Anda di halaman 1dari 17

Makalah Proses Belajar

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam kegiatan sehari – hari baik secara disadari atau tidak kita pasti mengalami sebuah
kegiatan yaitu belajar. Belajar secara teori maupun praktek dari lingkungan sekitar. Belajar
mengerti arti kehidupan dan belajar menjadi semakin baik. Anak – anak kecil pun belajar
bagaimana cara mereka berjalan dan berkomunikasi dengan baik. Sebagai calon pendidik kita
juga dituntut untuk mengetahui tentang arti penting belajar. Karena belajar merupakan masalah
yang pasti dihadapi setiap orang.

Pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan


merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi yang selanjutnya diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.
Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan
kondisi-kondisi eksternal individu.

Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar
dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan
dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

Oleh karena itu di sini kita akan mengupas lebih dalam tentang arti dari kata belajar itu sendiri.
Yang diharapkan nantinya akan berguna bagi kita para calon pendidik untuk lebih memahami
kegiatan beajar mengajar ini dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari bagi
peserta didik kita.

1.2. Rumusan Masalah

a. Apa pengertian proses belajar?

b. Jelaskan mengenai tahapan-tahapan dalam proses belajar!

c. Apa saja teori-teori belajar dalam psikologi?


1.3. Tujuan

Untuk mengetahui pengertian proses belajar.

Untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam proses belajar.

Untuk mengetahui teori-teori belajar dalam psikologi.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Proses Belajar

Proses adalah kata yang berasal dari bahasa latin “processus” yang berarti “berjalan ke depan”.
Kata ini mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran
atau tujuan. Menurut Chaplin (1972), proses adalah: “Any change in any object or organism,
particulary a behavioral or psychological change” (Proses adalah suatu perubahan khususnya
yang menyangkut perubahan tingkah laku atau perubahan kejiwaan). Dalam psikologi belajar,
proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan
ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber, 1988)

Jika kita perhatikan ungkapan any change in any object or organism dalam definisi Chaplin di
atas dan kata-kata “cara-cara atau langkah-langkah” (manners or operations) dalam definisi
Reber tadi, istilah “tahapan perubahan” dapat kita pakai sebagai padanan kata proses. Jadi,
proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan
psikomotor yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti
berorientasi ke arah yang lebih maju daripada keadaan sebelumnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses belajar adalah suatu aktifitas psikis ataupun
mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan setumpuk
perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu
bersifat relatif konstan dan berbekas.

Setiap jenis belajar mengandung suatu proses belajar tersendiri yang memiliki kekhususan
tersendiri, namun semua jenis belajar ini meliputi suatu proses belajar yang menunjukkan
gejala-gejala yang terdapat pada semua proses belajar.
2.2. Fase-fase dalam Proses Pembelajaran

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa belajar merupakan peristiwa internal atau dalam diri
individu yang belajar. Untuk memperjelas keterangan tentang proses belajar akan digambarkan
tentang fase-fasenya.

Adapun fase-fase belajar yang dikemukakan oleh Robert Gagne ada 8 fase , yaitu:

a. Motivation

Motivasi berfungsi sebagai pendorong, pengarah, dan sekaligus sebagai penggerak perilaku
seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Guru merupakan factor yang penting untuk
mengusahakan terlaksananya fungsi-fungsi tersebut dengan cara memenuhi kebutuhan
siswa.Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan
keselamatan dan rasa aman, kebutuhan untuk diterima dan dicintai, kebutuhan akan harga diri,
dan kebutuhan untuk merealisasikan diri.

b. Apprehencion

Adalah suatu tahapan pada diri siswa untuk memberikan perhatian pada bagian-bagian yang
esensial dari suatu kejadian instruksional bila belajar akan terjadi, dimana dalam fase ini
seseorang memperhatikan stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami
stimulus tersebut untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Misalnya “golden
eye” bisa ditafsirkan sebagai jembatan di amerika atau sebuah judul film. Stimulus itu dapat
spontan diterima atau seorang Guru dapat memberikan stimulus agar siswa memperhatikan
apa yang akan diucapkan.

c. Acquistion

Fase perolehan adalah suatu tahapan pada diri siswa untuk memperhatikan informasi yang
relevan, maka siswa telah siap menerima pelajaran. pada fase ini seseorang akan dapat
memperoleh suatu kesanggupan yang belum diperoleh sebelumnya dengan menghubung-
hubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan sebelumnya. Atau boleh dikatakan
pada fase ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.

d. Retention

Adalah fase penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada
yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat
dipindahkan ke memori jangka panjang, hal ini terjadi melalui pengulangan kembali (rehearsal),
praktek (practice), elaborasi dan lain-lain.
Fase ini berhubungan langsung dengan ingatan, sedangkan ingatan sendiri ada 2 macam,
yaitu :

1. Memori jangka pendek, yakni jenis memori yang menyimpan informasi untuk diproses
dalam jangka waktu yang cukup panjang.

2. Memori jangka panjang, berarti suatu informasi disimpan secara permanen. Maka
organisasi, makna, dan konteks adalah merupakan elemen penting dalam memori jangka
panjang.

Karena tidak semua informasi bisa disimpan dalam memori jangka panjang, ada beberapa hal
yang harus dilakukan oleh guru dalam membantu memori pelajar, yakni guru selalu
menganjurkan pelajar untuk:

 Membuat ringkasan, yang meliputi arti dan struktur dari apa yang akan diingat.

 Menemukan, bagaimana suatu informasi bisa berhubungan dengan apa yang diketahui
sebelumnya.

 Membagi apa yang harus dipelajari kedalam bagian-bagian kecil secara logis.

e. Recall and retrieval

Adalah Fase pemanggilan dimaksudkan bahwa informasi dalam memori jangka panjang dapat
hilang sehingga bagian penting dari belajar adalah belajar untuk memperoleh hubungan dari
apa yang telah kita pelajari untuk memanggil informasi yang telah dipelajari sebelumnya. Fase
mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori ini, kadang-
kadang dapat saja informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan hubungan dengan
memori jangka panjang. Untuk lebih daya ingat maka perlu informasi yang baru dan yang lama
disusun secara terorganisasi, diatur dengan baik atas pengelompokan-pengelompokan menjadi
katagori, konsep sehingga lebih mudah dipanggil.

f. Generalisation

Adalah penerapan tahapan atau fase transfer informasi, pada situasi-situasi baru, agar lebih
meningkatkan daya ingat, siswa dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru
tersebut.

g. Performance

Adalah fase penampilan adalah suatu tahapan pada diri siswa untuk memperlihatkan
kemampuan mereka bahwa siswa dapat belajar dari sesuatu melalui penampilan yang tampak,
seperti mempelajari struktur kalimat dalam bahasa mereka dapat membuat kalimat yang benar.
h. Feedback

Adalah suatu tahapan pada diri guru untuk memberikan umpan balik kepada siwa sebagai
perwujudan bahwa siswa telah mengerti atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.

Menurut Jerome S. Brunner, salah seorang penentang teori S-R Bond, dalam proses
pembelajaran siswa menempuh tiga fase , yaitu

1. Fase Informasi ( Tahap Penerimaan Materi )

Dalam fase informasi, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan
mengenai materi yan sedang dipelajar. Diantara informasi yan diperoleh itu ada yang sama
sekali baru dan berdiri sendiri ada pula yang berfungsi menambah, memperluas, dan
memperdaln pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki.

2. Fase Transformasi ( Tahap Pengubahan Materi )

Dalam fase transformasi, informasi yang telah diperoleh itu di analisis, diubah, atau
ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya
dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas. Bagi siswa pemula, fase ini akan berlangsung
lebih mudah apabila disertai dengan bimbingan anda selaku guru yang diharapkan kompeten
dalam mentransfer strategi kognitif yan tepat untuk melakukan pembeljaran materi pelajaran
tertentu.

3. Fase Evaluasi

Dalam fase evaluasi, seorang siswa akan menilai sendiri sampai sejauh manakah pengetahuan
( informasi yng telah di transformasikan tadi ) dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-
gejala lain atau memecahkan masalah yang dihadapi.

Menurut Arno F Wittig (1981) dalam bukunya Psychology of learning, setiap proses belajar
selalu berlangsung dalam tiga tahapan yaitu:

1. acquisition (tahap perolehan/penerimaan informasi)informasi


2. storage (tahap penyimpanan informasi)
3. retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi)

Pada tingkatan acquisition seorang siswa mulai menerima informasi sebagai stimulus dan
melakukan respons terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan perilaku baru. Pada
tahap ini terjadi pila asimilasi antara pemahaman dengan perilaku baru dalam keseluruhan
perilakunya. Proses acquisition dalam belajar merupakan tahap paling mendasar. Kegagalan
dalam tahap ini akan mengakibatkan kegagalan pada tahap-tahap berikutnya.

Pada tingkatan storage seorang siswa secara otomatis akan mengalami proses penyimpanan
pemahaman dan perilaku baru yang ia proleh ketika menjalani proses acquitision. Peristiwa ini
sudah tentu melibatkan fungsi short term dan long term memori.

Pada tingkatan retrieval seorang siwa akan mengaktifkan kembai fungsi-fungsi sistem
memorinya, misalnya ketika ia menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah. Proses
retrieval pada dasarnya adalah upaya atau peristiwa mental dalam mengungkapkan dan
memproduksi kembali apa-apa yang tersimpan dalam memori berupa informasi, simbol,
pemahaman, dan perilaku tertentu sebagai respons atau stimulus yang sedang dihadapi.

2.3 Teori-Teori Belajar Dalam Psikologi

Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka bersamaan dengan itu bermunculan
pulalah berbagai teori dalam belajar. Di dalam masa perkembangan psikologi ini muncul secara
beruntun beberapa aliran psikologi pendidikan, masing-masing yaitu:

 Psikologi behavioristik

 Psikologi kognitif

 Psikologi humanistik

 Psikologi sibernetik

Keempat aliran psikologi pendidikan di atas tumbuh dan berkembang secara beruntun dari
periode ke periode berikutnya. Dalam setiap periode perkembangan aliran psikologi tersebut
bermunculan teori- teori tentang belajar, yaitu:

 Teori teori belajar dari psikologi behavioristik

 Teori teori belajar dari psikologi kognitif

 Teori teori belajar dari psikologi humanistik

 Teori teori belajar dari psikologi sibernetik

Adapun uraian masing masing kelompok teori belajar tersebut adalah sebagai berikut:

1. Teori Teori Belajar Psikologi Behavioristik

Teori belajar behavioristik di kemukakan oleh para psikolog behavioristik. Mereka ini sering
disebut ”Contemporary behaviorist” atau juga disebut ”S-R psychologists”. Mereka
berpendapat, bahwa tingkah laku manusia itu di kendalikan oleh ganjaran (reward) atau
penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang erat antara reaksi reaksi behavioral dengan stimulasinya.

Guru guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku murid murid
merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang dan
Bahwa segenap tingkah laku merupakan hasil belajar. Kita dapat menganalisis kejadian tingkah
laku dengan jalan mempelajari latar belakang penguatan terhadap tingkah laku tersebut.

Teori ini juga di sebut dengan aliran tingkah laku. Pandangan tentang belajar menurut aliran
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon atau dengan kata
lain,belajar adalah perubahan yang di alami siswa dalam hal kemampuanya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai interaksi antara stimulus dan respon.

 Teori teori yang Mengawali Perkembangan Psikologi Behavioristik

Psikologi aliran behavioristik mulai berkembang sejak lahirnya teori teori tentang belajar yang di
pelopori oleh Thorndike, Pavlov, Watson, dan Guthrie. Mereka masing-masing telah
mengadakan penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang berharga mengenai hal
belajar.

Pada mulanya, pendidikan dan pengajaran di Amerika Serikat di dominasi oleh pengaruh
Thorndike (1874 – 1949). Teori belajar Thorndike ”connectionism” karna belajar merupakan
proses pembentukan koneksi koneksi antara stimulus dan respon. Berdasarkan eksperimen yang
ia lakukan pada tahun 1990-an, eksperimen Thorndike ini menggunakan hewan-hewan
terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar.

Seekor kucing yang lapar di tempatkan dalam sangkar berbentuk kotak berjeruji yang di
lengkapi dengan peralatan seperti tali dan lain sebagainya. Peralatan tersebut di tata
sedemikian rupa sehingga memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan yang tersedia
di depan sangkar tadi.

Keadaan bagian dalam sangkar yang di sebut puzzle box(peti teka teki)itu merupakan
stimulus yang merangssang kucing untuk bereaksi melepaskan diri dan memperoleh makanan
yang ada di muka pintu.

Mula-mula kucing tersebut mengeong, mencakar dan melompat namun gagal membuka
pintu untuk memperoleh makanan yang ada didepanya.akhirnya entah bagaimana, secara
kebetulan kucing itu berhasil menekan pengukit dan terbukalah pintu sangkar tersebut.
Eksperimen puzzle box ini terkenal dengan nama instrumental conditioning,artinya tingkah laku
yang di pelajari berfungsi sebagai instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran
yang di kehendaki.

Bedasarkan eksperimen di atas,thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan


antara stimulus dan respon,itulah sebabnya teori behavioristik juga di sebut ”S-R psychology of
learning”. Di samping itu, teori ini juga terkenal dengan sebutan ”trial and Error-learning”.hal ini
menunjuk pada panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu
tujuan. Sehubungan dengan eksperimen thorndike tadi,hampir dapat di pastikan bahwa
motivasi (seperti rasa belajar)merupakan hal yang sangat vital dalam belajar.

Dari penelitiannya, thorndike menemukan hukum-hukum:

 ”law of readiness (hukum kesiapsiagaan)”:pada prinsipnya hanya merupakan asumsi bahwa


kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan conduction unit(satuan perantara).unit
unit ini menimbulkan kecendrungan yang mendorong organisme untuk berbuat
sesuatu.jelas,hukum ini semata-mata bersikap spekulatif dan hanya bersifat historis.

 ”law of exercise(hukum latihan)”:generalisasi artinya perilaku(perubahan hasil belajar)


sering dilatih atau di gunakan maka eksistensi perilaku tersebut akan semakin kuat(law of
use),begitupun sebaliknya.

 ”law of effect”:bila mana trerjadi hubungan antara stimulus dan respon dan di barengi
dengan ”state of affair” yang memuaskan maka hubungan itu menjadi lebih kuat dan begitu
pula sebaliknya.

Teori belajar hasil eksperimen thorndike di atas secara prinsial bersifat behavioristik artinya
lebih menekankan timbulnya prilaku jasmani yang nyata dan dapat di ukur. Jika kita renungkan
dan bandingkan dengan teori juga temuan riset psikologi kognitif, karakteristik belajar dalm
teori behavioristik yang telanjur diyakini sebagian besar ahli pendidikan itu,sesungguhnya
mengandung banyak kelemahan, di antaranya:

a. Proses belajar itu dapat di amati secara langsung padahal proses kegiatan mental yang
tidak dapat di saksikan dari luar kecuali sebagian gejalanya

b. Proses belajar ini bersifat otomatis-mekanis sehingga terkesan seperti gerakan mesin dan
robot. Padahal setiap siswa memiliki kemampuan mengarahkan dan mengendalikan diri yang
bersifat kognitif

c. Proses belajar manusia yang di analogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit di
terima,mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara manusia dan hewan.
2. Teori-Teori Belajar dalam Psikologi Kognitif

