Anda di halaman 1dari 23

TINJAUAN PUSTAKA

METHANOL – TOXIC OPTIC NEUROPATHY

Disusun oleh:

dr. Yustiadenta Widya Andika

Pembimbing:

dr. Riski Prihatningtyas, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP DR KARIADI
SEMARANG
2018

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4

I.I Latar Belakang ................................................................................................... 4

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI .................................................................................. 6

II. 1 Anatomi Nervus Optikus ................................................................................... 6

II. 2 Fisiologi Penglihatan ....................................................................................... 10

BAB III METHANOL - TOXIC OPTIC NEUROPATHY ................................................... 12

III. 1 Definisi............................................................................................................. 12

III. 2 Etiologi............................................................................................................. 12

III. 3 Patofisiologi ..................................................................................................... 13

III. 4 Gambaran Klinis .............................................................................................. 14

III. 5 Diagnosis.......................................................................................................... 15

III. 6 Penatalaksanaan ............................................................................................... 19

III. 7 Prognosis .......................................................................................................... 20

BAB IV PENUTUP ................................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 22

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Topografi nervus optik ....................................................................................... 6

Gambar 2 : Struktur nervus optik ......................................................................................... 8

Gambar 3 : Struktur kimia metanol .................................................................................... 12

Gambar 4 : Metabolisme metanol dalam tubuh ................................................................. 14

Gambar 5 : Gambaran HVFA pada pasien intoksikasi metanol ...................................... 18

3
BAB I

PENDAHULUAN

Metanol merupakan jenis alkohol yang paling toksik pada manusia dibanding jenis

alkohol lainnya. Toksisitas metanol pada manusia dapat menimbulkan morbiditas sampai

mortalitas. Metanol sendiri lebih banyak ditemukan di negara berkembang seperti Indonesia

dikarenakan dibandingkan dengan etanol harganya jauh lebih murah, sehingga minuman

keras terutama minnuman keras yang ilegal atau kerap kita sebut sebagai oplosan

menggunakan metanol sebagai bahan dasarnya. 1,2

Banyak laporan kasus yang sudah dipublikasikan secara internasional melaporkan

keracunan metanol yang terjadi di Indonesia. Kasus ini terutama dilaporkan banyak terjadi

pada turis asing paska berlibur di Indonesia dan mencoba minuman alkohol lokal yang

disebut arak dan mengalami gangguan penglihatan bahkan kematian setelah mengkonsumsi

arak tersebut. 3,4

Menurut data dari World Health Organization (WHO) disebutkan bahwa sebanyak

320 ribu orang pada usia 15-29 tahun meninggal dunia setiap tahunnya, terkait dengan

keracunan metanol. Kasus keracunan metanol yang terjadi di Indonesia makin marak dan

berakhir dengan kebutaan permanen dan bahkan kematian. Menurut World Health

Organization (WHO) berdasarkan The Australian 2009 disebutkan 45% keracunan metanol

dengan 25% terjadi kematian di Bali dan Lombok tahun 2009 dan di Makassar terjadi 5%

keracunan metanol dengan 3% terjadi kematian. 1,2

Untuk memastikan diagnosis dan penyebab adanya suatu neuropati optik toksik

metanol, maka pada setiap penderita yang datang ke poliklinik atau instalasi rawat darurat

harus diperiksa secara lengkap mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan tes diagnostik

untuk menentukan adanya disfungsi nervus optik. Atas dasar-dasar yang telah dikemukakan

4
dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai anatomi dan fisiologi nervus optik,

patofisiologi neuropati optik toksik metanol, patofisiologi, serta penatalaksanaan dan

prognosis dari neuropati optik toksik.

5
BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI

II.1 Anatomi Nervus Optikus

Nervus optik secara anatomi dimulai pada diskus optik, tetapi secara fisiologis dan

fungsional dimulai pada lapisan sel ganglion retina. Bagian pertama dari nervus optik

mengandung 1.0- 1.2 juta akson sel ganglion yang menembus sklera melalui lamina cribrosa.

Secara topografi, nervus optik terbagi menjadi 4 bagian, yaitu: 5,6,7,8

- Area intraocular dari nervus optik yang disebut diskus optik yang terbagi atas

prelaminar dan laminar ( ±1 mm )

- Area intraorbital yang berlokasi di muscle cone ( ±25 mm )

- Area intra canalicular yang berlokasi di kanalis optikus ( ±29 mm )

- Area intracranial yang berakhir di kiasma optikus ( ±16 mm )

Jadi panjang nervus optik kira-kira 40 mm. ( 5, 6).

Gambar 1. Topografi nervus optik.8

6
Area Intraocular (Diskus Optik)

Bagian intraokular nervus optik terdiri dari diskus optik. Nervus optik meninggalkan

retina sekitar 3 mm di sebelah nasal macula lutea, tepatnya pada diskus optik. Diameternya

1,5 mm dan berwarna pink pucat, lebih pucat dari area retina di sekitarnya. Bagian tepi diskus

optik rata atau sedikit lebih tinggi, sedangkan bagian tengahnya mengalami pencekungan,

tempat dimana pembuluh darah retina sentralis masuk ke dalam bola mata. 5,6,7

Diskus optik terdiri dari semua akson sel ganglion retina, dimana akson dari sistem

cone yang mendominasi bagian posterior retina melewati bagian lateral dari diskus optik.

Sedangkan akson-akson dari lateral retina tidak bergabung dengan akson sistem cone, namun

berjalan membentuk arkuata di superior dan inferiornya. Akson-akson dari area perifer dan

sentral retina akan bersatu, tapi saat mendekati nervus optik akson-akson retina perifer akan

berada pada bagian perifer nervus optik dan akson yang berasal dari sentral retina masuk

melalui bagian tengah nervus optik. Diskus optik tidak mengandung sel rods dan cone,

sehingga area ini tidak sensitif terhadap cahaya yang disebut sebagai blind spot. Blind spot

berada 15° dari titik fiksasi atau sekitar 4-5 mm dari fovea dan sedikit dibawah meridian

horisontal pada lapangan pandang temporal. 5,7

Di posterior diskus optik, serabut saraf mengalami mielinisasi, sedangkan akson di

daerah dekat diskus optik merupakan sel saraf yang tidak bermielin. Koroid dan seluruh

lapisan retina kecuali lapisan serabut saraf, berakhir pada tepi diskus optik. Serat-serat saraf

optik meninggalkan bola mata melalui orifisium lamina kribrosa yang dibentuk oleh jaringan

ikat sklera, jaringan ikat koroid dan membrana Bruch, serta astroglia yang berasal dari sistem

septal saraf tersebut. 5,6,7

7
Gambar 2 . Struktur Nervus Optik (a) gambaran klinis yang tampak pada oftalmoskop, (b)
potongan longitudinal, LC : lamina cribrosa, (c) potongan melintang, P : pia; A : arachnoid;
D : dura, (d) pembungkus nervus optik dan pembuluh darah Pial. 7

Bagian Intraorbital

Setelah melewati lamina cribrosa, nervus optik diselubungi oleh myelin sheath yang

dibentuk oleh oligodendrosit. Adanya mielin dan oligodendrosit ini menyebabkan diameter

nervus optik meningkat menjadi 3-4 mm. Panjang nervus optik bagian orbital kira-kira 25

mm, sekitar 6 mm lebih panjang dari ukuran jarak bola mata dengan kanalis optikus.

Ukurannya yang lebih panjang memungkinkan nervus optik berjalan berkelok-kelok dan

memudahkan pergerakan nervus optik mengikuti pergerakan bola mata. Nervus optik ini

diselubungi oleh 3 lapisan menings yaitu, lapisan padat duramater, lapisan arachnoid di

bagian tengah, dan lapisan vaskuler yang terdalam,piamater. 5,6

Pada bagian anterior bagian intraorbital nervus optik dikelilingi oleh jaringan lemak

yang mengandung pembuluh darah dan nervus siliaris. Ganglion siliaris berada di antara sisi

lateral serabut saraf dan muskulus rektus lateral . Sedangkan di bagian posterior, serabut

nasosiliaris dan arteri oftalmikus berjalan di sisi medial melintasi bagian atas nervus optikus.

8
Sekitar 12 mm di belakang bola mata, permukaan inferomedial dari duramater

ditembus oleh arteri dan vena retina sentralis. Pembuluh arteri retina sentralis kemudian

menembus lapisan subarachnoid secara oblik ke anterior menuju nervus optik, pembuluh

vena sentralis berjalan di posteriornya. 5,6

Akson serabut saraf optik membentuk kelompok-kelompok yang dipisahkan oleh

septa. Terdapat sekitar 1000 kelompok serabut saraf optik. Septa ini juga menyelubungi

pembuluh darah retina sentralis sampai ke diskus optik.7

Nervus optik berjalan melewati cincin jaringan ikat annulus Zinnii di dekat apeks

orbita. Pada apeks orbita, nervus optik melewati kanalis optik. Bersama nervus optik, dalam

kanal tersebut terdapat arteri oftalmikus, sebagian filamen plexus karotis simpatis dan

perluasan menings intrakranial yang membentuk pembungkus nervus optik. 5

Bagian Intracanalicular

Canalis optikus berada dalam ala parva tulang sphenoidalis dan memiliki panjang

sekitar 5 mm. Nervus optik yang berjalan dalam kanalis optikus diselubungi 3 lapisan

meningeal sheaths. Didalam orbita, nervus optik relatif bebas bergerak namun dalam kanalis

lebih terfiksasi. Hal ini disebabkan oleh karena dalam kanalis optik, duramater dari nervus

optik dan periostium bersatu, sehingga suatu lesi kecil dalam kanalis dapat menyebabkan

neuropati kompresi. Selain nervus optik, di dalam kanalis optik bagian tepi inferolateral juga

berjalan arteri oftalmika bersama dengan nervus simpatis postganglionik. 5,6

Bagian Intrakranial

Nervus optik meninggalkan kanalis optik melewati lipatan duramater, kemudian

berlanjut ke posterior dan medial dalam rongga subarachnoid naik 45 derajat ke kiasma optik

yang terletak di dasar ventrikel ketiga. Panjang bagian intrakranial setiap nervus optik adalah

± 16 mm. Diatas nervus optik terdapat permukaan inferior lobus frontalis, traktus olfaktorius,

9
arteri cerebralis anterior dan arteri komunikans anterior. Dilateral, berbatasan langsung

dengan arteri karotis interna yang keluar dari sinus kavernosus. Di inferior dan medial

berbatasan dengan sinus sphenoid dan sinus ethmoid posterior. 6,7

Nervus optik terdiri dari 1.200.000 akson bermyelin, 90 % diantaranya berdiameter

kecil (1 µm) dan sisanya berdiamater antara 2-10 µm. Akson-akson dengan diameter yang

lebih kecil berasal dari sel-sel ganglion midget yang membawa sinyal dari sel cone.

Sedangkan akson yang berdiameter lebih besar berasal dari sel ganglion yang meneruskan

sinyal dari sel rod. 5,6,7

II. 2 Fisiologi Penglihatan

Saraf optik merupakan indera khusus untuk penglihatan.Cahaya dideteksi oleh sel-sel

batang dan kerucut di retina, yang dapat dianggap sebagai end-organ sensorik khusus untuk

penglihatan.Badan sel dari reseptor-reseptor ini mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang

bersinaps dengan sel bipolar, neuron kedua di jalur penglihatan. Sel-sel bipolar kemudian

bersinaps dengan sel-sel ganglion retina. Akson-akson sel ganglion membentuk lapisan serat

saraf pada retina dan menyatu membentuk saraf optikus. Saraf keluar dari bagian belakang

bola mata dan berjalan ke posterior di dalam kerucut otot untuk masuk ke dalam rongga

tengkorak melalui kanal optik. 9,10

Di dalam tengkorak, dua saraf optikus menyatu membentuk kiasma optikum. Di

kiasma, lebih dari separuh serat mengalami dekusasio dan menyatu dengan serat-serat

temporal yang tidak menyilang dari saraf optikus sisi lain untuk membentuk traktus optikus.

Masing-masing traktus optikus berjalan ke nukleus genikulatum lateral. Dengan demikian,

semua serat yang menerima impuls dari separuh kanan lapang pandang masing-masing mata

membentuk traktus optikus kiri dan berproyeksi ke hemisfer serebrum kiri dan separuh kiri

lapang pandang berproyeksi ke hemisfer serebrum kanan. Dua puluh persen serat di traktus

10
melayani fungsi pupil. Serat-serat ini menuju ke nukleus pretektalis otak tengah, sementara

serat lainnya bersinaps di nukleus genikulatum lateral membentuk traktus genikulo-kalkarina.

Traktus ini berjalan melalui tungkai posterior kapsula interna dan kemudian menyebar ke

dalam radiasi optikus yang melintasi lobus temporalis dan parietalis dalam perjalanan ke

korteks oksipitalis (korteks kalkarina). 9,10

11
BAB III

METHANOL - TOXIC OPTIC NEUROPATHY

III.1 Definisi

Methanol - Toxic Optic Neuropathy merupakan kelainan yang menimbulkan visual

impairment yang disebabkan oleh bahan toksik metanol. Paparan metanol dapat terjadi pada

tempat kerja ataupun paparan sistemik, inhalasi, maupun oral. 11

III.2 Etiologi

Metanol merupakan jenis alkohol yang paling sederhana dan paling mudah

didapatkan secara komersial. Nama kimia dari metanol adalah metil alkohol dan sering

disebut sebagai alkohol kayu, spirtus, atau karbinol. Metanol adalah jenis alkohol yang tidak

berwarna, mudah menguap pada suhu kamar, memiliki berat molekul 32 g/mol. Mendidih

pada suhu 65o celcius dan larut air. Hampir seluruh metanol dibuat dari reaksi katalitik

karbon monoksida atau karbon diaoxida dengan adanya hirdrogen. Metanol digunakan pada

industri sebagai pelarut pembersih kaca, bahan anti beku, dan campuran untuk bahan bakar.

Metanol juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan cat dan bahan bakar kompor

portabel. 2,11,12

Gambar 3: Struktur kimia metanol (CH3OH) 13

12
Di negara berkembang metanol sering dijadikan sebagai pengganti etanol karena

harganya jauh lebih murah dan sering dijadikan sebagai minuman keras oplosan. Minuman

keras oplosan merupakan minuman keras yang terdiri dari berbagai campuran yang terdiri

dari metanol, minuman bersoda, suplemen kesehatan, obat-obatan bahkan bahan kimia.

Metanol ini bila dikonsumsi oleh manusia berpotensi menimbulkan morbiditas dan

mortalitas. 1,2

III.3 Patofisiologi

Metanol relatif baik diserap melalui kulit, traktus respiratorius, dan traktus

gastrointestinal. Tanpa terapi, konsumsi 30ml dari metanol (0.5mg/kgBB) dapat

menyebabkan kematian dan bahkan konsumsi hanya 4ml saja dapat menimbulkan kebutaan

yang irreversible. Metanol dengan rute oral akan diserap dengan cepat, penyerapan tertinggi

pada 30-60 menit. Metanol terdistribusi di cairan tubuh sekitar 50% sampai 60%. Metanol

sulit dimetabolisme sehingga dapat ditemukan kadarnya dalam darah sampai 7 hari setelah

dicerna. 12,14,15

Toksisitas metanol sebenarnya berasal dari produk metabolisme metanol itu sendiri,

yaitu asam format. Metanol akan dimetabolisme di hati oleh enzim alkohol dehydrogenase

dan aldehida dehidrogenase menjadi asam format. Kadar asam format yang tinggi aan

menimbulkan acidemia dan akumulasi pada retina akan menimbulkan inhibisi dari sitokrom

oksidase dan menyebabkan kerusakan pada mitokondria yang hasilnya akan terjadi

penurunan produksi ATP dan akhirnya terjadi disrupsi dari aliran aksoplasmik dan

pembengkakan dari akson dari nervus optikus dan edema dari nerve fiber layer. Selain itu

proses tersebut akan menimbulkan stress oksidatif yang juga berperan dalam kerusakan sel

retina dan nervus optikus. Hal ini akan memicu terjadinya kematian sel-sel retina dan nervus

13
optikus. Terjadinya demyelinisasi aksonal progresif akan berujung pada atrofi optik dan

hilangnya fungsi visual. 12,15

Gambar 4: Metabolisme methanol dalam tubuh. 14

Pada pemeriksaan histopatologi sel ganglion retina hewan coba yang diintoksikasi

metanol terdapat edema retina, vakuolisasi fotoreseptor dan epitel pigmen retina,

pembengkakan dan kerusakan mitokondria pada segmen dalam sel-sel foto reseptor, bervus

optikus dan epitel pigmen retina. 16

III.4 Gambaran Klinis

Gejala klinis awal non spesifik pada intoksikasi metanol berupa sakit kepala, vertigo,

mual, muntah, nyeri atau tidak nyaman pada perut, kelemahan menyeluruh, penurunan

kesadaran dan penurunan visus. Pada kondisi intoksikasi berat dapat terjadi koma, apnu,

kejang, kebutaan, perdarahan gastrointestinal, henti jantung, dan kematian yang disebabkan
16,17
karena asidosis metabolik.

Pada pemeriksaan fisik yang penting dicermati adalah status pupil dilaporkan pada

toksisitas metanol 100% akan melibatkan pupil, yang terjadi adalah reflek pupil yang

melambat, atau dapat terjadi fixed dilated pupil. Penurunan visus disebabkan oleh gangguan

fungsi mitokondria pada nervus optikus yang tampak sebagai nervus optik yang hiperemis,

14
peripapil edema, edema diskus optikus pada awal dan berakhir pada atrofi nervus optikus dan

penyempitan pembuluh darah. 16,17

Kerusakan visual permanen berhubungan dengan paparan lebih dari 24 jam dan

konsentrasi asam format didalam darah lebih dari 7nM. Kebutaan dapat terjadi rata-rata pada

takaran 0.1 ml/kgBB dan pada takaran 1-2 ml/kgBB metanol potensial menyebabkan

kematian. Dosis minimal yang dilaporkan dapat menyebabkan kebutaan sebesar 4ml. 18

III.5 Diagnosis

Anamnesis

Diagnosis methanol-toxic optic neuropathy berdasarkan klinis, dengan adanya riwayat

paparan metanol baik dilingkungan kerja maupun konsumsi alkohol oplosan yang menyebabkan

gangguan penglihatan. Pasien dapat mengalami kehilangan penglihatan yang mendadak,

progresif, tanpa nyeri, bilateral, umumnya simetris dan dapat disertai tanda intoksikasi sistemik

lain. Pasien dapat juga mengalami keluhan silau dan halusinasi penglihatan seperti melihat badai

salju (snowstorm) Kondisi ini dapat bermanifestasi 6-30 jam atau lebih setelah paparan.

Gangguan sensoris pada ektremitas dan masalah gait juga harus ditanyakan pada pasien. Riwayat

penyakit dahulu perlu ditanyakan apakah terdapat defisit penglihatan sebelumnya, riwayat

penyakit sebelumnya, obat-obatan dan alergi obat. Kebiasaan pasien seperti merokok, riwayat

minum alkohol terdahulu. Keluarga juga harus ditanyakan tentang riwayat kehilangan

penglihatan untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan nervus optikus herediter. Selain itu

teman dan keluarga juga perlu ditanyakan tentang kebiasaan lain seperti obat-obatan terlarang

dan merokok. 12-15

Pemeriksaan Klinis

Pada situasi mungkin dimana pasien dalam keadaan tidak sadar dan penilaian

ketajaman penglihatan tidak dapat dilakukan, penegakan diagnosis dari neuropati toksik optik

15
dapat terhambat bila riwayatnya tidak jelas. Pada pasien sadar, dapat dilakukan berbagai tes

untuk membantu penegakan diagnosis, antara lain: 13-17,20

1. Ketajaman penglihatan. Diperiksa dengan menggunakan Snellen's chart atau kartu

baca jarak dekat. Tajam penglihatan harus dinilai setiap hari apakah terdapat

perburukan atau perbaikan dari visus.

2. Relative afferent pupillary defect (RAPD): dinilai dengan swinging flashlight test.

Pada neuropati toksik optik seringkali tidak ditemukan adanya RAPD karena

seringnya karena efek sistemik dari metanol kedua mata akan terkena, namun

RPD masih mungkin ada bila kerusakan lebih berat pada salah satu mata.

3. Penglihatan warna. Pada toksik optik neuropati metanol pemeriksaan warna

merupakan salah satu pemeriksaan mudah yang penting dilakukan karena

seringkali simptom yang pertama kali terjadi adalah gangguan penglihatan warna.

4. Lapangan pandang. Meskipun tidak ada tanda patognomonis defek lapang

pandang dalam toxik optik neuropati, lapangan pandang harus dinilai pada pasien

sadar penuh dan kooperatif. Secara kasar lapang pandang dapat diperiksa dengan

pemeriksaan konfrontasi yang menunjukkan adanya defek lapang pandang sentral

maupun perifer..

5. Oftalmoskopi: Pada pemeriksaan oftalmoskopi tahap awal tampak nervus optik

yang hiperemis, kemudian dapat disusul peripapil edema, edema diskus optikus

pada awal dan berakhir pada atrofi nervus optikus dan penyempitan pembuluh

darah. Dilaporkan pada beberapa kasus terdapat perdarahan retina dan pigmen

epithelial detachment walaupun kasus ini disebutkan jarang terjadi.

16
Pemeriksaan Penunjang
14
1. Elektrofisiologi

- Visual evoked potential (VEP)

Pada neuropati toksik optik metanol pemeriksaan VEP menunjukkan adanya

gangguan dari konduksi dari nervus optikus.

- Elektroretinografi (ERG)

Pemeriksaan elektroretinografi tidak menunjukkan adanya kelainan pada neuropati

toksik optik metanol.

2. Imaging

Pemeriksaan imaging MRI dengan kontras dapat menunjukkan area hipodens pada

nukleus lentikularis pada pasien dengan nekrosis dari bangsal ganglion. Pemeriksaan

imaging juga dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding. 15,16

3. HVFA

Gambaran klinis lain yang dapat terjadi pada toksik optik neuropati metanol adalah

kerusakan papilomakular bundle yang ditandai dengan skotoma sentral, cecocentral, dan

jarang perifer pada pemeriksaan HVFA. 15,16

Gambar 5: Pemeriksaan HVFA menunjukkan skotoma cecocentral bilateral pada

wanita usia 27 tahun yang mengalami methanol-toxic optic neuropathy . 15

17
4. Serum metanol

Pemeriksaan konsentrasi serum metanol pada darah menjadi pemeriksaan yang


13-19
menunjang dari diagnosis neuritis optik toksik metanol.

5. Pemeriksaan fungsi hepar dan analisa gas darah.

Pemeriksaan fungsi hepar SGOT/ SGPT dapat menunjukkan peningkatan yang

signifikan pada pasien dengan riwayat konsumsi alkohol kronis. Bila pasien juga

mengalami gejala sistemik konsul dan rawat bersama dengan penyakit dalam untuk

mengetahui apakah terdapat asidosis metabolik. 14

III.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan primer dan tujuan dari intoksikasi metanol adalah terapi dari asidosis

metabolik, inhibisi terbentuknya metabolit metanol, dan meningkatkan eliminasi dari

metabolit metanol yang berupa:

- Alkalinisasi yang adekuat berkerjasama dengan bagian penyakit dalam untuk

mengatasi bila sudah terapat asidosis metabolik. 14-17

- Pemberian etanol atau fomefizol pada pasien yang masih belum menunjukkan gejala

dan rentang waktu konsumsi terakhir yang biasanya tidak lebih dari 30 jam. Etanol

berkompetisi dengan metanol untuk berikatan dengan enzim alkohol dehydrogenase

(ADH) sehingga dapat mengurangi metabolit metanol yang terbentuk, sedangkan

fomepizol merupakan inhibitor dari ADH. 14,18

- Hemodialisa dapat dilakukan bila pemeriksaan kadar plasma metanol >20mg/dl,

gangguan penglihatan, asidosis (pH <7.3), gagal ginjal, dan toksisitas sistemik yang

