Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN HEMODIALISA

Disusun Oleh :
Kelompok 6
Novanila Etris 1711316036
Sri Aria Indah Putri 1711316037
Prima Wiasari 1711316038
Nurfriatna Utami 1711316039
Anggi Suganda 1711316040
Poppy Apriyani 1711316041
Firma Nelis Emi 1711316042

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.

Makalah dengan judul “ Asuhan Keperawatan Hemodialisa “ disusun untuk

memenuhi salah satu tugas mata kuliah ″ Sistem Perkemihan ″, Program Studi S1

Fakultas Keperawatan Unand

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

terselesaikanya tugas makalah ini tepat pada waktunya,

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk

kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang.

Padang Oktober 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1

BAB II TINJAUAN TEORITIS.........................................................................2

2.1. Definisi Hemodialisa..................................................................... 2

2.2. Indikasi Hemodialisa ................................................................... 3

2.3. Kontra Indikasi Hemodialisa.......................................................4

2.4. Tujuan Hemodialisa......................................................................4

2.5. Proses Hemodialisa....................................................................... 4

2.6. Komplikasi Hemodialisa.............................................................. 8

2.7. Peritoneal Dialisa.......................................................................... 9

2.8. Teknik Hemodialisa...................................................................... 11

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.............................................. 16

3.1. Pengkajian..................................................................................... 16

3.2. Diagnosa Keperawatan.................................................................19

3.3. Focus Intervensi............................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

Dewasa ini penyakit ginjal merupakan salah satu penyakit yang telah

ditemukan pengobatanya meskipun pada tahap terminal. Penurunan fungsi ginjal

dapat disebabkan oleh berbagai penyebab dan penurunan fungsi ginjal ini dapat

bersifat sementara atau dikenal dengan gagal ginjal akut (GGA), maupun secara

kronis yang sifatnya permanen atau dikenal dengan gagal ginjal kronis (GGK).

Dalam mengatasi gagal ginjal baik gagal ginjal akut (GGA) atau gagal ginjal

kronik (GGK), langkah pertama yang diberikan dengan terapi konservatif, dan bila

langkah ini tidak berhasil selanjutnya dengan terapi ginjal pengganti (TGP) atau

renal replacement therapy yaitu usaha untuk mengganti fungsi ginjal penderita yang

telah menurun.

Terapi ginjal pengganti bisa dilakukan secara alamiah yaitu cangkok ginjal

(transplantasi) atau secara artificial (buatan) misalnya hemodialisa dan peritoneal

dialisa, yang hanya mengambil alih fungsi eksokrin saja, sedangkan fungsi endokrin

tidak dapat diambil alih.

Hemodialisa adalah tindakan yang dilakukan untuk membentu beberapa fungsi

ginjal yang terganggu atau saat ginjal tidak lagi mampu melaksanakan fungsinya atau

rusak. Hemodialisa membantu menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit pada

tubuh, juga membantu mengekresikan zat-zat sisa atau buangan.


Saat ini dengan teknologi medis yang semakin berkembang, pemenuhan

kebutuhan dan pemahaman yang lebih baik tentang gagal ginjal dan proses dialisa,

pasien dapat menjalani gaya hidup yang sehat.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Hemodialisa

Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana solute dan

air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen

cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan

dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut

sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon

terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.

Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan

sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran

semipermeabel (dializer) kedalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk

memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui

ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air

plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan

memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang

dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam

pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat. (Tisher & Wilcox, 1997)

Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang

dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk


membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam

sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah,

maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa)

melalui pembedahan. (NKF, 2006)

2.2 Indikasi Hemodialisa

Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas

berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus

dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan

penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan

biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu,

menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan

biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada

pria , 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4

ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur

atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi.

Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003)

secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit,

LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari

5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut

juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut

seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik

diabetik.
Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa

biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini

sebanding dengan kadar kreatinin serum 8–10 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-

gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan

dilakukan hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) juga menyebutkan

bahwa indikasi relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa

ensefalopati, dan toksin yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah

perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan

diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.

2.3 Kontra Indikasi Hemodialisa

Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah

hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan

sindrom otak organik.

Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah

tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit,

instabilitas hemodinamik dan koagulasi.

Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer,

demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati

dan keganasan lanjut.

2.4 Tujuan Hemodialisa

Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara

lain :
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu

membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum,

kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.

2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan

tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.

3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita

penurunan fungsi ginjal.

4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program

pengobatan yang lain.

2.5 Proses Hemodialisa

Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi

mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah

melewati suatu membran semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat

dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik.

Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi

maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran

membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi

pemindahan larutan. (Tisher & Wilcox, 1997)

Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu

saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring

dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang

tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses


vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin

hemodialisa. (NKF, 2006)

Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membran

semipermeabel yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain

untuk dialisat. Darah mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah dialisat

ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer merupakan sebuah

hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri dari ribuan serabut kapiler halus yang

tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil ini, dan

dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini sangat kecil dan kompak karena

memiliki permukaan yang luas akibat adanya banyak tabung kapiler. (Price &

Wilson, 1995)

Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar

tubuh. Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter

masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran

semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah

dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah

darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam

tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt).

Selanjutnya Price dan Wilson (1995) juga menyebutkan bahwa suatu sistem

dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk dialisat. Darah

mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood line), melalui dializer

hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena. Dialisat membentuk saluran

kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh,

kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur,


sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian dimasukan ke

dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar

melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi sepanjang membran

semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.

Kemudian menurut Price dan Wilson (1995) komposisi dialisat diatur

sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal, dan sedikit

dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit yang sering

menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum terdiri dari Na+, K+, Ca++, Mg++,

Cl-, asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan

mudah dari darah ke dalam dialisat karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam

dialisat. Natrium asetat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam dialisat, akan

berdifusi ke dalam darah. Tujuan menambahkan asetat adalah untuk mengoreksi

asidosis penderita uremia. Asetat dimetabolisme oleh tubuh pasien menjadi

bikarbonat. Glukosa dalam konsentrasi yang rendah ditambahkan ke dalam dialisat

untuk mencegah difusi glukosa ke dalam dialisat yang dapat menyebabkan

kehilangan kalori dan hipoglikemia. Pada hemodialisa tidak dibutuhkan glukosa

dalam konsentrasi yang tinggi, karena pembuangan cairan dapat dicapai dengan

membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat.

Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik

antara darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan

meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan

meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum

dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan negatif. Perbedaaan

tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan kecepatan difusi


solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan garam atau NaCl

0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah pasien

mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar

tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran dengan

quick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran kecepatan

yang baik. Heparin secara terus-menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus

lambat untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap bekuan darah atau gelembung

udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam

aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern

dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter.

(Price & Wilson, 1995)

Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan

dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4–5 jam dengan frekuensi 2

kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10–15 jam/minggu dengan QB 200–

300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu

3–5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2–3 hari diantara

hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa

ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam

proses hemodialisa.

Price dan Wilson (1995) menjelaskan bahwa dialisat pada suhu tubuh akan

meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan

hemolisis sel-sel darah merah sehingga dapat menyebabkan pasien meninggal.

Robekan pada membran dializer yang mengakibatkan kebocoran kecil atau masif

dapat dideteksi oleh fotosel pada aliran keluar dialisat. Hemodialisa rumatan
biasanya dilakukan tiga kali seminggu, dan lama pengobatan berkisar dari 4 sampai 6

jam, tergantung dari jenis sistem dialisa yang digunakan dan keadaan pasien.

Gambar 2.1 Skema Proses Hemodialisa

2.6 Komplikasi Hemodialisa

Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama

tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :

1. Kram otot

Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa

sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi

pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi

2. Hipotensi

Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,

rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati

otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.

3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan

kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh

terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.

4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa

Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan

dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat

dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara

kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan

perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini

tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa

pertama dengan azotemia berat.

5. Hipoksemia

Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor

pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.

6. Perdarahan

Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai

dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa

juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.

7. Ganguan pencernaan

Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang

disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan

sakit kepala.

8. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.


9. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak

adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

2.7 Peritoneal Dialisa

2.7.1 Definisi

Dialisis peritoneal adalah salah satu bentuk dialisis untuk

membantu penenganan pasien GGA (gagal ginjal akut) maupun GGK

(gagal ginjal kronik), menggunakan membran peritoneum yang bersifat

semipermiabel. Melalui membran tersebut darah dapat difiltrasi.

Keuntungan dialisis peritoneal (DP) bila dibandingkan dengan

hemodialasis, secara teknik lebih sederhana, cukup aman serta cukup

efisien dan tidak memerlukan fasilitas khusus, sehingga dapat di

lakukan di pati kedudukan cukup penting untuk menengani kasus–kasus

tertentu dalam rumah sakit besar dan modern.

2.7.2 Indikasi

Dialisis peritoneal dapat digunakan pada pasien :

1. Gagal ginjal akut (dialisat peritoneal akut )

2. Gangguan keseimbangan cairan , elektrolit atau asam basa

3. Intoksikasi obat atau bahan lain .

4. Gagal ginjal kronik (dialisat peritoneal kronik)

5. Keadaan klinis lain di mana DP telah terbukti manfaatnya

2.7.3 Kontra Indikasi


1. Kontra indikasi absolute : tidak ada

2. Kontra indikasi relative : keadaan–keadaan yang kemungkinan

secara teknik akan mengalami kesulitan atau memudahkan

terjadinya komplikasi seperti gemuk berlebihan, perlengketan

peritoneum, perotinitis local, operasi atau trauma abdomen yang

baru saja terjadi, kelainan intra abdomen yang belum di ketahui

sebabnya, luka bakar dinding abdomen yang cukup luas terutama

bila disertai infeksi atau perawatan yang tidak adekuat, salah satu

cara yang sering digunakan untuk menilai efisiensi peritoneal

dialisa adalah dengan menentukan peritoneal clearance dengan

rumus :

Cp = U

Cp : peritoneal clearance

U: konsentrasi zat tersebut dalam cairan dialisat yang keluar dari

kavum peritoneal (mg%)

P: konsentrasi zat tersebut dalam darah atau plasma (mg%)

V: volume cairan dialisat tiap menit (mL)

Faktor yang mempengaruhi klirens peritoneal adalah besar

kecilnya melekul, kecepatan cairan dialisat, equilibration-

time(dwell time yaitu lamanya cairan dialisat berada dalam kavum

peritoneum), suhu cairan dialisat, tekanan osmosis cairan dialisat,

permeabilitas peritoneum, dan aliran darah dalam kapiler

peritoneum.

2.7.4 Komplikasi
1. Komplikasi Mekanis

o Perforasi organ abdomen (usus, aorta, kandung kencing atau

hati)

o Perdarahan yang kadang-kadang menyumbat kateter

o Gangguan drainase (aliran cairan dialisat)

o Bocornya cairan dialisat

o Perasaan tidak enak dan sakit dalam perut

2. Komplikasi metabolik

o Gangguan keseimbangan

cairan,elektrolik dan asam basa .

o Gangguan metabolisme

karbohidrat perlu diperhatikan terutama pada penyandang DM

berupa hiperglikemia post dialisis.

o Kehilangan protein yang

terbuang lewat cairan dialisat

o Sindrom disequilibrium.

2.8 Teknik

Hemodialisa

2.8.1 Persiapan Mesin dan Perangkat HD

1. Pipa pembuangan sudah masuk dalam saluran pembuangan

2. Sambungkan kabel mesin dengan stop kontak

3. Hidupkan mesin ke rinse selama 15-30 menit


4. Pindahkan ke posisi dialyze lalu sambungkan slang dialisat ke

jaringan tempat dialisat yang telah disiiapkan.

