Abstrak
Aan Fahrudin (NIM : 154011017), “Akad Ijaroh dalam Islam”, Program Strata II
(S2), Pasca Sarjana Manajemen Keuangan Dan Perbankan Syariah IAIN Surakarta tahun
2016. Artikel ini akan membahas mengenai definisi Ijaroh, dasar hukum ijaroh, syarat dan
rukun ijaroh, macam-macam ijaroh, dan pembatalan dan berakhirnya ijaroh.
Perjanjian sewa-menyewa, dalam fiqih Islam disebut ijaroh. Artinya adalah imbalan
yang harus diterima oleh seseorang atas jasa yang diberikannya. Jasa di sini berupa
penyediaan tenaga dan pikiran, tempat tinggal, atau hewan.
الملخص
المعنى هو مكافأة ل يتم استالمها من قبل شخص. في الفقه اإلسالمي دعا اجارة، عقد اإليجار
أو الحيوان، والمأوى، وتشمل الخدمات هنا توفير الطاقة و األفكار.عن الخدمات المقدمة
1
I. Pendahuluan
Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam lapangan muamalah adalah Ijarah. Ijarah
sering disebut dengan “upah” atau “imbalan”. Kalau sekiranya kitab-kitab fiqih sering
menerjemahkan kata Ijarah dengan “sewa menyewa”, maka hal tersebut janganlah diartikan
menyewa sesuatu barang untuk diambil manfaatnya saja, tetapi harus dipahami dalam arti
yang luas.
Kebutuhan hidup kepada manfaat atau jasa tidak lebih rendah daripada kebutuhan
kepada barang atau pekerjaan, sebuah barang dimiliki dengan maksud untuk dimanfaatkan,
namun terkadang karena keterbatasan, seseorang tidak bisa memiliki tetapi tetap bisa
mengambil manfaat dari sebuah barang tanpa harus memilikinya, inilah akad ijarah atau jual
Secara umum akad Ijarah dapat diartikan “Akad atas suatu manfaat yang diketahui
kebolehannya dengan serah terima dan ganti yang diketahui manfaat kebolehannya.2Akad
ijarah saat ini sudah diaplikasikan dalam perbankan syari’ah. Tidak hanya di luar perbankan.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menulis artikel tentang ijarah. Melihat
banyaknya akad-akad ijarah saat ini baik yang di luar bank atau yang di dalam perbankan
syari’ah. Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk membedakan apakah akad ijarah yang
dilakukan oleh sebagian masyarakat saat ini sesuai syari’at atau tidak sesuai dengan syari’at.
1
. https://web.facebook.com/MerajutUkhuwahDalamDakwah/posts/419616561402080?_rdr
2
. Muhammad al-Khathib al-Syarbayniy, Mughniy al-Muhtaj, (Beirut: Dar al-Fikr, {tt}.), Juz II, h. 332
2
I. PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijarah
Al ijarah berasal dari kata al- ajru yang berarti al-‘iwadah (gant). Dari sebab itu Ats
Tsawab (pahala) dinamai Ajru (upah ) ,yang dalam bahasa indonesia ialah ganti atau upah.
Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda- beda pendapat dalam
mendefinisikan ijarah, antara lain adalah sebagai berikut:
َض ْال َم ْنقُ ْو الَن َ تَس ِْم َيةُ اْلت َّ َعاقَ ِد
ّ ِ علَى َم ْن َف َع ِة االدَ ِم
ِ ى َو َب ْع
“Nama bagi akad- akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang
dapat dipindahkan.”4
3. Menurut Sayyid Sabiq, ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan
jalan penggantian
4. Menurut Muhammad Al- Syarbini al- Khatib bahwa yang dimaksud dengan ijarah ialah
pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat- syarat.5
5. Menurut istilah fiqih, ijarah ialah pemberian hak pemanfaatan dengan syarat ada
imbalan.
Berdasarkan definisi- definisi di atas, dapat kita pahami, bahwa ijarah ialah menukar
sesuatu dengan adanya imbalan. Sering kita sebut dengan sewa- menyewa atau upah-
mengupah.6
3
. Fiqih ‘Ala Madzahib al- Arabah, hal 94 dan Fiqih Muamalah, hlm 114.
4
. Ibid. hlm.97
5
. Al-Khatib, Al- Iqna, hlm. 70 dan Fiqih Muamalah, hlm. 115.
6
. Syamsuddin Abu Abdillah,Terjemahan Fathul Bari,hlm IV:439
3
Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain
beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan
(memanfaatkan) sebahagian yang lain."(QS Az-Zukhruf : 32)7
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah memberikan kelebihan sebagain manusia
atas sebagian yang lain, agar manusia itu dapat saling membantu antara yang satu
dengan yang lainnya, salah satu caranya adalah dengan melakukan akad ijarah (upah-
mengupah), karena dengan akad ijarah itu sebagian manusia dapat mempergunakan
sebagian yang lain.
b. Surat al-Baqarah ayat 233
Artinya: “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat
apa yang kamu kerjakan” ( QS. Al-Baqarah : 233)8
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa tidaklah menjadi halangan sama sekali
kalau memberikan upah kepada perempuan lain yang telah menyusukan anak yang
bukan ibunya. Menurut Qatadah dan Zuhri, boleh menyerahkan penyusuan itu kepada
perempuan lain yang disukai ibunya atau ayahnya atau dengan melalui jalan
musyawarah. Jika telah diserahkan kepada perempuan lain maka biayanya yang pantas
menurut kebiasaan yang berlaku, hendaklah ditunaikan.9
2. Al Hadits
Artinya: “Dari Aisyah R.A, ia menuturkan Nabi SAW dan Abu Bakar menyewa seorang
laki-laki yang pintar sebagai penunjuk jalan dari dari bani Ad-Dil, kemudian
dari Bani Abdi bin Adi. Dia pernah terjerumus dalam sumpah perjanjian
dengan keluarga al-Ash bin Wail dan dia memeluk agama orang-orang kafir
Quraisy. Dia pun memberi jaminan keamanan kepada keduanya, maka
keduanya menyerahkan hewan tunggangan miliknya, seraya menjanjikan
bertemu di gua Tsur sesudah tiga malam/hari . Ia pun mendatangi keduanya
dengan membawa hewan tunggangan mereka pada hari di malam ketiga,
kemudian keduanya berangkat berangkat. Ikut bersama keduanya Amir bin
Fuhairah dan penunjuk jalan dari bani Dil, dia membawa mereka menempuh
bagian bawah Mekkah, yakni jalur pantai”(H.R. Bukhari).
7
. Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 392
8
. Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Dipenogoro, 2000), hlm. 29
9
. Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006) Cet.1 h. 136
4
Dalam hadits di atas di jelaskan bahwa Nabi menyewa orang musyrik saat
darurat atau ketika tidak ditemukan orang Islam, dan Nabi mempekerjakan orang-
orang Yahudi Khaibar selama tiga hari. Dalam hal ini Imam Bukhari, tidak
membolehkan menyewa orang musyrik, baik yang memusuhi Islam (harbi) maupun
yang tidak memusuhi Islam (dzimmi), kecuali kondisi mendesak seperti tidak
didapatkan orang Islam yang ahli atau dapat melakukan perbuatan itu. Sedangkan
Ibnu Baththa mengatakan bahwa mayoritas ahli fiqih membolehkan menyewa orang-
orang musyrik saat darurat maupun tidak, sebab ini dapat merendahkan martabat
mereka.10
Dan juga hadit yang diriwayatkan oleh ketiga perawi dibawah ini :
“Berikanlah upah kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringat
mereka”.(HR. Abu Ya’la, Ibnu Majah, at-Thabrani dan Tirmidzi)11
3. Al ijma’
Landasan ijmanya adalah kesepakatan seluruh ulama, tidak ada seorang
ulamapun yang membantah kesepakatan (ijma’) ini, , jelaslah bahwa Allah SWT telah
mensyari’atkan ijarah ini yang tujuannya untuk kemaslahatan ummat dan tidak ada
larangan untuk melakukan kegiatan ijarah.12
1. Rukun Ijarah
Rukun merupakan sesuatu yang mesti ada dalam sebuah akad atau transaksi.
Tanpa rukun akad tidak akan sah. Rukun sebagaimana yang dijelaskan oleh Abdul
Karim Zaidan dalam bukunya ”al-Wajizu fi Ushul Fiqh” sebagi berikut:
10
. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fathul Baari Penjelasan Kitab Shahih al-Bukhari, Penerjemah,
Amiruddin, Judul Asli, Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari, ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), Jilid 13, Cet. 2,
h. 48-49
11
.Suhendi,Hendi.2002,Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Graf Indo Persada), hlm. 116
12
. Lihat Fiqih al Sunnah, hlm. 18
13
. Abdul Karim Zaidan, al-Wajizu fi Ushul Fiqh, (Beirut: ar-Risalah,1998), Cet. 7, h. 59
5
Dari defenisi yang dikemukakan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
rukun mutlak adanya dalam sebuah akad ijarah. Layaknya sebuah transaksi ijarah
dapat dikatakan sah apabila memenuhi rukun dan syarat. Menurut Ulama Hanafiyah
rukun dari ijarah itu hanya satu yakni ijab dan kabul dengan menggunakan lafal upah
atau sewa (al-ijarah, al-isti’jar, al-iktira` dan al-ikra`).14 Ulama Hanafiyah berpendapat
bahwa orang yang berakad, sewa/imbalan dan manfaat termasuk ke dalam syarat-
syarat ijarah, bukan rukunnya. Sedangkan menurut Jumhur Ulama rukun ijarah ada
empat yaitu: orang yang berakad, sewa/imbalan, manfaat, dan adanya sighat (ijab dan
kabul).15
14
. Wahbah al-Zuhailiy, al-Fiqih al-Islami wa Adillatuh, (Beirut: Dar al Fikr, 1989), Jilid IV, h. 731
15
. Ibid
6
b) Hendaklah benda yang menjadi objek sewa-menyewa dan upah-mengupah
dapat diserahkan kepada penyewa dan pekerja berikut kegunaannya (khusus
dalam sewa-menyewa).
c) Manfaat dari benda yang disewakan adalah perkara yang mubah (boleh)
menurut syara’ bukan hal yang dilarang (diharamkan).
d) Benda yang disewakan disyaratkan kekal ‘ain(zat)-nya hingga waktu yang
ditentukan menurut perjanjian dalam akad.16
D. Pembagian Ijarah
Ijarah terbagi dua, yaitu Ijarah terhadap benda atau sewa-menyewa, dan Ijarah atas
pekerjaan atau upah-mengupah.
1. Sewa-Menyewa
Diperbolehkan Ijarah atas barang mubah seperti rumah, kamar, dan lain-lain,
tetapi dilarang Ijarah terhadap benda-benda yang diharamkan.
Cara memanfaatkan barang sewaan.
Sewa Rumah
Jika seseorang menyewa rumah, dibolehkan untuk memanfaatkannya sesuai
kemauannya, baik dimanfaatkan sendiri atau dengan orang lain, bahkan boleh
disewakan lagi atau dipinjamkan kepada orang lain.
Sewa tanah
Sewa tanah diharuskan untuk menjelaskan tanaman apa yang akan ditanam
atau bangunan apa yang akan didirikan disana. Jika tidak dijelaskan, Ijarah dipandang
rusak.
Sewa kendaraan
Dalam menyewa kendaraan, baik hewan atau kendaraan lainnya harus
dijelaskan salah satu diantara dua hal, yaitu waktu dan tempat. Juga harus dijelaskan
barang yang akan dibawa atau benda yang akan diangkut.
Perbaikan barang sewaan.
Menurut ulama Hanafiyah, jika barang yang disewakan rusak, seperti pintu
rusak atau dinding jebol dan lain-lain. Pemiliknya lah yang berkewajiban
memperbaikinya, tetapi ia tidak boleh dipaksa sebab pemilik barang tidak boleh
16
. Syafi’I Rachmat,. 2004, Fiqih Muamalah.
7
dipaksakan untuk memperbaiki barangnya sendiri. Apabila penyewa bersedia
memperbaikinya, ia tidak diberikan upah sebab dianggap suka rela.
Ada pun hal-hal kecil, seperti membersihkan sampah atau tanah merupakan
kewajiban penyewa.
Kewajiban penyewa setelah habis masa sewa
Diantara kewajiban penyewa setelah masa sewa habis adalah :
Menyerahkan kunci jika yang disewa ruamh.
Jika yang disewakan kendaraan, ia harus menyimpannya kembali ditempat asalnya.
2. Upah-mengupah
Upah-mengupah atau Ijarah ‘ala al-a’mal, yakni jual beli jasa, biasanya berlaku
dalam beberapa hal seperti menjahit pakaian, membangun rumah, dan lain-lain. Ijarah
‘ala al-a’mal terbagi dua,yaitu:
Ijarah khusus
Ijarah khusus yaitu Ijarah yang dilakukan oleh seorang pekerja. Hukumnya,
orang yang bekerja tidak boleh bekerja selain dengan orang yang telah memberi upah.
Ijarah Musytarik
Ijarah musytarik yaitu ijarah yang dilakukan secara bersama-sama atau
melalui kerja sama. Hukumnya dibolehkan bekerjasama dengan orang lain.17
17
. Suhendi,Hendi. 2002, Fiqh Muamalah,(Jakarta : PT Raja Grafik Indo Persada).
18
. Djuwaini, Dimyauddin. 2008, Fiqh Muamalah.
8
5. Menurut Hanafiyah, boleh fasakh Ijarah dari salah satu pihak, seperti yang menyewa
toko untuk dagang, kemudian dagangannya ada yang mencuri, maka ia dibolehkan
memfasakhkan sewaan itu.
Jika Ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengenbalikan barang sewaan, jika
barang itu dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkannya kepada pemiliknya, dan jika bentuk
barang sewaan adalah benda tetapi (‘Iqar), ia wajib menyerahkan dalam keadaan kosong, jika
barang sewaan itu tanah, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan kosong
dari tanaman, kecuali bila ada kesulitan untuk menghialngkannya.
Mazhab Hambali berpendapat bahwa ketika Ijarah telah berakhir, penyewa harus
melepaskan barang sewaan dan tidak ada kemestian mengembalikan untuk
menyerahterimakannya, seperti barang titipan.19
Masalah yang paling penting dalam ijarah adalah menyangkut pemenuhan hak-hak
musta’jir, terutama sekali hak untuk diperlakukan secara baik dalam lingkungan pekerjaan,
hak-hak atas jaminan social, dan hak atas upah yang layak. Untuk itu perlu dikaji tentang
ketentuan hak-hak musta’jir terutama tentang upah.
Pembayaran upah adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan oleh orang yang
menyewa/mengupah seseorang untuk melakukan pekerjaan. Upah adalah hak yang harus
diterima oleh orang yang dipekerjakan setelah pekerjaan itu selesai dilakukan. Dalam
ketentuan Islam dikatakan apabila seseorang menyewa atau mengupah seseorang untuk
melakukan suatu pekerjaan maka hendaklah pembayaran upah itu mereka tentukan terlebih
dahulu. Sedangkan pembayaran upahnya yang tidak ada aturan yang mengaturnya perlu ada
perjanjian dan dilaksanakan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Untuk itu dalam
perjanjian ijarah, penyewa dan yang memberikan jasa harus menetapkan kapan dan berapa
jumlah upah atau sewa yang akan diterima, agar terjadi kesepakatan dan kerelaan diantara
kedua belah pihak baik orang yang di sewa maupun orang yang menyewa, sehinga pekerjaan
akan dilakukan dengan ihklas dan senang hati serta dapat mencegah terjadinya perselisihan.
Pembayaran ini dapat dipercepat dan dapat pula ditangguhkan. Menurut Mazhab
Hanafi mensyaratkan mempercepat upah dan menangguhkan upah boleh dengan syarat
adanya kesepakatan dan kerelaan dari kedua belah pihak.20
19
. Ibid
20
. Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabiy, 1971), Jilid III, h. 188-189
9
Jika dalam akad tidak terdapat kesepakatan untuk mempercepat dan menangguhkan
pembayaran upah, sekiranya upah itu bersifat dikaitkan dengan waktu tertentu, maka wajib
dipenuhi sesudah berakhirnya masa tersebut. Misalnya seseorang memyewa sebuah toko
untuk selama satu bulan, apabila masa satu bulan telah berakhir maka ia wajib membayar
sewaan tersebut. Jika akad ijarah untuk pekerjaan, maka kewajiban untuk pembayaran
upahnya pada waktu berakhirnya pekerjaan tersebut.21
Kemudian jika akad sudah berlangsung dan tidak disyaratkan mengenai penerimaan
bayaran dan tidak ada ketentuan menangguhkan. Menurut Abu Hanifah dan Malik, wajib
diserahkan secara angsuran, sesuai dengan manfaat yang di terima.22
Menurut Imam Syafi’i dan Ahmad ibn Hanbal, sesungguhnya ia berhak sesuai dengan
akad itu sendiri, jika orang yang meyewakan menyerakan ‘ain kepada orang yang menyewa ,
ia berhak menerima seluruh bayaran karena si penyewa sudah memiliki kegunaan (manfaat)
dengan sistem ijarah dan ia wajib menyerahkan bayaran agar dapat menerima ‘ain (agar ‘ain
dapat diserahkan kepadanya).23
25
.)ع َرقُهُ (رواه ابن ماجه َّ ير أَجْ َرهُ قَ ْب َل أَ ْن يَ ِج
َ ف َ طوا األ َ ِج
ُ َّللاِ صلى هللا عليه وسلم أ َ ْع ُ ع َم َر قَا َل قَا َل َر
َّ سو ُل َّ َع ْن َع ْب ِد
ُ َّللاِ ب ِْن
Artinya : ”Dari Abdillah bin Umar ia berkata: Berkata Rasulullah SAW : Berikan upah
kepada pekerja sebelum keringatnya kering” ( H.R Ibnu Majah ) .
21
. Ibid 189
22
. https://heriantodjava.wordpress.com/2011/08/04/ijarah-dalam-islam/
23
. Sayyid Sabiq, op,cit,. Hlm. 189
24
. Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, Penerjemah. Didin
Hafidhuddun, dkk., Judul asli ”Daural Qiyam Wal Akhlaq fil Istishadil Islami”, (Jakarta: Robbani Press,1997),
h. 403
25
. Muhammad bin Yazid Abu ‘Abdullah al-Qazwiniy, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar al- Fikr, 2004),
Jilid II, hlm. 20
10
Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa Nabi SAW memerintahkan, bayarkanlah
upah buruh itu sebelum kering keringatnya, artinya upah musta’jir dibayarkan secepatnya
atau dengan kata lain selesai bekerja langsung menerima upahnya.
Jika menyewa barang, maka barang sewaan di bayar ketika akad sewa, kecuali jika di
dalam akad ditentukan lain manfaat barang yang diijarahkan mengalir selama penyewaan
berlangsung.
حدثنا ابن طاوس عن أبيه عن ابن عباس رضي هللا عنهما قال احتجم النبى صل هللا عليه وسلم
26
) واعطى الحجام اجره (رواه البخاري
Artinya: ”Hadist dari Ibnu Thawus dari ayahnya dari Ibnu Abbas r.a keduanya berkata
bahwa Nabi Saw pernah mengupah seorang tukang bekam kemudian membayar upahnya”.
(H.R.Bukhari)
Dalam hadits berikutnya juga dijelaskan bahwa di akhirat ada tiga golongan yang
diancam dan di musuhi oleh Allah kelak. Salah satu diantaranya adalah majikan yang
mempekerjakan seorang buruh kemudian tidak memberikan haknya secara layak, tidak
membayar upahnya padahal buruh telah memenuhi kewajibannya dengan semestinya.
Sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari sebagai berikut:
حد ثنا يوسف بن محمد قال حد ثني يحي بن سليم عن إسما عيل بن أمية عن سعيد بن أبي سعيد عن أبي هريرة رضي هللا
ورجل باع، رجل اعطى بي ثم غدر: ثال ثة انا خضمهم يوم القيامة:عنه عن النبي صل هللا عليه و سلم قال قال هللا تعالى
ورجل استأ جر أجيرا فاستوفى منه ولم يعطه اجره (رواه البخاري،)حرا فأ كل ثمنه27
Artinya: ”Dari Yusuf bin Muhammad berkata: menyampaikan kepadaku Yahya bin Sulaim
dari Ismail bin Umayyah dari Sa’id bin Abi Sa’id dari Abu Hurairah R.A dari
Nabi SAW bersabda:”Allah SWT berfirman ada tiga golongan yang aku musuhi di
26
. Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar-al-Kutub al-Ilmiyah, 2007),
Ed.5 h. 407
27
. Ibid, hlm. 405
11
hari kiamat yaitu: orang yang berjanji dengan nama-Ku, kemudian dia berkhianat,
orang menjual manusia merdeka kemudian memakan harganya, dan orang yang
mempekerjakan buruh lalu ia ambil tenaganya dengan cukup tetapi tidak
memberikan upahnya” (H.R. Bukhari)
F. Hikmah Ijarah
Hikmah disyari’atkannya ijarah dalam bentuk pekerjaan atau upah mengupah adalah
karena dibutuhkan dalam kehiduan manusia.28 Tujuan dibolehkan ijarah pada dasarnya
adalah untuk mendapatkan keuntungan materil. Namun itu bukanlah tujuan akhir karena
usaha yang dilakukan atau upah yang diterima merupakan sarana untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
28
. Hamzah Ya’qup, Kode Etik Dagang Menurut Islam, (Bandung: Diponegoro,1992), Cet. 2. hlm. 319
29
. Helmi Karim, Fiqih Muamalah, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993), Cet. 1
12
Artinya: ”Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara
ma’ruf ”.30
30
. Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Dipenogoro, 2000), hlm. 29
31
. Hamzah Ya’qup, Kode Etik Dagang Menurut Islam, (Bandung: Diponegoro,1992), Cet. 2. Hlm. 47
13
PENUTUP
Al ijarah berasal dari kata al- ajru yang berarti al-‘iwadah (gant). Dari sebab itu Ats
Tsawab (pahala) dinamai Ajru (upah ) ,yang dalam bahasa indonesia ialah ganti atau upah.
Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan sengaja dari suatu zat yang
disewa dengan imbalan.
Dasar hukum ijarah dalam al qur’an terdapat pada surat az-zukhruf : 32 dan surat al-
baqarah ayat 233. Rukun-rukun dan syarat-syarat Ijarah adalah Mu’jir dan Musta’jir, Shighat
ijab kabul antar Mu’jir dan Musta’jir, ijab kabul sewa-menyewa dan upah-mengupah, ijab
kabul sewa-menyewa, Ujrah dan Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam
upah-mengupah.
Ijarah terbagi dua, yaitu Ijarah terhadap benda atau sewa-menyewa, dan Ijarah atas
pekerjaan atau upah-mengupah. Pembatalan dan berakhirnya ijarah jiks terjadi cacat pada
barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa, rusaknya barang yang disewakan, seperti
rumah menjadi runtuh dan sebagainya, rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih),
seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan, terpenuhinya manfaat yang diakadkan,
berakhirnya masa yang telah ditentukan dan selesainya pekerjaan. Menurut Hanafiyah, boleh
fasakh Ijarah dari salah satu pihak, seperti yang menyewa toko untuk dagang, kemudian
dagangannya ada yang mencuri, maka ia dibolehkan memfasakhkan sewaan itu.
Hikmah Ijarah adalah Membina ketentraman dan kebahagiaan, Memenuhi nafkah
keluarga, Memenuhi hajat hidup masyarakat, Menolak kemungkaran.
14
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim Hasan Binjai, 2006,Tafsir al-Ahkam, Jakarta: Kencana, Cet.1 h. 136.
Abdul Karim Zaidan, 1998, al-Wajizu fi Ushul Fiqh, Beirut: ar-Risalah, Cet. 7, h. 59.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, 2007, Fathul Baari Penjelasan Kitab Shahih al-Bukhari,
Penerjemah, Amiruddin, Judul Asli, Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari, Jakarta:
Pustaka Azzam, Jilid 13, Cet. 2, h. 48-49.
Al-Khatib, Al- Iqna, hlm. 70 dan Fiqih Muamalah, hlm. 115.
Departemen Agama RI, 2000, Alqur’an dan Terjemahannya, Bandung: Dipenogoro, hlm. 29.
Djuwaini, Dimyauddin. 2008, Fiqh Muamalah.
Fiqih ‘Ala Madzahib al- Arba’ah, hal 94
Fiqih al Sunnah, hlm. 18
Hafidhuddun, dkk., Judul asli ”Daural Qiyam Wal Akhlaq fil Istishadil Islami”, 1997,
Jakarta: Robbani Press, h. 403.
Hamzah Ya’qup, Kode Etik Dagang Menurut Islam, 1992, Bandung: Diponegoro, Cet. 2.
hlm. 319.
Helmi Karim, Fiqih Muamalah, 1993, Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cet. 1.
Heriantodjava,2011, Ijaroh dalam Islam, https://wordpress.com/ijarah-dalam-islam/
Merajut Ukhuwah dalam Dakwah ,https://posts.com/ Merajut Ukhuwah dalam Dakwah/
Muhammad al-Khathib al-Syarbayniy, Mughniy al-Muhtaj, Beirut: Dar al-Fikr, Juz II, 332
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar-al-Kutub al-Ilmiyah,
2007), Ed.5 h. 407
Muhammad bin Yazid Abu ‘Abdullah al-Qazwiniy, Sunan Ibnu Majah, 2004, Beirut: Dar al-
Fikr, Jilid II, hlm. 20
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, 1971, Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabiy, Jilid III, h. 188-189
Suhendi,Hendi. Fiqh Muamalah, 2002, Jakarta : PT Raja Grafik Indo Persada.
Syafi’I Rachmat, Fiqih Muamalah, 2004.
Syamsuddin Abu Abdillah,Terjemahan Fathul Bari,hlm IV:439
Wahbah al-Zuhailiy, al-Fiqih al-Islami wa Adillatuh, 1989, Beirut: Dar al Fikr, Jilid IV, h.
731
Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, Penerjemah. Didin
15