Anda di halaman 1dari 16

SATUAN ACARA PENYULUHAN

CEDERA KEPALA

Disusun Oleh:
POLTEKKES KEMESKES MALANG
KAMPUS VI PONOROGO
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Bidang Study : Keperawatan Medikal Bedah


Topik : Cedera kepala
Sasaran : Keluarga pasien dan pegunjung di Rumah Sakit Saiful Anwar
Malang
Tempat : Ruang tunggu IGD
Hari/Tanggal : Senin,11 November 2019
Waktu : 1 x 30 menit

A. Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas merupakan permasalahan kesehatan global sebagai
penyebab kematian, disabilitas, dan defisit mental. Menurut World Health
Organization (WHO) pada tahun 2015 kecelakaan lalu lintas merupakan
penyebab kematian urutan kesebelas di seluruh dunia dan menelan korban jiwa
sekitar 1,25 juta manusia setiap tahun.(Depkes RI, 2017). Trauma dapat
diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas. Trauma yang paling banyak terjadi pada
saat kecelakaan lalu lintas adalah trauma kepala. Trauma kepala akibat kecelakaan
lalu lintas merupakan penyebab utama disabilitas dan mortalitas di negara
berkembang. Keadaan ini umumnya terjadi pada pengemudi motor tanpa helm
atau memakai helm yang tidak tepat dan yang tidak memenuhi standar. (Depkes
RI, 2015).
WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa kematian pada

cedera kepala diakibatkan karena kecelakaan lalu lintas. WHO mencatat 2500

kasus kematian yang disebabkan karena kecelakaan lalu lintas pada tahun

2013. Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahun diperkirakan

mencapai 500.000 kasus dengan prevalensi kejadian 80% meninggal dunia

sebelum sampai rumah sakit, 80% cedera kepala ringan, 10% cedera kepala

sedang dan 10% cedera kepala berat dengan rentang kejadian berusia 15-44

tahun. Persentase dari kecelakaan lalu lintas tercatat sebesar 48-58% diperoleh

dari cedera kepala, 20-28% dari jatuh dan 3-9% disebabkan tindak kekerasan

dan kegiatan olahraga (WHO, 2013).


Angka kejadian pasti dari cedera kepala sulit ditentukan karena berbagai

faktor, misalnya sebagian kasus-kasus yang fatal tidak pernah sampai ke rumah

sakit, dilain pihak banyak kasus yang ringan tidak datang pada dokter kecuali

bila kemudian timbul komplikasi. Sebanyak 480.000 kasus per tahun

diperkirakan sebagai insiden cedera kepala yang nyata yang memerlukan

perawatan di rumah sakit. Cedera kepala paling banyak terjadi pada laki-laki

berumur antara 15-24 tahun, dimana angka kejadian cedera kepala pada laki-

laki (55,4%) lebih banyak dibandingkan perempuan, ini diakibatkan karena

mobilitas yang tinggi dikalangan usia produktif (Riskesdas, 2015).

Berkaitan dengan tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya kesadaran

untuk menjaga keselamatan di jalan raya, cedera kepala merupakan salah satu

penyebab utama kematian pada pengguna kendaraan bermotor (Baheram,

2007). Cedera kepala karena kecelakaan kendaraan bermotor menyebabkan

lebih dari 50% kematian. Lebih dari 2 juta orang mengalami cedera kepala,

75.000 diantaranya meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat

akan mengalami disabilitas permanen setiap tahunnya (Widiyanto, 2007)

Cedera kepala merupakan kedaruratan neurologik yang memiliki akibat

yang kompleks, karena kepala merupakan pusat kehidupan seseorang. Di

dalam kepala terdapat otak yang mempengaruhi segala aktivitas manusia, bila

terjadi kerusakan akan mengganggu semua sistem tubuh. Penyebab trauma

kepala yang terbanyak adalah kecelakaan bermotor (47,7%), jatuh (40,9%) dan

terkena benda tajam atau tumpul (7,3%) (Riskesdas, 2015). Angka kejadian

trauma kepala yang dirawat di rumah sakit di Indonesia merupakan penyebab

kematian urutan kedua (4,37%) setelah stroke, dan merupakan urutan kelima
(2,18%) pada 10 pola penyakit terbanyak yang dirawat di rumah sakit di

