Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PAPER

TENTANG HAK POLITIK KAUM MARJINAL


DIAJUKAN SEBAGAI SYARAT UNTUK MEMENUHI SALAH SATU PENILAIAN
UJIAN TENGAH SEMESTER BERSIFAT TAKE HOME MATA KULIAH
HUKUM HAK ASASI MANUSIA
DOSEN :
DR. HERNADI AFFANDI, S.H, LL.M.
ERIKA MAGDALENA CHANDRA, S.H, M.H.
IMAM MULYANA, S.H, M.H.

OLEH:

RIZKY RAMADHAN
110110120334

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2014
BAB I : LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara dimana memiliki salah satu pokok yang belum terpecahkan yakni
mengenai terbentuknya sebuah sistem politik demokratis yang cukup mumpuni dan mampu
mengikuti arus globalisasi yang bersifat dinamis. Ketika Negara Indonesia dalam tahap
pembentukannya yakni pada tahap dimana sebuah proklamasi dibacakan oleh Ir. Soekarno pada
tanggal 17 Agustus 1945 hingga sampai saat ini pun permasalahan politik masih muncul di
permukaan. Sebagaimana kita ketahui, pada kurun waktu tersebut pernah diterapkan sistem politik
seperti di negara maju AS yang dimana sistem politiknya yakni sistem politik liberal. Sistem politik
ini di Indonesia telah menjadikan dunia perpolitikan nasional menjadi tidak stabil. Ketidakstabilan
inipun juga berpengaruh terhadap sistem sosial dan perekonomian negara dimana dalam sistem
liberal tersebut sesuai dengan pepatah yang mengatakan “yang kaya semakin kaya, yang miskin
semakin miskin” yang membuat kehidupan masyarakat semakin sulit untuk memperoleh kesaamaan
rata. Dari ketidakstabilan ini maka timbulah masalah-masalah baru yang berupa masalah-masalah
sosial. Permasalahan sosial yang kita bisa lihat saat ini ialah permasalahan timbulnya kelompok-
kelompok marjinal sebagai kelompok yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Negara
merupakan pihak yang seharusnya responsive terhadap keberadaan kelompok-kelompok marjinal ini.
Perwujudan kesejahteraan setiap warganya merupakan tanggung jawab sekaligus peran cital bagi
keberlangsungan negara. Di lain pihak masyarakat sendiri juga perlu rensponsif terhadap kelompok
marjinal ini jika memang masyarakat tersebut menginginkan kondisi kehidupan berkembang ke arah
yang lebih baik. Di Indonesia, permasalahan yang sedang berkembang pada waktu Pemilihan Umum
lalu yakni banyaknya hak politik kelompok marjinal tersebut dimanipulasi. Hal ini memang sangat
rentan terjadi pada pemilu tahun-tahun berikutnya. Mereka selalu menjadi korban yang disebut
sebagai “money politic”.

Kelompok ini selalu menjadi sasaran bagi para politisi-politisi yang sedang bertarung untuk membeli
hak suara terhadap kelompok marjinal itu. Tidak hanya pada masa pemilu, aktivitas politik uang ini
pun juga kerap terjadi pada masa pemilihan umum kepala daerah. Seperti yang kita lihat, penyebab
dari masalah tersebut lain dari hal yang lain lagi-lagi disebabkan oleh permasalahan “kondisi
ekonomi”, dimana kondisi ekonomi yang sulit serta pemahaman pendidikan yang kurang,
mendorong mereka untuk menjual haknya sendiri yaitu hak untuk memilih pemimpin mereka hanya
demi beberapa lembar uang atau bahkan bisa dengan iming-imingan yang lain seperti diberi beras
sekarung dan lain-lain. Seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa peran negara disini sangat
dibutuhkan dalam menegakkan hak bersuara kelompok marjinal. Maka itu hingga saat ini kelompok

2
3

marjinal sampai saat ini masih terabaikan dan tidak ada sosialisasi mengenai tentang pemilu dari
negara sendiri hingga masyarakat sendiri walaupun sebenarnya pemilu tersebut merupakan milik
semua masyarakat Indonesia. Maka akibatnya, partisipasi dan kesempatan kelompok marjinal dalam
pemilu legislative dan pemilu presiden sangat kurang bahkan hampir tidak ada.

Maka itu dalam karya tulis ini akan membahas mengenai hak politik bagi kaum-kaum kelompok
marjinal. Dimana yang terjadi di lapangan, banyak sekali hak-hak mereka diselewengkan oleh
oknum-oknum tertentu, serta juga mereka kurang mendapatkan perhatian oleh masyarakat sendiri.
Oleh karena itu fenomena ini perlu dapat perhatian yang serius agar setiap manusia di muka bumi ini
mendapatkan hak-hak asasinya secara adil dan persamaan dimata hukum.
BAB II : IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam karya
tulis ini :

1. Apakah yang dimaksud dengan Hak Politik?


2. Apakah yang dimaksud dengan Kaum Marjinal?
3. Bagaimana dengan Hak Politik yang dimiliki Kaum Marjinal itu?

Adapun tujuan dengan dibahasnya pokok-pokok permasalahan tersebut yakni :

 Untuk menjelaskan serta memahami apa itu Hak Politik.


 Untuk menjelaskan serta memahami yang dimaksud dengan Kaum Marjinal.
 Untuk menjelaskan serta memahami perkembangan Hak Politik yang dimiliki oleh Kaum
Marjinal di Indonesia.

4
BAB III : PEMBAHASAN

A. HAK POLITIK

Perlu diketahui bahwa Hak (right) adalah hal (entitlement). Hak adalah tuntutan yang dapat diajukan
seseorang terhadap orang lain sampai kepada batas-batas pelaksana hak tersebut. Sedangkan Hak
Asasi Manusia adalah hak dasar yang dimiliki setiap manusi sebagai manusia. Hak-hak tersebut
bersifat universal dan semua orang memilikinya sejak orang tersebut dari lahir. Oleh karena itu hak
asasi manusia merupakan hak yang paling mendasar dalam diri manusia.,Dalam sejarahnya, dalam
memperjuangkan HAM mengalami perkembangan dari waktu ke waktu yang berdasarkan tingkat
pemahaman yang terbentuk pada masanya. Misalnya perkembangan HAM pada abad ke-17, ini
sangat dipengaruhi oleh gagasan mengenai Hukum Alam, seperti yang dirumuskan oleh John Locke
dan J.J Rousseau dan hanya terbatas kepada hak yang bersifat politik saja seperti kesamaan hak, hak
atas kebebasan, hak untuk memilih dan dipilih.

Namun, dalam perkembangannya pada abad ke 20, hak politik ini mulai dikembangkan lagi dalam
hak tersebut. Contohnya adalah empat hak yang dirumuskan oleh Presiden Amerika Serikat, Franklin
D. Roosevelt pada permulaan Perang Dunia II waktu berkonflik dengan Jerman yang kala itu
dipimpin oleh Nazi yang sangat tidak menghargai HAM. Empat hak itu terkenal dengan istilah The
Four Freedoms (Empat Kebebasan), yakni :1

 Freedom of speech, Kebebasan untuk menyatakan pendapat


 Freedom of religion, Kebebasan beragama
 Freedom of fear, Kebebasan dari ketakutan
 Freedom of misery, Kebebasan dari kemelaratan

Dilihat dari keempat kebebasan tersebut, kebebasan menyatakan pendapat merupakan yang paling
berkenaan dengan hal politik, dimana hak ini dari waktu ke waktu selalu berbenturan dengan otoritas
negara. Hanya saja publik sendiri sudah banyak berasumsi

bahwa politik sendiri itu bersifat kotor karena banyaknya kasus-kasus korupsi yang terjadi saat ini.
Karena itulah sebab kurangnya pemahaman politik oleh masyarakat sendiri yang selain banyaknya
sikap politisi yang sering bermain kotor yang juga penguasanya juga sendiri yang sengaja
menjauhkan masyarakat dari sistem control terhadap kekuasaan dimana dalam demokrasi sebuah
kekuasaan seharusnya diawasi oleh rakyat sendiri. Oleh karena itu sistem politik dan partai politik

1
Eggi Sudjana dan Ali Sofwan Husein, HAM Dalam Bingkai Pembangunan dan Demokrasi, CIDES, 1997, hlm.3

5
6

seharusnya menjadi penting bagi seluruh masyarakat di Indonesia mengingat bahwa mereka sendiri
sebenarnya yang merupakan bagian dari suatu proses politik sendiri. Oleh karena itu masyarakat
diharuskan mau untuk berperan aktif dalam Pemilu.

