S1 2016 330864 Introduction PDF
S1 2016 330864 Introduction PDF
BAB I
PENDAHULUAN
manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat (Mansjoer, 2001).
Penderita lupus biasa disebut Odapus (Orang dengan Lupus). Penyakit ini dapat
mengenai berbagai usia dan jenis kelamin, terutama pada perempuan usia
dan Rematik Rumah Sakit Umum Pusat Sardjito Yogyakarta tahun 2015 jumlah
sesuai tergantung pada manifestasi klinis yang dialami oleh pasien. Obat-obat
dosis tinggi digunakan ketika terjadi serangan akut SLE (Carter, 2006).
1
EFEK SAMPING PENGOBATAN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK PADA PASIEN LUPUS DI
INSTALASI RAWAT JALAN RSUP 2
DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE MARET 2016
YUTSKHINA MUSAARAH
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Oleh sebab itu tentunya penggunaan obat untuk terapi lupus seringkali
karena penggunaan NSAID dalam jangka panjang ialah gastritis yang meliputi
penurunan nafsu makan, mual, muntah, diare, konstipasi, heartburn, serta rasa
sakit dan kram pada perut. Masih menurut Australian Rheumatology Association,
NSAID juga dapat memperburuk kondisi liver serta gagal ginjal, meningkatkan
seringkali menimbulkan efek samping, antara lain rambut akan menjadi rontok,
kulit kering, keluhan di perut (perut kembung), hilang selera makan, kram, mual,
muntah, diare, sakit kepala, sakit otot dan berasa lemas. Sedangkan, penggunaan
rontok, komplikasi pada kandung kemih, anemia (jumlah darah sel putih rendah).
perubahan pada penampilan fisik seperti kelebihan berat badan, pipi sembab
(moonface), kulit menipis, rambut rontok serta mudah terjadi pendarahan. Rasa
tidak nyaman di perut seperti dispepsia atau rasa terbakar sering terjadi dan dapat
dikurangi dengan meminum obat pada saat makan atau bersama-sama dengan
(mood), berupa depresi ataupun emosi yang tidak stabil. Obat kortikosteroid ini
pada tulang seperti sendi pinggul, lutut atau sendi lainnya. Penggunaan obat ini
dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan katarak dan osteoporosis (Anonim,
2011).
samping yang dapat ditimbulkan dari pengobatan SLE dan belum adanya
penelitian tentang gambaran efek samping dari pengobatan SLE sehingga peneliti
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
(SLE) sehingga terapi menjadi lebih tepat dan dicapai outcome terapi
E. Tinjauan Pustaka
setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan
sebagaimana berikut:
Umur Perempuan:Laki-laki
0-4 1,4:1
5-9 2,3:1
10-14 5,8:1
15-19 5,4:1
20-29 7,5:1
30-39 8,1:1
40-49 5,2:1
50-59 3,9:1
60-69 2,2:1
ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa Negro, Cina, dan mungkin saja
timbulnya SLE umumnya tidak diketahui, kecuali sinar UV-B (dan kadang-
kadang UV-A). Faktor lain yang diduga berperan antara lain adalah
memakan wijen (alfalfa sprout) dan zat kimia, seperti hidrazin dan
lupus, lupus spontan dan lupus akibat obat memiliki perbedaan klinis
sampai sembilan kali lebih tinggi daripada laki-laki (Hahn et al., 1994).
penyakit lainnya. SLE memiliki spektrum gejala yang luas dan mencakup
spesifik, namun yang paling sering terjadi pada SLE adalah diproduksinya
dipicu oleh hilangnya immune self tolerance, tingginya kadar zat zat yang
bersifat antigenik baik yang bersumber dari lingkungan ataupun self antigen
presenting cell, tejadinya perubahan sel T helper tipe 1 menjadi sel T helper
kerusakan pada supresor sel B. Selain itu, kerusakan yang terjadi pada
proses regulatori imun juga dapat menyebabkan SLE yang meliputi limfosit
Secara lebih jelas patofisiologi SLE tersaji dalam bagan berikut ini:
Agen pemicu
Pembentukan autoantibodi
Kerusakan jaringan
zat kimia, merupakan agen pemicu yang secara genetik dan hormonal dapat
abnormal ini diakibatkan oleh hiperaktivitas T helper tipe 2 dan fungsi sel B
2008).
yang terlibat dimana dapat melibatkan banyak organ dalam tubuh manusia
oleh serangan akut, periode aktif, kompleks, atau remisi dan seringkali pada
Odapus:
Tabel II. Manifestasi Klinis Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) (Dipiro et al., 2008).