Indonesia. (Depkes RI, 2007)

Trauma kepala (cedera kepala) adalah suatu trauma mekanik yang secara

langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang dapat mengakibatkan

gangguan fungsi neurologis, bahkan kematian. Pada umumnya trauma kepala

disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dengan kendaraan bermotor,

jatuh/tertimpa benda berat (benda tumpul), serangan/kejahatan (benda tajam),

pukulan (kekerasan), akibat tembakan, dan pergerakan mendadak sewaktu

berolahraga. (Chusid, J.G. 2003).

Peningkatan kualitas penanganan rumah sakit dan diagnosis kegawatan

dini telah menurunkan angka kematian dari 50% pada 30 tahun yang lalu

menjadi 30%, meskipun demikian korban cedera kepala yang selamat masih

dihadapkan pada permasalahan gejala disabilitas. Kurang dari 50% diantara

korban CKR sampai CKB yang masih hidup yang dapat kembali ke fungsional

dasar dan sisanya memerlukan perawatan rumah dengan ketergantungan

finansial dan sosial. Cedera kepala mengakibatkan sekitar 5,3 juta orang di

Amerika (2% populasi) hidup dengan disabilitas.

Dengan tingginya prosentase cedera kepala yang terjadi di Dunia maupun

di Indonesia, serta kegawatan yang sangat membahayakan nyawa bagi

penderita, kelompok ingin mengambil kasus cedera kepala yang akan

digunakan untuk penyuluhan dengan tujuan mengurangi resiko cedera kepala

dengan cara pencegahan-pencegahan yang dapat dilakukan oleh orang-orang

sekitar, serta memberi edukasi kepada keluarga penderita untuk pengetahuan

tindak lanjut keperawatan yang baik dan benar. .


B. Tujuan Instruksional Umum
Pada akhir proses penyuluhan, klien dan keluarga dapat mengetahui
tentang cidera kepala, penyebab, tanda gejala serta penangananya.
C. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diberikan penyuluhan keluarga dan klien dapat :
1. Menyebutkan pengertian dari cedera kepala
2. Menyebutkan penyebab cedera kepala
3. Menyebutkan macam-macam cidera kepala
4. Menyebutkan tanda serta gejala cidera kepala
5. Mengerti penanganan dan kebutuhan nutrisi pada cedera kepala.
D. Sasaran
Keluarga dan pengunjung di Ruang Tunggu RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
E. Materi
1. Pengertian dari cedera kepala
2. Penyebab cedera kepala
3. Macam-macam cidera kepala
4. tanda dan gejala cidera kepala
5. Penanganan dan kebutuhan nutrisi pada cedera kepala.
F. Metode
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
G. Media
Leaflet dan LCD

H. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
 Peserta hadir ditempat penyuluhan
 Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di ruang tunggu keluarga
pasien
 Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya
2. Evaluasi Proses
 Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
 Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara
benar
3. Evaluasi Hasil
 Klien dan keluarga mengetahui tentang cidera kepala, jenis cidera
kepala, penyebab, tanda dan gejala, serta penanganan pada cidera
kepala.
I. Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta
.
1. 2 Pembukaan :
Menit  Membuka kegiatan dengan  Menjawab salam
mengucapkan salam.
 Memperkenalkan diri  Mendengarkan
 Menjelaskan tujuan dari  Memperhatikan
penyuluhan
 Menyebutkan materi yang  Memperhatikan
akan diberikan
2. 15 Pelaksanaan :
Menit  Menjelaskan tentang  Memperhatikan
pengertian cidera kepala
 Menjelaskan pengertian dari  Memperhatikan
cedera kepala
 Menjelaskan penyebab  Bertanya dan menjawab
cedera kepala pertanyaan yang diajukan
 Menjelaskan jenis-jenis  Bertanya dan menjawab
cidera kepala pertanyaan yang diajukan
 Menjelaskan tanda dan
gejala cidera kepala
 Menjelaskan Penanganan
dan kebutuhan nutrisi pada
cedera kepala.
 Memberi kesempatan
kepada peserta untuk
bertanya.
3. 7 Evaluasi :
Menit  Menanyakan kepada  Menjawab pertanyaan
peserta tentang materi yang
telah diberikan.
4. 2 Terminasi :
Menit  Mengucapkan terimakasih  Mendengarkan
 Mengucapkan salam  Menjawab salam
penutup

J.Pelaksanaan Kegiatan
1. Topik
Cedera kepala
2. Sasaran
Keluarga pasien dan pengunjung RS
3. Metode
Ceramah, tanya jawab dan diskusi.
4. Media dan Alat
Leaflet dan LCD
5. Waktu dan tempat
Hari / tanggal : Senin, 11 November 2019
Waktu : menyesuaikan
Tempat : Ruang tunggu IGD
6. Pengorganisasian
Penanggung jawab : A. Heuna Ega Wijaya
Moderator : Erisa Bekti Pratiwi dan Tian Ramanda
Pemateri : Wahyu Wibowo dan Anisatul Ulfi
Absen : Herlin Yuli dan Fauziah Zain
Fasilitator : Dian Citra,Adelia, dan Nindiya
Perlengkapan : Herlina Dika dan Riswanda
7. Uraian Tugas
a. Penanggung jawab
Mengkoordinir persiapan dan pelaksanaan penyuluhuan.
b. Moderator
 Membuka acara
 Memperkenalkan mahasiswa dan dosen pembimbing
 Menjelaskan tujuan dan topik
 Menjelaskan kontrak waktu
 Menyerahkan jalannya penyuluhan kepada pemateri
 Mengarahkan alur diskusi
 Memimpin jalannya diskusi
 Menutup acara
c. Pemateri
Mempresentasikan materi untuk penyuluhan.
d. Observer
Mengamati proses pelaksanaan kegiatan dari awal sampai akhir.
e. Fasilitator
 Memotivasi peserta untuk berperan aktif dalam jalannya
penyuluhan
 Membantu dalam menanggapi pertanyaan dari peserta
8. Setting Tempat

Keterangan :

: Pembimbing : Moderator

: Pemateri : Fasilitator

: Peserta : Observer
MATERI PENYULUHAN

1. Pengertian
Cedera kepala merupakan kedaruratan neurologik yang memiliki
akibat yang kompleks, karena kepala merupakan pusat kehidupan seseorang.
Di dalam kepala terdapat otak yang mempengaruhi segala aktivitas manusia,
bila terjadi kerusakan akan mengganggu semua sistem tubuh. Penyebab
trauma kepala yang terbanyak adalah kecelakaan bermotor (47,7%), jatuh
(40,9%) dan terkena benda tajam atau tumpul (7,3%) (Riskesdas, 2015).
2. Etiologi
1. Kecelakaan
2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan
3. Klasifikasi Cedera Kepala
Cedera kepela dapat diklasifikan berdasarkan mekanisme, keparahan dan
morfologi cedera.
1. Mekanisme: berdasarkan adanya penetrasi durameter
- Trauma tumpul: kecepatan tinggi (tabrakan)
Biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh atau pukulan

benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi

yang cepat menyebabkan otak bergerak di dalam rongga cranial dan

melakukan kontak pada protuberans tulang tengkorak.

- Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya.


2. Keparahan cidera
a. Ringan: GCS 14-15
b. Sedang: GCS 9-13
c. Berat: GCS 3-8
3. Morfologi
 Fraktur tengkorak: kranium: linar/stelatum; depresinon depresi;
terbuka/tertutup
Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak. Fraktur

dapat berupa garis/ linear, mutlipel dan menyebar dari satu titik

(stelata) dan membentuk fragmen-fragmen tulang (kominutif). Fraktur

tengkorak dapat berupa fraktur tertutup yang secara normal tidak

memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur tertutup yang memerlukan

perlakuan untuk memperbaiki tulang tengkorak.

 Lesi intrakranial:
- fokal: epidural, subdural, epidural
- Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus
4. Tanda Gejala Cidera Kepala
a. Cidera kepala ringan (kelompok resiko rendah)
- Sadar penuh, orientasi baik (GCS: 14-15)
- Tidak ada kehilangan kesadaran
- Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
- Paseien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit
kepala
- Tidak ada kriteria sedang berat
b. Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
- GCS 9-13 (konfusi, letargi, atau stupor)
- Konkusi
- Amnesia pasca trauma
- Muntah
- Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle sign, mata
rabun, otore, rinorea cairan serebrospinal, hemotimpanum)
- Kejang
c. Cidera kepala berat (kelompok resiko berat)
- Cidera GCS 3-8 (koma)
- Penurunan derajat kesehatan secara progresif
- Tanda neurologis fokal
- Cedera kepala penetrasi, atau teraba fraktur depresi kranium
5. Penatalaksanaan

Pada penderita dengan cedera kepala ringan, dapat diatasi dengan cara
memberikan es atau handuk dingin pada daerah yang mengalami trauma untuk
membantu mengurangi bengkak. Jika terdapat luka, tutup dengan perban
bersih dan tekan selama 5 menit. Luka robek di kepala sering berdarah
banyak. Jika terjadi cedera kepala berat, maka segera dibawa ke rumah sakit
untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan untuk mencegah timbulnya
komplikasi klinis lainnya.
Berikut adalah hal-hal yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan
penderita cedera kepala sedang dan berat saat di luar rumah sakit :
1. Amankan jalan nafas dan berikan oksigen. Jika muntah harus dimiringkan
ke kiri dengan posisi log roll (membatasi gerakan tulang belakang
penderita).
2. Stabilisasi penderita pada papan untuk tulang belakang/ backboard. Batasi
gerakan leher dengan collar kaku dan alat untuk imobilisasi kepala.
3. Segera bawa ke rumah sakit terdekat atau telpon ambulan 119.

a) Tindakan terhadap penalaksanaan peningkatan TIK


1. Mempertahankan oksigenasi adekuat.
2. Pemberian manitol untuk menurunkan edema serebral.
3. Hiperventilasi
4. Penggunaan steroid
5. Meninggikan kepala tempat tidur
6. Kemungkinan intervensi bedah neuro untuk evakuasi bekuan darah.
b) Tindakan pendukung lain
1. Ventilasi
2. Pencegahan kejang dengan antikonvulsan
3. Pemeliharaan cairan dan elektrolit
4. Keseimbangan nutrisi
5. Mempertahankan jalan nafas.
Penatalaksanaan Umum
a. Airway
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Atur posisi : posisi kepala flat dan tidak miring ke satu sisi untuk
mencegah penekanan /bendungan pada vena jugularis.
 Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga, dan mulut.
 Pengisapan secret (dibatasi bila peningkatan TIK)
b. Breathing
 Kaji pola nafas, frekuensi, irama napas, kedalaman
 Monitoring ventilasi : pemeriksaan AGD, saturasi O2 , distress
pernapasan
 Perawatan trakeostomi
c. Circulation
 Kaji keadaan perfusi jaringan perifer (akral, nadi, capillary refill,
sianosis pada kuku, bibir)
 Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, refleksi
terhadap cahaya.
 Monitor TTV
 Pemberian cairan dan elektrolit
 Monitoring intake dan output
 Monitoring EKG
d. Memaksimalkan fungsi serebral / perfusi
 Pengaturan posisi anatomis
 Mengatasi demam
 Meningkatkan sirkulasi serebral
 Pembatasan aktivitas
 Mengurangi stimulasi eksternal
e. Meminimalkan komplikasi
f. Mengoptimalkan fungsi otak
g. Menyokong proses pemulihan dan koping
Penatalaksanaan Khusus
a. Konservatif : dengan pemberian manitol/glisering, furosemid, steroid.
b. Operatif : tindakan kraniotomi, pemasangan drein, shunting prosedur.
c. Monitoring TIK yang ditandai dengan sakit kepala berat, muntah
proyektil dan papil edema.
d. Pemberian nutrisi/diet.

