Anda di halaman 1dari 20

PESERTA DIDIK

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam


Dosen Pembimbing
Hj. Chalimatus Sa’dijah

Oleh :
1. Febby Yuliana Putri (21801011042)
2. Zakiyah Bahama Putri Hawa (21801011059)
3. Ina Fatamala Making (21801011047)
4. Afrizal Galela (21801011069)
5. A. Wildan Najin E (2180101193)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji bagi Allah yang telah mencurahkan rahmat dan hidayahNya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan dosen mata
kuliah”Peserta Didik”. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
pemimpin paling mulia, manusia yang baik akhlaknya yaitu Nabi Muhammad
SAW, kepada keluarga, para sahabat sera para penngikut setia hingga akhir zaman
.AMIN

Tugas ini berjudul “Peserta Didik” yang insya Allah akan memberikan
pemahaman kepada pembaca.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada dosen,yang telah


memberikan arahan dan membantu kami dalam mendapatkan sumber-sumber
materi yang bisa kami jadikan pedoman untuk menyelesaikan tugas makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan dan peserta didik merupakan komponen penting dalam
era pendidikan Islam. Kedua komponen ini saling berinteraksi dalam
proses pembelajaran untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang di
inginkan.
Demikian pula peserta didik, ia tidak hanya sekedar objek
pendidikan, tetapi pada saat-saat tertentu ia akan menjadi subjek
pendidikan. Hal ini membuktikan bahwa posisi peserta didik pun tidak
hanya sekedar pasif laksana cangkir kosong yang siap menerima air kapan
dan dimanapun. Akan tetapi peserta didik harus aktif, kreatif dan dinamis
dalam berinteraksi dengan gurunya, sekaligus dalam upaya
pengembangan keilmuannya.
Dilihat dari segi kedudukannya, peserta didik adalah makhluk yang
sedang berada dalam proses pekembangan dan pertumbuhan menurut
fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan
yang konsisiten menuju 3earah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Dengan demikian, maka agar pendidikan Islam dapat berhasil dengan
sebaik-baiknya haruslah menempuh jalan pendidikan yang sesuai
dengan perkembangan fitrah anak didik.
Berkaitan dengan hal di atas, maka peseta didik dalam pendidikan
Islam memiliki aspek-aspek penting yang perlu kita kaji dan kembangkan
dalam kajian pendidikan. Oleh karena itu, pada pembahasan kali ini
kami akan menjelaskan tentang pengertian peserta didik dalam
pendidikan Islam, kebutuhan-kebutuhan peserta didik, karakteristik
peserta didik, dan sifat-sifat serta kode etik peserta didik dalam pendidikan
Islam.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari peserta didiik?
2. Bagaimana mengetahui kebutuhan dan dimensi peserta didik?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian peserta didik
2. Untuk mengetahui tentang kebutuhan-kebutuhan peserta didi
3. Untuk mengetaui dimensi serta intelegensi peserta didik
4. Untuk mengetahui tentang kode etik peserta didik
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PESERTA DIDIK


Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada pada
fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik mupun psikis,
pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seorang peserta didik
yang perlu bimbingan dari seorang pendidik.
Pertumbuhannya menyangkut fisik dan perkembangan
menyangkut psikis. Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional, peserta didik adalah anggota
mayarakat yang beruaha mengembangkan dirinya melalui proses
pendidikan pada jalur jenjang dan jsenis pendidikan tertentu.
Syamsul Nizar mendeskripsikan enam kriteria peserta didik :
 Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi memiliki
dunianya sendiri
 Peserta didik memiliki periodesasi perkembangan dan
pertumbuhan.
 Peserta didik adalah makhluk Allah yang memilki perbedaan
individu baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun lingkungan
dimana ia berada
 Peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani,
unsur jasmani memiliki daya fisik dan unsur rohani memilki daya
akal nurani dan nafsu.
 Peserta didik adalah manusia yang memilki potensi atau fitrah
yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.

Penyebutan peserta didik ini juga mengisyaratkan bahwa


lembaga pendidikan tidak hanya disekolah (pendidikan formal)
tapi juga lembaga pendidikan di mayarakat, seperti Majlis Ta’lim,
Paguyuban dan lain-lain.Sama halnya dengan teori peserta didik
dalam pendidikan Islam adalah individu sedang tumbuh dan
berkembang baik secara fisik, pikologis, sosial, religius, dalam
mengarungi kehidupan didunia dan di akhirat kelak.
Definisi tersebut memberikan arti bahwa peserta didik
merupakan individu yang belum dewasa, yang karenanya
memerlukan orang lain untuk menjadikan dirinya dewasa. Anak
kandung adalah peserta didik dalam keluarga, murid adalah
peserta didik di sekolah, anak- anak penduduk adalah peserta didik
mayarakat sekitarnya, dan umat beragama menjadi peserta didik
ruhaniawan dalam suatu agama.
Didalam proses pendidikan peserta didik disamping sebagai
objek juga sebagai objek. Oleh karena itu agar seorang pendidik
berhasil dalam proses pedidikan, maka ia harus memahami peserta
didik dengan segala karakteristiknya. Diantara apek yang harus
dipahami oleh pendidik yaitu kebutuhnnya, dimensi-dimensinya,
intelegensinya dan kepribadiannya.
B. KEBUTUHAN PESERTA DIDIK
1. Kebutuhan Fisik
Fisik peserta didik mengalami pertumbuhan fisik yang cepat terutama
pada masa pubertas. Kebutuhan biologis, yaitu berupa makan, minum,
dan istirahat, dimana hal ini menuntut peserta didik untuk
memenuhinya.
2. Kebutuhan Sosial
Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan yang berhubungan langsung dengan
masyarakat agar peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat
lingkungannya, seperti diterima oleh teman-temannya secara wajar.
3. Kebutuhan Untuk Mendapatkan Status
Peserta didik terutama pada usia remaja membutuhkan seuatu yang
menjadikan dirinya berguna bagi masyarakat.
Kebutuhan Untuk Mandiri
Peserta didik pada usia remaja ingin lepas dari batasan-batasan atau
aturan orang tuanya dan mencoba untuk mengarahkan dan
mendisiplinkan dirinya sendiri.
4. Kebutuhan Untuk Berprestasi
Dengan terpenuhinya kebutuhan untuk memiliki status atau
penghargaan dan kebutuhan untuk hidup mandiri dapat membut
peserta didik giat untuk mengejar prestasi.
5. Kebutuhan Ingin Disayangi Dan Dicintai
Rasa ingin disayangi dan dicintai merupakan kebutuhan yang esensial,
karena dengan terpenuhi kebutuhan ini akan mempengaruhi sikap
mental peserta didik.
6. Kebutuhan Untuk Curhat
Kebutuhan untuk curhat terutama remaja dimaksudkan suatu
kebutuhan untuk dipahami ide-ide dan permasalahan yang
dihadapinya.
7. Kebutuhan Untuk Memiki Filsafat Hidup (Agama)
Kebenaran dan nilai-nilai ideal yang murni hanya ditemukan dalam
agama. Oleh karena itu peserta didik sangat membutuhkan agama.

Peserta didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk memenuhi


kebutuhan itu semaksimal mungkin. Kebutuhan individu, menurut
Abraham Maslow, terdapat lima hierarki kebutuhan yang dikelompokkan
dalam dua kategori, yaitu:
 kebutuhan-kebutuhan taraf dasar (basic need) yang meliputi
kebutuhan fisik;rasa aman dan terjamin, cinta dan ikut memiliki
(sosial), dan harga diri.
 Metakebutuhan-metakebutuhan (meta need),meliputi apa saja
yang terkndung dalam aktualisasi diri, seperti keadilan, kebaikan,
keindahan, keteraturan, kesatuan, dan lain sebagainya.
C. DIMENSI-DIMENSI PESERTA DIDIK
1. Dimensi Fisik (Jasmani)
Menurut Widodo Supriyono, manusia merupakan makhluk multi
dimensional yang berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya. secara garis
besar ia membagi manusia pada dua dimensi yaitu dimensi fisik dan
rohani. seara rohani, manuia mempunyai potseni kerohanian yang tak
terhingga banyaknya. Potensi-potensi tersebut nampak dalam bentuk
memahami sesuatu (ulil albab), dapat berfikir/merenung, mempergunakan
akal, dapat beriman, bertaqwa, mengingat atau mengambil pelajaran,
mendengar kebenaran firman Tuhan, dapat berilmu, berkessenian, dapat
menguasai teknologi tepat guna dan terakhir manuia lahir ke dunia telah
membawa fitrah.
2. Dimensi Akal
Al Isfahami, membagi akal manusia kepada dua macam yaitu:
 Aql al mathhu’
Akal yang merupakan pancaran dari Allah SWT sebagai fitrah
ilahi. Akal ini menduduki posisi yang sangt tinggi, namun demikian, akal
ini tidak akan bisa berkembang dengan baik secara optimal, bila tidak
dibarengi dengan kekuatan akal lainnya, yaitu aql al-masmu’
 Aql al masmu’
Akal yang merupakan kemampuan menerima yang dapat
dikembangkan oleh manusia. Akal ini bersifat aktif dan berkembang
sebatas kemampuan yang dimilikinya lewat bantuan proses pengindraan,
secara bebas.

Meskipun demikian kemampuan akal cukup terbatas. Pada


dimensi ini, akal memerlukan bantuan al qolbu. Sebab dengan al qolbu
tersebut manusia dapat merasakan eksistensi arti immateril dan
kemampun menganalisanya lebih lanjut.
Dalam dunia pedidikan, fungsi intelektual atau kemampuan akal
manusia atau anak didik dikenal dengan istilah kognitif. Istilah kognitif
berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti mengetahui.
Dalam arti yang luas kognisi ialah peroleh,penataan dan penggunaan
pengetahuan. Kognitif sebagai salah satu peranan pikologis yang berpusat
di otak meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan
pemahaman,pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah,
kesenjangan dan keyakinan.
Mendidik akal tidak lain adalah mengaktualkan potensi dasarnya.
Potensi dasar itu sudah ada sejak manusia lahir, tetapi masih berada dalam
alternatif berkembang menjadi akal yang baik, atau sebaliknya tidak
berkembang sebagaimana mestinya. Dengan pendidikan yang baik, akal
yang masih berupa potensi akhirnya menjadi akal yang siap dipergunakan.
Sebaliknya, membiarkan potensi akal tanpa pengarahan yang positif,
akibatnya bisa fatal. Karenanya pendidikan akal memiliki arti yang
penting dibatasi pandangan itu.
3. Dimensi Keberagamaan
Manusia adalah makhluk berketuhanan atau disebut homodivonius
(makhluk yang percaya adanya tuhan) atau disebut juga homo
religius artinya makhluk yang beragama. Dalam pandangan islam, sejak
lahir manusia telah mempunyi jiwa agama, jiwa yang mengakui
adanya yang maha pencipta dan maha kuasa yaitu allah. Sejak di alam
ruh manusia telah mempunyai komitmen bahwa Allah adalah tuhannya.
Islam memandang ada suatu kesamaan diantara sekian perbedaan manusia.
Kesamaan itu tidak pernah akan berubah karena pengaruh ruang
dan waktu. Yaitu potensi dasar beriman (aqidah tauhid) kepada Allah.
Aqidah tauhid merupakan fitrah (sifat dasar) manusia sejak misaq dengan
Allah. Sehingga manusia pada prinsipnya selalu ingin kembali kepada sifat
dasarnya meskipun dalam keadaan yang berbeda-beda.
Pandangan Islam terhadap fitrah inilah yang membedakan
kerangka nilai dasar pendidikan Islam dengan yang lain. Dalam konteks
makro, pandangan islam terhadap manuia ada tiga implikai dasar yaitu:
a. implikasi yang berkaitan dengan pendidikan di masa
depan, dimana pendidikan diarahkan untuk
mengembangkan fitrah seoptimal mungkin dengan tidak
mendikotomikan materi.
b. tujuan (ultimte goal) pendidikan, yaitu insan kamil yang
akan tercapai bila manusia menjalankan fungsinya sebagai
abdullah dan khalifah sekaligus.
c. muatan materi dan metodologi pendidikan, diadakan
spesialisasi dengan metode integralistik dan disesuaikan
dengan fitrah manusia.
Manusia adalah hasil dari proses pendidikan yang mempunyai
tujuan tertentu. Tujuan pendidikan akan mudah tercapai kalau ia
mempunyai kesamaan dengan sifat-sifat dasar dan kecenderungan manusia
pada objek-objek tertentu. Berkaitan dengan sifat dasar inilah pendidikan
islam dirumuskan untuk membentuk insan muttaqin yang memiliki
keseimbangan dalam segala hal berdasarkan iman yang mantap untuk
mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
4. Dimensi Akhlak
Salah satu dimensi manusia yang sangat diutamakan dalam
pendidikan islam adalah akhlak. Pendidikan agama berkaitan rapat dengan
pendidikan akhlak. Hampir-hampir sepakat filosof-filosof pendidikan
islam, bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan islam. Sebab salah
satu tujuan tertinggi pendidikan islam adalah pembinaan akhlak al-
karimah.
Akhlak menurut pengertian islam adalah salah satu hasil dari iman
dan ibadat, karena iman dan ibadat manusia tidak sempurna kecuali dari
itu muncul akhlak yang mulia. Maka akhlak dalam islam bersumber pada
iman dan taqwa dan mempunyai tujuan langsung, yang dekat yaitu harga
diri dan tujuan jauh, yaitu ridho Allah SWT.
Pembentukan akhlak yang mulia merupakan tujuan utama
pendidikn islam. Tujuan pendidikan akhlak dalam islam adalah untuk
mmbentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam
berbicara dan perbuatan, mulia dalam bertingkah laku, bersifat bijaksana,
sopan dan beradab, ikhlas jujur, dan suci. Berdasarkan tujuan ini maka
setiap saat, kedaan, pelajaran, aktivitas, merupakan sarana pendidikan
akhlak. setiap pendidik harus memelihara akhlak dan memperhatikan
akhlak di atas segalanya.