hebat. Hemodialisa merupakan metode terbaik untuk membuang metanol dan

metabolit toksiknya. 19,21

18
Penatalaksanaan tambahan lainnya yang dapat membantu adalah pemberian asam folat

dan steroid intravena dosis tinggi. Asam folat (vitamin B9), piridoksin (vitamin B6),

kobalamin (vitamin B12) dan tiamin (vitamin B1) dilaporkan dapat meningkatkan

metabolisme asam format sedangkan steroid intravena dosis tinggi dari beberapa laporan

kasus dan studi mengungkapkan terdapat perbaikan visus sebesar 87.5% pasien apabila
15,18,19
steroid dimulai segera tidak lama setelah konsumsi metanol.

Beberapa jurnal terbaru menyebutkan bahwa pemberian eritropoetin sebagai terapi

adjuvan memberikan hasil perbaikan visus yang lebih baik, mendampingi tindakan

hemodialisa dan pemberian steroid. Penelitian pada tikus wistar mengungkapkan

silymarin merupakan antioksidan flavonoid kompleks yang diberikan pada tikus model

intoksikasi metanol memberikan efek proteksi terhadap sel fotoreseptor retina pada

tingkat histopatologi.17, 22,23

III.7 Prognosis

Prognosis pasien dengan neuritis toksik optik metanol dapat diperkirakan dari: 13,15-18

- Kondisi klinis saat pasien datang, bila terdapat kelainan sistemk lain seperti asidosis

metabolik atau gagal ginjal akut prognosis visus buruk dan dapat mengancam nyawa .

- Visus pasien saat datang

Apabila visus pasien pada saat datang sudah buruk, kemungkinan untuk kembali

normal kecil karena kerusakan retina yang terjadi pada methanol-toxic optic

neuropathy ireversibel.

- Rentang waktu antara konsumsi alkohol dan kedatangan pasien untuk periksa.

Hasil metabolisme metanol terbentuk 6-30 jam paska konsumsi metanol, semakin

lama pasien datang setelah terpapar metanol semakin banyak asam format yang

terbentuk sehingga kerusakan retina yang ireveribel telah terjadi lebih jauh.

19
- Kondisi pupil pasien saat datang.

Hambatan pada reflek pupil, semakin lambat atau bahkan reflek dari pupil yang

negatif menunjukkan derajat dari toksisitas.

20
BAB VI

PENUTUP

Methanol – Toxic optic neuropathy merupakan sindrom yang ditandai oleh kerusakan

papillomakular bundle, defek penglihatan skotoma sentral atau cecosentral dan defisit pada

penglihatan akibat kerusakan nervus optik yang disebabkan oleh metanol. Insiden penyakit

ini bisa terjadi pada semua ras, jenis kelamin, dan semua umur. Angka morbiditas dan

mortalitasnya tergantung pada kuantitas konsumsi atau paparan metanol dan

penatalaksanaannya. 1,4

Mekanisme terjadi kerusakan nervus optik pada methanol – toxic optic neuropathy

berasal dari produk metabolisme metanol itu sendiri, yaitu asam format. Kadar asam format

yang tinggi akan menimbulkan acidemia dan akumulasi pada retina akan menimbulkan

inhibisi dari sitokrom oksidase dan menyebabkan kerusakan pada mitokondria yang hasilnya

akan terjadi penurunan produksi ATP dan akhirnya terjadi disrupsi dari aliran aksoplasmik

dan pembengkakan dari akson dari nervus optikus dan edema dari nerve fiber layer. Selain

itu proses tersebut akan menimbulkan stress oksidatif yang juga berperan dalam kerusakan

sel retina dan nervus optikus. Hal ini akan memicu terjadinya kematian sel-sel retina dan

nervus optikus. 3,4,12,15

Sebelum menentukan diagnosa neuropati optik toksik, terlebih dahulu kita melakukan

anamnesis, pemeriksaan fisis yang meliputi evaluasi sistemik dan pemeriksaan okuler, serta

pemeriksaan penunjang. Anamnesis adanya konsumsi alkohol sebelumnya mendukung

diagnosis sebagai methanol – toxic optic neuropathy. Selanjutnya dapat dilakukan

pemeriksaan laboratorium untuk menilai kadar metanol dalam darah sebagai dasar diagnosa

pasti etiologi methanol – toxic optic neuropathy. 13-18

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Bellasari N, Hartono. Toxic Optic Neuropathy Due to Metanol in Dr. Sardjito


Hospital (Lapen Intoxication). Sains Medika. 2011 Juli; III(2).

