MURID KELAS V SD HANG TUAH YANG BER-UKGS DENGAN MURID KELAS V SDN
NO.4 BENTENG YANG TIDAK BER-UKGS
OLEH
KELOMPOK I
ICAL ARISANDI
IFFA MUKRIMAH
HAPSAH
MUHAMMAD TAKBIR
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan gigi dan mulut menjadi perhatian yang sangat penting dalam
pembangunan kesehatan yang salah satunya disebabkan oleh rentannya kelompok
anak usia sekolah dari gangguan kesehatan gigi. Usia sekolah merupakan masa
untuk meletakkan landasan kokoh bagi terwujudnya manusia yang berkualitas dan
kesehatan merupakan faktor penting menentukan kualitas sumber daya manusia.
(Linda Warni, 2009).
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari kesehatan secara
keseluruhan. (Linda Warni, dikutip dari Ilyas, 2009). Hasil laporan Studi Morbilitas
(2001), menunjukkan bahwa kesehatan gigi dan mulut di Indonesia merupakan hal
yang perlu diperhatikan, karena penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit
tertinggi yang dikeluhkan oleh masyarakat yaitu sebesar 60%. Penyakit gigi dan
mulut yang terbanyak diderita masyarakat adalah penyakit karies gigi kemudian
diikuti oleh penyakit periodontal di urutan ke dua (Linda Warni, dikutip dari
Surkesmas Balitbangkes Depkes RI, 2009).
Sekolah adalah sebagai perpanjangan tangan keluarga dalam meletakkan dasar
perilaku untuk kehidupan anak selanjutnya, termasuk perilaku kesehatan.
Sementara itu populasi anak sekolah di dalam suatu komunitas cukup besar. Oleh
sebab itu promosi kesehatan di sekolah adalah usaha kesehatan sekolah (Linda
Warni, dikutip dari Notoatmodjo, 2009).
Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan menyebutkan bahwa
penyelenggaraan kesehatan sekolah dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan
hidup sehat bagi peserta didik untuk memungkinkan pertumbuhan dan
perkembangan yang harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang
berkualitas. (Linda Warni, 2009).
Menurut Bahar (2002) salah satu faktor utama yang mempengaruhi kesehatan
gigi dan mulut penduduk di negara berkembang adalah perilaku. Perilaku yang
dapat mempengaruhi perkembangan karies adalah kebiasaan makan dan
pemeliharaan kebersihan mulut, dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung
fluor. (Linda Warni, dikutip dari Reich dan Petersen, 2009).
Kesehatan gigi dan mulut hingga kini masih belum menjadi perhatian utama.
Akibatnya, gigi berlubang atau karies menjadi masalah umum yang dihadapi
sebagian besar masyarakat. Padahal kondisi ini menjadi gerbang beragam penyakit.
Selama ini penanganan masalah gigi masih sebatas menambal lubang gigi.
Tindakan tersebut sudah dianggap mampu mengontrol karies. Padahal itu belum
cukup mengatasi masalah secara menyeluruh. (PDGI, 2010).
Pada umumnya keadaan kebersihan mulut anak lebih buruk dan anak lebih
banyak makan makanan dan minuman yang menyebabkan karies dibanding orang
dewasa. Anak-anak umumnya senang permen, apabila anak terlalu banyak makan
permen dan jarang membersihkannya, maka gigi-giginya banyak yang mengalami
karies. (Uji Kawuryan, dikutip dari Machfoedz dan Zein, 2008). Masalah utama
dalam rongga mulut anak adalah karies gigi. Di negara - negara maju prevalensi
karies gigi terus menurun sedangkan di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia ada kecenderungan kenaikan prevalensi penyakit tersebut. (Uji Kawuryan,
dikutip dari Supartinah, 2008).
