A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. NA
Umur : 38 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Nama suami : Tn. Indra
Alamat : Jl. Kalibaru Barat rt.09 rw 015 No.26 Kalibaru , Cilincing , Jakarta Utara
Masuk RS : 12 Maret 2015
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak 5 jam SMRS
Page 1
Riwayat Operasi
● Os belum pernah dioperasi sebelumnya
Riwayat Alergi
● Riwayat Alergi makanan disangkal
● Riwayat alergi obat-obatan disangkal
● Riwayat cuaca disangkal
Riwayat Perkawinan
Kawin ke-1, masih kawin, lama kawin 15 tahun
Riwayat Haid
Menarche: umur 15 tahun, teratur, tidak nyeri saat haid, lama haid 7 hari, siklus 28 hari.
HPHT : 10 – 06 – 2014
Taksiran persalinan : 17-03-2015
Riwayat ANC
ANC teratur di klinik indosehat
Riwayat Persalinan
No Tempat Penolo Thn Aterm Jenis Penyulit Anak
bersalin ng Persalinan JK Keadaan
BB
1 BPS Bidan 2005 + Spontan - ♀ 2800 Hidup
2 Hamil ini
Page 2
KU : Tidak tampak sakit
Kesadaran : composmentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,5 0C
Status generalis
Rambut : bersih
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Mulut : Mukosa bibir lembab (+)
Gigi : caries (-)
Leher : kelenjar tiroid membesar (-), pembesaran KGB (-)
thoraks
Jantung : BJ I dan II regular (+), murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler (+/+) , wheezing (-/-) , ronkhi (-/-)
Payudara : simetris, puting susu menonjol (+)
Abdomen : membesar sesuai kehamilan (-), striae (+), linea nigra (+)
Vagina : pengeluaran pervaginam (+), darah (+) , lendir (-), flour albus (-)
penyakit kelamin (-), varices (-)
Ekstremitas : akral hangat (+/+) , CRT < 2 detik (+/+) , udema (-/-)
D. STATUS OBSTETRI
Pemeriksaan luar
I : cembung (+), abdomen melebar, fundus uteri diatas umbilikus, linea nigra (+), striae
gravidarum (+)
P : TFU 34 cm
Leopold I : teraba bagian besar luak, presentasi bokong, TFU 34 cm
Leopold II : teraba bagian keras memanjang disisi kiri ibu
Page 3
Leopold III : teraba bagian besar bulat keras, presentasi kepala
Leopold IV : belum masuk PAP
A : DJJ 138 x / menit, teratur
Pemeriksaan dalam 🡪 tidak dilakukan
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
● USG : Janin tunggal hidup intrauterine, TBJ 3300 gr, Plasenta di corpus post
hingga kebawah hingga OUI, amnion jumlah cukup
● HEMATOLOGI
- Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hemoglobin 12,5 g/dl 13-17
Leukosit 5700 /u 4,5 – 10,4
Hematokrit 35,4 % 42 -50
Trpmbosit 248000 /u 185000- 402000
Ultrasonografi
F. ASSESSMENT
Ibu : G2P1 A0 gravid 39 minggu dengan plasenta previa totalis
Page 4
Bayi : Janin tunggal, hidup, intrauterine
G. RENCANA
Pro - Seksio Sesaria (elektif)
R/- ceftriaxone 1 gr IV
- Pronalges supp
- Metronidazole 500 mg 2 x 1
- Asam mefenamat 500 mg 3x1
I. DIAGNOSA POST SC
Page 5
P2A0 Post SC
J. FOLLOW UP
Page 6
Vagina : darah (+)
Otonom : BAB (+) , BAK (+) ,
flatus (+)
BAB 1
Page 7
PENDAHULUAN
Page 8
BAB II
PEMBAHASAN
Plasenta previa
Definisi
Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen-bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan-lahir. Pada
keadaan normal plasenta terletak di bagian atas uterus.
Klasifikasi
Belum ada kata sepakat diantara para ahli, terutama mengenai berapa pembukaan
jalan lahir. Oleh karena pembagian tidak didasarkan pada keadaan anatomi, melainkan
pada keadaan fisiologis yang berubah-ubah , maka klasifikasi akan berubah setiap waktu.
Misalnya, pada pembukaan yang masih kecil, seluruh pembukaan ditutupi jaringan
plasenta (plasenta previa totalis), namun pada pembukaan yang lebih besar, keadaan ini
akan menjadi plasenta previa lateralis. Ada juga penulis yang menganjurkan bahwa
menegakkan diagnosa adalah sewaktu moment opname yaitu takala penderita diperiksa.
Page 9
Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat:
1. plasenta previa totalis: seluruh ostium ditutupi plasenta
2. plasenta previa partialis : sebagian ditutupi plasenta
3. plasenta letak rendah (low-lying placenta): tepi plasenta berada 3-4 cm diatas
pinggir pembukaan, pada pemeriksaandalam tidak teraba.
Menurut Browne :
1. tingkat I : lateral placenta previa.
Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak
sampai ke pinggir pembukaan.
2. tingkat 2 : Marginal plasenta previa
plasenta mencapai pinggir pembukaan (ostium)
3. tingkat 3 : Complate plasenta previa
plasenta menutupi osteum waktu tertutup, dan tidak menutupi bila pembukaan
hampir lengkap.
4. tingkat 4 : Central plasenta previa
plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap.
Menurut penulis lain plesenta previa dibagi menurut presentase plasenta yang
menutupi pembukaan ;
o plasenta previa 25%, 50%, 75% dan 100%
o Di beberapa institut di Indonesia termasuk di RS. Pirgandi Medan,
klasifikasi yang dipakai kurang lebih menurut pembagian de Snoo
pada pembukaan kira-kira 4 cm.
o Ada pula yang disebut plasenta previaservikalis, yaitu bila sebagian
plasenta tumbuh masuk kanalais servikalis. Normalnya, plasenta
beromplantasi di bagian atas uterus, pada bagian dalam belakang
(60%), depan (40%).
Page
10
Faktor Predisposisi :
1. Multiparitas dan umur lanjut ( >/ = 35 tahun).
2. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atrofik
dan inflamatorotik.
3. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (SC, Kuret,
dll).
4. Chorion leave persisten.
5. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil
konsepsi.
6. Konsepsi dan nidasi terlambat.
7. Plasenta besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops fetalis
Etiologi
Mengapa plasenta bertumbuh pada segmen-bawah uterus tidak selalu jelas dapat
diterangkan. Bahwasanya vaskularisasi yang berkurang, atau perubahan atrofi pada
Page
11
desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa, tidaklah benar,
karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati sebagian besar pada
penderita dengan paritas tinggi. Memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke
plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar, plasenta
yang letaknya normal sekalipun akan memperluaskan permukaannya, sehingga mendekati
atau menutupi sama sekali pembukaan jalan-lahir.
Menurut Kloosterman (1973), frekuensi plasenta previa pada primigravida yang
berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan
primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun; pada grande multipara yang
berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dibandingkan dengan grande
multipara yang berumur kurang dari 25 tahun.
Gambaran klinik
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama
dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa.
Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Akan
tetapi, perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak daripada sebelumnya, apalagi
kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun perdarahannya sering
dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak
kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen-bawah uterus telah terbentuk dan mulai
melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen-bawah uterus akan
lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen
bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti
oleh plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus.
Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah segar, berlainan
dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta yang berwarna kehitam-hitaman.
Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta
dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya tak
dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus
Page
12
menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal. Makin
rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada
plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah, yang mungkin
baru berdarah setelah persalinan mulai.
Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul akan terhalang karena
adanya plasenta di bagian bawah uterus. Apabila janin dalam presentasi kepala, kepalanya
akan didapatkan belum masuk ke dalam pintu atas panggul yang mungkin karena plasenta
previa sentralis; mengolak ke samping karena plasenta previa parsialis; menonjol di atas
simfisis karena plasenta previa posterior; atau bagian terbawah janin sukar ditentukan
karena plasenta previa anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak, seperti letak-lintang
atau letak-sungsang.
Nasib janin tergantung dari banyaknya perdarahan, dan tuanya kehamilan pada
waktu persalinan. Perdarahan mungkin masih dapat diatasi dengan transfusi darah, akan
tetapi persalinan yang terpaksa diselesaikan dengan janin yang masih prematur tidak selalu
dapat dihindarkan.
Apabila janin telah lahir, plasenta tidak selalu mudah dilahirkan karena sering
mengadakan perlekatan yang erat dengan dinding uterus. Apabila plasenta telah lahir,
Perdarahan postpartum sering kali terjadi karena kekurang-mampuan serabut-serabut otot
segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan dari bekas insersio
plasenta; atau karena perlukaan serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh dan
mengandung banyak pembuluh darah besar, yang dapat terjadi bila persalinan berlangsung
per vaginam.
Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa
penyebabnya ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah.
Page
13
Anamnesis.
Perdarahan jalan-lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri,
tanpa alasan, terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari
anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan luar.
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Apabila
presentasi kepala, biasanya kepalanya masih terapung di atas pintu atas panggul atau
mengolak ke samping, dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul. Tidak jarang
terdapat kelainan letak janin, seperti letak-lintang atau letak-sungsang. Pemeriksaan
inspekulo. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina, seperti erosio porsionis uteri,
karsinoma porsionis uteri, polipus servisis uteri, varises vulva, dan trauma. Apabila
perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
Page
14
Ultrasonografi.
Penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan
bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya, dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
Perabaan fornises.
Pemeriksaan ini hanya bermakna apabila janin dalam presentasi kepala. Sambil
mendorong sedikit kepala janin ke arah pintu atas panggul, perlahanlahan seluruh fornises
diraba dengan jari. Perabaannya terasa lunak apabila antara jari dan kepala janin terdapat
plasenta; dan akan terasa padat (keras) apabila antara jari dan kepala janin tidak terdapat
plasenta. Bekuan darah dapat dikelirukan dengan plasenta. Plasenta yang tipis mungkin
tidak terasa lunak. Pemeriksaan ini harus selalu mendahului pemeriksaan melalui kanalis
servikalis, untuk mendapat kesan pertama ada tidaknya plasenta previa.
Page
15
sekali-kali berusaha menyelusuri pinggir plasenta seterusnya karena mungkin plasenta
akan terlepas dari insersionya yang dapat menimbulkan perdarahan banyak.
Penanganan
Di negara yang sedang berkembang, perdarahan hampir selalu merupakan
malapetaka besar bagi penderita maupun penolongnya. Keadaan yang serba kurang akan
memaksa penolong menangani setiap kasus secara individual, tergantung pada keadaan
ibu, keadaan janin, dan keadaan fasilitas pertolongan dan penolongnya pada waktu itu.
Ibu yang menderita anemia sebelumnya akan sangat rentan terhadap perdarahan,
walaupun perdarahannya tidak terlampau banyak. Darah sebagai obat utama untuk
mengatasi perdarahan belum selalu ada atau cukup tersedia di rumah sakit. Kurangnya
kesadaran akan bahaya perdarahan, atau sukarnya pengangkutan cepat ke rumah sakit
mengakibatkan terlambatnya penderita mendapatkan pertolongan yang layak. Semua
keadaan tersebut di atas, ditambah dengan fasilitas pertolongan dan tenaga penolong yang
kurang, akan sangat melipatgandakan beban pekerjaan para penolongnya. Dengan
demikian penanggulangannya pun tidak selalu akan berhasil dengan baik.
Prinsip dasar penanganan. Setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera
dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas melakukan transfusi darah dan operasi.
Perdarahan yang terjadi pertama kali jarang sekali, atau boleh dikatakan tidak
pernah menvebabkan kematian, asal sebelumnya tidak diperiksa dalam. Biasanya masih
terdapat cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke rumah sakit, sebelum terjadi
perdarahan berikutnya yang hampir selalu akan lebih banyak daripada sebelumnya. Jangan
sekali-kali melakukan pemeriksaan dalam kecuali dalam keadaan siap operasi.
Apabila dengan penilaian yang tenang dan jujur ternyata perdarahan yang telah
berlangsung, atau yang akan berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan/atau janinya
(yang masih hidup); dan kehamilannya belum cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin
belum sampai 2500 gram, dan persalinan belum mulai, dapat dibenarkan untuk menunda
persalinan sampai janin dapat hidup di luar kandungan baik lagi. Penanganan pasif ini,
pada kasus-kasus tertentu sangat bermanfaat untuk mengurangi angka kematian neonatus
yang tinggi akibat prematuritas, asal jangan dilakukan pemeriksaan dalam. Sebaliknya,
Page
16
kalau perdarahan yang telah berlangsung atau yang akan berlangsung akan membahayakan
ibu dan/atau janinnya atau kehamilannya telah cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin
telah mencapai 2500 gram; atau persalinan telah mulai, maka penanganan pasif harus
ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif. Dalam hal ini pemeriksaan dalam dilakukan
di meja operasi dalam keadaan siap operasi.
Penanganan pasif.
Pada tahun 1945 Johnson dan Macafee mengumumkan cara baru penanganan pasif
beberapa kasus plasenta previa yang janinnya masih prematur dan perdarahannya tidak
berbahaya, sehingga tidak diperlukan tindakan pengakhiran kehamilan segera.
Pengalamannya membuktikan bahwa perdarahan pertama pada plasenta previa jarang
sekali fatal apabila sebelumnya tidak dilakukan pemeriksaan dalam; dan perdarahan
berikutnya pun jarang sekali fatal apabila sebelumnya ibu menderita anemia dan tidak
pernah dilakukan pemeriksaan-dalam. Atas dasar pengalaman itu, tindakan pengakhiran
kehamilan untuk beberapa kasus tertentu dapat ditunda, sehingga janin dapat hidup dalam
kandungan lebih lama, dan dengan kemungkinan janin hidup di luar kandungan lebih besar
lagi.
Berhasilnya Macafee menurunkan angka kematian perinatal pada plasenta previa
berkat kepatuhannya menjalankan penanganan pasif seperti tersebut di atas, dan berkat
tindakan seksio sesarea yang lebih liberal.
Tampaknya penanganan pasif ini sangat sederhana, akan tetapi dalam kenyataan
kalau dilakukan secara konsekuen, menuntut fasilitas rumah sakit dan perhatian dokter
yang luar biasa. Penderita harus dirawat di rumah sakit sejak perdarahan pertama sampai
pemeriksaan menunjukkan tidak adanya plasenta previa, atau sampai bersalin. Transfusi
darah dan operasi harus dapat dilakukan setiap saat apabila diperlukan. Anemia harus
segera diatasi mengingat kemungkinan perdarahan berikutnya. Menilai banyaknya
perdarahan harus lebih didasarkan pada pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit secara
berkala, daripada memperkirakan banyaknya darah yang hilang per vaginam. Ada atau
tidaknya plasenta previa diperiksa dengan penentuan letak plasenta secara tidak langsung.
Page
17
Menurut Pedowitz (1965), penanganan pasif ini tidak akan berhasil menurunkan
angka kematian perinatal pada kasus-kasus plasenta previa sentralis.
Page
18
Multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta previa marginalia, atau
plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm dapat ditanggulangi dengan
pemecahan selaput ketuban. Akan tetapi, apabila ternyata pemecahan selaput ketuban tidak
mengurangi perdarahan yang timbul kemudian, maka seksio sesarea harus dilakukan.
Dalam memilih cara persalinan per vaginam hendaknya dihindarkan cara persalinan yang
lama dan sulit karena akan sangat membahayakan ibu dan janinnya.
Pada kasus yang terbengkalai, dengan anemia berat karena perdarahan atau infeksi
intrauterin, baik seksio sesarea maupun persalinan per vaginam sama-sama tidak
mengamankan ibu maupun janinnya. Akan tetapi, dengan bantuan transfusi darah dan
antibiotika secukupnya, seksio sesarea masih lebih aman daripada persalinan per vaginam
untuk semua kasus plasenta previa totalis dan kebanyakan kasus plasenta previa parsialis.
Seksio sesarea pada multigravida yang telah mempunyai anak-hidup banyak dapat
dipertimbangkan dilanjutkan dengan histerektomia untuk menghindarkan perdarahan
postpartum yang sangat mungkin akan terjadi, atau sekurang-kurangnya dipertimbangkan
untuk dilanjutkan dengan sterilisasi untuk menghindarkan kehamilan berikutnya.
Terdapat 2 pilihan cara persalinan, yaitu persalinan per vaginam, dan persalinan
abdominal (seksio sesarea). Persalinan per vaginam bertujuan agar bagian bawah janin
menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung,
sehingga perdarahan berhenti. Seksio sesarea bertujuan secepatnya mengangkat sumber
perdarahan; dengan demikian, memberikan kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi
menghentikan perdarahannya, dan menghindarkan perlukaan serviks dan segmen-bawah
uterus yang rapuh dilangsungkan persalinan per vaginam.
Page
19
Seksio sesarea.
Di rumah sakit yang serba lengkap, seksio sesarea akan merupakan cara persalinan
yang terpilih. Nesbitt (1962) melaporkan 65% dari semua kasus plasenta previanya
diselesaikan dengan seksio sesarea. Di Rumah Sakit Dr. Cipto antara tahun 1971-1975,
seksio sesarea dilakukan pada kira-kira dari semua kasus plasenta previa, yang kebanyakan
terdiri dari kasus-kasus tidak terdaftar. Gawat janin, atau kematian janin tidak boleh
merupakan halangan untuk melakukan seksio sesarea, demi keselamatan ibu. Akan tetapi,
gawat ibu mungkin terpaksa menunda seksio sesarea sampai keadaannya dapat diperbaiki,
fasilitas memungkinkan. Apabila fasilitasnya tidak memungkinkan untuk segera
memperbaiki keadaan ibu, jangan ragu-ragu untuk melakukan seksio sesarea satu-satunya
tindakan yang terbaik, seperti pada plasenta previa totalis dengan perdarahan banyak.
Dalam keadaan gawat, laparotomi dengan sayatan kulit median jauh lebih cepat
diilakukan daripada dengan sayatan Pfannenstiel yang lebih kosmetik itu. Sayatan pada
dinding uterus sedapat mungkin menghindarkan sayatan pada plasenta, agar perdarahan
dari pihak ibu dan janin jangan lebih banyak lagi. Perdarahan dari janin akan sangat
membahayakan kehidupannya, apabila tidak segera ditemukan tali pusatnya untuk
kemudian dijepit.
Walaupun diakui bahwa seksio sesarea transperitonealis profunda merupakan jenis
operasi yang terbaik untuk melahirkan janin per abdominam, akan tetapi hendaknya ragu-
ragu untuk melakukan seksio sesarea korporalis apabila ternyata plasenta pada dinding-
depan uterus, untuk menghindarkan sayatan pada plasenta, dan menghindarkan sayatan
pada segmen-bawah uterus yang biasanya rapuh dan dengan penuh pembuluh darah besar-
besar; dengan demikian, menghindarkan perdarahan postpartum.
Perdarahan yang berlebihan dari bekas insersio plasenta tidak selalu dapat diatasi
dengan pemberian uterotonika, apalagi kalau penderita telah sangat anemis. Memasukkan
tampon ke dalam uterus untuk menghentikan perdarahan dari segmen bawah uterus selagi
melakukan seksio sesarea merupakan suatu tindakan yang tidak adekuat. Histerektomia
totalis merupakan tindakan yang cepat untuk menghentikan perdarahan, dan dapat
menyelamatkan jiwa penderita; namun sebelumnya sebaiknya dicoba terlebih dahulu untuk
menghentikan perdarahan itu dengan jahitan. Apabila cara-cara tersebut tidak berhasil
Page
20
mengatasi perdarahan, dianjurkan untuk menghentikan perdarahan demikian itu dengan
jalan mengikat arteria hipogastrika.
Prognosis
Dengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karena plasenta previa rendah
sekali, atau tidak ada sama sekali. Sejak diperkenalkannya penanganan pasif pada tahun
1945, kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki. Walaupun demikian, hingga
kini kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap memegang peranan utama.
Penanganan pasif maupun aktif memerlukan fasilitas tertentu, yang belum dicukupi
pada banyak tempat di tanah air kita, sehingga beberapa tindakan yang sudah lama
ditinggalkan oleh dunia kebidanan mutakhir masih terpaksa dipakai juga seperti
pemasangan cunam Willett, dan versi Braxton-Hicks. Tindakan-tindakan ini sekurang-
kurangnya masih dianggap penting untuk menghentikan perdarahan di mana fasilitas
seksio sesarea belum ada. Dengan demikian tindakan-tindakan itu lebih banyak ditujukan
demi keselamatan ibu daripada janinnya.
DAFTAR PUSTAKA
Chalik TMA. Plasenta Previa. Dalam: Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Ed.1.
Jakarta: Widya Medika, 1997. hal 129-143
Prawirohardjo. S, Ilmu Kebidanan, Ed. III, cet.II, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 1992,hal.365-376.
Mochtar. R, Sinopsis Obstetri I, Ed. II, Jakarta, EGG, 1989,hal.300-311.
Page
21
Bagian Obstetri & Ginekologi Fak. Kedokteran Universitas Sumatera Utara/R.S Dr.
Pringadi Medan, Pedoman Diagnosis dan Therapi Obstetri-Ginekologi R.S. Dr.
Pringadi Medan, 1993, halo 6-10,
Bagian Obstetri & Ginekologi Fak.Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung, Obstetri
Patologi, Ed. 1984, Elstar Offset Bandung, halo 110-120
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999. hal 362-376. Perdarahan Antepartum
dalam: Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Bandung. Elstar Offset Bandung, 1982. hal. 110-120
Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF.. Antepartum Bleeding. Williams Obstetrics.
20th ed. Norwalk: Appleton & Lange, 1997. pp. 755-60.
Tucker DE. Low Lying Placenta. 1998. Available from: http://www.womens.healt
co.uk/praevia.htm.
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung. Obstetri
Patologi. Bandung: Elstar offset, 1982; 110-27.
PB. POGl, Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Bagian 1, Jakarta: Balai
Penerbit FK UI, 1991; 9-13.
Mochtar R. Sinopsis Obstetri 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1990; 296-322.
Heller L. Emergencies in Gynaecology and Obstetrics. diterjemahkan oleh Mochaznad
Martoprawiro dan Adji Dharma. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1988; 25-9.
Klapholz H. Placenta Previa.. In: Friedman EA, Acker DB, Sachs BP, Obstetrical Decision
Making,2 nd ed. Philadelphia: BC Decker mc, 1987; 88-9.
Page
22