5. Tunggu sampai lampu hijau

6. Tes conductivity dan temperatur

7. Gantungkan saline normal sebanyak 4 flatboth yang telah

diberikan heparin sebanyak 25-30 unit dalam masing-masing

flatboth

8. Siapkan ginjal buatan sesuai dengan kebutuhan pasien

9. Siapkan blood lines dan AV fiskula sebanyak banyaknya

10. Ginjal buatan dan blood lines diisi saline normal (priming)

11. Sambungkan dialisatelines pada ginjal buatan

12. Sambil mempersiapkan pasien slang inlet dan outlet

disambungkan lalu jalankan blood pump (sirkulasi tertutup)

2.8.2 Persiapan Penderita

Indikasi hemodialisa :

1. Segera/indikasi mutlak : over hidrasi atau edema paru,

hiperkalemi, oliguri berat atau anuria, asidosis, hipertensi maligna.

2. Dini/profilaksi : gejala uremia (mual muntah) perubahan mental,

penyakit tulang, gangguan pertumbuhan dan seks, perubahan

kualitas hidup. Bila penderita baru yang datang di ruang HD,

sebelum kita melakukan HD terlebih dahulu periksa kembali

hasil-hasil pemeriksaan yang penting (Hb, hematokrit, ureum,

kreatinin, dan HbsAg), hal ini perlu untuk menentukan tindak

lanjut suatu HD.


Langkah-langkah HD :

1. Timbang dan catat berat badan

2. Ukur dan catat tekanan darah (dapat digunakan untuk

menginterpretasikan kelebihan cairan)

3. Tentukan akses darah yang akan ditusuk

4. Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan betadine 10%

lalu alcohol 70% kemudian ditutup pakai duk steril

5. Sediakan alat-alat yang steril didalam bak spuit kecil : spuit

2,5 cc sebanyak 1, spuit 1 cc 1 buah, mangkok kecil berisi saline

0,9% dan kasa steril

6. Sediakan obat-obatan yang perlu yaitu lidonest dan heparin

7. Pakai masker dan sarung tangan steril

8. Lakukan anestesi local didaerah akses darah yang akan

ditusuk

9. Tusuk dengan AV fistula lalu berikan heparin sebanyak 2000

unit pada inlet sedangkan outlet sebanyak 1000 unit

10. Siap sambungkan ke sirkulasi tertutup yang telah disediakan

11. Aliran darah permulaan sampai 7 menit 75 ml/menit

kemudian dinaikkan perlahan sampai 200 ml/menit

12. Tentukan TMP sesuai dengan kenaikkan berat badan

13. Segera ukur kembali tekanan darah, nadi, pernapasan, akses darah

yang digunakan dicatat dalam status yang telah tersedia.

2.8.3 Perawatan Pasien Hemodialisa

Terbagi 3 yaitu :
1. Perawatan sebelum hemodialisa

o Mempersiapkan perangkat HD

o Mempersiapkan mesin HD

o Mempersiapkan cara pemberian heparin

o Mempersiapkan pasien baru dengan memperhatikan factor bio

psiko sosial, agar penderita dapat bekerja sama dalam hal

program HD

o Mempersiapkan akses darah

o Menimbang berat badan, mengukur tekanan darah, nadi,

pernapasan

o Menentukan berat badan kering

o Mengambil pemeriksaan rutin dan sewaktu

2. Perawatan Selama Hemodialisa

Selama HD berjalan ada 2 hal pokok yang diobservasi yaitu

penderita dan mesin HD

a. Observasi terhadap pasien HD

o Tekanan darah, nadi diukur setiap 1 jam lalu dicatat dalam

status

o Dosis pemberian heparin dicatat setiap 1 jam dalam status

o Cairan yang masuk perparenteral maupun peroral dicatat

jumlahnya dalam status

o Akses darah dihentikan

b. Observasi terhadap mesin HD


o Kecepan aliran darah /Qb, kecepatan aliran dialisat/Qd

dicatat setiap 1 jam

o Tekanan negatif, tekanan positif, dicatat setiap jam

o Suhu dialisa, conductivity diperhatikan bila perlu diukur

o Jumlah cairan dialisa, jumlah air diperhatikan setiap jam

o Ginjal buatan, slang darah, slang dialisat dikontrol setiap 1

jam.

3. Perawatan Sesudah Hemodialisa

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan yaitu cara

menghentikan HD pada pasien dan mesin HD.

a. Cara mengakhiri HD pada pasien

o Ukur tekanan darah dan nadi sebelum slang inlet dicabut

o Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium

o Kecilkan aliran darah menjadi 75 ml/menit

o Cabut AV fistula intel/ lalu bilas slang inlet memakai saline

normal sebanyak 50-100 cc, lalu memakai udara hingga

semua darah dalam sirkulasi ekstrakorporeal kembali ke

sirkulasi sistemik

o Tekan pada bekas tusukan inlet dan outlet selama 5-10

menit, hingga darah berhenti dari luka tusukan

o Tekanan darah, nadi, pernapasan ukur kembali lalu catat

o Timbang berat badan lalu dicatat


o Kirimkan darah ke laboratorium

b. Cara mengakhiri mesin HD

o Kembalikan tekanan negative, tekanan positif, ke posisi

nol

o Sesudah darah kembali ke sirkulasi sistemik cabut selang

dialisat lalu kembalikan ke Hansen connector

o Kembalikan tubing dialisat pekat pada konektornya

o Mesin ke posisi rinse, lalu berikan cairan desifektan

(hipoclhoride pekat) sebanyak 250 cc, atau cairan formalin

3% sebanyak 250 cc

o Bila formalin dibiarkan selama 1-2 x 24 jam, baru mesin

dirinsekan kembali.

Gambar 2.2 Proses Hemodialisa


BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

A. Biodata

1. Nama :

2. Umur : Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun

3. Jenis Kelamin :

4. Pekerjaan :

5. Agama :

6. Alamat :

7. Pendidikan :

B. Riwayat

Kesehatan

1. Keluhan utama
Pada pasien GGK yang akan dilakukan hemodialisa biasanya

mengeluh mual, muntah, anorexia, akibat peningkatan ureum darah

dan edema akibat retensi natrium dan cairan.

2. Riwayat kesehatan yang lalu

Perlu ditanya penyakit-penyakit yang pernah diderita klien sebagai

penyebab terjadinya GGK, seperti DM, glomerulonefritis kronis,

pielonefritis. Selain itu perlu ditanyakan riwayat penggunakan

analgesik yang lama atau menerus.

3. Riwayat kesehatan keluarga

Perlu ditanyakan apakah orang tua atau keluarga lain ada yang

menderita GGK erat kaitannya dengan penyakit keturunannya seperti

GGK akibat DM.

C. Data Biologis

1. Makan & minum

Biasanya terjadi penurunan nafsu makan sehubungan dengan keluhan

mual muntah akibat peningkatan ureum dalam darah.

2. Eliminasi

Biasanya terjadi gangguan pengeluaran urine seperti oliguri, anuria,

disuria, dan sebagainya akibat kegagalan ginjal melakukan fungsi

filtrasi, reabsorsi dan sekresi.

3. Aktivitas

Pasien mengalami kelemahan otot, kehilangan tonus dan penurunan

gerak sebagai akibat dari penimbunan ureum dan zat-zat toksik

lainnya dalam jaringan.


4. Istrahat/tidur

Pasien biasanya mengalami gangguan pola istrahat tidur akibat

keluhan-keluhan sehubungan dengan peningkatan ureum dan zat-zat

toksik seperti mual, muntah, sakit kepala, kram otot dan sebagainya.

