Anda di halaman 1dari 12

I Gede Pasek Pramana, S.H., M.H.

Tinjauan… 12
.
TINJAUAN HUKUM TENTANG PENGANGKATAN ANAK
TERLANTAR DI BALI
Oleh:

I Gede Pasek Pramana, S.H., M.H.


Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstract:
Balinese customary law does not have strict rules on who can be adopted as
a sentana (child). In general, the adopted child is male and originated from the same clan
as the prospective adoptive parents. However, the adoption of a female child who is
originated outside of the prospective adoptive parents clan and/or has no family
relationship with the prospective adoptive parents is also sometimes
permitted. Nonetheless, Bali customary law in fact does not regulatematters on the
neglected children. As a result, Balinese customary people seem like lack of legitimacy
if they wish to adopt the neglected children as sentana. On the other side, the state law does
provide space for every citizen to adopt neglected children as a form of human rights
protection of children. Based on the theory of legal pluralism and the theory of semi-
autonomous, the Balinese customary law shall be subject to the laws of the state. Hence, the
adoption of the neglected children is actually able to be done by the Balinese
customary people and still can be given legitimacy from the state law.
Keywords: Neglected children, child adoption, balinese customary law.

Abstrak:
Hukum adat Bali tidak memiliki aturan yang tegas mengenai siapa saja yang dapat
diangkat sebagai sentana (anak). Pada umumnya anak yang diangkat berjenis kelamin laki-
laki dan berasal dari klan yang sama dengan calon tua angkat. Namun adakalanya diizinkan
juga pengangkatan anak perempuan yang berasal dari luar klan calon orang tua angkat
dan/atau anak yang sama sekali tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan calon orang
tua angkat. Meskipun demikian, hukum adat Bali ternyata tidak mengatur perihal
pengangkatan anak terlantar. Akibatnya, masyarakat adat di Bali seolah tidak memiliki
legitimasi jika ingin mengangkat anak terlantar sebagai sentana. Adapun hukum negara
justru memberikan ruang bagi setiap warga negara untuk mengangkat anak terlantar sebagai
wujud perlindungan HAM anak. Berdasarkan teori pluralisme hukum dan teori semi-
otonom, maka hukum adat Bali wajib tunduk pada hukum negara. Dengan demikian,
pengangkatan anak terlantar sejatinya boleh dilakukan oleh masyarakat adat di Bali dan
tetap memperoleh legtimasi dari hukum negara.
Kata kunci : Anak terlantar, pengangkatan anak, hukum adat Bali.

A. PENDAHULUAN Selain merupakan wujud ibadah,


1. Latar Belakang Masalah perkawinan juga menjadi awal
Perkawinan merupakan salah satu terbentuknya keluarga batih. Hal ini
peristiwa penting dalam hidup manusia. senada dengan tujuan perkawinan
I Gede Pasek Pramana, S.H., M.H. Tinjauan… 13
.
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 oleh prinsip kepentingan terbaik bagi
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 anak. Dengan demikian, maka negara
tentang Perkawinan (UU Perkawinan), memberikan ruang bagi seseorang untuk
yakni membentuk keluarga yang bahagia melakukan perbuatan hukum
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang pengangkatan anak, terhadap seorang
Maha Esa. Menurut Windia dan Sudantra, anak yang patut diduga dan/atau terbukti
salah satu ukuran keluarga yang bahagia tidak terpenuhi kebutuhannya secara
di Bali adalah hadirnya anak sebagai wajar (terlantar). Upaya ini merupakan
penerus keturunan.1 Utamanya ialah anak implementasi dari amanat Pasal 34
laki-laki, mengingat Bali menganut sistem Undang-Undang Dasar Negara Republik
kekekerabatan patrilineal. Namun pada Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).
prakteknya, tidak setiap perkawinan Hukum adat juga memiliki
mampu membuahkan keturunan. Oleh pengaturan tentang pengangkatan anak.
karenanya, adopsi atau pengangkatan Khususnya hukum adat Bali, oleh Panetja
anak menjadi solusi untuk permasalahan disebukan bahwa tujuan pengangkatan
tersebut. anak ialah melanjutkan keturunan dari
Di Indonesia, pengangkatan anak kepurusha.2 Bagi masyarakat adat di Bali,
dapat ditinjau dari dua sistem hukum, keturunan berkorelasi dengan urusan
yakni hukum nasional dan hukum adat. kepercayaan, waris dan tanggungjawab
Dari segi hukum nasional, pengaturan dalam kehidupan bermasyarakat.
tentang pengangkatan anak dapat ditemui Mengingat pentingnya keturunan, maka
dalam peraturan perundang-undangan. hukum adat Bali menyediakan 2 cara
Sedangkan hukum adat, pengaturan untuk mendapatkan anak yang ditujukan
tentang pengangkatan anak banyak bagi keluarga yang tidak memiliki
ditemui dalam penelitian-penelitian ilmiah keturunan. Salah satu caranya, yakni
dan buku-buku refrensi tentang hukum pengangkatan anak. Berdasarkan
adat. Dewasa ini, pengangkatan anak kebiasaan masyarakat adat di Bali,
tidak berorientasi pada tujuan untuk umumnya tidak semua anak dapat
mendapatkan dan/atau melanjutkan diangkat. Calon anak anak diutamakan
keturunan. Pemikiran ini dilatarbelakangi berasal dari dalam klan calon orang tua

1
Wayan P. Windia dan Ketut Sudantra, 2006,
2
Pengantar Hukum Adat Bali, Cet. Ke-1, Lembaga Mr. Gde Panetje, 2004, Aneka Catatan
Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Tentang Hukum adat Bali, Cet. Ke-4, CV. Kayu
Universitas Udayana, Denpasar, h. 91-92. Mas Agung, Denpasar, h. 37.
I Gede Pasek Pramana, S.H., M.H. Tinjauan… 14
.
angkat.3 Hal ini merupakan pengaruh dari 3. Tujuan Penelitian
sistem kekerabatan patrilineal (purusha). Secara umum, penelitian ini
Oleh karenanya, anak terlantar seolah bertujuan untuk mengetahui dan
tidak dapat diangkat sebagai anak menganalisis tentang dinamika hukum
menurut hukum adat Bali. pengangkatan anak di Bali. Sedangkan
Dari urain di atas, maka terlihat yang menjadi tujuan khusus, antara lain :

dualisme hukum pengangkatan anak. 1. Mengetahui dan menganalisis

Hukum negara memerintahkan bahwa tentang pihak-pihak yang dapat

pengangkatan anak hanya dapat dilakukan diangkat menjadi anak menurut


hukum adat Bali
untuk kepentingan terbaik bagi anak,
2. Mengetahui dan menganalisis
tidak terkecuali anak terlantar. Sedangkan
tentang legalitas pengangkatan
hukum adat Bali cenderung mengarah
anak terlantar menurut hukum adat
pada tujuan melanjutkan keturunan,
Bali
sehingga ada kesan selektif dalam
memilih calon anak ngkat. Hal ini yang 4. Metode Penelitian
kemudian menarik minat peneliti untuk Penelitian ini merupakan penelitan
melakukan kajian terhadap permasalahan kepustakaan yang mengkaji taraf
seputar hukum pengangkatan anak dengan sinkronisasi antara dua sistem hukum
judul “Tinjauan Hukum Tentang terkait pengaturan pengangkatan anak
Pengangkatan Anak Terlantar Di Bali”. terlantar di Bali. Penelitian ini
menggunakan pendekatan perundang-
2. Rumusan Masalah undangan dan pendekatan sejarah. Bahan
Berdasarkan latar belakang di atas, hukum yang lazim digunakan dalam
maka dapat dirumuskan beberapa penelitian hukum normatif terdiri dari
permasalahan, antara lain sebagai berikut: bahan hukum primer, bahan hukum
1. Siapakah yang dapat diangkat sekunder dan bahan hukum tersier.4 Di
menjadi anak menurut hukum adat dalam penelitian ini, bahan
Bali? hukum primer terdiri dari,:
2. Apakah anak terlantar dapat 1. Undang-Undang Dasar Negara
diangkat menjadi anak menurut Republik Indonesia Tahun 1945
hukum adat di Bali?

3 4
Muderis Zaini, 1992, Adopsi Suatu Tinjauan Djam’an Satori dan Aan Komariah, 2010,
Dari Tiga Sistem Hukum, Cet. Ke-2, Sinar Metodelogi penelitian kualitatif, Alfabeta,
Grafika, Jakarta, h. 8. Bandung, h. 18.
I Gede Pasek Pramana, S.H., M.H. Tinjauan… 15
.
2. Undang-undang No. 4 Tahun 1979 Undang-undang No. 35 Tahun 2014
Tentang Kesejahteraan Anak tentang Perubahan Undang-Undang No.
3. Undang-Undang No. 35 Tahun 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
2014 tentang Perubahan Undang- Anak (UU tentang Perubahan UU
Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak), disebutkan bahwa
Perlindungan Anak anak adalah seseorang yang belum berusia
4. Peraturan Pemerintahan No. 54 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
Tahun 2007 tentang Pelaksanaan yang masih dalam kandungan. Sesuai
Pengangkatan Anak dengan ketentuan Pasal 1 angka 2
Adapun bahan hukum sekunder dalam
Undang-ndang No. 4 Tahun 1979 tentang
penelitian ini, antara lain meliputi buku-
Kesejahteraan Anak, yang dimaksud anak
buku ataupun literatur-literatur, jurnal-
ialah seseorang yang belum mencapai
jurnal hukum dan pendapat para sarjana
umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum
yang relevan dengan permasalahan yang
pernah kawin. Pengertian anak juga
diteliti. Sedangkan bahan hukum tersier
dimuat dalam Pasal 1 angka 3 Undang-
yang digunakan ialah berupa kamus.
undang No. 11 Tahun 2012 tentang
Penelitian ini menggunakan metode
Sistem Peradilan Anak, yang menegaskan
bola salju sebagai teknik pengumpulan
bahwa anak adalah anak yang telah
bahan hukum.5 Adapun tahap analisis
berumur 12 (dua belas) tahun, tapi belum
bahan hukum yang digunakan dalam
berumur 18 (delapan belas) tahun yang
penelitian ini dapat dijabarkan dengan
diduga melakukan tindak pidana. Undang-
urutan sebagai berikut, yakni deskripsi,
sistematisasi dan argumentasi. Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia juga memuat pengertian

B. PEMBAHASAN tentang anak dalam Pasal 1 angka 5,

a. Pihak Yang Dapat Dipilih bahwa anak adalah setiap manusia yang
Menjadi Anak Angkat Menurut berusia 18 (delapan belas) tahun dan
Hukum Adat Bali
belum menikah, termasuk anak yang
Ada berbagai definisi tentang anak masih di dalam kandungan apabila hal
di Indonesia. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) tersebut adalah demi kepentingan.
Definisi anak secara implisit diatur
5
I Made Wahyu Chandra Satriana, 2013, dalam Kitab Undang-undang Hukum
“Kebijakan Formulasi Keadilan Restoratif Dalam
Sistem Peradilan Pidana”, (tesis) Program Studi Perdata (KUHPerdata). Seseorang
Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Udayana, dinyatakan belum dewasa jika ialah ia
Denpasar.
I Gede Pasek Pramana, S.H., M.H. Tinjauan… 16
.
belum mencapai umur genap 21 (dua setelah melalui upacara meperas
9
puluh satu) tahun dan tidak pernah kawin (pengangkatan anak).
sebelumnya. Memperhatikan ragam Tidak hanya definisi, jenis anak pun
definisi anak di dalam peraturan ikut beragam. Ditinjau dari kedudukan
perundang-undangan sebagaimana telah anak dihadapan hukum, jenis anak dapat
disebutkan, kiranya definisi anak dapat digolongkan sebagai berikut:
lebih disederhanakan, yakni sebagai a. anak sah
berikut : b. anak luar kawin
a. anak adalah meraka yang belum c. anak zina
berusia 21(dua puluh satu tahun) d. anak sumbang
dan belum pernah kawin e. anak tiri
b. bagi mereka yang belum 21 (dua f. Anak angkat.10
puluh) satu tahun, tetapi sudah Penelitian ini fokus pada hal yang
kawin, maka dianggap bukan berkaitan dengan anak angkat.
anak-anak lagi. Berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU tentang
Menurut Kamus Besar Bahasa Perubahan UU Perlindungan Anak, yang
Indonesia (KBBI), anak adalah keturunan dimaksud anak angkat ialah anak yang
kedua.6 Definisi ni bersesuain dengan dialihkan dari lingkungan kekuasaan
istilah sentana di Bali. Sentana berarti keluarga orang tua, wali yang sah atau
anak keturunan atau pelanjut keturunan.7 orang lain yang bertanggung jawab atas
Panetja mengartikan kata sentana dalam perawatan, pendidikan dan membesarkan
arti sempit,8 yakni anak kandung sendiri anak tersebut, ke dalam lingkungan
yang menjadi ahli waris tunggal atau ahli keluarga orang tua angkatnya berdasarkan
waris terkemuka. Di pihak lain, Korn putusan atau penetapan pengadilan. Jika
berpendapat bahwa istilah sentana berarti disimak kembali, kata “dialihkan” yang
anak angkat (sentana peperasan) yang termuat dalam substansi Pasal 1 angka 9
diperlakukan sama sebagai anak kandung UU tentang Perubahan UU Perlindungan

