Anda di halaman 1dari 14

JIMKESMAS

JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT

VOL. 2/NO.5/ Januari 2017; ISSN 250-731X ,

STUDI KOMPARATIF DETERMINAN KEJADIAN DIARE DI WILAYAH PESISIR (PUSKESMAS ABELI)


DAN PERKOTAAN (PUSKESMAS LEPO-LEPO) TAHUN 2016

Ardillah Fauziah1 La Ode Ali Imran Ahmad2 Lymbran Tina3

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo123


ardillahfauziah@gmail.com1 imranoder@gmail.com2 tinalymbran@gmail.com3

ABSTRAK
Puskesmas Abeli dan Puskesmas Lepo-lepo adalah salah satu Puskesmas di Kota Kendari dengan dengan
kasus diare yang berfluktuasi dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Pada Wilayah Pesisir (Puskesmas Abeli) tahun
2012 dari 23.719 penduduk terdapat 293 kasus. Tahun 2013 dari 24.307 penduduk meningkat sebanyak 1.188
kasus tahun 2014 dari 24.532 penduduk terdapat 967 kasus. Pada tahun 2015 penderita diare dari bulan Januari
sampai dengan Desember sebanyak 508 kasus. Sedangkan pada wilayah perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo) tahun
2012 dari 21.295 penduduk terdapat 1.301 kasus. Tahun 2013 dari 20.981 penduduk terdapat 1.159 kasus, Tahun
2014 dari 24.087 penduduk terdapat 338 kasus. Dan pada tahun 2015 penderita diare dari bulan Januari sampai
dengan Desember sebanyak 603 kasus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan determinan
kejadian diare pada kedua wilayah tersebut meliputi : penyediaan air bersih, jamban keluarga, pengolahan
sampah, sarana pembuangan air limbah dan personal hygiene. Penelitian iniadalah penelitian analitik
observasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh masyarakat yang diambil dari data registrasi pasien periode Oktober-Desember 2015 yang didiagnosis
menderita penyakit diare pada Puskesmas Abeli dan Puskesmas Lepo-lepo. Sampel pada penelitian ini sebanyak 62
responden, 31 responden pada Puskesmas Abeli dan 31 responden pada Puskesmas Lepo-lepo dengan
menggunakan simple random sampling. Responden pada penelitian ini adalah penderita diare. Hasil penelitian
menunjukan bahwa ada perbedaan secara statistik (ρ < 0,05) penyediaan air bersih (ρ = 0,022), jamban keluarga (ρ
= 0,000), pengolahan sampah (ρ = 0,022). Sebaliknya, tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik (ρ >
0,05) sarana pembuangan air limbah (ρ = 0,668), personal hygiene (ρ = 0,300) di wilayah Puskesmas Abeli dan
Puskesmas Lepo-lepo.

Kata Kunci: Komparatif, Determinan, Diare, Pesisir, Perkotaan

ABSTRACT
Local Government Clinics (LGCs) of Abeli and Lepo-Lepo were in Kendari Municipality, both of them had
diarrhea cases which were fluctuated during last 3 years. In the Coastal Area (LGC of Abeli), there were 293 cases
of 23.719 inhabitants in 2012. In 2013, diarrhea cases increased with which there were 1.188 cases of 24.307
inhabitants, and in 2014 there were 967 cases of 24.532 inhabitants. In 2015 from January to December, there
were 508 diarrhea patients. In Urban Area (LGC of Lepo-Lepo), there were 1.301 diarrhea cases of 21.295
inhabitants in 2012. In 2013, there were 1.159 cases of 20.981 inhabitants, in 2014 there were 338 cases of 24.087
inhabitants, and in 2015 from January to December, there were diarrhea patients as many as 603 cases. The
purpose of this study was to determine differences in determinants of diarrhea in both areas include: safe water
supply, household toilet, waste management, wastewater disposal and personal hygiene. This study was an
observational analytic research with cross sectional design. Population in this study were all the people who were
taken from patient registration data, the period of October-December 2015 were diagnosed with diarrhea in LGCs
of Abeli and Lepo-Lepo. Sample in this study were 62 respondents, which were 31 respondents in LGC of Abeli and
1
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT

VOL. 2/NO.5/ Januari 2017; ISSN 250-731X ,


31 respondents in LGC of Lepo-Lepo used simple random sampling. Respondents in this study were diarrhea
patients. The results showed that there were statistical difference (ρ<0,05), which were safe water supply
(ρ=0,022), household toilet (ρ=0,000), waste management (ρ=0,022). Inversely, there were no statistically
significant difference (ρ>0,05), wastewater disposal (ρ=0,668), personal hygiene (ρ=0,300) in LGCs of Abeli and
Lepo-Lepo.

Keywords: comparative, determinants, diarrhea, coastal, urban

PENDAHULUAN
Di dunia terdapat 1,7 miliar kasus diare dan tertinggi di Kota Kendari5.
sudah membunuh 760.000 anak yang terjadi setiap Di Puskesmas Abeli, kasus diare di wilayah
tahunnya, sebagian besar orang diare yang meninggal kerjanya menunjukkan prevalensi yang naik turun
dikarenakan terjadinya dehidrasi atau kehilangan cairan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Tahun 2012
dalam jumlah yang besar, serta 780 juta orang tidak prevalensi diare sebesar 123 per 10.000 penduduk.
memiliki akses terhadap air minum dan 2,5 miliar Tahun 2013 terdapat prevalensi sebesar 488 per
kurangnya sanitasi1. 10.000 penduduk. Tahun 2014 prevalensi diare sebesar
Data nasional menyebutkan setiap tahunnya di 646 per 10.000 penduduk dan pada tahun 2015
Indonesia 100.000 balita meninggal dunia karena diare. penderita diare dari bulan Januari sampai dengan
Itu artinya setiap hari ada 273 balita yang meninggal Desember sebanyak 508 kasus6.
dunia dengan sia-sia, sama dengan 11 jiwa meninggal Prevalensi penderita diare di wilayah kerja
setiap jamnya atau 1 jiwa meninggal setiap 5,5 menit Puskesmas Lepo-lepo tahun 2012 sebesar 610 per
akibat diare2. 10.000 penduduk. Tahun 2013 prevalensi sebesar 552
Insiden penyakit diare pada balita adalah 10,2%, per 10.000 penduduk. Tahun 2014 140 per 10.000
CFR Kejadian Luar Biasa (KLB) diare di Indonesia pada pada tahun 2015 penderita diare dari bulan Januari
tahun 2011 adalah 0,29% meningkat menjadi 2,06% di sampai dengan Desember sebanyak 603 kasus7.
tahun 2012 lalu mengalamii penurunan di tahun 2013 Banyak faktor yang merupakan pemicu
menjadi 1,08%3. terjadinya diare yaitu penyediaan air bersih, jamban
Tahun 2012 prevalensi penyakit diare di keluarga, pengolahan sampah, pengelolaan air limbah,
Sulawesi Tenggara sebesar 41.835 per 1.000.000 dan personal hygiene8. Penyakit yang ditularkan dan
penduduk, pada tahun 2013 prevalensi penyakit diare menyebar secara langsung maupun tidak langsung
sebesar 21.399 per 1.000.000 penduduk dan pada melalui air. disebut sebagai waterborne disease atau
tahun 2014 prevalensi diare sebesar 17.530 per water related disease, penyakit yang dapat ditularkan
1.000.000 penduduk. Penyakit diare masih menjadi seperti penyakit hepatitis, kolera, diare, tifoid,
masalah kesehatan masyarakat Sulawesi Tenggara, amebiasis, askariasis yang dapat ditularkan
walaupun secara umum angka kesakitan dan kematian berdasarkan tipe agen penyebabnya .9

diare yang dilaporkan oleh sarana pelayanan kesehatan Pembuangan tinja yang tidak memiliki syarat-
di Kota Kendari mengalami penurunan, namun syarat kesehatanpun dapat memberikan peluang untuk
demikian diare sering meninbulkan KLB dan berujung berkembang biaknya serangga, lalat, tikus,
pada kematian4. mencemarkan sumber air minum, mencemarkan
Prevalensi penyakit diare di Kota Kendari pada lingkungan hidup, dan akan mudah terjadinya
tahun 2012 yaitu 1.974 per 100.000 penduduk, pada penyebaran penyakit seperti diare. Oleh karena itu,
tahun 2013 yaitu 1.664 per 100.000 penduduk, pada pembuangan tinja harus memenuhi persyaratan
tahun 2014 yaitu 1.607 per 100.000 penduduk, dan kesehatan10.
pada tahun 2015 bulan januari hingga juni mencapai Salah satu risiko diare juga yakni berasal dari
2.273 kasus. Tahun 2010 hingga 2014 pukesmas poasia keberadaan sampah. Sampah merupakan suatu bahan
masuk dalam tiga besar puskesmas dengan kasus diare atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi
2
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT

VOL. 2/NO.5/ Januari 2017; ISSN 250-731X ,


dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Sehingga peneliti pun
Keberadaan sampah dapat juga mengganggu kesehatan tertarik mengambil judul “Studi Komparatif Determinan
masyarakat karena sampah merupakan salah satu Kejadian Diare di Wilayah Pesisir (Puskesmas Abeli) dan
sumber penularan penyakit. Sampah juga menjadi Perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo) Tahun 2016”.
tempat yang ideal untuk sarang dan tempat
berkembangbiaknya vektor penyakit11.
Pengelolaan air limbah dikelola dengan baikpun METODE
juga dapat menjadi sarang vektor penyakit misalnya Jenis penelitian yang dilakukan adalah survei
nyamuk, lalat, kecoa, dan lain-lain. Vektor tersebut analitik komparatif dengan metode pendekatan desain
dapat membawa mikroorganisme patogen penyebab cross-sectional study. Desain ini sangat sesuai dengan
penyakit, seperti diare, kolera, filariasis, penyakit studi atau penelitian yang bertujuan untuk menemukan
cacing, tifoid, dan lain-lain. Penyakit tersebut bukan perbedaan suatu kejadian pada suatu fenomena,
saja menjadi beban pada komunitas yang dilihat dari situasi, masalah perilaku atau isu dalam waktu yang
angka kesakitan, kematian, dan harapan hidup, tetapi bersamaan melalui pengambillan cross-section dari
juga menjadi penghalang air limbah yang baik suatu populasi. Dengan tujuan untuk mencari
merupkan mendasar dari keserasian lingkungan 12. perbedaan antara penyediaan air bersih, jamban
Beberapa faktor yang menjadi penyebab keluarga, pengolahan sampah, sarana pembuangan air
timbulnya penyakit diare juga meliputi faktor perilaku limbah dan personal hygiene. Di wikayah pesisir
yang mana penyakit diare merupakan penyakit berbasis (Puskesmas Abeli) dan Perkotaan (Puskesmas Lepo-
lingkungan juga dipengaruhi oleh keadaan kebersihan lepo).
baik perorangan (personal hygiene) maupun kebersihan Pengambilan sampel dilakukan dengan
lingkungan perumahan, sanitasi yang baik dan menggunakan simple random sampling. Dengan
memenuhi syarat kesehatan serta didukung oleh pembagian kelompok I terdiri dari sampel yang yang
personal hygiene yang baik akan bisa mengurangi tercatat sebagai penderita diare 3 bulan terakhir yaitu
resiko munculnya suatu penyakit termasuk diantaranya bulan Oktober – Desember tahun 2015 dan bertempat
penyakit diare lingkungan13. tinggal di wilayah Puskesmas Abeli. Dan kelompok II
Pengambilan data awal angka kejadian diare terdiri dari sampel yang yang tercatat sebagai penderita
yang tinggi periode Januari sampai dengan Desember diare 3 bulan terakhir yaitu bulan Oktober – Desember
tahun 2015 di seluruh Puskesmas Kota Kendari, wilayah tahun 2015 dan bertempat tinggal di wilayah
yang berbasis pesisir yaitu Puskesmas Abeli pada Puskesmas Lepo-lepo.
urutan pertama, kemudian Puskesmas Labibia urutan Rumus besar sampel yang digunakan adalah
kedua, selanjutnya Puskesmas Nambo dan Puskesmas rumus dua kelompok independen dengan uji hipotesis
Mata pada urutan terakhir. Di Puskesmas Abeli kasus dua arah yang didapatkan jumlah sampel pada
diare pun selalu menempati kategori urutan pertama penelitian sebanyak 62 sampel yang dibagi berdasarkan
dalam 10 besar penyakit di Puskesmas Tersebut. kelompok 1 dan kelompok 2 yaitu di wilayah kerja
Sedangkan, angka kejadian diare yang tinggi periode Puskesmas Abeli sebanyak 31 sampel dan wilayah
Januari sampai dengan Desember tahun 2015 di Puskesmas Lepo-lepo sebayak 31 sampel.
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian
seluruh Puskesmas Kota Kendari, wilayah yang berbasis
ini adalah Data primer adalah data yang langsung
perkotaan yaitu Puskesmas Lepo-lepo pada urutan
diambil atau diperoleh dari responden dengan jalan
pertama, kemudian Puskesmas Puuwatu urutan kedua,
melakukan dengan kuesione dan observasi. Data
selanjutnya Puskesmas Benu-benua, Puskesmas Poasia,
sekunder diperoleh dari instansi terkait yaitu
Puskesmas Mekar, Puskesmas Wua-wua,Puskesmas
pengumpulan data sekunder kasus diare di Sulawesi
Kandai, Puskesmas Perumnas, Puskesmas Jatiraya,
Tenggara tahun 2012-2015. Kota Kendari tahun 2012-
Puskesmas Mokoau, dan Puskesmas Kemaraya pada
2015 bidang P2PL dinas kesehatan Kota Kendari, data
urutan terakhir. Jumlah penderita diare pun di
sekunder yang meliputi kasus diare di wilayah kerja
Puskesmas Lepo-lepo menempati 3 besar penyakit
yang terjadi di puskesmas tersebut setelah Infeksi
3
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT

VOL. 2/NO.5/ Januari 2017; ISSN 250-731X ,


puskesmas Abeli dan wilayah kerja Puskesmas Lepo- Ibu rumah
10 32,3 13 41,9 23 37,1
tangga
lepo tahun 2012-2015.
Wiraswasta 2 6,5 6 19,4 8 12,9

