Anda di halaman 1dari 18

12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Anestesi Umum


Anastesi (pembiusan) berasa dari bahasa yunani. An- “tidak, tanpa” dan
aesthesos, “persepsi, kemampuan untuk merasa”. Secara umum bermakna suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anastesi umum
(general anastesi) disebut juga dengan nama narkose umum (NU). Anastesi umum
adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat
reversible. Komponen anestesi yang ideal terdiri dari: hipnotik, analgesia, dan
relaksasi otot. Metode anestesi general dilihat dari cara pemberian obat:
 Parenteral
Anestesi general yang diberikan secara parenteral baik intravena
maupun intramuskuler biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat
atau untuk induksi anestesi.
 Perektal
Anestesi general yang diberikan perektal kebanyakan dipakai pada
anak, terutama untuk induksi anestesi atau tindakan singkat.
 Perinhalasi
Anestesi inhalasi adalah anestesi dengan menggunakan gas atau
cairan anestetika yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat
anestetika melalui udara pernapasan.
3.2 Persiapan Anestesi Umum
Sebelum anestesi dan operasi ada beberapa hal yang perlu disiapkan. Hal itu
antara lain meliputi :
a) Anamnesis

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapatkan anestesi


sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang
perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri
otot, gatal-gatal atau sesak napas pasca bedah, sehingga kita dapat
13

merancang anesthesia berikutnya dengan lebih baik. Riwayat penyakit


dahulu, riwayat penyakit keluarga, adanya penggunaan gigi palsu, dan
gaya hidup pasien juga perlu diketahui.

b) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif


besar sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan
laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan
laringoskopi intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang
keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.

c) Klasifikasi Status Fisik

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik


seseorang ialah yang berasal dari The American Society of
Anesthesiologist (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan resiko
anesthesia, karena dampak samping anesthesia tidak dapat dipisahkan dari
dampak samping pembedahan. Status fisik pasien digolongkan menjadi 5,
yaitu:

Klasifikasi status fisik praanastesi menurut ASA

ASA I Pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik.

Kelas II Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik


ringan sampai sedang.

Kelas III Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik


berat yang disebabkan karena berbagai penyebab tetapi
tidak mengancam jiwa.

Kelas IV Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik


berat yang secara langsung mengancam kehidupannya.
14

Kelas V Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik


berat yang sudah tidak mungkin ditolong lagi, operasi
ataupun tidak dalam 24 jam pasien akan meninggal.

Apabila tindakan pembedahannya dilakukan secara darurat,

dicantumkan tanda E (Emergency) di belakang angka, misalnya ASA 1 E.

Penilaian kesulitan jalan nafas dengan menggunakan metode LEMON:

Look

Inspeksi karakteristik yang diketahui dapat menyebabkan sulitnya

intubasi atau ventilasi.

Evaluate

Bertujuan untuk menilai hubungan antara oral, faring dan laring.

Evaluasi ini menggunakan aturan 3-3-2, yaitu:

 Jarak antara gigi incisivus seharusnya minimal 3 jari

 Jarak antara tulang hyoid dengan dagu seharusnya minimal 3 jari

 Jarak antara thyroid notch dengan mulut bagian bawah seharusnya 2

jari
15

Mallampati

Dalam anestesi, skor mallampati, digunakan untuk memprediksi

kemudahan intubasi. Hal ini ditentukan dengan melihat anatomi rongga

mulut yang didasarkan pada visibilitas dasar uvula, pilar faucial. Penilaian

mallampati ideal dilakukan saat pasien duduk dengan mulut terbuka dan

menjulurkan lidahnya dengan atau tanpa fonasi.

Obstruction

Setiap kondisi yang dapat menyebabkan terhalangnya jalan nafas

akan membuat laringoskopi dan ventilasi menjadi sulit. Kondisi seperti itu

termasuk epiglottitis, abses peritonsillar, dan trauma.