9
V.E. Korn, 1972, Hukum Adat Waris di Bali,
Fakultas Hukum & Pengetahuan Masyarakat
6
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas Udayana, Denpasar, h. 45.
1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai (Selanjutnya disebut Korn I)
Pustaka, Jakarta, h. 30. 10
D. Y. Witanto, 2012, Hukum Keluarga Hak
7
Jiwa Atmaja, 2008, Bias Gender Perkawinan
dan Kedudukan Anak Luar Kawin Pasca
Terlarang Pada Masyarakat Bali, Udayana
University Press, h. 131. Keluarnya Putusan MK Tentang Uji Materiil UU
8 Perkawinan, Prestasi Pustaka Publisher, h. 142.
Mr. Gde Panetje, op.cit., h. 83.
I Gede Pasek Pramana, S.H., M.H. Tinjauan… 17
.
Anak, dapat dimaknai sebagai suatu perbuatan hukum pengangkatan anak
proses yang dikemas dengan istilah dalam masyarakat adat di Bali, lebih
pengangkatan anak. Berdasarkan Pasal 1 dikenal dengan istilah meras sentana.
ayat (2) Peraturan Pemerintahan No. 54 Terdapat perbedaan terkait tujuan
Tahun 2007 tentang Pelaksanaan pengangkatan anak antara hukum negara
Pengangkatan Anak, yang dimaksud dan hukum adat (Bali). Di dalam Undang-
dengan pengangangkatan anak adalah undang No. 4 Tahun 1979 Tentang
perbuatan hukum yang mengalihkan Kesejahteraan Anak, Pasal 12 ayat (1) dan
seorang anak dari lingkungan kekuasaan ayat (3) menegaskan bahwa pengangkatan
keluarga orang tua, wali yang sah atau anak bertujuan untuk kesejahteraan anak.
orang lain yang bertanggung jawab atas Sikap ini kemudian dipertegas melalui
perawatan, pendidikan dan membesarkan Pasal 39 ayat (1) oleh Makamah Agung
anak tersebut, ke dalam lingkungan RI dengan Surat Edaran No, 6 Tahun
keluarga orang tua angkatnya berdasarkan 1983, kemudian UU tentang Perubahan
putusan atau penetapan pengadilan. UU Perlindungan Anak dan PP
Pengertian lainnya, dikutip dari Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
pendapat Surojo Wigjodipuro dalam Sedangkan menurut hukum adat,
Sukerti, disebutkan bahwa pengangkatan pengangkatan anak justru bertujuan untuk
anak merupakan suatu perbuatan hukum melanjutkan keturunan. Sebagai contoh di
yang mengambil anak orang lain ke dalam Bali, anak laki-laki sebagai pelanjut
keluarga sendiri sedemikian rupa, keturunan diharapkan mampu untuk
sehingga antara orang yang diangkat itu meneruskan generasi, memelihara dan
timbul suatu hubungan kekeluargaan yang memberi nafkah kepada orang tua yang
sama, seperti yang ada antara orang tua sudah tidak mampu secara fisik,
11
dengan anak kandung sendiri. Definisi melaksanakan segenap upacara
tersebut berkonotasi bahwa keagamaan dan lain-lain.12 Perbedaan
pengangangkatan anak berdampak pada tersebut, sejatinya bukan tergolong hal
timbulnya suatu hubungan hukum baru yang bersifat kontradiktif. Mengingat,
bagi anak dengan keluarga angkatnya dan hukum negara tidak melarang calon orang
sekaligus memutus hubungan hukum tua angkat untuk memiliki pertimbangan
degan keluarga asalnya. Adapun
12
11 Wayan P. Windia, , 2009, Perkawinan Pada
Ni Nyoman Sukerti, 2012, Hak Mewaris
Perempuan dalam Hukum Adat Bali Sebah Studi Gelahang, Udayana Unversity Press, Denpasar, h.
Krisis, Udayana Universty Press, Denpasar, h. 14. 33.
I Gede Pasek Pramana, S.H., M.H. Tinjauan… 18
.
lain yang sah dalam mengangkat anak, tersebut menegaskan bahwa seseorang
seperti ingin mempunyai anak karena hanya dapat melakukan perbuatan
tidak mempunyai anak kandung.13 pengangkatan anak terhadap anak yang
Tentang siapa saja yang dapat merupakan anggota klan yang terdekat
dipilih menjadi anak angkat, ini berkaitan dalam keturunan sampai derajat ke
dengan ihwal syarat-syarat pengangkatan delapan ; menyimpang dari aturan
anak yang termuat di dalam ketentuan tersebut diperbolehkan sepanjang
Pasal 12 ayat (1) PP Pelaksanaan mendapat persetujuan dari anggota
Pengangkatan Anak. Berdasarkan keluarga terdekat dari calon anak yang
ketentuan pasal tersebut, maka mereka akan diangkat atau dengan izin
yang dapat diangkat sebagai anak adalah pemerintah ; apabila tidak ada anggota
mereka yang belum berusia 18 (delapan keluarga laki-laki yang sedarah sampai
belas) tahun, merupakan anak terlantar derajat ke delapan, maka pilihannya bebas
atau ditelantarkan, berada dalam asuhan (di luar klan). Mengingat masyarakat adat
keluarga atau lembaga pengasuhan anak di Bali secara dominan menganut sistem
dan memerlukan perlindungan khusus. kekerabatan patrilineal (purusa), maka
Berbeda dengan hukum adat Bali yang syarat anak yang akan diangkat cenderung
tidak mengatur secara tegas mengenai berjenis kelamin laki-laki dan merupakan
umur anak yang dapat diangkat. Menurut anggota klan dari keluarga suami, namun
Korn, ada 3 pandangan yang berkaitan aturan tetap memberikan peluang untuk
dengan umur, yakni (1) sebelum anak mengangkat anak dari luar anggota klan,
mengalami pergantian gigi, (2) sebelum yakni keluarga istri (pradana).15
anak berumur tiga bulan, dan (3) Adakalanya anak yang diangkat
adakalanya laki-aki yang sudah kawin dan merupakan anak perempuan bahkan anak
mempunyai anak juga dapat diangkat yang berasal dari luar keluarga sekalipun,
menjadi anak angkat.14 baik dari keluarga purusa maupun
Contoh lainnya dapat ditinjau dari pradana. Jika ditelusuri dari sejarahnya,
Pasal 11 Paswara Residen Bali dan ternyata ada berbagai jurisprudensi yang
Lombok Tahun 1900. Pada intinya aturan mengizinkan mengangkat sentana seorang
13
ibid, h. 106.
perempuan, seperti Raad Kerta Denpasar
14
V.E. Korn, 2013, Bentuk-Bentuk Sentana
Menurut Adat Bali Masa Kolonial, terjemahan I
15
Gde Wayan Pangkat & Mien Joebaar, Udayana Muderis Zaini, 1999, Adopsi Suatu Tinjauan
University Press, Denpasar, h. 22. (selanjutnya Dari Tiga Sistem Hukum, cet. ke-3, Sinar Grafika,
disebut Korn II) Jakarta, h. 45.
I Gede Pasek Pramana, S.H., M.H. Tinjauan… 19
.
(16 Maret 1940 No. 100/Civiel), Raad ciri dan sifat khusus. Adapun dalam
Kerta Tabanan (7 Agustus 1947 No. konteks adat dan hukum adat, anak juga
17/Civiel), Keputusan Pengadian Negeri memiliki arti penting dalam sebuah
Denpasar untuk daerah Gianyar tanggal keluarga. Menurut Sukerti, arti penting
18 Juli 1953 No. 83/Pdt., dan Keputusan mewakili nilai anak dalam keluarga di
Pengadilan Negeri Denpasar untuk daerah Bali, yaitu :
Gianyar tanggal 30 Oktober 1954 a. Sebagai penerus atau pelanjut
No.217/Pdt. Begitupun halnya generasi
mengangkat sentana yang bukan b. Merupakan Harapan atau tujuan
merupakan keluarga, menurut Panetja dari setiap perkawinan
bahwa sejak dulu hanya Raad Kertha di c. Sebagai ahli waris
Daerah Badung saja yang mengizinkan d. Sebagai wadah menaruh harapan
seseorang untuk mengangkat sentana di masa tua
yang sama sekali tidak ada hubungan e. Sebagai penyelamat roh leluhur
keluarga.16 Namun tidak ada penjelasan agar dapat mencapai surga dan
lebih lanjut tentang detail Raad Kerta membebaskan dari siksaan neraka
yang yang mengizinkan seseorang untuk f. Melalui keturunan dapat dibuat
mengangkat sentana yang sama sekali silsilah keluarga
tidak ada hubungan keluarga, sehingga g. Melalui keturunan dapat diketahui
belum cukup bukti bagi peneliti untuk apakah orang-orang dapat
menunjukan bahwa anak terlantar dapat melakukan perkawinan atau tidak.
17
diangkat sebagai sentana menurut hukum
adat Bali.
Dari pandangan di atas, maka anak dalam
b. Pengangkatan Anak Terlantar perspektif adat dan hukum adat Bali
Menurut Hukum Adat Bali
sejatinya memiliki nilai dalam arti sosial
Di dalam konsideran UU tentang dan ekonomi.
Perubahan UU Perlindungan Anak telah Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU
dimuat nilai penting anak, di mana anak tentang Perubahan UU Perlindungan
merupakan tunas, potensi, dan generasi Anak, kemudian dijelaskan maksud
penerus cita-cita perjuangan bangsa, perlindungan anak, yakni segala kegiatan
memiliki peran strategis dan mempunyai untuk menjamin dan melindungi anak dan

16 17
Mr. Gde Panetja, Op.Cit., h. 44. Ni Nyoman Sukerti, Op.Cit, h. 9-10 .
I Gede Pasek Pramana, S.H., M.H. Tinjauan… 20
.
hak-haknya agar tetap tumbuh, perundang-undangan. Dengan demikian,
berkembang, berpartisiasi secara optimal teori fiksi hukum tidak dapat menyentuh
sesuai dengan harkat dan martabat aspek pemahaman masyarakat sebagai
kemanusiaan, serta mendapat perindungan objek dari peraturan hukum itu sendiri.
dari kekerasan dan diskriminasi. Adar Seperti halnya dualisme hukum
berbagai hak anak, diantaranya hak pengangkatan anak terlantar di Bali.
memperoleh pendidikan, hak memperoleh Meskipun hukum negara secara tegas
pelayanan kesehatan dan jaminan sosial, telah mengamanatkan bahwa setiap anak
hak diasuh serta diangkat sebagai anak. sesungguhnya dapat diangkat menjadi
Terkait dengan hak diangkat sebagai anak angkat (termasuk anak terlantar),
anak, diatur di dalam Pasal 7 ayat (2) UU namun masyarakat adat di Bali tetap
tentang Perubahan UU Perlindungan berpegang teguh pada hukum adat Bali
Anak, di mana setiap anak yang yang tidak memiliki sikap tegas mengenai
dikualifikasi dalam keadaan terlantar pengangkatan anak terlantar. Hingga saat
(anak terlantar) berhak untuk diangkat ini, hukum adat Bali mengatur tentang
sebagai anak angkat. Secara substantif, pengangkatan anak terlantar. Jika bertolak
hukum negara pada dasarnya secara tegas dari sifat hukum adat, yakni kesanggupan
telah memuat hak dari anak terlantar. hukum adat untuk menyesuaikan diri,
18
Berdasarkan teori fiksi hukum , maka artinya hukum adat sangat dinamis,
setiap orang kemudian dianggap tahu bergantung pada keadaan, waktu dan
tentang hukum yang memuat hak dari tempat. Dengan demikian, masyarakat
anak terlantar, tidak terkecuali masyarakat adat di Bali sebagai motor penggerak
di Bali. hukum adat Bali, selayaknya menyadari
Berlakunya lebih dari satu sistem adanya dinamika hukum pengangkatan
hukum di tengah kehidupan anak yang terjadi.
bermasyarakat di Indonesia, dapat Keanekaragaman hukum dalam
menyebabkan pengingkaran terhadap teori bidang pengangkatan anak disebut dengan
fiksi hukum. Terlebih lagi implementasi pluralisme hukum. Menurut Griffiths,
dari teori fiksi hukum hanyalah bersifat pluralisme hukum ialah suatu kondisi
formalitas procedural guna memenuhi yang terjadi di wilayah sosial mana pun,
aspek publisitas dari suatu peraturan di mana seluruh tindakan komunitas di
18 wilayah tersebut diatur oleh lebih dari
Agus Surono, 2013, Fiksi Hukum dalam
Pembuatan Peratran Perundang-Undangan,
Universitas Al-Azhar, Jakarta, h.1.
I Gede Pasek Pramana, S.H., M.H. Tinjauan… 21
.
satu tertib hukum.19 Berdasarkan teori sosial yang lebih luas yang dapat, dan
pluralisme hukum,20 kemudian dikaitkan memang dalam kenyataannya
dengan ketentuan Pasal 18 B ayat (2) mempengaruhi dan menguasainya,
UUD NRI 1945, maka sejatinya Indonesia kadang-kadang karena dorongan dari
menganut pluralisme hukum lemah. Atas dalam, kadang-kadang atas kehendak
pemikiran tersebut, maka hukum negara sendiri.21 Dari Pandangan Moore tersebut,
sesungguhnya berkedudukan lebih tinggi maka segenap hukum yang dibuat dan
dibandingkan hukum adat dan sekaligus dipaksakan dalam kesatuan masarakat
mempengaruhi keberlakuan suatu hukum hukum adat di Bali, tidak boleh berdiri
adat. Hal ini berkonsekuensi, bahwa sendiri dan/atau semata-mata berdasarkan
hukum adat dapat berlaku sepanjang kehendak dari masyarakat adat setempat
memperoleh pengakuan dari hukum tanpa memperhatikan prinsip hukum yang
negara. Konsekensi lainnya, apabila berlaku secara nasional. Meskipun sampai
hukum adat Bali belum memiliki aturan saat ini belum ada kebolehan atau
yang tegas tentang pengangkatan anak larangan yang tegas dari hukum adat Bali
terlantar, maka kala itu hukum adat Bali untuk mengangkat anak terlantar sebagai
tunduk pada pengaturan hukum sentana, secara teori pengangkatan anak
pengangkatan anak terlantar yang diatur terlantar menurut hukum adat Bali dapat
oleh negara. dilaksankan dan memperoleh legitimasi
Di samping itu, masyarakat adat di berdasarkan hukum negara.
Bali juga tergolong masyarakat semi-
otonom. Menurut Sally Falk Moore, C. PENUTUP
bidang Sosial yang semi-otonom ini a. Simpulan
memiliki kapasitas untuk membuat 1. Hukum adat Bali tidak memiliki
aturan-aturan, dan sarana untuk aturan yang tegas, perihal siapa saja
menyebabkan atau memaksa seseorang yang dapat diangkat sebagai anak.
tunduk pada aturannya; tapi sekaligus Ditinjau dari segi umur, mereka
juga berada dalam suatu kerangka acuan yang masih tergolong bayi hingga
19
H. Salim, Erlies Septiana Nurbani, 2013,
dewasa ternyata dapat diangkat
Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis sebagai anak menurut hukum adat
dan Disertasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
h. 96.
20
Jhon Griffiths, 2005, “Memahami Pluralisme 21
T.O. Ihromi, 2001, Antropologi Hukum
Hukum, Sebuah deskripsi Konseptual”, dalam
Pluralisme Hukum Sebuah Pendekatan Sebuah Bunga Rampai, cet-2, Yayasan Obor
Interdisipliner, Huma, Jakarta, h. 72. Indonesia, Jakarta, h. 150.
I Gede Pasek Pramana, S.H., M.H. Tinjauan… 22
.
Bali. Jika dikaitkan dengan sistem b. Saran
kekerabatan yang dianut oleh Adapun saran yang dapat
masyarakat Bali pada umumnya, dikemukakan dalam penelitian ini ialah
yakni patrilineal, anak yang kepada Majelis Utama Desa Pakraman
diangkat juga tidak terbatas hanya Bali diharapkan dapat merespon dan
pada anak laki-laki yang berasal mengambil langkah konkrit terkait
dari golongan klan calon orang tua tindakan pengangkatan anak terlantar
angkat. Hukum adat Bali bahkan menurut hukum adat Bali. Dengan
mengakomodir pengangkatan demikian, masyarakat adat di Bali
sentana anak perempuan yang memiliki dasar legitimasi untuk ikut serta
berasal dari luar klan calon orang dalam upaya perlindungan HAM anak
tua angkat. Adakalanya hukum adat (terlantar).
Bali pun mengizinkan bahwa
mereka yang tidak sama sekali DAFTAR PUSTAKA
memiliki hubungan keluarga dengan BUKU:
Atmaja, Jiwa, 2008, Bias Gender
calon orang tua angkat, juga dapat
Perkawinan Terlarang Pada
diangkat sebagai anak. Masyarakat Bali, Udayana
University Press
2. Berdasarkan teori pluralisme
hukum, teori semi otonom, dan Djam’an Satori dan Aan Komariah, 2010,
Metodelogi penelitian kualitatif,
Pasal 18 B ayat (2) UUD NRI Alfabeta, Bandung
1945, maka anak terlantar pada
Griffiths, Jhon, 2005, “Memahami
intinya dapat diangkat menjadi Pluralisme Hukum, Sebuah
deskripsi Konseptual”, dalam
anak angkat menurut hukum adat
Pluralisme Hukum Sebuah
Bali. Meskipun hingga saat ini Pendekatan Interdisipliner, Huma,
Jakarta.
belum ada pengaturan yang
melarang maupun mengizinkan Ihromi, T.O., 2001, Antropologi Hukum
Sebuah Bunga Rampai, cet-2,
pengangkatan anak terlantar dalam Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
hukum adat Bali, perbuatan hukum Korn, V.E., 1972, Hukum Adat Waris di
pengangkatan anak tetap Bali, Fakultas Hukum &
Pengetahuan Masyarakat
memperoleh legitimasi dari hukum Universitas Udayana, Denpasar
negara.
I Gede Pasek Pramana, S.H., M.H. Tinjauan… 23
.
, 2013, Bentuk-Bentuk Zaini, Muderis, 1999, Adopsi Suatu
Sentana Menurut Adat Bali Masa Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum,
Kolonial, terjemahan I Gde Wayan cet. ke-3, Sinar Grafika, Jakarta.
Pangkat & Mien Joebaar, Udayana
University Press, Denpasar.
PERATURAN PERUNDANG-
Panetje, Mr. Gde, 2004, Aneka Catatan UNDANGAN :
Tentang Hukum adat Bali, Cet. Ke-
4, CV. Kayu Mas Agung, Denpasar. Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
Salim, H., Erlies Septiana Nurbani, 2013,
Penerapan Teori Hukum Pada Undang-Undang No. 35 Tahun 2014
Penelitian Tesis dan Disertasi, PT Tentang Perubahan Undang-Undang
RajaGrafindo Persada, Jakarta. No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak, Lembaran
Sukerti, Ni Nyoman, 2012, Hak Mewaris Negara Republik Indonesia Tahun
Perempuan dalam Hukum Adat Bali 2014 Nomor 297, Tambahan
Sebah Studi Krisis, Udayana Lembaran Negara Republik
Universty Press, Denpasar. Indonesia Nomor 5606
Surono Agus, 2013, Fiksi Hukum dalam Peraturan Pemerintahan No. 54 Tahun
Pembuatan Peratran Perundang- 2007 Tentang Pelaksanaan
Undangan, Universitas Al-Azhar, Pengangkatan Anak, Lembaran
Jakarta. Negara Republik Indonesia Tahun
Windia, Wayan P. dan Ketut Sudantra, 2007 Nomor 123, Tambahan
2006, Pengantar Hukum Adat Bali, Lembaran Negara Republik
Cet. Ke-1, Lembaga Dokumentasi Indonesia Nomor 4768.
dan Publikasi Fakultas Hukum
TESIS :
Universitas Udayana, Denpasar. I Made Wahyu Chandra Satriana, 2013,
Windia, Wayan P., 2009, Perkawinan “Kebijakan Formulasi Keadilan
Pada Gelahang, Udayana Unversity Restoratif Dalam Sistem Peradilan
Press, Denpasar. Pidana”, (tesis) Program Studi
Magister (S2) Ilmu Hukum
Witanto, D. Y., 2012, Hukum Keluarga Universitas Udayana, Denpasar.
Hak dan Kedudukan Anak Luar
Kawin Pasca Keluarnya Putusan KAMUS :
MK Tentang Uji Materiil UU Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Perkawinan, Prestasi Pustaka 1989, Kamus Besar Bahasa
Publisher. Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai