Anda di halaman 1dari 57

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes miltus (DM) ditandai dengan penumpukan gula darah

(gluokosa) yang membuat kadarnya naik hingga di atas normal, yaitu

melebihi 126 mg% dalam keadaan puasa dan 200 mg% saat 2 jam setelah

makan(haznam,2007).
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan Indonesia

menduduki kedudukan ke 4 di dunia dalam hal jumlah penderita Diabetes

miltus (DM). Indonesia dengan populasi 230 juta penduduk , merupakan

Negara ke 4 terbesar penderita Diabetes miltius setelah cina india, dan

amerika serikat (exinhua,2007). Pada tahun 200 jumlah penderuta Diabetes

miltus (DM) mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah

penderita Diabetes miltus (DM) di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta, kata

sidartawan soegondo konsultan diabetic dan metabolic dan endokrin dari

fakultas kedokteran universitas Indonesia. Lebih lanjut dikatakan oleh

soegondo bahwa kasus pre Diabetes miltus di Indonesia juga sangt tinggi

yaitu mencapai 12,9 juta orang, angka ini merupakan yang merupakan angka

yang ke 5 terbesar di dunnia, diperkiran akan naik hingga 20,9 jjuta di tahun

2025. Ironisnya, hanya 50% dari prndertita diabetes di Indonesia menyadari

bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita yang

melakukan pemerikasaan secara teratur.


Edwin menjelaskan, penyakit diabetes mellitus (DM) disebabkan

adanya perilaku penderita yang tidak menjalani pola hidup sehat sehingga

mengakibatkan meningkatnya kadar gula darah dalam tubuh. Penyakit

1
Diabetes miltus juga menjadi penyebab utama kebutaan, amputasi, kanker

pancreas, stoke, serangan jantung dan ginjal. Bahkan Diabetes miltus

membunuh lebih banyak dibanding HIV atau AIDS (waspada online, 2009).

Menurut Pranadji (2000), tujuan diet Diabetes miltus adalah untuk

memperbaiki kebiasaan gizi dan olahraga untuk mendapatkan control

metabolic yang lebi baik. Selain itu dapat mengetahui beberapa tujuan khusus

diantaranya yaitu memperbaiki kesehatan umum penderita, memberikan

jumlah energi yang cukup untuk memelihara berat badan ideal atau normal

dan memberikan sejumlah zat gizi yang cukup untuk memelihara tingkat

kesehatan yang optimal dan aktivitas normal. Antara lain tujuan dari diet

Diabetes miltus ialah menormalkan pertumbuhan anak yang menderita

Diabetes miltus, mempertahankan kadar gula darah sekitar normal serta

menekan atau menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.


Dengan banyaknya kasus Diabetes miltus dengan kontrol yang kurang

baik, maka penyuluhan tentang diet harus ditingkatkan ketahap maksimum

agar penderita dapat mengelakkan diri dari prognosis yang jelek dari Diabetes

miltus. Oleh sebab itu kami tertarik untuk mengetahui konsep asuhan

keperawatan pada pasien diabetes miltus di Ruang Pav.III RSAL Dr.Ramelan

Surabaya.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Konsep Asuhan keperawatan pada Ny. K Dengan diagnose medis

Diabetes Militus di Ruang Pav.III RSAL Dr.Ramelan Surabaya.


1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Menganalisa Asuhan Keperawatan pada Ny. K Dengan diagnose medis

Diabetes Militus di Ruang Pav.III RSAL Dr.Ramelan Surabaya.


1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengkaji kasus Diabetes Militus pada Ny. K

2
2) Menegakkan diagnose keperawatan hiperbarik pada Ny.K dengan

diagnose medis Diabetes Militus di Ruang Pav.III RSAL Dr.Ramelan

Surabaya.
3) Merumuskan intervensi asuhan keperawatan pada Ny.K dengan

diagnose medis Diabetes Militus di Ruang Pav.III RSAL Dr.Ramelan

Surabaya.
4) Melaksanakan implementasi asuhan keperawatan pada Ny.K dengan

diagnose medis Diabetes Militus di Ruang Pav.III RSAL Dr.Ramelan

Surabaya.
5) Mengevaluasi asuhan keperawatan pada Ny.M dengan diagnose medis

Diabetes Militus di Ruang Pav.III RSAL Dr.Ramelan Surabaya.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan landasan teoritis yang mendasari masalah

yang akan diteliti, meliputi :1) Konsep DM (Diabetes Melitus), 2) Konsep Ulkus

Diabetik, 3) Konsep Asuhan Keperawatan

2.1 Konsep DM (Diabetes Melitus)

2.1.1 Anatomi Fisiologi Pankreas

Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya dibelakang lambung.

Didalamnya terdapat kumpulan sel yang bebrbentuk seperti pulau pada peta,

karena itu disebut pulau-pulau laingerhan yang berisi sel beta yang mengeluarkan

hormon insulin, yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa darah. Tiap

3
pankreas mengandung kurang lebih 100.000 pulau laingerhand dan tiap pulau

berisi 100 sel beta. Selain sel beta ada pula sel alfa yang memprodiksi glukagon

yang bekerja sebaliknya dari insulin yaitu meningkatkan kadar glukosa darah juga

ada sel delta yang mengeluarkan somatastatin yang merupakan hormon yang

mengendalikan sistem endokrin dan berpengaruh pada sistem transimi sinyal

syaraf dan perkembangan sel tubuh (Fransisca, 2012).


Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira

15cm, lebar 5cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata

60-90 gram. Terbentang pada verebrata lumbalis 1 dan 2 dibelakang lambung

(Tholib, 2016).
Pankreas bertanggung jawab dalam mengatur kadar glukosa darah.

Perubahan kadar glukosa dalam plasma mengakibatkan penyesuaian sekresi

insulin untuk mengembalikan kadar glukosa darah pada rentang yang normal.

Insulin merupakan hormon anabolik utama yang meningkatkan cadangan energi.

Pada semua sel, insulin meningkatkan kerja enzim yang mengubah

glukosamenjadi bentuk cadangan energi yang lebih stabil yaitu glikogen (Erwin et

al., 2010). Insulin adalah hormone alami yang dikeluarkan oleh pankreas, Insulin

memegang peranan penting dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak, dan

protein (Rismayanthi, 2011).

2.1.2 Definisi DM

Menurut American Diabetes Association (ADA) Black & Hawks (2010,

Chaidir et al., 2017). mengemukakan Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Gejala umum

dari diabetes melitus adalah poliuria, polifagia, polidipsia. Klasifikasi dari

4
diabetes mellitus yaitu Diabetes Mellitus Tipe 1, Diabetes Mellitus Tipe 2,

Diabetes Mellitus Tipe Gestasional, dan Diabetes Mellitus Tipe Lainnya. Jenis

diabetes mellitus yang paling banyak diderita adalah Diabetes Mellitus Tipe 2,

dimana sekitar 90- 95% orang mengidap penyakit ini.


Diabetes mellitus adalah penyakit multifaktorial, yang ditandai dengan

sindroma hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak

serta protein yang disebabkan insufisiensi sekresi insulin ataupun aktivitas

endogen insulin atau keduanya. Hiperglikemia yang tidak terkontrol juga dapat

menimbulkan banyak penyakit komplikasi seperti neuropati, stroke dan penyakit

pembuluh darah perifer (Suryani, Pramono dan Septiana, 2016)


Diabetes Melitus adalahpenyakit yang ditandai dengan terjadinya

hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang

dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau

sekresi insulin.Gejala yang dikeluhkan pada penderita Diabetes Melitus yaitu

polidipsia, poliuria, polifagia, penurunan berat badan, kesemutan (Fatimah, 2015).


Diabetes merupakan suatu penyakit yang menyebabkan kematian bagi

empat juta orang setiap tahunnya, penyebab utama serangan jantung, stroke,

kebutaan, gagal ginjal, dan amputasi kaki. Dengan demikian diabetes merupakan

penyakit tidak menular pertama yang dinyatakan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-

Bangsa) sebagai penyakit yang memerlukan perhatian khusus bagi dunia menurut

Soegondo & Sukardji ( 2008, dalam Ichsan dan Rosyidah, 2013).


Diabetes adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh tingginya kadar

gula dalam darah, yang disertai dengan adanya kelainan metabolik. Normalnya,

gula darah dikontrol oleh insulin, suatu hormon dihasilkan oleh pankreas, yang

memungkinkan sel untuk menyerap gula didalam darah. Akan tetapi, pada

5
diabetes terjadi defisiensi insulin yang disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin

dan hambatan kerja insulin pada reseptornya (Handaya, 2016).


Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif, yaitu

penyakit akibat fungsi atau struktur dari jaringan atau organ tubuh yang secara

progresif menurun dari waktu ke waktu karena usia atau pilihan gaya hidup.

Penyakit ini juga dikenal sebagai penyakit akibat dari pola hidup modern dimana

orang lebih suka makan makanan siap saji, kurangnya aktivitas fisik karena lebih

memanfaatkan teknologi seperti penggunaan kendaraan bermotor dibandingkan

dengan berjalan kaki (Phitri dan Widiyaningsih, 2013).

2.1.3 Klasifikasi DM

Menurut (Tholib, 2016) mengatakan bahwa DM (Diabetes Melitus) dibagi

menhadi beberapa, yaitu :


1. DM Tipe 1 (IDDM)
a. Faktor genetik
Peningkatan kerentanan sel beta dan perkembangan antibodi

autoimun terhadap penghancuran sel-sel beta.


b. Faktor imunologi
Respon autoimun abnormal sehingga menyebabkan antibodi

menyerang jaringan normal yang dianggap jaringan yang asing.


c. Faktor Lingkungan : virus/toksin
Infeksi virus pada individu yang peka secara genetik.
2. DM Tipe 2 (NIDDM)
a. Usia
Cenderung meningkat diatas 65 tahun
b. Obesitas
Obesitas menurunkan reseptor insulin dari sel target diseluruh tubuh

sehingga insulin yang tersedia menjadi kurang efektif dalam

meningkatkan efek metabolik.


c. Riwayat Keluarga
d. Gaya hidup

3. Diabetes Melitus Tipe lain

6
Beberapa tipe lain seperti efek genetik fungsi sel beta, efek genetik kerja

insulin, penyakit eksokrin pankreas,karena obat arau zat kimia, infeksi, penyebab

imunologi yang jarang, dan sindrom genetik yang berkaitan dengan DM.
4. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
Diabetes yang terjadi saat kehamilan ini adalah intoleransi glukosa yang

mulai timbul atau menular diketahui selama keadaan hamil. Oleh karena terjadi

peningkatan sekresi berbagai hormon disertai pengaruh metabolik terhadap

glukosa, maka kehamilan merupakan keadaan peningkatan metabolik terhadap

tubuh dan hal ini berdampak kurang baik bagi janin.

2.1.4 Patofisiologi DM

1. DM Tipe 1
DM Tipe 1 merupakan penyakit hiperglikemia akibat ketidakabsolutan

insulin, pengidap penyakit ini harus mendapatkan insulin pengganti. Disebabkan

oleh destruksi autoimun karena infeksi, biasanya virus dan respons autoimun

secara genetik pada orang yang terkena. Faktornya bisa dari Faktor genetik,

imunologi, kehamilan dan infeksi lain yang tidak berhubungan langsung (Tholib,

2016).
Diabetes tipe-1 juga disebut sebagai insulin dependent diabetes mellitus

(IDDM) merupakan penyakit kronis yang biasanya didiagnosis pada anak-

anak/remaja (Sadikin Laila & E.M.A Subekti, 2013).


2. DM Tipe 2
Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat

insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau

berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta

pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin dependent

diabetes mellitus.Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik

yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel

7
beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin). Kejadian DM

Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki.Wanita lebih berisiko mengidap

diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa

tubuh yang lebih besar (Fatimah, 2015).


DM tipe 2 atau NIDDM adalah gangguan yang melibatkan baik genetik

dan faktor lingkungan, ini adalah tipe DM paling umum dan 90% mengenai DM

saat ini. Biasanya terdiagnosis setelah usia 40 tahun dan lebih umum diantara

dewasa tua dan obesitas.DM tipe 2 sering menimbulkan masalah kebutaan,

gangguan kaki luka, dan masalah lainya (Huda, 2017)..

2.1.5 Manifestasi Klinis DM

Gejala klinis yang klasik adalah mula-mula polifagia, polidipsi, poliuria,

dan berat badan naik (fase kompensasi). Apabila keadaan ini tidak segera diobati

maka akan timbul gejala fase dekompensasi yang disebut gejala klasik diabetes,

yaitu poliuria, polidipsi, dan berat badan turun dalam keadaan ini disebut trias

sindrom diabetes akut yang apabila tidak segera di obati akan menimbulkan gejala

kronis komplikasi diabetes seperti kelemahan badan, kesemutan, kekakuan otot,

penurunan kemampuan seksual, gangguan pengelihatan, dll (Handaya, 2016).

2.1.6 Komplikasi DM

Penyakit diabetes mellitus ini jika tidak ditangani dengan baik di takutkan

akan terjadi komplikasi. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes

mellitus adalah komplikasi kronik yang sangat sukar di tangani karena berjalan

pelan tapi pasti dan karena itu akan memerlukan biaya pengobatan yang sangat

tinggi terutama yang disebabkan oleh makroangiopati yang ada hubungan dengan

aterosklerosis atau PJK (penyakit jantung koroner), untuk menghindari terjadi

komplikasi maka harus dilakukan tindakan atau penatalaksanaan diabetes mellitus

8
yang berfungsi menormalkan aktifitas insulin. Penatalaksanaan diabetes mellitus

adalah menjalankan diet dengan benar, latihan atau olahraga, pemantauan kadar

glukosa, terapi dan pendidikan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

kepatuhan pasien kepada pola gaya hidup sehat yang dianjurkan oleh dokter pada

pengobatan penyakit yang bersifat kronik, umumnya rendah (Phitri and

Widiyaningsih, 2013).
1. Komplikasi Makrovaskuler Pada Diabetes Melitus
Komplikasi Makroangipati merupakan penyebab utama mortalitas dan

morbiditas pada penderita Diabetes Melitus. Anak-anak yang diabetesnya tidak

terkontrol memiliki resiko tinggi terkena komplikasi Makrovaskuler dalam satu

atau dua dekade berikutnya. Semua hal ini kemudian berkontribusi menyebabkan

proliferasi otot polos pada dinding pembuluh darah arteri dan mengarah pada

pembentukan plak fibrosa.


2. Komplikasi Mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler pada penderita diabetes merupakan penyebab

utama terjadi kebutaan, gagal ginjal terminal, dan berbagai macam kelainan

syaraf. Penebalan pada membran basal pembulu kapiler, hiperpasia sel endotel,

trombosit dan degenerasi perisit merupakan ciri khas dari komplikasi

mikrovaskuler pada penderita diabetes dan muncul dalam kurung waktu 1-2 tahun

(Handaya, 2016).
Berikut gambaran menifestasi yang disebabkan oleh komplikasi

mikrovaskuler :
a. Retinopati
Retina merupakan salah satu organ yang sangat aktif secara metabolik

pada setiap selnya dibandingkan organ-organ lainya dalam tubuh. Hal tersebut

menyebabkan retina menjadi sasaran yang empuk bagi komplikasi mikrovaskuler

pada diabetes.
b. Nefropati

9
Diabetes merupakan paling sering terjadinya gagal ginjal terminal di

dunia. Meskipun demikian, mekanisme yang pasti dari kerusakan ginjal diabetes

masih belum diketahui. Berbagai macam mekanisme seperti hiperklemia,

hiperfiltrasi, kenaikan viskositas darah, kenaikan tekanan glomerulus,

albuminuria, protein kinase C, growth factor, advance glycation end product

dianggap berkontribusi terhadap nefropati.


c. Neuropati
Neuropati diabetik merupakan penyebab paling umum dari neuropati di

dunia dan mungkin merupakan komplikasi yang paling umum dari diabetes.

Perubahan morfologi pada tahap awal terjadinya komplikasi neuropati pada

diabetes, baik pada sistem syaraf perifer maupun sentral adalah degenerasi

aksonal yang sering menyebabkan hilangnya mielin pada serabut syaraf karena

terganggunya metabolisme pada sel schwann. Lokasi terjadinya kondisi patologis

dari komplikasi ini dapat mencakup sum-sum tulang belakang, ganglion akar

posterior, atau serabut syaraf perifer. Perubahan ini bisa terjadi sendiri ataupun

dalam kombinasi (Handaya, 2016).

2.2 Konsep Ulkus Diabetik

2.2.1 Definisi Ulkus Diabetik

Definisi Ulkus Diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer

akibat penyakit diabetes melitus.Biasanya gangren tersebut terjadi pada daerah

tungkai (Maghfuri, 2016 dalam Huda, 2017).


Ulkus kaki diabetes merupakan komplikasi diabetes yang berkaitan dengan

mordibitas, yang disebabkan oleh maskrovaskuler ( Kerusakan pembuluh darah

besar) dan mikrovaskuler (Kerusakan pembuluh darah kecil). Komplikasi ini

diperkirakan terjadi kurang lebih 15% dari semua pasien dengan diabetes, dengan

resiko terjadinya kekambuhan dalam 5 tahun sebesar 70% dan menjadi 84%

10
penyebab amputasi kaki pada penderita diabetes. Pasien diabetes yang mengalami

amputasi mempunyai angka mortalitas dalam 5 tahun pasca amputasi sebesar 39-

80% (Handaya, 2016).


Luka diabetik adalah jenis luka yang ditemukan pada penderita diabetes

melitus. Luka mula-mula tergolong biasa dan seperti pada umumnya tetapi luka

yang ada pada penderita diabetes ini jika salah penanganan dan perwatan akan

terjadi infeksi. Luka kronik dapat menjadi luka gangreng dan berakibat fatal serta

berujung pada amoutasi (Tholib, 2016).


Ulkus diabetes adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke

dalam dermis, yang biasanya terjadi di telapak kaki. Separo lebih amputasi non

trauma merupakan akibat dari komplikasi ulkus diabetes, dan disertai dengan

tingginya angka mortalitas, reamputasi dan amputasi kaki kontralateral. Bahkan

setelah hasil perawatan penyembuhan luka bagus, angka kekambuhan

diperkirakan sekitar 66%, dan resiko amputasi meningkat sampai 12%. Beberapa

etiologi yang menyebabkan ulkus diabetes meliputi neuropati, penyakit arterial,

tekanan dan deformitas kaki (Perdanakusuma, 2013).

2.2.2 Faktor-faktor Terjadinya Ulkus Diabetik

Faktor resiko terjadinya luka DM diantaranya adalah neuropati perifer,

durasi diabetes lebih dari 10 tahun, deformitas kaki, penyakit vaskular perifer,

merokok, riwayat adanya luka sebelumnya, amputasi, kontrol gula darah yang

buruk, faktor nutrisi, dan genetik. Diantara faktor-faktor diatas faktor yang paling

menentukan adalah neuropati (Sari, 2015).

2.2.3 Etiologi Ulkus Diabetik

Menurut (Maryunani, 2015)Tipe luka diabetes dibedakan menjadi tiga tipe

berdasarkan penyebabnya, yaitu :


1. Luka Neuropati (disebabkan oleh neuropati perifer)

11
a. Terjadi pada daerah yang memiliki tekanan pelantar yang tinggi

(kepala metatarsal, bagian pelantar dari jempol, tumit).


b. Penderita tidak merasakan sakit kecuali ada komplikasi seperti

infeksi.
c. Ada formasi kalus pada pinggir luka
2. Luka iskemia (disebabkan oleh penyakit vaskular perifer)
Luka pada daerah yang memiliki alirandarah yang buruk

jarang terjadi karena penyakit vaskular itu sendiri. Luka biasanya

diawali karena adanya trauma, seperti kaki terkena benda keras,

sepatu yang terlalu sempit, atau pecah-pecah pada daerah tumit.

Karakteristik dari luka iskemia (Yunita Sari, 2015) yaitu :


a. Terjadi di tepi-tepi atau dibagian dorsal dari kaki dan jari-jari kaki

atau diantara jari-jari kaki.


b. Biasanya terasa sakit.
c. Dasar luka biasanya kuning atau hitam
3. Tipe campuran/luka neuro-iskemik (disebabkan karena campuran

neuropati perifer dan penyakit vaskular perifer)


Luka neuroiskemik memiliki etiologi campuran, yaitu

neuropati dan iskemik. Gambaran visual luka ini juga merupakan

campuran dari tanda-tanda luka neuropatik dan iskemik.

2.2.4 Derajat Ulkus Diabetik

Menurut (Tholib, 2016) ulkus pada penderita diabetes melitus dapat

diklafisakikan sebagai berikut :


1. Derajat 0
Dengan kriteria tidak ada lesi terbuka, kulitmasih utuh dengan

kemungkinan disertasi kelainan berbentuk kaki seperti claw dan

callus.
2. Derajat 1
Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
3. Derajat 2
Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
4. Derajat 3
Abses dalam, dengan atau tanpa oesteomielitis.

12
5. Derajat 4
Gangreng jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa

selulitis
6. Derajat 5
Gangreng seluruh kaki atau sebagian tungkai.

2.2.5 Pencegahan Ulkus Diabetik

Lebih dari 90% ulkus akan sembuh apabila diterapi secara

komprehensif dan multidispliner, melalui upaya mengatasi penyakit

komorbid, menghilangkan atau mengurangi tekanan beban, menjaga luka

agar selalu lembab (moist), debridemen, atau emergensi sesuai dengan

indikasi (Huda, 2017).


Menurut (Maryunani, 2015) pencegahan terjadinya ulkus diabteik adalah:
1. Periksa kaki setiap hari
2. Cuci kaki setiap hari dengan sabun
3. Jaga kulit agar tetap lembut dan lentur
4. Pakai kaos kaki yang bersih
5. Jangan menggunkan sepatu yang terlalu sempit.

2.2.6 Komplikasi Ulkus Diabetik

Menurut, (Sadikin Laila & E.M.A Subekti, 2013)komplikasi akut dari

diabetes mellitus adalah, sebagai berikut :


a) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang disebabkan

penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai

berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah

obat-obat hiperglikemik oral golongan sulfonilurea.


b) Hiperglikemia
Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang

berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh

stress akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat.

Ulkus Diabetik jika dibiarkan akan menjadi gangren, kalus, kulit melepuh,

13
kuku kaki yang tumbuh kedalam, pembengkakan ibu jari, pembengkakan

ibu jari kaki, jari kaki bengkok, kulit kaki kering dan pecah.

2.3 Konsep Perawatan Luka

2.3.1 Prinsip Manajemen Luka

Prinsip Manajemen Luka Menurut, (Tholib, 2016) adalah :


1. Kontrol dan hilangkan penyebabnya seperti tekanan, neuropati dan

edema
2. Ciptakan dukungan sistemik seperti nutrisi dan cairan
3. Ciptakan dan pertahankan lingkungan luka seperti cegah infeksi,

buang jaringan mati, lembab, kebersihan luka, sistemik terapi.

2.3.2 Patogenesis Terjadinya Luka Diabetik

Patogenesis Luka Diabetik Menurut (Syamsiyah, 2017), adalah :


1. Untuk dapat mengerti dan selanjutnya dapat melakukan manajemen

perawatan luka diabetik yang tepat, baik pencegahan maupun

penatalaksanaanya terhadap kaki diabetik, petugas kesehatan yang

merawat kaki perlu sekali memahami patogenesis terjadinya luka diabetik.


2. Luka kaki merupakan kejadian luka yang tersering pada klien diabetik,

yang patogenesisnya diuraikan secara umum berikut ini:


a. Kaki diabetik sangat rentan terhadap kelaianan pembuluh darah dan

syaraf atau pembuluh darah tidak selalu bersamaan.


b. Gejala klinisnya biasanya berupa kombinasi kelainan syaraf atau

pembuluh darah, kemudian diikuti oleh infeksi.


c. Infeksi inilah yang kemudian bisa menjadi luka gangreng dan

memperburuk keadaan, yang akhirnya sering kali mengakibatkan

kaki di amputasi.
d. Neuropti Diabetik merupakan salah satu penyebab utama timbulnya

luka

14
2.3.3 Persiapan Dasar Luka

Menurut (Sari, 2015)dalam persiapan dasar luka ada beberapa komponen,

yaitu ;
1. Tissue Management (Manajemen Jaringan)
Didalam konteks persiapan dasar luka, manajemen jaringan dilakukan

melalui debridemen, yaitu menhilangkan jaringan mati pada luka. Jaringan yang

perlu dihilangkan adalah jaringan nekrotikdan slaf. Debridement memberikan

banyak manfaat diantaranya menghilangkan jaringan yang tidak tervaskularisasi,

bakteri, dan juga eksudat sehingga menciptakan kondisi luka yang dapat

menstimulasi munculnya jaringan sehat. Ada beberapa cara debridement yang

dapat dilaksanakan, yaitu :

a. Debridemen mekanis
Debridemen mekanis adalah cara debridemen dengan cara

menggunakan kekuatan fisik untuk mengambil jaringan nekrotik. Tipe

debridemen ini cepat untuk dilakukan, namun dapat menimbulkan rasa

sakit dan ketidaknyamanan pasien. Debridemen mekanis sering

dilakukan degan cara mengaplikasikan balutan basah-kering, dan juga

dengan menggunakan irigasi yang kuat.


b. Debridemen bedah
Debridemen bedag seringkali disebut dengan debridemen alat karena

menggunakan alat-alat untuk menghilangkan jaringan mati, seperti

pisau bedah atau gunting. Jenis debridemen ini adalah tipe debridemen

yang paling cepat dan efektif, namun memerlukan keterampilan yang

memadai.
c. Debridemen autolitik
Debridemen ini adalah merupakan tipe debridemen yang lebih lambat,

namun mudah untuk dilakukan, dan menimbulkan rasa nyeri yang

15
lebih sedikit dengan tipe debridemen yang lain. Urutan caranya yaitu

dengan mencuci luka, kemudian luka dibalut dengan balutan yang

dapat mempertahankan prinsip lembab. Luka yang lembap akan

menjadikan enzim-enzim dalam luka dapat mencerna jaringan mati.


d. Debridemen enzim
Debridemen enzim merupakan cara debridemen dengan menggunakan

enzim yang dibuat secara kimiawi untuk dapat mencerna jaringan mati

atau melonggarkan ikatan antara jaringan mati dan jaringan hidup.

Contoh dari debridemen enzim adalah :


1) Kolagenase bakterial
2) Papain-urea
3) Tripsin
4) Streptokinase-stretodornase
e. Debridemen biologi
Debridemen biologi dapat dilakukan dengan menggunakan belatung

yang sudag disterilkan. Jenis belatung yang digunakan adalah spesies

Lucia Ceratta atau Phaenic Sericata. Belatung ini dilektakkan didasar

luka selama 1-4 hari. Belatung ini mensekresi enzim proteolitik yang

dapat memecah jaringan nekrotik dan mencerna jaringan yang sudah

ada.
2. Inflamation And Infection Control (Inflamasi dan Kontrol infeksi)
Menurut (Sari, 2015) untuk memahami tentang luka yang mengalami

infeksi, perlu adanay pemahaman tentang :


a. Kontaminasi
Ditandai dengan adanya mikroorganisme yang tidak berpoliferasi pada

permukaan luka, dan tidak ada tanda-tanda kerusakan atau reaksi imun

dari penderita luka seperti kemerahan, edema, nyeri, panas atau

eksudat purulen.

b. Kolonisasi

16
Ditandai dengan adanya mikroorganisme yangberpoliferasi, namun

tidak ada kerusakan atau perubahan pada luka. Kolonisasi tidak akan

menganggu penyembuhan luka.


c. Kolonisasi kritis
Ditandai dengan adanya mikroorganisme yang tingkat multiplikasinya

dapat menganggu penyembuhan luka, namun tidak ada kerusakan

jaringan dan tidak ada tanda-tanda inflamasi jaringan seperti nyeri,

panas, edema, dan kemerahan.


d. Infeksi
Ditandai dengan adanya multiplikasi mikroorganisme pada jaringan

yang sehat. Ditandai dengan adanya kerusakanjaringan yang dapat

dilihat secara visual. Infeksi dapat bersifat lokal atau sistemik.


3. Moisture (Kelembapan)
Prinsip yang ketiga dari persiapan dasar luka adalah kelembapan yang

seimbang. Mempertahankan kelembapan yang seimbang adalah hal yang paling

penting dilakukan karena bila luka menjadi kering maka akan menghambat

migrasi dan aktifitas dari sel-sel epidermal.

2.3.4 Cara Pencucian Luka

Pencucian luka yang benar adalah dari daerah pusat dengan gerakan

melingkar ke sekeliling luka. Untuk mengurangi kontaminasidari luka,jangan

kembali ke daerah luka setelah mencuci pinggir luka atau daerah sekitar luka.

Luka yang mengandung debris atau sedang dalam fase inflamasi dan mengandung

jaringan nekrotik dicuci dengan menggunakan tekanan 7-12 psi. Tekanan

tersebut mampu menghilangkan debris dan memperlunak jarinagn nekrotik tanpa

merusak jaringan yang masih sehat (Sari, 2015).


Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka

terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik. Jika pemberian

17
antibiotik sudah dilakukan dan dalam beberapa hari tidak ditemukan

perkembangan luka, maka perlu dilakukan pemeriksaan kultur pus (Tholib, 2016).

2.3.5 Teknik Perawatan Luka

Saat ini, teknik perawatan luka telah banyak mangalami perkembangan,

dimana perawatan luka sudah menggunakan balutan modern. Prinsip dari produk

perawatan luka modern adalah mempertahankan dan menjaga lingkungan luka

tetap lembab untuk memfasilitasi proses penyembuhan luka, mempertahankan

kehilangan cairan jaringan dan kematian sel (Tiara, 2013).


Menurut (Tholib, 2016) Macam Teknik perawatan luka yaitu :
1. Pembersihan Luka
a. Meningkatkan, Memperbaiki, dan mempercepat proses penyembuhan

luka
b. Menghindari terjadinya infeksi
c. Mmbuang jaringan nekrosisis
2. Langkah-langkah Pembersihan Luka
a) Irigasi sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan

mati dan benda asing.


b) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
c) Berikan antiseptik
d) Bila diperlukan, tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian

anestasi lokal.
e) Bila perlu lakukan penutupan luka.
3. Penutupan Luka
a. Mengupayakan kondisi lingkungan bersih sehingga proses

penyembuhan berlangsung optimal.


b. Hindari penutupan primer pada luka terinfksi dan meradang serta luka

kotor.
4. Memilih Balutan
a. Permukaan lembab yang sedang dan seimbang
b. Sesuaikan dengan kondisi luka
c. Mananjemen luka yang benar
5. Tujuan Pembalutan
a. Melindungi luka dari kontamasi mikroganisme.
b. Membantu hemostatis

18
c. Mempercepat penyembuhan dengan cara menyerap drainese dan

untuk melakukan debridemen luka.


d. Menyangga atau mengencangkan tepi luka
e. Melindungi klien agar tidak melihat keadaan luka
f. Meningkatkan Isolasi suhu pada permukaan luka
g. Mempertahankan kelembapan yang tinggi di anatra luka dengan

balutan.

2.4 Konsep Penyembuhan Luka

2.4.1 Definisi Luka

Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan, dimana secara

spesifik terdapat subtansi jaringan yang rusak atau hilang. Setiap kejadian luka,

mekanisme tubuh akan mengupayakan dan mengembalikan komponen jaringan

yang rusak tersebut dengan membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan

keadaan sebelumnya (Gitardja, 2008).

Terminologi luka yang dihubungkan dengan waktu penyembuhan, dapat

dibagi menjadi :

a. Luka akut : Luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep

penyembuhan luka yang telah disepakati

b. Luka kronis : Luka yang mengalami kegagalan dalam proses

penyembuhan, dapat karena faktor eksogen atau endogen (Gitardja, 2008).

2.4.2 Proses Penyembuhan luka

Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi

jaringan yang rusak. Sifat penyembuhan pada semua luka adalah sama dengan

variasi bergantung pada lokasi, keparahan dan luas cidera (Amalia, 2015).

19
Proses penyembuhan luka tidak hanya sebatas pada proses regenerasi yang

bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor endogen seperti umur,

nutrisi, imunologi, dan kondisi metabolik (Gitardja, 2008).

Sehubungan dengan adanya perbahan, tahapan penyembuhan luka terdiri

dari :

a. Fase inflamasi (eksudasi) : Menghentikan pendarahan dan mempersiapkan

tempat luka menjadi bersih dari benda asing atau kuman sebelum dimulai

proses penyembuhan luka. Tujuan yang hendak dicapai pada fase ini

adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda

asing sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses

penyembuhan.

b. Fase Proliferasi (granulasi) : Pembentukan jaringan poliferasi untuk

menutup efek atau cedera pada jaringan yang luka. Proses kegiatan seluler

yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka

yang ditandai dengan adanya pembelahan / poliferasi sel.

c. Fase Maturasi (diferensiasi : Memoles jaringan penyembuhan yang telah

terbentuk menjadi lebih matang dan fungsional. Fase ini dimulai pada

minggu ke 3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan.

Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jarigan

baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu (Gitardja,

2008).

2.4.3 Lokasi dan Letak Luka

Dapat digunakan sebagai indikator terhadap kemungkinan penyebab

terjadinya luka, sehingga luka dapat diminimalkan, Misalnya klien datang dengan

20
letak luka pada ibu jari kaki, penyebab tertinggi letak luka pada ibu jari kaki

adalah akibat penekanan karena penggunaan sepatu yang terlalu sempit, angka

kejadian luka diminimalkan dengan tidak lagi menggunakan sepatu yang sempit

(Huda, 2017).

Hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran luka adalah mengukur

dengan menggunakan alat ukur yang tepat dn jika alat ukur tersebut digunakan

berulangkali, hindari infeksi silang. Pengukuran tiga dimensi dilakukan dengan

mengkaji panjang, lebar dan kedalaman luka kemudian dengan menggunakan

kapas lidi steril, masukan kedalam luka dengan hati-hati untuk menilai ada

tidaknya goa mengukurnya mengikuti putaran jarum jam (Gitardja, 2008).

2.4.4 Stadium Luka

Stadium luka dapat dibedakan berdasarkan atas :

d. Partial Thickness : Hilamgnya lapisan epidermis hingga lapisan dermis

paling atas dan terbagi atas stadium I dan II.


Stadium I : kulit bewarna merah, belumtampak adanya lapisan epidermis

yang hilang.
Stadium II : hilangnya lapisan epidermis atau lecet sampai batas dermis

yang hilang
e. Full Thickness : Hilangnya lapisan dermis hingga lapisan Subkutan dan

terbagi atas stadium III dan IV


Stadium III : rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan

subkutan.
Stadium IV : rusaknya lapisan subkutan hingga otot dan tulang

2.4.5 Warna Dasar Luka

Selama ini kita menggenal banyak sekali metode yang dipakai di klinik

untuk menentukan tingkatan atau dan stadium dan klasifikasi dari derajat

keseriusan suatu luka. Kemudahan yang ingin diperkenalkan untuk menilai derajat

21
keseriusan luka adalah menilai warna dasar luka.System ini dikenal dengan

sebutan RYB (red, yellow, black) (Huda, 2017).

f. Red / merah
Luka dengan dasar warna luka merah tua atau terang dan selalu tampak

lembab. Merupakan luka bersih, dengan banyak vaskularisasi, karenanya

mudah berdarah. Tujuan perawatan luka dengan warna dasar merah adalah

mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan lembab dan mencegah

terjadinya trauma dan pendarahan.

Gambar 2.1 Luka dengan dasar warna Merah

g. Yellow / kuning

Luka dasar warna luka kuning atau kecoklatan atau kuning kehijauan

atau kuning pucat adalah jaringan nekrosis. Merupakan kondisi luka yang

terkontaminasi atau terinfeksi dan avaskularisasi. Tujuan perawatannya

adalah dengan meningkatkan system autolisis debridement agar luka

bewarna merah, absorb eksudate, menghilangkan bau tidak sedap dan

mengurangi kejadian infeksi.

22
Gambar 2. 2 Luka dengan warna dasar kuning

h. Black / Hitam
Luka dengan dasar warna luka hitam adalah jaringan nekrosis, merupakan

jaringan avaskularisasi. Tujuan perawatanya sama dengan dasar warna

luka kering.

Gambar 2. 3 Luka dengan warna dasar hitam

2.5 Konsep Asuhan Keperawatan

2.5.2 Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses

keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam

23
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,

mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt

diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan

laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

1. Anamnese

a). Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,

alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal

masukrumah sakit dan diagnosa medis.

b). Keluhan Utama

Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang

menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,

adanya nyeri pada luka.

c). Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka

serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk

mengatasinya.

d). Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang

ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit

pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun

24
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-

obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

e). Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota

keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang

dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi,

jantung.

f) Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang

dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan

keluarga terhadap penyakit penderita.

2. Pemeriksaan fisik

a) Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,

berat badan dan tanda – tanda vital.

b) Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada

leher,telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan

pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,

gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah

penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.

c) Sistem integumen

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas

luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan

25
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan

kuku.

d) Sistem pernafasan

Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM

mudah terjadi infeksi.

e) Sistem kardiovaskuler

Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,

takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

f) Sistem gastrointestinal

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,

dehidrase,perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,

obesitas.

g) Sistem urinary

Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit

saat berkemih.

h) Sistem muskuloskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,

cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

i) Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,

mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

3. Pemeriksaan laboratorium

26
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

a). Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa

>120mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.

b). Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan

dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat

melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ),

merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).

c). Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik

yang sesuai dengan jenis kuman.

2.5.3 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakstabilan Glukosa Darah (hiperglikemi) b/d Resistensi

Insulin

2. Nyeri akut b.d Agen Pencedera Fisik (Post amputasi)

3. Gangguan Integritas Jaringan b/d Neuropati Perifer

4. Gangguan mobilitas fisik b.d ketidakbugaran fisik

27
4.5.2 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
1 Ketidakstabilan Setelah dilakukan 1. Identifikasi kemungkinan penyebab 1. Mencegah terjadinya hiperglikemi
.
Glukosa Darah tindakan keperawatan hiperglikemi yang dapat membahayakan nyawa

(hiperglikemi) selama 1x24 jam 2. Monitor kadar glukosa darah 2. Mengobservasi dan menilai kadar gula

b/d Resistensi diharapkan glukosa 3. Monitor tanda dan gejala hiperglikemi darah pasien secara rutin untuk

Insulin darah berada dalam 4. Ajarkan pengelola diabetes menentukan terapi berikutnya

batas normal 5. Berikan hasil kolaborasi pemberian 3. Mencegah terjadinya hiperglikemi

(<200mg/dl) insulinn dan diet DM yang dapat membahayakan nyawa

Kriteria Hasil : 4. Mengontrol kadar gula darah melalui

1. kadar glukosa darah intake pasien

membaik 5. Mengontrol kadar gula dengan

2. lelah/lesu menurun memberikan obat-obatan dan nutrisi

3. gemeter menurun

4. kesadaran meningkat
2 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan 1. Identifikasi skala nyeri 1. Mengetahui perkembangan

32
. Agen Pencedera tindakan keperawatan 2. Identifikasi skala nyeri, keadaan pasien
2. Mengetahui kondisi keadaan pasien
Fisik (Post selama 3x24 jam karakteristik, durasi, frekuensi, 3. Meringankan atau mengurangi rasa
amputasi) diharapkan nyeri
kualitas, intensitas nyeri nyeri pada tingkat kenyamanan
berkurang. Kriteria
3. Berikan teknik nonfarmakologis
yang dapat diterima oleh pasien.
Hasil: relaksasi distrasi 4. Membantu meyakinkan bahwa
4. Jelaskan penyebab, pemicu nyeri
1. Skala nyeri 5. Berikan hasil kolaborasi pemberian penanganan dapat memenuhi

berkurang atau analgetik kebutuhan pasien dalam

hilang 0-2. mengurangi nyeri


2. Ekspresi meringis 5. Memfasilitasi penggunaan obat

menurun resep secara aman dan efektif


3. Kesulitan tidur

menurun
4. Vital sign dalam

batas normal
3 Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor karakteristik luka 1. Menilai keadaan luka pasien
. 2. Monitor tanda- tanda infeksi
Integritas tindakan keperawatan 3. Ajarkan prosedure perawatan luka untuk dilakukan tindakan
Jaringan b/d selama 3x24 jam
mandiri berikutnya

33
Neuropati Perifer diharapkan integritas 4. Anjurkan mengkomsumsi tinggi 2. Mencegah terjadinya infeksi dini
3. Membersihkan luka pasien dari
jaringan dan kulit kalori dan protein
5. Lakukan tindakan perawatan luka mikroba
membaik. Dengan
6. Kolaborasi pemberian antibiotik 4. Protein adalah salah satu
kriteri hasil :
komponen yang penting untuk
1. Penyatuhan kulit
menyembuhkan luka
meningkat 5. Mencegah terjadinya luka yang

2. Jaringan granulasi jelek


6. Kolaborasi dengan team medis
meningkat
untuk mengatasi masalah luka
3. Nyeri menurun

4. Peradangan luka
pasien

menurun

5. Edema pada sisi luka

menuruns

6. Bau pada luka tidak

sedap menurun

7. Nekrosis menurun

34
4 Gangguan Setelah dilakukan 1. Identifikasi adanya nyeri atau 1. Mengetahui keluhan dan kondisi
.
mobilitas fisik tindakan keperawatan 2 keluhan fisik lainnya pasien
2. Indentifikasi toleransi fisik 2. Mengetahui keadaan pasien
b.d x 24 jam di harapkan
3. Memberikan dukungan dan
ketidakbugaran mobilitas normal .
melakukan pergerakan
3. Libatkan keluarga untuk membantu motivasi untuk melakukan gerakan
fisik Kriteria Hasil:
pasien dalam meningkatkan pada pasien
1. Kelemahan fisik 4. Memotivasi pasien latihan
pergerakan
menurun 4. Anjurkan mobilisasi sederhana berlahan- lahan
5. Memberikan informasi pentingnya
2. Pergerakan yang harus dilakukan
5. Jelaskan prosedur dan tujuan mobilisasi
ekstremitas

meningkat
mmobilisasi

3. Kekuatan otot

meningkat

4. ROM meningkat

5. Nyeri menurun

6. Pergerakan terbatas

menurun

35
36
BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas

Pasien adalah seorang perempuan bernama Ny. K dengan usia

68 tahun status Menikah beragama Kristen asal suku dari Jawa bahasa

yang sehari-hari digunakan adalah bahasa Jawa riwayat pendidikan

adalah PSG, pekerjaan Ibu Rumah Tangga masuk rumah sakit pada

hari Jumat, 13 September 2019 pada pukul 04.04 WIB dan dilakukan

pengkajian pada hari Selasa, 17 September 2019 di ruang R3 Rumkital

Dr.Ramelan Surabaya.

3.1.2 Keluhan utama :

Terdapat Luka Pada Jari Telapak Kaki Bawah Jempol Sebelah Kiri

3.1.3 Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang dari igd pada tanggal 13 september 2019

bersama keluarganya dengan keluhan kaki kiri terasa sakit,

sebelummnya pasien sudah menjalani operasi di RSI Ahmad Yani Post

Operasi amputasi pedis, 3 hari yang lalu. Luka terasa cekot- cekot saat

di gerakan dengan skala nyeri 5 (0-10) dan hilang timbul, mual (-),

muntah (-). Selama di igd pasien di lakukan tindakan DL, GDA, SE,

pemasangan Infus nacl 1500 ml/24 jam, Injeksi ranitidine 50 mg/iv,

Injeksi Ketorolac 30 mg/iv dan mendapatkan Diet B1 1900 kkal / hari

dan di MRS kan di R.3. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 17

37
september 2019 pasien mengeluh badan terasa sakit dan kaki jempol

kiri. Terdapat luka tertutup kassa, rembes (+).

3.1.4 Riwayat penyakit dahulu :

Pasien mengatakan sudah menderita sakit diabetes militus


selama 4 tahun dan px sudah juga memiliki penyakit hipertensi.
Riwayat Post Ops Digiti 1 dan 2 kaki kiri di RSI A.Yani 3 hari yang
lalu

3.1.5 Riwayat kesehatan keluarga :

Px mengatakan ibu pasien mempunyai riwayat penyakit DM,


dan keluarga ada yang memiliki riwayat darah tinggi.

3.1.6 Susunan keluarga (genogram) :

Keterangan:
Tinggal satu rumah
Perempuan
Laki-laki
Paisen
Meninggal

38
3.1.7 Riwayat alergi :

Pasien tidak memiliki alergi makanan, dan obat-obatan.

3.1.8 Tanda-Tanda Vital

Keadaan umum cukup, kesadaran Composmentis dengan

Tekanan darah 140/80 mmHg, suhu 36,8 derajat celsius nadi 88

kali/menit pernafasan 20 kali/menit, SPO2 99 %, EWS 0 dengan berat

badan 55 kg dan tinggi badan 157 cm.

3.1.9 Pemeriksaan Fisik Per Sistem

1. Sistem Pernafasan (Breath)

Hasil pengkajian sistem pernafasan didapatkan bentuk dada

normochest, dengan pergerakan simetris, tidak ada otot bantu nafas,

irama nafas reguler, pola nafas eapnea, taktil fomitus teraba di thorak

anterior dan posterior, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas

tambahan, tidak ada sesak, tidak ada sianosis, tidak ada batuk.

2. Sistem Kardiovaskuler (Blood)

Hasil pengkajian sistem kardiovaskuler didapatkan Ictus Cordis

teraba di ICS ke V midklavikula sinistra, irama jantung reguler, tidak

nyeri dada, bunyi jantung S1/S2 tunggal, tidak ada bunyi jantung

tambahan, CRT kurang dari 2 detik, akral hangat kering merah,tidak

ada odema, tidak ada pembersaran kelenjar getah bening.