a. Kelelahan 81
b. Demam 41-86
c. Penurunan berat badan 31-71
3. Mukokutan 55-85
a. Ruam kupu-kupu (butterfly 10-61
atau malar rash)
b. Fotosensitivitas 11-45
c. Fenomena Raynaud’s 10-44
d. SLE berbentuk cakram 9-29
(diskoid)
4. Sistem Syaraf Pusat 13-59
a. Psikosis 5-37
b. Kejang 6-26
5. Paru-paru
a. Pleuritis 31-57
b. Efusi Paru 12-40
6. Kardiovaskular
a. Perikarditis 2–45
b. Myokarditis 3–40
c. Aritmia 1–44
d. Hipertensi 23–46
7. Renal 13-65
8. Gastrointestinal
a. Mual 7-53
b. Nyeri abdominal 8-34
c. Perdarahan usus (vaskulitis) 1-6
9. Hematologi
a. Anemia 30-78
b. Leukopenia 35-66
c. Thrombositopenia 7-30
10. Limpadenopati 10-59
revisi tahun 1997. Namun, mengingat dinamisnya keluhan dan tanda SLE
dan pada kondisi tertentu seperti lupus nefritis, neuropskiatrik lupus, maka
diagnosis dini tidaklah mudah ditegakkan. SLE pada tahap awal, seringkali
dan pengenalan dini penyakit SLE menjadi penting (Kasjmir et al., 2011).
Tabel III. Kriteria Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) (Kasjmir et al.,
2011)
Kriteria Batasan
1. Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol,
pada daerah malar dan cenderung tidak
melibatkan lipat nasolabial.
2. Ruam diskoid Plak eritema menonjol dengan keratotik dan
sumbatan folikular. Pada SLE lanjut dapat
ditemukan parut atrofik.
3. Fotosensitivitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal
terhadap sinar matahari, baik dari anamnesis
pasien atau yang dilihat oleh dokter pemeriksa.
4. Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak
nyeri dan dilihat oleh dokter pemeriksa.
5. Artritis Artritis non erosif yang melibatkan dua atau
lebih sendi perifer, ditandai oleh nyeri tekan,
bengkak atau efusia.
6. Serositis
a. Pleuritis a. Riwayat nyeri pleuritik atau pleuritic friction
rub yang didengar oleh dokter pemeriksa atau
terdapat bukti efusi pleura.
atau
b. Perikarditis b. Terbukti dengan rekaman EKG atau
pericardial friction rub atau terdapat bukti
efusi perikardium.
7. Gangguan renal a. Proteinuria menetap >0.5 gram per hari atau
>3+ bila tidak dilakukan pemeriksaan
kuantitatif
atau
b. Silinder seluler : - dapat berupa silinder
eritrosit, hemoglobin, granular,tubular atau
campuran.
8. Gangguan a. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-
neurologi obatan atau gangguan metabolik (misalnya
uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangan
elektrolit).
EFEK SAMPING PENGOBATAN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK PADA PASIEN LUPUS DI
INSTALASI RAWAT JALAN RSUP 11
DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE MARET 2016
YUTSKHINA MUSAARAH
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Tabel III. Lanjutan Kriteria Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) (Kasjmir
et al, 2011)
atau
b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-
obatan atau gangguan metabolik (misalnya
uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangan
elektrolit).
9. Gangguan a. Anemia hemolitik dengan retikulosis
hematologik atau
b. Lekopenia <4.000/mm3 pada dua kali
pemeriksaan atau lebih
atau
c. Limfopenia <1.500/mm3 pada dua kali
pemeriksaan atau lebih
atau
d. Trombositopenia <100.000/mm3 tanpa
disebabkan oleh obat-obatan
10. Gangguan a. Anti-DNA: antibodi terhadap native DNA
imunologik dengan titer yang abnormal
atau
b. Anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap
antigen nuklear Sm
atau
c. Temuan positif terhadap antibodi anti
fosfolipid yang didasarkan atas:
1) kadar serum antibodi antikardiolipin
abnormal baik IgG atau IgM,
2) Tes lupus antikoagulan positif menggunakan
metoda standard, atau
3) hasil tes serologi positif palsu terhadap
sifilis sekurang-kurangnya selama 6 bulan dan
dikonfirmasi dengan test imobilisasi
Treponemapallidum atau tes fluoresensi
absorpsi antibodi treponema.