D. Pemeriksaan

Fisik

Keadaan umum : lemah dan penurunan tingkat kesadaran akibat

terjadinya uremia

Vital sign : biasanya terjadi hipertensi akibat retensi cairan

dan natrium dari aktivitas sistim renin

BB : Biasanya meningkat akibat oedema

1. Inspeksi

o Tingkat kesadaran pasien biasanya menurun

o Biasanya timbul pruritus akibat penimbunan zat-zat toksik pada

kulit

o Oedema pada tungkai, acites, sebagai akibat retensi cairan dan

natrium

2. Auskultasi

Perlu dilakukan untuk mengetahui edema pulmonary akibat

penumpukan cairan dirongga pleura dan kemungkinan gangguan

jantung (perikarditis) akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksik


uremik serta pada tingkat yang lebih tinggi dapat terjadi gagal jantung

kongestif.

3. Palpasi

Untuk memastikan oedema pada tungkai dan acietas.

4. Perkusi

Untuk memastikan hasil auskultasi apakah terjadi oedema pulmonar

yang apabila terjadi oedema pulmonary maka akan terdengar redup

pada perkusi.

E. Data Psikologis

Pasien biasanya mengalami kecemasan akibat perubahan body image,

perubahan peran baik dikeluarga maupun dimasyarakat. Pasien juga

biasanya merasa sudah tidak berharga lagi karena perubahan peran dan

ketergantungan pada orang lain.

F. Data Sosial

Pasien biasanya mengalami penurunan aktivitas sosial akibat penurunan

kondisi kesehatan dan larangan untuk melakukan aktivitas yang berat.

G. Data Penunjang

1. Rontgen foto dan USG yang akan memperlihatkan ginjal yang kecil

dan atropik

2. Laboratorium :
o BUN dan kreatinin, terjadi peningkatan ureum dan kreatinin

dalam darah.

o Elektrolit dalam darah : terjadi peningkatan kadar kalium dan

penurunan kalium.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan pengeluaran

urin, diet berlebihan dan retensi air.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membram

mukosa mulut.

3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penangananya

3.3 Fokus Intervensi

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan

penurunan pengeluaran urin, diet berlebihan dan retensi air.

Intervensi :

a. Kaji status pasien

o Timbang berat badan tiap hari

o Keseimbangan masukan dan

keluaran

o Turgor kulit dan adanya oedema

o Tekanan darah, denyut nadi dan

irama nadi
Rasionalisasi : Pengkajian merupakan dasar dan data dasar

berkelanjutan untuk memantau perubahan dan

mengevaluasi intervensi

b. Batasi masukan cairan

Rasionalisasi :Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal,

keluaran urin dan respon terhadap terapi dan sumber

kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat

diidentifikasi

c. Bantu pasien dalam menghadapi

ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan

Rasionalisasi : Pemahaman meningkatkan kerja sama pasien

dan

keluarga dalam pembatasan cairan.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan

perubahan membram mukosa mulut.

Intervensi :

a. Kaji faktor berperan dalam merubah

masukan nutrisi

o Anoreksia, mual, muntah

o Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien

o Depresi

o Kurang memahami pembatasan diet


o Stomatis

Rasionalisasi : Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang

dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan

masukan diet.

b. Menyediakan makanan kesukaan pasien

dalam batas diet

Rasionalisasi : Mendorong peningkatan masukan diet.

c. Tingkatkan masukan protein yang

mengandung nilai biologis tinggi, telur, produk susu, daging.

Rasionalisasi : Protein lengkap diberikan untuk mencapai

keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk

pertumbuhan dan penyembuhan

3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan

penangananya

Intervensi :

 Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami

berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang

mempengaruhi hidupnya.

Rasionalisasi : Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus

berubah akibat penyakitnya.


DAFTAR PUSTAKA

1. Price dan Wilson. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi 2.

Jakarta : EGC, 1991.

2. UNPAD Bandung. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Perkemihan

Bagi Dosen Dan Instruktur Klinik Keperawatan. Bandung : UNPAD Bandung,

2000.

Anda mungkin juga menyukai