16

Neck Mobility

Ini adalah persyaratan penting untuk keberhasilan intubasi. Hal ini

dapat dinilai dengan mudah dengan meminta pasien untuk meletakkan

dagunya ke dada kemudian meluruskan leher sehingga pasien melihat ke

arah langit-langit. Pasien yang menggunakan hard collar neck sangat jelas

tidak mampu menggerakan leher sehingga lebih sulit untuk diintubasi.

d) Pemeriksaan Laboratorium

Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan


dugaan penyakit yang walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor,
misalnya pemeriksaan darah (Hb, leukosit, masa perdarahan dan masa
pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran
pemeriksaan EKG dan foto toraks.

e) Persiapan Alat, Obat, dan Mesin

Sebelum melakukan anestesi umum, perlu menyiapkan beberapa


hal seperti obat-obatan dan mesin anastesi. Selain itu, alat yang akan
digunakan juga perlu disiapkan. Berikut alat-alat yang perlu disiapkan :

Scope : stetoskop dan laringoskop

Tube : pipa endotrakeal

Airway : Guedel, Orotracheal airway

Tape : Plester

Introducer : Stilet

Connector : Penyambung pipa dan peralatan anestesi

Suction : Penyedot lendir, ludah, dsb.


17

3.3 Teknik Anestesia Umum


Anestesi umum dapat diberikan melalui injeksi, inhalasi, atau melalui
gabungan secara injeksi dan inhalasi. Anestesi umum dapat digabungkan atau
dikombinasikan dalam sebuah teknik yang disebut balanced anesthesia untuk
mendapatkan efek anestesi yang diinginkan dengan efek samping minimal.
a. Anestesi Inhalasi
Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu metode anestesi
umum yang dilakukan dengan cara memberikan agen anestesi yang
berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat anestesi
langsung ke udara inspirasi. Anestesi umum inhalasi yang pertama kali
dikenal dan digunakan untuk membantu pembedahan adalah N2O.

Kemudian menyusul, eter, kloroform, etil klorida, halotan, metoksifluran,


enfluran, isofluran, desfluran, sevofluran, dan xenon. Anestetika umum
inhalasi yang umum digunakan saat ini adalah N2O, halotan, enfluran,

isofluran, desfluran, sevofluran, dan xenon. Obat obat anestesi yang lain
ditinggalkan, karena efek sampingnya yang tidak dikehendaki. Misalnya,
eter mudah terbakar dan meledak, menyebabkan sekresi bronkus
berlebihan, mual dan muntah, kerusakan hati, dan baunya yang sangat
merangsang. Kloroform menyebabkan aritmia dan kerusakan hati.
Metoksifluran menyebabkan kerusakan hati, toksik terhadap ginjal, dan
mudah terbakar.
b. Anestesi Injeksi
Anestesi umum injeksi merupakan metode anestesi umum yang dilakukan
dengan cara menyuntikkan agen anestesi langsung melalui muskulus atau
pembuluh darah vena. Anestesi injeksi yang baik memiliki sifat-sifat
tidak mengiritasi jaringan, tidak menimbulkan rasa nyeri pada saat
diinjeksikan, cepat diabsorsi, waktu induksi, durasi, dan masa pulih dari
anestesi berjalan mulus, tidak ada tremor otot, memiliki indeks terapeutik
tinggi, tidak bersifat toksik, mempunyai pengaruh minimal terhadap
organ tubuh terutama saluran pernapasan dan kardiovaskular, cepat
dimetabolisme, tidak bersifat akumulatif, dapat dikombinasikan dengan
obat lain seperti relaksan otot, analgesik, dan sudah diketahui antidotnya.
18

Beberapa anestesi injeksi yang sering digunakan adalah golongan


barbiturat seperti thiopental sodium, methoheksital, dan pentobarbital.
Golongan lainnya yang juga sering digunakan adalah golongan
cycloheksamin (ketamine dan tiletamin), etomidat, dan propofol.
c. Balanced Anesthesia
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat-
obatan, baik obat anestesi injeksi maupun obat anestesi inhalasi untuk
mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang dengan efek
samping minimal.
3.4 Jenis Anestesia Umum
1. Teknik anestesi dengan sungkup/nasal kanul
Indikasi:
1. Untuk tindakan yang singkat (0,5 – 1 jam) tanpa membuka
rongga perut.
2. Keadaan umum pasien cukup baik (PSA ASA 1 atau 2).
Urutan tindakan:
1. Periksa peralatan yang akan digunakan (seperti pada masa pra-
induksi).
2. Pasang infus dengan kanul intravena atau jarum kupu-kupu
3. Persiapan obat
4. Induksi, dapat dilakukan dengan propofol 2-2.5 mg/kgBB
5. Selesai induksi, sampai pasien tertidur dan reflek bulu mata
hilang, sungkup muka ditempatkan pada muka. Sebaiknya dagu
ditahan atau sedikit ditarik ke belakang (posisi kepala ekstensi)
agar jalan napas bebas dan pernapasan lancar. Pengikat
sungkup muka ditempatkan di bawah kepala.
6. Kalau pernapasan masih tidak lancar dicoba mendorong kedua
pangkal rahang ke depan dengan jari manis dan tengah tangan
kiri kita. Kalau perlu dengan kedua tangan kita yaitu kedua ibu
jari dan telunjuk yang memegang sungkup muka dan dengan
jari-jari yang lain menarik rahang ke atas. Tangan kanan kita
bila bebas dapat memegang balon pernapasan dari alat anestesi
19