11. Antibodi Titer abnormal dari antibodi antinuklear
antinuklear positif berdasarkan pemeriksaan imunofluoresensi
(ANA) atau pemeriksaan setingkat pada setiap kurun
waktu perjalanan penyakit tanpa keterlibatan
obat yang diketahui berhubungan dengan
sindroma lupus yang diinduksi obat.
sensitifitas 85% dan spesifisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan
salah satunya ANA positif, maka sangat mungkin SLE dan diagnosis
EFEK SAMPING PENGOBATAN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK PADA PASIEN LUPUS DI
INSTALASI RAWAT JALAN RSUP 12
DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE MARET 2016
YUTSKHINA MUSAARAH
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
bergantung pada pengamatan klinis. Bila hasil tes ANA negatif, maka
kemungkinan bukan SLE. Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi
klinis lain tidak ada, maka belum tentu SLE, dan observasi jangka panjang
Hari ini, sebagai hasil dari pengobatan dan teknik diagnosa yang
penyakit SLE juga berubah drastis bukan hanya karena terapi yang telah
dengan penyakit ginjal (misal, dialisis), infeksi, dan CAD (coronary artery
Indonesia pada tahun 2011, tujuan khusus pengobatan SLE antara lain:
hidup keseharian tetap baik guna mencapai kualitas hidup yang optimal.
b. Program rehabilitasi
yaitu:
a. Istirahat
b. Terapi fisik
d. Ortotik
e. Lain-lain
EFEK SAMPING PENGOBATAN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK PADA PASIEN LUPUS DI
INSTALASI RAWAT JALAN RSUP 14
DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE MARET 2016
YUTSKHINA MUSAARAH
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
c. Program medikamentosa
2011).
2) Obat antimalaria
2008).
3) Kortikosteroid
relatif tenang. Dosis sedang sampai tinggi berguna untuk SLE yang
aktif. Dosis sangat tinggi dan terapi pulse diberikan untuk krisis
akut yang berat seperti pada vaskulitis luas, lupus nefritis, lupus
4) Obat Sitostatika
penyakitnya, yaitu:
a) Obat-obatan
12 bulan.
EFEK SAMPING PENGOBATAN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK PADA PASIEN LUPUS DI
INSTALASI RAWAT JALAN RSUP 18
DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE MARET 2016
YUTSKHINA MUSAARAH
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
yang setara.
b) Tabir surya
telah ada. Misal pada serositis yang refrakter: 20 mg/hari prednison atau
yang setara.
berturut-turut.
EFEK SAMPING PENGOBATAN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK PADA PASIEN LUPUS DI
INSTALASI RAWAT JALAN RSUP 19
DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE MARET 2016
YUTSKHINA MUSAARAH
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Manifestasi kulit Nefritis ringan sampai sedang Nefritis berat (kelas IV, III + V,
Gambar 2. Algoritma Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) (Kasjmir et al., 2011)
EFEK SAMPING PENGOBATAN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK PADA PASIEN LUPUS DI
INSTALASI RAWAT JALAN RSUP 20
DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE MARET 2016
YUTSKHINA MUSAARAH
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Gambar 2.
mencegah penyakit atau gejalanya, tetapi ada hal-hal yang tidak dapat
masalah terkait dengan obat yang tidak diharapkan, salah satunya adalah
samping obat (ESO), karena seperti halnya efek farmakologi, efek samping
obat juga merupakan hasil interaksi antara molekul obat dengan sistem
biologik tubuh. Risiko efek samping obat tidak dapat dihilangkan, tetapi
kelamin, faktor patologi, faktor alergik, faktor genetik). Faktor risiko juga
dapat berasal dari obat, misalnya obat, formulasi, kemurnian, dosis, dan
frekuensi pemberian. Di samping itu faktor risiko juga dapat berasal dari
1) Kegagalan pengobatan.
(dampak ekonomi).
dalam tahap awal, kecuali kalau yang terjadi adalah bentuk-bentuk yang
dan otot. Biasanya hanya digunakan pada lupus ringan dan organ
gangguan pada hati, darah, dan ginjal. Obat ini juga dihindari
2. Antimalaria
mengatasi gejala lupus. Efektivitas obat ini terlihat baik pada lupus
mengatasi gejala kelelahan dan inflamasi pada paru. Ada dua obat
(Akil, 2012).
3. Kortikosteroid
Pada dosis besar, obat ini dapat menekan kerja sistem imun. Gejala
ini. Begitu gejala membaik, maka dosis obat ini perlu diturunkan
4. Sitotoksik/imunosupresan
F. Keterangan Empiris
Sistemik (SLE) pada pengobatan Odapus di Instalasi Rawat Jalan Bagian Penyakit