Angka kerusakan gigi di Indonesia berdasarkan survei kesehatan yang dilakukan
Departemen Kesehatan RI pada 2001 menemukan sekitar 70 persen penduduk
Indonesia berusia 10 tahun ke atas pernah mengalami kerusakan gigi. Pada usia 12
tahun, jumlah kerusakan gigi mencapai 43,9 persen, usia 15 tahun mencapai 37,4
persen, usia 18 tahun 51,1 persen, usia 35-44 tahun mencapai 80,1 persen, dan
usia 65 tahun ke atas mencapai 96,7 persen. (PDGI, 2010).
Dengan demikian, karies pun tidak bisa terhindarkan pada anak sekolah dasar.
Sehingga beberapa sekolah dasar di Indonesia, termasuk di wilayah Sulawesi –
Selatan yang mengadakan program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS)
sebagai upaya dalam pemeliharaan kesehatan gigi.
Penelitian ini dilakukan pada murid Kelas V SD yang didasarkan pada minat
belajar yang tinggi didukung oleh ingatan anak yang mencapai intensitas paling
besar dan paling kuat, serta dalam menangkap dan memahami materi yang
diberikan. (Eriska Riyanti, dkk. 2005).
Perkembangan epidemiologi dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat menemukan,
terjadinya karies gigi disebabkan adanya peranan berbagai faktor yang saling
berkaitan yang disebut dengan multifaktorial. Faktor – faktor tersebut adalah faktor
tuan rumah (ludah dan gigi), faktor agen (mikroorganisme), (substrat atau diet
mengandung gula), serta faktor waktu. (Nurmala Situmorang, 2005).
Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut serta pembinaan kesehatan gigi
terutama pada kelompok anak sekolah perlu mendapat perhatian khusus sebab
pada usia ini anak sedang menjalani proses tumbuh kembang. Keadaan gigi
sebelumnya akan berpengaruh terhadap perkembangan kesehatan gigi pada usia
dewasa nanti. Bila ditinjau dari berbagai upaya pencegahan karies gigi melalui
kegiatan UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) tersebut seharusnya pada usia-
usia anak sekolah dasar memiliki angka karies rendah, akan tetapi dilihat dari
kenyataan yang ada dan berdasarkan laporan-laporan penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan adanya tingkat karies gigi pada sekolah anak yang cukup
tinggi. (Uji Kawuryan, dikutip dari Wahyuningrum, 2008).
Oleh karena itu, penulis mencoba meneliti untuk mengetahui apakah ada
perbedaan pengaruh kebersihan gigi dan mulut terhadap terjadinya karies pada
murid Kelas V di SD hang tuah yang ber-UKGS dengan murid Kelas V SDN 4
Benteng yang tidak ber-UKGS.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis merusmuskan
masalah sebagai berikut :
“Apakah ada perbedaan kebersihan gigi dan mulut terhadap terjadinya karies
pada murid Kelas V SD Hang Tuah yang ber-UKGS dengan murid Kelas V SDN 4
Benteng yang tidak ber-UKGS?”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan kebersihan gigi dan mulut serta jumlah karies
pada Kelas V di SD Hang Tuah yang ber-UKGS dengan murid Kelas V SDN 4
Benteng yang tidak ber-UKGS.
Tujuan Khusus
Untuk mengetahui kebersihan gigi dan mulut pada murid Kelas V SD Hang Tuah
yang ber-UKGS dengan murid Kelas V SDN No.4 Benteng yang tidak ber-UKGS.
Untuk mengetahui banyaknya jumlah karies gigi pada murid Kelas V SD Hang
Tuah yang ber-UKGS dengan murid Kelas V SDN 4 Benteng yang tidak ber-UKGS.
Untuk mengetahui perbedaan kebersihan gigi dan mulut terhadap banyaknya
karies yang terjadi pada murid Kelas V SD Hang Tuah yang ber-UKGS dengan
murid Kelas V SDN 4 Benteng yang tidak ber-UKGS.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan untuk SD Hang Tuah dan SDN
4 Benteng dalam menjaga kesehatan gigi.
Menambah informasi dan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan gigi dan
mulut sebagai salah satu upaya untuk mendapa- tkan derajat kesehatan yang
optimal.
Menambah pengetahuan serta pengalaman dalam hal penelitian sebagai bekal
pengabdian profesi kepada masyarakat.
Untuk kampus, menambah bahan bacaan di perpustakaan Kampus Kesehatan
Gigi Poltekkes Makassar.
Sebagai bahan acuan untuk peneliti berikutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Karies Gigi
Karies dentis berasal dari bahasa Latin, berarti “lubang gigi” dan ditandai oleh
rusaknya email dan dentin yang progresif yang disebabkan oleh keaktifan
metabolisme plak bakteri (Pitt Ford, 1993 : 1).
Karies gigi adalah penyakit jaringan yang ditandai dengan kerusakan jaringan,
dimulai dari permukaan gigi (pits, fissure dan daerah interproximal) meluas ke arah
pulpa. (Rasinta Tarigan, 1990 : 1).
Karies gigi dialami oleh setiap orang dan dapat timbul pada satu permukaan gigi
atau lebih dan dapat meluas ke bagian yang lebih dalam dari gigi, misalnya : dari
email ke dentin atau ke pulpa. Karies karena berbagai sebab, diantaranya adalah
:Karbohidrat ,Mikroorganisme dan air ludah
D. Proses Karies
Proses kerusakan gigi geligi diawali dengan adanya lubang gigi yang
kerusakannya terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke
dentin. Penjalaran karies mula-mula terjadi pada email. Bila tidak segera dibersihkan
dan tidak segera ditambal, karies akan menjalar ke bawah hingga sampai ke ruang
pulpa yang berisi pembuluh darah, sehingga menimbulkan rasa sakit dan akhirnya
gigi tersebut bisa mati (Suardiana Utama, 2010).
Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak di permukaan gigi,
sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu
tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut
menjadi kritis (5,5) yang menyebabkan demineralisasi email dan akan berlanjut
menjadi karies gigi. Pada awalnya, lesi karies berwarna putih akibat dekalsifikasi,
berkembang menjadi lubang berwarna coklat atau hitam yang mengikis gigi
(Sumarti, dikutip dari A.H.B Schuurs, 2007).
Proses karies digambarkan secara singkat seperti berikut:
Substrat + Plak + Gigi + Waktu Karies (gula) (bakteri)
(email (metabolism) (demineralisasi) atau dentin) oleh bakteri) (Pitt
Ford, 1993 : 1)
Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya karies
Faktor di dalam mulut yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya
karies, antara lain :
1. Substrat
Makanan sangat berpengaruh terhadap gigi dan mulut, pengaruh ini dapat dibagi
menjadi 2:
2. Isi dari makanan yang menghasilkan energi.
Misalnya : karbohidrat, protein, lemak, vitamin serta mineral-mineral. Unsur-
unsur tersebut berpengaruh pada masa pra-erupsi serta pasca-erupsi dari gigi geligi.
3. Fungsi mekanis dari makanan yang dimakan.
Makanan-makanan yang bersifat membersihkan gigi, jadi merupakan gosok gigi
alami, tentu saja akan mengurangi kerusakan gigi.
Makanan yang bersifat membersihkan ini adalah : apel, jambu air, bengkuang
dan lain ssebagainya. Sebaliknya makanan-makanan yang lunak dan melekat pada
gigi amat merusak gigi seperti : coklat, biskuit dan lain sebagainya.(Rasinta Tarigan,
1990 : 18-19).
4. Plak
Plak ini terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti mucin,
sisa-sisa sel jaringan mulut, Leukosit, Limposit dengan sisa-sisa makanan serta
bakteri. Plak ini mula-mula berbentuk cair yang lama kelamaan menjadi cokelat,
tempat bertumbuhnya dimana bakteri. (Rasinta Tarigan, 1990 : 23).
5. Komposisi Gigi
Komposisi gigi terdiri dari email dan dentin. Dentin adalah lapisan di bawah
email. Permukaan email lebih banyak mengandung mineral dan bahan-bahan
organik dengan air yang relatif lebih sedikit. Permukaan email terluar lebih tahan
karies dibanding lapisan di bawahnya, karena lebih keras dan lebih padat. Struktur
email sangat menentukan dalam proses terjadinya karies (Sumarti, dikutip dari Ismu
Suwelo, 2007).
6. Gigi dan Air Ludah
Sejak tahun 1901 oleh Rigolet, telah diketahui bahwa pasien dengan sekresi air
ludah yang sedikit atau tidak sama sekali memiliki persentase karies gigi yang
semakin meninggi. Misalnya oleh karena : Xerostomia, pasien dalam waktu singkat
akan mempunyai prosentase karies yang tinggi. (Rasinta Tarigan, 1990 : 22).
7. Waktu
Pengertian waktu di sini adalah kecepatan terbentuknya karies serta lama dan
frekuensi substrat menempel di permukaan gigi. (Ismu Suwelo, dikutip dari Newbrun
dkk., 1992 : 27).
Faktor luar sebagai faktor predisposisi dan penghambat yang berhubungan tidak
langsung dengan proses terjadinya karies, antara lain :
1. Usia
Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun akan
bertambah. Hal ini disebabkan karena faktor resiko terjadinya karies akan lebih lama
berpengaruh terhadap gigi (Sumarti, dikutip dari Ismu Suwelo, 2007).
2. Keturunan
Faktor keturunan dapat mempengaruhi terjadinya karies. Orang tua yang
mempunyai gigi geligi kuat dan tidak berlubang, kemungkinan anak-anaknya juga
mengalami hal yang sama. Namun keadaan ini tidak selalu terjadi, tetapi hanya
merupakan kecenderungan saja. (Dede Sutardjo, dikutip dari Tarigan, 2002).
Dari suatu penelitian terhadap 12 pasang orang tua dengan keadaan gigi yang
baik, terlihat bahwa anak-anak dari 11 pasang orang tua memiliki keadaan gigi yang
cukup baik. Di samping itu dari 46 pasang orang tua dengan prosentase karies yang
tinggi, hanya 1 (satu) pasang yang memiliki anak dengan gigi yang baik, 5 (lima)
pasang dengan prosentase karies sedang, selebihnya 40 pasang lagi, dengan
prosentase karies yang tinggi. (Rasinta Tarigan, 1990 : 17).
3. Letak geografis
Perbedaan prevalensi karies ditemukan pada penduduk yang geografis letak
kediamannya berbeda. Faktor-faktor yang menyebabkan perbadaan ini belum jelas
betul; kemungkinan karena perbedaan lamanya matahari bersinar, suhu, cuaca, air,
keadaan tanah, dan jarak dari laut. Kandungan flour 1 ppm dalam air akan
berpengaruh terhadap penurunan karies (Sumarti dikutip dari Ismu Suwelo, 2007).
Englander dan DePola (1979) meneliti daerah dengan kandungan fluor 5 ppm
dimana ternyata DMF-T sangat rendah. Hansen et al.(1984) menyatakan bahwa
anak-anak dengan keadaan sosial ekonomi tinggi tinggal di daerah dengan atau
tanpa fluoridasi air minum, prevalensi kariesnya rendah. Sedangkan anak dari
kalangan sosial ekonomi sedang dan rendah yang menetap di daerah dengan atau
tanpa fluoridasi air minum tidak menunjukkan perbedaan prevalensi karies. (Ismu
Suwelo, 1992 : 29)
Kandungan fluor selain terdapat selain terdapat di air tanah juga di sayur-
sayuran, buah-buahan, minuman, ikan daging dan lain-lain. Foo Chong (1975)
menyatakan bahwa makanan yang mengandung fluor tinggi adalah ikan teri, sawi
dan teh. (Ismu Suwelo, 1992 : 29).
Serta faktor demografi yang dapat mempengaruhi pemanfaatan fasilitas
kesehatan gigi contohnya faktor jarak yang harus ditempuh dan kemudahan
pencapaian untuk pencapaian fasilitas tersebut. (Dede Sutardjo, 2002).