3. Sistem Persarafan (Brain)

Pada pemeriksaan di sitem persyarafan didapatkan kesadaran

Compomentis, GCS : 456, reflek bisep pada sebelah kanan dan kiri

39
positif, reflek trisep pada kanan dan kiri positif, reflek patella pada

kanan dan kiri positif, reflek achiles pada kanan dan kiri positif, reflek

patologis kaku kudu negative, kaku kernig negative, babinsky

negative, brudzinsky negative. Pada pemeriksaan syaraf perifer di

dapatkan motorik baik dan sensorik masih baik.

Pada pemeriksaan dua belas nervus didapatkan nervus I reflek

membau /penciuman pasien masih baik, nervus II pasien mampu

mengenali keluarga saat berjarak 5 meter, nervus III pasien mampu

memutar bola mata mengikuti bolpoin perawat, nervus IV pasien

mampu menggerakan bola mata kearah atas bawah dan lateral, nervus

V mata berkedip keduanya saat diberi rangsang, nervus VI pasien

mampu menggerakan bola mata kearah lateral, nervus VII wajah

simetris, nervus VIII pendengaran masih baik, nervus IX terdapat

reflek muntah namun reflek menguyah berkurang, bibir bagian bawah

asimetris, nervus X reflek menelan baik, nervus XI terdapat

ketidakmampuan menggerakan bahu sebelah kiri dan nervus XII lidah

dapat bergerak dengan baik. Pemeriksaan ankle brachii index (ABI)

tidak diukur. Syaraf perifer motorik baik, sensoring + /+ dan otonomi

kulit kering.

4. Sistem Perkemihan (Bladder)

Pada pemeriksaan sistem perkemihan didapatkan pasien

mengeluh sering berkemih saat dirumah, pasien terpasang foley cateter

nomor 16 dengan produksi BAK setelah masuk rumah sakit dengan

jumlah urine 2000 cc/hari. Kandung kemih tidak ada retensi, tidak ada

40
nyeri tekan, BAK sebelum masuk rumah sakit 4 kali/hari dengan

jumlah urine 1800cc/hari.

5. Sistem Pencernaan (Bowel)

Pada pemeriksaan sistem pencernaan didapatkan membrane

mukosa kering, gigi masih utuh, faring tidak ada kemerahan.

Pasien mengatakan sering lapar dan haus dan diit sebelum

masuk rumah sakit adalah nasi,sayur dan ikan, nafsu makan baik

dengan mengkonsumsi air minum 1500-1700 cc / hari. Diit selama

masuk rumah sakit dengan diit TKTP dengan habis 1 porsi setiap kali

makan dengan frekuensi 3x makan per hari. Pasien tidak ada keluhan

mual, tidak ada muntah, bentuk abdomen datar dengan peristaltic usus

20x/menit tidak teraba pembesaran hepar, tidak teraba pembesaran lien

dan tidak terdapat nyeri abdomen.

BAB sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi 1x/hari

konsistensi lembek dan warna kuning, BAB setelah masuk rumah sakit

dengan frekuensi 1x/hari dengan konsistensi lembek, warna feses

kuning dan tidak terpasang kolostomi.

6. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (Bone)

Pada pengkajian inspeksi didapatkan pasien bedrest karena

lemas. Pasien lebih sering miring ke kanan dan ke kiri. Rambut

berwarna hitam dan ada yang berwarna putih, warna kulit sawo

matang, pada palpasi didapatkan turgor kulit elastis ROM bebas pada

bagian tubuh kanan dan kiri. Kekuatan otot nilai 5 untuk sendi pada

41
jari sebelah kanan, 5 untuk sendi pergelangan tangan, 5 untuk sendi

siku, dan 5 untuk sendi bahu.

Pada ekstermitas bawah didapatkan nilai 5 pada sendi jari kaki

kanan, 5 untuk sendi engkel sebelah kanan, 5 untuk sendi lutut dan 5

untuk sendi pinggul sebelah kanan. Dan kekuatan otot dengan nilai 5

pada sendi yang sama pada bagian tubuh sebelah kiri. Tidak ada

kelainan atau trauma pada tubuh pasien. Terdapat luka dan lesi di

pedis kaki kiri terbalut kassa ukuran diameter 10cm dengan

pengkajian luka warna dasar luka merah, eksudat ada tapi tidak

banyak, eksudat dan luka berbau namun tidak menyengat, tepi luka

warna merah terdapat granulasi namun belum menutup sempurna,

daerah luka warna merah dan kering. Pergerakan otot terbatas,

Kekuatan Otot:

5 5

555 555
5 5

555 544

7. Pemeriksaan Endokrin

Pasien tidak memiliki pembesaran kelenjar tyroid, pasien

memiliki riwayat DM yang tidak terkontrol sehingga dapat terjadi hipo

dan hiperglikemia.

42
8. Kemampuan Perawatan Diri

Sebelum masuk rumah sakit kemampuan pasien untuk mandi,

berpakaian, tolileting, berpindah dan berjalan, naik tangga, berbelanja,

memasak dan pemeliharaan rumah mandiri namun setelah masuk

rumah sakit semua kegiatan tersebut tidak mampu dilakukan pasien

sama sekali karena keterbatasan gerak.

9. Kemampuan Personal Heygine

Sebelum dirawat di rumah sakit pasien biasanya mandi 2 kali/hari,

ganti pakian 2x/hari, keramas 2x/minggu dan memotong kuku 1 bulan

sekali. Namun saat dirawat di rumah sakit pasien mandi melalui seka

1x/hari, belum keramas, ganti pakaian 1x/hari dan belum memotong

kuku selama MRS. Didapatkan pasien mulut lembab dan bersih. Di RS

sebagian pasien dibantu oleh keluarga untuk memenuhi perawatan diri.

10. Pola Istirahat Tidur

Sebelum dirawat dirumah sakit pasien biasanya tidur siang mulai jam

11.30 sampai dengan jam 13.00 WIB. Dan tidur malam jam 21.00

sampai jam 04.00 WIB.

Selama dirawat di RS pasien cemderung sering tidur dengan waktu

istirahat jam 11.00 – 12.00 lalu tidur lagi jam 13.00-14.00 dengan tidur

malam mulai pukul 20.00 sampai dengan pukul 05.00 WIB dengan

total 10-11 Jam/hari.

11. Pola Koping

43
Masalah Utama selama MRS pasien mengaku nyeri jika

digunakan duduk dan berjalan. Sebelumnya pasien bisa beraktifitas

mandiri, namun sejak sakit pasien beraktifitas dengan bantuan

sebagian. Sebelumnya pasien dapat berjalan namun sejak sakit pasien

tidak mampu berjalan. Kemampuan adaptasi terhadap masalah pasien

cukup baik karena pasien tidak sering berfikir negative terhadap

sakitnya, pasien juga jarang sekali mengeluh mengenai sakitnya.

3.1.10 Pemeriksaan Penunjang

Tabel 3.1 Hasil Laboratorium Ny. K dengan Type 2 Diabetes


Mellitus With Other Specifie Compliction tanggal 13 September
2019
Bas# 0.0 10^3/uL 0.0 - 0.1
Bas% 0.0 % 0.0 - 1.0
Eos# 0.03 10^3/uL 0.02 - 0.5
Eos% 0.1 % 0.5 - 5.0
HCT 30.7 % 37.0 - 54.0
HGB 10.3 g/dL
Lym# 1.74 10^3/uL 0.8 - 4.0
Lym% 9.5 % 20.0 - 40.0
MCH 22.9 pg 27.0 - 34.0
MCHC 33.6 g/dL 32.0 - 36.0
MCV 68.1 fL 80.0 - 100.0
Mon# 1.77 10^3/uL 0.12 - 1.2
Mon% 9.6 % 3.0 - 12.0
MPV 7.6 fL 6.5 - 12.0
Neu# 14.91 10^3/uL 2.0 - 7.0
Neu% 80.8 % 50.0 - 70.0
PCT 0.335 % 0.108 - 0.282
PDW 15.4 15.0 - 17.0
PLT 441 10^3/uL 150.0 - 450.0
RBC 4.51 10^6/uL 3.5 - 5.5
RDW_CV 13.3 % 11.0 - 16.0
RDW_SD 33.5 fL 35.0 - 56.0
WBC 18.45 10^3/uL 4.0 - 10.0
KIMIA
Chlorida 99.0 mmol/L 95.0 - 105.0
Kalium 3.8 mmol/L 3.00 - 5.00

44
Natrium 133.8 mmol/L 135.0 - 147.0
Gula Darah 380 mg/dL < 120

Hasil Pemeriksaan Foto Thorax PA / AP Supine / 1/2 Duduk dan


Lateral Ny. K dengan Type 2 Diabetes Mellitus With Other Specifie
Compliction tanggal 13 September 2019.