Penatalaksanaan Tambahan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosenfeld & Dun (2015) terhadap 2

anak yang mengalami trauma kepala sedang di Royal Children Hospital (RCH)

Australia, yang menyimpulkan bahwa terapi musik bisa membantu pasien

mencapai kesadarannya, komunikasi, beberapa kemampuan fisik, dan

memberikan pengalaman yang menyenangkan. Penelitian lain yang dilakukan

oleh Chen (2015) di Xuzhou Central Hospital menyimpulkan bahwa terapi

musik merupakan suatu hal yang menguntungkan untuk mendorong

penyembuhan koma pada pasien-pasien cedera kepala dan dapat meningkatkan

derajat kesadaran pasien.

Respon perilaku dari pasien-pasien cedera kepala sedang yang tidak sadar

yang diberikan stimulasi suara musik lebih besar dibandingkan pasien-pasien

yang tidak diberikan stimulasi suara musik. Hal-hal diatas bisa terjadi karena

efek relaksasi dari musik yang lembut kemungkinan berpengaruh positif pada

otak karena Reticular Activating System (RAS) berfungsi mengendalikan

kesiagaan atau kondisi kesadaran dan siklus bangun tidur. Untuk pasien dengan

trauma kepala yang tidak sadar, yang berfungsi hanyalah RAS dan hipotalamus

dan sebagai konsekuensi dari proses penyembuhan, maka elemen-elemen yang

lebih tinggi dari otak akan mulai berfungsi (Rosenfeld & Dun, 2015).
Penurunan stimulasi sistem syaraf simpatis merupakan efek yang

ditimbulkan musik. Respon yang muncul dari penurunan aktivitas tersebut

adalah menurunnya aktivitas adrenalin, menurunkan ketegangan aktivitas

neuromuskular, meningkatkan ambang kesadaran (Novita, 2017).

6. Nutrisi Pada Cedera Kepala


Pada cedera kepala berat terjadi hipermetabolisme sebanyak 2-2,5 kali
normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini terjadi antara
lain oleh karena meningkatnya kadar epinefrin dan norepinefrin dalam darah
dan akan bertambah bila ada demam. Setelah 3-4 hari dengan cairan perenteral
pemberian cairan nutrisi peroral melalui pipa nasograstrik bisa dimulai,
sebanyak 2000-3000 kalori/hari.
7. Komplikasi

Beberapa peneliti mengelompokkan komplikasi penderita cedera kepala

menjadi dua kelompok yaitu komplikasi intrakranial dan ekstrakranial.

Komplikasi ekstrakranial adalah komplikasi organ ekstrakranial selama

perawatan yang dapat mengenai paru, ginjal, hati, kardiovaskuler, pembuluh

darah perifer, gastrointestinal, gangguan keseimbangan elektrolit, koagulopati,

8. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya cedera kepala, sangat dibutuhkan kesadaran
dari diri sendiri untuk menjaga kesehatan terutama keselamatan kita dalam
melakukan suatu aktivitas. Selain itu perlu diperhatikan keselamatan kita saat
di jalan raya, karena dari epidemiologi di atas, kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya
karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan
olahraga dan rekreasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara :
a. Menurunkan kecepatan saat berkendaraan.
b. Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu saat
mengemudi mobil.
c. Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
d. Program pendidikan langsung untuk mencegah berkendaraan sambil
mabuk.
e. Mencegah jatuh
f. Menggunakan alat-alat pelindung dan tehnik latihan.

DAFTAR PUSTAKA

TIM IRD RSU dr Syaiful Anwar Malang. 2014. Basic Trauma Life Support.
Miranda., et al. (2014). Gambaran Ct Scan Kepala Pada Penderita Cedera Kepala
Ringan Di BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode 2012 –
2013.
Padila (2012). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha 358.
Setyawan, H. (2015). Gambaran Pengetahuan Peran Perawat Dalam Ketepatan
Waktu Tanggap Penanganan Kasus Gawat Darurat Di Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
Sekar, R.E. (2015). Peran Perawat terhadap Ketepatan Waktu Tanggap
Penanganan Kasus Cedera Kepala di Instalasi Gawat Darurat RSUD
Dr.Moewardi Surakarta. Surakarta: Stikes Kusuma Husada.

Anda mungkin juga menyukai