Dalam teori belajar ini berpendapat,tingkah laku seseorang tidak hanya di kontrol oleh ”reward”
dan reinforcement”. Mereka ini adalah para ahli jiwa aliran kognitifis. Menurut pendapat
mereka,tingkah laku seseorang senantiasa di dasarkan pada kognisi,yaitu tindakan mengenal
atau memikirkan situasi di mana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi belajar,seseorang terlibat
langsung dalam situasi itu dan memperoleh ”insight” untuk pemecahan masalah. Jadi kaum
kognitif berpandangan,bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung kepada insigh terhadap
hubungan hubungan yang ada di dalam suatu situasi.

 Awal pertumbuhan teori teori belajar psikologi kognitif

Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar ”gestalt”. Penemu dari
psikologi gestalt adalah Mex Werteimer(1886-1943)yang meneliti tentang pengamatan dan
problem solving. Suatu konsep yang terpenting dalam psokologi gestalt adalah
tentang”insight”,yaitu pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan hubungan
antar bagian bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Insigh itu sering di hubungkan dengan
pernyataan spontan ”aha” atau ”oh, I see now”.

Menurut pandangan gestaltis,semua kegiatan belajar (baik pada simpase maupun pada
manusia)menggunakan insigh atau pemahaman terhadap hubungan hubungan terutama
hubungan antara bagian dan keseluruhan . menurut psikologi gistalt,tingkah kejelasan atau
keberartian dari pada yang di amati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan belajar
seseorang dari pada dengan hukuman atau ganjaran.

 Teori belajar ”cognitive- field” dari lewin

Bertolak dari penemuan gestalt psychology,Kurt Lewin(1892-1947) mengembangkan suatu teori


belajar ”cognitive- field” dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial.

Lewin berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan
kekuatan,baik yang dari dalam diri individu seperti tujuan,kebutuhan, tekanan kejiwaan maupun
dari luar diri individu seperti tantangan maupun permasalahan. Menurut Lewin, belajar
berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitifitu adalah hasil dari dua
macam kekuatan satu dari struktur medan kognisi itu sendiri,yang lainya dari kebuthan dan
motivasi internal individu.Lewin memberikan peranan yanglebih penting pada motivasi dari
pada reward.

3. Teori Teori Belajar dari Psikologi Humanistis

Perhatian teori humanistik yang terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap tiap individu
dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada
pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistis penyusunan dan
penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan dengan persan dan perhatian siswa.

Tujuan utama para pendidik ialah membantu siswa mengembangkan dirinya,yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri meraka.

Bagi penganut teori ini, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri.
Dari keempat teori belajar,teori humanistik inilah yang paling abstrak, yang paling mendekati
dunia filsafat dari pada dunia pendidikan.

Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya ”isi” dari proses belajar, dalam kenyataan
teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang
paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang
paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang biasa kita amati dalam dunia
keseharian. Wajar jika teori ini sangat bersifat eklektik. Teori apapun dapat di manfaatkan asal
tujuan untuk ”memanusiakan manusia”(mencapai aktualisasi diri dan sebagainya itu) dapat
tercapai.

 Awal Timbulnya Psikologi Humanistis

Pada akhir tahun 1940-an muncullah suatu perspektif psikologi baru. Orang-orang yang terlibat
dalam penerapan psikologilah yang berjasa dalam perkembangan ini,misalnya ahli-ahli psikologi
klinik, pekerja-pekerja sosial dan konselor bukan merupakan hasil penelitian dalam bidang
proses belajar. Gerakan ini berkembang dan kemudian di kenal sebagai psikologi humanistik.
Psikologi ini berusaha untuk memahami perilaku seseorang dari sudut si perilaku (behaver)
bukan dari pengamat.

Dalam dunia pendidikan aliran humanistis muncul pada tahun 1960 – 1970-an dan mungkin
perubahan – perubahan dan inovasi yang terjadi selama dua dekade yang terakhir pada abad
ke-20 ini pun juga akan menuju pada arah ini. (Jhon Jarolimak dan Clifford D. Foster 1976,
halaman 330).

 Pandangan Tokoh – Tokoh Humanistis

Dari segi isi pelajaran yang harus ada dalam sebuah pembelajaran materi yang dipelajari oleh
siswa harus mencakup tiga ranah atau kawasan materi. Sebagaimana Bloom dan Krathwohl
mengatakan bahwa meteri pembelajaran meliputi aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif.
Sedangkan dari segi tahapan belajar yang harus dilalui oleh siswa terbagi menjadi empat
tahapan. Hal ini diutarakan oleh Kolb. Menurutnya, tahapan belajar siswa meliputi tahap
pengalaman kongkret, pengamatan aktif dan reflektif, konseptualisasi, dan eksperimentasi aktif.
Dan hal yang paling penting dari teori humanistis adalah bahwa penyusunan dan penyajian
materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.

4. Teori Teori Belajar dari Psikologi Sibernetik

Teori ini beranggapan bahwa tidak ada satupun teori yang ideal untuk segala situasi dan cocok
untuk karekter setiap siswa. Oleh karena itu titik tekan dari teori ini adalah bagaimana
memahami ciri – ciri dari karakter sistem informasi (bahan atau masalah yang akan dipelajari).
Tujuan dari pemahaman terhadap ciri – ciri informasi ini adalah agar proses belajar sesuai
dengan materi yang akan disampaikan. Bagaimanapun proses juga merupakan hal yang penting
dalam teori sibernetik.

Penekanan pada sistem informasi ini didasarkan pada cara berfikir siswa pada umumnya.
Menurut Landa cara berfikir siswa ada dua macam. Yaitu algoritmik, yaitu proses berfikir linier,
konvergen, lurus menuju pada satu target tertentu. Dan cara berfikir heuristik, yakni cara
berfikir divergen, menuju kebeberapa target sekaligus. Tokoh lain juga berkata demikian, akan
tetapi ada perbedaan pada cara berfikir yang kedua. Jika menurut Landa berfikir secara heuristik
maka menurut Pask dan Scott adalah berfikir secara Wholist atau menyeluruh. Maksudnya ialah
berfikir yang cenderung melompat kedepan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem
informasi. Sebagai contoh ibarat melihat lukisan, bukan detail – detail dari lukisan tersebut yang
kita amati, akan tetapi langsung secara keseluruhan lukisan tersebut, baru kemudian pada
bagian – bagian kecilnya.

Pendekatan yang berorientasi pada sistem informasi menekankan beberapa hal seperti ingatan
jangka pendek (short term memory) ingatan jangka panjang (long term memory), dan
sebagainya yang berhubungan dengan apa yang terjadi dalam otak kita dalam proses
pengolahan informasi. Selain harus memahami sistem informasi juga harus memahami
lingkungan yang memengaruhi mekanisme pembelajaran.

2.4 Bentuk Bentuk Belajar


Proses belajar tidak berbentuk tunggal saja, terdapat beberapa jenis belajar yang masing masing
mempunyai ciri ciri tersendiri walaupun semuanya merupakan suatu proses belajar. Adapun jenis jenis
belajar adalah sebagai berikut.

a. Belajar menurut fungsi psikis, yang terdiri atas empat fungsi berikut ini.

1) Belajar dinamik atau kognitif. Ciri khasnya terletak dalam belajar berkehendak terhadap suatu
secara wajar. Berkehendak adalah suatu aktivitas psikis yang terarah pada pemenuhan suatu
kebutuhan yang disadari dan dihayati
2) Belajar afektif, menghayati nilai dari objek objek yang dihadapi melalui alam perasaan. Obyek
belajarnya dapat berupa orang, benda, kejadian, atau peristiwa. Cirinya dalam belajar terletak
pada penggunaan perasaan dalam bentuk ekspresi yang wajar
3) Belajar kognitif. Ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan menggunakan bentuk –
bentuk representasi yang mewakili objek objek yang dihadapi, entah objek itu orang, benda,
kejadian, atau peristiwa
4) Belajar senso – motoric, belajar menghadapi dan menangani objek objek secara fisik, termasuk
kejasmanian manusia sendiri

b. Belajar menurut materi yang dipelajari sebagai berikut.

1) Belajar teoritis, bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta atau pengetahuan dalam
sebuah kerangka organisasi mental hingga dapat dipahami dan digunakan untuk memecahkan
problem, seperti yang terjadi dalam bidang – bidang studi ilmiah
2) Belajar teknis, bertujuan untuk mengembangkan keterampilan keterampilan dalam menangani
dan memegang benda – benda serta menyusun bagian bagian materi menjadi suatu
keseluruhan, misalnya, belajar mengetik dan membuat suatu mesin tik.
3) Belajar ber- masyarakat, bentuk belajar ini bertujuan mengekang dorongan dan kecenderungan
spontan, demi kehidupan bersama dan memberikan kelonggaran kepada orang lain untuk
memenuhi kebutuhannya.
4) Belajar Estetis, bertujuan untuk membentuk kemampuan menciptakan dan menghayati
keindahan di berbagai bidang kesenian

c. Bentuk belajar yabg tidak begitu disadari, seperti berikut ini.

1) Incidental Learnin( Belajar Insidental ). Proses belajar berlangsung bila orang mempelajari
sesuatu dengan tujuan tertentu, tetapi di samping itu juga belajar hal yang lain yang sebenarnya
tidak menjadi sasaran
2) Latent Learning ( Belajar Tersembunyi ). Proses belajar tanpa ada intens atau maksud untuk
belajar atau mempelajari ( dari pihak orang yang belajar ). Seperti kegiatan belajar di sekolah,
guru atau dosen dapat merencanakan supaya siswa atau mahasiswa belajar sesuatu tanpa
mereka sadari sedang belajar yang dimaksudkan oleh pengajar.

2.5 Faktor Faktor yang memengaruhi belajar


Secara umum factor – factor yang memengaruhi belajar dapat dibedakan menjadi tiga macam,
sebagai berikut.
a. Faktor Internal

1) Aspek fisiologis, adalah kondisi umum jasmani dan tonus atau tegangan otot yang menandai
tingkat kebugaran organ – organ tubuh dan sendi-sendi yang dapat memengaruhi semangat dan
intensitas dalam mengikuti pelajaran
2) Aspek psikologis, dapat memengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran, antara
lain factor rohaniah pelajar yang pada umumnya dipandang lebih esensial yaitu tingkat
kecerdasan atau intelegensi terdidik sikap, bakat, minat, dan motivasi siswa atau mahasiswa

b. Faktor Eksternal

1) Lingkungan social, termasuk pengajar, staf administrasi, teman teman kelas akan memengaruhi
semangat belajar peserta didik
2) Lingkungan non social, termasuk gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga
dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan, karena factor-
faktor ini turut mendukung tingkat kebersihan belajar.

c. Faktor pendekatan belajar, adalah segala metode atau strategi yang digunakan untuk menunjang
keefektifan dan efisiensi proses belajar. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah
operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan
belajar tertentu. Di samping itu factor-faktor internal dan eksternal peserta didik, maka factor
pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses pembelajaran.

2.6 Fase-fase dalam proses belajar

R.M Gagne dalam bukunya Essentials of Learning for Instruction menjelaskan urutan atau fase-fase
dalam proses belajar secara kongkrit seperti berikut ini.

a. Attention atau menaruh perhatian, contoh dalam proses belajar di kelas, benar-benar
konsentrasi kepada pelajaran.
b. Motivation atau menyadari tujuan belajar, sadar akan tujuan instruksional dan bersedia
melibatkan diri
c. Menggali dari ingatan jangka panjang mengingat kembali tentang apa yang sudah diketahui
sebelumnya
d. Berprestasi selektif, mengamati unsur – unsur dalam perangsang yang relevan bagi pokok
bahasan, mengolah informasi dari ingatan jangka pendek
e. Mengolah informasi dari ingatan jangka panjang
f. Mendapatkan umpan balik, mendapat penguatan dari pengajar kalua prestasinya tepat.
g. Memantapkan hasil belajar, mengajukan berbagai tugas untuk mengakarkan hasil belajar
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Proses belajar adalah suatu aktifitas psikis ataupun mental yang berlangsung dalam interaksi
aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan setumpuk perubahan dalam pengetahuan dan
pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas.

Ada beberapa pendapat mengenai fase-fase belajar, di antaranya yaitu:

a. Pendapat Gagne: fase-fase belajar terdiri atas Motivation, Apprehencion, Acquistion,


Retention, Recall and retrieval, Generalisation, Generalisation dan Feedback.

b. Pendapat Jemore S. Brunner: menyatakan fase-fase belajar yaitu, Fase Informasi ( Tahap
Penerimaan Materi ), Fase Transformasi ( Tahap Pengubahan Materi ) dan Fase Evaluasi.

c. Pendapat Arno F. Wittig: menurut Wittig fase-fase belajar terdiri dari acquisition (tahap
perolehan/penerimaan informasi), storage (tahap penyimpanan informasi) dan retrieval (tahap
mendapatkan kembali informasi).

Keempat teori belajar yang telah dijelaskan di depan memiliki pandangan tersendiri
terhadap makna belajar. Yakni, behavioristik mengatakan belajar adalah interaksi stimulus dan
respon (S+R), kognitif adalah insigh atau pemahaman hubungan antar situasi, yang dimunculkan
oleh medan kognisi (fikiran), humanistik berpendapat bahwa belajar adalah usaha untuk
memanusiakan manusia atau, sedangkan sibernetik adalah pengolahan informasi.

Dari keempat teori tersebut, bihavioristik adalah teori yang menitik beratkan tujuan dari
belajar, ketiga teori yang menitik beratkan pada proses dari belajar itu sendiri. Dapat diambil
kesimpulan dari keempat teori tersebut jika digabungkan maka sesuai dengan apa yanng
sampaikan oleh UNISCO bahwa untuk meningkatkan atau memajukan manusia harus dengan
sistem pendidikan yang mengacu pada learning To Do(behavior) , To Know (kognitif), To Be
(humanis), dan To Life Together (sibernetis).

3.2. Saran
Makalah ini kami rangkum dari beberapa sumber, namun sumber yang menjadi rujukan kami
sangat terbatas sehingga hasilnya pun tidak maksimal. Karena itu kami sebagai penulis
membuka diri untuk menerima saran-saran dari para pembaca agar makalah ini dapat labih baik
lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Hamzah.B. Uno. 2008.Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran.Jakarta:Bumi Aksara.

Shalahuddin, Mahfudh.1990. Pengantar Psikologi Pendidikan. Surabaya: Bina Ilmu.

Shirotulazizah.2010. Makalah Pendidikan Tentang Proses dan Tahapan Belajar. dari HYPERLINK
"http://rizach.blogspot.com/" http://rizach.blogspot.com pada tanggal 27 September 2014
pukul 01:06 Wib.

Soemanto.Wasty. 2006.Psikologi Pendidikan.Jakarta:Rineka Cipta.

Uman, Cholil. (1998) Ikhtisar Psikologi Pendidikan. Surabaya: Duta Aksara.

Anda mungkin juga menyukai