Ammana I Wewang dilahirkan dengan nama I Calo, tepatnya di daerah Lutang (Kel. Tande, Kec.
Banggae, Kab. Majene) pada tahun 1854. Ia anak dari pasangan ayah ibu (I Gaqang dan I Kenna), I
Gaqang adalah maraqdia "Raja" kerajaan Alu, salah satu kerajaan lokal yang ada di wilayah Mandar.
Sementara ibunya adalah I Kena seorang putri dari Maraqdia "Raja" Banggae.
Ammana Wewang memiliki tiga saudara yaitu Kacoq Puang Ammana I Pattolawali, Cacaqna
Pattolawali, dan Cacaqna I Sumakuyu. Di usianya yang ke-30 ia didaulat menjabat posisi panglima
perang "maraqdia malolo" di kerajaan Balanipa dan menggantikan posisi I Tamanganro. Ia masuk
dalam jajaran posisi penting bersama arajang Balanipa yang masa itu dijabat oleh "Tokape".
Tepatnya pada tahun 1886 ia diangkat menjadi maraqdia "raja" di kerajaan Alu, hingga pada masa
itu ia merangkap jabatan dengan dua posisi, yaitu sebagai panglima perang di kerajaan Balanipa dan
sebagai raja di kerajaan Alu.
Tahun 1905 Belanda memulai politik penjajahannya yang merupakan maksud utama kedatangannya
di Indonesia. Tahun itupula Belanda telah mengingkari perjanjian. Akibatnya Ajuara Arayang
Pamboang, Kaco' Puang Ammana I Pattolawali dan Calo' Ammana I Wewang mengadakan
pemberontakan. Menyusul pemberontakan La'langi Parimuku dan Pattolo' Pattana Sompa' dari
Mamuju.
1. Sejengkalpun tanah tersisa di Pamboang – Mandar, akan kita pertahankan sampai tetesan
darah yang terakhir.
2. Kalah perang di pantai, kita mundur ke Betteng Galung Adolang sebagai pusat pertahanan
dan gerilya.
3. Semua yang dianggap tidak membantu perjuangan, diambil hartanya untuk biaya
perjuangan, yang melawan dibunuh.
Ketika perjuangan berlangsung, disebutkan ada seorang penghianat yang memberitahukan jalan
rahasia sehingga mampu masuk ke dalam benteng lewat belakang. Akhirnya para pejuang gugur
termasuk Ammana I Wewang. Yang hidup diasingkan dan ditawan di ujung pandang yang sekarang
dikenal dengan nama Makassar.