untuk membantu pernapasan pasien (menekan balon sedikit


bila pasien melakukan inspirasi).
7. N2O mulai diberikan 4 L dengan O2 2 L/menit untuk
memperdalam anestesi, bersamaan dengan halotan dibuka
sampai 1 % dan sedikit demi sedikit dinaikkan sampai 3-4 %
tergantung reaksi tubuh penderita.
8. Kedalaman anestesi dinilai dari tanda – tanda mata (bola mata
menetap), nadi tidak cepat dan terhadap rangsang operasi tidak
banyak berubah.
9. Kalau stadium anestesi sudah cukup dalam, masukkan pipa
orofaring
10. Halotan kemudian dikurangi menjadi 1-1.5 % dan dihentikan
beberapa menit sebelum operasi selesai
11. Selesai operasi N2O dihentikan dan penderita diberi O2 100%
beberapa menit untuk mencegah hipoksi difusi.
2. Teknik Anestesi dengan menggunakan ETT Nafas Spontan
Intubasi Trakhea adalah tindakan memasukkan pipa trakhea
kedalam trakhea melalui rima glotis, sehingga ujung distalnya berada kira-
kira dipertengahan trakhea antara pita suara dan bifurkasio trachea.
Ukuran pipa setiap orang berbeda-beda.

Indikasi dari menggunakan teknik ETT ini seperti pada operasi-


operasi yang memerlukan waktu yang cukup lama dan kesulitan
mempertahankan jalan napas bebas pada anestesi dengan sungkup muka.
Thiopental harus disediakan obat pelemas otot jangka pendek seperti
suksinil-kolin 2% atau alkuronium (allonefrin) 10mg/ampul (Latief et al.
2002).
20

Langkah-langkah ETT yang dilakukan adalah (Latief et al. 2002):


1. Pertama-tama dengan penginduksian dengan menggunakan
thiopental. Sungkup muka dipasang dengan oksigen 4-6 L/menit,
apabila perlu napas dibantu dengan menggunakan bagging. Refleks
bulu mata sudah menghilang diberikan suksinil kolin intravena 1-1,5
mg/kgBB.
2. Pemberian suksinil kolin akan mengakibatkan fasikulasi dan apnue.
Kemudian napas dikendalikan dengan menekan bagging yang diisi
dengan aliran O2 2 L. Katup ekspirasi harus sedikit ditutup (untuk
membocorkan sedikit tekanan lebih pada setiap kali melakukan
bagging).
3. Setelah fasikulasi menghilang, pasien kemudian diintubasi. Balon
pipa endotrakea dikembangkan agar tidak terjadi kebocoran pada
waktu melakukan napas buatan dengan bagging.
4. Pipa endotrakea harus masuk ke trakea dengan benar, tidak terlalu
dalam ataupun masuk ke esophagus.
5. Pipa Guedel kemudian dimasukkan ke dalam mulut supaya pipa
endotrakea tidak tergigit. Kemudian pipa endotrakea difiksasi dengan
plester.
6. Mata pasien kemudian ditutup dengan menggunakan plester supaya
mata pasien tidak terbuka dan kornea pasien tidak kering. Pipa
endotrakeal kemudian dihubungkan dengan konektor pada sirkuit
napas alat anestesi. N2O kemudian dibuka 3-4 L/menit dan O2 2
L/menit lalu halotan dibuka 1 vol % dan dengan cepat halotan
dinaikkan sampai 2 vol %. Napas pasien kemudian dikendalikan
dengan menekan balon napas (12-16 kali/menit).
7. Halotan kemudian dikurangi sampai 0,5-1,5% sebagai pemeliharaan
anestesi.
8. Napas dapat dibiarkan spontan kala usaha napas cukup kuat.
9. Kedalaman anestesi tetap dipertahankan dengan menggunakan
kombinasi N2O dan O2 masing-masing sebanyak 2 L/menit, serta
halotan sebanyak 1,5-2 vol%.
21

10. Operasi yang memerlukan relaksasi otot seperti operasi perut dan
ortopedi, teknik anestesi dengan napas spontan ini tidaklah cukup
dikarenakan otot pasien harus lemah selama pembedahan.
11. Jika memakai teknik napas spontan, maka akan diperlukan obat
anestesi banyak yang dapat mendepresi pernapasan dan jantung
sehingga untuk mencegah hal tersebut, akan lebih baik menggunakan
teknik napas kendali dengan memberikan obat pelemas otot jangka
panjang agar dapat dicapainya relaksasi otot yang baik tanpa
menggunakan obat anestesi yang banyak dan juga untuk
menghindarkan anestesi yang terlalu dalam.
3. Teknik anestesi dengan menggunakan ETT nafas terkendali
Indikasi teknik ini dilakukan pada operasi:
1. Kraniotomi
2. Torakotomi
3. Laparotomi
4. Operasi dengan posisi khusus, seperti: miring (operasi ginjal),
tengkuran (operasi tulang belakang)
5. Operasi yang berlangsung lama (>1 jam)
Tatalaksana:
1. Teknik anestesi maupun intubasi sama dengan teknik yang
dijabarkan di penggunaan ETT.
2. Sesudah pengaruh suksinil kolin mulai habis, kemudian diberikan
obat pelumpuh otot jangka panjang misalnya alkuronium dosis 0.1-0.2
mg/kgBB.
3. Napas lalu dikendalikan dengan menggunakan respirator ataupun
secara manual. Apabila menggunakan respirator, maka setiap inspirasi
diusahakan ± 10 ml/kgBB dengan frekuensi 10 – 14 kali per menit. Jika
nafas dikendalikan secara manual maka harus diperhatikan pergerakan
dada kanan kiri yang simetris. Kemudian konsentrasi halotan sedikit
demi sedikit dikurangi dan dipertahankan dengan 0.5-1 %.
4. Obat pelumpuh otot dapat diulang lagi dengan 1/3 dosis jika pasien
sudah terlihat ada usaha untuk mulai bernafas sendiri.
22

5. Halotan dapat dihentikan jika lapisan fasi kulit sudah terjahit. N2O
dihentikan apabila lapisan kulit mulai dijahit.
6. Ekstubasi dapat dilakukan apabila nafas spontan telah normal
kembali. O2 diberikan secara terus-menerus selama 2-3 menit untuk
mencegah terjadinya hipoksia difusi.
7. Jika napas sesudah ditunggu beberapa menit masih lemah, dapat
diberikan obat anti pelumpuh otot non depolarisasi sebelum di ekstubasi
yang terdiri dari kombinasi obat atropine 2 ampul (2 x 0,25 mg) dengan
prostigmin 2 ampul (2 x 0,5 mg). Kombinasi obat ini akan
menghilangkan sisa efek obat pelumpuh otot.

3.5 Premedikasi
Premedikasi adalah pemberiaan obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari
anesthesia, diantaranya:
1. Menghilangkan kecemasan dan ketakutan
2. Mengurangi sekresi
3. Memperkuat efek hipnotik dari agen anastesia umum (sedasi)
4. Mengurangi mual dan muntah pasca operasi
5. Menimbulkan amnesia
6. Mengurangi volume dan meningkatkan keasaman isi lambung
7. Menghindari terjadinya vagal reflex
8. Membatasi respon simpatoadrenal

Di dalam praktek obat-obat anastesi dimasukkan ke dalam tubuh melalui


inhalasi, atau parenteral, ada pula yang dimasukkan melalui rectal tetapi
jarang dilakukan. Yang melalui inhalasi antara lain : N2O, halothan, enflurane,
ether, isoflurane, sevoflurane, metoxiflurane, trilene.
Yang melalui parenteral :
 Intravena antara lain : penthotal, ketamin, propofol, etomidat dan
golongan benzodiazepine.
 Intramuskuler antara lain ketamin
23

Yang melalui rectal : Etomidat (dilakukan untuk induksi anak)