Oran Young membagi pengertian politik dalam lima kategori, yakni :2

 Dalam Penekanan secara Institusional dan hukum negara, yaitu merupakan negara dengan
struktur-struktur, seperti pemerintahan parlemen, birokrasi dan lembaga peradilan.
 Dalam penekanan suatu kegiatan pemerintah suatu teritorium,
 Dalam penekanan pengertian kekuasaan, yaitu menyangkut hakekat, tempat dan penggunaan
kekuasaan.
 Dalam penekanan individu, yaitu relasi individual dan interaksi politik dari individu serta
kelompok menjadi persoalan paling utama.
 Dalam penekanan bersifat teoritis, yaitu menyangkut pada masalah produksi dan pembagian
nilai-nilai yang menyangkut relasi hukum yang diinginkan oleh segenap manusia, yang
dibagi dalam tiga fase, yaitu pengambilan dan pelaksanaan keputusan, kebijakan dan
penentuan kebijakan, dan tujuan politik.

Dengan memahami politik dalam hubungan antara warga negara dengan penguasa, maka warga
negara mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum dan pemerintahan. Hak politik warga
negara sendiri diatur dalam pasal 25 Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik PBB tahun
1966 yang telah diratifikasi Indonesia dalam UU No. 12 tahun 2005 dimana dalam isi pasal tersebut
yakni :3

“Setiap warga negara mempunyai hak dan kesempatan, tanpa pembedaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dan tanpa pembatasan yang tidak wajar, untuk:

(a) ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik secara langsung ataupun melalui perwakilan
yang dipilih secara bebas;
(b) memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang jujur, dengan hak pilih yang universal dan
sederajat, dan dilakukan dengan pemungutan suara yang rahasia yang menjamin kebebasan para
pemilih menyatakan keinginannya;
(c) mendapatkan akses, berdasarkan persyaratan yang sama secara umum, pada dinas pemerintahan di
negaranya.”

2
Kartini Kartono, Pendidikan Politik, Mandar Maju, Bandung, 1996, hlm.9
3
Kovenan Hak Sipil dan Politik PBB ditetapkan oleh Majelis Umum 2200 A (XXI) tertanggal 16 Desember 1966.
7

Pengaturan Hak Politik tersebut sebelumnya sudah diatur dalam UUD 1945, dimana diatur dalam
pasal 27 ayat 14 :

“Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Selain itu dalam pasal 43 UU No.39 tahun 1999 tentang HAM menegaskan juga hak politik warga
negara yakni :

(1) Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan
persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan
perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan.
(3) Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan.

Dengan adanya pengaturan diatas maka hak politik warga negara telah dijamin dalam konstitusi dan
peraturan hukum di Indonesia. Maka itu berdasarkan hak-hak politik yang dicantumkan dalam
undang-undang, hak politik dapat dibagi dua macam dari sudut pandang individu yakni hak aktif dan
hak pasif. Hak aktif adalah hak warga negara untuk memilih wakil-wakilnya maupun pimpinan
Pemerintahan Pusat dan Daerah melalui Pemilu. Sedangkan hak pasif yakni hak warga negara untuk
dipilih sebagai wakil atau pimpinan pemerintahan pusat maupun daerah. Oleh karena itu hak politik
tidak boleh diabaikan karena dalam pengaturannya sudah memasuki lingkup hak asasi manusia,
dimana hak asasi manusia merupakan hak dasar yang bersifat universal yang dimiliki setiap manusia
sejak lahir.

B. KAUM MARJINAL

Untuk sampai saat ini, tidak ada definisi tunggal tentang kaum marjinal. Namun berdasarkan kamus,
kata “marginal” sendiri berasal dari Bahasa Inggris yang berarti “Small”5. Sedangkan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia termuat kata “marginal” bahwa marginal berarti “berada di pinggir”6. Jadi
berdasarkan kamus itu, saya menyimpulkan bahwa kaum marjinal adalah sekelompok orang-orang
yang terpinggirkan oleh masyarakat umum yang dikarenakan faktor ekonomi dan sosial yang kurang

4
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 setelah Amandemen Ke-4
5
Cambridge English Dictionary diakses dari http://dictionary.cambridge.org/dictionary/british/marginal pada tanggal 17
Oktober 2014 pukul 17.47 WIB
6
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke-3
8

mendapat perhatian. Kata marginal seringkali diartikan sebagai sesuatu yang terpinggirkan,
ketinggalan zaman, dan terisolasi. Sehingga yang dinamakan kaum marginal adalah mereka yang
hidupnya terpinggirkan, terisolasi dari perkembangan dan pembangunan di segala bidang kehidupan.
Tidak adanya keseimbangan hidup yang diakibatkan salah sistem yang diterapkan pemerintah
membuat yang tadinya kaum miskin menjadi lebih miskin sehingga berperilaku menyimpang.

