Anda di halaman 1dari 4

Limbah medis merupakan salah satu tantangan terbesar sehari-

hari yang dihadapi oleh penyedia layanan kesehatan. Beberapa


contoh limbah medis seperti tempat bekas rendaman darah
(sarung tangan, kain kasa, dll.), jaringan manusia atau hewan
yang dibuat selama prosedur pengobatan, setiap sampah yang
dihasilkan dari kamar pasien dengan penyakit menular, sertan
vaksin yang dibuang, demikian seperti diwartakan Medpro.
Limbah medis sendiri adalah segala jenis sampah yang
mengandung bahan infeksius (atau bahan yang berpotensi
infeksius). Biasanya berasal dari fasilitas kesehatan seperti
tempat praktik dokter, rumah sakit, praktik gigi, laboratorium,
fasilitas penelitian medis, dan klinik hewan. Limbah medis dapat
mengandung cairan tubuh seperti darah atau kontaminan lainnya.
Undang-undang Medical Waste Tracking Act tahun 1988
mendefinisikan limbah medis sebagai limbah yang dihasilkan
selama penelitian medis, pengujian, diagnosis, imunisasi, atau
perawatan manusia atau hewan. Beberapa contohnya piring
kultur, gelas, perban, sarung tangan, benda tajam yang dibuang
seperti jarum atau pisau bedah, penyeka, dan tisu. Menurut
Menteri Kesehatan Nila Moeloek, pengelolaan limbah medis di
Indonesia hingga kini dinilai masih belum optimal, padahal limbah
medis termasuk sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun) yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup
lainnya. "Menteri lingkungan pada waktu itu, sebelum Ibu Siti
[Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya
Bakar], mengatakan limbah medis harus dikelola oleh orang
[perusahaan] ketiga. Saya kira sangat galau, kalau limbah medis
tidak diperbaiki cara mengatasinya," kata Menkes beberapa
waktu lalu. Berdasarkan data yang dikeluarkan Kemenkes, total
terdapat 2820 rumah sakit, 9825 Puskesmas, dan 7641 klinik di
Indonesia, karenanya Menkes meminta masyarakat untuk
memikirkan bagaimana penanganan limbah medisnya. Dari data
yang ada, timbunan sampah medis bisa mencapai 296,86 ton per
hari yang dihasilkan dari Fasyankes yang tersebar di Indonesia.
Sementara kapasitas pengolahan yang ada hanya 115,68 ton per
hari. Baca juga: Bahaya Limbah Medis Rumah Sakit yang
Dibuang Sembarangan Jenis Limbah Medis Istilah "limbah medis"
menurut laman Bio Medical dapat mencakup berbagai macam
produk sampingan yang berbeda dari industri perawatan
kesehatan. Berikut ini kategori limbah medis yang paling umum
sebagaimana diidentifikasi oleh WHO: Benda tajam. Limbah jenis
ini meliputi segala sesuatu yang dapat menembus kulit, termasuk
jarum, pisau bedah, pecahan kaca, pisau cukur, ampul, staples,
dan kabel. Limbah Menular. Apa pun yang menular atau
berpotensi menular masuk dalam kategori ini, termasuk tisu, tinja,
peralatan, dan kultur laboratorium. Radioaktif. Limbah jenis ini
umumnya cairan radioterapi yang tidak digunakan atau cairan
penelitian laboratorium. Itu juga dapat terdiri dari gelas atau
persediaan lain yang terkontaminasi dengan cairan ini. Patologi.
Cairan manusia, jaringan, darah, bagian tubuh, cairan tubuh, dan
bangkai hewan yang terkontaminasi masuk dalam kategori limbah
ini. Obat-obatan. Pengelompokan ini mencakup semua vaksin
dan obat yang tidak digunakan, kedaluwarsa, dan / atau
terkontaminasi, seperti antibiotik, injeksi, dan pil. Bahan kimia.
Termasuk desinfektan, pelarut yang digunakan untuk keperluan
laboratorium, baterai, dan logam berat dari peralatan medis
seperti merkuri dari termometer yang rusak. Limbah Genotoksik.
Ini adalah bentuk limbah medis yang sangat berbahaya yang
bersifat karsinogenik, teratogenik, atau mutagenik. Ini dapat
termasuk obat sitotoksik yang dimaksudkan untuk digunakan
dalam pengobatan kanker. Siapa yang Beresiko Terkena Limbah
Medis? Orang-orang yang memiliki risiko tinggi tercemar limbah
medis tentu saja petugas kesehatan, pasien, petugas
pengumpulan dan pembuangan limbah, serta lingkungan sekitar.
Limbah medis dapat menimbulkan bahaya jika dikelola secara
tidak benar. Lalu mengapa limbah medis perlu dikelola dengan
cara yang benar? Berikut ini beberapa cara yang bisa dilakukan
untuk mengelola limbah medis dengan cara yang tepat seperti
dirilis dari Medical Waste. Sampah umum seperti tisu, kapas dan
bahan yang tidak terkena limbah infeksius digabung dengan
sampah biasa untuk dibuang. Benda tajam harus digabung,
terlepas apakah terkontaminasi atau tidak, dan harus dimasukkan
ke wadah anti bocor (biasanya terbuat dari logam atau plastik
berkepadatan tinggi dan tidak tembus) Kantung dan wadah untuk
limbah infeksius harus ditandai dengan lambang atau tulisan zat
infeksius. Limbah yang sangat menular jika memungkinkan,
segera disterilkan dengan autoklaf. Autoklaf adalah alat pemanas
tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi suatu benda
menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (1210C, 15 lbs)
selama kurang lebih 15 menit. Limbah sitotoksik, sebagian besar
diproduksi di rumah sakit besar atau fasilitas penelitian, harus
dikumpulkan dalam wadah yang kuat dan anti bocor dengan jelas
diberi label "Limbah sitotoksik". Sejumlah kecil limbah kimia atau
farmasi dapat dikumpulkan bersama dengan limbah infeksius.
Sejumlah besar obat-obatan kedaluwarsa atau kedaluwarsa yang
disimpan di bangsal atau departemen rumah sakit harus
dikembalikan ke apotek pembuangan. Limbah kimia dalam jumlah
besar harus dikemas dalam wadah tahan bahan kimia dan dikirim
ke fasilitas pengolahan khusus (jika tersedia). Limbah dengan
kandungan logam berat yang tinggi (misalnya kadmium atau
merkuri) harus dikumpulkan secara terpisah. Wadah aerosol
dapat dikumpulkan dengan limbah layanan kesehatan umum.
Limbah infeksius radioaktif tingkat rendah Apusan, jarum suntik
untuk penggunaan diagnostik atau terapeutik) dapat dikumpulkan
dalam kantong atau wadah kuning untuk limbah infeksius jika ini
ditujukan untuk pembakaran.

Baca selengkapnya di artikel "Apa Itu Limbah Medis dan


Bagaimana Cara Menanganinya?", https://tirto.id/ei2F

Anda mungkin juga menyukai