Anda di halaman 1dari 255

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan yang maju akan menghasilkan masyarakat yang maju dan

berkualitas, begitu pula dalam masyarakat yang maju dan berkualitas pasti

terdapat pendidikan yang bermutu juga. Di tangan masyarakat yang

berpendidikanlah terdapat masa depan bangsa yang aman, karena pendidikan

berperan dalam pembangunan sosial dan pertumbuhan ekonomi bangsa

(Haryati, 2014: Online).

Undang-undang Dasar 1945 merupakan hukum tertinggi di Indonesia.

Semua hukum harus berdasarkan UUD 1945, termasuk pendidikan. Pendidikan

bangsa Indonesia sendiri yang telah diatur dalam UUD 1945 dan diperjelas

dengan adanya rumusan tentang norma-norma pokok yang menjiwai usaha

pendidikan dan pengembangan kebudayaan oleh penyelenggara negara, di

mana pendidikan dan kebudayaan merupakan dua unsur yang saling

mendukung satu sama lain. Norma-norma tersebut tersirat dan tersurat dalam

Bab XIII Pasal 31 dan 32 UUD 1945.

Salah satu landasan yuridis pendidikan yang paling banyak

membicarakan tentang pendidikan adalah Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang

ini mengatur segala hal yang berkaitan dengan pendidikan, mulai dari

prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi.

Pada Pasal 1 ayat 1 dan 2 dalam UU RI No. 20 Tahun 2003, menyatakan

bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

1
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangakan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam

ayat 2, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar

pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap

tuntutan perubahan zaman.

Dalam rangka menghasilkan warga negara yang bermoral dan beretika

diselenggarakanlah pendidikan. Penyelenggara pendidikan di Indonesia

dilakukan suatu lembaga pendidikan yang dinamakan sekolah. Sekolah

merupakan tempat peserta didik untuk mengembangkan potensi yang

dimilikinya. Sekolah merupakan lembaga resmi yang didirikan oleh pemerintah

yang memiliki tahapan jenjang pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar

disebutkan bahwa “pendidikan dasar merupakan pendidikan sembilan tahun,

terdiri atas program pendidikan enam tahun di sekolah dasar dan program

pendidikan tiga tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP)” (Bafadal,

2012: 3). Dengan demikian, sekolah dasar merupakan salah satu bentuk satuan

pendidikan pada jenjang pendidikan dasar.

Berkaca pada tujuan pendidikan sekolah dasar, menurut Mikasa dkk

dalam Susanto (2015: 70) “dimaksudkan sebagai proses pengembangan

kemampuan yang paling mendasar setiap siswa, di mana setiap siswa belajar

2
secara aktif karena adanya dorongan dalam diri dan adanya suasana yang

memberikan kemudahan (kondusif) bagi perkembangan dirinya secara

optimal”. Jadi, pendidikan di sekolah dasar merupakan media penyalur

kebutuhan dan pelepas dahaga akan hausnya rasa ingin tahu mereka akan hal-

hal baru di sekitarnya, serta pengembang keterampilan yang dimilikinya.

Pendidikan dasar pada masa sekolah dasar merupakan masa di mana

anak menerima bekal untuk kehidupannya di masa mendatang. Masa ini

berlangsung dari usia 6 – 12 tahun. Jadi, pada masa anak berusia 6 – 12 tahun,

secara psikologis anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara fisik

dan mental. Perkembangan mental meliputi perkembangan intelektual, emosi,

bahasa, sosial, dan moral keagamaan (Susanto, 2015: 71).

Sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan anak pada usia 6 sampai

12 tahun, karakteristik anak pada anak tersebut menurut Susanto (2015: 86),

yaitu suka bermain, memiliki rasa ingin tahu yang besar, mudah terpengaruh

oleh lingkungan, dan gemar membentuk kelompok sebaya. Berdasarkan

karakteristik tersebut, pembelajaran di sekolah dasar harus diusahakan tercipta

secara kondusif dan menyenangkan selama proses pembelajaran berlangsung

(Susanto, 2015: 86).

Proses belajar mengajar yang tercipta di kelas mempengaruhi makna

pembelajaran yang diterima anak, karena belajar berhubungan dengan

perubahan tingkah laku anak terhadap pengalaman yang didapatnya secara

berulang-ulang (Susanto, 2014: 1). Jadi, belajar berhubungan dengan stimulus

yang diterima anak sedemikian rupa, sehingga perbuatannya berubah dari

3
waktu sebelum ia menerima pengetahuan tersebut sesudah ia menerima

pengetahuan tersebut.

Bentuk nyata dari kegiatan belajar ini adalah hasil belajar. “Hasil belajar

adalah perubahan perilaku yang berupa pengetahuan atau pemahaman,

keterampilan dan sikap yang diperoleh peserta didik selama berlangsungnya

proses belajar mengajar atau yang lazim disebut dengan pembelajaran”

(Susanto, 2014: 1). Hasil belajar inilah yang dapat memberikan informasi

kepada guru tentang kemajuan peserta didiknya dalam rangka mencapai tujuan-

tujuan belajarnya.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran

yang ada di sekolah dasar. Cakupan kajian IPS sangatlah luas, namun sesuai

dalam Kurikulum Pendidikan Dasar Tahun 1993, “disebutkan bahwa IPS

adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada

bahan kajian geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, sosiologi, dan tata

negara” (Susanto, 2015: 139). Luasnya kajian tentang IPS, maka dibutuhkan

pembelajaran yang berkesinambungan dari setiap jenjang pendidikan anak, agar

tercapainya tujuan utama IPS, yaitu membantu dan mengembangkan

kemampuan dan wawasan siswa secara komprehensif tentang berbagai aspek

ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan (Susanto, 2015: 138).

Pelajaran IPS sangat mempengaruhi terhadap perkembangan sosial anak

di masa depan. Sejalan dengan hal tersebut, pembelajaran pendidikan IPS

memiliki tujuan, yaitu untuk memahami dan mengembangkan pengetahuan,

nilai, sikap, keterampilan sosial, kewarganegaraan, fakta, peristiwa, konsep dan

4
generalisasi serta mampu merefleksikan dalam kehidupan masyarakat, bangsa,

dan negara (Susanto, 2014: 2).

Tujuan pembelajaran IPS secara khusus dikemukakan oleh Chapin &

Messick dalam Susanto (2015: 147) terdapat empat komponen, yaitu:

1) memberikan kepada siswa pengetahuan tentang pengalaman manusia


dalam kehidupan bermasyarakat pada masa lalu, sekarang, dan masa
yang akan datang; 2) menolong siswa untuk mengembangkan
keterampilan untuk mencari dan mengolah atau memproses informasi;
3) menolong siswa untuk mengembangkan nilai/sikap demokrasi dalam
kehidupan bermasyarakat; dan 4) menyediakan kesempatan kepada
siswa untuk berperan serta dalam kehidupan sosial.

Sejalan dengan pernyataan di atas, dalam KTSP dalam Susanto

(2015:149), pemerintah telah memberikan arah yang jelas pada tujuan dan

ruang lingkup pembelajaran IPS, yaitu:

1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan


masyarakat dan lingkungannya; 2) memliki kemampuan dasar untuk
berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah,
dan keterampilan dalam kehidupan sosial; 3) memiliki komitmen dan
kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; dan 4) memiliki
kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Dalam proses pembelajaran IPS disusun secara sistematis,

komprehensif dan terpadu. Tujuan mata pelajaran IPS, sebagaimana telah

dikemukakan di atas, salah satunya adalah agar peserta didik memiliki

kemampuan dasar berpikir logis dan kritis, serta memiliki keterampilan sosial.

Susanto (2014: 41) menyatakan bahwa, “keterampilan sosial adalah perilaku

yang perlu dipelajari dan dikuasai atau dimiliki oleh peserta didik, karena

dengan itu memungkinkan individu dapat berinteraksi untuk memperoleh

respons positif dan menghindari respons negatif”.

5
Dengan demikian, pengembangan keterampilan sosial yang terdapat di

mata pelajaran IPS sangatlah penting diajarkan di sekolah dasar sebagai salah

satu tujuan pendidikan di sekolah. “Nilai-nilai (keterampilan) sosial sangat

penting bagi peserta didik, karena berfungsi sebagai acuan bertingkah laku

terhadap sesamanya, sehingga dapat diterima di masyarakat” (Susanto, 2014:

45). Keterampilan sosial juga berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh

hubungan yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain, misalnya melakukan

penyelamatan lingkungan, membantu orang lain, kerja sama, mengambil

keputusan, berkomunikasi, dan partisipasi.

Pentingnya mata pelajaran IPS di sekolah dasar telah menjadi urgensi

pembelajaran itu sendiri. Melihat fakta yang ada di kelas, masih banyak yang

terjebak dalam pembelajaran yang bersifat konvensional, entah itu menekankan

pada ingatan dan penghafalan, pembelajaran yang hanya di lakukan satu arah,

dan lain sebagainya.

Berdasarkan pengamatan di SDN-SN ......... 7 Banjarmasin kelas VB,

siswa belum bisa memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan masyarakat

dan lingkungannya dikarenakan pembelajaran hanya dilaksanakan satu arah,

tidak ada umpan balik selama proses pembelajaran berlangsung, dan hanya

beberapa siswa saja yang berperan aktif selama pembelajaran berlangsung.

Selama proses pembelajaran juga siswa cendrung pasif menerima

pelajaran, siswa tidak diajak berpikir logis dan kritis. Pembelajaran juga kurang

menarik bagi siswa, sehingga tidak memunculkan rasa keingintahuannya akan

pelajaran tersebut dan hal itu membuat siswa tidak menemukan dan

6
membangun sendiri pengetahuan yang diterimanya, akibatnya

pembelajaranpun menjadi tidak bermakna.

Selama pembelajaran pun tidak ditanamkannya komitmen dan

kesadaran terhadap nilai-nilai sosial, yang menjadikan siswa hanya menerima

pelajaran apa adanya. Kesan terhadap pembelajaranpun belum tercipta dan

belum adanya penanaman karakter dari pembelajaran yang diajarkan.

Dalam pembelajaran, siswa cendrung menunjukkan egonya masing-

masing, sehingga komunikasi dan interaksi serta kerja sama kurang terjalin.

Meskipun dengan ego yang tinggi, terlihat kompetisi satu sama lain untuk

membuktikan siapa yang lebih baik., namun masih belum diarahkan dengan

baik.

Berdasarkan hal di atas, siswa yang seharusnya memiliki rasa ingin tahu

yang dimulai dari menggali informasi melalui bertanya sedetail mungkin

mengenai berbagai permasalahan yang disajikan, berinteraksi dan saling

bertukar informasi dengan teman sejawat, sehingga bisa menemukan

pemecahan dari masalah yang disajikan, tidak terlaksana sepenuhnya dengan

baik. Tingkat rasa ingin tahu akan sesuatu pada diri siswa masih rendah meski

ada beberapa siswa yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Selain itu,

kurangnya kerja sama dan interaksi antarsesama, sehingga permasalahan yang

disajikan menjadi sulit untuk diatasi, dan semua ini dikarenakan pembelajaran

yang dilaksanakan masih bersifat konvensional.

Berdasarkan wawancara dengan guru kelas dan hasil observasi pada

bulan November 2015 di kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin, aktifitas

7
siswa di dalam kelas memang telah menerapkan pendekatan scientific, namun

pembelajaran tidak diselingi dengan pemakaian model pembelajaran yang dapat

meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, hal ini berdampak

pada jumlah siswa yang aktif hanya sekitar 28% dari jumlah siswa yang ada di

dalam kelas, sedangkan sisanya belum menunjukkan partisipasi yang

mendalam. Menurut penjelasan guru sekaligus wali kelas VB SDN-SN ......... 7

Banjarmasin, ibu Fitri Noormawati, S.Pd., sebagian siswa yang aktif tersebut

memang mempunyai antusias yang tinggi terhadap proses pembelajaran,

mereka mempunyai inisiatif sendiri dalam menentukan solusi dalam setiap

permasalahan yang ada di dalam kegiatan pembelajaran. Namun menurut

penuturan beliau, guru masih merasa belum mahir dan menguasai dalam

penerapan Kurikulum 2013 karena kurikulum ini baru-baru saja diterapkan di

sekolah tersebut, sehingga perkembangan potensi siswa yang telah memiliki

kemampuan lebih dan kreatif dalam memecahkan masalah belum mendapat

banyak perhatian.

Hal ini didukung dengan perolehan hasil belajar siswa pada muatan IPS,

yang menunjukkan bahwa sekitar 65% siswa belum menguasai konsep secara

mendalam. Hal ini terlihat dari hasil ulangan tiap subtema yang di dalamnya

ada memuat soal-soal yang berhubungan dengan konsep IPS.

Sementara itu, hasil belajar secara keseluruhan yang diteliti melalui

perolehan nilai ulangan tema 7 pada tahun ajaran 2014/2015, hasil belajar siswa

di kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin masih tergolong kurang memuaskan,

yaitu nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah 60 dan diperoleh presentasi

8
sebesar 77,41% yang tidak memenuhi nilai Kriteria Ketuntasan Minimal

(KKM) pada tiap tema yang seharusnya KKMnya adalah 75 dan hanya 22.59%

siswa yang tuntas sebelum diadakan remedial.

Dari hasil analisis yang dilakukan, pembelajaran yang dilaksanakan di

dalam kelas hanya bersifat satu arah, sehingga siswa kesulitan memahami

konsep-konsep sosial yang diberikan. Jika konsep-konsep sosial yang berkaitan

dengan masyarkat dan lingkungan sekitar tidak tertanam dalam diri siswa,

misalnya berinteraksi dengan masyarakat, saling membantu jika ada kesulitan,

tentunya hal ini akan mengakibatkan rendahnya partisipasi siswa dalam

kehidupan bermasyarakat dan siswapun akan menganggap tidak perlunya

bersosialisasi dalam masyarakat, serta menutup diri dari dunia luar.

Pembelajaran juga hanya bersifat hafalan dan siswa cendrung pasif.

Siswa hanya diberikan materi lalu dibiarkan begitu saja. Siswa belum diajak

untuk berpikir logis dan kritis selama pembelajaran. Siswa yang tidak terlatih

sejak dini untuk berpikir secara logis dan kritis akan mengalami kesulitan dalam

memecahkan masalah yang dihadapinya. Siswa yang cendrung pasif dalam

kehidupannya juga hanya akan menerima dan tidak mau mencari sendiri akan

sesuatu hal. Hal ini tentu berdampak buruk jika tidak dilatih secara

berkesinambungan.

Kurangnya partisipasi siswa selama pembelajaran, membuat siswa

menerima pelajaran apa adanya. Tidak ada proses konstruksi ilmu yang

menjadikan ilmu lebih bermakna, sehingga nilai-nilai sosial yang terkandung

dalam pembelajaran belum dapat ditangkap oleh siswa. Nilai-nilai sosial

9
kemanusiaan yang tidak ditanamkan sejak dini juga akan berdampak untuk

kehidupannya di masyarakat. Siswa akan menjadi tidak mengerti nilai-nilai

sosial dan bahkan akan dikesampingkannya selama hidup bermasyarakat. Yang

mana hal ini akan berdampak pada tingkah laku anak dan cara pandangnya di

dalam kehidupan bermasyarakat.

Selama pembelajaran berlangsung, tidak terlihat adanya arahan untuk

mengerjakan tugas secara berkelompok, yang mana hal ini akan meningkatkan

ego siswa masing-masing, sehingga kurang tertanam hasrat untuk bekerja sama

satu sama lain. Dalam kehidupan bermasyarakat juga sangat penting untuk

berkomunikasi dan bekerja sama, namun jika ini tidak dilatih dan ditanamkan

di diri anak, akan membuat anak menjadi sulit berbicara atau bergaul dengan

masyarakat dan memiliki ego yang tinggi untuk tidak bekerja sama dengan

orang lain.

Kondisi demikian apabila diteruskan akan berdampak buruk terhadap

kualitas pembelajaran di kelas, khususnya kelas VB, SDN-SN ......... 7

Banjarmasin. Proses pembelajaran akan terhambat dan hasilnya akan menjadi

kurang maksimal dan juga akan berdampak pada prestasi belajar siswa yang

kian menurun. Hal ini juga berdampak kepada siswa ke depannya yang belum

memahami sepenuhnya konsep-konsep pembelajaran IPS di tingkat sekolah

dasar, akan mengalami kesulitan lagi nantinya dalam memahami konsep-

konsep yang lebih rumit.

Mengingat dalam setiap situasi selalu ada jalan keluar berupa solusi

yang bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang sedang kita hadapi seperti di

10
atas. Caranya adalah menggunakan metode, model, dan strategi pembelajaran

yang dapat memacu siswa lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung

yang dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar dan berkomunikasi

antarsiswa, serta memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada siswa untuk

mengembangkan kreatifitas dan berpikir kritis dalam memecahkan masalah.

Dari berbagai macam model pembelajaran yang tersedian, peneliti

menggunakan model utama, yaitu model pembelajaran berbasis masalah atau

Problem Based Learning (PBL), yang mana model ini mengajak siswa

menemukan masalah dari materi yang sedang dipelajarinya dan menemukan

sendiri solusi untuk masalah tersebut. Model pembelajaran PBL ini melatih

siswa untuk berpikir kritis dan logis, karena dalam setiap pemecahan masalah

yang mereka hadapi, siswa harus mengamati, meneliti, menggali informasi

lebih dalam, mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, dan mengujinya,

serta menarik kesimpulan atas apa yang telah ditemukannya. Dengan begitu,

terjadinya konstruksi ilmu pengetahuan dalam diri anak, yang mana anak

membangun sendiri pengetahuan yang didapatnya, sehingga pembelajaran

menjadi lebih bermakna.

Selain menggunakan model pembelajaran PBL, peneliti juga

mengkombinasikan model tersebut dengan model pembelajaran Team Games

Tournament (TGT) dan Time Token. Tujuan dari pengkombinasian model

pembelajaran ini adalah sebagai upaya peneliti dalam mengatasi permasalahan

yang telah dipaparkan sebelumnya. Model pembelajaran TGT merupakan

model pembelajaran yang mengajak siswa secara aktif berkelompok dan

11
berkompetisi. Model ini melatih kerjasama siswa melalui permainan dan

tournament, yang mana selain menyenangkan juga lebih meningkatkan

keaktifan siswa.

Di samping itu, model pembelajaran Time Token dipilih peneliti karena

model ini dapat mengatasi siswa yang malu dan tidak mau mengemukakan

pendapatnya. Salah satu dari keterampilan sosial yang ingin diterapkan peneliti,

yaitu komunikasi. Selama observasi di kelas juga menunjukkan bahwa masih

banyak siswa yang malu-malu dalam menyampaikan pendapatnya, hanya

beberapa siswa saja yang aktif menyampaikan pendapat. Maka dari itu, model

pembelajaran Time Token ini mengajak seluruh siswa untuk mengemukakan

pendapatnya dengan batasan waktu yang diberikan, sehingga semua pendapat

siswa dapat didengar dan menjadi pertimbangan dalam proses pembelajaran

yang sedang berlangsung.

Oleh karena itu, peneliti mengkombinasikan ketiga model di atas dalam

upaya mengatasi masalah pembelajaran yang ada di kelas VB, SDN-SN .........

7 Banjarmasin tersebut. Dengan demikian, peneliti mencoba memecahkan

permasalahan tersebut melalui penelitian tindakan kelas dengan judul: “Upaya

Meningkatkan Hasil Belajar pada Tema Lingkungan Sahabat Kita dengan

Muatan IPS melalui Kombinasi Model Pembelajaran Problem Based

Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada

Siswa Kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin”.

B. Rumusan Masalah

12
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini dapat

dirumuskan dengan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana aktivitas guru dalam pembelajaran pada tema Lingkungan

Sahabat Kita dengan Muatan IPS melalui Kombinasi Model Pembelajaran

Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan

Time Token pada siswa kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin?

2. Bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran tema Lingkungan Sahabat

Kita dengan Muatan IPS melalui Kombinasi Model Pembelajaran Problem

Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token

pada siswa kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin?

3. Apakah terdapat peningkatan hasil belajar dalam tema Lingkungan Sahabat

Kita dengan Muatan IPS melalui Kombinasi Model Pembelajaran Problem

Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token

pada siswa kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin?

C. Rencana Pemecahan Masalah

Masalah yang ditemukan di lapangan berkaitan dengan pembelajaran di

kelas yang bersifat konvensional dalam artian siswa hanya menghafal dan

mengingat materi yang disampaikan, sehingga membuat siswa kesulitan dalam

memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan masyarakat dan

lingkungannya. Pembelajaran yang hanya bersifat satu arah yang menjadikan

pembelajaran jadi kurang bermakna. Tingkat partisipasi siswa juga kurang

tinggi, sebagian besar hanya bersifat pasif, walaupun ada beberapa siswa yang

13
aktif. Hal ini menyebabkan siswa kurang diajak untuk berpikir logis dan kritis.

Selama pembelajaran juga belum terlihat siswa diarahkan untuk bekerja secara

kelompok yang menyebabkan siswa mengikuti egonya masing-masing.

Sesuai dengan permasalahan dalam latar belakang dan rumusan masalah

yang telah dinyatakan, maka pemecahan masalah dalam penelitian ini akan

dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah atau

Problem Based Learning (PBL). Model ini dipilih karena pembelajaran

berbasis masalah berdasarkan tujuan mata pelajaran IPS yang bertujuan untuk

mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang

terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala

ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang sehari-

hari baik yang terjadi pada dirinya maupun masyarakat.

Sehubungan dengan tujuan pembelajaran IPS tersebut, maka mata

pelajaran IPS yang seyogianya berhubungan dengan topik masalah-masalah

sosial dapat disajikan dengan cara yang menarik. Hal ini sesuai dengan

pendapat Susanto (2014: 65) yang menyatakan bahwa

Dengan menggunakan permasalahan riil yang disajikan dengan cara


yang menarik dapat menjadi suatu konteks bagi siswa untuk berpikir
kritis, mampu belajar memecahkan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep esensial, sehingga siswa merasa tertarik dan
melibatkan diri secara aktif dalam proses belajar mengajar.

Sejalan dengan pernyataan di atas, menurut Woods dalam Amir (2015:

13) yang menyatakan bahwa “PBL lebih dari sekedar lingkungan yang efektif

untuk mempelajari sesuatu. Ia dapat membantu pemelajar membangun

14
kecakapan sepanjang hidupnya dalam memecahkan masalah, kerja sama tim,

dan berkomunikasi”.

Adapun langkah-langkah model pembelajaran PBL ini menurut

Suriansyah dkk (2014: 173-174), yaitu 1) menyadari masalah; 2) merumuskan

masalah; 3) merumuskan hipotesis; 4) mengumpulkan data; 5) menguji

hipotesis; dan 6) menentukan pilihan penyelesaian.

Selain itu, peneliti juga berupaya untuk memberikan solusi terbaik

dengan mengombinasikan model pembelajaran PBL dengan model

pembelajaran Team, Games, Tournament (TGT) dan Time Token.

Alasan peneliti menggunakan model pembelajaran TGT ini adalah

untuk memberi kesempatan siswa secara kelompok untuk berkompetisi

antarkelompok dengan cara yang menyenangkan dalam menguji pengetahuan

yang didapatkannya selama proses pemecahan masalah yang disajikan

sebelumnya. TGT ini juga dipilih karena mengandung unsur permainan yang

mana akan meningkatkan aktfivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.

Adapun langkah-langkah model pembelajaran TGT ini adalah sebagai

berikut, 1) penyajian kelas atau presentasi guru, guru menyampaikan materi

dalam penyajian kelas; 2) kelompok belajar (team), kelompok dibentuk terdiri

dari 5 – 6 siswa; 3) permainan (games); 4) kompetisi (tournament); dan 5)

penghargaan kelompok (team recognize) (Trianto, 2015: 132).

