Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SISTEMATIKA DAN AKUNTANSI KEUANGAN WAKAF

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU MATA KULIAH

AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH

DOSEN PENGAMPU :

NURUL INAYAH,M.E.I

DISUSUN OLEH :

NAMA : YAYANG TIARA TASA


NIM : 1641000022
NAMA : UTIH KARMILA
NIM :1641000020
NAMA : AYUNDA TRI AYUNI
NIM :1641000021

PRODI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS POTENSI UTAMA

T.A 2018

1
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillahn kehadirat Allah SWT yang mana karena karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah
Akuntansi Keuangan Syariah dengan judul “Akuntansi Transaksi Istishna dan
Konsep Dasar.”

Kami menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan,


sehingga kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Medan, 29 November 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….3

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH………………………………..4


B. RUMUSAN MASALAH…………………………………………...4
C. TUJUAN…………………………………………………………….5
D. MANFAAT………………………………………………………….5

BAB II ISI

A. KONSEP DASAR AKUNTANSI


ISTISHNA’…………………………….……………………….…..6
B. CONTOH LAPORAN KEUANGAN
ISTISHNA’…………………………………..…..………………...18

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN…………………………………………….….….22

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………....23

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Akad istisna’ merupakan produk lembaga keuangan syariah, sehingga jual


beli ini dapat dilakukan di lembaga keuangan syariah. Semua lembaga keuangan
syariah memberlakukan produk ini sebagai jasa untuk nasabah, selain
memberikan keuntungan kepada produsen juga memberikan keuntungan pada
konsumen atau pemesan yang memesan barang. Sehingga lembaga keuangan
syariah menjadi pihak intermediasi dalam hal ini.
Dalam perkembangannya, ternyata akad istisna’ lebih mungkin banyak di
gunakan di lembaga keuangan syariah dari pada salam. Hal ini di sebabkan karena
barang yang di pesan oleh nasabah attau konsumen lebih banyak barang yang
belum jadi dan perlu di buatkan terlebih dahulu di bandingkan dengan barang
yang sudah jadi. Secara sosiologis, barang yang sudah jadi telah banyak tersedia
di pasaran, sehingga tidak perlu di pesan terlebih dahulu pada saat hendak
membelinya. Oleh karena itu pembiayaan yang mengimplementasikan istisna’
menjadi salah satu solusi untuk mengantisipasi masalah pengadaan barang yang
belum tersedia.
Akad istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan
barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu. Istishna’ dapat dilakukan
langsung antara dua belah pihak antara pemesan atau penjual seperti atau melalui
perantara. Jika dilakukan melalui perantara maka akad disebut dengan akad
istishna’ paralel.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari istishna’ ?
2. Bagaimanakah konsep dasar dari istishna’ ?

4
3. Bagaimana sistematika dan contoh dari istishna’ ?

C. TUJUAN
Beberapa tujuan yang ingin dicapai :
1. Mampu memahami konsep transaksi Istishna’
2. Mampu mempraktikan transaksi istishna’ kedalam akuntansi

D. MANFAAT
Adapun manfaat yang akan didapat yaitu :
1. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai transaksi istishna’
2. Dapat mempraktikan transaksi istishna’ kedalam pencatatan akuntasi
istishna’

5
BAB II
ISI

A. KONSEP DASAR AKUNTANSI ISTISHNA’


1. Pengertian
Transaksi istishna’ ini hukumnya boleh(jawaz) dan telah dilakukan oleh
masyarakat muslim sejak awal masa tanpa ada pihak (ulama) yang
mengingkarinya. Dalam fatwa DSN-MUI, dijelaskan bahwa jual beli dalam
bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustahi’) dan penjual
(pembuat, shani’)
Pada dasarnya, pembiayaan istishna’ merupakan transaksi jual beli
cicilan pula seperti transaksi murabahah muajjal. Namun, berbeda dengan
jual beli murabahah di mana barang diserahkan di muka sedangkan uangnya
di bayar cicilan, dalam jual beli istishna’ barang diserahkan di belakang,
walaupun uangnya sama-sama di bayar secara cicilan.
Dengan demikian, metode pembayaran pada jual beli murabahah muajjal
sama pesis dengan metode pembayaran dalam jual beli istishna’, yakni sama-
sama dengan sistem angsuran(installment). Satu-satunya hal yang
membedakan antara keduanya adalah waktu penyerahan barangnya. Dalam
murabahah muajjal, barang di serahkan di muka, sedangkan dalam istishna’
barang di serahkan di belakang, yakni pada akhir periode pembiayaan. Hal ini
terjadi, karena biasanya barangnya belum di buat/belum wujud.1
Seperti halnya praktik salaam, secara praktis pelaksanaan kegiatan
istishna’ dalam perbankan syariah cenderung dilakukan dalam format
istishna’ paralel. Hal ini dapat di pahami karena pertama, kegiatan istishna’
oleh bank syariah merupakan akibat dari adanya permintaan barang tertentu
oleh nasabah, dan kedua bank syariah bukanlah produsen dari barang
dimaksud. Secara umum tahapan praktik istishna’(dan istishna’ paralel) di
perbankan syariah adalah sama dengan tahapan praktik salam. Perbedaannya

1
Adiwarman karim, BANK ISLAM analisis fiqih dan keuangan,PT Raja Grafindo,
Jakarta, 2006, hlm 125.

6
terletak pada car pembayaran yang tidak di lakukan secara sekaligus, tetapi
dilakukan secara bertahap (angsuran).
Dari hasil telaahan atas Standar Operasi Prosedur produk istisna’,
terdapat beberapa hal yang dapat di cermati lebih jauh, yaitu2 :
a. Secara umum pemahaman bank syariah terhadap akad istishna’ adalah
berkaitan dengan pembelian suatu benda yang memiliki nilai besar dan di
produksi secara bertahap, misalnya, bangunan, pesawat terbang, dan
sebagainya.
b. Sama halnya dengan praktik salam, praktik akad istishna’ di bank syariah
hampir selalu dilakukan dalam format istishna’ paralel. Dengan demikian
praktik istishna’ di perbankan syariah lebih terorientasi pada upaya
pencarian marjin antara harga akad I dan akad II.
c. Sama halnya dengan praktik salam, praktik istishna’ di industri
perbankan syariah lebih mencerminkan kegiatan utang piutang
(penyediaan dana) dari pada kegiatan jual beli. Implikasinya adalah
pengakuan piutang istishna’ lebih mencerminkan piutang uang (sebagai
akibat kegiatan penyediaan dana) dari pada piutang barang (sebagai
akibat kegiatan penyediaan dana) dari pada piutang barang (sebagai
akibat kegiatan jual beli).

2. Rukun Dan Syarat


Rukun dari akad Istishna’ yang harus dipenuhi dalam transaksi ada
beberapa hal, yaitu :3
a. Pelaku akad, mustasni’ (pembeli) adalah pihak uyang membutuhkan dan
memesan barang, dan shani’ (penjual) adalah pihak yang memproduksi
barang pesanan.
b. Objek akad, yaitu barang atau jasa (mashnu’) dengan spesifikasinya dan
harga (tsaman), dan
c. Shighat, yaitu ijab dan qobul.
Di samping segenap rukun harus terpenuhi, ba’i istishna’ juga
mengharuskan tercukupinya segenap syarat pada masing-masing rukun. Di
2
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Rajawali pers, Jakarta, 2013, hlm 227.
3
Ibid.,Hal 97

7
bawah ini akan di uraikan di antara dua rukun terpenting, yaitu modal dan
barang.
a. Modal transaksi ba’i istishna’
1) Modal harus di ketahui
2) Penerimaan pembayaran salam
b. Al-muslam fiihi (barang)
1) Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang
2) Harus bisa di identifikasi secara jelas
3) Penyerahan barang harus di lakukan di kemudian hari
4) Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang harus di tunda
pada suatu waktu kemudian.
5) Boleh menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk
penyerahan barang
6) Tempat penyerahanpenggantian muslam fiihi dengan barang lain

3. Dasar Hukum
a. Al-Qur’an
ْ‫طانُ ِمنَ ْال َم ِس ذَلِكَ ِبأَنَّ ُه ْم قَالُوا‬ َ ‫ش ْي‬ ِ َ‫ا َّلذِينَ َيأ ْ ُكلُون‬
ُ ‫الر َبا الَ َيقُو ُمونَ ِإالَّ َك َما َيقُو ُم الَّذِي َيت َ َخ َّب‬
َّ ‫طهُ ال‬
َ َ‫سل‬
‫ف‬ َ ‫ى فَلَهُ َما‬ َ ‫ظةٌ ِمن َّربِ ِه فَانت َ َه‬
َ ‫الربَا فَ َمن َجاءهُ َم ْو ِع‬ ِ ‫الربَا َوأ َ َح َّل ّللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم‬
ِ ‫إِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِمثْ ُل‬
ْ َ ‫َوأ َ ْم ُرهُ إِلَى ّللاِ َو َم ْن َعادَ فَأ ُ ْولَـئِكَ أ‬
ِ َّ‫ص َحابُ الن‬
َ‫ار ُه ْم فِي َها خَا ِلدُون‬
Artinya :Orang-orang yang makan (mengambil) ribatidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gilaKeadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu\ (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya.QS AL-Baqarah : 275

8
b. As-sunnah
َ‫ب إِلَى ْالعَ َج ِم فَ ِقي َل لَهُ إِ َّن ْالعَ َج َم الَيَ ْقبَلُون‬
َ ُ ‫ّللاِ ص كَانَأ َ َرادَ أ َ ْن يَ ْكت‬
َّ ‫ى‬َّ ِ‫َع ْنأَن ٍَس رضي هللا عنه أ َ َّن نَب‬
‫ رواه مسلم‬.ِ‫اض ِه فِى يَ ِده‬ ُ ‫ َكأَنِى أ َ ْن‬:َ‫قَال‬.ٍ‫ضة‬
ِ َ‫ظ ُر إِلَى بَي‬ ْ ‫ فَا‬.‫إِالَّ ِكت َابًا َعلَ ْي ِه خَاتِ ٌم‬
َ ‫ص‬
َّ ‫طنَ َع خَاتَ ًما ِم ْن ِف‬

Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada raja
non-Arab, lalu dikabarkan kepada beliau bahwa raja-raja non-Arab tidak
sudi menerima surat yang tidak distempel. Maka beliau pun memesan agar
ia dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan-
akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau."
(HR. Muslim)

c. Al Ijma’
Sebagian ulama menyatakan bahwa pada dasarnya umat Islam secara
de-facto telah bersepakat merajut konsensus (ijma') bahwa akad istishna'
adalah akad yang dibenarkan dan telah dijalankan sejak dahulu kala tanpa
ada seorang sahabat atau ulama pun yang mengingkarinya. Dengan
demikian, tidak ada alasan untuk melarangnya.
4. Pengakuan dan Pengukuran Akuntansi Istishna’
a. Bank Syariah sebagai Penjual

Beberapa transaksi yang melibatkan bank syariah sebagai pihak penjual


dalam akad istishna’ berdasarkan PSAK 104 meliputi: transaksi praakad,
transaksi pada saat disepakati. Hal-hal yang perlu dijelaskan lebih lanjut
adalah sebagai berikut:4

1) Pengakuan dan pengukuran

Pengakuan dan pengukuran biaya pra-akad

Biaya perolehan aset istishna' terdiri dari biaya langsung dan biaya
tidak langsung. Biaya langsung (direct cost) merupakan biaya yang
secara langsung berhubungan dengan produksi barang pesanan,
contohnya biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja. Adapun biaya tidak
langsung (indirect cost) merupakan biaya yang tidak dapat

4
Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah (Padang: Akademia Permata, 2012)
204-208.

9
diidentifikasikan kepada produk secara langsung, contohnya biaya
overhead pabrik (biaya bahan pembantu, biaya tenaga kerja tidak
langsung, biaya akad, dan biaya praakad). Berdasarkan PSAK 104,
dijelaskan bahwa biaya perolehan isthisna' paralel meliputi:

a) Biaya perolehan barang pesanan sebesar tagihan produsen atau


kontraktor kepada bank syariah.
b) Biaya tidak langsung, biaya overhead pabrik termasuk biaya praakad
dan biaya akad.
c) Semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi
kewajibannya, jika ada.

Dalam PSAK 104, disebutkan bahwa biaya praakad diakui sebagai beban
tangguhan atau biaya yang ditangguhkan (deffered expense) dan dapat
diperhitungkan sebagai biaya istishna' apabila akad disepakati.

Pengakuan dan pengukuran biaya istishna'

Pada saat penandatanganan akad antara pihak bank syariah dengan


nasabah, tidak ada jurnal tambahan yang harus dibuat oleh bank syariah.
Namun demikian, biaya praakad yang telah dikeluarkan sebelumnya dan
telah dicatat sebagai beban tabg ditangguhkan, maka dapat diakui sebagai
biaya istishna'. Jurnal diperlukan untuk mengubah dari rekening biaya
yang ditangguhkan menjadi biaya istishna' yang telah direalisasi.

Pengakuan dan Pengukuran Utang Istishna'-Istishna' Paralel

Berdasarkan PSAK 104, disebutkan bahwa pembeli dapat mengakui aset


istishna' sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual (pembuat
barang) dan sekaligus mengakui utang istishna' kepada pembuat barang
tersebut (subkontraktor).

Pengakuan dan Pengukuran Pendapatan Istishna'

Pendapatan istishna' diakui dengan menggunakan metode kontrak selesai


atau metode persentase penyelesaian. Akad dianggap selesai apabila
proses pembuatan barang pesanan selesai dan diserahkan kepada

10
pembeli. Berdasarkan PSAK 104, dijelaskan bahwa dalam metode
persentase penyelesaian berlaku hal-hal sebagai berikut:

a. Bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah


diselesaikan dalam periode tersebut, diakui sebagai pendapatan
istishna' pada periode yang bersangkutan.
b. Bagian margin keuntungan istishna' yang diakui selama periode
pelaporan ditambahkan kepada aset istishna' dalam penyelesaian.
c. Pada akhir periode harga pokok istishna' yang diakui sebesar biaya
istishna' yang telah dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.

Jika menggunakan metode persentase penyelesaian dan proses pelunasan


dilakukan dalam periode lebih dari satu tahun setelah penyerahan barang
pesanan, maka pengakuan pendapatan dibagi menjadi 2 bagian yaitu:

a) Margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila


istishna' dilakukan secara tunai, diakui sesuai persentase penyelesaian.
b) Selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui
selama periode pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah
pembayaran. Meskipun istishna' dilakukan dengan pembayaran
tangguh, penjual (bank syariah) harus menentukan nilai tunai istishna'
pada saat penyerahan barang pesanan sebagai dasar untuk mengakui
margin keuntungan terkait dengan proses pembuatan barang pesanan.
Barikut akan dibuatkan hubungan antara biaya perolehan, nilai tunai,
dan nilai akad.

Nilai tunai = biaya perolehan + margin keuntungan

Selisih lebih nilai akad di atas nilai tunai = nilai akad - nilai tunai.

Penjelasan masing-masing nilai adalah:

i. Nilai akad adalah harga yang disepakati antara penjual dan


pembeli akhir.
ii. Nilai tunai adalah nilai yang ditentukan pada saat penyerahan
barang pesanan.

11
iii. Selisih lebih nilai akad diatas nilai tukar diakui selama periode
pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah
pembayaran.

Pengakuan dan Pengukuran Piutang Istishna'

a) Berdasarkan PSAK 104, disebutkan bahwa piutang istishna' diakui


sebesar tagihan setiap termin kepada pembeli. Oleh karena istishna'
yang dilakukan adalah istishna' paralel, maka termin yang ada
dibedakan antara termin bank pembuat barang dengan termin bank
pembeli.
b) Setelah menerima tagihan, pembeli akan melakukan pelunasan utang
istishna' nya kepada bank syariah. Pada saat menerima pembayaran,
bank syariah akan menutup rekening piutang istishna' dan termin
istishna'.

Penyajian dan Pengungkapan

Penyajian rekening-rekening yang terkait dengan istishna' dan istishna'


paralel diatur dalam PSAK 104 yang meliputi:

a) Piutang istishna' timbul karena pemberian modal usaha istishna' oleh


bank syariah. Piutang istishna' disajikan sebesar jumlah yang belum
dilunasi oleh pembeli akhir.
b) Termin istishna' yang berasal dari transaksi istishna' sebesar jumlah
tagihan termin penjual kepada pembeli akhir.
c) Piutang yang muncul karena penjual tidak dapat memenuhi
kewajibannya dalam transaksi istishna' disajikan secara terpisah
dengan piutang istishna'.
d) Utang istishna', timbul karena bank syariah menjadi penjual barang
istishna' yang dipesan oleh nasabah pembeli.

Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diungkapkan dalam catatan atas
laporan keuangan tentang transaksi istishna' dan istishna' paralel:

a) Metode akuntansi yang digunakan dalam pengukuran pendapatan


kontrak istishna'.

12
b) Metode yang digunakan dalam penentuan pengukuran pendapatan
kontrak istishna'.
c) Rincian piutang istishna' dan utang istishna' berdasarkan jumlah,
jangka waktu, jenis valuta, kualitas piutang, dan penyisihan kerugian
piutang istishna'.
d) Piutang istishna' dan utang istishna' kepada penjual (pemasok) yang
memiliki hubungan istimewa.
e) Besarnya modal usaha istishna', baik yang dibiayai sendiri oleh bank
maupun yang dibiayai secara bersama-sama dengan bank atau pihak
lain.
f) Jenis dan kuantitas barang pesanan.
g) Pengungkapan yang diperlukan sesuai dengan PSAK 101 tentang
penyajian laporan keuangan syariah.

b. Bank Syariah sebagai Pembeli

1) Bank syariah mengakui aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar


jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui
hutang istishna’ kepada penjual.
2) Aset istishna’ yang diperoleh melalui transaksi istishna’ dengan
pembayaran tangguh lebih dari satu tahun diakui sebesar biaya
perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dalam
akad istishna’ tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai
beban istishna’ tangguhan.
3) Beban istishna’ tangguhan diamortisasikan secara proporsional
sesuai dengan porsi pelunasan hutang istishna’.
4) Jika barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau
kesalahan penjual dan mengakibatkan kerugian bank syariah,
kerugian tersebut dikurangkan garansi penyelesaian proyek yang
telah diserahkan penjual. Jika kerugian tersebut melebihi garansi
penyelesaian proyek, selisihnya akan diakui sebagai piutang jatuh
tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan
kerugian piutang.

13
5) Jika bank syariah menolak menerima barang pesanan karena tidak
sesuai dengan spesifikasi dan tidak memperoleh kembali seluruh
jumlah uang yang telah dibayarkan kepada penjual, jumlah yang
belum diperoleh kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo
kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian
piutang.
6) Jika bank syariah menerima barang pesanan yang tidak sesuai
dengan spesifikasi, barang pesanan tersebut diukur dengan nilai
yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih
yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
7) Dalam istishna’ paralel, jika bank syariah menolak menerima
barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi, barang
pesanan diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar
dan harga pokok istishna’. Selisih yang terjadi diakui sebagai
kerugian pada periode berjalan.

5. Skema Istishna’

Dalam pembiayaan istishna, bank bertindak sebagai penerima


pesanan, juga sebagai pemesan barang yang diinginkan oleh nasabah.
Berikut ini merupakan skema pembiayaan istishna. Ada dua cara yang
dapat dilakukan oleh bank syariah dalam aplikasi pembiayaan istishna
yaitu :5
a. Produsen dipilih oleh bank syariah.
b. Produsen dipilih sendiri oleh nasabah.

5
Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2011,Hal 147

14
1) Skema pembiayaan istishna, dimana produsen dipilih oleh bank

Keterangan :

a) Nasabah memesan barang kepada bank selaku penjual. Dalam


pemesanan barang telah dijelaskan spesifikasinya, sehingga bank
syariah akan menyediakan barang sesuai dengan pesanan nasabah.
b) Setelah menerima pesanan nasabah, maka bank syariah segera
memesan barang kepada pembuat atau produsen. Produsen
membuat barang sesuai pesanan bank syariah.
c) Bank menjual barang kepada pembeli/pemesan dengan harga
sesuai dengan kesepakatan.
d) Setelah barang selesai dibuat, maka diserahkan oleh produsen
kepada nasabah atas perintah bank syariah.

2) Skema pembiayaan istishna, dimana produsen dipilih oleh nasabah

15
Keterangan:

a) Nasabah memesan barang kepada bank syariah selaku penjual atau


bank mewakilkan kepada nasabah untuk memesan kepada
produsen.
b) Bank syariah menjual kepada pembeli/ nasabah.
c) Bank syariah membeli dan memesan barang kepada produsen
untuk membuat barang sesuai dengan pesanan yang telah
diperjanjikan antara bank syariah dan pembeli/nasabah.
3) Istishna paralel

Istishna paralel merupakan dua transaksi istishna yang dilakukan


secara simultan. Hal ini dilakukan kalau bank syariah sebagai produsen
tidak dapat mengerjakan sendiri dan menyerahkan kepada pihak lain
untuk membuatkan. Dalam istishna paralel ini merupakan gabungan
transaksi istishna bank syariah sebagai pembuat atau produsen dan bank
syariah sebagai pemesan. Alur transaksi istishna parallel dapat dilihat
sebagai berikut:

Keterangan:

a) Dalam alur 1a, H.Syaefullah sebagai pembeli melakukan


negoisasi kepada bank syariah sebagai kontraktor atas
pembangunan gedung, kgususnya hal-hal yang berkaitan dengan

16
spesifikasi gedung dan cara pembayaran hingga diperoleh
kesepakatan dan dituangkan dalam akad istishna (akad istishna
pertama).
b) Dalam alur 1b, oleh karena bank syariah tidak memiliki
kemampuan untuk menyelesaikan gedung tersebut ia
menyerahkan kepada PT Anugrah sebagai pelaksana
pembangunan gedung ( sub kontraktor karena kontraktor aslinya
adalah bank syariah). Untuk itu dilakukan negoisasi, khususnya
spesifikasi barang ( sama dengan yang dipesan oleh
H.Saefullah) dan cara pembayaran hingga kesepakatan dan
dituangkan dalam akad istishna (akad istishna kedua). Sesuai
ketentuan fatwa DSN dijelaskan bahwa kedua akad tersebut
tidak boleh saling terkait, sehingga jika salah satu gagal tidak
boleh membawa dampak pada pihak lain.
c) Dalam alur 2a, H.Saefullah melakukan pembayaran harga
barang kepada bank syariah dan begitu juga dalam PT Anugrah
sesuai kesepakatan. ( ini jika pembayaran dilakukan dimuka
atau dilakukan sebagian selama dalam proses produksi).
d) PT Anugrah sebagai sub kontraktor setelah gedung selesai
dibangun diserahkan kepada bank syariah sebagai pemesan. Jika
gedung tidak sesuai spesifikasi yang disepakati oleh bank
syariah sebagai pemesan, maka bank syariah dapat menolak.
Dengan seterusnya bank syariah menyerahkan kepada
H.Saefullah. misalnya atas keteledoran bank syariah dalam
menentukan spesifikasi barang atau penerimaan yang tidak
sesuai dengan spesifikasi dan H.Saefullah menolak gedung
tersebut, maka bank syariah harus bertanggungjawab hingga
barang sesuai spesifikasi yang disepakati. Kewajiban produsen
adalah kewajiban penyerahan barang sesuai spesifikasi yang
telahh disepakati.

17
B. CONTOH LAPORAN KEUANGAN ISTISHNA’
1. Pembayaran oleh pemesan dilakukan pada saat penyerahan barang6
PT. Usman Jaya membutuhkan rumah tipe 70/150 dengan spesifikasi
khusus untuk kantor. Harga rumah Rp 20 juta, dama yang dibayarkan PT.
Usman Jaya untuk uang muka adalah Rp 50 juta. Perusahaan mengajukan
pembiayaan kepada Bank Syariah. Setelah akad ditandatangani antara PT.
Usman Jaya dan Bank Syariah dengan nilai akad Rp 200 juta,-, bank syariah
memesan kepada pengembang dan pengembang akan menyelesaikan
pesanannya selama 9 bulan. Bank membayar biaya pra akad sebesar Rp
1.000.000,00 dan akad ditandatangani antara bank dan PT. Usman Jaya pada
1 Juli 2002. PT. Usman Jaya menyerahlan uang muka sebesar Rp
50.000.000,00. Di samping itu, bank juga menandatangani akad
pembelian/pesanan kepada pengembang pada 1 Juli 2002, dengan harga beli
Rp 170.000.000,00. Berikut ini data dan tagihan yang dilakukan oleh
pengembang sampai dengan selesai per 1 Maret 2003:
2 Juli 2002 : bank membayar uang muka kepada pengembang Rp
50.000.000,00
1 Agustus 2002 : pengembang menagih untuk pembangunan aktiva istishna’
Rp 30.000.000,00
1 Nopember 2002 : pengembang menagih untuk pembangunan aktiva
istishna’ Rp 50.000.000,00
1 Februari 2003 : pengembang menagih untuk pembangunan aktiva istishna’
Rp 40.000.000,00
1 Maret 2003 : pengembang menyerahkan aktiva istishna’ yang telah selesai
kepada bank syariah.
1 Maret 2003 : bank syariah menyerahkan aktiva istishna’ kepada Tuan
Usman. Tuan Usman mengangsur pembayaran rumah tersebut selama 2
tahun.
Bank syariah mengenakan keuntungan istishna’ 10% dari pembiayaan,
dan membebankan stabilizer daya beli 2 x 5% = 10% selama 2 tahun.
Diminta:
6
Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah (Jakarta:
Grasindo, 2006), 117-120.

18
Buatlah perhitungan untuk pengakuan, pengukuran, dan penyajian untuk
transaksi istishna’ paralel tersebut:
a. Bila menggunakan persen penyelesaian untuk pengakuan pendapatannya.
b. Bila menggunakan kontrak selesai untuk pengakuan pendapatannya.
Jawab:
Perhitungan:
a. Pemesan akan melunasi rumah pesanannya pada saat rumah selesai
dibangun dan diserahkan bank syariah kepada PT. Usman Jaya dengan harga
kontrak Rp 200 juta. Harga pokok rumah adalah Rp 170 juta. Jadi laba bank
syariah adalah Rp 200 juta – Rp 170 juta = Rp 30 juta.
Berikut ini jurnal yang dibuat oleh Bank Syariah
1) Pada saat bank syariah menerima uang muka dari PT. Usman Jaya pada 1
Juli 2002
Kas Rp 50.000.000,00 -
Uang muka istishna’ - Rp 50.000.000,00

2) Pada saat bank syariah mencatat biaya pra akad Rp 1.000.000,00


Beban pra akad yang ditangguh- Rp 1.000.000,00 -
kan
Kas - Rp 1.000.000,00

3) Pada saat ada kepastian akad istishna’ dengan nasabah PT. Usman Jaya
bank mencatat:
Aktiva istishna’ dalam penyele- Rp 1.000.000,00 -
saian
Beban pra akad yang ditang- - Rp 1.000.000,00
guhkan

4) Pada saat bank menerima tagihan dari pengembang dan membayarnya:


Tanggal 1 Agustus 2002 sebesar Rp 30.000.000,00
Aktiva istishna’ dalam penye- Rp 30.000.000,00 -
lesaian

19
Hutang istishna’ - Rp 30.000.000,00

Pada saat bank syariah membayar hutang istishna’:


Hutang istishna’ Rp 30.000.000,00 -
Kas - Rp 30.000.000,00

Tanggal 1 November 2002 sebesar Rp 50.000.000,00


Aktiva istishna’ dalam penye- Rp 50.000.000,00 -
lesaian
Hutang istishna’ - Rp 50.000.000,00

Pada saat bank syariah membayar hutang istishna’:


Hutang istishna’ Rp 50.000.000,00 -
Kas - Rp 50.000.000,00

Tanggal 1 Februari 2003 sebesar Rp 40.000.000,00


Aktiva istishna’ dalam penye- Rp 40.000.000,00 -
lesaian
Hutang istishna’ - Rp 40.000.000,00

Pada saat bank syariah membayar hutang istishna’


Hutang istishna’ Rp 40.000.000,00 -
Kas - Rp 40.000.000,00

5) Pada saat bank menerima barang pesanan dari pengembang yang sudah
selesai 100%, bank syariah akan membuat jurnal sebagai berikut:
Persediaan barang istishna’ Rp 171.000.000,00 -
Aktiva istishna’ dalam - Rp 171.000.000,00
penyelesaian

6) Pada saat penyerahan barang istishna’ dan penagihan bank kepada nasabah
PT. Usman:

20
Piutang istishna’ Rp 150.000.000,00 -
Uang muka istishna’ Rp 50.000.000,00 -
Persediaan barang istishna’ - Rp 171.000.000,00
Pendapatan istishna’ - Rp 29.000.000,00

b. Penyajian akhir tahun


Apabila metode kontrak selesai diterapkan dalam transaksi istishna dan pada
akhir tahun/periode akuntansi, barang istishna’ belum selesai 100%, maka di
neraca akan dilaporkan “Aktiva istishna’ dalam penyelesaian” dan di Laporan
Laba Rugi belum dialami adanya bagian pendapatan istishna’ pada periode
berjalan. Aktiva istishna’ dalam penyelesaian dilaporkan di neraca per 31
Desember 2002 adalah sebesar: Rp 1.000.000,00 + Rp 30.000.000,00 + Rp
50.000.000,00 = Rp 81.000.000,00.

21
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian pada bagian pembahasan, dapat disimpulkan bahwa istishna’


adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(pembeli/mustahni’) dan penjual (pembuat/shani’). Terdapat dua macam akad
istishna’ yaitu istishna’ dan istishna’ paralel. Dalam praktiknya dalam dunia
perbankan, bank syariah lebih banyak menggunakan akad istishna’ paralel.
Karena, pertama, kegiatan istishna’ oleh bank syariah merupakan akibat dari
adanya permintaan barang tertentu oleh nasabah, dan kedua bank syariah
bukanlah produsen dari barang yang dimaksud.
Seperti halnya akad lain dalam muamalat, istishna juga memiliki rukun dan
syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Rukun istishna’ yakni pelaku terdiri
atas pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’), objek akad
berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna’ yang berbentuk harga,
dan ijab kabul/serah terima. Ketentuan atau syarat mengenai rukun tersebut seperti
yang telah disebutkan sebelumnya dalam bagian pembahasan. Lalu, akuntansi
syariah yang berlaku terhadap akad istishna’ dalam bank sesuai dengan PSAK 104
di mana menunjukkan ketentuannya pada bank apabila berada pada posisi sebagai
penjual dan pembeli.

22
DAFTAR PUSTAKA
Karim ,Adiwarman. BANK ISLAM analisis fiqih dan keuangan.PT Raja Grafindo.
Jakarta. 2006.

Ascarya.Akad dan Produk Bank Syariah.Rajawali pers. Jakarta.2013.


Salman,Kautsar Riza. Akuntansi Perbankan Syariah .Padang: Akademia Permata,
2012.

Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.2011.


Wiyono ,Slamet. Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah.Jakarta:
Grasindo. 2006.

23

Anda mungkin juga menyukai