Anda di halaman 1dari 6

KASUS POSISI

PUTUSAN Nomor: 172/PDT.G/2009/PN.JKT.PST

Penggugat : Erwin Rengga SH

Tergugat : PT. Travel Express Aviation Services

Klasifikasi Gugatan : Perbuatan Melawan Hukum

Pada tanggal 24 Desember 2008 Penggugat adalah salah satu pengguna jasa atau
konsumen (Penumpang) yang dioperasionalkan Tergugat dengan rute Jakarta – Manokwari.
Dalam mengoperasionalkan pesawat, Tergugat juga mengelola/mengoprasionalkan jasa
penitipan barang bagasi bagi penumpang (Konsumen), barang bagasi penumpang (konsumen)
yang dititipkan tersebut harus diserahkan/dikembalikan kepada penumpang setibanya di tempat
tujuan, maka sejak barang dititipkan ke Tergugat sejak itu pula segala resiko terhadap barang
bagai penumpang yang menggunakan jasa Tergugat adalah menjadi tanggung jawab dan
dilimpahkan sepenuhnya kepada yang menyediakan jasa. Dalam penerbangan tersebut
Penggugat adalah pemilik barang bagasi yang berisikan:

1. 4 (empat) helai gaun wanita;


2. 6 (enam) helai kemeja wanita;
3. 7 (tujuh ) helai kaus wanita;
4. 1 (satu) helai celana kemeja kerja pria;
5. 1 (satu) helai celana Panjang jeans wanita;
6. 1 (satu) helai kaus pria;
7. 2 (dua) helai celana Panjang jeans pria;
8. 1 (satu) helai celana Panjang bahan pria;
9. 1 (satu) unit telepon selular;
10. 1 (satu) set sarung bantal;
11. 1 (satu) unit pengisi;
12. 1 (satu) buah tas pakaian.
Pada tanggal 24 Desember 2008 di pelabuhan udara Manokwari dan Penggugat menuju
tempat pengambilan bagasi, ternyata barang milik Penggugat tidak ditemukan di tempat
pengambilan bagasi. Penggugat juga telah menanyakannya ke pihak tergugat dan dibertahukan
bahwa bagasi penggugat ada dalam tumpukan bagasi penumpang lain dan sulit untuk diambil,
dan disarankan oleh petugas untuk diambil bagasi milik penggugat pada keesokan harinya.

Keesokan harinya penggugat kembali menanyakan barang bagasi mi;iknya tetapi tetap
tidak diketahui keberadaannya. Kemudain pada tertanggal 4 Januari 2009 dan tertanggal 13
januari, Penggugat telah berusaha menghubungi tergugat tetapi tidak pernah ditemukan jalan
keluarnya. Sehingga atas dasar hal-hal tersebut diatas penggugat yang dirugikan baik materiil
maupun immateriil mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum kepada Tergugat di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dalam eksepsinya Tergugat menyampaikan bahwa Gugatan A Quo Kabur (Obscuur


Libel). Hal tersebut didasarkan pada hubungan hukum antara Penggugat dan tergugat adalah
hubungan perjanjian pengangkutan udara yang tunduk pada perjanjian angkutan udara in casu
tiket pesawat. Maka sejalan dengan Pasal 1338 Kuhper, dengan demikian jika terdapat klausul-
klausul yang tidak dapat dipenuhi oleh salah satu pihak, dalam hal demikian telah terjadi
wanprestasi, bukan perbuatan melawan hukum.

Putusan hakim perkara a quo memutus yang pada pokoknya dalam eksepsi; menolak
eksepsi tergugat dan dalam pokok perkara 1) mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebagian;
2) menyatakan tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang merugikan
Penggugat; 3)menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp.140.000,-
(seratus empat puluh ribu rupiah) dan immaterial sebesar Rp.5.000.000; 5) Menghukum
Tergugat membayar biaya perkara sebesar Rp.161.000,- (seratus enam puluh satu ribu rupiah); 6)
Menolak gugatan Penggugat selain atau selebihnya.
ANALISA

A. Metode Penafsiran Hukum


1. Macam-macam Metode Penafsiran Hukum
a. Penafsiran Historis
Menafsirkan Undang-undang dengan cara melihat sejarah terjadinya suatu
Undang-undang.
Dahulu, pengadilan menafsirkan “melawan hukum” sebagai hanya pelanggaran
dari pasal-pasal hukum tertulis semata-mata (pelanggaran perundang-undangan
yang berlaku), tetapi sejak tahun 1919 terjadi perkembangan di negeri Belanda,
dengan mengartikan perkataan “melawan hukum” bukan hanya untuk
pelanggaran perundang-undangan tertulis semata-mata, melainkan juga
melingkupi atas setiap pelanggaran terhadap kesusilaan atau kepantasan dalam
pergaulan hidup masyarakat. Sejak tahun 1919 tersebut, dinegeri Belanda, dan
demikian juga di Indonesia, Perbuatan Melawan Hukum telah diartikan secara
luas, yang mencakup salah satu dari perbuatan-perbuatan sebagai berikut:
1. Perbuatan yang bertentangan dengan Hak Orang Lain;
2. Perbuatan yang bertentangan dengan Kewajiban Hukumnya Sendiri;
3. Perbuatan yang bertentangan dengan Kesusilaan;
4. Perbuatan yang bertentangan dengan Kehati-hatian atau keharusan dalam
pergaulan masyarakat yang baik.
Hal tersebut juga selaras dengan pertimbangan hakim terhadap perkara a quo
tentang apakah benar Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum
sehubungan dengan hilangnya bagasi milik Penggugat

b. Penafsiran Subsumptif
Penafsiran Subsumptif adalah dimana hakim harus menerapkan suatu teks
undang-undang terhadap Kasusu in-Konkreto, dengan belum memasuki taraf
penggunaan penalaran yang lebih rumit tetapi sekedar menerapkan sillogisme.
Dalam kasus ini Pertimbangan Hakim memutus perkara a quo kedalam
Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365
KUHPerdata apabila memenuhi salah satu kriteria atau unsur sebagai berikut:
1) Perbuatan tersebut melanggar hak subyektif orang lain
2) Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku
3) Melanggar kesusilaan
4) Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, sikap hati-hati yang seharusnya
dimiliki seseorang dalam pergaulan sesama warga.

Dalam hal ini, betitik tolak pada Doktrin dan Yurisprudensi yang terdapat
dalam putusan terkait, dalam perkembangannya suatu perbuatan dipandang
sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365
KUHPerdata, maka cukup apabila memenuhi salah satu unsur dalam pasal
tersebut yaitu Poin Nomor dua yang berbunyi: “Bertentangan dengan
kewajiban hukum si pelaku”, dengan didasari pendapat Hakim bahwa
kelalaian Tergugat dalam mengembalikan bagasi milik Penggugat setibanya
ditempat tujuan yang mengakibatkan hilangnya bagasi milik Penggugat dapat
dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum.

Sebagaimana eksepsi Tergugat yang menyebutkan bahwa gugatan


Penggugat adalah obscuur libel karena hubungan Penggugat dengan Tergugat
hubungan Perjanjian pengangkutan udara yang tunduk pada Perjanjian
angkutan udara in casu tiket pesawat. Hal ini sejalan dengan Pasal 1338
KUHPerdata. Oleh karena itu hubungan diantara keduanya adalah
berdasarkan suatu perjanjian, maka jika terdapat klausul-klausul tidak
dipenuhi oleh salah satu pihak dalam hal demikian telah terjadi wanprestasi,
bukan perbuatan melawan hukum.

Adapun unsur-unsur wanprestasi berdasarkan pasal 1243 KUHPerdata


sebagai berikut:

1) Ada perjanjian oleh para pihak


2) Ada pihak melanggar atau tidak melaksanakan isi perjanjian yang
sudah disepakati
3) Sudah dinyatakan lalai tapi tetap juga tidak juga ingin
melaksanakan isi perjanjian.
Hal ini yang menjadi alasan bahwa perkara a quo tidak diklasifikasikan
sebagai wanprestasi sebagaimana yang telah disampaikan oleh Tergugat
dalam eksepsinya, maka penulis mengaitkan dengan doktrin “pelaksanaan
prestasi substansial” mengajarkan bahwa baru dapat dikatakan wanprestasi
jika prestasi yang tidak terpenuhi tersebut adalah prestasi yang penting-
penting (Substansial) dalam perjanjian tersebumenurut doktrin diatas jika
tidak memenuhi pasal-pasal dari perjanjian yang bukan pasal-pasal atau bukan
ketentuan pokok (substansial) maka terhadap hal seperti itu belum dapat
disebut sebagai wanprestasi.

B. Metode Penalaran Hukum

1. Penyempitan Hukum
Metode Penyempitan Hukum merupakan mengkonkritkan atau menyempitkan
suatu aturan hukum yang terlalu abstrak, luas, umum agar dapat diterapkan terhadap
suatu peristiwa tertentu. Adapun bentuk penyempitan hukum yang dimaksud terhadap
perkara a quo adalah Pasal 1365 KUHPerdata yang mengatur tentang Perbuatan Melawan
Hukum yang dalam hal ini digunakan sebagai dasar aturan yang bersifat luas atau umum
sehingga dipersempit menjadi Pasal 1243 yang mengatur tentang Wanprestasi, dengan
alasan bahwa wanprestasi merupakan sebuah rangkaian menuju perbuatan melawan
hukum. Hal ini selaras dengan pertimbangan hukum yang ditetapkan oleh hakim bahwa
peristiwa yang menjadi dasar gugatan tersebut, maka dalil perbuatan melawan hukum
dalam gugatan a quo sudah tepat dan benar. Sedangkan pembelian tiket pesawat
sebagaimana didalilkan Tergugat dalam eksepsinya hanyalah merupakan rangkaian dari
Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana didalilkan oleh Penggugat. Kemudian, Asser
Ruten, Sarjana Hukum Belanda, berpendapat bahwa tidak ada perbedaan yang hakiki
antara Perbuatan Melawan Hukum dengan wanprestasi. Menurutnya, wanprestasi bukan
hanya pelanggaran atas hak orang lain, melainkan juga merupakan gangguan terhadap
hak kebendaan. Senada dengan Ruten, Yahya Harahap berpendapat bahwa dengan
tindakan debitur dalam melaksanakan kewajiban yang tidak tepat waktu atau tidak layak,
jelas itu merupakan pelanggaran hak kreditur. Setiap pelanggaran hak orang lain berarti
merupakan Perbuatan Melawan Hukum. Dapat dikatakan pula, wanprestasi adalah
spesies, sedangkan genusnya adalah Perbuatan Melawan Hukum.

Anda mungkin juga menyukai