Anda di halaman 1dari 15

` BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai karena didalamnya
terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan
kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah,
perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi,
pariwisata dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur
dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP
No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan
Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Namun gangguan terhadap sumber daya
hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat.

Kerusakan hutan yang meliputi : kebakaran hutan, penebangan liar dan lainnya
merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif yang
ditimbulkan oleh kerusakan hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya
keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah,
perubahan iklim mikro maupun global, dan asap dari kebakaran hutan mengganggu
kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan
udara. Dan juga gangguan asap karena kebakaran hutan Indonesia akhir-akhir ini telah
melintasi batas negara.

Berbagai upaya pencegahan dan perlindungan kebakaran hutan dan penebangan


liar telah dilakukan termasuk mengefektifkan perangkat hukum (undang-undang, PP, dan
SK Menteri sampai Dirjen), namun belum memberikan hasil yang optimal. Sejak
kebakaran hutan yang cukup besar tahun 1982/83 di Kalimantan Timur, intensitas
kebakaran hutan makin sering terjadi dan sebarannya makin meluas. Tercatat beberapa
kebakaran cukup besar berikutnya yaitu tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 hingga 2003.
Oleh karena itu perlu pengkajian yang mendalam untuk mencegah dan menanggulangi
kebakaran hutan.

1
Tulisan ini merupakan sintesa dari berbagai pengetahuan tentang hutan, kebakaran
hutan dan penebangan liar penanggulangannya yang dikumpulkan dari berbagai sumber
dengan harapan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi para peneliti, pengambil
kebijakan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi para pencinta lingkungan dan
kehutanan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana peran hutan dalam lingkungan kita ?
2. Apa penyebab kerusakan ?
3. Bagaimna cara penanggulangan kerusakan hutan ?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui kerusakan hutan lingkungan kita.
2. Untuk mengetahui penyebab kerusakan hutan.
3. Untuk mengetahui cara penanggulangan kerusakan hutan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hakekat Hutan

Pada eksistensinya hutan merupakan subekosistem global yang menempati posisi pe


Knting sebagai paru-paru dunia (Zain, 1996). Senada dengan itu, Radon (2009)
menjelaskan hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan
dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang
luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida, habitat hewan, serta
pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfera Bumi yang paling penting.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa hutan merupakan bentuk kehidupan yang tersebar di
seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim
dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.
Orang awam mungkin memandang hutan sebagai sekumpulan pohon kehijauan dengan
beraneka jenis satwa dan tumbuhan liar yang terkesan gelap, tak beraturan, dan jauh dari
pusat peradaban dan bahkan menganggapnya sebagai sesuatu yang menakutkan.

Namun, jika kita mengikuti pengertian hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan
di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Menurut Undang-undang tersebut, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Selain itu, jika dikaji dari sisi ilmu kehutanan, hutan merupakan suatu kumpulan
tetumbuhan, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah
yang cukup luas. Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup
bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup
semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok
tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas. Suatu
kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi
lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya.

3
2.2 Peran Hutan terhadap lingkungan

Hutan bukanlah warisan nenek moyang, tetapi pinjaman anak cucu kita yangharus
dilestarikan. Jika terjadi bencana, maka dipastikan, biaya ‘recovery’ jauh lebih besar
ketimbang melakukan pencegahan secara dini. Begitu pentingnya fungsi hutan sehingga
pada 21 Januari 2004 Presiden Megawati merasa perlu mencanangkan Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) yaitu gerakan moral yang melibatkan semua
komponen masyarakat bangsa untuk memperbaiki kondisi hutan dan lahan kritis. Dengan
harapan, agar lahan kritis itu dapat berfungsi optimal, yang juga pada gilirannya
bermanfaat bagi masyarakat sendiri. Tujuan melibatkan komponen masyarakat, tentu saja,
agar mereka menyadari bahwa hutan dan lingkungan itu sangat penting dijaga
kelestariannya.

Hutan memiliki fungsi yang penting bagi kehidupan manusia diantaranya sebagai berikut:

1) Pelastarian Plasma Nutfah


Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di
masa depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri.
Penguasaannya merupakan keuntungan komparatif yang besar bagi Indonesia di masa
depan. Oleh karena itu, plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan dikembangkan
bersama untuk mempertahankan keanekaragaman hayati.
2) Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara
Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh
kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan, partikel padat yang
tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon
melalui proses jerapan dan serapan. Partikel yang melayang-layang di permukaan
bumi sebagian akan terjerap pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan
yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam
ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan
ranting. Dengan demikian hutan menyaring udara menjadi lebih bersih dan sehat.
3) Penyerap Partikel Timbal dan Debu Semen

Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari udara


di daerah perkotaan. Diperkirakan sekitar 60-70 % dari partikel timbal di udara
perkotaan berasal dari kendaraan bermotor. Hutan dengan kanekaragaman tumbuhan
yang terkandung di dalamnya mempunyai kemampuan menurunkan kandungan

4
timbal dari udara. Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi
kesehatan, karena dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu
semen yang terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya.

4) Peredam Kebisingan
Pohon dapat meredam suara dan menyerap kebisingan sampai 95% dengan
cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan
yang paling efektif untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal
dengan daun yang rindang. Berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup
rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang
sumbernya berasal dari bawah.
5) Mengurangi Bahaya Hujan Asam

Pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam melalui
proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses gutasi akan memberikan
beberapa unsur diantaranya ialah : Ca, Na, Mg, K dan bahan organik seperti glumatin
dan gula. Bahan an-organik yang diturunkan ke lantai hutan dari tajuk melalui proses
through fall dengan urutan K>Ca> Mg>Na baik untuk tajuk dari tegakan daun lebar
maupun dari daun jarum.

Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba di permukaan daun
akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun mulai dibasahi, maka asam seperti
H2SO4 akan bereaksi dengan Ca yang terdapat pada daun membentuk garam
CaSO4 yang bersifat netral. Dengan demikian adanya proses intersepsi dan gutasi
oleh permukaan daun akan sangat membantu dalam menaikkan pH, sehingga air
hujan menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi lingkungan. pH air hujan yang telah
melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan yang tidak
melewati tajuk pohon.

6) Penyerap Karbon-monoksida

Mikro organisme serta tanah pada lantai hutan mempunyai peranan yang baik
dalam menyerap gas. Tanah dengan mikroorganismenya dapat menyerap gas ini dari
udara yang semula konsentrasinya sebesar 120 ppm (13,8 x 104 ug/m3) menjadi
hampir mendekati nol hanya dalam waktu 3 jam saja.

5
7) Penyerap Karbon-dioksida dan Penghasil Oksigen

Hutan merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari
fitoplankton, ganggang dan rumput laut di samudera. Cahaya matahari akan
dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik di hutan kota, hutan alami, tanaman
pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas
CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen. Dengan demikian proses ini sangat
bermanfaat bagi manusia, karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya
meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek
rumah kaca. Di lain pihak proses ini menghasilkan gas oksigen yang sangat
diperlukan oleh manusia dan hewan.

8) Penahan Angin

Angin kencang dapat dikurangi 75-80% oleh suatu penahan angin yang berupa hutan
kota.

9) Penyerap dan Penapis Bau

Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau


permanen mempunyai bau yang tidak sedap. Tanaman dapat menyerap bau secara
langsung, atau tanaman akan menahan gerakan angin yang bergerak dari sumber bau.

10) Mengatasi Penggenangan

Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis tanaman
yang mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi. Jenis tanaman yang
memenuhi kriteria ini adalah tanaman yang mempunyai jumlah daun yang banyak,
sehingga mempunyai stomata yang banyak pula.

11) Mengatasi Intrusi Air Laut dan Abrasi

Kota-kota yang terletak di tepi pantai seperti DKI Jakarta pada beberapa tahun
terakhir ini dihantui oleh intrusi air laut. Pemilihan jenis tanaman dalam
pembangunan hutan kota pada kota yang mempunyai masalah intrusi air laut harus
betul-betul diperhatikan. Upaya untuk mengatasi masalah ini yakni membangun hutan
lindung kota pada daerah resapan air dengan tanaman yang mempunyai daya
evapotranspirasi yang rendah. Hutan berupa formasi hutan mangrove dapat bekerja
meredam gempuran ombak dan dapat membantu proses pengendapan lumpur di

6
pantai. Dengan demikian hutan selain dapat mengurangi bahaya abrasi pantai, juga
dapat berperan dalam proses pembentukan daratan.

12) Produksi Terbatas

Hutan memiliki fungsi in-tangible juga tangible. Sebagai contoh, pohon mahoni di
hutan kota Sukabumi sebanyak 490 pohon telah dilelang dengan harga Rp. 74 juta.
Penanaman dengan tanaman yang menghasilkan biji atau buah yang dapat
dipergunakan untuk berbagai macam keperluan warga masyarakat dapat
meningkatkan taraf gizi dan penghasilan masyarakat.

13) Ameliorasi Iklim

Salah satu masalah penting yang cukup merisaukan penduduk perkotaan adalah
berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara di perkotaan.
Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat
siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal, gedung
bertingkat, jembatan layang, papan reklame, menara, antene pemancar radio, televisi
dan lain-lain. sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pepohonan
dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi.

14) Pelestarian Air Tanah

Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan
memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis dengan
kemampuan menyerap air yang besar maka kadar air tanah hutan akan meningkat.
Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke lapisan tanah
yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah dan hanya sedikit yang menjadi
air limpasan. Dengan demikian pelestarian hutan pada daerah resapan air dari kota
yang bersangkutan akan dapat membantu mengatasi masalah air dengan kualitas yang
baik.

15) Penapis Cahaya Silau

Manusia sering dikelilingi oleh benda-benda yang dapat memantulkan cahaya


seperti kaca, aluminium, baja, beton dan air. Apabila permukaan yang halus dari
benda-benda tersebut memantulkan cahaya akan terasa sangat menyilaukan dari arah
depan, akan mengurangi daya pandang pengendara. Keefektifan pohon dalam
meredam dan melunakkan cahaya tersebut bergantung pada ukuran dan kerapatannya.

7
16) Mengurangi Stress, Meningkatkan Pariwisata dan Pencinta Alam

Kehidupan masyarakat di lingkungan hidup kota mempunyai kemungkinan yang


sangat tinggi untuk tercemar, baik oleh kendaraan bermotor maupun industri. Petugas
lalu lintas sering bertindak galak serta pengemudi dan pemakai jalan lainnya sering
mempunyai temperamen yang tinggi diakibatkan oleh cemaran timbal dan karbon-
monoksida. Oleh sebab itu gejala stress (tekanan psikologis) dan tindakan ugal-ugalan
sangat mudah ditemukan pada anggota masyarakat yang tinggal dan berusaha di kota
atau mereka yang hanya bekerja untuk memenuhi keperluannya saja di kota. Hutan
kota juga dapat mengurangi kekakuan dan monotonitas.

2.3 Penyebab kerusakan hutan


1) Kebakaran hutan
Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan,
apakah karena alami atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor
manusia yang berawal dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut:
2) Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah.
3) Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) ntuk
insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.
4) Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan pembangunan
dan tata pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik antar hukum adat dan
hukum positif negara.

Perladangan berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di kawasan


hutan dimana pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara pembakaran karena
cepat, murah dan praktis. Namun pembukaan lahan untuk perladangan tersebut
umumnya sangat terbatas dan terkendali karena telah mengikuti aturan turun temurun
(Dove, 1988). Kebakaran liar mungkin terjadi karena kegiatan perladangan hanya
sebagai kamuflasa dari penebang liar yang memanfaatkan jalan HPH dan berada di
kawasan HPH.

8
Pembukaan hutan oleh pemegang HPH dan perusahaan perkebunan untuk
pengembangan tanaman industri dan perkebunan umumnya mencakup areal yang
cukup luas. Metoda pembukaan lahan dengan cara tebang habis dan pembakaran
merupakan alternatif pembukaan lahan yang paling murah, mudah dan cepat. Namun
metoda ini sering berakibat kebakaran tidak hanya terbatas pada areal yang disiapkan
untuk pengembangan tanaman industri atau perkebunan, tetapi meluas ke hutan
lindung, hutan produksi dan lahan lainnya.

Sedangkan penyebab struktural, umumnya berawal dari suatu konflik antara para
pemilik modal industri perkayuan maupun pertambangan, dengan penduduk asli yang
merasa kepemilikan tradisional (adat) mereka atas lahan, hutan dan tanah dikuasai
oleh para investor yang diberi pengesahan melalui hukum positif negara. Akibatnya
kekesalan masyarakat dilampiaskan dengan melakukan pembakaran demi
mempertahankan lahan yang telah mereka miliki secara turun temurun. Disini
kemiskinan dan ketidak adilan menjadi pemicu kebakaran hutan dan masyarakat tidak
akan mau berpartisipasi untuk memadamkannya.

5) Penebangan hutan secara sembarangan

Menebang hutan sembarangan akan menyebabkan hutan menjadi gundul.


Ditambah lagi akhir-akhir ini penebangan hutan liar semakin marak terjadi.

6) Penegakan Hukum yang Lemah

Menteri Kehutanan Republik Indonesia M.S.Kaban SE.MSi menyebutkan


bahwa lemahnya penegakan hukum di Indonesia telah turut memperparah kerusakan
hutan Indonesia. Menurut Kaban penegakan hukum barulah menjangkau para pelaku
di lapangan saja. Biasanya mereka hanya orang-orang upahan yang bekerja untuk
mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-harinya. Mereka hanyalah suruhan dan
bukan orang yang paling bertanggungjawab. Orang yang menyuruh mereka dan
paling bertanggungjawab sering belum disentuh hukum. Mereka biasanya mempunyai
modal yang besar dan memiliki jaringan kepada penguasa. Kejahatan seperti ini
sering juga melibatkan aparat pemerintahan yang berwenang dan seharusnya menjadi
benteng pertahanan untuk menjaga kelestarian hutan seperti polisi kehutanan dan
dinas kehutanan. Keadaan ini sering menimbulkan tidak adanya koordinasi yang
maksimal baik diantara kepolisian, kejaksaan dan pengadilan sehingga banyak kasus
yang tidak dapat diungkap dan penegakan hukum menjadi sangat lemah.

9
7) Mentalitas Manusia

Manusia sering memposisikan dirinya sebagai pihak yang memiliki otonomi


untuk menyusun blue print dalam perencanaan dan pengelolaan hutan, baik untuk
kepentingan generasi sekarang maupun untuk anak cucunya. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena manusia sering menganggap dirinya sebagai ciptaan yang lebih
sempurna dari yang lainnya. Pemikiran antrhroposentris seperti ini menjadikan
manusia sebagai pusat. Bahkan posisi seperti ini sering ditafsirkan memberi lisensi
kepada manusia untuk “menguasai” hutan. Karena manusia memposisikan dirinya
sebagai pihak yang dominan, maka keputusan dan tindakan yang dilaksanakanpun
sering lebih banyak di dominasi untuk kepentingan manusia dan sering hanya
memikirkan kepentingan sekarang daripada masa yang akan datang. Akhirnya
hutanpun dianggap hanya sebagai sumber penghasilan yang dapat dimanfaatkan
dengan sesuka hati. Masyarakat biasa melakukan pembukaan hutan dengan
berpindah-pindah dengan alasan akan dijadikan sebagai lahan pertanian. Kalangan
pengusaha menjadikan hutan sebagai lahan perkebunan atau penambangan dengan
alasan untuk pembangunan serta menampung tenaga kerja yang akan mengurangi
jumlah pengangguran. Tetapi semua itu dilaksanakan dengan cara pengelolaan yang
exploitative yang akhirnya menimbulkan kerusakan hutan. Dalam struktur birokrasi
pemerintahan mentalitas demikian juga seakan-akan telah membuat aparat tidak
serius untuk menegakkan hukum dalam mengatasi kerusakan hutan bahkan terlibat di
dalamnya.

2.4. Akibat kerusakan hutan

Kerusakan hutan akan menimbulkan beberapa dampak negatif yang besar di


bumi:

1) Efek Rumah Kaca (Green house effect).

Hutan merupakan paru-paru bumi yang mempunyai fungsi mengabsorsi gas


Co2. Berkurangnya hutan dan meningkatnya pemakaian energi fosil (minyak,
batubara dll) akan menyebabkan kenaikan gas Co2 di atmosfer yang menyelebungi
bumi. Gas ini makin lama akan semakin banyak, yang akhirnya membentuk satu
lapisan yang mempunyai sifat seperti kaca yang mampu meneruskan pancaran sinar
matahari yang berupa energi cahaya ke permukaan bumi, tetapi tidak dapat dilewati

10
oleh pancaran energi panas dari permukaan bumi. Akibatnya energi panas akan
dipantulkan kembali kepermukaan bumi oleh lapisan Co2 tersebut, sehingga terjadi
pemanasan di permukaan bumi. Inilah yang disebut efek rumah kaca. Keadaan ini
menimbulkan kenaikan suhu atau perubahan iklim bumi pada umumnya. Kalau ini
berlangsung terus maka suhu bumi akan semakin meningkat, sehingga gumpalan es di
kutub utara dan selatan akan mencair. Hal ini akhirnya akan berakibat naiknya
permukaan air laut, sehingga beberapa kota dan wilayah di pinggir pantai akan
terbenam air, sementara daerah yang kering karena kenaikan suhu akan menjadi
semakin kering.

2) Kerusakan Lapisan Ozon

Lapisan Ozon (O3) yang menyelimuti bumi berfungsi menahan radiasi sinar
ultraviolet yang berbahaya bagi kehidupan di bumi. Di tengah-tengah kerusakan
hutan, meningkatnya zat-zat kimia di bumi akan dapat menimbulkan rusaknya lapisan
ozon. Kerusakan itu akan menimbulkan lubang-lubang pada lapisan ozon yang makin
lama dapat semakin bertambah besar. Melalui lubang-lubang itu sinar ultraviolet akan
menembus sampai ke bumi, sehingga dapat menyebabkan kanker kulit dan kerusakan
pada tanaman-tanaman di bumi.

3) Kepunahan Species

Hutan di Indonesia dikenal dengan keanekaragaman hayati di dalamnya. Dengan


rusaknya hutan sudah pasti keanekaragaman ini tidak lagi dapat dipertahankan bahkan
akan mengalami kepunahan. Dalam peringatan Hari Keragaman Hayati Sedunia dua
tahun yang lalu Departemen Kehutanan mengumumkan bahwa setiap harinya
Indonesia kehilangan satu species (punah) dan kehilangan hampir 70% habitat alami
pada sepuluh tahun terakhir ini.

4) Merugikan Keuangan Negara.

Sebenarnya bila pemerintah mau mengelola hutan dengan lebih baik, jujur dan
adil, pendapatan dari sektor kehutanan sangat besar. Tetapi yang terjadi adalah
sebaliknya. Misalnya tahun 2003 jumlah produksi kayu bulat yang legal (ada ijinnya)
adalah sebesar 12 juta m3/tahun. Padahal kebutuhan konsumsi kayu keseluruhan
sebanyak 98 juta m3/tahun. Data ini menunjukkan terdapat kesenjangan antara
pasokan dan permintaan kayu bulat sebesar 86 juta m3. Kesenjangan teramat besar ini
dipenuhi dari pencurian kayu (illegal loging). Dari praktek tersebut diperkirakan

11
kerugian yang dialami Indonesia mencapai Rp.30 trilyun/tahun. Hal inilah yang
menyebabkan pendapatan sektor kehutanan dianggap masih kecil yang akhirnya
mempengaruhi pengembangan program pemerintah untuk masyarakat Indonesia.

5) Banjir.

Dalam peristiwa banjir yang sering melanda Indonesia akhir-akhir ini,


disebutkan bahwa salah satu akar penyebabnya adalah karena rusaknya hutan yang
berfungsi sebagai daerah resapan dan tangkapan air (catchment area). Hutan yang
berfungsi untuk mengendalikan banjir di waktu musim hujan dan menjamin
ketersediaan air di waktu musim kemarau, akibat kerusakan hutan makin hari makin
berkurang luasnya. Tempat-tempat untuk meresapnya air hujan (infiltrasi) sangat
berkurang, sehingga air hujan yang mengalir di permukaan tanah jumlahnya semakin
besar dan mengerosi daerah yang dilaluinya. Limpahnya akan menuju ketempat yang
lebih rendah sehingga menyebabkan banjir. Bencana banjir dapat akan semakin
bertambah dan akan berulang apabila hutan semakin mengalami kerusakan yang
parah. Tidak hanya akan menimbulkan kerugian materi, tetapi nyawa manusia akan
menjadi taruhannya. Banjir di Jawatimur dan Jawa tengah adalah contoh nyata.

2.5. Penanggulangan kerusakan hutan secara umum

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai penentu


kebijakan harus segera melakukan pemulihan terhadap kerusakan hutan harus untuk
menjaga agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah. Untuk melaksanakan
pemulihan terhadap kerusakan hutan yang telah terjadi, pemerintah dengan mengajak
seluruh lapisan masyarakat, dari kalangan individu, kelompok maupun organisasi
perlu secara serentak mengadakan reboisasi hutan dalam rangka penghijauan hutan
kembali sehingga pada 10 - 15 tahun ke depan kondisi hutan Indonesia dapat kembali
seperti sedia kala. Pelaksanaan penghijauan tersebut harus lebih mengaktifkan
masyarakat lokal (masyarakat yang berada di sekitar hutan) untuk secara sadar dan
spontan turut menjaga kelestarian hutan tersebut.

12
Langkah kedua, pemerintah harus menerapkan cara-cara baru dalam
penanganan kerusakan hutan. Pemerintah mengikutsertakan peran serta masyarakat
terutama peningkatan pelestarian dan pemanfaatan hutan alam berupa upaya
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan dan latihan serta
rekayasa kehutanan.

Langkah ketiga adalah pencegahan dan peringanan. Pencegahan di sini


dimaksud kegiatan penyuluhan / penerangan kepada masyarakat lokal akan penting
menjaga fungsi dan manfaat hutan agar dapat membantu dalam menjaga kelestarian
hutan dan penegakan hukum yang tegas oleh aparat penegak hukum, POLRI yang
dibantu oleh POL HUT dalam melaksanakan penyelidikan terhadap para oknum
pemerintahan daerah atau desa yang menyalahgunakan wewenang untuk
memperdagangkan kayu pada hutan lindung serta menangkap dan melakukan
penyidikan secara tuntas terhadap para cukong - cukong kayu yang merugikan negara
trilyunan rupiah setiap tahunnya. Peringanan yang dimaksud di sini adalah pemerintah
harus melaksanakan analisa terhadap pelaksanaan peraturan tersebut di dalam
masyarakat. Bila ditemukan hal - hal yang tidak cocok bagi masyarakat sebaiknya
pemerintah mengadakan revisi terhadap undang - undang tersebut sepanjang tujuan
awal pembuatan undang - undang itu tidak dilanggar.

Terkahir adalah adanya kesiapsiagaan yang berlangsung selama 24 jam


terhadap penjagaan terhadap kelestarian hutan ini. Pemerintah harus melaksanakan
pengawasan dan pengendalian secara rutin dan situasional terhadap segala hal yang
berkaitan adanya informasi kerusakan hutan yang didapatkan melalui media massa
cetak maupun elektronik ataupun informasi yang berasal dari masyarakat sendiri.
Pemerintah harus melakukannya secara kontinyu dan terus - menerus sehingga
kalaupun ada kerusakan hutan yang dilakukan oleh oknum tertentu dapat segera
diambil langkah yang tepat serta dapat mengurangi akibat bencana/ disaster yang akan
ditimbulkan kemudian.

13
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dengan kerusakan hutan Indonesia, kita akan kehilangan beragam hewan dan
tumbuhan yang selama ini menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Sementara itu,
hutan Indonesia selama ini merupakan sumber kehidupan bagi sebagian rakyat
Indonesia. Hutan merupakan tempat penyedia makanan, penyedia obat-obatan serta
menjadi tempat hidup bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Dengan hilangnya hutan
di Indonesia, menyebabkan mereka kehilangan sumber makanan dan obat-obatan.
Seiring dengan meningkatnya kerusakan hutan Indonesia, menunjukkan semakin
tingginya tingkat kemiskinan rakyat Indonesia dan sebagian masyarakat miskin di
Indonesia hidup berdampingan denga hutan. Oleh karenanya mulai saat ini marilah
kita menjaga hutan kita, untuk masa depan yang lebih baik.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://komunitasarekips. Blogspot.com/2011/11/makalah-kerusakan-hutan-
mempengaruhi.html

http://sangsurya-wahana.blogspot.com/2011/07/penyebab-akibat-dan-cara-
penanggulangan.html

http://michaelnoman.blogspot.com/2012/04/penanggulangan-masalah-kerusakan-
hutan.html

15

Anda mungkin juga menyukai