2. Yunard A, Nusanti S, Sidik M. Methanol Toxic Optic Neuropathy. Ophthalmol Ina.


2016 December; VI(42).

3. Klein KA, Warren AK, Bauman CR, Hedges TR. Optical coherence tomography
findings in methanol toxicity. International Journal of Retina and Vitreus. 2017
September; III(36).

4. Gee , Martin E. Toxic Cocktail: Methanol Poisoning in a tourist to Indonesia.


Emergency Medicine Australasia. 2012 February; X(24).

5. Snell R, Lemp M. Visual pathway in clinical anatomy of the eye USA: Blackwell
Science; 1998.

6. Oyster CW. The nerves of the eye and orbit in the human eye structure and function.
191240th ed. MAssachuset: Sinauer Associates; 1999.

7. Kanski J, Menon J. Neuro-ophthalmology in clinical ophthalmology Toronto:


Butterworth Heinemann; 2003.

8. Park SS. The anatomy and cell biology of the human retina Philadelpia: Lippincott
and William Wilkins; 2012.

9. Remington LA. Visual Pathway. 232253rd ed. USA: Elsevier; 2005.

10. Tsai. Oxford american handbook of ophthalmology. 514521st ed. Oxford: Oxford
University Press; 2011.

11. Ranche JM, Cruz RD, Inorencio FP. Methanol induced bilateral optic neuropathy.
Philipine Journal of Ophthalmology. 2004 October; 29(4).

12. Surhio SA, Memon S, Memon M, all e. Alkohol related toxic optic neuropathy case
series. Pakistan Journal of ophthalmology. 2013 July; 29(3).

13. National Center for Biotechnology Information. [Online].; 2018 [cited 2018 February
10. Available from: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/methanol.

14. Michat W, Olena W. Severe acute bilateral alkohol-induced toxic optic neuropathy.
Klinika Ozena. 2012 December; 114(3).

15. Miller NR, Subramanian P, Patel V. Walsh & Hoyt's Clinical Neuro-Ophthalmology.

22
3rd ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2016. 695-728 p.

16. Chiotoroiu S, Noaghi M, Stefaniu , all e. Tobacco-alcohol optic neuropathy - Clinical


challenges in diagnosis. Journal of Medicine and Life. 2014 October; VII(4).

17. Grzybowski A, Zulsdorff M, Wilhelm H, Tonagel F. Toxic optic neuropathies: an


updated review. Acta Ophthalmologica. 2015 April; 10(93).

18. Sharma R, Marasini S, Sharma AK. Methanol Poisoning: Ocular and neurological
manifestations. Optometry and Vision Science. 2012 February; 89(2).

19. Pappast SC, Silverman M. Treatment of methanol poisoning with ethanol and
hemodialysis. CMA Journal. 2002 June; 15(126).

20. Shams M, Zaheryany SM, Bidaki R. Dramatic methanol induced toxic optic
neuropathy and dramatically response to erythropoietin: a case report. Clin Case Rep
Rev. 2015 April; I(3).

21. Ranjan R, Kushwaha. An Unusual Case of Bilateral Multifocal Retinal Pigment


Epithelial Detachment with Methanol-Induced Optic Neuritis. J. Med. Toxicol. 2014
September; 10(2).

22. Pakravan M, Esfandiari , Sanjari N, Ghahari E. Erythropoietin as an adjunctive


treatment for methanol-induced toxic optic neuropathy. THE AMERICAN
JOURNAL OF DRUG AND ALCOHOL ABUSE. 2016 Juni; X(II).
23. Zarenezhad , Esfandiari A, Aliabadi A. Preventive effects of silymarin in retinal
intoxication with methanol in rat: Transmission electron microscope study. African
Journal of Pharmacy and Pharmacology. 2013 June; VII(25).

23

Anda mungkin juga menyukai