Kesimpulan:
Foto thorax normal Tak tampak proses keradangan aktif paru kiri
kanan

3.1.11. Terapi

Tabel 3.2 Terapi pada Ny. K di Ruang GII pada tanggal 12


September 2019

N Terapi Dosis Indikasi


O
1 Infuse Ns 1000cc/24jam Terapi cairan
2 Infuse D5% 500cc/24jam Terapi cairan
3 Cinam 4x1,5 gr/iv Anti biotik
4 Gentamycin 2x600mg/iv Antibiotik
5 keterolac 2x30mg/iv Analgetik
6 Ondencentron 2x8mg Mual, muntah
8mg
7 Neurodex tab 1x1 /oral Vitamin syaraf
8 Cilostazol 2x1/oral Vitamin syaraf
perifer
9 Sansulin Log 0-0-0-12 Sc Terapi diabet
1 Humolog Mix 12-0-12 Sc Terapi diabet
0

Surabaya, 17 September 2019

45
Kel. E2

3.2 ANALISA DATA


N Data Penunjang Etiologi Problem

No.
1 DS : Resistensi Insulin Ketidakstabilan

.1 a. Px mengatakan mempunyai Kadar Glukosa


riwayat DM sejak 4tahun
Darah:
yang lalu
Hiperglikemi
b. Px megeluh mudah lapar
c. Px mengeluh mudah haus
d. Px mengeluh sering
berkemih terutama malam
hari.
DO :
a. TD : 140/90 mmHg, Nadi
80x/menit, suhu 37 derajat
celcius, spo2 98%
b. GDA : 255 mg/dl
2 DS : Agen Pencedera Nyeri Akut

.2 P : pasien mengatakan nyeri Fisik (Post


luka di kaki
amputasi)
Q : cenut-cenut

46
R : Jempol kaki kiri
S : skala 5 (1-10) numberik

T : Pasien mengatakan nyeri


hilang timbul
DO:
a. Tekanan darah 140/80
mmHg, suhu 36,8 derajat
celsius nadi 88 kali/menit
pernafasan 20 kali/menit,
SPO2 99 %, EWS 0
b. Ekspresi menyeringai jika
kesakitan
c. Nampak memegangi kaki
jika berpindah posisi
d. Terdapat luka di kaki
pedis kiri terbalut kassa

3 DS: Pasien mengatakan Neuropati Perifer Gangguan

.3 terdapat luka di kaki kiri. Integritas Jaringan

DO :

a. Terdapat luka dan lesi di


pedis kaki kiri terbalut
kassa
b. ukuran diameter 10cm
dengan pengkajian luka
c. warna dasar luka merah.
d. eksudat lembab (2) luka
berbau saat membuka
balutan (1)
e. tepi luka warna merah
terdapat granulasi namun
belum menutup sempurna,
daerah luka warna merah
dan kering.

47
4 DS : pasien mengatakan Ketidak bugaran Gangguan
lemas
.4 DO : fisik Mobilitas Fisik
a. k/u cukup, gcs 456
b. kekuatan otot
5555 5555

5555 5544

c. Terdapat luka di pedis kiri


terbalut kassa
d. Pergerakan terbatas
e. Aktivitas pasien di bantu
oleh keluarga dan perawat

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakstabilan Glukosa Darah (hiperglikemi) b/d Resistensi Insulin

2. Nyeri akut b.d Agen Pencedera Fisik (Post amputasi)

3. Gangguan Integritas Jaringan b/d Neuropati Perifer

4. Gangguan mobilitas fisik b.d ketidakbugaran fisik

48
3.4 Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
No Keperawatan Hasil
1 Ketidakstabilan Setelah 1. Identifikasi kemungkinan 1. Mencegah terjadinya hiperglikemi
.1 Glukosa Darah dilakukan tindakan penyebab hiperglikemi yang dapat membahayakan nyawa
(hiperglikemi) keperawatan selama 2. Monitor kadar glukosa darah 2. Mengobservasi dan menilai kadar
3. Monitor tanda dan gejala gula darah pasien secara rutin untuk
b/d Resistensi
1x24 jam diharapkan
hiperglikemi menentukan terapi berikutnya
Insulin glukosa darah berada 4. Ajarkan pengelola diabetes 3. Mencegah terjadinya hiperglikemi
dalam batas normal 5. Berikan hasil kolaborasi yang dapat membahayakan nyawa
(<200mg/dl) pemberian insulinn dan diet DM 4. Mengontrol kadar gula darah melalui
Kriteria Hasil : intake pasien
 kadar glukosa 5. Mengontrol kadar gula dengan
darah membaik memberikan obat-obatan dan nutrisi
 lelah/lesu menurun
 gemeter menurun
 kesadaran
meningkat
2 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan 1. Identifikasi skala nyeri 1. Mengetahui perkembangan
.2 Agen Pencedera tindakan keperawatan 2. Identifikasi skala nyeri,
keadaan pasien
Fisik (Post selama 3x24 jam karakteristik, durasi, frekuensi, 2. Mengetahui kondisi keadaan
amputasi) diharapkan nyeri kualitas, intensitas nyeri pasien
berkurang. 3. Berikan teknik nonfarmakologis 3. Meringankan atau mengurangi rasa
 Kriteria Hasil: relaksasi distrasi nyeri pada tingkat kenyamanan
nyeri 4. Jelaskan penyebab, pemicu nyeri yang dapat diterima oleh pasien.
 Skala
5. Berikan hasil kolaborasi 4. Membantu meyakinkan bahwa
berkurang atau
pemberian analgetik penanganan dapat memenuhi
hilang 0-2.
kebutuhan pasien dalam

49
 Ekspresi meringis mengurangi nyeri
menurun 5. Memfasilitasi penggunaan obat
 Kesulitan tidur resep secara aman dan efektif
menurun
 Vital sign dalam
batas normal

3 Gangguan  Setelah dilakukan 1. Monitor karakteristik luka 1. Menilai keadaan luka pasien
.3 Integritas tindakan keperawatan 2. Monitor tanda- tanda infeksi untuk dilakukan tindakan
Jaringan b/d selama 3x24 jam 3. Ajarkan prosedure perawatan berikutnya
Neuropati Perifer diharapkan integritas luka mandiri 2. Mencegah terjadinya infeksi dini
jaringan dan kulit 4. Anjurkan mengkomsumsi tinggi 3. Membersihkan luka pasien dari
membaik. Dengan kalori dan protein mikroba
kriteri hasil : 5. Lakukan tindakan perawatan 4. Protein adalah salah satu
 Penyatuhan kulit
luka komponen yang penting untuk
6. Kolaborasi pemberian antibiotik menyembuhkan luka
meningkat
5. Mencegah terjadinya luka yang
 Jaringan granulasi
jelek
meningkat 6. Kolaborasi dengan team medis
 Nyeri menurun untuk mengatasi masalah luka
 Peradangan luka pasien
menurun
 Edema pada sisi luka
menuruns
 Bau pada luka tidak
sedap menurun
 Nekrosis menurun
4 Gangguan Setelah dilakukan 1. Identifikasi adanya nyeri atau 1. Mengetahui keluhan dan kondisi

50
.4 mobilitas fisik tindakan keperawatan keluhan fisik lainnya pasien
b.d 2 x 24 jam di 2. Indentifikasi toleransi fisik 2. Mengetahui keadaan pasien
ketidakbugaran harapkan mobilitas melakukan pergerakan 3. Memberikan dukungan dan
fisik 3. Libatkan keluarga untuk motivasi untuk melakukan
normal .
membantu pasien dalam gerakan pada pasien
Kriteria Hasil: meningkatkan pergerakan 4. Memotivasi pasien latihan
 Kelemahan fisik 4. Anjurkan mobilisasi sederhana berlahan- lahan
menurun yang harus dilakukan 5. Memberikan informasi pentingnya
 Pergerakan 5. Jelaskan prosedur dan tujuan mobilisasi
ekstremitas mmobilisasi
meningkat
 Kekuatan otot
meningkat
 ROM meningkat
 Nyeri menurun
 Pergerakan
terbatas menurun

3.5 TINDAKAN KEPERAWATAN


NoDx Waktu Tindakan TT Waktu Catatan Perkembangan (SOAP) TT
(tgl&jam) Wat (tgl&jam) Wat

51
17-9-2019 17-9-2019
16.00 Membina Hubungan Saling Percaya 21.00 S : pasien mengatakan kadang lemas
1. Terhadap perawat dan pasien O:
16.10 Memonitor kadar gula darah setiap - GDA 255 mg/dl besok pagi cek
pagi sebelum makan pagi ulang
GDA 255 mg/dl - Kesadaran compos metis, gemetar
Memonitoring tanda dan gejala (-), berkeringat (-) E2
16.15 hiperglekemi E2 - Pasien sering kencing produksi urine
Keadaan pasien baik, GCS 456 nafsu 1500/8jam
makan baik, gemetar (-) A: Ketidakstabilan glukosa darah
Menjelaskan kepada anggota keluarga (hiperglikemi) teratasi sebagian
18.00 pasien gejala hiperglekemi. P : Intervensi di lanjutkan
18.15 Memberikan terapi humolog Mix
12ui/sc
Memberkan diet NDM

2. 17-9-2019 Memonitoring vital sign 17-9-2019 P: Pasien mengatakan kadang terasa nyeri di
16.15 TD 140/80 mmhg 21.00 daerah kaki kirinya seperti di tusuk-tusuk jika
S 36,8oC E2 di gerakan E2
N 88 x/menit O:

52
RR 20x/menit - k/u cukup, gcs 456
16.20 SPO2 99% TD 140/80 mmhg
Mengkaji jenis nyeri dan tingkat skala pasien S 36,8 oC
P : post operasi amputasi RR 20 x/menit
18.00 Q : cekot- cekot N 88x/menit
R : kaki kiri SPO2 99%
S: skala 5 (sedang) - Ekspresi menyeringai jika kesakitan
T: kurang lebih 15 menit - Terdapat luka di kaki kiri terbalut
Mengajarkan teknik relaksasi dengan cara kassa
19.00 tarik nafas dalam hembuskan berlahan- lahan - Skala nyeri 4 (sedang)
lewat mulut A: Nyeri akut teratasi sebagian
19.05 Memberikan injeksi keterolac 30 mg/iv P: Intervensi dilanjutkan

3 17-9-2019 17-9-2019 S:-


15.45 Memonitoring karakter luka pasien 21.00 O:
- Terdapat luka pada pedis kaki kiri - Terdapat luka di pedis kiri terbalut E2
terbalut kassa E2 kassa
Melakukan perawatan luka - Dasar luka merah

53
16.00 - Dasar luka terlihat merah dengan - Masih terdapat eksudat sedikit
diameter 10 cm, eksudat lembab, berbau saat - Bau luka berkurang
di buka - Granulasi mulai membentuk
- Perawatan dilakukan dengan di bilas A : Gangguan Integritas Jaringan teratasi
ns dan dikeringkn dengan kassa di beri sebagian
17.00 metronidazole kompres P : Intervensi lanjut
Memberikn injeksi gentamicin 50
18.00 mg/iv
Memberikan injeksi Cinam 1.5 gr/iv

NoDx Waktu Tindakan TT Waktu Catatan Perkembangan (SOAP) TT


(tgl&jam) Wat (tgl&jam) Wat
18-9-2019 18-9-2019
09.00 Memonitor kadar gula darah setiap pagi 14.00 S : pasien mengatakan kadang lemas
1. sebelum makan pagi O:
GDA 206 mg/dl - GDA 206 mg/dl besok pagi
Memonitoring tanda dan gejala hiperglekemi cek ulang
Keadaan pasien baik, GCS 456 nafsu makan - Kesadaran compos metis,

54
baik, gemetar (-) - gemetar (-),berkeringat (-)
09.15 Menjelaskan kepada anggota keluarga pasien E2 - Pasien sering kencing, E2
gejala hiperglekemi. merasa haus
12.00 Memberkan diet NDM A: Ketidakstabilan glukosa darah
Pasien hanya menghabiskan ½ porsi yang (hiperglikemi) teratasi sebagian
telah di siapkan P : Intervensi di lanjutkan
2. 17-9- 2019 Memonitoring vital sign 17-9-2019 P: Pasien mengatakan kadang terasa nyeri
TD 120/90 mmhg di kaki kiri seperti di tusuk-tusuk jika di
12.00 S 37oC 21.00 gerakan
E2
N 84 x/menit O:
E2
RR 20x/menit - k/u cukup, gcs 456
SPO2 98% TD 120/90 mmhg
Mengkaji jenis nyeri dan tingkat skala pasien S 37 oC
P : post operasi amputasi RR 20x/menit
Q : cekot- cekot N 84 x/menit
R : kaki kiri SPO2 98%
S: skala 4 (sedang) - Ekspresi menyeringai jika
T: kurang lebih 15 menit kesakitan
12.15 Mengajarkan teknik relaksasi dengan cara - Terdapat luka di kaki kiri
tarik nafas dalam hembuskan berlahan- lahan terbalut kassa
lewat mulut - Skala nyeri 4 (sedang)
Memberikan injeksi keterolac 30 mg/iv A: Nyeri akut teratasi sebagian
12.20 P: Intervensi dilanjutkan
3 18-9-2019 18-9-2019 S:-
Memonitoring karakter luka pasien O:
10.00 - Terdapat luka pada pedis kaki kiri 21.00 - Terdapat luka di pedis kiri
E2
terbalut kassa terbalut kassa, rembes minimal, bau

55
12.00 - Rembes (+) sedikit, Bau (-) E2 (-)
Memberikan injeksi Cinam 1.5 gr/iv - Bau luka berkurang
A : Gangguan Integritas Jaringan teratasi
sebagian
P : Intervensi lanjut

NoDx Waktu Tindakan TT Waktu Catatan Perkembangan (SOAP) TT


(tgl&jam) Wat (tgl&jam) Wat
19-9-2019 19-9-2019
05.00 Memonitor kadar gula darah setiap pagi 07.00 S : Pasien mengatakan kadang lemas
1. sebelum makan pagi O:
GDA 210 mg/dl - GDA 210 mg/dl besok pagi
05.10 Memonitoring tanda dan gejala hiperglekemi cek ulang
Keadaan pasien baik, GCS 456 nafsu makan - Kesadaran compos metis,
baik, gemetar (-) gemetar (-), berkeringat (-)
05.30 Menjelaskan kepada anggota keluarga pasien E2 - Pasien sering kencing,
gejala hiperglekemi. A: Ketidakstabilan glukosa darah E2
07.00 Memberikan terapi humolog Mix 12ui/sc (hiperglikemi) teratasi sebagian
Memberkan diet NDM pasien hanya P : Intervensi di lanjutkan

56
menghabiskan ½ porsi yang sudah disiapkan
2. 19-9- 2019 Memonitoring vital sign 19-9-2019 P: Pasien mengatakan kaki kiri sakit
TD 140/70 mmhg berkurang
06.00 S 36,6oC O7.00 O:
E2
N 88 x/menit - k/u cukup, gcs 456
E2
RR 19 x/menit TD 140/70mmhg
SPO2 98% S 36,6 oC
Mengkaji jenis nyeri dan tingkat skala pasien RR 19 x/menit
06.10 P : post operasi amputasi N 88 x/menit
Q : cekot- cekot SPO2 98%
R : kaki kiri - Ekspresi menyeringai jika
S: skala 3 (sedang) kesakitan
T: kurang lebih 15 menit - Terdapat luka di kaki kiri
06.15 Mengajarkan teknik relaksasi dengan cara tarik terbalut kassa
nafas dalam hembuskan berlahan- lahan lewat - Skala nyeri 3 (ringan)
mulut A: Nyeri akut teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
3 19-9-2019 19-9-2019 S:-
Memonitoring karakter luka pasien O:
04.00 - Terdapat luka pada pedis kaki kiri 07.00 - Terdapat luka di pedis kiri
E2
terbalut kassa terbalut kassa
Melakukan perawatan luka - Dasar luka merah
04.15 - Dasar luka terlihat merah dengan E2 - Eksudat berkurang
diameter 10 cm, eksudat lembab, berbau (-) - Bau luka berkurang
- Perawatan dilakukan dengan di bilas - Granulasi mulai
ns dan dikeringkn dengan kassa di beri membentuk dan membaik
05.00 metronidazole kompres A : Gangguan Integritas Jaringan teratasi

57
Memberikan injeksi gentamicin 50 mg/iv sebagian
Memberikan injeksi inam 1.5 gr/iv P : Intervensi lanjut

58
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari hasil uraian tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnose

medis Diabetes Militus & Diabetic Foot Ulcer maka penulis dapat mengambil

kesimpulan:

4.1.1 Diagnosa yang muncul pada pasien Ny. K :

1. Ketidakstabilan Glukosa Darah (hiperglikemi) b/d Resistensi Insulin

2. Nyeri akut b.d Agen Pencedera Fisik (Post amputasi)

3. Gangguan Integritas Jaringan b/d Neuropati Perifer

4. Gangguan mobilitas fisik b.d ketidakbugaran fisik

4.1.2 Rumusan intervensi

1. Ketidakstabilan Glukosa Darah (hiperglikemi) b/d Resistensi Insulin

a) Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi

b) Monitor kadar glukosa darah

c) Monitor tanda dan gejala hiperglikemi

d) Ajarkan pengelola diabetes

e) Berikan hasil kolaborasi pemberian insulinn dan diet DM

2. Nyeri akut b.d Agen Pencedera Fisik (Post amputasi)

a) Identifikasi skala nyeri

b) Identifikasi skala nyeri, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas

nyeri
c) Berikan teknik nonfarmakologis relaksasi distrasi
d) Jelaskan penyebab, pemicu nyeri

e) Berikan hasil kolaborasi pemberian analgetik

3. Gangguan Integritas Jaringan b/d Neuropati Perifer

59
a) Monitor karakteristik luka
b) Monitor tanda- tanda infeksi
c) Ajarkan prosedure perawatan luka mandiri
d) Anjurkan mengkomsumsi tinggi kalori dan protein
e) Lakukan tindakan perawatan luka

f) Kolaborasi pemberian antibiotik

4. Gangguan mobilitas fisik b.d ketidakbugaran fisik

a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya


b) Indentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
c) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan

pergerakan
d) Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
e) Jelaskan prosedur dan tujuan mmobilisasi

4.2 Saran

a. Diharapka mahasiswa perawat dapat meningktkan mutu asuhan


keperawatan pada pasien dengan diagnose medis Diabetes Militus &
Diabetic Foot Ulcer dengan mengenal berbagai sumber bacaan
mengenai perawatan pasien dengan DM.
b. Mengutamakan safety dalam setiap prosedur tindakan kepada pasien
terutama SOP tentang perawatan lukadiabetic food ulcer.

DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo Tjokronegoro. Pelaksanaan diabetes militus terpadu.Cet 2. Jakarta :


Balai penerbit FKUI, 2002
Soegondo S,dkk.2007. Penatalaksanaan Diabetes Militus Terpadu, cetakkan
keenam. Balai penerbit FKUI : Jakarta
Sudoyo, W Aru. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis edisi 6.
Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

60
Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi
Pleura dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Johnson, M, et all. 2000. Nursing outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle Rive
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokaeran, Jilid I edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, CJ., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit
PTAlumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
http:/npkeperawatan.blogspot.com/2013/11/diabetes-mellitus-a.html#.
VMWaRGfq71U (diakses pada tgl 20 September 2019 pukul 12.30 wib)

61

Anda mungkin juga menyukai