Secara umum kelompok marjinal dapat dikelompok kedalam tiga macam. Pertama, kelompok
marjinal dimana tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal dimana kelompok ini biasanya mencari
makan untuk bertahan hidup berdasarkan dari sisa-sisa makanan. Kedua, kelompok marjinal dimana
tidak memiliki tempat tinggal yang tetap akan tetapi memiliki pekerjaan, misalnya seperti pedagang
asongan atau pengamen. Ketiga yakni kelompok marginal yang memiliki tempat tinggal yang tetap
serta memiliki pekerjaan, misalnya kelompok masyarakat pemulung yang bertempat tinggal di
tempat pembuangan akhir Bantar Gebang. Di daerah perkotaan, kelompok masyarakat ini umumnya
adalah kaum migran yang diakibatkan kurangnya pembangunan yang merata di daerah pedesaan.
Sehingga para masyarakat yang tinggal di desa, melalui televise tergiur dengan kehidupan perkotaan
yang lebih maju. Maka akibatnya meningkatnya arus urbanisasi dari pedesaan ke kota. Masyarakat
yang masuk dalam arus urbanisasi disini pada umumnya banyak sekali yang tidak memiliki
pendidikan yang cukup serta kemampuan/skill yang mumpuni. Akibatnya para masyarakat ini pun
akhirnya terjebak di perkotaan dengan tergerus dengan proses marginalisasi yang membuat hidup
mereka semakin terpuruk serta terkunci dalam kemiskinan yang tidak dapat dikembalikan lagi.

Terlepas dari sifat keanekaragaman dari kelompok marjinal tersebut, ternyata mereka sendiri juga
memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat secara umumnya. Seperti yang kita
ketahui, bahwa masyarakat umum berpandangan bahwa kaum kelompok marjinal ini selalu identic
dengan sampah masyarakat yang dikarenakan selalu membuat masyarakat menjadi resah dengan
sifat dan keberadaan kaum ini.

C. HAK POLITIK KAUM MARJINAL

Dalam mengenai hak kaum marjinal sendiri sebenarnya sederajat dengan keberadaan masyarakat
secara umum. Seperti yang terjadi pada Pemilu 2014 lalu, hak-hak politik yang dimiliki kaum
marjinal masih sering terabaikan. Hal ini dikarenakan kaum-kaum tersebut hampir tidak diberikan
sosialisasi mengenai pemilu sehingga untuk kedepannya hasil Pemilu yang akan datang tetap akan
berjalan di tempat atau tidak berkembang. Yang kita ketahui bahwa kaum marjinal sendiri
sebenarnya kelompok masyarakat yang lebih miskin daripada miskin. Jadi mereka sendiri
sebenarnya sudah tidak memiliki apa-apa lagi untuk dijual. Pengakuan keberadaan masyarakat
9

marjinal sendiri sudah pernah disinggung dalam Bab XIV UUD 1945 mengenai Perekonomian
Nasional dan Kesejahteraan Sosial. Dalam pasal 34 ayat 1 dikatakan bahwa “Fakir miskin dan anak-
anak terlantar dipelihara oleh negara”. Mengenai hal itu yang dikatakan fakir miskin dan anak
terlantar disini menurut saya merupakan kaum marjinal itu sendiri. Dengan dikatakannya dipelihara
oleh negara, berarti pandangan UUD 1945 ini sendiri sebenarnya mengakui keberadaan terhadap
kaum marjinal ini. Oleh karena itu, kaum marjinal ini sendirinya merupakan warga negara juga, yang
hak-hak politiknya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yakni pasal 43 ayat 1 UU
No.39 tahun 1999 tentang HAM yang ditegaskan bahwa :

