dari

pemintalan. Benang yang telah digulung melalui proses soft winder, akan masuk ke

proses pencelupan benang. Tujuannya adalah untuk memberi warna pada benang

sebelum ditenun menjadi kain. Jadi warna dari kain itu berasal dari proses

pencelupan benang ini. Setelah proses pencelupan benang selesai kemudian benang

dikeringkan. Proses selanjutnya setelah pencelupan atau pewarnaan pada benang

adalah proses weaving. Weaving biasa disebut juga proses penenunan, yaitu proses

mengolah benang menjadi kain. Sebelum masuk ke proses penenunan

atau weaving, benang perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Proses ini,

mempersiapkan benang hingga terbentuk anyaman benang yang siap masuk ke

mesin tenun. Setelah itu baru masuk ke proses dalam proses weaving atau

penenunan setelah proses penenunan selesai maka hasilnya adalah lembaran-

lembaran kain. Kain-kain dari hasil mesin tenun ini kemudian masuk ke proses

pemeriksaan atau disebut Shiage. Di proses ini kain akan dicek dan ditentukan

gradenya. Bila dari pemeriksaan ditemukan kecacatan maka kain dikirim ke bagian

perbaikan. Di proses ini juga dilakukan proses klasifikasi kain sesuai dengan

jenisnya. Untuk jenis t-shirt biasanya hasilnya berupa bahan cotton carded, cotton

combed, atau Teteron Cotton. Sementara untuk polo shirt, biasanya terbuat dari
jenis cotton pique yang berpori-pori lebih besar.

Lulus dari proses pemeriksaan atau Shiage. Kain akan masuk ke proses

pemolesan terhadap warna, penampilan dan pegangan (handling) disebut dengan

proses Dyeing. Proses ini merupakan proses terakhir dari proses produksi, mulai

dari pengolahan bahan baku kapas atau polyester hingga menjadi kain. Sebelum

kain dikirim ke pasaran ada proses terakhir yaitu proses penggulungan dan

pengepakan kain sesuai dengan pesanan dari pelanggan. Sampai tahap ini selesailah

proses produksi kain di pabrik.

Pesatnya perkembangan industri beserta produknya memiliki dampak

positif terhadap kehidupan manusia berupa makin luasnya lapangan kerja,

kemudahan dalam komunikasi dan transportasi dan akhirnya juga berdampak pada

peningkatan sosial ekonomi masyarakat. Disisi lain dampak negatif yang terjadi

adalah timbulnya penyakit akibat pajanan bahan-bahan selama proses industri atau

dari hasil produksi itu sendiri. Timbulnya penyakit akibat kerja telah mendapat

perhatian dari pemerintah Indonesia, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor

22 tahun 1993 telah ditetapkan 31 macam penyakit yang timbul karena kerja.

Berbagai macam penyakit yang timbul akibat kerja, organ paru dan saluran nafas

merupakan organ dan sistem tubuh yang paling banyak terkena oleh pajanan bahan-

bahan yang berbahaya di tempat kerja.

Penyakit paru akibat kerja merupakan penyakit atau kelainan paru yang

terjadi akibat terhirupnya partikel, kabut, uap atau gas yang berbahaya saat

seseorang sedang bekerja. Berbagai penyakit dapat timbul dalam lingkungan

pekerjaan yang mengandung debu industri, terutama pada kadar yang cukup tinggi,

antara lain pneumokoniosis, silikosis, asbestosis, hemosiderosis, bisinosis,


bronkitis, asma kerja, kanker paru, dll. Penyakit paru kerja yaitu antara lain akibat

debu organik, misalnya debu kapas (Bissinosis), debu padi-padian (Grain worker‟s

disease), dan debu kayu.

Menurut Darmawan (2013) Debu merupakan salah satu bahan yang sering

disebut sebagai partikel yang melayang di udara (Suspended Particulate

Matter/SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron. Dalam

pencemaran udara baik dalam maupun di luar gedung (Indoor and Out Door

Pollution) debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan

untuk menunjukan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap

kesehatan dan keselamatan kerja. Debu diklasifikasikan menjadi 3 antara lain :

Debu Organik (debu kapas, debu daun daunan, tembakau dan sebagainya), Debu

Mineral (merupakan senyawa komplek : SiO2, SiO3, arang batu dll) dan Debu

Metal (Debu yang mengandung unsur logam: Pb, Hg, Cd, Arsen, dll).

Pengaruh debu terhadap pernafasan terdapat empat alternative pengaruh

fisik dari partikel debu yang mengendap yaitu a) Debu berukuran 5 mikron yang

mengendap pada saluran pernapasan bagian atas dapat menimbulkan efek berupa

iritasi yang ditandai dengan gejala faringitis b) Debu berukuran 2-3 mikron yang

mengendap lebih dalam pada bronkus/bronkiolus dapat menimbulkan efek berupa

bronchitis, alergi, atau asma c) Debu yang berukuran 1-3 mikron yang mengendap

di alveoli, dimana gerakannya sejalan dengan kecepatan konstan d) Debu yang

berukuran 0.1-1 mikron karena terlalu ringan tidak dapat menempel pada saluran

napas tetapi mengikuti gerak brown dan berada dalam bentuk suspensi (Fume atau

Smoke).
Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang paling penting pada

penatalaksanaan penyakit sistem respirasi akibat kerja. Berbagai tindakan

pencegahan perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit atau mengurangi

laju penyakit. Cara pencegahan untuk menghindari terjadinya penyakit pernafasan

yaitu dengan memberikan Health Promotion (Promosi Kesehatan) langkah

pencegahan awal untuk menghindari adanya penyakit paru akibat kerja, seperti

pengenalan lingkungan kerja kepada tenaga kerja agar tenaga kerja dapat

mengetahui bahaya -bahaya apa saja yang dapat terjadi di lingkungan kerjanya dan

tenaga kerja dapat mencegahnya, kemudian memberikan Specific Protection

(Pemberian Perlindungan Khusus) tenaga kerja hendaknya memakai masker agar

tidak terpapar oleh agen- agen penyebab penyakit paru. Selain itu, pekerja dilarang

untuk merokok karena akan menyebabkan paru pekerja lebih rentan apabila

terpapar oleh agen – agen penyebab penyakit, baik debu, mikroorganisme, bahan

kimia, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai