Sistematika Istishna'
Sistematika Istishna'
DOSEN PENGAMPU :
NURUL INAYAH,M.E.I
DISUSUN OLEH :
T.A 2018
1
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillahn kehadirat Allah SWT yang mana karena karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah
Akuntansi Keuangan Syariah dengan judul “Akuntansi Transaksi Istishna dan
Konsep Dasar.”
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….3
BAB I PENDAHULUAN
BAB II ISI
A. KESIMPULAN…………………………………………….….….22
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………....23
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari istishna’ ?
2. Bagaimanakah konsep dasar dari istishna’ ?
4
3. Bagaimana sistematika dan contoh dari istishna’ ?
C. TUJUAN
Beberapa tujuan yang ingin dicapai :
1. Mampu memahami konsep transaksi Istishna’
2. Mampu mempraktikan transaksi istishna’ kedalam akuntansi
D. MANFAAT
Adapun manfaat yang akan didapat yaitu :
1. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai transaksi istishna’
2. Dapat mempraktikan transaksi istishna’ kedalam pencatatan akuntasi
istishna’
5
BAB II
ISI
1
Adiwarman karim, BANK ISLAM analisis fiqih dan keuangan,PT Raja Grafindo,
Jakarta, 2006, hlm 125.
6
terletak pada car pembayaran yang tidak di lakukan secara sekaligus, tetapi
dilakukan secara bertahap (angsuran).
Dari hasil telaahan atas Standar Operasi Prosedur produk istisna’,
terdapat beberapa hal yang dapat di cermati lebih jauh, yaitu2 :
a. Secara umum pemahaman bank syariah terhadap akad istishna’ adalah
berkaitan dengan pembelian suatu benda yang memiliki nilai besar dan di
produksi secara bertahap, misalnya, bangunan, pesawat terbang, dan
sebagainya.
b. Sama halnya dengan praktik salam, praktik akad istishna’ di bank syariah
hampir selalu dilakukan dalam format istishna’ paralel. Dengan demikian
praktik istishna’ di perbankan syariah lebih terorientasi pada upaya
pencarian marjin antara harga akad I dan akad II.
c. Sama halnya dengan praktik salam, praktik istishna’ di industri
perbankan syariah lebih mencerminkan kegiatan utang piutang
(penyediaan dana) dari pada kegiatan jual beli. Implikasinya adalah
pengakuan piutang istishna’ lebih mencerminkan piutang uang (sebagai
akibat kegiatan penyediaan dana) dari pada piutang barang (sebagai
akibat kegiatan penyediaan dana) dari pada piutang barang (sebagai
akibat kegiatan jual beli).
7
bawah ini akan di uraikan di antara dua rukun terpenting, yaitu modal dan
barang.
a. Modal transaksi ba’i istishna’
1) Modal harus di ketahui
2) Penerimaan pembayaran salam
b. Al-muslam fiihi (barang)
1) Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang
2) Harus bisa di identifikasi secara jelas
3) Penyerahan barang harus di lakukan di kemudian hari
4) Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang harus di tunda
pada suatu waktu kemudian.
5) Boleh menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk
penyerahan barang
6) Tempat penyerahanpenggantian muslam fiihi dengan barang lain
3. Dasar Hukum
a. Al-Qur’an
ْطانُ ِمنَ ْال َم ِس ذَلِكَ ِبأَنَّ ُه ْم قَالُوا َ ش ْي ِ َا َّلذِينَ َيأ ْ ُكلُون
ُ الر َبا الَ َيقُو ُمونَ ِإالَّ َك َما َيقُو ُم الَّذِي َيت َ َخ َّب
َّ طهُ ال
َ َسل
ف َ ى فَلَهُ َما َ ظةٌ ِمن َّربِ ِه فَانت َ َه
َ الربَا فَ َمن َجاءهُ َم ْو ِع ِ الربَا َوأ َ َح َّل ّللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم
ِ إِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِمثْ ُل
ْ َ َوأ َ ْم ُرهُ إِلَى ّللاِ َو َم ْن َعادَ فَأ ُ ْولَـئِكَ أ
ِ َّص َحابُ الن
َار ُه ْم فِي َها خَا ِلدُون
Artinya :Orang-orang yang makan (mengambil) ribatidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gilaKeadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu\ (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya.QS AL-Baqarah : 275
8
b. As-sunnah
َب إِلَى ْالعَ َج ِم فَ ِقي َل لَهُ إِ َّن ْالعَ َج َم الَيَ ْقبَلُون
َ ُ ّللاِ ص كَانَأ َ َرادَ أ َ ْن يَ ْكت
َّ ىَّ َِع ْنأَن ٍَس رضي هللا عنه أ َ َّن نَب
رواه مسلم.ِاض ِه فِى يَ ِده ُ َكأَنِى أ َ ْن:َقَال.ٍضة
ِ َظ ُر إِلَى بَي ْ فَا.إِالَّ ِكت َابًا َعلَ ْي ِه خَاتِ ٌم
َ ص
َّ طنَ َع خَاتَ ًما ِم ْن ِف
Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada raja
non-Arab, lalu dikabarkan kepada beliau bahwa raja-raja non-Arab tidak
sudi menerima surat yang tidak distempel. Maka beliau pun memesan agar
ia dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan-
akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau."
(HR. Muslim)
c. Al Ijma’
Sebagian ulama menyatakan bahwa pada dasarnya umat Islam secara
de-facto telah bersepakat merajut konsensus (ijma') bahwa akad istishna'
adalah akad yang dibenarkan dan telah dijalankan sejak dahulu kala tanpa
ada seorang sahabat atau ulama pun yang mengingkarinya. Dengan
demikian, tidak ada alasan untuk melarangnya.
4. Pengakuan dan Pengukuran Akuntansi Istishna’
a. Bank Syariah sebagai Penjual
Biaya perolehan aset istishna' terdiri dari biaya langsung dan biaya
tidak langsung. Biaya langsung (direct cost) merupakan biaya yang
secara langsung berhubungan dengan produksi barang pesanan,
contohnya biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja. Adapun biaya tidak
langsung (indirect cost) merupakan biaya yang tidak dapat
4
Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah (Padang: Akademia Permata, 2012)
204-208.
9
diidentifikasikan kepada produk secara langsung, contohnya biaya
overhead pabrik (biaya bahan pembantu, biaya tenaga kerja tidak
langsung, biaya akad, dan biaya praakad). Berdasarkan PSAK 104,
dijelaskan bahwa biaya perolehan isthisna' paralel meliputi:
Dalam PSAK 104, disebutkan bahwa biaya praakad diakui sebagai beban
tangguhan atau biaya yang ditangguhkan (deffered expense) dan dapat
diperhitungkan sebagai biaya istishna' apabila akad disepakati.
10
pembeli. Berdasarkan PSAK 104, dijelaskan bahwa dalam metode
persentase penyelesaian berlaku hal-hal sebagai berikut:
Selisih lebih nilai akad di atas nilai tunai = nilai akad - nilai tunai.
11
iii. Selisih lebih nilai akad diatas nilai tukar diakui selama periode
pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah
pembayaran.
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diungkapkan dalam catatan atas
laporan keuangan tentang transaksi istishna' dan istishna' paralel:
12
b) Metode yang digunakan dalam penentuan pengukuran pendapatan
kontrak istishna'.
c) Rincian piutang istishna' dan utang istishna' berdasarkan jumlah,
jangka waktu, jenis valuta, kualitas piutang, dan penyisihan kerugian
piutang istishna'.
d) Piutang istishna' dan utang istishna' kepada penjual (pemasok) yang
memiliki hubungan istimewa.
e) Besarnya modal usaha istishna', baik yang dibiayai sendiri oleh bank
maupun yang dibiayai secara bersama-sama dengan bank atau pihak
lain.
f) Jenis dan kuantitas barang pesanan.
g) Pengungkapan yang diperlukan sesuai dengan PSAK 101 tentang
penyajian laporan keuangan syariah.
13
5) Jika bank syariah menolak menerima barang pesanan karena tidak
sesuai dengan spesifikasi dan tidak memperoleh kembali seluruh
jumlah uang yang telah dibayarkan kepada penjual, jumlah yang
belum diperoleh kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo
kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian
piutang.
6) Jika bank syariah menerima barang pesanan yang tidak sesuai
dengan spesifikasi, barang pesanan tersebut diukur dengan nilai
yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih
yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
7) Dalam istishna’ paralel, jika bank syariah menolak menerima
barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi, barang
pesanan diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar
dan harga pokok istishna’. Selisih yang terjadi diakui sebagai
kerugian pada periode berjalan.
5. Skema Istishna’
5
Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2011,Hal 147
14
1) Skema pembiayaan istishna, dimana produsen dipilih oleh bank
Keterangan :
15
Keterangan:
Keterangan:
16
spesifikasi gedung dan cara pembayaran hingga diperoleh
kesepakatan dan dituangkan dalam akad istishna (akad istishna
pertama).
b) Dalam alur 1b, oleh karena bank syariah tidak memiliki
kemampuan untuk menyelesaikan gedung tersebut ia
menyerahkan kepada PT Anugrah sebagai pelaksana
pembangunan gedung ( sub kontraktor karena kontraktor aslinya
adalah bank syariah). Untuk itu dilakukan negoisasi, khususnya
spesifikasi barang ( sama dengan yang dipesan oleh
H.Saefullah) dan cara pembayaran hingga kesepakatan dan
dituangkan dalam akad istishna (akad istishna kedua). Sesuai
ketentuan fatwa DSN dijelaskan bahwa kedua akad tersebut
tidak boleh saling terkait, sehingga jika salah satu gagal tidak
boleh membawa dampak pada pihak lain.
c) Dalam alur 2a, H.Saefullah melakukan pembayaran harga
barang kepada bank syariah dan begitu juga dalam PT Anugrah
sesuai kesepakatan. ( ini jika pembayaran dilakukan dimuka
atau dilakukan sebagian selama dalam proses produksi).
d) PT Anugrah sebagai sub kontraktor setelah gedung selesai
dibangun diserahkan kepada bank syariah sebagai pemesan. Jika
gedung tidak sesuai spesifikasi yang disepakati oleh bank
syariah sebagai pemesan, maka bank syariah dapat menolak.
Dengan seterusnya bank syariah menyerahkan kepada
H.Saefullah. misalnya atas keteledoran bank syariah dalam
menentukan spesifikasi barang atau penerimaan yang tidak
sesuai dengan spesifikasi dan H.Saefullah menolak gedung
tersebut, maka bank syariah harus bertanggungjawab hingga
barang sesuai spesifikasi yang disepakati. Kewajiban produsen
adalah kewajiban penyerahan barang sesuai spesifikasi yang
telahh disepakati.
17
B. CONTOH LAPORAN KEUANGAN ISTISHNA’
1. Pembayaran oleh pemesan dilakukan pada saat penyerahan barang6
PT. Usman Jaya membutuhkan rumah tipe 70/150 dengan spesifikasi
khusus untuk kantor. Harga rumah Rp 20 juta, dama yang dibayarkan PT.
Usman Jaya untuk uang muka adalah Rp 50 juta. Perusahaan mengajukan
pembiayaan kepada Bank Syariah. Setelah akad ditandatangani antara PT.
Usman Jaya dan Bank Syariah dengan nilai akad Rp 200 juta,-, bank syariah
memesan kepada pengembang dan pengembang akan menyelesaikan
pesanannya selama 9 bulan. Bank membayar biaya pra akad sebesar Rp
1.000.000,00 dan akad ditandatangani antara bank dan PT. Usman Jaya pada
1 Juli 2002. PT. Usman Jaya menyerahlan uang muka sebesar Rp
50.000.000,00. Di samping itu, bank juga menandatangani akad
pembelian/pesanan kepada pengembang pada 1 Juli 2002, dengan harga beli
Rp 170.000.000,00. Berikut ini data dan tagihan yang dilakukan oleh
pengembang sampai dengan selesai per 1 Maret 2003:
2 Juli 2002 : bank membayar uang muka kepada pengembang Rp
50.000.000,00
1 Agustus 2002 : pengembang menagih untuk pembangunan aktiva istishna’
Rp 30.000.000,00
1 Nopember 2002 : pengembang menagih untuk pembangunan aktiva
istishna’ Rp 50.000.000,00
1 Februari 2003 : pengembang menagih untuk pembangunan aktiva istishna’
Rp 40.000.000,00
1 Maret 2003 : pengembang menyerahkan aktiva istishna’ yang telah selesai
kepada bank syariah.
1 Maret 2003 : bank syariah menyerahkan aktiva istishna’ kepada Tuan
Usman. Tuan Usman mengangsur pembayaran rumah tersebut selama 2
tahun.
Bank syariah mengenakan keuntungan istishna’ 10% dari pembiayaan,
dan membebankan stabilizer daya beli 2 x 5% = 10% selama 2 tahun.
Diminta:
6
Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah (Jakarta:
Grasindo, 2006), 117-120.
18
Buatlah perhitungan untuk pengakuan, pengukuran, dan penyajian untuk
transaksi istishna’ paralel tersebut:
a. Bila menggunakan persen penyelesaian untuk pengakuan pendapatannya.
b. Bila menggunakan kontrak selesai untuk pengakuan pendapatannya.
Jawab:
Perhitungan:
a. Pemesan akan melunasi rumah pesanannya pada saat rumah selesai
dibangun dan diserahkan bank syariah kepada PT. Usman Jaya dengan harga
kontrak Rp 200 juta. Harga pokok rumah adalah Rp 170 juta. Jadi laba bank
syariah adalah Rp 200 juta – Rp 170 juta = Rp 30 juta.
Berikut ini jurnal yang dibuat oleh Bank Syariah
1) Pada saat bank syariah menerima uang muka dari PT. Usman Jaya pada 1
Juli 2002
Kas Rp 50.000.000,00 -
Uang muka istishna’ - Rp 50.000.000,00
3) Pada saat ada kepastian akad istishna’ dengan nasabah PT. Usman Jaya
bank mencatat:
Aktiva istishna’ dalam penyele- Rp 1.000.000,00 -
saian
Beban pra akad yang ditang- - Rp 1.000.000,00
guhkan
19
Hutang istishna’ - Rp 30.000.000,00
5) Pada saat bank menerima barang pesanan dari pengembang yang sudah
selesai 100%, bank syariah akan membuat jurnal sebagai berikut:
Persediaan barang istishna’ Rp 171.000.000,00 -
Aktiva istishna’ dalam - Rp 171.000.000,00
penyelesaian
6) Pada saat penyerahan barang istishna’ dan penagihan bank kepada nasabah
PT. Usman:
20
Piutang istishna’ Rp 150.000.000,00 -
Uang muka istishna’ Rp 50.000.000,00 -
Persediaan barang istishna’ - Rp 171.000.000,00
Pendapatan istishna’ - Rp 29.000.000,00
21
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
Karim ,Adiwarman. BANK ISLAM analisis fiqih dan keuangan.PT Raja Grafindo.
Jakarta. 2006.
23