1. Midazolam
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan
anteretrogad amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-
3x diazepam. Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan
nilai APGAR kurang dari 7 pada neonatus.
Dosis:
- Premedikasi : IM 2,5-10 mg, PO 20-40 mg
- Sedasi : IV 0,02-0,05 mg
- Induksi : IV 50-350 µg/kg5
Efek samping obat :
- Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature,
hipotensi
- Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi
- Euphoria, agitasi, hiperaktivitas
- Salivasi, muntah, rasa asam, Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada
tempat suntikan
2. Fentanil
Digunakan sebagai analgesik dan anastesia
Dosis :
 Analgesic : iv/im 25-100 µg atau 1-3 µg/kgbb
 Induksi : iv 5-40 µg/ kg BB
 Suplemen anastesi : iv 2-20 µg/kg BB
 Anastetik tunggal : iv 50-150 µg/ kg BB
Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit
Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam
Efek samping obat :
 Bradikardi, hipotensi
 Depresi saluran pernapasan, apnea
 Pusing, penglihatan kabur, kejang
 Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
 Miosis
24

3.6 Induksi dan Rumatan Anastesi


Induksi anesthesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar
menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan
pembedahan. Induksi dapat dikerjakan melalui intravena, inhalasi,
intramuscular dan rektal.
1. Propofol
Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam
anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih
dari 3 tahun. Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean,
sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam
etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada
pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak
berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10
mg) dan pH 7-8.
Propofol adalah 98% protein terikat dan mengalami
metabolisme hati untuk metabolit glukuronat, yang akhirnya
diekskresikan dalam urin.
Efek Klinis: propofol menghasilkan hilangnya kesadaran
dengan cepat, dengan waktu pemulihan yang cepat dan langsung
kembali pada kondisi klinis sebelumnya (sebagai hasil waktu paruh
distribusi yang pendek dan tingkat clearance tinggi). Propofol
menekan refleks laring sehingga sangat cocok untuk digunakan dengan
perangkat LMA agar dapat dimasukkan dengan lancar. Ada insiden
rendah mual dan muntah pasca operasi dan reaksi alergi atau
hipersensitivitas.
Efek propofol :
 Efek pada sistem kardiovaskuler.
- Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada
jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali
disertai dengan peningkatan denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol
mempunyai efek mengurangi pembebasan katekolamin dan
25

menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik sebanyak 30%.


Pengaruh pada jantung tergantung dari :
 Pernafasan spontan – mengurangi depresi jantung
berbanding nafas kendali
 Pemberian drip lewat infus – mengurangi depresi jantung
berbanding pemberian secara bolus
 Umur – makin tua usia pasien makin meningkat efek
depresi jantung.
 Efek pada sistem pernafasan
- Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal,
dalam beberapa kasus dapat menyebabkan henti nafas
kebanyakan muncul pada pemberian diprivan (propofol).
Pada 25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe
setelah diberikan dosis induksi yang bisa berlangsung lebih
dari 30 detik.
Dosis dan penggunaan
a. Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
b. Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min IV.
c. Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 µg/kg/min IV
(titrasi sampai efek yang diinginkan), bolus IV 25-50 mg.
d. Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau
apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
e. Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan
konsentrasi yang minimal 0,2%.
f. Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada
dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi
sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari
bakteri.
Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai
75% kasus. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena,
nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan
26

menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1


sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal
tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala
mual dan muntah juga sering sekali ditemui pada pasien setelah
operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak
sehingga pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan
metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada
setengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik (thiopental <
propofol < etomidate atau methohexital). Phlebitis juga pernah
dilaporkan terjadi setelah pemberian induksi propofol tapi kasusnya
sangat jarang. Terdapat juga kasus terjadinya nekrosis jaringan pada
ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat pemberian propofol.4
Propofol tidak diizinkan untuk digunakan pada anak-anak
berusia kurang dari 3 tahun. Ada laporan kematian tak terduga pada
anak-anak karena asidosis metabolik dan kegagalan miokard setelah
penggunaan jangka panjang di ICU.

Rumatan Anastesia
Rumatan anesthesia dapat dilakukan secara :
1. Intravena (TIVA)
2. Inhalasi
3. Campuran intravena dan inhalasi
Rumatan anesthesia biasanya mengacu trias anesthesia yaitu tidur
ringan (hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar
pasien selama bedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik
yang cukup. Anestesia inhalasi yang umum digunakan, yaitu :
 N2O
 Halotan
 Enfluran
 Isofluran
 Sevofluran
27

 N2O
N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide) dalam ruangan berbentuk gas
tak berwarna, bau manis, tidakiritasi, tidak terbakarm beratnya 1,5 kali berat
udara. Pemberian anesthesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas
ini bersifat anestetik lemah tetapi analgesia kuat, sehingga sering digunakan
untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anesthesia inhalasi jarang
digunakan sendiri, tetapi dikombinasikan dengan salah satu cairan anestetik
lainnya seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anesthesia setelah N2O
dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi
pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk mengatasinya diberikan
O2 100% selama 5-10 menit.
Waktu awitan : inhalasi 2-5 menit
Absorpsi : cepat melalui paru
Metabolisme : tubuh <0,004%
Ekskresi : exhalasi
Efek samping :
 Kardiovaskular : hipotensi
 Gastrointestinal : mual dan muntah
 Respiratori : apnea
 Sistem saraf pusat : sakit kepala, pusing, eksitasi sistem saraf pusat

 Isofluran
Isofluran adalah agent inhalasi yang sering digunakan di klinik. Koefisien
partisi gas/darah isofluran adalah 1,4. Ini lebih kecil dibanding agent inhalasi
lainnya, kecuali desfluran 0,42 dan sevofluran 0,6–0,7, memungkinkan
peningkatan konsentrasi isofluran di alveolar terjadi lebih cepat. Penelitian
oleh Frink dkk, pasien yang dianestesi dengan isofluran kurang dari 1 jam,
dapat membuka mata dengan perintah kira – kira 7 menit setelah anestesi
dihentikan. Pemberian yang lebih lama , yaitu selama 5 – 6 jam, munculnya
respon dengan perintah relatif cepat, kira – kira 11 menit setelah isofluran
dihentikan.
28

MAC isofluran berkisar 1,2. Induksi dengan isofluran relatif cepat tetapi
isofluran dapat mengiritasi jalan nafas bila digunakan pada awal induksi
dengan masker pada konsentrasi tinggi. Induksi lambat direkomendasikan
untuk mengurangi efek iritatif saluran nafas dan untuk menghindari tahan
nafas dan batuk. Dalam praktek barbiturat aksi pendek biasanya diberikan
untuk memfasilitasi proses tersebut. Komplikasi respirasi sangat nyata pada
bayi. Friesen dan Lichtor menyatakan bahwa induksi isofluran, dengan
konsentrasi inspirasi sampai 3,5 % menyebabkan tingginya frekuensi spasme
laring dan batuk yang tidak diinginkan. Pada bayi, induksi isofluran
menyebabkan penurunan bermakna pada laju jantung, tekanan darah sistolik,
dan tekanan arteri rata–rata. Premedikasi atropin dapat mengurangi bradikardi.

 Sevofluran
Sevofluran merupakan fluorinasi methyl isoprophyl ether. Tekanan
penguapannya menyerupai halotan dan isofluran. Koofisien partisi darah/gas
0,69, menyerupai desfluran termasuk dalam hal induksi anestesi dan pulih
sadar setelah pemberian dihentikan. Rendahnya kelarutan darah/gas dan
kenyamanan pemakaian sevofluran, membuat agent ini jadi pilihan utama
untuk induksi inhalasi cepat dengan recovery yang cepat.. Sevofluran
mungkin paling tidak iritasi pada saluran nafas dibanding agent inhalasi lain
yang dipakai saat ini.
MAC ( Minimal Alveolar Concentration ) adalah konsentrasi agent
inhalasi minimal yang dapat mencegah gerakan pada 50% pasien terhadap
respon stimulus standar ( irisan operasi pertama ). MAC sevofluran pada
manusia berkisar 1,7-2,05. Bila diberikan dalam 64% N2O-O2, MAC
menjadi 0,66%, yang menandakan efek N2O bersifat aditif terhadap
sevofluran. Single breath induction sevofluran dengan 4-8% dalam 50%
N2O-O2 dapat terjadi dalam 1-3 menit.3 Kelarutan sevofluran jaringan yang
rendah menimbulkan eliminasi yang cepat sehingga terjaga cepat. Depresi
ventilasi mencerminkan efek depresi langsung terhadap pusat ventilasi
medulla dan kemungkinan efek perifer terhadap otot interkostal. Relaksasi
29

otot polos bronkus dapat timbul melalui efek langsung atau secara tidak
langsung melalui reduksi lalu lintas saraf aferen atau depresi secara sentral.

Anda mungkin juga menyukai