2. Pasca Erupsi
Pada dasarnya hampir sama dengan stadium Pra erupsi, hanya ditambah
dengan :
Kebersihan badan
Pemeriksaan berkala 6 bulan sekali
Makanan yang menguatkan gigi dan gusi
Kebersihan mulut dan gigi yang harus diperhatikan supaya tetap sehat. (Rasinta
Tarigan, 1990 : 49).
Dimana dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut, perlu penyikatan gigi yang
benar .Menurut Bahar yang dikutip dari Maulani, dkk (2005) bahwa berbagai
penelitian memperlihatkan bahwa pH akan kembali normal setelah 20 – 30 menit
setelah makan. Dari kenyataan di atas, dapat dikatakan bahwa masa 20 – 30 menit
setelah kita menyantap makanan yang mengandung karbohidrat (mengandung gula)
merupakan saat – saat sangat rentan untuk terjadinya kerusakan gigi. Penyikatan
gigi pada saat derajat keasaman dalam mulut masih pada tingkat kritis ini akan
menambah kerusakan gigi. Jadi jangan menyikat gigi segera setelah makan,
tunggulah sampai lewat masa genting sesudah makan, yaitu sekitar setengah jam
sesudah makan. Jadi frekuensi menyikat gigi yang baik dan benar adalah dua kali
sehari, pagi 30 menit setelah sarapan pagi dan malam hari sebelum tidur. (Listiowati,
2009).
Pada dasarnya bersikat gigi yang benar adalah menyikat semua permukaan gigi
sampai bersih. Gerakan bersikat gigi pendek – pendek saja jangan terburu – buru.
Bersihkan salah satu sisi dulu baru pindah. Untuk menyikat permukaan samping
baik luar maupun dalam jangan melawan arah permukaan gusi (ujung pinggir gusi).
Jadi kalau gigi atas jangan menyikat ke arah atas, sebaliknya untuk gigi bawah
jangan menyikat ke arah bawah. Ini untuk menghindarkan diri agar gusi tidak
terkelupas. (Listiowati, 2009).
3. Upaya Kuratif
Tindakan kuratif yaitu melakukan perawatan terhadap gigi dan jaringan
sekitarnya yang mengalami kerusakan akibat penyakit, trauma, dll misalnya
perawatan terhadap gigi berlubang, perawatan terhadap gigi patah, bibir sariawan,
membersihkan karang gigi dll. (Cici,2007).
4. Upaya Rehabilitatif
Tindakan rehabilitatif yaitu tindakan untuk memperbaiki dan pemeliharaan
terhadap kesehatan gigi. (Cici,2007).
K. Tujuan UKGS
Tujuan umum dari pelaksanaan UKGS adalah tercapainya derajat kesehatan gigi
dan mulut siswa yang optimal. Adapun tujuan khususnya antara lain adalah memiliki
sikap atau kebiasaan pelihara diri terhadap kesehatan gigi dan mulut. (Linda Warni,
dikutip dari Depkes RI, 2009).
Program UKGS
1. Pencegahan (Preventif), wajib bagi semua siswa :
2. Penyuluhan Kesehatan Gigi.
3. Pemeriksaan berkala secara teratur.
4. Sikat gigi bersama 2 minggu 1 x.
5. Pemakaian disclosing solution.
6. Pembagian buku data pribadi siswa (raport) (Psb Penabur, 2010).
7. Perawatan (Kuratif), bagi siswa yang membutuhkan dan orang tua menyetujui :
8. Pencabutan gigi susu yang diperlukan.
9. Penambalan gigi susu dan gigi tetap dengan glassionomer cement. (Psb Penabur,
2010).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.\
D. Cara Kerja
1. Melakukan penyuluhan dan memberikan penjelasan kepada anak-anak tentang
maksud dan tujuan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut.
2. Melakukan pemeriksaan gigi pada anak-anak tersebut serta mencatat def-t, DMF-T,
debris index, kalkulus index dan OHI-S.