HASIL Buruh 2 6,5 0 0 2 3,2


Umur Responden Nelayan 14 45,2 0 0 14 22,6
Puskesmas Puskesmas Lepo- Honorer 0 0 2 6,5 2 3,2
Total
Umur Abeli (Pesisir) lepo (Perkotaan)
PNS 3 9,7 10 32,3 13 21,0
(n) (%) (n) (%) n (%)
15-19 2 6,5 1 3,2 3 4,8 Total 31 100 31 100 62 100
20-24 5 16,1 3 9,7 8 12,9 Sumber: Data Primer, 2016
25-29 3 9,7 2 6,5 5 8,1 Tabel 5, menunjukkan bahwa distribusi
30-34 9 29,9 5 16,1 14 22,6 responden menurut pekerjaan pada wilayah pesisir
35-39 6 19,4 11 35,5 17 27,4 (Puskesmas Abeli) terbanyak pada jenis pekerjaan
40-44 3 9,7 4 12,9 7 11,3 nelayan dengan jumlah 14 (45,2%) dan yang terendah
45-49 1 3,2 3 9,7 4 6,5 pada jenis pekerjaan honorer 0 responden. Sedangkan
50 > 2 6,5 2 6,5 2 6,5 pada wilayah perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo) jenis
Total 31 100 31 100 62 100 pekerjaan terbanyak pada ibu rumah tangga dengan
Sumber: Data Primer, 2016 jumlah 13 (41,9%) dan yang terendah pada jenis
Tabel 3, menunjukkan bahwa distribusi pekerjaan buruh dan nelayan dengan jumlah masing-
responden menurut kelompok umur di wilayah pesisir masing 0 responden.
Tingkat Pendidikan Responden
(Puskesmas Abeli) terbanyak pada kelompok umur 30-
Puskesmas
34 yaitu berjumlah 9 (29,9%) dan yang terendah pada Tingkat
Puskesmas
Lepo-lepo Total
Abeli (Pesisir)
umur 45-49 berjumlah 1 (3,2%) , sedangkan pada Pendidikan (Perkotaan)
wilayah perkotaan (Puskemas Lepo-lepo) terbanyak (n) (%) (n) (%) N (%)
SD 15 48,4 2 6,5 17 27,4
pada kelompok umur 35-39 dengan jumlah 11 (35,5%)
SMP 12 38,7 3 9,7 15 24,2
dan yang terendah pada kelompok umur 15-19 dengan
SMA 1 3,2 6 19,4 7 11,3
jumlah 1 responden (3,2%) .
PTN/PTS 3 9,7 20 64,5 23 37,1
Jenis Kelamin Responden
Total 31 100 31 100 62 100
Puskesmas Sumber: Data Primer, 2016
Puskesmas
Jenis Lepo-Lepo Total
Abeli Tabel 6, menunjukkan bahwa distribusi
Kelamin (Perkotaan)
(Pesisir) responden dengan tingkat pendidikan pada wilayah
(n) (%) (n) (%) n (%)
pesisir (Puskesmas Abeli) terbanyak pada tingkat
Laki-laki 15 48,4 10 32,3 25 40,3
Perempuan 16 51,6 21 67,7 37 59,7
pendidikan SD berjumlah 15 (48,4%) dan yang terendah
Total 31 100 31 100 62 100
pada tingkat pendidikan SMA berjumlah 1 (3,2%).
Sumber: Data Primer, 2016 Sedangkan pada wilayah perkotaan (Puskesmas Lepo-
Tabel 4, menunjukkan bahwa distribusi lepo) terbanyak pada tingkat pendidikan PTN/PTS
responden yang berjenis kelamin laki-laki terbanyak di dengan jumlah 20 (64,5%) dan yang terendah pada
wilayah pesisir (Puskesmas Abeli) yaitu berjumlah 15 tingkat pendidikan SD berjumlah 2 (6,5%).
(48,4%) sedangkan di wilayah perkotaan berjumlah 10
(32,3%). Responden dengan jenis kelamin perempuan
terbanyak diwilayah perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo) Analisis Univariat
Status Diare
yaitu berjumlah 21 (67,7%) sedangkan di wilayah
Puskesmas Puskesmas Lepo-
pesisir berjumlah 16 (51,6%). Status Total
Abeli (Pesisir) lepo (Perkotaan)
Diare
Pekerjaan Responden (n) (%) (n) (%) n (%)
Puskesmas Diare
Puskesmas 29 93,5 31 100 60 93,6
Lepo-lepo Total Akut
Pekerjaan Abeli (Pesisir) Diare
(Perkotaan) 2 6,5 0 0 2 3,2
(n) (%) (n) (%) N (%) Kronik

4
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT

VOL. 2/NO.5/ Januari 2017; ISSN 250-731X ,


Total 31 50 31 50 62 100 (54,8%). Sedangkan, kategori pengolahan sampah baik
Sumber: Data Primer, 2016 sebanyak 28 responden (45,2%).
Tabel 7, menunjukkan bahwa distribusi Sarana Pembuangan Air Limbah
responden penderita diare akut terbanyak di wilayah Jumlah
Sarana Pembuangan
No Persentase
perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo) yaitu berjumlah 31 Air Limbah Frekuensi (n)
(%)
(100%) sedangkan di wilayah pesisir (Puskesmas Abeli) 1 Memenuhi Sayarat 6 9,7
berujumlah 29 (93,5%). Responden dengan penderita 2 Tidak Memenuhi
56 90,3
Syarat
diare kronik terbanyak di wilayah pesisir (Puskesmas Total 62 100
Abeli) dengan jumlah 2 (6,5%) sedangkan di wilayah Sumber: Data Primer, 2016
perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo) berjumlah 0 Tabel 11 Menunjukan bahwa dari 62
responden. responden (100%), yang paling banyak adalah kategori
Penyediaan Air Bersih sarana pembuangan air limbah tidak memenuhi syarat
Jumlah sebanyak 56 responden (90,3%). Sedangkan, kategori
Penyediaan Air
No Persentase
Bersih Frekuensi (n)
(%) sarana pembuangan air limbah memenuhi syarat
1 Memenuhi Sayarat 30 48,4 sebanyak 6 responden (9,7%).
2 Tidak Memenuhi
32 51,6 Personal Hygiene
Syarat
Jumlah
Total 62 100
No Personal Hygiene Frekuensi Persentase (%)
Sumber: Data Primer, 2016 (n)
Tabel 8 Menunjukan bahwa dari 62 responden 1 Cukup 25 40,3
(100%), yang paling banyak adalah kategori penyediaan 2 Kurang 37 59,7
Total 62 100
air bersih tidak memenuhi syarat sebanyak 32
Sumber: Data Primer, 2016
responden (51,6%). Sedangkan, kategori penyediaan air
Tabel 12 Menunjukan bahwa dari 62
bersih memenuhi syarat sebanyak 30 responden
responden (100%), yang paling banyak adalah kategori
(48,4%).
personal hygiene kurang sebanyak 37 responden
Jamban Keluarga
(59,7%). Sedangkan, kategori personal hygiene cukup
Jumlah
No Jamban Keluarga Persentase sebanyak 25 responden (40,3%).
Frekuensi (n)
(%) Analisis Bivariat
1 Memenuhi Sayarat 29 46,8 Perbedaan Determinan Penyediaan Air Bersih
Tidak Memenuhi
2
Syarat
33 53,2 Terhadap KejadianDiare di Wilayah Pesisir (Puskesmas
Total 62 100 Abeli) dan Perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo).
Sumber: Data Primer, 2016 No. Penyediaan Wilayah Total
Tabel 9 Menunjukan bahwa dari 62 responden Air Bersih Pesisir Perkotaan
n % n % N %
(100%), yang paling banyak adalah kategori jamban 1 Memenuhi
10 32,3 20 64,5 30 100
keluarga tidak memenuhi syarat sebanyak 33 syarat
2 Tidak
responden (53,2%). Sedangkan, kategori jamban
Memenuhi 21 67,7 11 35,5 32 100
keluarga memenuhi syarat sebanyak 39 responden Syarat
(46,8%). Total 35 31 50 31 50 62
Pengolahan Sampah Ρ 0,022
Α 0,005
Jumlah
No
Pengolahan
Frekuensi Persentase
Sumber: Data Primer, 2016
Sampah Tabel 13 diatas menunjukkan bahwa
(n) (%)
1 Baik 28 45,2 penyediaan air bersih kategori memenuhi syarat
2 Buruk 34 54,8
Total 62 100 terbanyak pada wilayah perkotaan (Puskesmas Lepo-
Sumber: Data Primer, 2016 lepo) dengan jumlah 20 (64,5%) sedangkan pada
Tabel 10 Menunjukan bahwa dari 62 wilayah pesisir berjumlah 10 (32,3%). Determinan
responden (100%), yang paling banyak adalah kategori penyediaan air bersih kategori tidak memenuhi syarat
pengolahan sampah buruk sebanyak 34 responden terbanyak pada wilayah pesisir (Puskesmas Abeli)
5
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT

VOL. 2/NO.5/ Januari 2017; ISSN 250-731X ,


dengan jumlah 21 (67,7%) sedangkan pada perkotaan Sampah n % n % N %
1 Baik 9 32,1 19 67,9 28 100
berjumlah 11 (35,5%). 2 Buruk 22 64,7 12 35,5 34 100
Berdasarkan hasil uji chi-square ρValue (0,022) < Total 35 31 50 31 50 62
0,05 maka H0 ditolak atau H1 diterima (H1 : µ1 ≠ µ2) Ρ 0,022
Α 0,005
sehingga dapat dimaknai bahwa ada perbedaan yang Sumber: Data Primer, 2016
signifikan antara penyediaan air bersih dengan kejadian Tabel 15, menunjukkan bahwa pengolahan
penyakit diare di wilayah pesisir (Puskesmas Abeli) dan sampah kategori baik terbanyak pada wilayah
perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo) tahun 2016. perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo) dengan jumlah 19
Perbedaan Determinan Ketersediaan Jamban Keluarga (67,9%) sedangkan pada wilayah pesisir berjumlah 9
Terhadap Kejadian Diare di Wilayah Pesisir (32,1%). Determinan pengolahan sampah kategori
(Puskesmas Abeli) dan Perkotaan (Puskesmas Lepo- buruk terbanyak pada wilayah pesisir (Puskesmas Abeli)
lepo). dengan jumlah 22 (64,7%) sedangkan pada perkotaan
No. Jamban Wilayah Total
berjumlah 12 (35,5%).
Keluarga Pesisir Perkotaan
n % n % n % Berdasarkan hasil uji chi-square, menunjukan
1 Memenuhi ρValue (0,022) < 0,05 maka H0 ditolak atau H1 diterima
5 17,2 24 82,8 29 100
syarat
2 Tidak
(H1 : µ1 ≠ µ2) sehingga dapat dimaknai bahwa ada
Memenuhi 26 78,8 7 21,2 32 100 perbedaan yang signifikan antara pengolahan sampah
Syarat kejadian penyakit diare di wilayah pesisir (Puskesmas
Total 35 31 50 31 50 62
0,000
Abeli) dan perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo) tahun
ρ
α 0,005 2016.
Sumber: Data Primer, 2016 Perbedaan Determinan Sarana Pembuangan Air
Berdasarkan tabel 14 diatas menunjukkan Limbah Keluarga Terhadap Kejadian Diare di Wilayah
bahwa ketersediaan jamban keluarga kategori Pesisir (Puskesmas Abeli) dan Perkotaan (Puskesmas
memenuhi syarat terbanyak pada wilayah perkotaan Lepo-lepo).
(Puskesmas Lepo-lepo) dengan jumlah 24 (82,8%) No. Sarana Wilayah Total
Pembuangan Pesisir Perkotaan
sedangkan pada wilayah pesisir berjumlah 5 (17,2%).
Air Limbah n % n % N %
Determinan jamban keluarga kategori tidak memenuhi 1 Memenuhi 10
4 66,7 2 33,6 6
syarat terbanyak pada wilayah pesisir (Puskesmas syarat 0
Abeli) dengan jumlah 26 (78,8%) sedangkan pada 2 Tidak
10
Memenuhi 27 48,2 29 51,8 56
perkotaan berjumlah 7 (21,2%). Syarat
0
Berdasarkan hasil uji chi-square, menunjukan Total 35 31 50 31 50 62
ρValue (0,000) < 0,05 maka H0 ditolak atau H1 diterima ρ 0,668
α 0,005
(H1 : µ1 ≠ µ2) sehingga dapat dimaknai bahwa ada
Sumber: Data Primer, 2016
perbedaan yang signifikan antara ketersediaan jamban
Tabel 16, menunjukkan bahwa sarana
keluarga dengan kejadian penyakit diare di wilayah
pembuangan air limbah kategori memenuhi syarat di
pesisir (Puskesmas Abeli) dan perkotaan (Puskesmas
wilayah pesisir berjumlah 4 (66,7%) dan pada wilayah
Lepo-lepo) tahun 2016.
perkotaan berjumlah 2 (33,6%). Sedangkan, sarana
pembuangan air limbah kategori tidak memenuhi
syarat pada wilayah pesisir (Puskesmas Abeli)
berjumlah 27 (48,2%) dan pada wilayah perkotaan
(Puskesmas Lepo-lepo) berjumlah 29 (51,8%).
Berdasarkan hasil uji chi-square, menunjukan
Perbedaan Determinan Pengolahan Sampah Terhadap
ρValue (0,668) > 0,05 maka H 0 diterima atau H1 ditolak
Kejadian Diare di Wilayah Pesisir (Puskesmas Abeli)
(H0 : µ1 = µ2) sehingga dapat dimaknai bahwa tidak
dan Perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo).
ada perbedaan yang signifikan antara sarana
No. Pengolahan Wilayah Total
Pesisir Perkotaan pembuangan air limbah kejadian penyakit diare di
6
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT

VOL. 2/NO.5/ Januari 2017; ISSN 250-731X ,


wilayah pesisir (Puskesmas Abeli) dan perkotaan pesisir dan perkotaan. Dimana sesuai dengan hasil
(Puskesmas Lepo-lepo) tahun 2016. penelitian pada wilayah pesisir (Puskesmas Abeli)
Perbedaan Determinan Personal Hygiene Terhadap sebagian responden secara fisik air yang digunakan
Kejadian Diare di Wilayah Pesisir (Puskesmas Abeli) sudah memenuhi syarat, tetapi dalam hal
dan Perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo). penyimpanannya sebagian belum memenuhi syarat,
No. Personal Wilayah Total karena wadah yang digunakan untuk penampungan air
Hygiene Pesisir Perkotaan
tidak memiliki penutup, sehingga memudahkan mikro
n % n % n %
1 Cukup 10 40,0 15 60,0 25 100 organisme masuk dan berkembang dalam air.
2 Kurang 21 56,8 16 43,2 37 100 Sedangkan, pada wilayah perkotaan (Puskesmas Lepo-
Total 35 31 50 31 50 62
ρ 0,300 lepo) determinan penyediaan air bersih telah
α 0,005 memenuhi syarat hal ini dari hasil pengamatan yang
Sumber: Data Primer, 2016 dilakukan yaitu penyediaan air dalam suatu rumah
Tabel 16, menunjukkan bahwa personal tangga telah memenuhi syarat fisik air yaitu tidak
hygiene kategori cukup di wilayah pesisir berjumlah 10 berbau, berwarna dan berasa, dimana pada wadah
(40,0%) dan pada wilayah perkotaan berjumlah 15 khusus sudah memiliki penutup.
(60,0%). Sedangkan, personal hygiene kategori kurang Hasil uji bivariat penelitian ini juga sejalan
pada wilayah pesisir (Puskesmas Abeli) berjumlah 21 dengan penelitian yang dilakukan pada Kecamatan
(56,8%) dan pada wilayah perkotaan (Puskesmas Lepo- Wantumorang Kabupaten Pinrang. Hasil uji Chi-square
lepo) berjumlah 41 (43,2%). menunjukan pada daerah pesisir penyediaan air bersih
Berdasarkan hasil uji chi-square, ρValue (0,300) > masih kurang memenuhi syarat jika dibandingkan
0,05 maka H0 diterima atau H1 ditolak (H0 : µ1 = µ2) dengan wilayah lain termaksud daerah pedesaan dan
sehingga dapat dimaknai bahwa tidak ada perbedaan perkotaan (ρValue=0,001). Hasil penelitian juga
yang signifikan antara personal hygiene kejadian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan
penyakit diare di wilayah pesisir (Puskesmas Abeli) dan antara penyediaan air bersih di daerah pedesaan dan
perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo) tahun 2016. perkotaan. Masyarakat dengan penyediaan air bersih
DISKUSI tidak memenuhi syarat sebagian besar masih
Perbedaan Penyediaan Air Bersih di Wilayah Pesisir kurangnya pengetahuan dalam pengolahan air bersih
dan Perkotaan yang baik. Ketersediaan air bersih tersebut tidak
Air adalah salah satu kebutuhan esensial memiliki penutup, permukaan sumur tidak kedap air
manusia yang kedua setelah udara. Manusia hanya bisa dan jarak antara sumber pencemar kurang dari 10
bertahan hidup kurang lebih tigar hari tanpa air. untuk meter15.
menciptakan suatu lingkungan hidup manusia yang Pada wilayah perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo)
bersih sehat tanpa air yang cukup, tidak akan tercapai. kecenderungan terjadinya insiden penyakit diare yang
Kondisi sanitasi lingkungan hidup manusia akan selalu tinggi bukan disebabkan oleh faktor penyediaan air
dikaitkan dengan tersedianya air didaerah manapun di bersih, namun variabel lain yang mempengaruhi
Indonesia bahkan di Negara manapun didunia ini selalu kualitas kesehatan yang dimiliki misalnya kebiasaan
permasalahkannya. Persediaan air yang banyak dan jajan sembarangan, kebiasaan cara menyimpan
dengan kualitas yang lebih baik, akan lebih cepat hidangan ataupun personal hygiene yang kurang.
meningkatkan kemajuan derajat kesehatan masyarakat. Seperti halnya yang dijelaskan pada penelitian
Air bersih merupakan air yang jernih, tidak berbauh, sebelumnya bahwa pada wilayah perkotaan kejadian
tidak berasa, tidak berwarna dan tidak mengandung zat diare banyak terjadi pada responden yang tidak biasa
pencemar lainya, karena air bersih belum berarti bebas menutup hidangannya, baik sebelum maupun sesudah
dari bibit-bibit penyakit sehinggah masih memerlukan makan. Berdasarkan analisis menunjukkan adanya
pengolahan terlebih dulu14. hubungan antara kebiasaan ini dengan kejadian diare 16.
Hasil uji statistik dan kenyataan yang ada Kejadian diare terbanyak terjadi pada
dilapangan ternyata selaras menunjukan adanya responden dengan kebiasaan jajan di luar yang sering.
perbedaan antara penyediaan air bersih di wilayah Dan hasil analisis juga mendukung kenyataan tersebut
7
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT

VOL. 2/NO.5/ Januari 2017; ISSN 250-731X ,


dengan menunjukkan adanya hubungan antara dengan sempurna setelah bekerja atau bermain di
kebiasaan jajan yang sering dengan kejadian diare. tanah (anak-anak), melalui makanan dan minuman
Makanan yang terkontaminasi dapat menyebabkan maka dapat menimbulkan kejadian diare21.
penyakit diare. Hal ini disebabkan karena keamanan Pada wilayah pesisir (Puskesmas Abeli) sesuai
dan kebersihan makanan yang tidak terjaga serta dengan wawancara dan obervasi langsung yang
tempat penjualan makanan dan minum yang jauh dari dilakukan, sebagian responden masih membuang
kesan sehat17. Sejalan dengan itu juga hasil penelitian tinjanya pada jamban keluarga milik sanak saudara
lain menunjukan bahwa anak atau orang dewasa yang berdekatan dengan rumah tangga tersebut,
biasanya terkena diare karena makan dan minum rendahnya kepemilikan jamban yang memenuhi syarat
makanan yang terkontaminasi oleh bakteri, virus dan kesehatan seperti tidak adanya septictank ataupun
parasit yang ada dalam makanan dimana pemasakan jenis septictank yang tidak dianjurkan seperti yang
yang tidak sempurna pada daging, telur dan susu akan digunakan sebagian responden yang septictank terbuat
menyebabkan makanan tersebut peka dan dari semen dengan bentuk berupa lingkaran cincin
memudahkan organisme untuk berkembang dimana responden mengemukaan bahwasannya jika air
didalamnya18. pasang naik maka rembesan air masuk dalam lubang
Perbedaan Jamban Keluarga di Wilayah Pesisir dan tersebut dan jika air pasang berangsur surut maka air
Perkotaan tersebut keluar namun tidak dengan tinjanya. Hal
Jamban keluarga adalah jamban yang dimiliki tersebut akan mengakibatkan tinja akan terurai dengan
oleh keluarga dan digunakan oleh seluruh anggota sendirinya dan yang terbawa oleh air laut jika air laut
keluarga untuk membuang tinja atau faeces manusia. sedang pasang menjadi sumber penularan organisme
Tinja atau faeces selalu dipandang sebagai benda yang pathogen penyebab diare. Hal ini membawa resiko
membahayakan kesehatan, sebagai sumber penularan besar mengingat anak yang sering bermain disekitar
berbagai penyakit19. tanah yang tercemar tersebut. Hal yang lain juga
Hasil penelitian ini menunjukan ada perbedaan disebabkan lahan yang dimiliki oleh masyarakat sempit
determinan ketersediaan jamban keluarga terhadap sehingga tidak memungkinkan untuk membuat jamban
tingkat kejadian diare pada masyarakat di wilayah kerja permanen sebagai tempat pembuangan tinja, masih
Puskesmas Abeli dan wilayah kerja Puskesmas Lepo- kurangnya ketersediaan jamban umum yang dilakukan
lepo. Masih kurangnya jamban keluarga yang oleh pemerintah, serta adanya kebiasaan yang masih
memenuhi syarat di wilayah kerja Puskesmas Abeli dan sering dilakukan masyarakat untuk membuang tinjanya
mengindikasikan sebagai determinan terhadap tingkat dan dianggap lebih mudah. Hal tersebut terdorong oleh
kejadian diare yang cukup besar. masih rendahnya kesadaran responden akan
Hasil uji bivariat penelitian ini sejalan dengan pentingnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
penelitian yang dilakukan pada Kabupaten Malinau. Pada wilayah perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo)
Hasil penelitian menggunakan analisis chi-square yang ketersediaan jamban keluarga dengan kategori tidak
mendapatkan hasil (ρValue= 0,024). Hasil penelitian ini memenuhi syaratpun sedikit, Hal ini disebabkan karena
juga menyimpulkan adanya perbedaan yang signifikan adanya kesadaran, pendapatan yang cukup dan prilaku
antara faktor risiko jamban keluarga pada daerah masyarakat dalam pemanfaatan jamban yang tersedia.
pesisir dan daerah perkotaan memiliki tingkat kualitas Adanya kesadaran tersebut juga disebabkan oleh
jamban keluarga yang berbeda20. tingkat pengetahuan dan pendidikan yang dimiliki
Penelitian lain juga menyimpulkan bahwa yang masyarakat tentang pentingnya penggunaan jamban.
selain sumber air minum tempat pembuangan tinja Pada wilayah perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo)
juga merupakan sarana sanitasi yang penting dalam kecenderungan terjadinya insiden penyakit diare yang
mempengaruhi kejadian diare. Membuang tinja yang tinggi bukan disebabkan oleh faktor ketersediaan
tidak memenuhi syarat sanitasi dapat mencemari jamban keluarga yang kurang, namun variabel lain yang
lingkungan pemukiman, tanah dan sumber air. Dari mempengaruhi kualitas kesehatan yang dimiliki
lingkungan yang tercemar tinja terakumulasi dengan misalnya keracunan, hygiene Ibu, penyakit infeksi dan
prilaku manusia yang tidak sehat, tidak mencuci tangan status gizi. Seperti halnya yang dijelaskan pada
8
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT

VOL. 2/NO.5/ Januari 2017; ISSN 250-731X ,


penelitian sebelumnya bahwa kecenderungan sudah dimasak atau belum, bekas pembungkus, baik
terjadinya penyakit diare di wilayah perkotaan tidak kertas, plastik, dan daun24.
dikarenakan kurangnya kepemilikan jamban yang Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada
memenuhi syarat namun di pengaruhi oleh variabel perbedaan determinan pengolahan sampah terhadap
lain yaitu Hygine Ibu khusunya pada pemeliharaan kejadian diare di wilayah pesisir (Puskesmas Abeli) dan
kebersihan botol susu dan makanan pendamping asi perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo). Hal tersebut
(MP Asi) kebersihan botol susu menunjukkan bahwa dikarenakan pada wilayah perkotaan (Puskesmas Lepo-
kejadian diare banyak terjadi pada responden yang lepo) pengolahan sampah yang dilakukan masyarakat
tidak mencuci botol susu pada air yang mengalir memiliki kesadaran yang cukup baik hal ini ditandai
langsung dari kran, tidak menggunakan sabun, setelah dengan hasil wawancara yang dilakukan hampir semua
dicuci botol tidak ditempatkan dalam ruang khusus, responden telah memisahkan sampah organik dan non-
ditempatkan pada ruang yang sirkulasinya lembab atau organik, membuang sampah sebelum penuh dan
tidak langsung kena sinar matahari agar bakteri dapat mendukung fasilitas pengolahan sampah yang dimiliki
mati21. Hal ini juga dikemukakan pada penelitian lain olah pemerintah ditandai dengan hampir keseluruhan
yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara responden membuang sampah pada tempat sampah
pencucian peralatan makan dengan kejadian diare. umum yang telah disediakan oleh pemerintah
Karena pencucian peralatan makan yang buruk dapat setempat. Hal ini berbanding terbalik dengan yang
menyebakan diare pada balita sebesar 2,57 kali terjadi di wilayah pesisir (Puskesmas Abeli), dimana
dibandingkan dengan cara mencuciperalatan makan masyarakat masih belum menyadari akan pentingnya
yang baik22. pengolahan sampah yang baik. Hal ini dibuktikan
Insiden diare yang tinggi di wilayah perkotaan dengan pada saat obervasi dan wawancara langsung
disebabkan karena kasus keracunan makanan dan sebagian responden masih membuang sampahnya
status gizi yang kurang dimana kontaminasi makanan sembarangan, tidak membawa ke TPSS yang telah
yang disebabkan oleh organisme menular tertentu bisa disediakan pemerintah, tidak membakar ataupun
terjadi pada tahap apa pun, misalnya saat proses menimbun namun dibiarkan berserakan disekitar
produksi, penyimpanan, pengiriman, atau saat rumah dan juga hampir keseluruhan responden tidak
mempersiapkannya. Makanan yang paling mudah memisahkan sampah organik maupun non-organik.
terkontaminasi adalah jenis makanan mentah dan Karena rendahnya tingkat pengetahuan responden
makanan siap saji karena makanan yang tidak dimasak tentang penyakit diare sehingga seringkali responden
ini bisa mengandung organisme berbahaya yang belum tidak melakukan pencegahan serta penanggulangan
mati. Hal tersebut berpengaruh juga pada status gizi saat salah satu anggota keluarganya ada yang
yang kurang dimana tahap diare akut lebih berat, menderita diare ini disebabkan karena rata-rata
berakhir lebih lama dan lebih sering. Kemungkinan responden tidak mengetahui dengan jelas tentang
terjadinya diare persisten juga lebih sering dan disentri penyakit diare serta bagaimana pencegahan dan
lebih berat. Risiko meninggal akibat diare persisten penanggulangannya. Seringkali hal yang dilakukan
atau disentri sangat meningkat bila anak sudah kurang tersebut sudah sangat terlambat dimana rata-rata
gizi23. responden yang menderita diare melakukan
Perbedaan Pengolahan Sampah di Wilayah Pesisir dan pencegahan ketika sudah menderita penyakit tersebut.
Hasi uji bivariat tersebut sejalan dengan
Perkotaan
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat penelitian yang dilakukan di wilayah Kota Langsa dan
yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda Pesisir Sinabang yang menyatakaan pengolahan
padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan sampah wilayah perkotaan berbeda dengan wilayah
manusia dan dibuang. Sampah yang berasal dari lainnya yaitu pada pedesaan dan pesisir. Hasil analisis
pemukiman terdiri dari bahan-bahan padat sebagai statistik uji perbedaan menunjukan hampir semua
hasil kegiatan dari rumah tangga yang sudah dipakai responden pada wilayah pedesaan membakar atau
dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan baik yang menanam sendiri sampah yang dihasilkan dalam suatu
rumahtangga, sedangkan pada wilayah pesisir pun
9
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT

VOL. 2/NO.5/ Januari 2017; ISSN 250-731X ,


tidak demikian. Kurangnya sarana pembuangan Angka kejadian diare dipengaruhi oleh musim
sampah mengakibatkan masyarakat pada wilayah khususnya musim penghujan dan musim kemarau
pesisir cenderung membuang sampahnya sembarangan dimana pada saat musim penghujan udara dan tanah
di sekitar rumah25. menjadi lembab sehingga dapat menimbulkan
Pengolahan sampah yang kurang baik pada gangguan atau penyakit (kuman, virus, dan bakteri
rumah tangga akan menyediakan tempat yang baik penyebab diare akan lebih cepat berkembang). Selain
bagi vektor penyakit, seperti serangga dan hewan itu semakin banyaknya genangan air dan banjir yang
pengerat sebagai tempat berkembang sehingga dapat telah tercemar dengan bakteri dari tinja seperti
mengakibatkan insidensi penyakit dimasyarakat seperti Escherichia Coli juga dapat menyebabkan penyakit
penyakit diare26. diare. Dan juga pada musim kemarau berkepanjangan
Kejadian penyakit diare yang tinggi diwilayah dapat menyebabkan kekeringan dan kondisi ini akan
perkotaanpun (Puskesmas Lepo-lepo) bukan menyebabkan ketersediaan air bersih semakin sulit.
dikarenakan pengolahan sampah yang kurang baik, Dengan terbatasnya air bersih maka penggunaan air
mengingat hasil obervasi yang dilakukan secara dengan kualitas yang tidak memenuhi standar
langsung menunjukan sebagian besar responden kesehatan akan menyebabkan penyakit diare 29.
mengolah sampah masuk dalam kategori memenuhi Perbedaan Sarana Pembuangan Air Limbah di Wilayah
syarat. Tingginya insiden diare tersebut dapat di Pesisir dan Perkotaan
sebabkan faktor lain seperti pekerjaan, tingkat Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang
pendidikan, kepadatan lalat, dan musim. berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-
Hal tersebut dibuktikan pada penelitian lain tempat umum lainnya, dan pada umumnya
yang menyimpulkan bahwa perbandingan kejadian mengandung bahan-bahan atau zat yang dapat
diare di wilayah perkotaan dan wilayah lain seperti membahayakan bagi kesehatan manusia serta
pedesaan variabel pekerjaan, tingkat pendidikan mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain
mempengaruhi tingginya angka kejadian penyakit mendefenisikan bahwa air limbah merupakan
diare. Dimana hasil penelitian tersebut menunjukan kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal
responden dengan jenis pekerjaan ayah dan ibu yang dari daerah pemukiman, perdagangan, industry,
bekerja Pegawai negeri atau Swasta rata-rata bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air
mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan hujan24.
ayah dan ibu yang bekerja sebagai petani. Jenis Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada
pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat perbedaan determinan sarana pembuangan air limbah
pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja terhadap kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas
harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, Abeli dan wilayah kerja Puskesmas Lepo-lepo. Hal
sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar tersebut dikarenakan pada wilayah kerja Puskesmas
dengan penyakit27. Abeli hal ini sebagian responden masih menyalurkan
Salah satu indikator kebersihan tempat adalah
limbahnya di laut atau disembarang tempat.
tingkat kepadatan lalat. Lalat biasanya menyukai
Pada wilayah pesisir (Puskesmas Abeli)
tempat yang lembab dan hinggap pada zat-zat organik
dikarenakan rendahnya pendapatan ekonomi yang
yang berbau tajam sebagai tempat perindukkannya.
dimiliki oleh masyarakat untuk membuat saluran
Dimana penelitian tersebut menunjukkan bahwa
pembuangan air limbah permanen yang dapat
kejadian diare terjadi paling banyak pada responden
dimanfaatkan sebagai sarana pembuangan limbah
dengan tingkat kepadatan lalat dalam rumah yang
rumah tangga. Selain itu di karenakan kondisi rumah
tinggi. Hasil analisis yang menunjukkan adanya
yang berada di pinggir pantai yang tidak
hubungan antara kepadatan lalat dengan kejadian
memungkinkan untuk dibuatkan pembuangan limbah
diare. Hal ini mengingat bahwa lalat merupakan
permanen, karena kondisi tanahnya yang lembek,
agen/vektor mekanis pasif yang paling berperan dalam
sehingga masyarakat lebih memilih untuk menyalurkan
transmisi penyebaran penyakit diare28.
limbahnya secara langsung di laut.

10
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT

VOL. 2/NO.5/ Januari 2017; ISSN 250-731X ,


Pada wilayah perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo) perkotaan. Sedangkan pada wilayah pesisir dibedakan
hampir keseluruhan seluruh responden mempunyai pada ketersediaan jamban yang kurang dengan resiko
saluran pembuangan air limbah namun dalam tinggi terhadap kejadian diare31.
pemeliharannya hygiene sanitasi masih kurang atau Perbedaan Personal Hygiene di Wilayah Pesisir dan
tidak digunakan sebagaimana mestinya. Hal ini ditandai Perkotaan
dengan tidak terpeliharanya pembuangan air limbah Personal hygiene adalah usaha kesehatan
yang hampir keseluruhan pembuangan air limbah perorangan yang bertujuan untuk memelihara,
responden alirannya tidak lancar. Hal ini mengakibatkan memperbaiki, mempertinggi nilai kesehatan dan
genangan air ataupun banjir yang telah tercemar mencegah timbulnya penyakit. Kebiasaan yang
dengan bakteri dari tinja seperti Escherichia Coli juga diperhatikan dalam hygiene perorangan adalah
dapat menyebabkan penyakit diare. keadaan gizi dan makanan, kebersihan gigi, kesehatan
Air limbah yang tidak dikelola terlebih dahulu telinga, kebersihan mata, kesehatan hidung, serta
akan menyebabkan masalah kesehatan masyarakat dan kebersihan tangan dan kaki32.
lingkungan hidup, dimana dapat menjadi transmisi atau Faktor personal hygiene yang mengakibatkan
media perkembangbiakan mikroorganisme patogen, kejadian diare sangat tinggi pada semua wilayah.
menimbulkan bau, sumber pencemaran air, serta Banyak tempat yang ada tentang kemananan makanan
penyebaran penyakit yang disebabkan oleh berbagai masih terbatas pada ajaran untuk meningkatkan
mikro organisme, seperti penyakit diare dan jenis personal hygiene dan penyimpanan air yang aman.
penyakit menular lainya30. Meskipun penting, anjuran tersebut tidak selalu cukup
Hal tersebut disebabkan karena kondisi pada untuk mencegah foodborne illness yang salah satunya
wilayah pesisir (Puskesmas Abeli) sulit untuk membuat adalah diare yang lebih sering diakibatkan oleh
pembuangan air limbah permanen dikarenakan pemasakan yang tidak tepat, penyimpanan makanan
struktur tanah yang lembek sehingga masyarakat lebih yang tidak benar, penggunaan ulang makanan sisa,
memilih menyalurkan air limbahnya langsung ke laut, tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan
selain itu rendahnya pendapatan ekonomi untuk dan faktor-faktor lain yang mendukung kontaminasi,
membuat saluran air limbah yang dapat digunakan daya hidup dan multiplikasi pathogen atau produksi
dalam suatu rumahtangga. Pada wilayah perkotaan toksin dalam makanan33. Untuk mengurangi kejadian
(Puskesmas Lepo-lepo) sarana dan prasarana hampir diare tersebut dilakukan upaya dengan cara
keseluruhan sudah mempunyai saluran khusus peningkatan sumber air bersih, hygiene perorangan
pembuangan air limbah namun masih minimnya dan sanitasi lingkungan disertai pendidikan kesehatan.
pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan Secara korelasional hubungan hygiene perorangan
pengelolaan air limbah yang baik. Hampir semua dengan kejadian diare memiliki hubungan keterkaitan 34.
masyarakat pada kedua wilayah kerja Puskesmas Personal hygiene yang kurang baik pada
masing-masing memiliki saluran air limbah yang tidak keluarga akan memungkinkan seseorang terpapar
memenuhi syarat hal ini dikarenakan kurangnya sarana dengan penyakit diare, akibat dari tidak menjaga
dan prasana pada wilayah pesisir (Puskesmas Abeli) kebersihan diri yang memungkinkan vektor penyakit
serta kurangnya kesadaran akan pemeliharan saluran mudah masuk kedalam Host. Hal ini diakibatkan
air limbah hygiene sanitasi pada wilayah perkotaan kurangnya kesadaran masyarakat dalam kebersihan
(Puskesmas Lepo-lepo) dimana variabel tersebut perorangan, kebiasaan mencuci tangan, alat-alat makan
merupakan sarana yang rentan berkembang biaknya masih sering diabaikan35. Aktifitas masyarakat di
vektor penyakit. wilayah pesisir (Puskesmas Abeli) dominan sebagai
Hasil analisis uji beda hygiene sanitasi nelayan yang sering berinteraksi langsung dengan
didapatkan bahwa wilayah perkotaan lebih beresiko lingkungan-lingkungan pesisir yang tercemar. Begitu
dengan hygiene sanitasi yang tidak memenuhi syarat pula dengan aktifitas masyarakat di wilayah perkotaan
dalam hal ini sarana pembuangan air limbah (Puskesmas Lepo-lepo) yang lebih dominan beraktifitas
dibandingkan dengan wilayah pesisir mengingat risiko diluar rumah hal ini menyebabkan resiko terpaparnya
wilayah rawan banjir sangat besar pada wilayah
11
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT

VOL. 2/NO.5/ Januari 2017; ISSN 250-731X ,


penyakit diare lebih besar dari semestinya seperti 4. Tidak terdapat sarana pembuangan air limbah
halnya kurangnya pengawasan terhadap anak sehingga di wilayah pesisir (Puskesmas Abeli) dan perkotaan
sering jajan sembarangan, kurangnya asupan buah dan (Puskesmas Lepo-lepo) tahun 2016 dengan ρ
sayur karena lebih memilih makanan cepat saji atau value (0,668) < 0,05 maka H0 diterima atau H1 ditolak.

makanan saji yang di beli dari diluar rumah dan tidak 5. Tidak terdapat personal hygiene di wilayah
terjamin akan syarat kesehatan. Interaksi secara pesisir (Puskesmas Abeli) dan perkotaan
langsung dan terus menerus inilah yang menyebabkan (Puskesmas Lepo-lepo) tahun 2016 dengan ρ
masih rendahnya kesadaran akan pentingnya Perilaku value (0,300) < 0,05 maka H0 diterima atau H1 ditolak.

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).


Pada wilayah kerja Puskesmas Abeli berdasarkan SARAN
hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan 1. Untuk penyediaan air bersih di pesisir
kuisioner dan observasi langsung sebagian responden (Puskesmas Abeli) perlu ditingkatkan lagi dengan
dalam item pertanyaan perilaku cuci tangan dengan menyediakan penutup untuk tempat
sabun yang masih kurang seperti sebelum dan sesudah penampungan air bersih dan membersihkan secara
membuang tinja anak, menyiapkan makanan dan berkala tempat penampungan air sedangkan pada
menyuapi anak, serta membuang tinja sembarangan wilayah perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo) perlu
karena rendahnya kepemilikan sarana pembuangan ditingkatkan PHBS dan cara pengolahan makanan.
sampah. Sedangkan pada wilayah perkotaan 2. Untuk jamban keluarga di pesisir (Puskesmas
(Puskesmas Lepo-lepo) masih kurang dalam personal Abeli) khusus yang tinggal dibagian pesisir pantai
hygiene dalam item pertanyaan hygine makanan perlu dibuatkan jamban percontohan.
seperti kurangnya mengkonsumsi makanan yang 3. Untuk sarana pembuangan air limbah di
bervariasi jenisnya, sering jajan sembarangan karena pesisir (Puskesmas Abeli) perlu dibuatkan
pekerjaan yang dimiliki orang tua yang terkadang lalai pengelolaan air limbah percontohan sedangkan di
mengawai jajanan anak, seringnya makan buah-buahan wilayah perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo) perlu
atau sayur-sayuran yang mentah secara langsung tidak mengurangi jajan sembarang anak dengan
dibersihkan terlebih dahulu dan seringnya makan frekuensi yang sering.
4. Untuk pengolahan sampah di pesisir
makanan yang tersaji di warung yang tidak terjamin
(Puskesmas Abeli) perlu dibuatkan pengolahan
akan syarat kesehatan.
sampah percontohan.
Kejadian penyakit diare di wilayah perkotaan
5. Untuk personal hygiene di pesisir (Puskesmas
disebabkan oleh personal hygiene yang kurang
Abeli) dan perkotaan (Puskesmas Lepo-lepo) Ki
dibandingkan dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar
perlu ditingkatkan mulai dari PHBS, air yang di
yaitu akses air bersih, sarana pembuangan sampah dan
konsumsi, serta pemeliharaan sarana pembuangan
ketersediaan jamban dalam suatu rumah tangga 36.
air limbah.

SIMPULAN
1. Terdapat perbedaan penyediaan air bersih di DAFTAR PUSTAKA
1. WHO, 2009. Underweight In Children.
wilayah pesisir (Puskesmas Abeli) dan perkotaan
Diarrhoeal Disease
(Puskesmas Lepo-lepo) tahun 2016 dengan ρ value
http://www.who.int/gho/mdg/poverty_
(0,022) < 0,05 maka H0 ditolak atau H1 diterima.
2. Terdapat perbedaan jamban keluarga di hunger/underweight_text/en/index.html.Diakses
wilayah pesisir (Puskesmas Abeli) dan perkotaan Pada Tanggal 19 Oktober 2015.
2. Sampul, Mega P.K, dkk. 2015 Hubungan Diare
(Puskesmas Lepo-lepo) tahun 2016 dengan ρ
Dengan Kejadian Malnutrisi Pada Balita di Irina E
value (0,000) > 0,05 maka H0 diterima atau H1 ditolak.
Bawah Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
3. Terdapat perbedaan pengolahan sampah di Program Studi Ilmu Keperawatan. Fakultas
wilayah pesisir (Puskesmas Abeli) dan perkotaan Kedokteran. Universitas Sam Ratulangi. Ejournal
(Puskesmas Lepo-lepo) tahun 2016 dengan ρ Keperawatan (E-Kp).Volume 3. Nomor 1
value (0,022) < 0,05 maka H 0 ditolak atau H1 diterima.

12
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT

VOL. 2/NO.5/ Januari 2017; ISSN 250-731X ,


3. Balitbangkes. RI. 2014.Laporan Nasional Riset 18. Sarbini, Daryanti. 2010. GambaranPersonal
Kesehatan Dasar 2011. Badan Penelitian dan Hygiene dan Hygiene Sanitasi Terhadap Diare Akut
Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan Balita di Pada Masyarakat di Kecamatan Bantaeng
Republik Indonesia.
Kabupaten Pinrang. Skripsi. Universitas
www.litbang.depkes.go.id/...rkd2011/...pdf/.
Hasanuddin. Makassar.
Diakses tanggal 17 Oktober 2015.
19. Soemitrat Slamet, Juli, 1996,Kesehatan
4. BPS, 2012. Kota Kendari Dalam Angka Tahun
Lingkungan, Gajahmada University Press:
2011. Badan Pusat Statistik Kota Kendari. Profil
Yogyakarta.
Kesehatan Sulawesi Tenggara tahun 2013. Kendari
20. Azwinsyah, Ahmad. 2015. Studi Komparatif
5. Dinas Kota Kendari. 2015. Laporan Jumlah
faktor resiko terhadap kejadian diare wilayah kota
Kasus Penderita Diare 2012. Kendari
6. Puskesmas Abeli, 2015. Laporan kegiatan dan wilayah desa di Kabupaten Malinau. Skripsi.
surveilans penyakit diare 2015. Abeli Universitas Palangkaraya. Kalimantan.
7. Puskesmas Lepo-lepo, 2015. Laporan kegiatan 21. Zubir, Juffrie, M., Dan Wibowo, T. Faktor-
surveilans penyakit diare 2015. Lepo-lepo Faktor Risiko Kejadian Diare Akut Pada Anak 0-35
8. Tosepu, Ramadhan. 2010. Kesehatan Bulan (Batita) Di Kabupaten Bantul. Sains
Lingkungan Surabaya : Bintang Kesehatan. Vol 19. No 3
9. Sumantri, Arif. 2010 , Kesehatan Lingkungan. 22. Aditya, Fathul Azzaky. 2013. Hubungan
Jakarta : Kencana Ketersediaan Jamban Terhadap Kejadian Diare
10. Andriyani dkk. 2014. Studi Sanitasi Dasar Pada pada Masyarakat di Wilayah Puskesmas
Penderita Diare di Pulau Kedingarang Kecamatan Mekarsari. Skripsi . Universitas Padjajaran. Jawa
Ujung Tahah Kota Makassar. Volume 3, Nomor 2. Barat.
Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia 23. Eka. 2013. Hubungan Sanitasi lingkungan dan
11. Bhakti, Rochman. 2010. Hubungan Antara Satatus Sosial Dengan Kejadian Diare Balita di
Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Wilayah Kerja Puskesmas Melati Kuala Kapuas.
Balita di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Karanganyar. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Mulawarman.
Surakarta. 24. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan
12. Daryanto. 2015. Pengelolaan Kesehatan Prilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka. Cipta.
Lingkungan. Jakarta : Gava Media 25. Rahmaniah. 2012. Analisis Pebedaan faktor
13. Achmadi, Ilham, 2013. Kesehatan resiko kejadian penyakit diare di wilayah kota
14. Wijayanti, Putri d. 2009. Hubungan Perilaku Langsa dan Pesisir Sinabang. Skripsi. Fakultas
Hidup Bersih dan Sehat Dengan Kejadian Diare Kesehatan Masyarakat. Universitas Syiah Kuala.
Pada Balita di Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo Aceh.
15. Novianti, Taryana . 2014. Gambaran Hygiene 26. Saktiansyah, La Ode Ahmad. 2010 Hubungan
Sanitasi Terhadap Diare Akut Balita di Pada Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Penyakit
Masyarakat Desa dan Masyarakat Kota di Diare pada Masyarakat Kawasan Pesisir Kelurahan
Kecamatan Wantumorang Kabupaten Pinrang. Nambo Kecamatan Abeli Kota Kendari. Skripsi.
Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. Universitas Haluoleo. Kendari.
16. Marylin. 2008. Hubungan antara Hygiene 27. Meitria. 2010. Hubungan antara Pengolahan
Makanan dengan kejadian diare Pada penduduk di Sampah dengan kejadian diare Pada penduduk di
kelurahan oesapa kecamatan kelapa lima Kota Kecamatan Lubuk Linggau. Universitas
kupang. Universitas Nusa Cendana. Nusa Tenggara Muhammadiyah Aceh. Nangroeh Aceh Darusallam.
Timur 28. Masrul, KurniAbdul. 2012. Hubungan Antara
17. Eliaser, Atika. 2012. Hubungan Hygiene Pengetahuan dan Lingkungan dengan Kejadian
Makanan terhadap Pengetahuan Ibu Dengan Diare di Kota Sampit.. Skripsi. Universitas
Kejadian Diare Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Palangkaraya.
Huru Kecamatan Waiwo. Skripsi. Fakultas 29. Djjalalluddin, Ahmad. 2010. Analisis Trend
Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Papua. Faktor Iklim terhadao Kejadian Diare di Kota

13
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT

VOL. 2/NO.5/ Januari 2017; ISSN 250-731X ,


Madiun. Tesis . Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Merdeka Madiun.
30. Haryoto, Kurti. 2003. Hubungan Hygiene Ibu
terhadap Pengolahan Makanan Dengan Kejadian
Diare Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Selat
Kecamatan Selat.. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat.
31. Anggara, Muhammad. 2013. Studi Komparatif
Hygiene Sanitasi Dasar di Wilayah Kerja
Puskesmas Podi Kota Luwuk. Skripsi. Universitas
Tadulako. Sulawesi Tengah
32. Miryana, 2013. Analisis Faktor Yang
Berhubungan Dengan Personal Hygiene Pada
Pemukiman Penduduk Kelurahan Mojongso Kota
Surakarta. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Semarang
33. Adam, Ishak. 2004. Hubungan Perilaku Ibu
dengan Kejadian Diare di Wilayah Puskesmas
Melur. Skripsi . Universitas Riau. Pekan Baru.
34. Herry, Gusman. 2015. Hubungan Sanitasi
Lingkungan dan Pengolahan Makanan Pada
penduduk di Padalarang. Islam Nusantara.
Bandung Barat.
35. Ratnawati. 2009. Hubungan antara Hygiene
Ibu dengan kejadian diare Pada penduduk di
Kecamatan Ampana. Universitas Tadulako.Sulawesi
Tengah.
36. Indar, Annisa. 2013. Studi Komparatif Sarana
Sanitasi Dasar dan Personal Hygiene di Wilayah
Kerja Puskesmas Ngrampal Kota Sragen. Skripsi.
Politeknik Trisila Dharma. Jawa Tengah.

14

Anda mungkin juga menyukai