Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Hukum
Ketenagakerjaan oleh : Ichsanul Maarif, SH., MH.
Oleh :
171000277
Bandung, 2019
BAB 1
PENDHAULUAN
A. Latar Belakang
a. Pengupahan;
b. Jaminan sosial;
1
Di Indonesia Badan Hukum antara lain terdiri dari: Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara,
Perusahaan Umum, Perusahaan Jawatan, Yayasan, Koperasi.
c. Periilaku penugasan yang kadangkala dirasakan kurang sesuai dengan
kepribadian;
d. Daya kerja dan kemampuan kerja yang dirasakan kurang sesuai dengan pekerjaan
yang harus diemban; dan
e. Adanya masalah pribadi.2
Penyelesaian perselisihan pada dasarnya dapat diselesaikan oleh para pihak sendiri,
dan dapat juga diselesaikan dengan hadirnya pihak ketiga, baik yang disediakan oleh negara
atau para pihaksendiri. Dalam masyarakat modern yang diwadahi organisasi kekuatan publik
berbentuk negara, forum resmi yang disediakan oleh negara untuk penyelesaian perkara atau
perselisihan biasanya adalah lembaga peradilan. Dari berbagai macam konflik yang terjadi di
Indonesia dalam berbagai sektor, adanya relasi hukum dan sosial berpeluang pula menjadi
dasar timbulnya konflik, misalnya dalam kasus perselisihan hubungan industrial. Payaman
Simanjuntak mengemukakan bahwa hubungan industrial adalah hubungan antara semua
pihak yang terkait atau berkepentingan atas proses produksi barang atau pelayanga jasa di
suatu perusahaan. Tujuannya adalah untuk menciptakan hubungan yang aman dan harmonis
antara para pihak-pihak tersebut sehingga dapat meningkatkan produktivitas usaha.3
Yang dimaksud oleh UU PPHI ini, bahwa Perselisihan hubungan industrial adalah
perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan
2
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), , Cet.2,PT
RajaGrafindo, 2004, hlm. 127 – 128.
3
Payaman Simanjuntak, Peranan Serikat Pekerja dan Paradigma Baru Hubungan Industrial di
Indonesia, (Jakarta: HIPSMI, 2000), hlm. 81.
pengusaha dengan pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak,
perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.4
4
Lihat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1)
5
Artikel
http://www.bphn.go.id/data/documents/AE%20UU%20NO%202%20Tahun%202004%20Tentang%20Penyeles
aian%20Perselisihan%20Hubungan%20Industrial%202011.pdf diunduh pada tanggal 15/05/2019, pukul 18:08.
Pemutusan Hubungan Kerja secara Sepihak oleh PT Adidas yang dikuatkan dengan argument
Putusan Nomor 554K/Pdt.Sus-PHI/2013.
BAB II
ISI
B. ANALISIS KASUS
Dalam bentuk Pemutusan Hubungan Kerja di Indonesia maka termasuk dalam
lingkup dari hukum acara perdata yang bersifat khusus dengan prosedur beracara
terbagi atas penyelesaian melalui alternatif penyelesaian sengketa (APS) atau
melalui jalur litigasi ke Pengadilan Negeri (PN), dimana ketentuannya tercantum
dalam Undang-Undnag Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial. PHK yang dilakukan oleh perusahaan terhadap pekerjanya
karena alasan-alasan tertentu diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Sehingga dalam prkatek jika PHK yang dilakukan oleh
perusahaan bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, maka hal tersebut
dapat dijadikan dasar bagi pekerja bersangkutan mengajukan gugatan ke lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial.6
Salah satu sasaran pokok yang akan dicapai dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 adalah sebagaimana yang terdapat dalam penjelasan Undang-Undang
tersebut, yaitu untuk menciptakan hubungan industrial yang harmonis antara pekerja
dan pemberi kerja dalam memperjuangkan hak-haknya serta untuk mewujudkan
penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara cepat, tepat, adil dan murah.
Sebagaimana dikatakan di atas bahwa proses beracara di Pengadilan
Hubungan Industrial adalah menggunakan Hukum Acara Perdata.7
Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada
pada lingkungan peradilan umum, berdasarkan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara, salah satunya di
tingkat pertama mengenai perselisihan PHK. Yang memiliki prinsip Ultimum
remedium, upaya hukum melalui pengadilan ini merupakan upaya terakhir oleh para
pihak apabila upaya di luar pengadilan mengalami kegagalan.8
Kasus yang di analisis oleh Penulis adalah mengenai “Pemutus Hubungan
Kerja Sepihak 1.300 Buruh Sepatu Adidas”. Dalam kasus tersebut berisikan
6
Indonesia (b), Undnag-Undang Ketenagakerjaan, UU No.13 Tahun 2003, LN No.39 Tahun 2003, TLN
No.4279, Ps. 159.
7
Lihat, Pasal 57 UUPPHI
8
Farid Muazd, Pengadilan Hubungan Industrial dan Alternatif Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial di luar Pengadilan, (Jakarta: Ind Hill Co, 2006), hlm. 98.
bahwa, pada intinya telah terjadi pemiskinan masal karena upah buruh tidak
berbasis kelayakan hidup. Ini berimbas pada gagalnya pemenuhan hak-hak dasar
terhadap anak para buruh. Kedua, adanya pelanggaran atas hak kesehatan buruh. Hal
ini, dikarenakan lantaran para buruh tidak mendapa izin istirahat. Selanjutnya, buruh
perempuan tidak mendapatkan uang penjagaan anak atau tempat penitipan buah
hatinya. Dan dari salah satu pengakuan buruh yang di PHK, mereka juga ada yang
dihukum tidak menusiawi, yakni disuruh berdiri kalau melakukan kesalahan. Hal ini
tentu bertentangan dengan hukum internasional.9
Ibaratnya dalam kasus tersebut adalah sudah jatuh ditimpa tangga juga.
Perlakukan yang tidak sewajarnya dalam proses pemutusan hubungan kerja di
Perusahaan tersebut terhadap buruh . Dalam pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pemutus hubungan kerja
adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. 10 Pemutusan
hubungan kerja ialah pemberhentian waktu kerja secara sepihak yang dilakukan oleh
perusahaan atau pun tempat kerja. Berdasarkan UU RI No.13 pasal 150 Tahun 2003
yang berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja, bahwa perusahaan dilarang
pemutusan kerja dengan alasan (pasal 153):
Sakit tidak melebihi 12 bulan dengan keterangan dokter.
menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara.
menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
pekerja/buruh menikah.
pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau
menyusui bayinya.
pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan
dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama;
mendirikan, menjadi anggota,pengurus serikat pekerja berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama;
9
http://www.tribunnews.com/nasional/2014/06/24/empat-serikat-buruh-gelar-pengadilan-rakyat-kasus-
phk-sepihak-1300-buruh-sepatu-adidas , diunduh 15/05/2019/ 18.00 WIB
10
Lihat, Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib
mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan
jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
Hak yang diperoleh pekerja dari perusahaan diatur dalam pasal 156,
yang berisikan perhitungan pesangon atau uang. Jaminan yang berhak
diterima. Pekerja berhak meminta hak–hak nya yang ada pada perusahaan.
Apabila Perusahaan menyelewengkan maka pekerja berhak mengadukan
kepada pihak berwajib.
Pemutusan Hubungan Kerja hanya boleh dilakukan sesuai dengan
Pasal 160 – Pasal 168 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yaitu mengenai Pengusaha yang dibelohkan memberhentikan
buruh dengan alasan sebagai berikut;
a. Pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga
melakukan tindak pidana bukan atas pengauduan pengusaha;11
b. Pekera/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam
perjanjian kerja;12
c. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri;13
d. Pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan,
peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan
pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja;14
e. Karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami
kerugian secara terus menerus selama 2 tahun;15
f. Karena keadaan pailit;16
g. Pekerja/buruh meninggal dunia;17
h. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun;18
i. Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 hari kerja atau lebih
berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi
11
Ibid., Pasal 160 ayat 1
12
Ibid., Pasal 161 ayat 1
13
Ibid., Pasal 162 ayat 1
14
Ibid., Pasal 163 ayat 1
15
Ibid., Pasal 164 ayat 1
16
Ibid., Pasal 165
17
Ibid., Pasal 166
18
Ibid., Pasal 167 ayat 1
dengan bukti yang sah dan telah dipanggil 2 kali secara patut dan
tertulis.19
Pemutusan hubungan kerja atau PHK dapat dibagi menjadi 4
kelompok, yaitu:
1. PHK demi hukum, hal tersebut terjadi tanpa perlu adanya suatu tindakan,
terjadi dengan sendirinya misalnya karena berakhirnya waktu atau karena
meninggalnya pekerja.
2. PHK oleh pihak pekerja, hal tersebut terjadi karena keinginan dari pihak
pekerja dengan alasan dan prosedur tertentu.
3. PHK oleh pihak pengusaha, hal tersebut terjadi karena keinginan dari pihak
pengusaha dengan alasan, persyaratan dan prosedur tertentu.
Dalam hal ini sesuai dengan kasus diatas adalah telah terjadinya
Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak yang mengakibatkan ketidak
sesuaian dengan peraturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Karena pengusaha hanya dapat melakukan pemutus
hubungan kerja karena:
a. Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat.20
b. Pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib.21
c. Pekerja/buruh melakukan tindakan Indisipliner. Dengan melakukan
pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.22
d. Perubahan status, penggabungan dan peleburan perusahaan.23
19
Ibid., Pasal 168 ayat 1
20
Ibid., Pasal 158 ayat 1.
21
Ibid., Pasal 160 ayat 3.
22
Ibid., Pasal 161 ayat 1.
23
Ibid., Pasal 163.
e. Perusahaan tutup karena mengalami kerugian, yang telat diaudit dan
dinyatakan mengalai kerugian oleh akuntan publik.24
f. Pekerja/buruh meninggal dunia.25
g. Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam
perjanjian kerja, peraturn perusahaan, perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, perjanjian kerja bersama atau peraturan perundang-
undangan.26
h. Pekerja/buruh mangkir.27
i. Pekerja/buruh telah mengadukan dan melaporkan bahwa pengusaha telah
melakukan kesalahan namun tidak terbukti.28
24
Ibid., Pasal 164 ayat 2.
25
Ibid., Pasal 166.
26
Ibid., Pasal 167 ayat 1.
27
Ibid., Pasal 168 ayat 1.
28
Ibid., Pasal 169 ayat 3.
Hal ini dapat menyebabkan para pekerja/buruh mengajukan gugatan perbuatan
melawan hukum di Pengadilan Negeri daerah Perusahaan itu didirikan. Dan
dari sininlah timbul adanya suatu perselisihan hubungan industrial.
Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan dengan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan
mengenai hak perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusn hubungan kerja
dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.29
29
Lihat, Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Nomor 2
Tahun 2004.
30
Ibid., ps. 1 ayat 4.
31
Lihat Pasal 123 RIB / HIR
32
Pasal 1792 KUHPerdata menyatakan bahwa kuasa adalah persetujuan dimana seseorang bertindak
sebagai pemberi kuasa dna pihak lain bertindak sebagai penerima kuasa untuk dan atas nama pemberi kuasa
melakukan suatu perbuatan atau tindakan.
33
Lihat, Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
melawan Tergugat yaitu PT.BELLA MEDIKA. Penggugat mengajukan
gugatan dikarenakan RS MEDIKA melakukan pemutusan hubungan kerja
secara sepihak. Hal ini dikuatkan dengan tidak adanya suatu penetapan dari
lembaga setempat. Seharusnya, kalaupun belum ada penetapan maka antara
pengusaha maupun penggugat melakukan musyawarah terlebih dahulu untuk
mencapai mufakat. Namun, pada kenyataannya gugatan tersebut ditolak di
tingkat kasasi dengan alasan gugatan tersebut tidak jelas ditujukan ke siapa
karena alasan alamat yang kurang jelas dan ditujukannya kabur.
Dalam hal ini seharusnya pemutusan hubungan kerja tersebut batal demi
hukum. Artinya, penggugat masih berhak mendapatkan uang kerja pesangon
dan lain-lain. Dan ataupun pengusaha harus bisa memperkejakan dia kembali
buruh tersebut.
BAB III
PENUTUP
C. KESIMPULAN
1. Perbedaan strata antara buruh dan pengusaha menyebabkan suatu
ketidak adilan semata dimata buruh. Yang menyebabkan tindakan
sewenang-wenang yang dilakukan oleh Pengusaha tanpa memikirkan
kesejahteraan buruh untuk kemudian.
2. Proses pemutusan hubungan kerja berdasarkan Undang-Undang
Nomro 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisiha diwajibkan
untuk terlebih dahulu melakukan penyelesaian dengan perundingan
bipatrid. Jika dalam perundingan bipatrid ini tercapai kesepakatan
diantara kedua belah pihak, maka kesepakatan tersebut dituangkan
dalam suatu perjanjian bersama yang ditandatangani oleh kedua belah
pihak untuk kemudian segera didaftarkan ke Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri diwilayah para pihak mengadakan
perjanjian bersama tersebut. Jika dalam perundingan bipatrid ini tidak
tercapai suatu kesepakatan, maka para pihak diberikan kesempatan
untuk menyelesaikan perselisihan dengan tahapan perundingan
tripatrit, yaitu dengan memilih melalui Mediasi, Konsiliasi atau
Arbitrase.
D. SARAN
1. Seharusnya, Pengusaha dalam hal ini harus diawasi oleh Pemerintah
yang terkait dengan ketenagakerjaan. Supaya, tidak banyak lagi para
buruh yang diputus hubungan kerjanya secara sepihak.
2. Pemutusan hubungan kerja didasarkan dengan adanya suatu perjanjian
diantara kedua belah pihak. Perjanjian yang dibuat tersebut
seyogyanya dibuat secara tertulis bukan secara lisan. Meskipun
perundang-undangan tidak memberikan larangan dengan adanya suatu
perjanjian yang dibuat secara lisan, namun jika perjanjian dibuat secara
lisan hal itu dapat menimbulkan suatu permasalah jika terjadi suatu
perselisihan.
DAFTAR REFERENSI
A. BUKU :
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :
Indonesia. Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan. UU No.13,
LN No.39 Tahun 2003, TLN No.4279.
_______________. Undang-Undang Tentang Penyelesaian
Perselisihan hubungan Industrial. UU No.2 Tahun 2004, TLN
No.4356
C. ARTIKEL :
http://www.bphn.go.id/data/documents/AE%20UU%20NO%202
20Tahun%202004%20Tentang%20Penyelesaian%20Perselisihan
%20Hubungan%20Industrial%202011.pdf diunduh pada tanggal
15/09/2019, pukul 18:08.
http://www.tribunnews.com/nasional/2014/06/24/empat-serikat-
buruh-gelar-pengadilan-rakyat-kasus-phk-sepihak-1300-buruh-
sepatu-adidas , diunduh 15/05/2019/ 18:00.