3. Mengumpulkan hasil pemeriksaan, kemudian melakukan analisa data dengan
menggunakan metode deskriptif. Dimana untuk mengetahui perbandingan
kebersihan gigi dan mulut di antara kedua sekolah tersebut dilakukan langkah
sebagai berikut :
a. Menentukan nilai OHIS
b. Menentukan jumlah karies
c. Melihat perbandingan antara nilai OHIS terhadap jumlah karies, apakah semakin
tinggi nilai OHIS maka semakin tinggi pula jumlah karies di antara SD Hang Tuah
dengan SDN 4 Benteng.
E. Cara Pemeriksaan dan Kriteria Penelitian
1. Pengumpulan data kebersihan mulut
Untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut dengan mempergunakan suatu index
yang disebut Oral Hygiene Index Simplifid (OHI-S) yang telah diselidiki oleh Green
dan Vermillion. Nilai daripada OHI-S ini merupakan nilai yang diperoleh dari hasil
penjumlahan antara debris index dan kalkulus index. Pemeriksaan klinis untuk dapat
mengetahui banyaknya kalkulus yang terdapat di dalam mulut seseorang dilakukan
pada gigi tertentu setiap sisi kanan, kiri, atas dan bawah dan hanya diperiksa pada
permukaan tertentu dan gigi tersebut, yaitu:
Pemeriksaan dilakukan secara sistematis pada :
a. Permukaan labial gigi insisif pertama kanan atas.
b. Permukaan labial gigi insisif pertama kiri bawah.
c. Permukaan bukal gigi molar pertama kanan atas.
d. Permukaan bukal gigi molar pertama kiri atas.
e. Permukaan lingual gigi molar pertama kiri bawah.
f. Permukaan lingual gigi molar pertama kanan bawah.
Pengukuran tingkat kebersihan gigi dan mulut dengan menggunakan indeks
kebersihan gigi dan mulut dari Greene dan Vermillion (Oral Hygiene Index Simplified
OHI-S).
Tabel 1. Kriteria Pemeriksaan DI-S dan CI-S:
DEBRIS INDEKS-
NILAI KALKULUS INDEKS-SKOR
SKOR
Tidak terdapat kalkulus
Tidak terdapat debris
atau karang gigi
0 atau pewarnaan pada
permukaan mahkota gigi
Debris menutupi
Ada kalkulus supragingiva
mahkota gigi seluas 1/3
1 pada 1/3 atau <1/3 gingiva
atau <1/3 bagian atau ada
permukaan gigi.
pewarnaan gigi
Ada kalkulus >1/3 tetapi
Debris menutupi >1/3 <2/3 gingival permukaan gigi
2 tetapi <2/3 mahkota atau terdapat kalkulus
permukaan gigi subgingiva di satu tempat
sekitar leher gigi
Ada kalkulus >2/3 gingival
Debris menutupi >2/3
permukaan gigi atau terdapat
3 bagian mahkota
kalkulus subgingival melingkari
permukaan gigi
leher gigi
F. Kerangka Konsep
1. Variabel terikat :
Karies Gigi
2. Variabel Bebas
Kebersihan Gigi dan Mulut (OHIS)
3. Variabel Pengganggu
Keturunan
Perilaku
Letak geografis
G. Defenisi Operasional
Kebersihan gigi dan mulut (OHIS) adalah tingkat kebersihan gigi dan mulut yang
diperoleh dari jumlah debris index dan kalkulus index.
Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan
jaringan, dimulai dari permukaan gigi (Pit, Fissure, dan daerah Interproximal) meluas
ke arah pulpa.
Keturunan diartikan sebagai hasil genetik yang dibawa orang tua yang
mempengaruhi keadaan kebersihan gigi dan mulut anak.
Perilaku diartikan sejauh mana anak menjaga kebersihan gigi dan mulutnya.
Letak geografis merupakan letak atau lokasi suatu daerah yang dijangkau dalam
ruang lingkup kebersihan gigi dan mulut.
web:file:///D:/METODOLOGI%20PENELITIAN/pengaruh-kebersihan-gigi-
dan-mulut_files/comment-iframe.htm