(1) Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan
persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam mengenai hak tersebut, sebenarnya negara sendiri telah memberikan hak untuk memilih bagi
mereka kaum marjinal. Hal ini semestinya sudah merupakan hal yang “special” yang diberikan
negara bagi kaum marjinal tersebut karena dengan diberinya hak memilih kepada mereka, kaum
marjinal tersebut berarti dapat menentukan siapa yang akan menyuarakan mereka dalam perwakilan
Sehingga mereka (kaum marjinal) secara tidak langsung dengan hak pilih mereka dalam pemilu, juga
telah memberikan bagaimana masa depan mereka nanti dengan dipilihnya seseorang wakil melalui
hak pemilihan mereka. Jadi kembali lagi ke permasalahan awal, dimana terlalu banyaknya kaum
marjinal yang tidak peduli terhadap situasi politik yang sebenarnya hak politik yang mereka miliki
tersebut juga sangat berpengaruh atas nasib mereka kedepannya. Jadi seperti yang dikatakan di awal
bahwa disini masyarakat umum dan KPU juga berperan penting, diharapkan kepada kaum marjinal
diberikan kesadaran pemahaman mengenai hak pilih pemilu, serta meminimalisir sikap apatis kaum
marjinal terhadap politk ini yang rela hak suaranya dijual dengan iming-imingan tertentu oleh
sekelompok elit politik.
BAB IV : KESIMPULAN

Setiap manusia sesungguhnya sudah memiliki apa yang dinamakan hak, hak yang dimiliki manusia
disini berupa hak-hak dasar yakni hak asasi manusia. Dalam kaitannya terhadap kelompok kaum
marjinal, mereka sendiri juga merupakan manusia seperti sediakalanya. Sebagai manusia yang hidup
dalam negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dimana HAM diutamakan, maka dalam
negara demokrasi seperti di Indonesia sudah pastinya pemerintahan tersebut berdasarkan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam menegakkan nilai-nilai demokrasi tersebut maka timbulah apa
dinamakan dalam hak asasi manusia sebagai “hak politik”. Mengenai hak politik disini telah diatur
dalam Kovenan Hak SiPol dari PBB yang kemudian diratifikasi oleh Indonesia dalam UU No. 12
tahun 2005. Selain itu dalam hak politik lainnya diatur dalam UU No.39 tahun 1999 tentang HAM di
Indonesia dimana dijelaskan bahwa hak politik warga negara adalah berupa hak untuk memilih dan
dipilih, hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, dan hak untuk diangkat sebagai pejabat dalam
pemerintahan. Akan tetapi permasalahan timbul ketika lahirnya kaum marjinal dimana kaum ini
merupakan kaum yang terpinggirkan dan terabaikan. Sesuai dengan pasal 34 ayat 1 UUD 1945
setelah amandemen keempat ditegaskan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh
negara. Dengan ketentuan konstitusi ini, maka keberadaan kaum marjinal ini diakui keberadaannya
sebagai warga negara. Jadi dalam mengenai hak politik terhadap kaum tersebut dapat dirujuk
berdasarkan hak-hak politik warga negara. Akan tetapi hak-hak ini dibatasi hanya sebatas hak
memilih saja, mengingat keberadaan kaum marjinal yang ternyata kurang berpendidikan dan serta
hidupnya sudah terkunci dibawah kemiskinan yang menyebabkan sulitnya mereka untuk turut ikut
serta dalam pemerintahan secara aktif.

Oleh karena itu hak memilih yang dimiliki mereka tersebut sebenarnya sudah sangat spesial
diberikan oleh negara bagi mereka yang sebenarnya secara tidak langsung melalui hak politik
tersebut, mereka juga telah memilih masa depan mereka melalui keterwakilan suara di DPR dimana
suara mereka menuntut agar tidak terabaikan oleh masyarakat umum.

10
DAFTAR PUSTAKA

Muladi. 2009. Hak Asasi Manusia : Hakekat, Konsep, dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum
dan Masyarakat. Refika Aditama. Bandung.\

Azra, Azyumardi. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat MADANI. Jakarta: Tim ICCE
UIN, Kencana Prenada Media Group.

Howard Rhoda E. 2000. Hak Asasi Manusia : Penjelajahan Dalih Relativisme Budaya (Human
Rights and the Search for Community). Pustaka Utama Grafiti. Jakarta.

Kartini Kartono. 1996. Pendidikan Politik. Mandar Maju. Bandung.

General Assembly. International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) and International
Covenant on Economic, Social and Culture Rights (ICESR). Disahkan 16 Desember 1966,
(http://www.legislationline.org/documents/id/7775).

Undang-undang Dasar 1945 setelah Amandemen ke-IV.

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Cambridge English Dictionary diakses dari


http://dictionary.cambridge.org/dictionary/british/marginal pada tanggal 17 Oktober 2014 pukul
17.47 WIB

11

Anda mungkin juga menyukai