5. Dimensi Rohani (Kejiwaan)


Dimensi kejiwaan merupakan suatu dimensi yang sangat penting,
dan memiliki pengaruh dalam mengendalikan keadaan manusia agar hidup
sehat, tenteram dan bahagia. Penciptaan manusia mengalami
kesempurnaan setelah allah meniupkan sebagian ruh ciptaan-Nya.Ruh
manusia itu bisa berkembang ke taraf yang lebih tinggi apabila manusia
berusaha kearah itu. Menurut Al-Ghazali jalan kearah itu adalah dengan
peningkatan iman, amal dan mempererat hubungan yang terus menerus
dengan Allah SWT , melalui ibadah terus menerus, tilawah Al Qur’an, dan
do’a atau dengan kata lain melalui pseningkatan keberagamaan. Dengan
memperbanyak ibadah maka rohani manusia akan mencapai kebahagiaan
dan ketentraman yang tiada taranya.
Oleh karena itu maka dalam rangka terlaksana usaha untuk
mewujudkan kebahagiaan tersebut adalah dengan pendidikan agama. Yang
dimaksud dengan pendidikan agama tidak hanya upaya untuk membekali
anak didik dengan pengetahuan agama, tapi sekaligus upaya untuk
menanamkan nilai keagamaan dan membentuk sikap keagamaan sehingga
menjadi bagian dari kepribadian mereka.
6. Dimensi Seni (Keindahan)
Seni adalah bagian dari hidup manusia. Allah telah
menganugerahkan kepada manusia berbagai potensi rohani maupun
indrawi (mata, telinga, dan lain sebagainya). Seni sebagai salah satu
potensi rohani, maka nilai seni dapat diungkapkan oleh perorangan sesuai
dengan kecenderungannya, atau oleh sekelompok masyarakat sesuai
dengan budayanya, tanpa adanya batasan yang ketat kecuali yang
digariskan Allah.
Islam tidak hanya mengajak manusia untuk merasakan keindahan,
mencintai dan menikmatinya, tapi juga menekankan agar manusia
mengungkapkan perasaan dan kecintaan itu yang juga merupakan suatu
keindahan. Nilai keindahan sangat erat kaitannya dengan keimanan.
Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang, ia semakin mampu untuk
menyaksikan dan merasakan keindahan yang diciptakan allah di alam.
seorang mukmin juga mencintai keindahan, karena rabbnya mencintai
yang indah.
Seni bagi seorang mukmin adalah sarana untuk mendekatkan diri
kepada allah dan mseningkatkan keimanan, bukan menjadi suatu yang
dapat msenimbulkan kelalaian dan kesombongan yang dibenci oleh allah
dan manusia. Oleh karena itu seorang pendidik hendaklah mampu
mengarahkan anak didiknya untuk dapat mengembangkan dimensi seni,
baik dalam bentuk bimbingan untuk merasakan dan menghayati nilai-nilai
seni yang ada pada alam ciptaan allah maupun memotivasi merek agar
mampu mengungkapkan nilai-nilai sseni terebut sesuia dengan bakat dan
kemampuan mereka masing-masing.
7. Dimensi Sosial
Pendidikan sosial ini melibatkan bimbingan terhadap tingkah laku
sosial, ekonomi politik dalam rangka aqidah islam yang betul dan ajaran-
ajaran dan hukum-hukum agama yang dapat mseningkatkan iman, taqwa,
takut kepada allah dan mengerjakan ajaran-ajaran agamanya yang
mendorong kepada produksi, menghargai waktu, jujur, ikhlas dalam
perbuatan, adil, kasih sayang, ihsan, mementingkan orang lain, tolong
menolong, setia kawan, menjaga kemaslahatan umum, cinta tanah air, dan
lainnya bentuk akhlak yang mempunyai nilai sosial.
D. INTELEGENSI PESERTA DIDIK
Intelegensi (kecerdaan) dalam bahasa inggris disebut intellegene
dan bahasa arab diebut al dzaka menurut arti bahasa adalah pemahaman,
kecepatan, dan kesempurnaan.Pada mulanya, kecerdasan hanya berkaitan
dengan kemampuan struktur akal (intellect) dalam menangkap gejala
sesuatu, sehingga kecerdasan hanya bersentuhan dengan aspek-aspek
kognitif(al majal al ma’rifi). Namun pada perkembangan berikutnya,
disadari bahwa kehidupan manuia bukan sekedar semata-mata memenuhi
struktur akal, melainkan terdapat struktur kalbu yang perlu mendapat
tempat tersendiri untuk menumbuhkan aspek-aspek afektif (al infi’ali),
seperti kehidupan emosionl, moral, spiritual dan agama. Pada saat ini
pemahaman terhadap kecerdasan itu sudah berkembang diantaranya:
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosionl, kecerdaan spiritual dan
kecerdasan qalbu. Semua jenis kecerdasan ini perlu di kembangkan dalam
pendidikan islam.
1. Kecerdasan intelektual
Kecerdasan intelektual adalah kecerdaan yang menuntut
pemberdayaan otak, hati, jasmani, dan pengaktifan manusia untuk
berinteraksi secara fungsional dengan yang lain. Selanjutnya menurut
Danah Zohar dan Marshall, kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang
berhubungan dengan proses kognitif. Seperti berfikir, daya
menghubungkan, msenilai dan memilh serta mempertimbangkan sesuatu.
Kecerdaan intelektual berbeda pada setiap orang. Hal ini
dilatarbelakangi oleh perbedaan seseorang dalam memecahkan berbagai
masalah yang dihadapinya dalam pembelajran. Dalam proses
pembelajaran masalah kecerdasan intelektual merupakan salah satu faktor
penting yang ikut menentukan berhasil atau tidaknya seorang dalam hal
belajar.
Dalam dunia pedidikan kemampuan akal manusia atau anak didik
dikenal dengan istilah kognitif. Istilah kognitif berasal dari kata cognition
yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas
kognisi adalah memperoleh penataan dan penggunaan pengetahuan.
Kognitif sebagai salah satu aspek psikologis yang berpusat di otak
meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman,
pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesenjangan,
dan keyakinan.
Adapun pendidikan akal, berdasarkan semangat islam dapat
melahirkan akal yang sempurna menurut ukuran ilmu dan taqwa. Melalui
pendidikan akal seseorang diharapkan mencapai tingkat perkembangan
yang optimal, sehingga mampu berperan sebagaimana yang diharapkan
yaitu untuk berfikir dn berzikir.
2. Kecerdasan emosional
Robert K Cooper mengemukakan kecerdasan emosional adalah
kemampuan mengindra, memahami, dan dengan efektif menerapkan
kekuatan dan ketajaman emosi sebagai sumber energi, informasi, dan
pengaruh. Peter Salovey dan Jack Mayer, pencipta istilah kecerdasan
emosional, menjelaskan sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan
meraih dan membangkitkan peran untuk membantu pikiran memahami
peran, mengendlikan perasaan secara mendalam sehingga dapat membantu
perkembangan emosi dan intelektual.
Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa orang yang
cerdas secara emosional mampu menggali, membangkitkan, dan
menciptakan dorongan emosional menjadi dorongan atau motivasi poitif
yang akan sanggup merubah rasa malas menjadi rajin, merubah sikap masa
bodoh menjadi peduli, menegakkan disiplin diri, mengendalikan marah,
menahan hawa nafsu atau keinginan dan mengatasi kesedihan.
Didalam islam hal-hal yang berhubungn dengan kecakapan emosi
seperti konsisten (istiqomah), kerendahan hati (tawadhu’), berusaha
berserah diri (tawakal), ketulusan (keikhlasan), totalitas (kaffah),
keseimbangan (tawaun), integritas dan penyempurnaan (ihsan). Dengan
akhlak al karimah. Dalam kecedasan emosional, itulah yang menjadi tolak
ukur kecerdasan emosi, seperti integritas, komitmen, konsisten dan
totalitas.
Akhlak al karimah yang menghiasi seorang mampu
mengenadalikan seorang dari keinginan-keinginan, yang bersifat negatif
dan sebaliknya dapat mengarahkan atau memotivasi seseorang untuk ke
arah kebaikan (positif). Untuk menuju kebaikn tersebut tentulah sesuatu
hal yang tak mudah, oleh karenanya, perlu usaha sungguh-sungguh untuk
mengembangknnya. Sedangkan Jalaluddin Rahmat mengemukakan bahwa
untuk memperoleh kecerdasan emosional yang tinggi harus dilakukan hal-
hal berikut :
 Musyarathah, berjanji pada diri sendiri untuk membiasakan
perbuatan baik dan membuang perbuatan buruk;
 Muraqabah, memonitor reaksi dan perilaku sehari-hari;
 Muhasabah, melakukan perhitungan baik dan buruk yang
pernah dilakukan
 Mu’atabah dan mu’aqobah, mengecam keburukan yang
dikerjakan dan menghukum, diri sendiri (sebagai hakim
sekaligus sebagai terdakwa).
3. Kecerdasan spiritual
Menurut Danah Yohar dan Ian Marshall kecerdasan spiritual
adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value ,yaitu
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna
yang lebih luas. Kecerdasan untuk menilai bahwa tindakannya/jalan hidup
seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Selanjutnya menurut Ary Ginanjar Agustian, kecerdasan spiritual
adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku
dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah,
menuju manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran tauhid
(integralistik) serta berprinsip hanya karena allah.
Dari kedua definisi di atas terdapat perbedaan orientasi, Danah
Yohar dan Ian Marshall berorientasi pada nilai-nilai kehidupan duniawi.
Sedangkan menurut Ari Ginanjar berorientasi pada agama. Menurut
mereka inti dari kecerdasan spiritual adalah pemahaman tentang kedirian
manuia itu sendiri yang muaranya menjadi ma’rifat kepada Allah wt.
Sementara dalam perspektif islam, ma’rifat kepada Allah dinyatakan
sebagai puncaknya pengetahuan. melalui ma’rifat manusia akan mengenal
dirinya dan dengan mengenal dirinya maka akan mengenal tuhannya.
Dalam konteks pendidikan islam tentu pengertian kecerdasan
spiritual cenderung pada pengertian kedua tadi dan kecerdasan spiritual
itulah yang dikembangkan dalam islam.

4. Kecerdasan Qalbiyah
Menurut Abdul Mujib, kecerdasan qalbiyah adalah sejumlah
kemampuan diri secara cepat dan sempurna, untuk mengenal kalbu, dan
aktivitas-aktivitasnya, mengelola dan mengekspresikan jsenis-jsenis kalbu
secara benar, memotivasi kalbu untuk membina hubungan moralitas
dengan orang lain dan hubungan ubudiyah dengan tuhan.
Abdul Mujib menyatakan bahwa pengertian qolbiyah dapat
dijabarkan dalam beberapa jsenis kecerdasan qolbiyah sebagai berikut:
a. Kecerdasan inetelektual (intiuitif) , yaitu kecerdasan kalbu
yang berkaitan dengan penerimaan dan pembenaran
pengetahuan yang bersifat intuitif-ilahiah seperti wahyu
(untuk para rasul dan nabi) dan ilham atau firasat (untuk
manusia biasa yang shalih
b. Kecerdasan emoional , yaitu kecerdasan kalbu yang
berkaitan dengan pengendalian nafsu-nafsu impulsif dan
agresif.
c. Kecerdasan moral , yaitu kecerdasan kalbu yang berkaitan
dengan hubungan kepada sesama manuia dan alam
semesta.
d. Kecerdasan spiritual, adalah kecerdasan kalbu yang
berhubungan dengan kualitas batin seseorang.
e. Kecerdasan beragama, adalah kecerdasan kalbu yang
berhubungan dengan kualitas beragama dan bertuhan.
Kecerdasan beragama lebih tingi hierarkinya daripada kecerdasan
kalbu yang lain. Seseorang yang memiliki kecerdasan beragama
seharusnya telah melampaui kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional
dan kecerdasan intelektual (intuitif), karenvs ketiga kecerdasan tersebut
merupakan bagian dari kecerdasan beragama.
Kecerdasan qalbu yang dikembangkan tidak terbatas pada kecerdasan
intelektual, emosi,
moral dan kecerdasan spiritual namun terdapat kecerdasan yang
lebih esensial yaitu kecerdasan beragama atau bertuhan. Kecerdasan
beragama ini yang memberi makna ibadah pada setiap perilaku dan
kegiatan, melalui langkah- langkah dan pemikiran yang berifat fitrah
menuju manuia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran
tauhid (integralistik) serta berprinsip hanya karena Allah.
D. ETIKA PESERTA DIDIK
Etika peserta didik merupakan suatu yang harus dilaksanakan
dalam proses pembelajaran baik secara langsung maupun tidak langsung.,
al ghazali merumuskn ada sebelas kewajiban peserta didik.
a. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarub kepada
Allah SWT sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak
didik dituntut untuk mensucikan jiwanya dari akhlak
yang rendah dan watak yang tercela.
b. Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan
masalah ukhrawi
c. Berikap tawadhu’ (rendah hati) dengan cara
mseninggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan
pendidiknya.
d. Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari
berbagai aliran.
e. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrawi
maupun untuk duniawi.
f. Belajar dengan bertahap dengan cara memulai pelajaran
yang mudah menuju pelajaran yang sukar.
g. Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian hari beralih
pada ilmu yang lainnya, sehingga anak didik memiliki
spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
h. Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang
dipelajari.
i. Mempriotaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu
duniawi.
j. Mengenl nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu
pengetahuan, yaitu ilmu yang dapat bermanfaat dalam
kehidupan dunia dan akhirat.
k. Anak didik harus tunduk pada nasehat pendidik.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah kami lakukan maka dapat disimpulkan bahwa
peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada pada fase
pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik mupun psikis, pertumbuhan
dan perkembangan merupakan ciri dari seorang peserta didik yang perlu
bimbingan dari seorang pendidikPeserta didik memiliki kebutuhan dan menuntut
untuk memenuhi kebutuhan itu semaksimal mungkin.
Kebutuhan itu seperti kebutuhan fisik, sosial, kebutuhan untuk berprestasi,
kebutuhan ingin disayangi, dicintai, mendapatkan status dan kebutuhan
mandiri. Manusia merupakan makhluk multi dimensional yang berbeda dengan
makhluk-makhluk lainnya. secara garis besar ia membagi manusia pada dua
dimensi yaitu dimensi fisik dan rohani. seara rohani, manuia mempunyai potseni
kerohanian yang tak terhingga banyaknya. Etika peserta didik merupakan suatu
yang harus dilaksanakan dalam proses pembelajaran baik secara langsung maupun
tidak langsung.
DAFTAR PUSTAKA

- Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana,


2010
- Yusuf Enoch, Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, Jakarta : Bumi
Aksara, 1992
- Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2002

Anda mungkin juga menyukai