Model pembelajaran Time Token juga menjadi model yang

dikombinasikan dengan model PBL. Hal ini dikarenakan agar partisipasi siswa

selama pembelajaran dan khususnya mengemukakan pendapat dapat terlaksana

15
secara merata, sehingga tidak ada siswa yang aktif sekali atau mendominasi

kelas dan siswa tidak aktif sama sekali.

Langkah-langkah model pembelajaran Time Token adalah sebagai

berikut, 1) guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD; 2) guru mengondisikan

kelas untuk melaksanakan diskusi klasikal; 3) guru memberi tugas kepada

siswa; 4) guru memberikan sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30

detik/kupon pada tiap siswa; 5) guru meminta siswa menyerahkan kupon

terlebih dahulu sebelum berbicara atau memberi komentar; dan 6) guru

memberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan tiap siswa (Shoimin,

2014: 67).

Untuk langkah-langkah kombinasi model pembelajaran Problem Based

Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token adalah

sebagai berikut:

1. Guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan

dipelajari, kemudian meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut

dengan seksama. (Mengamati dan Menyadari Masalah dalam model

pembelajaran PBL)

2. Orientasi, membina iklim pembelajaran yang responsif dengan meminta

siswa untuk melontarkan pertanyaan dari gambar yang diamati, kegiatan ini

merupakan tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi pelajaran.

(Menanya – Orientasi dalam model pembelajaran PBL)

3. Membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 5 – 6 orang.

(Team dalam model pembelajaran TGT)

16
4. Merumuskan masalah, membawa siswa pada suatu persoalan yang

mengandung teka-teki. (Langkah Merumuskan Masalah – model

pembelajaran PBL)

5. Merumuskan hipotesis, mengajak siswa merumuskan jawaban sementara

dari permasalahan yang dikaji. Siswa juga diberikan kupon berbicara yang

akan digunakan dalam menyampaikan hipotesisnya. (Langkah

Merumuskan Hipotesis – model pembelajaran PBL dan membagikan

kupon berbicara - model pembelajaran Time Token)

6. Mengumpulkan data, melakukan aktivitas menjaring data yang relevan

berdasarkan lembar kerja kelompok yang tersedia. (Langkah

Pengumpulan Data – model pembelajaran PBL)

7. Menguji hipotesis, siswa menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk

melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji, serta dituangkan ke

dalam lembar kerja kelompok. (Menalar dan langkah Menguji Hipotesis

– model pembelajaran PBL)

8. Merumuskan kesimpulan dan presentasi, mendeskripsikan solusi yang

diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis dan mempresentasikannya di

depan kelas. Namun, hanya beberapa siswa yang masing mempunyai kupon

yang harus mempresentasikannya. (Mengkomunikasikan – Pendekatan

Scientific dan langkah model pembelajaran Time Token)

9. Mengadakan permainan, permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan.

(Langkah Game – model pembelajaran TGT)

17
10. Kompetisi, dilaksanakan dengan mempertemukan setiap perwakilan

anggota kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama dan akan

diberikan pertanyaa untuk menguji pengetahuan. Setiap perwakilan yang

terlebih dahulu mengangkat tangan, dialah yang berhak menjawab

pertanyaan. (Langkah Tournament – model pembelajaran TGT)

11. Memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi.

(Langkah Team Recognize – model pembelajaran TGT)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui aktivitas guru dalam pembelajaran tema Lingkungan Sahabat

Kita dengan muatan IPS menggunakan kombinasi model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan

Time Token pada siswa kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin.

2. Mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran tema Lingkungan Sahabat

Kita dengan muatan IPS menggunakan kombinasi kombinasi model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament

(TGT), dan Time Token pada siswa kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin.

3. Mengetahui hasil belajar siswa dalam tema Lingkungan Sahabat Kita

dengan muatan IPS menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem

Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token

pada kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin.

18
E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Bagi Guru

Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan pandangan tentang

kebaikan melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student

centered) dan menjadi bahan referensi guru untuk menggunakan model

pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Bagi Kepala Sekolah

Semoga hasil dari penelitian ini menjadi materi dalam memberikan

pelatihan kepada guru-guru dalam melakukan pengembangan profesi

berkaitan dengan peningkatan kemampuan merancang proses pembelajaran

yang inovatif.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan sarana belajar bagi peneliti untuk menjadi

calon pengajar yang profesional di masa depan.

4. Bagi Peneliti Lain

Semoga penelitian ini menjadi referensi yang dapat membantu

peneliti lain dalam melaksanakan penelitiannya.

19
20
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar

Menurut Djamarah dalam Suriansyah dkk (2014: 40) menyatakan

bahwa, “usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang

berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira sebelas atau dua belas

tahun”.

Karakteristik anak usia sekolah dasar masih tergolong anak usia

dini, terutama di kelas awal. Pada masa ini merupakan masa yang sangat

penting bagi anak. Anak perlu mendapat dorongan agar dapat berkembang

secara optimal (Susanto, 2015: 70).

Masa sekolah dasar menurut Suryosubroto (Suriansyah dkk, 2014:

41-42) dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu:

a. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar (6 tahun sampai umur 10


tahun).
Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah
sebagai berikut: 1) adanya korelasi positif yang tinggi antara
keadaan jasmani dengan prestasi sekolah; 2) sikap tunduk kepada
peraturan-peraturan permainan yang tradisional; 3) adanya
kecendrungan memuji diri sendiri, suka membanding-bandingkan
dirinya dengan anak lain, kalau hal ini dirasa menguntungkan, dalam
hal ini ada kecendrungan untuk meremehkan anak lain; 4) kalau
tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggapnya
tidak penting; 5) pada masa ini (terutama pada umur 6-8 tahun), anak
menghendaki nilai atau Rapor yang baik, tanpa mengingat apakah
prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
b. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira umur 9 tahun
sampai kira-kira umur 13 tahun.
Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah sebagai berikut:
1) adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang
konkrit, hal ini menimbulkan adanya kecendrungan untuk
membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis; 2) amat realistis,

21
ingin tahu, ingin belajar; 3) menjelang akhir masa ini telah ada minat
kepada hal-hal dan mata pelajaran-mata pelajaran khusus; 4) sampai
kira-kira 11 tahun, anak membutuhkan seorang guru atau orang-
orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi
keinginannya, setelah kira-kira umur 11 tahun pada umumnya anak
menghadapi tugas-tugasnya dengan bebeas dan berusaha
menyelesaikannya sendiri; 5) pada masa ini anak memandang nilai
(angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai
prestasi sekolah; dan 6) anak-anak pada masa ini gemar membentuk
kelompok sebagai sarana untuk dapat bermain bersama-sama.

Menurut Piaget (Djamarah, 2008: 9), “karakteristik belajar anak-

anak tingkat SD mempunyai kecendrungan sebagai berikut: beranjak dari

hal-hal yang konkrit, memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu

kebutuhan, terpadu, dan melalui proses manipulasi”.

Berdasarkan uraian di atas, siswa sekolah dasar berada pada tahap

operasional konkrit yang masih tergantung pada objek-objek sebenarnya,

memiliki rasa ingin tahu yang besar, dan senang bermain berkelompok.

Karakteristik peserta didik adalah totalitas kemampuan dan perilaku

yang ada pada pribadi mereka sebagai hasil dari interaksi antara pembawaan

dengan lingkungan sosialnya, sehingga menentukan pola aktivitasnya

dalam mewujudkan harapan dan meraih cita-citanya. Karena itu, upaya

memahami perkembangan peserta didik harus dikaitkan atau disesuaikan

dengan karakteristik siswa itu sendiri. Ada empat hal dominan dari

karateristik siswa menurut Danim (2010: 4), yaitu (1) kemampuan dasar,

misalnya kemampuan kognitif atau intelektual, afektif, dan psikomotor; (2)

Latarbelakang kultural lokal, status sosial, status ekonomi, agama, dan

sebagainya; (3) Perbedaan-perbedaan kepribadian, seperti sikap, perasaan,

22
minat, dan lain-lain; dan (4) cita-cita, pandangan ke depan, keyakinan diri,

daya tahan, dan lain-lain.

Dari karakteristik anak sekolah dasar inilah kita dapat

mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan

dan kebutuhan siswa, sehingga dapat menyajikan pembelajaran yang efektif

dan efisien agar tercapainya hasil belajar yang optimal.

2. Hakikat Belajar dan Pembelajaran

a. Konsep Belajar

Ada banyak pendapat para ahli mengenai definisi belajar, di

antaranya ada menurut R. Gagne (Susanto, 2015: 1) yang menyatakan

bahwa, “belajar dapat didefinisi kan sebagai suatu proses di mana suatu

organism berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”.

Adapun menurut Burton yang menyatakan bahwa, “belajar dapat

diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat

adanya interaksi antara individu dengan individu lain dan individu

dengan lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan

lingkungannya” (Susanto, 2015: 3).

Hilgard (1962) juga menyatakan bahwa, “belajar adalah suatu

perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungan …. Belajar juga

merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang

melalui latihan, pembiasaan, pengalaman, dan sebagainya” (Susanto,

2015: 3).

23
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses

perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan

lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan

tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku (Slameto, 2010: 2).

Sementara menurut Hamalik (2003) menjelaskan bahwa “belajar adalah

memodifikasi atau memperteguh perilaku seseorang pengalaman” (Susanto,

2015: 3-4).

Sejalan dengan pendapat sebelumnya, James O. Whittaker

mengemukakan belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau

diubah melalui latiahn atau pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang

dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam

interaksi dengan lingkungannya (Aunurrahman, 2012: 35)

Menurut W.S. Winkel (2002) menyatakan bahwa, “belajar adalah suatu

aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang

dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam

pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat relative

konstan dan berbekas” (Susanto, 2015: 4).

Menurut Jackson (1991), “belajar merupakan proses membangun

pengetahuan melalui transformasi pengalaman, … . Proses belajar itu sendiri

bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar tersebut terjadi dalam

diri individu sesuai dengan perkembangan dan lingkungannya” (Rusman, 2014:

252).

24
Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

belajar adalah suatu aktivitas yang dilakuakan seseorang dengan sengaja dalam

keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan

baru, sehingga memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri

seseorang yang relative baik dalam berpikir, merasa, maupun bertindak.

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana

terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa.

Berdasarkan teori belajar ini, diharapkan suatu proses belajar akan dapat lebih

meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar.

Berdasarkan teori belajar di atas juga, berkaitan dengan belajar

bermakna (meaningfull learning). Menurut Rusman (2014: 252), “belajar

bermakna pada dasarnya merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru

pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang”.

Rusman (2014: 252-253) juga menyatakan, “Proses belajar tidak sekedar

menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belakang (root learning), namun

berusaha menghubungkan konsep-konsep tersebut untuk menghasilkan

pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara

baik dan tidak mudah dilupakan”.

Dengan demikian, agar terjadi pembelajaran bermakna, maka guru

harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah

dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep

tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Bila tidak dilakukan

usaha untuk memadukan pengetahuan baru dengan konsep-konsep relevan yang

25
sudah dimiliki siswa, maka pengetahuan baru tersebut cendrung akan dipelajari

secara hafalan.

Maka dari itu, belajar akan lebih bermaknsa jika anak mengalami apa

yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi

target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka

pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam

kehidupan jangka panjang.

b. Konsep Pembelajaran

Kata pembelajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas, yaitu

belajar dan mengajar. Dengan kata lain, menurut Susanto (2015: 18-19),

“pembelajaran adalah penyederhanaan dari kata belajar dan mengajar (BM),

proses belajar mengajar (PBM), atau kegiatan belajar mengajar (KBM)”.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional tertulis bahwa, “pembelajaran adalah proses interaksi

peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan

belajar”.

Pembelajaran biasanya diidentikkan dengan kata “mengajar” yang

berasal dari kata dasar “ajar”, yang berarti petunjuk yang diberikan kepada

orang supaya diketahui. Dilihat dari aspek kegunaannya, pengertian mengajar

dapat dipandang dari dua aspek, yaitu mengajar secara tradisional dan modern.

Pertama, mengajar secara tradisional adalah menyampaikan kepada siswa atau

murid di sekolah (Susanto, 2015: 19-20).

26
Sejalan dengan pendapat di atas, Slameto (2003) juga menyatakan

bahwa, “mengajar adalah penyerahan kebudayaan kepada anak didik yang

berupa pengalaman dan kecakapan atau usaha untuk mewariskan kebudayaan

masyarakat kepada generasi berikutnya” (Susanto, 2015: 20). Dengan kata lain,

aktivitas sepenuhnya ada di guru, siswa hanya mendengarkan apa yang

disampaikan oleh guru.

Kedua, pengertian mengajar dalam konteks dunia modern sekarang ini,

mengajar diartikan sebagai usaha mengorganisasi lingkungan sehingga

menciptakan kondisi belajar bagi siswa (Susanto, 2015: 20). Hal ini sejalan

dengan pendapat Howard (2003) yang menyatakan bahwa, “mengajar adalah

suatu aktivitas membimbing atau menolong seseorang untuk mendapatkan,

mengubah, atau mengembangkan keterampilan, sikap (attitude), cita-cita

(ideals), pengetahuan (knowledge), dan penghargaan (appreciation)” (Susanto,

2015: 20).

Dengan mengacu kepada konsep mengajar secara modern ini, maka

dapat dimengerti bahwa mengajar merupakan suatu perbuatan yang

memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Di mana guru harus

mampu menciptakan kondisi belajar yang baik, menarik, dan bermakna.

Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa orientasi mengajar dalam konteks

belajar mengajar (pembelajaran) diarahkan untuk pengembangan aktivitas

siswa dalam belajar.

27
c. Konsep Aktivitas Guru

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen tertulis bahwa, “guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.

Sejalan dengan pendapat di atas, Suriansyah dkk (2014: 4) menyatakan

bahwa, “guru merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam

implementasi suatu strategi pembelajaran di kelas”. Seperti yang telah

dikemukan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen, disebutkan bahwa guru merupakan pendidik profesional. Robert F.

McNergney (dari University of Virginia) dan Carol A. Carrier (dari University

of Minnesota) menyatakan bahwa, “ada dua tugas dan perilaku guru yang

merupakan refleksi profesional dalam tugas: (1) mempunyai komitemen yang

tinggi terhadap siswa, dan (2) mempunyai komitmen yang tinggi terhadap

profesi itu sendiri (Suriansyah dkk, 2014: 5).

Guru yang profesional juga memiliki kemampuan-kemampuan tertentu.

Kemampuan-kemampuan itu diperlukan dalam membantu siswa dalam belajar.

Susanto (2015: 18) menyatakan bahwa, “guru yang profesional adalah guru

yang memiliki kompeten dalam bidangnya dan menguasai dengan baik bahan

yang akan diajarkan serta mampu memilih metode belajar mengajar yang tepat,

sehingga pendekatan itu bisa berjalan dengan semestinya”.

28
Sejalan dengan guru yang profesional seperti yang diuraikan di atas,

Indra Jati Sidi (2001) mengungkapkan bahwa, “guru masa depan tidak hanya

tampil sebagai pengajar (teacher) seperti fungsinya selama ini yang menonjol,

melainkan juga sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor), dan manajer

belajar (learning manager)” (Suriansyah dkk, 2014: 6).

Suriansyah dkk (2014: 7) menyatakan bahwa,

Sebagai pelatih, guru mendorong peserta didik untuk bekerja keras dan
mencapai prestasi yang setinggi-tingginya, membantu menghargai nilai
belajar dan pengetahuan. Sebagai konselor, guru berperan sebagai
sahabat siswa, menjadi teladan dalam pribadi yang mengandung rasa
hormat dan keakraban dari siswa. Sebagai manajer belajar, guru
membimbing peserta didik untuk selalu belajar, mengambil prakarsa
dan mengeluarkan ide-ide yang baik yang dimilikinya.

Dengan demikian, di zaman yang semakin maju ini, peran guru tidak

hanya sebatas menyampaikan materi di sekolah, namun benar-benar dalam

membimbing, membina, dan mengajarkan siswa membangun pengetahuan

yang diterimanya dengan sebaik-baiknya agar dapat membentuk karakter dan

mengembangkan potensi yang dimiliki anak secara optimal.

d. Konsep Aktivitas Siswa

Siswa sebagai peserta didik adalah sebagai subjek didik, bukan objek

yang siap diisi dengan ilmu pengetahuan dari otak guru (Suriansyah dkk, 2014:

7). Dalam kehidupannya sebagai subjek didik, anak memiliki kekuasaan atas

dirinya sendiri yang merasa ingin diakui keberadaannya. Hal ini sejalan dengan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

yang tertulis bahwa, “peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha

29
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada

jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu”.

Sejalan dengan kutipan di atas, bahwa melalui proses pembelajaranlah

siswa diharapkan mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya, Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pasal 19 (ayat 1) yang berbunyi, “proses

pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,

inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk

berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,

kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan

fisik dan fisiologi peserta didik”.

Upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa merupakan tantangan yang

selalu dihadapi oleh setiap orang yang berkecimpung dalam profesi keguruan

dan pendidikan. Proses pembelajaran dikatakan berlangsung, apabila ada

aktvitas siswa di dalamnya. Dave Meier mengemukakan bahwa “belajar harus

dilakukan dengan aktvitas, yaitu menggerakkan fisik ketika belajar dan

memanfaatkan indera siswa sebanyak mungkin dan membuat seluruh

tubuh/pikiran terlibat dalam proses belajar” (Rusman, 2014: 389).

Sejalan dengan pendapat di atas, Kunandar (2010: 277) menyatakan

“aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran,

perhatian dan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang

keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan

tersebut”.

30
Dipandang dari sisi proses belajar, pembelajaran berbasis aktivitas siswa

menekankan pada aktivitas siswa yang optimal, seimbang antara aktivitas fisik,

mental, emosional, dan intelektual. Dipandang dari hasil belajar, pembelajaran

berbasis aktivitas siswa menghendaki hasil belajar yang seimbang dan terpadu

antara kemampuan intelektual (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan

(psikomotorik) (Djamarah, 2014: 255).

Dengan demikian, siswa berhak mendapatkan pembelajaran yang dapat

mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Melalui aktivitas

pembelajaran di kelaslah, siswa dapat mencurahkan segala kreativitas dan

belajar mandiri, untuk bekal di masa yang akan datang.

e. Hakikat Hasil Belajar

Secara sederhana, Susanto (2015: 5) menyatakan bahwa, “yang

dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak

setelah melalui kegiatan belajar”.

Nawawi dalam Susanto (2015: 5) menyatakan bahwa, “hasil belajar

dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi

pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes

mengenal sejumlah pelajaran tertentu”. Berdasarkan tujuan belajar yang

ditetapkan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran ataupun kegiatan

instruksional inilah yang menjadi acuan siswa berhasil atau tidaknya dalam

belajar.

Skor juga bukan menjadi patokan mutlak siswa berhasil dalam belajar

atau penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga sikap dan keterampilan. Seperti

31
yang dinyatakan oleh Susanto (2015: 5), “berdasarkan konsep belajar, dapat

dipahami tentang makna hasil belajar, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi

pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor

sebagai hasil dari kegiatan belajar”.

Untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran tercapai atau tidak,

makan dilakukanlah evaluasi. Evaluasi adalah kegiatan mengidentifikasi untuk

melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau

belum, berharga atau tida, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi

pelaksanaannya (Poerwanti, 2009: 19).

Selain itu, dengan dilakukannya evaluasi ini dapat dijadikan feedback

atau tindak lanjut, atau bahkan cara mengukur tingkat penguasaan siswa.

Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingat penguasaan ilmu

pengetahuan, tetapi juga dari keterampilan. Dengan demikian, penilaian hasil

belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah, baik itu

menyangkut pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang berkaitan dengan mata

pelajaran yang diberikan kepada siswa (Susanto, 2015: 5).

Jadi, hasil belajar adalah suatu penilaian akhir terhadap kemampuan

siswa dari proses dan pengenalan yang berulang-berulang, baik dari segi

kognitif, afektif, dan psikomotor, serta akan tersimpan dalam jangka waktu

lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya, karena hasil belajar tutr

serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang

lebih baik lagi, sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan

perilaku kerja yang lebih baik.

32
3. Konsep Kurikulum 2013

Menurut Kurinasih & Berlin (2014: 1), “istilah kurikulum bukanlah

asli bahasa Indonesia …. Istilah kurikulum itu sendiri diambil dari bahasa

Yunani, yaitu curriculum, yang pada zaman Yunani dulu istilah ini dipakai

untuk dunia olahraga, yaitu berupa jarak yang harus ditempuh oleh seorang

pelari, dari start-finish”. Istilah ini kemudian mengalami perkembangan dan

meluas merambah ke dunia pendidikan.

Di Indonesia, pengertian kurikulum terdapat dalam Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 butir 19,

yaitu “kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,

isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggara kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

tertentu”.

Kurikulum itu bersifat dinamis, kurikulum tidak harus terus beradaptasi

dengan berbagai perubahan dan perkembangan yang ada. Kurikulum tidak

dapat bersifat stagnan karena kurikulum itu sendiri terkait erat dengan

perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Sejalan dengan yang dikemukakan Kurinasih & Berlin (2014: 3), yaitu

“kurikulum akan terus menerus mengalami perubahan agar suatu kurikulum

mampu menjawab tantangan zaman yang terus berubah tanpa dapat dicegah,

dan untuk mempersiapkan peserta didik yang mampu bersaing di masa depan

dengan segala kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi”.

33
Indonesia sudah beberapa kali berganti kurikulum. Kurikulum yang

sekarang sedang dicanangkan adalah Kurikulum 2013. Berdasarkan paparan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Ir. Muhammad Nuh, menegaskan

bahwa, “kurikulum 2013 lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran

kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan” (Kurinasih &

Berlin, 2014: 7).

Kurinasih & Berlin (2014: 7) juga menyatakan bahwa,

Ciri kurikulum 2013 yang paling mendasar ialah menuntut kemampuan


guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan sebanyak-
banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari
informasi dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi.
Sedangkan untuk siswa lebih didorong untuk memiliki tanggung jawab
kepada lingkungan, kemampuan interpersonal, antarpersonal, maupun
memiliki kemampuan berpikir kritis. Tujuannya adalah terbentuk
generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif”.

Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan scientific atau

ilmiah dalam pembelajaran. Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang

Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang

perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan

scientific atau ilmiah. Upaya penerapan pendekatan scientific atau ilmiah dalam

proses pembelajaran ini menjadi ciri khas dari keberadaan Kurikulum 2013.

Pendekatan scientific dimaksudkan untuk memberikan pemahaman

kepada peserta didik dalam mengenal dan memahami berbagai materi

menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja,

kapan saja, tidak tergantung pada informasi dari guru saja.

Menurut Kurinasih & Berlin (2014: 30), “penerapan pendekatan

scientific dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti

34
mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan

menyimpulkan”. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, tugas guru

adalah membimbing peserta didik, agar mereka belajar mandiri dan

membangun pengetahuannya sendiri.

Ada beberapa karakteristik pembelajaran dengan metode scientific

menurut Kurinasih & Berlin (2014: 33), di antaranya sebagai berikut: 1)

berpusat pada siswa; 2) melibatkan keterampilan proses sains dalam

mengkontruksi konsep, hukum, atau prinsip; 3) melibatkan proses-proses

kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya

keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa; dan 4) dapat mengembangkan

karakter siswa.

Kurinasih & Berlin (2014: 33-34) juga menyatakan

Tujuan dari pembelajaran dengan pendekatan scientific, yang di


antaranya adalah: 1) untuk meningkatkan kemampuan intelek,
khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa; 2) untuk
membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah
secara sistematis; 3) terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa
merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan; 4) diperolehnya
hasil belajar yang tinggi; 5) untuk melatih siswa dalam
mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah;
dan 6) untuk mengembangkan karakter siswa.

Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan scientific,

yaitu:

a. Mengamati (Observasi)

35
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses

pembelajaran (meaningfull learning). Dengan metode observasi peserta

didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis

dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.

Kegiatan mengamati menurut Kurinasih & Berlin (2013: 39) menempuh

langkah-langkah seperti berikut ini:

1) Menentukan objek apa saja yang akan diobservasi;


2) Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang
akan diobservasi;
3) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik
primer ataupun sekunder;
4) Menentukan di mana tempat objek yang akan diteliti;
5) Menentukan secara jelas bagaimana observasi dilakuak untuk
mengumpulkan data agar berjalan dengan mudah dan lancer;
6) Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi,
seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video
perekam, dan alat-alat tulis lainnya.

b. Menanya

Guru yang profesional mampu menginspirasi peserta didik untuk

meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan

pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia

membimbing siswa belajar dengan baik. Pertanyaan guru yang baik dan

benar menginspirasi peserta didik untuk memberikan jawaban yang baik

dan benar pula. Guru harus memahami kualitas pertanyaan, sehingga

pertanyaan tersebut tepat sasaran ke ranah kognitif yang akan disentuh.

Kurinasih & Berlin (2013: 44-47) menyatakan kriteria pertanyaan

yang baik, di antaranya: 1) singkat dan jelas; 2) mengispirasi jawaban; 3)

memiliki fokus; 4) bersifat probing atau divergent; 5) bersifat validatif atau

36
penguatan; 6) memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang; 7)

merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif; dan 8) merangsang

potensi interaksi.

c. Mengumpulkan informasi

Kegiatan mengumpulkan informasi merupakan tindak lanjut dari

bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan

informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Dalam

Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, “aktivitas mengumpulkan

informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku

teks, mengamati objek atau kejadian, aktivitas wawancara dengan

narasumber dan sebagainya”.

d. Mengasosiasikan/Mengolah Informasi/Menalar

Pengolahan informasi dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu

informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan

informasi tersebut.

Kurinasih & Berlin (2014: 52) menyatakan bahwa, “aktivitas

pengolahan informasi ini juga diisitilahkan dengan kegiatan menalar, yaitu

proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat

diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan”.

e. Menarik Kesimpulan

Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan pendekatan

scientific merupakan lanjutan dari kegiatan mengolah data atau informasi.

Setelah menemukan keterkaitan antar informasi dan menemukan berbagai

37
pola dari keterkaitan tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu

kesatuan kelompok, atau secara individual membuat kesimpulan dengan

bimbingan guru.

f. Mengkomunikasikan

Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan

kepada peserta didik untuk mengomunikasikan apa yang telah mereka

pelajari. Menurut Kurinasih & Berlin (2014: 53) menyatakan bahwa,

“kegiatan mengomunikasikan dapat dilakuakan dengan menuliskan atau

menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi,

mengasosiasikan dan menemukan pola, serta hasil tersebut disampaikan di

kelas dan nilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik ataupun

kelompok yang bersangkutan”.

Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, “mengomunikasikan

adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil

analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya”.

4. Konsep Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar

a. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial

Menurut Susanto (2014: 6), “Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial dan humaniora,

yaitu sosiologi, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya”. IPS

dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan suatu

pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial di atas.

38
Menurut Zuraik dalam Susanto (2015: 137-138) menyatakan bahwa,

“hakikat IPS adalah harapan untuk mampu membina suatu masyarakat yang

baik di mana para anggotanya benar-benar berkembang sebagai insane

sosial yang rasional dan penuh tanggung jawab, sehingga oleh karenanya

diciptakan nilai-nilai”.

Hakikat IPS di sekolah dasar memberikan pengetahuan dasar dan

keterampilan sebagai media pelatihan bagi siswa sebagai warga negara

sedini mungkin. Pelajaran IPS di SD mengajarkan konsep-konsep esensi

ilmu sosial untuk membentuk subjek didik menjadi warga negara yang baik.

Karena luasnya cakupan ilmu sosial pembinaan harus dilakukan secara

berkesinambungan mulai dari tingkat terendah sampai ke tingkat yang lebih

tinggi. Oleh karena itu, pengajaran tentang kehidupan manusia di

masyarakat harus dimulai dari tingkat sekolah dasar bahkan sebelum SD.

Tekanan yang dipelajari IPS berkenaan dengan gejala dan masalah

kehidupan masyarakat yang nyata. Sejalan dengan Sanusi (1971) dalam

Susanto (2014: 9) yang menyatakan bahwa, “studi sosial (IPS) lebih

menitikberatkan pada masalah-masalah yang dapat dibahas dengan

meninjau berbagai sudut yang ada hubungannya satu sama lain”.

Jarolimek (1977) mengisyaratkan bahwa, “studi sosial lebih bersifat

praktis, yaitu memberikan kemampuan kepada anak didik dalam mengelola

dan memanfaatkan kekuatan-kekuatan fisik dan sosial dalam menciptakan

kehidupan yang serasi juga mempersiapkan anak didik untuk mampu

39
memecahkan masalah sosial dan memiliki keyakinan akan kehidupan masa

mendatang” (Susanto, 2014: 9).

Jadi, pengertian studi sosial adalah bidang pengetahuan dan

penelaahan gejala dan masalah sosial di masyarakat yang ditinjau dari

berbagai aspek kehidupan sosial, dalam usaha mencari jalan keluar dari

masalah-masalah tersebut.

Hakikat IPS pada dasarnya adalah untuk mengembangkan konsep

pemikiran yang berdasarkan realita kondisi sosial yang ada di lingkungan

siswa, sehingga dengan memberikan pendidikan IPS diharapkan dapat

melahirkan warga negara yang baik dan bertanggung jawab terhadap bangsa

dan negaranya.

b. Karakteristik Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar

1) Karateristik Dilihat dari Aspek Tujuan

Menurut Susanto (2014: 10) menyatakan bahwa, “tujuan utama

pembelajaran IPS adalah untuk membentuk dan mengembangkan

pribadi warga negara yang baik (good citizenship)”. Oleh karena itu,

tujuan pendidikan IPS adalah mengembangkan kemampuan peserta

didik dalam menguasai disiplin ilmu-ilmu sosial untuk mencapai tujuan

pendidikan yang lebih tinggi.

Menurut Chapin & Messick (1992) menyatakan bahwa,

Tujuan pembelajaran IPS dapat dikelompokkan ke dalam enam


komponen, yaitu: 1) memberikan pengetahuan tentang

40
pengalaman manusia dalam bermasyarakat pada masa lalu,
sekarang, dan yang akan datang; 2) mengembangkan
keterampilan untuk mencari dan mengolah informasi; 3)
mengembangkan nilai sikap demokrasi dalam bermasyarakat; 4)
menyediakan kesempatan siswa untuk berperan serta dalam
kehidupan sosial; 5) ditujukan pada pembekalan pengetahuan,
pengembangan berpikir dan kemampuan berpikir kritis, melatih
kebebasan keterampilan dan kebiasaan; dan 6) ditujukan kepada
peserta didik untuk mampu memahami hal yang bersifat
konkret, realistis dalam kehidupan sosial (Susanto, 2014: 10).

Sementara Awan Mutakin (2003) menyatakan bahwa, “tujuan

pembelajaran IPS secara keseluruhan membantu setiap individu untuk

meningkatkan aspek ilmu pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai

keterampilan. Di samping juga memenuhi kebutuhan human

relationship, civic responsibility, economic competence, dan thinking

ability” (Susanto, 2014: 10).

Tujuan pendidikan IPS di atas pada intinya diarahkan pada

proses pengembangan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah

sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap

perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi

setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya

sendiri maupun yang menimpa masyarakat.

2) Karakteristik Dilihat dari Aspek Ruang Lingkup Materi

Susanto meninjau dari lingkup materinya (2014: 22), maka

41
Bidang studi IPS memiliki karakteristik sebagai berikut: a)
menggunakan pendekatan lingkungan yang luas; b)
menggunakan pendekatan terpadu antarmata pelajaran yang
sejenis; c) berisi materi konsep, nilai-nilai sosial, kemandirian,
dan kerja sama; d) mampu memotivasi peserta didik untuk aktif,
kreatif, dan inovatif dan sesuai dengan perkembangan anak; e)
mampu meningkatkan keterampilan peserta didik dalam berpikir
dan memperluas cakrawala budaya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kajian bidang studi IPS ini

mencakup lingkungan sosial, ilmu bumi, dan ekonomi pemerintahan.

3) Karakteristik Dilihat dari Aspek Pendekatan Pembelajaran

Bidang studi IPS sejak dulu menggunakan pendekatan integratif.

Susanto (2014: 22) menyatakan, “pendekatan lain dalam bidang studi

IPS cendrung bersifat praktik di masyarakat dan keluarga atau

antarteman di sekolah”.

Susanto (2014: 24) juga menyatakan bahwa, “ dalam praktiknya

sehari-hari, karateristik materi IPS yang bersifat generalisasi ini dapat

terlihat dari bentuk-bentuk perilaku implementasi peserta didik maupun

pendidik dalam menunjukkan perilaku yang memang diambil dari hasil

piker dan belajar berdasarkan kajian-kajian ilmu sosial dalam bidang

studi IPS ini”.

5. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

a. Pengertian dan Konsep Model Pembelajaran PBL

42
Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model

pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada

siswa, melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-

tahap metode ilmiah, sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang

berhubungan dengan masalah tersebut, sekaligus memiliki keterampilan

untuk memecahkan masalah (Ngalimun, 2013: 89).

Duch (1995) menyatakan bahwa, “Problem Based Learning (PBL)

atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah model pengajaran yang

bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta

didik belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta

memperoleh pengetahuan” (Shoimin, 2014: 130).

Finkle & Torp (1995) menyatakan bahwa, “PBM merupakan

pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan

secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan

dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif

sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan

baik” (Shoimin, 2014: 130).

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran PBL

Menurut Shoimin (2014: 131) memamparkan langkah-langkah

model pembelajaran PBL sebagai berikut:

1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang

dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan

masalah yang dipilih.

43
2) Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas

belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik,

tugas, jadwal, dll).

3) Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,

eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah,

pengumpulan data, hipotesis, dan pemecahan masalah.

4) Guru membantu siswa dalam merencanakan serta menyiapkan karya

yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan

temannya.

5) Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap

penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Menurut Amir (2015: 24-25) umumnya ada tujuh langkah proses

pembelajaran PBL, yaitu:

1) Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas;

2) Merumuskan masalah;

3) Menganalisis masalah;

4) Menata gagasan Anda dan secara sistematis menganalisisnya dengan

dalam;

5) Memformulasikan tujuan pembelajaran;

6) Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar diskusi

kelompok); dan

7) Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan

membuat laporan untuk dosen/kelas.

44
c. Kelebihan Model Pembelajaran PBL

Menurut Shoimin (2014: 132) ada beberapa kelebihan model

pembelajaran PBL, di antaranya:

1) Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah

dalam situasi nyata.

2) Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri

melalui aktivitas belajar.

3) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada

hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi

beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi.

4) Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok.

5) Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari

perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi.

6) Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri.

7) Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam

kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka.

8) Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja

kelompok dalam bentuk peer teaching.

d. Kekurangan Model Pembelajaran PBL

Terdapat beberapa kekurangan dari model pembelajaran PBL, yaitu:

1) PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian

guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk

45
pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya

dengan pemecahan masalah.

2) Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi

akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas (Shoimin, 2014: 132).

6. Model Pembelajaran Team, Games, Tournament (TGT)

a. Pengertian dan Konsep Model Pembelajaran TGT

TGT merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh

David de Vries & Keath Edward (1995). Pada model ini siswa

memainkan permainan dengan anggota tim lain untuk memperoleh

tambahan poin untuk skor tim mereka (Trianto, 2015: 131).

Shoimin (2014: 203-205) menyatakan bahwa,

Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau


model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan,
melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan
status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan reinforcement.

Dalam TGT siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil


yang terdiri dari 3-5 siswa yang heterogen, baik dalam prestasi
akademik, jenis kelamin, ras, maupun etnis. Dalam TGT
digunakan turnamen akademik, di mana siswa berkompetisi
sebagai wakil dari timnya melawan anggota tim lain yang
mencapai hasil atau prestasi serupa pada waktu yang lalu.
Komponen-komponen dalam TGT adalah penyajian materi, tim,
game, turnamen, dan penghargaan kelompok.

Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam


pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa
dapat bekerja leih rileks di samping menumbuhkan tanggung
jawab, kerja sama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar.

Ada lima komponen utama dalam TGT, yaitu:


1) Penyajian Kelas

46
Pada awal pembelajaran, guru menyampaikan materi dalam
penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran
langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru.
Pada saat penyajian kelas, siswa harus benar-benar
memerhatikan dan memahami yang disampaikan guru
karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat
kerja kelompok dan game karena skor game akan
menentukan skor kelompok.

2) Kelompok (Team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 – 5 orang siswa yang
anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis
kelamin, dan rasa tau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk
lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan
lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar
bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3) Games
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang
untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari
penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game
terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor.
Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab
pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang
menjawab benar akan mendapat skor. Skor ini nantinya
dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4) Turnament
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada
setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan
kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen
pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja
turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan
pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II, dan
seterusnya.

5) Team Recognize
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang,
masing-masing tim akan mendapatkan sertifikat atau hadiah
apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran TGT

Shoimin (2014: 205-207) memaparkan langkah-langkah TGT

adalah sebagai berikut:

47
1) Penyajian Kelas (Class Presentations), guru menyampaikan materi

dalam penyajian kelas. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran,

pokok materi, dan penjelasan singkat tentang LKS yang dibagikan

kepada kelompok.

2) Belajar dalam Kelompok (Team), guru membagi kelas menjadi

kelompok-kelompok berdasarkan kriteria kemampuan (prestasi)

peserta didik, jenis kelamin, etnik, dan ras. Kelompok biasanya

terdiri dari 5 – 6 orang.

3) Permainan (Games), permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan

yang relevan dengan materi dan dirancang untuk menguji

pengetahuan yang didapat peserta didik dari kegiatan sebelumnya.

4) Pertandingan atau Lomba (Tournament), atau lomba adalah struktur

belajar, di mana game atau permainan tadi terjadi.

5) Penghargaan Kelompok (Team Recognition), memberikan

penghargaan kepada kelompok yang menang dan memenuhi kriteria

yang telah ditentukan.

c. Kelebihan Model Pembelajaran TGT

1) Model TGT ini tidak hanya membuat peserta didik yang cerdas

(berkemampuan akademis tinggi) lebih menonjol dalam

pembelajaran, tetapi peserta didik yang berkemampuan akademi

48
lebih rendah juga ikut aktif dan mempunyai peranan penting dalam

kelompoknya.

2) Dengan model pembelajaran ini, akan menumbuhkan rasa

kebersamaan dan saling menghargai sesame anggota kelompoknya.

3) Dalam model pembelajaran ini, membuat peserta didik lebih

bersemangat dalam mengikuti pelajaran. Karena dalam

pembelajaran ini, guru menjanjikan sebuah penghargaan pada

peserta didik atau kelompok terbaik.

4) Dalam model pembelajaran ini, membuat peserta didik menjadi

lebih senang dalam mengikuti pelajaran karena ada kegiatan

permainan berupa turnamen dalam model ini (Shoimin, 2014:207-

208).

d. Kekurangan Model Pembelajaran TGT

1) Membutuhkan waktu yang lama.

2) Guru dituntut untuk pandai memilih materi pelajaran yang cocok

untuk model ini.

3) Guru harus mempersiapkan model ini dengan baik sebelim

diterapkan. Misalnya, membuat soal untuk setiap meja turnamen

atau lomba, dan guru harus tahu urutan akademis peserta didik dari

yang tertinggi hingga terendah (Shoimin, 2014:208).

7. Model Pembelajaran Time Token

a. Pengertian dan Konsep Model Pembelajaran Time Token

49
Eliyana (2009) menyatakan bahwa

Time Token adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif.


Siswa dibentuk ke dalam kelompok belajar, yang dalam
pembelajaran ini mengajarkan keterampilan sosial untuk
menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau
menghindarkan siswa diam sama sekali dalam berdiskusi. Guru
memberikan materi pembelajaran dan selanjutnya siswa bekerja
dalam kelompok masing-masing untuk memastikan semua
anggota kelompok telah menguasai materi pembelajaran yang
diberikan. Kemudian, siswa melaksanakan tes atas materi yang
diberikan dan mereka harus mengerjakan sendiri tanpa bantuan
siswa lainnya (Shoimin, 2014:216).

Menurut Rahmat Widodo (2009), “model pembelajaran time

token sangat tepat untuk pembelajaran struktur yang dapat digunakan

untuk mengajarkan keterampilan sosial, untuk menghindari siswa

mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali” (Shoimin,

2014: 216).

Menurut Shoimin (2014: 216) menyatakan bahwa, “model

pembelajaran ini mengajak siswa aktif sehingga tepat digunakan dalam

pembelajaran berbicara di mana pembelajaran ini benar-benar mengajak

siswa untuk aktif dan belajar berbicara di depan umum, mengungkapkan

pendapatnya tanpa harus merasa takut atau malu”.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Time Token

Shoimin (2014: 216-217) menyebutkan langkah-langkah model

pembelajaran Time Token, yaitu sebagai berikut:

1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran;

50
2) Guru mengondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi dengan

anggota kelompok 4 - 5 orang siswa;

3) Guru memberi tugas kepada siswa;

4) Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu + 30 detik

per kupon pada tiap siswa;

5) Guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu sebelum

berbicara atau memberi komentar. Setiap tampil berbicara satu

kupon. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa

lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh berbicara lagi.

Siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai semua

kuponnya habis. Demikian seterusnya hingga semua anak

menyampaikan pendapatnya; dan

6) Guru memberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan tiap

siswa.

c. Kelebihan Model Pembelajaran Time Token

1) Mendorong siswa untuk meningkatkan inisiatif dan partisipasi;

2) Siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali;

3) Siwa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran;

4) Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi (aspek

berbicara);

5) Melatih siswa mengungkapkan pendapatnya;

6) Menumbuhkan kebiasaan pada siswa untuk saling mendengarkan,

berbagi, memberikan masukan, dan keterbukaan terhadap kritik;

51
7) Mengajarkan siswa untuk menghargai pendapat orang lain;

8) Guru dapat berperan untuk mengajak siswa mencari solusi bersama

terhadap permasalahan yang ditemui; dan

9) Tidak memerlukan banyak media (Shoimin, 2014: 217-218).

d. Kekurangan Model Pembelajaran Time Token

1) Hanya dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu;

2) Tidak bisa digunakan pada kelas yang jumlah siswanya banyak;

3) Memerlukan banyak waktu untuk persiapan dan dalam proses

pembelajaran karena semua siswa harus berbicara satu per satu

sesaui jumlah kupon yang dimilikinya; dan

4) Siswa yang aktif tidak bisa mendominasi dalam kegiatan

pembelajaran (Shoimin, 2014: 218).

8. Penelitian yang Relevan

Penelitian-penelitian tentang model yang terkait adalah sebagai

berikut:

a. Penelitian Fathuzzakirah (2014) dengan judul “Meningkatkan Hasil

Belajar Siswa pada Materi Pengaruh Gaya Terhadap Gerak dan Bentuk

Benda Menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dengan

variasi Talking Stick di Kelas IV SDN Sungai Tuan Kecamatan

Astambul”.

b. Penelitian Wahyu Kusniadi (2014) dengan judul “Meningkatkan Hasil

Belajar Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan dengan Menggunakan

52
Model Problem Based Learning (PBL) di Kelas V SDN Anjir Serapat

Muara Kabupaten Bariot Kuala”.

c. Penelitian Ernie Selviyanie (2014) dengan judul “Meningkatkan Hasil

Belajar Matematikan Penjumlahan Bilangan Bulat dengan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Learning (PBL) pada

Siswa Kelas IV SDN Berangas Timur 2 Barito Kuala”.

d. Penelitian Aristika Widaswara (2013) dengan judul “Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa tentang Sistem Pemerintahan Pusat Melalui Model

Team Games Tournament (TGT) di Kelas IV SDN Kandangan Utara 3

Kabupaten Hulu Sungai Selatan”.

e. Penelitian Alfiya Fajar Maghfirah (2013) dengan judul “Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa dalam Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan

Melalui model Kooperatif Team Games Tournament (TGT) pada Kelas

IV SDN Sungai Pitung Kabupaten Barito Kuala”.

f. Penelitian Arinda Ayu Safitri (2013) dengan judul “Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token untuk Meningkatkan

Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas VA SDN Rambipuji 02 Mata

Pelajaran PKn Materi Kebebasan Berorganisasi”.

53
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitan ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut

Sukmadinata (2010:60), “penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah suatu

penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,

peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara

individual maupun kelompok. Beberapa deskripsi digunakan untuk menemukan

prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah pada penyimpulan.”

Penelitian kualitatif melakukan penelitian dalam skala kecil, kelompok

yang memiliki kekhususan, keunggulan, inovasi atau juga bermasalah.

Kelompok yang diteliti merupakan satuan sosial-budaya yang saling

berinteraksi secara individual atau kelompok. Kadang-kadang kelompok yang

diteliti adalah sub kelompok yang memiliki kelainan atau perbedaan dengan

kelompok besarnya, kelas yang lambat, mata pelajaran yang tidak disukai siswa

atau prestasi belajarnya yang rendah (Sukmadinata, 2010:99).

Penelitian kualitatif yang dilakukan secara cermat, mendalam, dan rinci,

sehingga dapat mengumpulkan data yang sangat lengkap dan dapat

menghasilkan informasi yang menunjukan kualitas tertentu. Hasil penelitian

kualitatif hanya berlaku bagi wilayah yang diteliti itu saja (Aqib, 2009: 15).

2. Jenis Penelitian

54
Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan

Kelas (PTK). Menurut Mahmud, penelitian tindakan kelas merupakan bentuk

penelitian reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk

memperbaiki atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara

lebih profesional. Penelitiaan tindakan kelas berupaya meningkatkan dan

mengembangkan profesionalisme guru dalam menunaikan tugasnya

(Salahudin, 2011: 227).

Pengumpulan data atau informasi dalam PTK tidak boleh terlalu banyak

menyita waktu dan terlalu rumit karena dikhawatirkan dapat mengganggu tugas

utama guru sebagai pengajar dan pendidik. Kemmis & Mc Taggart (Arikunto

dkk, 2010: 137) mengemukakan adanya empat langkah yang disajikan dalam

melaksanan PTK yaitu berikut ini:

Model PTK (Arikunto dkk, 2010: 18)

55
Ada 4 tahapan yang lazim dilalui di dalam model penelitian tindakan kelas

yaitu :

1. Tahap 1: Perencanaan (Planning)

Tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan,

dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Penelitian

tindakan yang ideal sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak

yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya

tindakan. Istilah untuk cara ini adalah penelitian kolaborasi. Penelitian

kolaborasi ini sangat disarankan kepada para guru yang belum pernah atau

masih jarang melakukan penelitian, dalam penelitian kolaborasi pihak yang

melakukan tindakan adalah guru itu sendiri sedangkan yang diminta

melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan adalah

peneliti, bukan guru yang sedang melakukan tindakan.

2. Tahap 2: Pelaksanaan Tindakan (Acting)

Tahap ini adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau

penerapan isi rancangan, yaitu mengenakan tindakan di kelas. Hal yang

perlu diingat adalah bahwa dalam tahap ke-2 ini pelaksana guru harus ingat

dan berusaha mentaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan, tetapi

harus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat.

3. Tahap 3 : Pengamatan (Observing)

Tahap ini yaitu kegiatan pengamatan yang dilaksanakan oleh

pengamat. Sedikit kurang tepat kalau pengamatan ini dipisahkan dengan

pelaksanaan tindakan karena seharusnya pengamatan yang dilakukan pada

56
waktu tindakan sedang dilakukan. Jadi keduanya berlangsung dalam waktu

yang sama.

4. Tahap 4 : Refleksi (Reflecting)

Tahap ini merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa

yang sudah dilakukan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika

guru pelaksana sudah mendiskusikan implementasi rancangan tindakan

(Arikunto, dkk, 2010:138).

Keberhasilan PTK ini tergantung dari kinerja guru menerapkan di kelas.

Jika hasil tindakan pada siklus pertama belum mencapai indikator keberhasilan

yang ditetapkan, maka guru dapat melakukan perbaikan dengan cara

melanjutkan ke siklus berikutnya dan mengulang PTK sampai pada hasil yang

diinginkan.

B. Setting atau Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada tema

Lingkungan Sahabat Kita dengan Muatan IPS di kelas V SD-SN ......... 7

Banjarmasin, semester genap, tahun ajaran 2015/2016 dengan jumlah siswa 35

orang yang terdiri dari 17 orang siswa laki-laki dan 19 orang siswa perempuan.

Peneliti memilih SD-SN ......... 7 Banjarmasin untuk dijadikan tempat

penelitian karena berdasarkan wawancara pada tanggal 5 November dengan

wali kelas VB, ibu Fitri Noormawati, S.Pd yang menyatakan bahwa

pelaksanaan pembelajaran dengan kurikulum 2013 belum berjalan dengan

maksimal dengan indikator keberhasilan yang hanya berada pada kategori

57
cukup baik. Di samping itu, berdasarkan hasil observasi peneliti aktivitas siswa

dalam proses pembelajaran masih belum optimal karena kurangnya antusias

sebagian besar siswa untuk terlibat aktif dala mengikut proses pembelajaran,

sebagian siswa yang aktif tersebut memang mempunyai antusias yang tinggi

terhadap proses pembelajaran, mereka mempunyai inisiatif sendiri dalam

menentukan solusi dalam setiap permasalahan yang ada di dalam kegiatan

pembelajaran. Namun menurut penuturan beliau, guru masih merasa belum

mahir dan menguasai dalam penerapan Kurikulum 2013, sehingga

perkembangan potensi siswa yang telah memiliki kemampuan lebih dan kreatif

dalam memecahkan masalah belum mendapat banyak perhatian.

C. Faktor yang diteliti

Berdasarkan permasalahan yang peneliti amati, ada beberapa faktor

yang perlu diteliti, yaitu:

1. Aktivitas Guru

Sehubungan dengan faktor guru, dilihar bagaimana materi pelajaran

dipersiapkan dan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token yang diterapkan

guru, sehingga dalam pembelajaran anak dapat aktif dan berpartisipasi

secara penuh dalam proses pembelajaran berdasarakan kriteria yang telah

ditetapkan. Aktivitas guru yang akan diamati adalah:

58
a. Aktivitas guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi

yang akan dipelajari, kemudia meminta siswa untuk mengamati gambar

tersebut dengan seksama.

b. Aktivitas guru memberikan orientasi, membina iklim pembelajaran

yang responsive dengan meminta siswa untuk melontarkan pertanyaan

dari gambar yang diamati, kegiatan ini merupakan tanya jawab rebutan

sebelum memasuki materi pelajaran.

c. Aktivitas guru dalam membagi siswa ke dalam kelompok dengan

jumlah anggota 5-6 orang.

d. Aktivitas guru dalam merumuskan masalah, membawa siswa pada suatu

persoalan yang mengandung teka-teki.

e. Aktivitas guru membimbing siswa dalam merumuskan hipotesis,

mengajak siswa merumuskan jawaban sementara dari permasalahan

yang dikaji. Siswa juga diberikan kupon berbicara yang akan digunakan

dalam menyampaikan hipotesisnya.

f. Aktivitas guru membina siswa dalam mengumpulkan data, melakukan

aktivitas menjaring data yang relevan berdasarkan lembar kerja

kelompok yang tersedia.

g. Aktivitas guru membimbing siswa dalam menguji hipotesis, siswa

menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya

dengan masalah yang dikaji, serta dituangkan ke dalam lembar kerja

kelompok.

59
h. Aktivitas guru membimbing siswa dalam merumuskan kesimpulan dan

presentasi, mendeskripsikan solusi yang diperoleh berdasarkan

pengujian hipotesis dan mempresentasikannya di depan kelas. Namun,

hanya beberapa siswa yang masing mempunyai kupon yang harus

mempresentasikannya.

i. Aktivitas guru dalam mengadakan permainan, permainan terdiri dari

pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk sederhana bernomor.

j. Aktivitas guru dalam melaksanakan turnamen/kompetisi, yang

dilaksanakan dengan mempertemukan setiap perwakilan anggota

kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama dan akan

diberikan pertanyaa untuk menguji pengetahuan. Setiap perwakilan

yang terlebih dahulu mengangkat tangan, dialah yang berhak menjawab

pertanyaan.

k. Aktivitas guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang

memperoleh skor tertinggi.

2. Aktivitas Siswa

Sehubungan dengan faktor siswa, dengan melihat dan mengamati

proses pembelajaran dan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran,

dalam kerja kelompok ataupun kinerja siswa secara individual pada saat

melakanakan pembelajaran dengan kombinasi model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan

Time Token apakah terjadi peningkatan atau tidak. Aktivitas siswa yang

akan diamati adalah sebagai berikut:

60
a. Aktivitas siswa mengamati gambar yang ditayangkan guru dengan

seksama.

b. Aktivitas siswa mengajukan pertanyaan dari gambar yang telah diamati.

c. Aktivitas siswa memberi masukan dalam merumuskan masalah.

d. Aktivitas siswa merumuskan hipotesis, dengan menggunakan kupon

berbicaranya.

e. Aktivitas siswa berdiskusi dalam mengumpulkan data, melakukan

aktivitas menjaring data yang relevan berdasarkan lembar kerja

kelompok yang tersedia.

f. Aktivitas siswa dalam menguji hipotesis, menelaah data dan sekaligus

membahasnya untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji,

serta dituangkan ke dalam lembar kerja kelompok.

g. Aktivitas siswa dalam merumuskan kesimpulan dan presentasi,

mendeskripsikan solusi yang diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis

dan mempresentasikannya di depan kelas. Namun, hanya beberapa

siswa yang masing mempunyai kupon yang harus

mempresentasikannya.

h. Aktivitas siswa bekerja sama dalam menjawab pertanyaan dalam

permainan yang diberikan dalam kelompok.

i. Aktivitas siswa dalam mengikuti turnamen/kompetisi, yang

dilaksanakan dengan mempertemukan setiap kelompok teratas untuk

menguji pemahaman materi yang diberikan.

3. Faktor Hasil Belajar

61
Sehubungan dengan hasil belajar, yaitu mengetahui peningkatan

hasil belajar siswa pada tema Lingkungan Sahabat Kita dengan Muatan IPS

melalui kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL),

Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada tiap pertemuannya.

Apakah terjadi peningkatan yang cukup signifikan.

D. Skenario Tindakan

Pada proses penelitian tindakan kelas ini dibagi menjadi 2 siklus, yaitu

dilandasi dengan proses perencanaa, pelaksanaan, observasi dan evaluasi, serta

refleksi. Proses tersebut dapat dilihat dari:

1. Siklus 1

a. Perencanaan

1) Guru membuat rencana pengajaran yang berhubungan dengan tema

Lingkungan Sahabat Kita dengan menggunakan subtema Manusia

& Lingkungan dan Perubahan Lingkungan.

2) Membuat bahan yang sesuai dengan materi pembelajaran dan

menerapkan kombinasi model pembelajaran Problem Based

Learning (PBL), Team Game Tournament (TGT), dan Time Token

pada proses pengajaran kepada siswa.

Perencanaan dapat disiapkan dengan:

1) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

2) Menyiapkan lembar observasi penilaian aktivitas guru.

3) Menyiapkan lembar observasi penilaian aktivitas siswa.

62
4) Menyiapkan lembar penilaian hasil belajar siswa.

5) Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS).

6) Menyiapkan instrumen pra-test.

7) Menyiapkan instrumen post test.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan dari pembelajaran tersebut adalah guru membuat

penjelasan kepada siswa tentang pelajaran yang akan diajarkan,

menerapkan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL), Team Game Tournament (TGT), dan Time Token dalam proses

pembelajaran yang berhubungan dengan tema Lingkungan Sahabat

Kita, subtema Manusia dan Lingkungan.

1) Siklus I

a) Pertemuan Pertama (7 x 35 menit)

Materi : Subtema 1 – Pembelajaran 4

Kegiatan Awal

(1) Menyiapkan fisik dan psikis siswa,

(2) Melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab dengan

siswa.

(3) Menyampaikan tujuan pembelajaran.

(4) Menyampaikan uraian kegiatan yang akan dilaksanakan

dalam pembelajaran.

Kegiatan Inti

63
(1) Guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan

dipelajari, kemudia meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut

dengan seksama. (Mengamati – Pendekatan Scientific)

(2) Orientasi, membina iklim pembelajaran yang responsif dengan meminta

siswa untuk melontarkan pertanyaan dari gambar yang diamati, kegiatan

ini merupakan tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi pelajaran.

(Menanya – Pendekatan Scientific dan langkah Orientasi dalam

model pembelajaran PBL)

(3) Membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 5 – 6 orang.

(4) Merumuskan masalah, membawa siswa pada suatu persoalan yang

mengandung teka-teki. (Langkah Merumuskan Masalah – model

pembelajaran PBL)

(5) Merumuskan hipotesis, mengajak siswa merumuskan jawaban

sementara dari permasalahan yang dikaji. Siswa juga diberikan kupon

berbicara yang akan digunakan dalam menyampaikan hipotesisnya.

(Langkah Merumuskan Hipotesis – model pembelajaran PBL dan

membagikan kupon berbicara - model pembelajaran Time Token)

(6) Mengumpulkan data, melakukan aktivitas menjaring data yang relevan

berdasarkan lembar kerja kelompok yang tersedia. (Langkah

Pengumpulan Data – model pembelajaran PBL)

(7) Menguji hipotesis, siswa menelaah data dan sekaligus membahasnya

untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji, serta

dituangkan ke dalam lembar kerja kelompok. (Menalar – Pendekatan

64
Scientific dan langkah Menguji Hipotesis – model pembelajaran

PBL)

(8) Merumuskan kesimpulan dan presentasi, mendeskripsikan solusi yang

diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis dan mempresentasikannya di

depan kelas. Namun, hanya beberapa siswa yang masing mempunyai

kupon yang harus mempresentasikannya. (Mengkomunikasikan –

Pendekatan Scientific dan langkah model pembelajaran Time

Token)

(9) Mengadakan permainan, permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan

dalam bentuk sederhana bernomor. (Langkah Game – model

pembelajaran TGT)

(10) Kompetisi, dilaksanakan dengan mempertemukan setiap perwakilan

anggota kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama dan akan

diberikan pertanyaa untuk menguji pengetahuan. Setiap perwakilan

yang terlebih dahulu mengangkat tangan, dialah yang berhak

menjawab pertanyaan. (Langkah Tournament – model

pembelajaran TGT)

(11) Memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi.

(Langkah Team Recognize – model pembelajaran TGT)

Kegiatan Akhir

(1) Bersama-sama dengan seluruh siswa membuat kesimpulan dari materi

yang telah dipelajari.

65
(2) Melakukan kegiatan evaluasi akhir pembelajaran.

(3) Melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah

dilaksanakan.

(4) Pemberian tugas pada siswa untuk menyempurnakan hasil pekerjaannya

dan memberi motivasi kepada siswa untuk lebih giat dalam belajar.

(5) Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.

b) Pertemuan Kedua (7 x 35 menit)

Materi : Subtema 1 – Pembelajaran 6

Kegiatan Awal

(1) Menyiapkan fisik dan psikis siswa,

(2) Melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab dengan siswa.

(3) Menyampaikan tujuan pembelajaran.

(4) Menyampaikan uraian kegiatan yang akan dilaksanakan dalam

pembelajaran.

Kegiatan Inti

(1) Guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan

dipelajari, kemudia meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut

dengan seksama. (Mengamati – Pendekatan Scientific)

(2) Orientasi, membina iklim pembelajaran yang responsif dengan meminta

siswa untuk melontarkan pertanyaan dari gambar yang diamati, kegiatan

ini merupakan tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi pelajaran.

66
(Menanya – Pendekatan Scientific dan langkah Orientasi dalam

model pembelajaran PBL)

(3) Membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 5 – 6 orang.

(4) Merumuskan masalah, membawa siswa pada suatu persoalan yang

mengandung teka-teki. (Langkah Merumuskan Masalah – model

pembelajaran PBL)

(5) Merumuskan hipotesis, mengajak siswa merumuskan jawaban

sementara dari permasalahan yang dikaji. Siswa juga diberikan kupon

berbicara yang akan digunakan dalam menyampaikan hipotesisnya.

(Langkah Merumuskan Hipotesis – model pembelajaran PBL dan

membagikan kupon berbicara - model pembelajaran Time Token)

(6) Mengumpulkan data, melakukan aktivitas menjaring data yang relevan

berdasarkan lembar kerja kelompok yang tersedia. (Langkah

Pengumpulan Data – model pembelajaran PBL)

(7) Menguji hipotesis, siswa menelaah data dan sekaligus membahasnya

untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji, serta

dituangkan ke dalam lembar kerja kelompok. (Menalar – Pendekatan

Scientific dan langkah Menguji Hipotesis – model pembelajaran

PBL)

(8) Merumuskan kesimpulan dan presentasi, mendeskripsikan solusi yang

diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis dan mempresentasikannya di

depan kelas. Namun, hanya beberapa siswa yang masing mempunyai

kupon yang harus mempresentasikannya. (Mengkomunikasikan –

67
Pendekatan Scientific dan langkah model pembelajaran Time

Token)

(9) Mengadakan permainan, permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan

dalam bentuk sederhana bernomor. (Langkah Game – model

pembelajaran TGT)

(10) Kompetisi, dilaksanakan dengan mempertemukan setiap perwakilan

anggota kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama dan akan

diberikan pertanyaa untuk menguji pengetahuan. Setiap perwakilan

yang terlebih dahulu mengangkat tangan, dialah yang berhak

menjawab pertanyaan. (Langkah Tournament – model

pembelajaran TGT)

(11) Memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi.

(Langkah Team Recognize – model pembelajaran TGT)

Kegiatan Akhir

(1) Bersama-sama dengan seluruh siswa membuat kesimpulan dari materi

yang telah dipelajari.

(2) Melakukan kegiatan evaluasi akhir pembelajaran.

(3) Melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah

dilaksanakan.

(4) Pemberian tugas pada siswa untuk menyempurnakan hasil pekerjaannya

dan memberi motivasi kepada siswa untuk lebih giat dalam belajar.

(5) Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.

2) Siklus 2

68
a) Pertemuan Pertama (7 x 35 menit)

Materi : Subtema 2 – Pembelajaran 4

Kegiatan Awal

(1) Menyiapkan fisik dan psikis siswa,

(2) Melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab dengan siswa.

(3) Menyampaikan tujuan pembelajaran.

(4) Menyampaikan uraian kegiatan yang akan dilaksanakan dalam

pembelajaran.

Kegiatan Inti

(1) Guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan

dipelajari, kemudian meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut

dengan seksama. (Mengamati – Pendekatan Scientific)

(2) Orientasi, membina iklim pembelajaran yang responsif dengan meminta

siswa untuk melontarkan pertanyaan dari gambar yang diamati, kegiatan

ini merupakan tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi pelajaran.

(Menanya – Pendekatan Scientific dan langkah Orientasi dalam

model pembelajaran PBL)

(3) Membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 5 – 6 orang.

(4) Merumuskan masalah, membawa siswa pada suatu persoalan yang

mengandung teka-teki. (Langkah Merumuskan Masalah – model

pembelajaran PBL)

(5) Merumuskan hipotesis, mengajak siswa merumuskan jawaban

sementara dari permasalahan yang dikaji. Siswa juga diberikan kupon

69
berbicara yang akan digunakan dalam menyampaikan hipotesisnya.

(Langkah Merumuskan Hipotesis – model pembelajaran PBL dan

membagikan kupon berbicara - model pembelajaran Time Token)

(6) Mengumpulkan data, melakukan aktivitas menjaring data yang relevan

berdasarkan lembar kerja kelompok yang tersedia. (Langkah

Pengumpulan Data – model pembelajaran PBL)

(7) Menguji hipotesis, siswa menelaah data dan sekaligus membahasnya

untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji, serta

dituangkan ke dalam lembar kerja kelompok. (Menalar – Pendekatan

Scientific dan langkah Menguji Hipotesis – model pembelajaran

PBL)

(8) Merumuskan kesimpulan dan presentasi, mendeskripsikan solusi yang

diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis dan mempresentasikannya di

depan kelas. Namun, hanya beberapa siswa yang masing mempunyai

kupon yang harus mempresentasikannya. (Mengkomunikasikan –

Pendekatan Scientific dan langkah model pembelajaran Time

Token)

(9) Mengadakan permainan, permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan

dalam bentuk sederhana bernomor. (Langkah Game – model

pembelajaran TGT)

(10) Kompetisi, dilaksanakan dengan mempertemukan setiap perwakilan

anggota kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama dan akan

diberikan pertanyaa untuk menguji pengetahuan. Setiap perwakilan

70
yang terlebih dahulu mengangkat tangan, dialah yang berhak

menjawab pertanyaan. (Langkah Tournament – model

pembelajaran TGT)

(11) Memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi.

(Langkah Team Recognize – model pembelajaran TGT)

Kegiatan Akhir

(1) Bersama-sama dengan seluruh siswa membuat kesimpulan dari materi

yang telah dipelajari.

(2) Melakukan kegiatan evaluasi akhir pembelajaran.

(3) Melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah

dilaksanakan.

(4) Pemberian tugas pada siswa untuk menyempurnakan hasil pekerjaannya

dan memberi motivasi kepada siswa untuk lebih giat dalam belajar.

(5) Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.

b) Pertemuan Kedua (7 x 35 menit)

Materi : Subtema 2 – Pembelajaran 6

Kegiatan Awal

(1) Menyiapkan fisik dan psikis siswa,

(2) Melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab dengan siswa.

(3) Menyampaikan tujuan pembelajaran.

(4) Menyampaikan uraian kegiatan yang akan dilaksanakan dalam

pembelajaran.

Kegiatan Inti

71
(1) Guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan

dipelajari, kemudia meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut

dengan seksama. (Mengamati – Pendekatan Scientific)

(2) Orientasi, membina iklim pembelajaran yang responsif dengan meminta

siswa untuk melontarkan pertanyaan dari gambar yang diamati, kegiatan

ini merupakan tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi pelajaran.

(Menanya – Pendekatan Scientific dan langkah Orientasi dalam

model pembelajaran PBL)

(3) Membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 5 – 6 orang.

(4) Merumuskan masalah, membawa siswa pada suatu persoalan yang

mengandung teka-teki. (Langkah Merumuskan Masalah – model

pembelajaran PBL)

(5) Merumuskan hipotesis, mengajak siswa merumuskan jawaban

sementara dari permasalahan yang dikaji. Siswa juga diberikan kupon

berbicara yang akan digunakan dalam menyampaikan hipotesisnya.

(Langkah Merumuskan Hipotesis – model pembelajaran PBL dan

membagikan kupon berbicara - model pembelajaran Time Token)

(6) Mengumpulkan data, melakukan aktivitas menjaring data yang relevan

berdasarkan lembar kerja kelompok yang tersedia. (Langkah

Pengumpulan Data – model pembelajaran PBL)

(7) Menguji hipotesis, siswa menelaah data dan sekaligus membahasnya

untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji, serta

dituangkan ke dalam lembar kerja kelompok. (Menalar – Pendekatan

72
Scientific dan langkah Menguji Hipotesis – model pembelajaran

PBL)

(8) Merumuskan kesimpulan dan presentasi, mendeskripsikan solusi yang

diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis dan mempresentasikannya di

depan kelas. Namun, hanya beberapa siswa yang masing mempunyai

kupon yang harus mempresentasikannya. (Mengkomunikasikan –

Pendekatan Scientific dan langkah model pembelajaran Time

Token)

(9) Mengadakan permainan, permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan

dalam bentuk sederhana bernomor. (Langkah Game – model

pembelajaran TGT)

(10) Kompetisi, dilaksanakan dengan mempertemukan setiap perwakilan

anggota kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama dan akan

diberikan pertanyaa untuk menguji pengetahuan. Setiap perwakilan

yang terlebih dahulu mengangkat tangan, dialah yang berhak

menjawab pertanyaan. (Langkah Tournament – model

pembelajaran TGT)

(11) Memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi.

(Langkah Team Recognize – model pembelajaran TGT)

Kegiatan Akhir

(1) Bersama-sama dengan seluruh siswa membuat kesimpulan dari materi

yang telah dipelajari.

(2) Melakukan kegiatan evaluasi akhir pembelajaran.

73
(3) Melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah

dilaksanakan.

(4) Pemberian tugas pada siswa untuk menyempurnakan hasil pekerjaannya

dan memberi motivasi kepada siswa untuk lebih giat dalam belajar.

(5) Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.

c. Observasi dan Evaluasi

Observasi selama proses pelakasanaan pengajaran di kelas VB

dalam tema Lingkungan Sahabat Kita menggunakan kombinasi model

Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan

Time Token. Observasi juga dilaksanakan kepada guru dalam

menerapkan RPP yang telah direncakan sebelumnya oleh observer.

d. Refleksi

Refleksi dalam kegiatan ini mengkaji, melihat, dan

merenungkan kembali hasil dan dampak dari kegiatan tindakan yang

telah dicatat dalam observasi. Selanjutnya hasilnya dianalisis,

diinterpretasikan dan disimpulkan. Kesimpulan merupakan dasar untuk

merevisi rencana pada tindakan berikutnya.

74
Kegiatan refleksi ini dilakukan pada setiap akhir pertemuan

masing-masing siklus, serta setiap akhir siklus pelaksanaan penelitian.

E. Data dan Cara Pengambilan Data

1. Sumber Data

Sumber data penelitian ini diperoleh dari guru wali kelas VB SDN-

SN ......... 7 Banjarmasin tahun ajaran 2015/2016. Data juga diperoleh dari

observasi aktivitas siswa selama pembelajaran dan hasil belajar siswa.

2. Jenis Data

Jenis data yang didapatkan adalah data kualitatif dan data kuantitatif,

yang mana kedua data tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Data Kualitatif, adalah data tentang aktivitas guru dan siswa dalam

kegiatan pembelajaran dengan menggunakan kombinasi model Problem

Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time

Token pada tema Lingkungan Sahabat Kita. Data kualitatif diambil dari

data observasi berupa:

1) Observasi untuk data aktivitas guru/peneliti pada saat melaksanakan

pembelajaran dengan menerapkan kombinasi model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT),

dan Time Token pada tema Lingkungan Sahabat Kita di kelas VB

SD-SN ......... 7 Banjarmasin.

75
2) Observasi untuk data aktivitas siswa pada saat pembelajaran

berlangsung dengan menerapkan kombinasi model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT),

dan Time Token pada tema Lingkungan Sahabat Kita di kelas VB

SDN-SN ......... 7 Banjarmasin, baik itu data aktivitas kelompok

maupun individu.

b. Data Kuantitatif, adalah data tentang hasil belajar siswa kelas VB SDN-

SN ......... 7 Banjarmasin pada tema Lingkungan Sahabat Kita dengan

menerapkan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token. Data

kuantitatif diambil dari data yang dikumpulkan berdasarkan angka

melalui nilai hasil belajar siswa. Jenis data kuantitatif berupa data hasil

belajar yang dilaksanakan di akhir pembelajaran setiap kali pertemuan

yang terdiri dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara

individu dan kelompok.

3. Cara Pengambilan Data

a. Data observasi terhadap aktivitas yang dilakukan guru pada saat

pembelajaran berlangsung dengan menerapkan kombinasi model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games

Tournament (TGT), dan Time Token pada tema Lingkungan Sahabat

Kita di kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin, diobservasi

menggunakan lembar observasi aktivitas guru dalam pembelajaran

dengan rubrik yang sudah disiapkan dengan empat kategori penilaian,

76
yaitu Kurang Baik, Cukup Baik, Baik, dan Sangat Baik,

menyesuaikan hasil ketercapaian langkah-langkah model dengan aspek

yang termuat dalam kegiatan inti pada lembar observasi aktivitas guru

dalam pembelajaran yang telah disiapkan.

b. Data observasi terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran pada tema

Lingkungan Sahabat Kita dengan menggunakan kombinasi model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games

Tournament (TGT), dan Time Token di kelas VB SDN-SN ......... 7

Banjarmasin, diobservasi menggunakan lembar aktivitas siswa secara

individu dalam pembelajaran dengan rubrik penilaian yang sudah

disiapkan. Ada empat kategori penilaian, yaitu Tidak Aktif, Cukup

Aktif, Aktif, dan Sangat Aktif, menyesuaikan partisipasi siswa dalam

mengikuti proses pembelajaran yang telah disiapkan.

c. Data hasil belajar siswa diperoleh dari penilaian tugas evaluasi pada

akhir proses pembelajaran. Adapun untuk hasil belajar kelompok

nantinya setiap kelompok diberikan lembar kerja kelompok untuk setiap

pertemuannya. Sedangkan untuk hasil belajar individu, penilaian

dilakukan pada setiap pertemuan pada saat evaluasi, yaitu siswa

diberikan soal isian yang jumlahnya disesuaikan dengan tingkat

kesulitan untuk dijawabnya tentang apa yang sudah dipelajarinya.

4. Teknik Analisis Data

Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, diadakan suatu

analisis data dengan tujuan agar dapat menarik kesimpulan ada atau

77
tidaknya peningkatan pada hasil belajar siswa menggunakan kombinasi

model Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT),

dan Time Token pada tema Lingkungan Sahabat Kita.

a. Analisis Aktivitas Guru

Analisis data kualitatif, yaitu observasi aktivitas guru dalam

melaksanakan pembelajaran. Data ini dikumpulkan kemudian disajikan

dalam bentuk tabel persentase.

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


Aktivitas guru = × 100 %
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

Tabel 3.1. Rentang Skor Pengamatan Aktivitas Guru

Rentang Skor Keterangan

76% - 100% Sangat Baik

51% - 75% Baik

26% - 50% Cukup Baik

1% – 25% Kurang Baik

b. Analisis Aktivitas Siswa

Analisis data kualitatif, yaitu observasi aktivitas siswa dalam

melaksanakan pembelajaran. Data ini dikumpulkan kemudian disajikan

dalam bentuk tabel persentase.

Tabel 3.2. Rentang Skor Penilaian Aktivitas Siswa

78
Rentang Skor Kategori

27 – 36 Sangat Aktif

21 - 26 Aktif

15 - 20 Cukup Aktif

9 – 14 Kurang Aktif

c. Analisis Hasil Belajar

Analisis data kuantitatif, yaitu nilai hasil belajar dengan menggunakan

kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team

Games Tournament (TGT), dan Time Token pada tema Lingkungan

Sahabat Kita subtema Manusia dan Lingkungan diperoleh berdasarkan

aspek yang menjadi penilaian yaitu aspek kognitif (pengetahuan),

afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan).

1) Kriteria Ketuntasan Belajar

Ketuntasan Individu: Jika siswa mencapai nilai > 80, sedangkan

untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa digunakan perhitungan

ketuntasan klasikal dengan ketentuan sebagai berikut:

Σ𝑥
𝑃= × 100%
𝑁

Keterangan:

P = Ketuntasan Klasikal

∑x = Jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai > 80)

N = Jumlah seluruh siswa

79
F. Indikator Keberhasilan

1. Indikator Kualitatif

a. Aktivitas Guru

Aktivitas guru dalam pembelajaran dikategorikan berhasil apabila

mencapai skor pada lembar observasi dengan rentang antara 75% –

100% dengan kategori Sangat Baik.

b. Aktivitas Siswa

Adanya peningkatan keaktifan siswa dalam proses belajar melalui

kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team

Games Tournament (TGT), dan Time Token pada tema Lingkungan

Sahabat Kita di kelas VB SD-SN ......... 7 Banjarmasin. Indikator proses

belajar-mengajar adalah apabila aktivitas siswa sudah menjadi lebih

aktif, yakni apabila 80% dari jumlah seluruh siswa mencapai skor

dengan kategori Sangat Aktif dengan rentang skor 27 – 36.

2. Indikator Kuantitatif

Penelitian ini dinyatakan berhasil jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Ketuntasan Individual

Ketuntasan belajar siswa kelas VB semester genap SD-SN ......... 7

Banjarmasin tahun ajaran 2015/2016 pada tema Lingkungan Sahabat

Kita dianggap selesai secara menyeluruh jika mencapai nilai > 80 yang

dilihat dari hasil belajar aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap),

dan psikomotorik (keterampilan).

b. Ketuntasan Klasikal

80
Penyelesaian daya serap klasikal yang dilihat dari hasil semua siswa

kelas VB SD-SN Sungan Miai 7 Banjarmasin pada tema Lingkungan

Sahabat Kita yang mencapai 80% dari seluruh jumlah siswa yang

mencapai nilai > 80 aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan

psikomotorik (keterampilan).

81
BAB IV
PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN TEMUAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Uraian tentang keadaan tempat/lokasi dilaksanakannya Penelitian

Tindakan Kelas mencakup aspek-aspek berikut, yaitu:

1. Gambaran Umum Kelas VB SDN SN ......... 7 Banjarmasin

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di kelas VB SDN SN

......... 7 Banjarmasin pada semester genap tahun ajaran 2015/2016. Alamat

sekolah ini berada di Jalan Akasia Blok B2 No. 25 RT. 15, Kelurahan .........,

Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin. Adapun fasilitas sekolah

terdiri dari 12 ruang kelas, 1 ruang kantor, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang

multimedia dan bahasa, 1 ruang peralatan seni dan olahraga, 1 ruang UKS,

1 ruang mushola, 1 ruang perpustakaan dan 1 buah koperasi sekolah. Staf

SDN SN ......... 7 Banjarmasin terdiri dari Kepala Sekolah, guru tetap

sebanyak 16 orang dan 1 orang petugas keamanan sekolah.

Keadaan siswa di kelas VB SDN SN ......... 7 Banjarmasin pada

semester genap tahun pelajaran 2015/2016 ini berjumlah 35 orang, yang

terdiri dari 17 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Keadaan siswa yang

terbilang cukup banyak tersebut merupakan salah satu tantangan yang

menarik bagi guru karena dengan jumlah siswa seperti itu akan memberikan

kesempatan kepada guru untuk mengorganisir kelas dengan lebih terencana

agar pembelajaran yang dilaksanakan lebih kondusif dan ditargetkan

berjalan dengan optimal.

82
Kemudian, di dalam kelas terdapat 35 meja dan kursi siswa yang

ditata sedemikian rupa, 1 meja dan kursi guru, papa tulis, daftar keadaan

siswa, 1 buah lemari buku dan alat tulis, dan 1 buah meja untuk meletakkan

Al-Quran serta beberapa pajangan media gambar di sekeliling ruang kelas.

Di depan setiap kelas terdapat keran air, tempat sampah, dan rak sepatu.

2. Masalah-masalah yang Menjadi Kendala

Masalah yang terjadi dan menjadi kendala dalam pembelajaran di

kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin adalah sebagai berikut:

a. Pembelajaran masih dilaksanakan satu arah, sehingga masih banyak

siswa yang masih belum terlatih dalam menggali informasi melalui

pertanyaan, hanya terpaku pada materi yang ada di buku dan hanya

beberapa siswa yang telah menunjukkan sikap ilmiah dalam menggali

informasi.

b. Pembelajaran masih bersifat konvensional dan belum menarik, terlihat

dari siswa yang pasif menerima pelajaran, sehingga tidak memunculkan

rasa keingintahuannya untuk menemukan dan membangun pengetahuan

yang diterimanya.

c. Sumber pembelajaran yang digunakan lebih banyak hanya bersumber

pada buku guru dan buku siswa dan jarang menggunakan literature

tambahan.

d. Aktivitas siswa di dalam kelas memang telah menerapkan pendekatan

scientific, namun tanpa diselingi dengan pemakaian model

pembelajaran yang dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam proses

83
pembelajaran, yang berdampak pada jumlah siswa yang aktif lebih

sedikit dari jumlah siswa yang ada di dalam kelas, sedangkan sisanya

belum menunjukkan partisipasi yang mendalam.

e. Dalam proses pembelajaran hamper selalu tidak ada menggunakan

media pembelajaran yang dapat mendukung penyajian materi ajar

secara maksimal.

B. Persiapan Penelitian

1. Izin Penelitian

Peneliti sebelum melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK),

terlebih dahulu membuat rencana penelitian (proposal) yang diajukan

kepada Dosen Pembimbing I, Dr. Hj. ........., M.Pd., Ph.D., dan Dosen

Pembimbing II, M. ........., S.Pd.I., M.Pd. Setelah proposal disetujui, langkah

selanjutnya adalah mempersiapkan izin penelitian secara tertulis yang

diajukan kepada:

a. Pengelola Program PG-PSD FKIP Unlam Banjarmasin

b. Berdasarkan surat permohonan izin penelitian tersebut, Pengelola

Program PG-PSD FKIP Unlam Banjarmasin memberikan surat

pengantar tanggal 2 April 2016 dengan nomor

0346/UN8.1.2.5.3/KM/2016 yang diajukan kepada Kepala Dinas

Pendidikan Kota Banjarmasin

c. Berdasarkan surat pengantar dari Pengelolan Program PG-PSD FKIP

Unlam Banjarmasin tersebut, maka keluarlah rekomendasi dari Dinas

84
Pendidikan Kota Banjarmasin dengan nomor 070/987-Sekr/Dipendik

pada tanggal 5 April 2016 yang memberikan izin penelitian di SDN-SN

......... 7 Banjarmasin

d. Dengan membawa surat izin penelitian dari Dinas Pendidikan, peneliti

kemudian melakukan permohonan izin penelitian kepada Kepala SDN-

SN ......... 7 Banjarmasin, keluarlah surat izin penelitian dari Kepala

SDN-SN ......... 7 Banjarmasin dengan nomor

422/042/018/SDN.SM7/Dipendik/V/2016.

2. Penunjukkan Observer

Sebelum melaksanakan penelitian tindakan kelas, peneliti terlebih

dahulu menunjuk observer dalam penelitian tersebut. Peneliti memilih guru

wali kelas VB sebagai observer dalam penelitian yakni ibu Fitri

Noormawati, S.Pd, beliau telah memiliki kualifikasi pendidikan S1 dan

merupakan lulusan Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP

Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Beliau merupakan wali

kelas VB, sehingga beliau lebih mengetahui karakteristik siswa di kelas VB

SDN-SN ......... 7 Banjarmasin, serta mau bekerjasama dengan peneliti

untuk menyukseskan penelitian tindakan kelas ini melalui surat pernyataan

bersedia menjadi observer.

C. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas

85
Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan ini

terdiri dari dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari dua pertemuan. Setiap

selesai siklus diadakan tes akhir siklus yang materinya merupakan gabungan

dari pertemuan 1 dan pertemuan 2. Adapun rinciannya, yaitu:

1. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus I

Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) siklus I ini akan

dilaksanakan selama dua kali pertemuan dengan jadwal sebagai berikut:

Tabel 4.1 Jadwal Penelitian Tindakan Kelas Siklus I

Pertemuan Alokasi
No Hari/Tanggal Materi Penilaian
Ke- Waktu
Tema Tes tertulis
Lingkungan (Essay),
Sahabat Kita unjuk kerja
Senin, 7 × 35
1. 1 Subtema 1 – (performance),
18 April 2016 menit
Manusia dan keterampilan
Lingkungan per orangan,
Pembelajaran 4 dan sikap
Tema Tes tertulis
Lingkungan (Essay),
Sahabat Kita unjuk kerja
Kamis, 7 × 35
2. 2 Subtema 1 – (performance),
21 April 2016 menit
Manusia dan keterampilan
Lingkungan per orangan,
Pembelajaran 6 dan sikap
Tes tertulis
Kamis, 7 × 35 Tes Akhir berupa pilihan
3. 2
21 April 2016 menit Siklus I ganda dan
essay

a. Siklus I Pertemuan 1

Kegiatan yang akan dilaksanakan pada pertemuan 1 ini adalah

sebagai berikut:

1) Skenario Kegiatan

86
Adapun kegiatan yang dilakukan untuk mempersiapkan pembelajaran

pada pertemuan ini adalah sebagai berikut:

(a) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan

kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team

Games Tournament (TGT), dan Time Token dengan pokok bahasan tema

Lingkungan Sahabat Kita subtema Manusia dan Lingkungan, pembelajaran

4.

(b) Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa.

(c) Menyiapkan alat evaluasi untuk melihat dan mengukur hasil belajar siswa

dalam pembelajaran, antara lain LKK (Lembar Kerja Kelompok) dan LKS

(Lembar Kerja Siswa) yang berupa soal-soal evaluasi untuk seluruh siswa

dalam memahami dan menguasai materi ajar.

(d) Menyiapkan dan membuat media yang akan digunakan pada saat

pembelajaran.

(e) Mempersiapkan catatan lapangan dan dokumentasi terhadap model

pembelajaran.

Kemudian peneliti mempersiapkan rencana kegiatan yang akan

dilakukan pada pembelajaran siklus I pertemuan 1 ini dengan rancangan

kegiatan awal guru menyiapkan siswa secara fisik dan psikis, yaitu dengan

memeriksa kerapian siswa dan mengajak siswa berdo’a bersama, mengabsen

kehadiran siswa, kemudian guru memberikan apersepsi dilanjutkan dengan

menyampaikan tujuan pembelajaran, menyampaikan garis besar materi dan

langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan.

87
Selanjutnya pada kegiatan inti, Guru menunjukkan gambar yang

berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, melakukan kegiatan

Orientasi, membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 4-5

orang, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis dengan menggunakan

kupon berbicara, mengumpulkan data, menguji hipotesis, presentasi,

mengadakan permainan (games), selanjutnya mengadakan kompetisi

(tournament), dan terakhir memberikan penghargaan kepada kelompok dengan

skor tertinggi.

Selanjutnya pada kegiatan akhir, guru bersama siswa menyimpulkan

pelajaran. Kemudian guru membagi soal evaluasi kepada seluruh siswa,

melakukan refleksi, memberikan tindak lanjut, dan menyampaikan rencana

pembelajaran yang akan dipelajari selanjutnya.

2) Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan ini dibagi menjadi 3 (tiga) kegiatan, yaitu kegiatan

awal (pendahuluan), kegiatan inti, dan kegiatan akhir (penutup).

Adapun uraian kegiatan pada siklus I pertemuan 1dengan RPP dari

kegiatan awal sampai kegiatan akhir sebagai berikut:

(a) Kegiatan Awal

Kegiatan pembelajaran dimulai dengan guru masuk kelas dengan

mengucapkan salam yang dijawab serentak oleh siswa. Selanjutnya guru

mengajak siswa untuk berdoa bersama-sama yang dipimpin oleh M. Nashir

Hernadi yang pada saat itu mengajukan diri untuk memimpin doa.

Selanjutnya guru menanyakan kabar siswa dan melakukan absensi siswa,

88
“Bagaimana keadaan kalian hari ini?, apakah ada yang tidak hadir?”. Siswa

secara serentak menjawab “Baik Pak, Tidak ada Pak”.

Guru melakukan apersepsi dengan mengantar siswa ke dalam cerita

mengenai seputar kejadian yang sering mereka dengar atau baca di berbagai

macam media tentang kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh manusia.

Selanjutnya, guru menyampaikan garis besar materi melalui

penjelasan awal tentang gambar apa yang dipasang di papan tulis. Guru

bertanya kepada siswa, “Anak-anak gambar apa ini?”. Semua serentak

menjawab, “Penebangan Hutan, Pak!”. Kemudian, guru bertanya, “Apakah

gambar ini menunjukkan sifat menjaga lingkungan?”, dan semua siswa

menjawab, “Tidak, Pak!”.

Dari gambar tersebutlah guru menyampaikan tujuan pembelajaran

yang akan dicapai hari ini, yaitu siswa mampu menggali informasi tentang

teks bacaan Manusia dan Lingkungan dengan tepat, siswa mampu

menguraikan akibat jika manusia tidak melaksanakan kewajiban terhadap

lingkungan alam dengan benar, , siswa mampu menyimpulkan akibat jika

manusia tidak menjaga lingkungan alam, siswa mampu menjelaskan

pentingnya menjaga lingkungan, siswa mampu mendiagramkan data

tersebut ke dalam diagram lingkaran dengan tepat, dan , siswa mampu

menghitung rata-rata dari data tersebut dengan tepat.

(b) Kegiatan Inti

Pada kegiatan inti, siswa kembali diajak untuk mengamati gambar

tentang penebangan hutan tadi. Kemudian siswa diberikan kesempatan

89
untuk mengajukan pertanyaan untuk menggali lebih banyak lagi informasi

dari gambar tersebut. Kegiatan tanya jawab ini merupakan kegiatan awal

sebelum memasuki materi pelajaran sambil guru memberi arahan dan

memancing siswa untuk melontarkan pertanyaan seputar gambar yang ada

di papan tulis. Guru memberikan motivasi dalam mengidentifikasi gambar

dan mengajukan pertanyaan dan memberi inspirasi bagi siswa untuk terus

menggali informasi dari gambar. Dengan begitu, siswa telah termotivasi dan

memiliki gambaran tentang pertanyaan yang akan diajukan, sehingga

sebagian besar siswa antusias dalam mengajukan pertanyaan yang ditunjuk

secara acak, meskipun masih ada beberapa siswa yang belum terlihat

antusias saat temannya mengajukan pertanyaan.

Kemudian, guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah

anggota 5 – 6 orang, sesuai dengan kriteria ideal, yaitu heterogen baik secara

jenis kelamin dan prestasinya, namun dalam jumlah anggota yang rata.

Sebelumnya guru telah mempersiapkan nama-nama siswa yang akan

dibentuk kelompok. Dari jumlah siswa 35 orang, dibagi menjadi 7

kelompok, yang masing-masing kelompok berisi 5 anggota. Meskipun pada

saat pembagian dan tempat duduk kelompok, guru masih belum sepenuhnya

mengarahkan karena kurangnya persiapan dalam menata tempat duduk.

Kegiatan dilanjutkan dengan mengajak siswa membaca teks bacaan

yang ada di buku siswa dengan judul “Manusia dan Lingkungan”. Semua

siswa membaca teks tersebut secara bergantian dan bersambung. Dari

kegiatan membaca teks tersebut, guru memberikan pertanyaan kepada siswa

90
yang mengarah kepada permasalahan yang ada pada teks bacaan tersebut.

Guru membimbing dengan menggunakan peta konsep untuk memudahkan

siswa memahami dan menggali lebih dalam tentang informasi yang

dibacanya.

Kegiatan pembelajaran selanjutnya adalah merumuskan hipotesis.

Guru mengajak siswa merumuskan jawaban sementara dari suatu

permasalahan yang sedang dikaji. Dari peta konsep yang telah disediakan

di buku siswa, guru membimbing siswa mengajukan pendapatnya tetang

masalah tersebut dan mengemukakan solusi. Guru mengarahkan siswa

untuk menggunakan kupon yang telah diberikan sebelumnya sebagai media

pembelajaran dari model pembelajaran yang tengah digunakan, yaitu Time

Token. Dengan menggunakan kupon tersebut siswa menyampaikan

hipotesisnya selama ± 30 detik, dan diperoleh hipotesis berupa “ada

hubungan antara manusia dengan lingkungan”.

Kegiatan berlanjut pada saat guru mengajarkan salah satu cara dalam

memperoleh informasi, yaitu dengan wawancara, untuk membuktikan

hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Melalui kegiatan wawancara

yang telah dipraktikkan oleh guru di depan kelas sebelumnya, siswa

diajarkan untuk mengeksplorasi lebih dalam agar mendapatkan informasi

sedetail mungkin. Siswa bebas menanyai siapa saja, boleh teman satu

kelompok, dari kelompok lain, bahkan guru. Hasil wawancara tersebut

ditulis sedemikian rupa dan kemudian siswa diminta membacakan hasil

wawancara tersebut.

91
Selanjutnya, yaitu menguji hipotesis yang telah dirumuskan

sebelumnya, kalau “ada hubungan antara manusia dan lingkungan”, dan

setelah siswa melakukan pengumpulan data melalui kegiatan wawancara,

maka mereka menemukan jawaban atas permasalahan yang sedang dihadapi

dan menemukan bahwa memang benar ada hubungan antara manusia

dengan lingkungan.

Setelah semua informasi telah terkumpul, kegiatan dilanjutkan

dengan merumuskan kesimpulan dan presentasi. para siswa di dalam

kelompok dipersilakan untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan

kelas, namun hanya siswa yang belum menggunakan kuponnya saja yang

boleh mempresentasikannya ke depan. Guru memberikan koreksi dan

menyamakan persepsi terhadap jawaban siswa apabila terdapat hal-hal yang

masih kurang tepat.

Kegiatan selanjutnya, yaitu permainan (games). Game terdiri dari

pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor yang dilontarkan kepada siswa

di dalam kelompok. Setiap kelompok berlomba adu kecepatan mengangkat

tangan. Kelompok yang menjawab dengan benar akan mendapatkan poin

10 untuk setiap pertanyaan. Dalam games ini yang unggul adalah kelompok

2 dengan skor 50 poin, diikuti oleh kelompok 3, 6, 7 dengan skor masing-

masing kelompok 10 poin, sedangkan yang lainnya masih nol.

Kegiatan selanjutnya kompetisi (tournament). Kompetisi

dilaksanakam dengan mempertemukan setiap perwakilan anggota

kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama, secara bergantian dan

92
akan diberikan pertanyaan untuk menguji pengetahuan seputar

pembelajaran yang telah diajarkan sebelumnya. Peraturannya, anggota

kelompok diberikan buku dan alat tulis, jadi saat guru memberikan

pertanyaan, bagi peserta yang sudah tahu jawabannya bisa menulis jawaban

tersebut di buku yang telah disediakan, kemudian diangkat. Jika jawaban

benar maka akan mendapatkan poin 10, dan jika belum tepat, maka akan

dilempar ke anggota kelompok lainnya yang mengangkat nomor dua

tercepat setelah yang pertama. Kegiatan ini merupakan kelanjutan

memperoleh poin pada kegiatan sebelumnya. Hasil akhir yang didapatkan

adalah kelompok 2 menjadi pemenang dengan skor 90. Kelompok

pemenang ini diberikan penghargaan oleh guru berupa piagam

penghargaan.

(c) Kegiatan Akhir

Pada kegiatan akhir, guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran

yang telah dipelajari, yaitu tentang hubungan manusia dan lingkungan.

Kemudian untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa, guru

memberikan soal evaluasi secara individu berupa soal essay sebanyak 4

buah (terlampir). Guru kemudian melaksanakan refleksi dan tindak lanjut.

Selanjutnya guru menyampaikan rencana pembelajaran yang akan

dipelajari selanjutnya, yaitu masih dalam subtema yang sama, yaitu

Manusia dan Lingkungan, dalam pembelajaran 6. Kemudian ditutup dengan

salam.

3) Hasil Observasi

93
Hasil observasi merupakan uraian dari temuan-temuan yang didapatkan

setelah kegiatan pembelajaran dari kegiatan awal hingga kegiatan akhir, yang

nanti akan berfungsi sebagai bahan refleksi untuk meningkatkan pembelajaran

yang lebih baik lagi. Berikut hasil observasi yang didapatkan dari siklus I

pertemuan 1.

(a) Observasi Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pembelajaran

Hasil pengamatan aktivitas guru dari observer dalam kegiatan

pembelajaran di kelas pada siklus I pertemuan pertama dapat digambarkan

sebagai berikut:

Tabel 4.2 Observasi Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pembelajaran


Siklus I Pertemuan 1

No. Aspek yang Diamati Skor


Aktivitas guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan
1. materi yang akan dipelajari, kemudian meminta siswa untuk 2
mengamati gambar tersebut dengan seksama.
Aktivitas guru melakukan kegiatan orientasi, membina iklim
2. pembelajaran yang responsif dengan meminta siswa untuk 4
melontarkan pertanyaan dari gambar yang diamati, kegiatan

94
berupa tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi
pelajaran.
Aktivitas guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan
3. 3
jumlah 5–6 orang.
Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan masalah,
4. membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka- 3
teki.
Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan hipotesis.
5. Siswa juga diberikan kupon berbicara yang akan digunakan 2
dalam menyampaikan hipotesisnya.
6. Aktivitas guru membimbing siswa mengumpulkan data. 3
7. Aktivitas guru membimbing siswa menguji hipotesis. 3
Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan kesimpulan
dan presentasi, mendeskripsikan solusi yang diperoleh
8. berdasarkan pengujian hipotesis dan mempresentasikannya di 3
depan kelas. Namun, hanya siswa yang masih mempunyai
kupon yang harus mempresentasikannya.
9. Aktivitas guru mengadakan permainan (games). 4
10. Aktivitas guru mengadakan kompetisi (tournament). 4
Aktivitas guru memberikan penghargaan kepada kelompok
11. 3
dengan skor tertinggi.
Total Skor 34
Kriteria: Baik

Berdasarkan data hasil observasi tentang tahapan-tahapan pembelajaran

yang dilaksanakan guru pada proses pembelajaran sesuai tabel 4.2 dapat dilihat

bahwa nilai yang diperoleh adalah 34. Skor aktivitas guru dalam proses

pembelajaran tersebut termasuk pada kategori baik.

Hasil observasi oleh observer pada kegiatan pembelajaran dengan tema

Lingkungan Sahabat Kita subtema Manusia dan Lingkungan yang telah dilakukan

oleh guru dapat diketahui bahwa masih belum maksimal dan masih perlu adanya

perbaikan-perbaikan pada pertemuan selanjutnya. Hal tersebut dikarenakan guru

hanya memperoleh skor 4 (skor maksimal setiap aspek) sebanyak 3 kali, sedangkan

6 aspek memiliki skor 3, dan ada 2 aspek yang memiliki skor 2.

95
Ada beberapa aspek yang sudah mendapat skor maksimal, di antaranya

aktivitas guru pada saat melakukan kegiatan orientasi dalam membina iklim

pembelajaran dalam melontarkan pertanyaan dari gambar yang disajikan di depan.

Aspek ini telah mendapat skor maksimal, karena empat aspek yang telah dimuat

dalam rubrik aktivitas guru telah terlaksana semuanya. Pada aspek ini, guru telah

melakukan arahan dan memancing siswa untuk melontar pertanyaan seputar

gambar yang telah disajikan di depan. Dengan memberikan semangat juga

memotivasi siswa dalam mengajukan pertanyaan dari gambar, dan juga sambutan

yang hangat atas pertanyaan siswa jugadilakukan guru, tanpa kritik negatif dari

guru, serta guru terus memberikan inspirasi siswa untuk terus menggali informasi

dari gambar dengan kata kunci yang berhubungan dengan gambar.

Kemudian, aspek berikut yang memperoleh nilai maksimal adalah pada saat

aktivitas guru dalam mengadakan permainan (games), dimana guru memberikan

pertanyaan kuis secara urut kepada setiap kelompok secara bergantian dan

dilakukan secara sistematis, sehingga permainan dilakukan dengan suasana belajar

yang kondusif. Dalam menyampaikan pertanyaan, guru juga sudah menyampaikan

secara jelas dan mudah dimengerti. Tidak lupa guru memberikan motivasi kepada

siswa untuk tetap semangat dari awal sampai akhir permainan.

Aspek terakhir di siklus I pertemuan 1 ini yang mendapat skor maksimal

untuk aktivitas guru, yaitu aspek aktivitas guru dalam mengadakan kompetisi

(tournament). Pada aspek ini, juga telah melaksanakan segala aktivitas yang relevan

dengan aktivitas ini, dimana telah memberikan arahan sebelum kompetisi diadakan

dengan menyampaikan aturan-aturan kepada semua siswa, yang mana kompetisi ini

96
merupakan babak lanjutan dari permainan yang telah dilakukan sebelumnya. Guru

juga telah memberikan pertanyaan secara jelas kepada semua siswa, dan terus

memberikan semangat kepada siswa, meskipun jawaban siswa belum benar, serta

guru telah membimbing jalannya kompetisi secara tertib.

Dari pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan ini, untuk aktivitas guru ada

juga beberapa aspek yang masih belum memperoleh skor maksimal. Aspek yang

masih belum memperoleh skor maksimal pertama adalah pada aktivitas guru

menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Pada

kegiatan ini, guru seharusnya menunjukkan beberapa macam gambar yang

berhubungan dengan materi, memberikan ilustrasi dengan bercerita mengenai

keadaan yang ada di dalam gambar, menyebar pandangan dan mendekati siswa

untuk memancing siswa agar mereka memperhatikan gambar dengan detail, dan

membuka wawasan siswa untuk mengamati gambar dan mempersiapkan

pertanyaan untuk mengidentifikasi gambar dengan rinci. Namun, guru hanya

menunjukkan satu gambar dan berdasarkan catatan observer gambar yang

ditampilkan cukup kecil, sehingga sulit dilihat dari belakang, dan guru juga tidak

memberikan ilustrasi dengan bercerita tentang keadaan yang ada di dalam gambar.

Aspek selanjutnya adalah aktivitas guru membagi siswa ke dalam kelompok

dengan jumlah 5 – 6 orang. Dalam kegiatan ini, guru seharusnya membagi

kelompok secara heterogen, membagi kelompok dengan jumlah yang pas dan

merata, membagi kelompok dengan tertib agar tidak membuang-buang waktu, dan

guru dengan cepat menyusun posisi kelompok dengan sigap. Namun, pada kegiatan

97
ini, guru masih terlihat bingung dan belum bisa dengan sigap mengondisikan posisi

kelompok, sehingga waktu yang digunakan pun menjadi lebih lama.

Aspek yang masih belum memperoleh skor maksimal lainnya adalah pada

aktivitas guru membimbing siswa merumuskan masalah, membawa siswa pada

suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Seharusnya dalam kegiatan ini, guru

memberikan cerita berupa suatu kasus yang berkaitan dengan materi, memberikan

pertanyaan berupa teka-teki yang memancing siswa kepada suatu permasalahan,

memberikan arahan agar siswa memberikan jawaban dari teka-teki dengan

menjuruskan siswa pada jawaban yang diinginkan serta memancing para siswa

untuk memberikan rumusan masalah berdasarkan cerita dan arahan yang diberikan.

Namun, guru tidak melaksanakan kegiatan memancing para siswa untuk

memberikan rumusan masalah dikarenakan guru terfokus pada pertanyaan dan

mengharapkan jawaban dari siswa.

Berikutnya adalah aktivitas guru membimbing siswa merumuskan

hipotesis, mengajak siswa merumuskan jawaban sementara dari permasalahan yang

dikaji dan siswa juga diberikan kupon berbicara yang akan digunakan untuk

menyampaikan hipotesisnya. Pada kegiatan ini, guru seharusnya memberikan

pancingan melalui gambar ilustrasi khayalan apa yang seharusnya dilakukan untuk

mengatasi masalah yang diberikan, memotivasi siswa untuk mengungkapkan

pendapat dalam bentuk hipotesis tentang permasalahan yang sedang dibahas,

memberikan penjelasan mengenai bagaiman hipotesis seharusnya diberikan agar

siswa memahami apa yang seharusnya dilakukan, dan menggunakan bahasa yang

jelas dan tidak berbelit-belit. Namun, pada aspek ini guru tidak melakukan kegiatan

98
memotivasi siswa utnuk mengungkapkan pendapat dalam bentuk hipotesis tentang

permasalahan yang sedang dibahas karena dguru memberikan fokus perhatian pada

penjelasan mengenai apa itu hipotesis dan memberikan gambaran kasus agar siswa

dapat memberikan hipotesis yang diharapkan, dan juga guru masih menggunakan

bahasa yang berbelit-belit.

Aspek lainnya adalah aktivitas guru membimbing siswa mengumpulkan

data, melalui aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji

hipotesis yang diajukan berdasarkan lembar kerja kelompok yang tersedia. Pada

kegiatan ini, guru seharusnya memberikan pancingan melalui penjelasan materi

yang sedang dipelajari, memotivasi siswa untuk mencari berbagai informasi

tambahan dari berbagai literatur berdasarkan permasalahan yang sedang dibahas

dan terus berperan aktif di dalam kelompok, mendekati siswa dengan melakukan

bimbingan secara pribadi dan mandiri dan memberi penjelasan kepada setiap

kelompok apabila siswa masih belum mengerti dengan materi yang dibahas

sekaligus mengecek pekerjaan siswa, serta menggunakan bahasa yang jelas dan

tidak berbelit-belit sehingga siswa mengerti dengan penjelasan guru. Namun, ada

satu komponen yang tidak dilaksanakan oleh guru, yaitu memotivasi siswa untuk

mencari berbagai informasi tambahan dari berbagai literatur berdasarkan

permasalahan yang sedang dibahas. Hal ini dikarenakan, guru lebih menekankan

bimbingan siswa secara pribadi agar tujuan kerja kelompok tercapai, sehingga hal

ini terlupakan.

Berikutnya, aspek yang masih belum mendapat skor maksimal adalah

aktivitas guru membimbing siswa menguji hipotesis, menelaah data dan sekaligus

99
membahasnya untuk melihat hubungan dengan masalah yang dikaji, serta

dituangkan ke dalam lembar kerja siswa. Seharusnya, dalam kegiatan ini guru

memberikan gambaran dan membuka wawasan siswa melalui penjelasan hasil

diskusi atau pencarian informasi yang telah dilakukan, memberi bimbingan kepada

siswa yang kesulitan menjawab pertanyaan dengan cara berkeliling ke setiap

kelompok, memberikan respon positif terhadap jawaban siswa dan memberikan

saran apabila masih terdapat kekurangan dalam jawaban siswa secara berkelompok,

dan memberikan motivasi kepada seluruh kelompok agar bersama-sama

memberikan jawaban dan saran untuk menyempurnakan jawaban hasil kerja

kelompok. Tetapi, pada kegiatan memotivasi siswa untuk bekerjasama dan lebih

aktif di dalam kelompok tidak terlaksana, dikarenakan guru melihat sebagian besar

siswa sudah melakukan kerjasama dengan baik, sehingga guru lebih menekankan

pada memberi bimbingan terhadap siswa dalam menjawab pertanyaan yang

diberikan dalam lembar kerja kelompok.

Pada aspek ini juga belum mendapat skor maksimal, yaitu aktivitas guru

membimbing siswa merumuskan kesimpulan dan presentasi, mendeskripsikan

solusi yang diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis dan mempresentasikannya

di depan kelas, dengan menggunakan kupon bicara yang masih tersisa. Seharusnya,

pada kegiatan ini guru memberikan arahan dan gambaran kepada seluruh siswa

mengenai apa yang sudah dilakukan di dalam kelompok dari awal hingga sekarang

diserta kegiatan tanya jawab, berkeliling ke tiap-tiap kelompok untuk memastikan

semuanya mampu menyimpulkan hasil kegiatan diskusi dan memperbaiki jika ada

terdapat kekeliriuan, mempersilakan siswa utnuk mempresentasikan hasil diskusi

100
kelompok satu persatu, dan memberikan respon positif terhadap hasil kerja

kelompok yang dipresentasikan serta menyempurnakan jawaban jika terdapat

kekurangan atau kekeliruan. Namun, yang terjadi guru terlewat dalam melakukan

kegiatan berkeliling ke tiap-tiap kelompok untuk memastikan seluruh kelompok

mampu menyimpulkan hasil kegiatan diskusi dan memperbaikinya jika ada terdapat

kekeliruan. Hal ini dikarenakan guru terfokus pada siswa yang harus

mempresentasikan hasil diskusinya dan dirasa semua jawaban yang disampaikan

siswa sudah bagus, sehingga kegiatan tersebut terlupakan.

Aspek yang terakhir yang belum mendapat skor maksimal adalah kegiatan

guru memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi. Dalam

kegiatan ini, seharusnya guru memberikan penghargaan secara objektif, tertib,

teratur, memberikan motivasi kepada kelompok yang mendapat skor rendah dan

teru memberi semangat untuk games dan tournament selanjutnya, serta

memberikan pesan-pesan tentang apa yang sudah dilakukan selama kegiatan tadi.

Namun, dalam kegiatan ini guru terlewat tidak menyampaikan pesan-pesan tentang

apa yang sudah dilakukan selama kegiatan tadi dikarenakan guru terbawa suasana

semangat dalam melakukan games dan tournament sebelumnya.

(b) Observasi Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran

Hasil observasi aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas

pada siklus I pertemuan 1 dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 4.3 Persentase Setiap Aspek Observasi Aktivitas Siswa dalam


Pembelajaran Siklus I Pertemuan 1

Kategori
Aspek Sangat Aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif
No
f % f % f % F %

101
Mengamati gambar yang
1 35 100% - 0% - 0% - 0%
ditayangkan guru dengan seksama
Mengajukan pertanyaan dari gambar
2 15 42,9% 6 17,1% - 0% 14 40%
yang telah diamati
Memberi masukan dalam
3 9 25,7% 11 31,4% 10 28,6% 5 14,3%
merumuskan masalah
Merumuskan hipotesis dengan
4 18 51,4% 17 48,6% - 0% - 0%
menggunakan kupon berbicara
Berdiskusi dalam mengumpulkan
data, melakukan aktivitas menjaring
5 35 100% - 0% - 0% - 0%
data yang relevan berdasarkan lembar
kerja kelompok
Menguji hipotesis, menelaah data,
6 dan melihat hubungan dengan 9 25,7% 16 45,7% 10 28,6% - 0%
masalah yang dikaji
Merumuskan kesimpulan dan
7 presentasi dengan menggunakan 20 57,1% 14 40% 1 2,9% - 0%
kupon berbicara
Bekerjasama dalam menjawab
8 pertanyaan dalam games yang 35 100% - 0% - 0% - 0%
diberikan
9 Mengikuti kompetisi (tournament) 35 100% - 0% - 0% - 0%

Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa persentase yang diperoleh siswa pada

setiap aspek masih banyak yang berada pada kategiori kurang aktif dan cukup aktif.

Memang untuk skor akhir yang diperoleh siswa adalah aktif dan sangat aktit, tetapi

masih banyak aspek yang perlu perhatian agar siswa dapat melakukannya sampai

pada kategori sangat aktif. Hal tersebut sesuai dengan indikator hasil penelitian

yang menyaratkan bahwa penelitan dinyatakan berhasil apabila ≥ 80% siswa

mencapa kategori sangat aktif.

Dari sembilan aspek yang diamati dalam aktivitas siswa, sudah ada empat

aspek yang semua siswa memperoleh kategori sangat aktif. Meskipun tidak semua

aspek mendapat siswa memperoleh kategori sangat aktif, namun untuk pertemuan

pertama di siklus I ini, hal ini sudah menunjukkan sesuatu yang bagus, karena

antusias siswa dalam beberapa kegiatan dalam mengikuti pembelajaran. Salah satu

aspek yang mendapati seluruh siswa mendapat kategori sangat aktif, yaitu aktivitas

102
siswa mengamati gambar yang disajikan oleh guru. Dalam aspek ini seluruh siswa

mengamati gambar dengan teliti dan dengan arahan dan pancingan-pancingan dari

guru, siswa mengamati gambar penuh perhatian dengan siap mengajukan

pertanyaan seputar gambar yang diamati.

Aspek berikutnya, yaitu aktivitas siswa berdiskusi dalam mengumpulkan

data yang relevan yang dituangkan dalam lembar kerja kelompok yang telah

diberikan. Dalam aspek ini, siswa dibantu dengan bimbingan dari guru, telah

mengumpulkan data dan memberikan masukan tanpa diminta, dan juga guru

memotivasi siswa serta memberikan arahan, sehingga menumbuhkan dalam diri

siswa rasa bertanggung jawab mengerjakan tugas yang telah diberikan hingga

selesai.

Aspek selanjutnya, yaitu aktivitas siswa bekerja sama dalam menjawab

pertanyaan dari permainan yang diberikan. Sangat terlihat siswa terlihat antusias

dalam kegiatan ini, sehingga semua siswa turut berpartisipasi aktif mengikuti

kegiatan. Dengan bimbingan dan arahan dari guru, kegiatan permainan dapat

berjalan dengan tertib dan tetap terjaga kondusif, yang membuat siswa jadi semakin

semangat dalam bekerja sama menjawab pertanyaan, dan juga memberikan

masukan-masukan kepada teman sekelompoknya tentang pertanyaan yang

diberikan, dan tidak lupa karena ini permainan menjawab pertanyaan secara

berkelompok, siswa berembuk dahulu sebelumnya menjawab pertanyaan, sebagai

bukti antusias mereka dalam memperoleh nilai tertinggi dan kemenangan.

Yang terakhir, adalah aktivitas siswa mengikuti kompetisi. Setelah

disampaikan guru, bahwa kelas akan mengadakan kompetisi, seluruh siswa

103
langsung bersemangat, dan tentunya siswa di sini berlomba-lomba untuk meraih

peringkat tertinggi. Dengan fokus yang dimiliki masing-masing peserta perwakilan

kelompok, mereka masing-masing berusaha membuktikan siapa yang terbaik

dengan menjawab pertanyaan dengan cepat dan tepat.

Untu aspek yang belum memenuhi indikator keberhasilan adalah kegiatan

mengajukan pertanyaan dari gambar yang telah diamati, memberi masukan dalam

merumuskan masalah, merumuskan hipotesis dengan menggunakan kupon

berbicara, menguji hipotesis dan menelaah data serta melihat hubungan dengan

masalah yang sedang dikaji, dan merumuskan kesimpulan dan presentasi dengan

menggunakan kupon berbicara.

Aspek mengajukan pertanyaan dari gambar yang telah diamati hanya 42,9%

dari jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat aktif. Artinya, hanya beberapa

siswa saja yang telah menyiapkan dan bersedia mengajukan pertanyaan dengan

mengangkat tangan terlebih dahulu tanpa ditunjuk oleh guru dan tanpa menunggu

teman. Masih ada beberapa siswa yang masih menunggu temannya dulu sebelum

mengajukan pertanyaan dan menunggu ditunjuk oleh guru dahulu, bahkan ada

beberapa siswa yang masih belum terlihat menyiapkan pertanyaan. Hal ini dikarena

karena guru belum memberikan motivasi dan pancingan-pancingan berupa kata

kunci yang membuka pikiran siswa tentang pertanyaan seputar gambar yang

disajikan.

Aspek memberikan masukan dalam merumuskan masalah hanya 25,7% dari

jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat aktif. Artinya, sedikit siswa yang

secara inisiatif memberikan masukan sendiri tentang rumusan masalah yang

104
diharapkan guru, tanpa ditunjuk oleh guru. Juga ada beberapa siswa yang mau

memberikan masukan namun menunggu temannya dulu, bahkan ada beberapa

siswa yang tidak melibatkan diri dalam memberikan masukan dan melakukan

kegiatan lain yang tidak berhubungan dengan kegiatan. Ini dikarenakan perhatian

yang diberikan oleh guru masih belum menyeluruh, dan siswa masih terlihat takut

disalahkan oleh guru, meskipun guru telah memberikan arahan untuk berani

mengajukan pendapat tanpa takut salah.

Pada aspek merumuskan hipotesis dengan kupon berbicara diperoleh

presentase 51,4% dari jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat aktif.

Artinya, hanya setengah dari jumlah siswa yang memberikan masukan tentang

hipotesis secara inisiatif dan menggunakan kupon berbicaranya secara maksimal.

Meskipun ada beberapa siswa yang masih belum mengerti apa itu hipotesis, dengan

penjelasan guru, siswa sudah mulai mengerti. Setelah mengerti apa itu hipotesis,

siswa sudah mulai berani mengajukan pendapatnya, namun siswa masih menunggu

temannya dahulu sebelum mengajukan pendapatnya, dan waktu yang diberikan

oleh kupon berbicarapun masih belum dimanfaatkan secara maksimal.

Dalam aspek menguji hipotesis, menelaah data, dan melihat hubungan

dengan masalah yang dikaji hanya diperoleh persentase sebesar 25,7% dari jumlah

siswa yang memperoleh kategori sangat aktif. Artinya, kurang dari setengah jumlah

siswa yang memiliki rasa tanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya dalam

menguji hipotesis, menelaah data, dan melihat hubungan dengan masalah yang

sedang dikaji. Sisanya yang lain, masih ada siswa yang masih mengharapkan

anggota kelompoknya yang terpandai untuk menyelesaikan tugasnya, bahkan masih

105
ada beberapa yang belum fokus terhadap tugas yang diberikan dengan berbicara hal

yang tidak perlu, yang tidak berhubungan dengan masalah yang bersangkutan. Hal

ini dikarenakan guru hanya bisa memberikan bimbingan ke beberapa kelompok

saja, sehingga jika ditinggal akan terulang kembali.

Aspek yang terakhir pada aspek merumuskan kesimpulan dan presentasi

dengan menggunakan kupon berbicara dengan persentase 57,1% dari jumlah siswa

yang memperoleh kategori sangat aktif. Artinya, setengah dari jumlah siswa telah

melakukan presentasi dan menyampaikan kesimpulan dengan menggunakan waktu

yang diberikan kupon berbicara secara maksimal. Meskipun telah diberikan

motivasi oleh guru dan semangat untuk menyampaikan kesimpulan pembelajaran

dengan maksimal. Bahkan ada seorang siswa yang terlihat enggan menyampaikan

kesimpulan ke depan kelas. Hal ini, menjadi perhatian guru, karena masih ada siswa

yang masih malu-malu.

Dari data tersebut terlihat bahwa aspek-aspek tersebut perlu mendapat

perhatian lebih agar setiap aspeknya mampu mencapai kategori sangat aktif,

walaupun secara klasikal sebagian siswa memang sudah mendapat kategori sangat

aktif. Berikut gambaran hasil analisis observasi aktivitas siswa secara klasikal:

Tabel 4.4 Hasil Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran pada


Siklus I Pertemuan 1 secara Klasikal

No Kriteria f %
1. Sangat Aktif 9 25,7%
2. Aktif 26 74,3%
3. Cukup Aktif - 0%
4. Kurang Aktif - 0%
Jumlah Siswa dengan Kategori Sangat Aktif 9
Persentase Keaktifan Klasikal 25,7%

106
Dari tabel 4.4 terlihat bahwa siswa yang aktif lebih banyak dari siswa

dengan kategori sangat aktif. Tentu hasil tersebut perlu ditingkatkan lagi pada

pertemuan selanjutnya. Hasil tersebut dapat digambarkan dengan grafik berikut:

Persentase Aktivitas Siswa


Siklus I Pertemuan 1
80.0% 74.30%

60.0%

40.0%
25.70%

20.0%

0.0% 0%
0%
Sangat Aktif
Aktif
Cukup Aktif
Kurang Aktif

Gambar 4.1 Grafik Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran


pada Siklus I Pertemuan 1

Siswa yang berada pada kategori aktif tercatat ada 26 orang dan yang sangat

aktif ada 9 orang. Kondisi ini sebetulnya merupakan kondisi yang bagus, namun

kriteria yang ditetapkan guru adalah ≥ 80% siswa mendapat kategori sangat aktif.

Hasil ini belum tercapai karena sebagian besar siswa masih memiliki kendala untuk

berperan aktif dalam proses pembelajaran. Seperti halnya pada aspek mengajukan

pertanyaan dari gambar yang diamati, hanya 15 orang siswa yang memiliki skor 4.

Pada aspek berikutnya, yaitu memberikan masukan dalam merumuskan masalah,

hanya 9 orang siswa yang berperan sangat aktif dan yang lainnya meski ada

beberapa yang mengemukakan pendapatnya, namun hanya sekali dan baru mau

berbicara saat ditunjuk. Pada aspek merumuskan hipotesis dengan menggunakan

107
kupon berbicara, siswa yang terlihat sangat aktif berjumlah 18 orang, dan sisanya

berkategori aktif ada 17 orang siswa. Namun, pada aspek berdiskusi dalam

mengumpulkan data melalui lembar kerja kelompok, semua anggota kelompok

terlihat sangat fokus dalam berdiskusi, sehingga masuk dalam kategori sangat aktif.

Dalam aspek menguji hipotesis, menelaah data, dan melihat hubungan dengan

masalah yang sedang dikaji, siswa yang sangat aktif dalam menguji hipotesis hanya

9 orang, sisanya menyampaikan hasilnya, namun masih harus ditunjuk dahulu, yang

mana siswa yang aktif berjumlah 16 orang dan siswa yang masuk kategori cukup

aktif berjumlah 10 orang. Selanjutnya, dalam merumuskan kesimpulan dan

presentasi dengan menggunakan kupon berbicara, siswa yang tanpa perlu ditunjuk

untuk menyampaikan hasil kesimpulannya dan menyajikan di depan terdapat 20

orang, sisanya yang masuk kategori aktif, yaitu harus ditunjuk terlebih dahulu ada

14 orang, dan ada 1 orang yang terlihat sedang tidak fokus, melakukan hal-hal

diluar pembelajaran. Namun, dalam kegiatan menjawab pertanyaan yang dikemas

dalam permainan dan kompetisi (tournament), semua siswa terlihat sangat aktif dan

antusias dalam berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.

(c) Observasi Hasil Belajar Siswa

Data hasil belajar siswa meliputi nilai yang didapat pada pengerjaan

tugas dalam kelompok dan nilai pada evaluasi akhir pertemuan. Hasil belajar

tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

(1) Nilai Hasil Kerja Kelompok Siklus I Pertemuan 1

Tabel 4.5 : Nilai Hasil Kerja Kelompok Siklus I Pertemuan 1

No Kelompok Nilai
1. I 100

108
2. II 60
3. III 80
4. IV 100
5. V 100
6. VI 100
7. VII 70

Pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa kelompok II mendapat nilai terendah,

yaitu 60. Hal ini dikarenakan, kelompok ini masih memiliki kendala pada tahap

mengamati gambar untuk menggali informasi lebih dalam, dan pada tahap

merumuskan masalah juga memiliki kendala, sehingga dalam tahap pemecahan

masalah, kelompok ini belum dapat menentukan adakah hubungan antara manusia

dengan lingkungan. Kelompok berikutnya adalah kelompok VII yang mendapat

nilai 70. Kelompok ini mengalami kendala pada tahap merumuskan masalah, dan

juga ini menyebabkan kelompok VII kesulitan dalam menentukan adakah kaitan

antara manusia dengan lingkungan. Selanjutnya, kelompok III yang mendapat skor

80. Kelompok ini mengalami kendala pada tahap pemecahan masalah, sehingga

kelompok ini kesulitan dalam memahmi soal dan sedikit kesulitan dalam

menentukkan hubungan manusia dengan lingkungan. Namun, untuk yang lainnya,

kelompok sudah baik dalam mengerjakan tugas yang lainnya dan menunjukkan

kerjasama yang baik satu sama lain.

Untuk memperjelas hasil belajar kelompok pada siklus I pertemuan 1, dapat

digambarkan dalam grafik sebagai berikut:

109
Hasil Belajar Kelompok Siklus I Pertemuan 1
100 100 100 100
100
90 80
80 70
70 60
Frekuensi

60
50
40 Kelompok
30
20
10
0
I II III IV V VI VII
Kelompok

Gambar 4.2 Grafik Nilai Hasil Kerja Kelompok Siswa Siklus I Pertemuan 1

Berdasarkan gambar 4.2, dapat diketahui ada empat kelompok yang

mendapatkan nilai tertinggi, sedangkan masih ada beberapa kelompok yang

mendapat nilai 60, 70, dan 80. Hasil ini tentunya belum menunjukkan hasil yang

memuaskan karena guru menetapkan standar nilai untuk ketuntasan adalah ≥ 80,

jadi hanya lima kelompok saja yang dinyatakan tuntas, sedangkan yang lainnya

belum mencapai skor yang telah ditetapkan. Perolehan nilai kelompok pada siklus

I pertemuan 1 ini tentu masih perlu ditingkatkan, agar pada pertemuan selanjutnya

seluruh kelompok dapat memperoleh hasil yang maksimal.

(2) Nilai Hasil Belajar Siswa secara Individu Siklus I Pertemuan 1

Tabel 4.6 Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I Pertemuan 1

Nilai Frekuensi Nilai dan Persentase


No.
Skala 100 Skala 1 - 4 K % A % P %
1. 86 – 100 3,67 – 4,00 10 28,6 3 8,5 2 5,7
2. 81 – 85 3,34 – 3,66 2 5,7 2 5,7 5 14,3
3. 76 – 80 3,01 – 3,33 1 3 4 11,4 6 17,1
4. 71 – 75 2,67 – 3,00 11 31,4 16 45,7 3 8,3

110
5. 66 – 70 2,34 – 2,66 - - 7 20 9 25,7
6. 61 – 65 2,01 – 2,33 5 14,3 2 5,7 4 11,4
7. 56 – 60 1,67 – 2,00 - - 1 3 2 5,7
8. 51 – 55 1,34 – 1,66 2 5,7 - - 4 11,4
9. 46 – 50 1,01 – 1,33 3 8,3 - - - -
10. 41 – 45 0,67 – 1,00 1 3 - - - -
Jumlah 35 100 35 100 35 100
Ketuntasan Individu 13 orang 9 orang 13 orang
Ketuntasan Klasikal 37,1% 25,7% 37,1 %
Rata-rata Nilai 76,34
Keterangan: K = Kognitif, A = Afektif, P = Psikomotorik, % = Persentase

Hasil tes tertulis yang dilakukan pada akhir pertemuan 1 siklus I ini masih

sangat rendah. Siswa yang memperoleh nilai antara 41 – 45 ada 1 orang (3%), siswa

yang memperoleh nilai antara 46 – 50 ada 3 orang (8,3%), siswa yang memperoleh

nilai antara 51 – 55 ada 2 orang (5,7%), siswa yang memperoleh nilai antara 61 –

65 ada 5 orang (14,3%), siswa yang memperoleh nilai antara 71 – 75 ada 11 orang

(31,4%), siswa yang memperoleh nilai antara 76 – 80 ada 1 orang (3%), siswa yang

memperoleh nilai antara 81 – 85 ada 2 orang (5,7%), dan siswa yang memperoleh

nilai antara 86 – 100 ada 10 orang (28,6%). Jadi, hanya 13 orang siswa saja yang

dinyatakan tuntas. Hal ini dikarenakan, guru belum ada memberikan penekanan

tentang materi-materi atau poin-poin penting yang akan keluar di soal tes akhir di

setiap pembelajaran.

Sedangkan untuk penilaian pada aspek afektif (sikap), guru menentukan

patokan penilaian pada aspek sosial, yaitu Gotong Royong, Jujur, Disiplin, dan

Percaya Diri, dengan skor patokan Belum Terlihat (skor 1), Mulai Terlihat (skor 2),

Mulai Berkembang (skor 3), dan Sudah Membudaya (skor 4). Siswa yang

memperoleh nilai gabungan antara 76 – 100 dengan rentang skor gabungan 3,01 –

4,00 berada pada kategori Sudah Membudaya ada 9 orang, sedangkan siswa yang

111
memperoleh gabungan antara 61 – 75 dengan rentang skor gabungan 2,01 – 3,00

berada pada kategori Mulai Berkembang ada 25 orang, dan ada 1 orang yang

termasuk dalam kategori Mulai Terlihat pada rentang skor ≤ 2,00. Hal ini

dikarenakan, dalam aspek gotong royong, siswa masih banyak yang masih belum

aktif membantu dalam kerja kelompok ataupun melakukan diskusi. Untuk aspek

jujur, masih ada beberapa siswa yang tidak menyampaikan hasil temuan atau data

dengan apa adanya. Dalam aspek disiplin, siswa masih ada beberapa belum patuh

terhadap peraturan yang ditetapkan sebelum pembelajaran dan mengumpul tugas

sesuai waktu yang telah ditentukan. Sedangkan aspek percaya diri, kebanyakan

siswa masih malu-malu dalam presentasi ke depan atau bahkan mengemukakan

pendapatnya, masih menunggu temannya dahulu atau bahkan menunggu ditunjuk

terlebih dahulu.

Untuk penilaian pada aspek psikomotorik (keterampilan), guru

menggunakan instrumen penilaian wawancara, dengan penilaian yang sudah tertera

di buku guru, yaitu rubrik wawancara dan dengan skor patokan Perlu Bimbingan

(skor 1), Cukup Baik (skor 2), Baik (skor 3), dan Baik Sekali (skor 4). Siswa yang

memperoleh nilai gabungan antara 76 – 100 dengan rentang skor gabungan 3,01 –

4,00 berada pada kategori Sudah Membudaya ada 13 orang, sedangkan siswa yang

memperoleh gabungan antara 61 – 75 dengan rentang skor gabungan 2,01 – 3,00

berada pada kategori Baik ada 16 orang, dan ada 6 orang yang termasuk dalam

kategori Cukup Baik dengan skor gabungan 46 – 60 dan rentang skor 1,01 – 2,00.

Hal ini dikarenakan masih banyak siswa yang belum menguasai sikap, teknik dan

urutan wawancara dengan baik.

112
Dari data di atas, maka dapat diakumulasikan jumlah siswa yang tuntas pada

ketiga aspek penilaian dalam tabel berikut:

Tabel 4.7 Akumulasi Ketuntasan Hasil Belajar Siklus I Pertemuan 1

No Kriteria Ketuntasan K % A % P %
1. Tuntas (≥ 80) 13 37,1% 9 25,7% 13 37,1%
2. Tidak Tuntas (≤ 80) 22 62,9% 26 74,3% 22 62,9%
Jumlah 35 100% 35 100% 35 100%
Keterangan: K = Kognitif, A = Afektif, P = Psikomotorik, % = Persentase

Hasil belajar siswa pada siklus I pertemuan 1, dalam aspek kognitif ada 13

orang siswa atau 37,1% yang sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal,

sedangakan 22 orang lainnya atau sebanyak 62,9% masih berada di bawah kriteria

ketuntasan minimal. Sedangkan untuk aspek afektif, hanya 9 orang siswa atau

sebanyak 25,7% sudah memperoleh nilai di atas kriteria ketuntasan minimal atau

memperoleh kriteria sudah membudaya, dan 26 orang lainnya atau sebanyak 74,3%

masih berada pada kategori mulai berkembang dan mulai terlihat. Penilian ini

diperoleh berdasarkan akumulasi nilai antara 76 – 100 atau skor 3,01 – 4,00 pada

rentang skor penilaian kurikulum 2013. Untuk aspek psikomotorik, dari data

tersebut dapat diketahui bahwa sebanyak 13 orang siswa atau 37,1% telah

memenuhi kriteria ketuntasan minimal, yaitu ≥ 80, sedangkan 22 orang lainnya

masih berada di bawah kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan.

Hasil belajar siswa secara individu dapat dilihat pada lampiran. Untuk

memperjelas hasil belajar siswa secara individu pada siklus I pertemuan 1, dapat

dilihat dari grafik dibawah ini:

113
Hasil Belajar Siswa Siklus I Pertemuan 1
16

14

12

10
Frekuensi

0
100 - 85 - 80 - 75 - 70 - 65 - 60 - 55 - 50 - 45 -
86 81 76 71 66 61 56 51 46 41
Kognitif 10 2 1 11 0 5 0 2 3 1
Afektif 3 2 4 16 7 2 1 0 0 0
Psikomotorik 2 5 6 4 9 6 2 1 0 0

Gambar 4.3 : Hasil Belajar Siswa Siklus I Pertemuan 1

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa pada aspek penilaian kognitif

(pengetahuan), siswa yang memperoleh nilai di atas kriteria ketuntasan minimal,

yaitu antara 80 – 100 sebanyak 13 orang siswa atau sebesar 37,1% telah dinyatakan

tuntas dalam pembelajaran di siklus I pertemuan 1 ini.

Pada aspek afektif, data tersebut memberikan gambaran bahwa 9 orang

siswa atau sebesar 25,7% memperoleh kriteria Sudah Membudaya yang tergambar

dalam nilai gabungan antara 76 – 100 atau pada rentang skor ketetapan kurikulum

114
2013 antara 3,01 – 4,00, dan 26 siswa lainnya masih berada pada kategori Mulai

Berkembang dan Mulai Terlihat.

Untuk aspek psikomotorik, dari data tersebut tergambar bahwa sebanyak 13

orang siswa atau sebesar 37,1% telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal, yaitu

≥ 80, sedangkan 22 siswa lainnya masih berada di bawah kriteria ketuntasan

minimal yang ditetapkan.

4) Analisis Soal Tes Akhir Siklus I Pertemuan 1

Pada akhir pembelajaran siklus I pertemuan 1 diadakan tes akhir

pembelajaran yang mengambil tes pada ranah kognitif untuk mengetahui sejauh

mana siswa menyertap materi yang diberikan pada hari itu. Tes diberikan

dengan menggunakan instrumen soal berjumlah 4 buah dengan beberapa variasi

kata kerja ranah kognitif yang diberikan. Analisis soal ini digambarkan untuk

menginformasikan ranah kognitif mana yang telah dan belum sepenuhnya

berhasil terjawab oleh siswa sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian tes

di pertemuan berikutnya.

Untuk memperjelas hasil yang diraih oleh siswa dalam setiap soal tes

akhir pertemuan 1 pada siklus I ini, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.8 Analisis Hasil Tes Akhir Pertemuan 1 pada Siklus I


setiap Butir Soal

Kategori
No. Bobot Frekuensi Siswa Persentase
Ranah Keterangan
Soal Skor Menjawab Benar (%)
Kognitif
1 C2 25 23 65,7% Menggali
2 C4 25 33 94,3% Menyimpulkan
3 C4 25 18 51,4% Mendiagramkan
4 C2 25 30 85,7% Menghitung

115
Dari data di atas, diketahui bahwa dari 4 soal yang ada, hanya setengahnya

yang berhasil mencapai indikator keberhasilan, yaitu ≥ 80. Siswa menjawab dengan

benar pada soal nomor 2 dan 4 dengan kategori menyimpulkan dan menghitung.

Untuk soal nomor 1 dan 3 dengan kategori menggali dan mendiagramkan masih

belum memenuhi indikator keberhasilan.

Dari data tersebut dapat diketahui pula bahwa para siswa masih memiliki

kendala dalam menjawab soal dengan tingkat kesulitan berbeda, yaitu pada soal

nomor 1. Soal ini menggali informasi yang telah disajikan sebelumnya tentang

fungsi lingkungan bagi manusia dan arti pentingnya lingkungan bagi manusia.

Pada soal nomor 3, siswa diminta menghitung data yang telah disajikan,

kemudian diubah ke dalam bentuk diagram lingkaran. Kesulitan terletak pada

membaca data tersebut, yang kemudian dihitung dan hasilnya diubah ke bentuk

diagram.

5) Refleksi Siklus I Pertemuan 1

Berdasarkan temuan yang diperoleh melalui observasi kegiatan

pembelajaran dan hasil belajar siswa dapat direfleksikan sebagai berikut:

(a) Aktivitas Guru

Kegiatan pembelajaran yang direncanakan dengan alokasi waktu

7×35 menit sudah dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dari lembar

observasi penilaian guru, guru memperoleh skor 4 (skor maksimal)

sebanyak 3 kali, yaitu pada kegiatan orientasi, melontarkan pertanyaan dari

gambar berupa tanya jawab rebutan. Kemudian aspek yang mendapat skor

4, yakni kegiatan guru mengadakan permainan dan mengadakan kompetisi.

116
Sedangkan pada aspek lainnya guru masih memperoleh skor 3 dan skor 2.

Skor yang diperoleh guru dalam kegiatan pembelajaran, yaitu 34 dengan

kriteria baik. Tentunya, guru masih belum maksimal dalam menjalankan

langkah-langkah pembelajaran, terutama saat menunjukkan gambar yang

berhubungan dengan materi dan pada saat membimbing siswa merumuskan

hipotesis.

Penyebab dari kurang optimalnya aktivitas yang dilakukan guru

dalam melaksanakan kombinasi model Problem Based Learning (PBL),

Team Games Tournament (TGT), dan Time Token adalah karena guru

terlalu terfokus pada pencapaian keberhasilan proses dan perolehan hasil

belajar siswa.

Hal ini terlihat pada saat melaksanakan aspek menunjukkan gambar

yang berhubungan denga materi yang akan dipelajari. Pada kegiatan ini guru

tidak memberikan ilustrasi atau cerita yang berkaitan tentang gambar yang

disajikan. Hal ini disebabkan karena guru terfokus pada jawaban akhir siswa

tentang informasi apa saja yang terdapat dari gambar. Juga pada kegiatan

ini guru hanya menunjukkan satu gambar saja dan gambar tersebut relatif

kecil, sehingga tidak terlalu jelas jika dilihat dari belakang. Maka, langkah

perbaikan yang akan dilakukan guru adalah menggunakan media yang bisa

diakses oleh semua siswa, dan juga lebih memberikan banyak ilustrasi

tentang gambar, sehingga siswa bisa lebih menggali lebih dalam lagi

informasi yang diinginkan.

117
Selanjutnya, pada aspek membagi siswa ke dalam kelompok dengan

jumlah 5 – 6 orang. Dalam kegiatan ini, guru masih belum sigap

mengondisikan posisi kelompok, karena kurangnya persiapan tentang

peletakkan posisi kelompok, dan guru juga hanya terfokus pada pembagian

anggotanya saja, sehingga dalam penempatan kelompok lebih banyak waktu

yang digunakan. Maka, langkah perbaikan yang akan dilakukan guru adalah

dengan menetapkan terlebih dahulu anggota kelompok dan tata letak

penempatan duduk masing-masing kelompok, agar pada saat pembagian

kelompok, guru langsung dapat mengarahkan setiap kelompok ke

tempatnya masing-masing, tanpa membuang-buang waktu.

Pada aspek berikutnya, yaitu membimbing siswa merumuskan

masalah. Dalam kegiatan ini guru telah melakukan kegiatan yang relevan

dengan aspek tersebut, namun guru tidak melaksanakan kegiatan

memberikan arahan kepada siswa agar siswa memberikan jawaban dari

teka-teki dengan menjuruskan siswa pada jawaban yang diinginkan, padahal

kegiatan inilah yang seharusnya diutamakan oleh guru, agar memperoleh

jawaban dari siswa tentang masalah yang tengah dihadapi. Hal ini

disebabkan guru terfokus pada rumusan masalah akhir yang harus diberikan

siswa, sehingga lupa untuk mengarahkan siswa pada jawaban yang

diinginkan. Maka dari itu, perbaikan yang akan dilakukan guru di

pertemuan selanjutnya adalah guru akan lebih menguasai setiap kegiatan-

kegiatan dari setiap aspek yang diteliti, sehingga setiap aspek dapat

118
terlaksana dengan optimal. Khususnya dalam memberikan teka-teki agar

siswa terarah menuju ke masalah yang diharapkan.

Aspek selanjutnya adalah aktivitas guru membimbing siswa

merumuskan hipoteses. Pada kegiatan ini guru menggunakan kupon

berbicara sebagai syarat siswa yang ingin mengajukan pendapatnya tentang

masalah yang telah ditentukan. Namun, aspek ini belum mendapat skor

maksimal, karena guru tidak memotivasi siswa untuk mengungkapkan

pendapat dalam bentuk hipotesis dan juga karena guru terfokus pada

penjelasan mengenai apa itu hipotesis dan memberikan gambaran kasus

agar siswa dapat memberikan hipotesis yang diharapkan. Maka, perbaikan

yang akan dilakukan guru guna meningkatkan kualitas pembelajaran adalah

guru akan memotivasi siswa untuk berani mengemukakan pendapatnya di

depan, dan terus memberikan pengertian dan sambutan yang hangat kepada

siswa, agar siswa tidak merasa malu dan merasa takut disalahkan atas apa

yang ia sampaikan.

Kemudian pada aspek membimbing siswa mengumpulkan data,

guru memang sudah melakukan kegiatan yang relevan dengan aspek ini,

Namun, pada kegiatan ini guru tidak memotivasi siswa untuk mencari

sumber informasi tambahan dari berbagai literatur yang sesuai dengan

permasalahan yang sedang dibahas. Hal ini dikarenakan guru lebih

menekankan bimbingan siswa secara individu agar tujuan kerja kelompok

tercapai, sehingga hal ini terlupakan. Maka, perbaikan yang akan dilakukan

pada pertemuan selanjutnya adalah guru akan mencoba memberikan arahan

119
dan bimbingan secara klasikal, sehingga dapat dilakukan secara menyeluruh

untuk mencari informasi dari berbagai sumber.

Aspek berikutnya yaitu aktivitas guru membimbing siswa menguji

hipotesis. Pada aspek ini guru tidak melaksanakan memotivasi siswa untuk

bekerjasama dan lebih aktif di dalam kelompok. Hal ini dikarenakan guru

melihat sebagian besar siswa sudah melakukan kerjasama dengan baik,

sehingga guru lebih menekankan pada memberi bimbingan terhadap siswa

dalam menjawab pertanyaan yang diberikan dalam lembar kerja kelompok.

Karena guru terfokus melihat sebagian besar siswa telah melakukannya

dengan baik, sehingga guru melupakan siswa yang masih belum melakukan

tugasnya dengan baik, maka dari itu, guru akan lebih menyebar pandangan

ke seluruh siswa, sehingga bisa memantau dan memperbaiki serta

meningkatkan aktivitas siswa dengan melibatkan seluruh siswa di dalam

setiap kegiatan.

Untuk aspek membimbing siswa merumuskan kesimpulan dan

presentasi, guru sudah melakukan berbagai hal yang relevan dengan aspek

ini. Tetapi, dalam hal ini guru terlewat dalam melakukan kegiatan

berkeliling kelompok untuk memastikan seluruh kelompok mampu

menyimpulkan hasil kegiatan diskusi dan memperbaiki jika ada terdapat

kekeliruan. Hal ini disebabkan karena guru terfokus pada siswa yang harus

mempresentasikan hasil diskusinya dan dirasa semua jawaban yang

dipaparkan siswa sudah bagus, sehingga kegiatan tersebut terlupakan. Maka

120
dari itu, guru akan lebih memantau dengan cara berjalan ke tiap-tiap

kelompok untuk memantau perkembangan belajar kelompok.

Aspek yang terakhir yang belum mendapat skor maksimal, yaitu

kegiatan guru memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor

tertinggi. Pada aspek ini guru telah melakukan berbagai hal yang relevan

dengan aspek ini. Namun, dalam kegiatan ini guru tidak menyampaikan

pesan-pesan tentang apa yang sudah dilakukan selama kegiatan tadi

dikarenakan guru terbawa suasana semangat dalam melakukan kegiatan

games dan tournament sebelumnya. Maka dari itu, guru akan lebih

menyiapkan kembali kegiatan yang akan dilakukan pada pertemuan

selanjutnya, terutama hal-hal yang akan disampaikan setelah pemberian

penghargaan dilakukan, sebagai pesan yang dapat siswa ambil pelajarannya.

(b) Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa pada siklus I pertemuan 1 belum maksimal. Hal tersebut

terlihat dari hasil pengamatan aktivitas siswa yang menunjukkan bahwa siswa

yang mendapat kategori sangat aktif hanya berjumlah 9 orang atau keaktifan

klasikal sebesar 25,7% saja. Hal tersebut dikarenakan siswa belum terlalu

beradaptasi dengan kombinasi model Problem Based Learning (PBL), Team

Games Tournament (TGT), dan Time Token yang diajarkan oleh peneliti.

Seperti halnya dalam kegiatan mengajukan pertanyaan dari gambar yang

diamati, hanya ada 15 orang siswa saja yang sangat aktif atau 42,9%, walaupun

dalam kegiatan mengamati gambar yang berkaitan dengan masalah sudah

mencakup sangat aktif keseluruhan, namun dalam memberi masukan untuk

121
rumusan masalah siswa masih mencapai 25,7% atau sebanyak 9 orang. Dalam

merumuskan hipotesis juga belum maksimal, karena hanya 18 orang saja yang

berperan sangat aktif atau sebesar 51,4%. Namun, dalam kegiatan berdiskusi

dalam pengumpulan data, siswa menunjukkan keaktifan yang serius. Tetapi,

dalam pengujian hipotesis, banyak siswa yang masih belum menunjukkan

keaktifannya secara keseluruhan, yang mana hanya 9 orang saja yang masuk

kategori sangat aktif atau sekitar 25,7% saja. Dalam merumuskan kesimpulan

dan presentasi juga sama, hanya 20 orang saja atau sebesar 57,1% yang turut

serta aktif selama pembelajaran. Namun, hal berbeda ditunjukkan pada saat

siswa mengikuti permainan (games) dan kompetisi antarkelompok, di mana

tampak siswa terlihat antusias mengikuti kegiatan ini, yang berdasarkan

penilaian di lapangan keaktifan siswa mencapai 100%. Jadi, aspek yang masih

memerlukan perhatian adalah aspek mengajukan pertanyaan dari gambar yang

telah diamati, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, menguji hipotesis,

dan merumuskan kesimpulan serta presentasi.

Penyebab dari aspek mengajukan pertanyaan dari gambar yang telah

diamati mendapat skor rendah dikarenakan sebagian besar siswa masih belum

berinisiatif dalam mengajukan pertanyaan dari gambar yang diamati. Maka dari

itu, guru akan lebih memberikan pancingan-pancingan, baik dari ilustrasi,

pertanyaan-pertanyaan, dan kata kunci yang dapat mengarahkan siswa untuk

mengajukan pertanyaan dari gambar yang mereka amati.

Di samping itu, pada aspek memberikan masukan dalam merumuskan

masalah juga menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Hal ini disebabkan

122
karena dalam merumuskan masalah, sebagian besar siswa masih menunggu

arahan dari guru, belum sepenuhnya mau memberikan aspirasi dan berinisiatif

dalam mengemukakan pendapatnya. Hal ini di indikasi pula banyak siswa yang

masih malu dan khawatir apabila nantinya salah dalam mengemukakan

pendapatnya. Untuk mengatasi hal ini, guru akan lebih memotivasi siswa dan

memberikan kepercayaan diri dengan cara pendekatan secara personal agar

siswa tersebut berani dan tidak malu untuk menyampaikan pendapatnya di

depan kelas.

Dalam aspek merumuskan hipotesis, siswa masih terlihat kebingungan

dalam merumuskan hipotesis terhadap masalah yang dihadapi, karena

kurangnya pemahaman siswa terhadap apa itu hipotesis. Setelah diberikan

pengertian tentang apa itu hipotesis di pertemuan pertama ini, siswa telah

mengerti apa itu hipotesis, sehingga guru akan terus mengulang dan

memberikan kata kunci agar siswa dapat merumuskan hipotesis dari

permasalahan yang sedang dikaji.

Dalam pengujian hipotesis juga terlihat siswa masih malu-malu dan

cendrung saling menunjuk temannya. Hal ini juga terlihat saat merumuskan

kesimpulan dan presentasi, siswa cendrung menunjuk temannya untuk

menyampaikan hasil diskusi, dan sebagian besar menunggu ditunjuk oleh guru,

hanya sebagian yang mau mengajukan diri secara aktif. Maka dari itu, di

pertemuan selanjutnya guru akan memberikan terus motivasi siswa, terutama

bagi siswa yang masih malu dan menunjuk temannya. Guru juga akan terus

123
membimbing siswa yang masih merasa belum bisa tentang apa yang dia

kerjakan, sehingga tidak ada rasa malu untuk melakukan sesuatu.

Dari paparan di atas, terlihat bahwa kurangnya motivasi dari guru dan

kondisi pembelajaran yang kondusif, sehingga siswa masih merasa malu-malu

dan takut untuk menyampaikan pendapatnya di depan. Jadi, guru akan terus

memotivasi siswa dan juga mengajak semua siswa untuk terus memberikan

apresiasi kepada teman-temannya yang berani maju, agar mereka tidak merasa

takut untuk menyampaikan pendapatnya di depan kelas.

c) Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar siswa pada siklus I pertemuan 1, dalam aspek kognitif ada

13 orang atau 37,1% yang memenuhi kriterian ketuntasan minimal dan 22 orang

lainnya atau 62,9% belum mencapai kriteria ketuntasan minimal.

Hal ini disebabkan karena kurang fokus terhadap materi yang diajarkan

dan belum begitu memahami materi pada tema Lingkungan Sahabat Kita

subtema Manusia dan Lingkungan. Sebagian besar siswa memang telah

mengikuti pembelajaran dengan tertib dan sesuai dengan prosedur, tetapi

mereka kurang mempersiapkan diri untuk mengingat materi yang sudah

diajarkan. Pada saat proses pembelajaran mereka memang cepat dalam

memahami materi, tetapi karena guru juga tidak mengingatkan bahwa ada

evaluasi akhir sehingga siswa kurang siap dalam menjawab soal tes evaluasi.

Oleh karena itu, solusi yang diperlukan adalah guru akan lebih

mengontrol penyerapan materi siswa dan mengawal mereka agar terfokus serta

mengingat-ingat materi yang sudah di berikan guru pada saat sesi penjelasan

124
materi, dan memberi penekanan pada materi-materi penting dari pembelajaran

tersebut. Guru juga akan membuat pembelajaran lebih berkesan lagi agar siswa

termotivasi dan hasil belajar pada pertemuan berikutnya dapat meningkat.

Keberhasilan pada ranah kognitif ini dapat diuraikan lagi dalam setiap

butir soal. Dari 4 soal yang diberikan siswa, hanya setengahnya yang berhasil

mencapai indikator keberhasilan, yakni ≥ 80%, yang mana siswa menjawab

dengan benar kebanyakan dari soal nomor 2 dan 4, dengan kategori

menyimpulkan dan menghitung. Sedangkan pada soal nomor 1 dan 3 dengan

kategori menggali dan mendiagramkan masih belum memenuhi indikator

keberhasilan.

Hal ini disebabkan siswa masih memiliki kendala dalam menjawab soal

nomor 1 dengan kategori menggali. Dalam soal ini siswa diminta untuk

menggali apa-apa saja fungsi lingkungan bagi manusia dan arti pentingnya

lingkungan bagi manusia. Selama pembelajaran, siswa sudah dibimbing untuk

menggali materi tersebut, namun hanya beberapa siswa saja yang ikut serta

dalam menggali materi tersebut. Tentunya hal ini menjadi bahan pertimbangan

bagi guru di pertemuan selanjutnya untuk lebih mengajak siswa dalam menggali

informasi sedetail-detailnya.

Untuk soal nomor 3 dengan kategori mendiagramkan.. Pada soal ini,

siswa diminta menghitung data yang telah disajikan, kemudian diubah ke dalam

bentuk diagram lingkaran. Kesulitan terletak pada membaca data tersebut, yang

kemudian dihitung dan hasilnya diubah ke bentuk diagram. Hal ini juga berasal

dari guru yang belum mengarahkan siswa secara bertahap dalam proses

125
pembacaan data, penghitungan data sampai dengan pengolahan data tersebut ke

bentuk diagram.

Solusi untuk meningkatkan keberhasil dalam soal ranah kognitif soal

menggali dan mendiagramkan adalah yang pertama untuk penggalian, guru

akan membimbing semua siswa untuk memiliki masing-masing jawaban untuk

setiap pertanyaan yang bermaksud menggali informasi tersebut sedetail

mungkin. Penggalian informasi ini juga akan dikemas dengan tanya jawab

santai untuk memberikan kesan tidak terlalu tegang selama pembelajaran.

Solusi berikutnya, yakni pada ranah kognitif mendiagramkan. Guru

akan lebih membimbing siswa secara perlahan dan bertahap dari proses awal

hingga proses akhirnya, dan akan memberikan kesempatan kepada peserta didik

untuk bertanya dari setiap langkah yang dijelaskan.

Sedangkan untuk aspek afektif, 9 orang atau 25,7% yang memenuhi

kriteria sudah membudaya, sedangkan 26 orang lainnya atau 74,3% masih

berada pada kategori mulai berkembang. Penilaian ini diperoleh berdasarkan

akumulasi nilai antara 76 – 100 atau skor 3,01 – 4,00 pada rentang skor

penilaian kurikulum 2013.

Dalam penilaian afektif, guru menggunakan aspek gotong royong, jujur,

disiplin, dan percaya diri. Dalam aspek gotong royong, hanya ada 6 orang siswa

yang memperoleh kriteria sudah membudaya, 14 orang berada pada kategori

mulai berkembang, dan 15 orang lainnya masih berada pada kategori mulai

terlihat. Pada aspek jujur, ada 7 orang yang sudah memperoleh kategori sudah

membudaya, 21 orang berada pada kategori mulai berkembang, dan 6 orang

126
lainnya masih berada dalam kategori mulai terlihat. Untuk aspek disiplin, hanya

ada 2 orang yang masuk kategori sudah membudaya, sedangkan 29 orang

masuk kategori mulai berkembang dan 4 orang sisanya masih berada pada

kategori mulai terlihat. Aspek yang terakhir, yaitu percaya diri, masih belum

ada siswa yang masuk pada kategori sudah membudaya, hampir semua siswa,

yaitu pada kategori mulai berkembang sebanyak 29 orang siswa, sedangkan 6

sisanya, 4 orang berada pada kategori mulai terlihat dan 2 orang berada pada

kategori belum terlihat.

Hal ini disebabkan siswa masih belum bekerja sama dengan baik dalam

proses pembelajaran, khususnya komunikasi yang terjalin antarsiswa. Mereka

cenderung masih kaku dalam berkomunikasi satu sama lain, bahkan ada salah

satu kelompok yang hanya mengandalkan 1 orang siswa untuk menyelesaikan

masalah yang ada di lembar kerja kelompok. Hal serupa juga ditunjukkan pada

aspek kerjasama. Para siswa cenderung masih kurang mengedepankan

kerjasama, mereka masih mengedepankan mengandalkan teman yang bisa

daripada memilih untuk bekerjasama. Dan teman yang bisa ini juga tidak terlalu

peduli dengan teman-temannya yang belum terlalu mahir di kelompok tersebut.

Karena hal tersebut, akhirnya mereka semua belum memiliki kriteria yang

sangat memuaskan dalam aspek teliti. Hal ini dikarenakan mereka tidak saling

mengoreksi dan mengingatkan satu sama lain. Dalam aspek jujur, sebagian

masih menyontek dengan temannya dan masih ada yang melaporkan data atau

informasi tidak sesuai dengan apa yang mereka temukan. Untuk aspek disiplin,

siswa masih menyepelekan aturan-aturan yang diberlakukan selama proses

127
pembelajaran berlangsung, masih banyak siswa yang melanggar peraturan yang

telah ditetapkan. Untuk aspek percaya diri, masih banyak dan hampir semua

siswa masih menyampaikan pendapat dengan ragu-ragu, malu-malu dalam

presentasi, dan masih perlu ditunjuk untuk mengajukan pertanyaan dan

menjawab pertanyaan.

Maka dari itu, guru akan melakukan upaya pemberian motivasi dan

semangat bagi seluruh siswa untuk terus mengingkatkan mereka ketika berada

di dalam kelompoknya untuk saling berkomunikasi dan bekerja sama dengan

baik, dan untuk penyampaian data selama diskusi juga harus apa adanya.

Sebelum pembelajaran dimulai, guru juga akan membuat peraturan bersama-

sama dengan siswa, sehingga dengan peraturan yang telah mereka buat sendiri,

besar kemungkinan mereka akan menaatinya dan tidak melanggarnya, serta

untuk aspek kepercayaan diri, guru akan berusaha meningkatkan motivasi dan

percaya diri siswa dengan memberikan suasana belajar yang kondusif tanpa

adanya paksaan, sehingga siswa akan lebih percaya diri dalam mengajukan

setiap pendapatnya.

Untuk aspek psikomotorik ada 13 orang siswa atau 37,1% yang

memenuhi indikator ketuntasan ≥ 80%, sedangkan 22 orang lainnya masih

belum atau sekitar 62,9%. Penilaian ini diambil dengan menggunakan

instrumen melakukan wawancara seputar dampak dari ulah manusia terhadap

lingkungan.

Hasil yang ditunjukkan masih belum maksimal. Hal ini disebabkan

karena hasil wawancara siswa sebagian besar memang sudah sesuai dengan

128
topik dan tujuan yang diberikan, namun masih belum menunjukkan penguasaan

dan pemahaman atas materi yang diberikan. Teknik yang digunakan dalam

wawancara dan urutan-urutan wawancara sebagian besar masih belum runtut

dan menguasai keterampilan wawancara dengan baik. Namun, dari segi bahasa

yang digunakan yaitu bahasa Indonesia, sudah diguankan secara keseluruhan

selama wawancara, dan wawancara dilaksanakan secara mandiri dan penuh

tanggung jawab dalam memenuhi tugasnya sebagai pewawancara.

Untuk itu, dalam pertemuan berikutnya guru akan memberikan

perhatian pada penilaian psikomotorik. Hal ini dikarenakan instrumen penilaian

aspek psikomotorik yang berbeda di setiap pertemuan dalam pemeblajaran

tematik. Guru juga akan lebih memberikan arahan sebagaimana perintah,

kompetensi, dan kriteria yang diinginkan rubrik penilaian.

b. Siklus I Pertemuan 2

Kegiatan yang telah dilaksanakan pada pertemuan 2 ini adalah sebagai

berikut:

1) Skenario Kegiatan

Adapun kegiatan yang dilakukan untuk mempersipakan

pembelajaran pada pertemuan ini adalah sebagai berikut:

a) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan

menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token dengan pokok

129
bahasan tema Lingkungan Sahabat Kita subtema Manusia dan

Lingkungan, pembelajaran 4.

b) Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa.

c) Menyiapkan alat evaluasi untuk melihat dan mengukur hasil belajar

siswa dalam pembelajaran, antara lain LKK (Lembar Kerja Kelompok)

dan LKS (Lembar Kerja Siswa) yang berupa soal-soal evaluasi untuk

seluruh siswa dalam memahami dan menguasai materi ajar.

d) Menyiapkan dan membuat media yang akan digunakan pada saat

pembelajaran.

e) Mempersiapkan catatan lapangan dan dokumentasi terhadap model

pembelajaran.

Kemudian peneliti mempersiapkan rencana kegiatan yang akan

dilakukan pada pembelajaran siklus I pertemuan 2 ini dengan rancangan

kegiatan awal guru menyiapkan siswa secara fisik dan psikis yaitu dengan

memeriksa kerapian siswa dan mengajak siswa berdo’a bersama,

mengabsen kehadiran siswa, kemudian guru memberikan apersepsi

dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran, menyampaikan

garis besar materi dan langkah-langkah pembelajaran yang akan

dilaksanakan.

Selanjutnya pada kegiatan inti, Guru menunjukkan gambar yang

berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, melakukan kegiatan

Orientasi, membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 4-5

orang, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis dengan menggunakan

130
kupon berbicara, mengumpulkan data, menguji hipotesis, presentasi,

mengadakan permainan (games), selanjutnya mengadakan kompetisi

(tournament), dan terakhir memberikan penghargaan kepada kelompok

dengan skor tertinggi.

Selanjutnya pada kegiatan akhir, guru bersama siswa menyimpulkan

pelajaran. Kemudian guru membagi soal evaluasi kepada seluruh siswa,

melakukan refleksi, memberikan tindak lanjut, dan menyampaikan rencana

pembelajaran yang akan dipelajari selanjutnya.

2) Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan ini dibagi menjadi 3 (tiga) kegiatan, yaitu:

kegiatan awal (pendahuluan), kegiatan inti, dan kegiatan akhir (penutup).

Adapun uraian kegiatan pada siklus I pertemuan 2 dengan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir

sebagai berikut:

(a) Kegiatan Awal

Kegiatan pembelajaran dimulai dengan guru masuk kelas dengan

mengucapkan salam yang dijawab serentak oleh siswa. Selanjutnya guru

mengajak siswa untuk berdoa bersama-sama yang dipimpin oleh M. Nashir

Hernadi yang pada saat itu mengajukan diri untuk memimpin doa.

Selanjutnya guru menanyakan kabar siswa dan melakukan absensi siswa,

“Bagaimana keadaan kalian hari ini ? “Baik Pak!” “Apakah ada yang tidak

hadir?”. Siswa secara serentak menjawab, “Tidak ada Pak”.

131
Guru melakukan apersepsi dengan mengajak siswa bernyanyi lagu

daerah Aceh, yaitu Bungong Jeumpa, bersama-sama.

Selanjutnya, guru menyampaikan garis besar materi melalui lagu

daerah Aceh yang dinyanyikan bersama tadi.

Selanjutnya, guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan

diharapkan dari pembelajaran hari ini, yaitu siswa mampu menghafal lagu

daerah dengan baik dan benar, siswa mampu menerapkan teknik bernyanyi

yang diajarkan oleh guru dengan baik dan benar, siswa mampu

menyebutkan karakteristik bunga cempaka dengan tepat, dan siswa mampu

menemukan keterikatan antara manusia dengan kondisi lingkungan

geografisnya.

(b) Kegiatan Inti

Pada kegiatan inti, guru memulai pembelajaran dengan

menunjukkan lirik lagu Bungong Jeumpa, beserta gambar bunga di

sampingnya. Pada kegiatan inti, siswa kembali diajak untuk mengamati

gambar tentang gambar bunga tadi. Kemudian siswa diberikan kesempatan

untuk mengajukan pertanyaan untuk menggali lebih banyak lagi informasi

dari gambar tersebut. Kegiatan tanya jawab ini merupakan kegiatan awal

sebelum memasuki materi pelajaran sambil guru memberi arahan dan

memancing siswa untuk melontarkan pertanyaan seputar gambar yang ada

di papan tulis. Guru memberikan motivasi dalam mengidentifikasi gambar

dan mengajukan pertanyaan dan memberi inspirasi bagi siswa untuk terus

menggali informasi dari gambar. Dengan begitu, siswa telah termotivasi dan

132
memiliki gambaran tentang pertanyaan yang akan diajukan, sehingga

sebagian besar siswa antusias dalam mengajukan pertanyaan yang ditunjuk

secara acak.

Kemudian, guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah

anggota 5 – 6 orang, sesuai dengan kriteria ideal, yaitu heterogen baik secara

jenis kelamin dan prestasinya, namun dalam jumlah anggota yang rata.

Sebelumnya guru telah mempersiapkan nama-nama siswa yang akan

dibentuk kelompok. Dari jumlah siswa 35 orang, dibagi menjadi 7

kelompok, yang masing-masing kelompok berisi 5 anggota. Meskipun pada

saat pembagian dan tempat duduk kelompok, guru masih belum sepenuhnya

mengarahkan karena kurangnya persiapan dalam menata tempat duduk.

Kegiatan dilanjutkan dengan mengajak siswa membaca ilustrasi

percakapan tentang karakteristik bunga cempaka. Perwakilan siswa

membaca teks tersebut. Dari kegiatan membaca teks tersebut, guru

memberikan pertanyaan kepada siswa yang mengarah kepada permasalahan

yang ada pada teks bacaan tersebut. Guru membimbing dengan

menggunakan peta konsep untuk memudahkan siswa memahami dan

menggali lebih dalam tentang informasi yang dibacanya.

Kegiatan pembelajaran selanjutnya adalah merumuskan hipotesis.

Guru mengajak siswa merumuskan jawaban sementara dari suatu

permasalahan yang sedang dikaji. Dari peta konsep yang telah disediakan

di buku siswa, guru membimbing siswa mengajukan pendapatnya tetang

masalah tersebut dan mengemukakan solusi. Guru mengarahkan siswa

133
untuk menggunakan kupon yang telah diberikan sebelumnya sebagai media

pembelajaran dari model pembelajaran yang tengah digunakan, yaitu Time

Token. Dengan menggunakan kupon tersebut siswa menyampaikan

hipotesisnya selama ± 30 detik, dan diperoleh hipotesis berupa “ada

keterkaitan antara manusia dengan kondisi geografis lingkungannya”.

Kegiatan berlanjut pada saat guru mengajarkan salah satu cara dalam

memperoleh informasi, yaitu dengan diskusi kelompok, untuk

membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Melalui

kegiatan diskusi kelompok, siswa dibimbing untuk mendapatkan informasi

dari berbagai sumber.

Selanjutnya, yaitu menguji hipotesis yang telah dirumuskan

sebelumnya, kalau “ada keterkaitan antara manusia dengan kondisi

geografis lingkungannya”, dan setelah siswa melakukan pengumpulan

data melalui kegiatan diskusi kelompok, maka mereka menemukan jawaban

atas permasalahan yang sedang dihadapi dan menemukan bahwa memang

benar ada keterkaitan antara manusia dengan kondisi geografis

lingkungannya.

Setelah semua informasi telah terkumpul, kegiatan dilanjutkan

dengan merumuskan kesimpulan dan presentasi. Para siswa di dalam

kelompok dipersilakan untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan

kelas, namun hanya siswa yang belum menggunakan kuponnya saja yang

boleh mempresentasikannya ke depan. Guru memberikan koreksi dan

134
menyamakan persepsi terhadap jawaban siswa apabila terdapat hal-hal yang

masih kurang tepat.

Kegiatan selanjutnya, yaitu permainan (games). Game terdiri dari

pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor yang dilontarkan kepada siswa

di dalam kelompok. Setiap kelompok berlomba adu kecepatan mengangkat

tangan. Kelompok yang menjawab dengan benar akan mendapatkan poin

10 untuk setiap pertanyaan. Dalam games ini yang unggul adalah kelompok

2 dengan skor 400 poin, selanjutnya kelompok 5 mendapat skor 200, dan

kelompok 1, 4, dan 6 memperoleh skor 100, sedangkan kelompok lainnya

masih nol.

Kegiatan selanjutnya kompetisi (tournament). Kompetisi

dilaksanakam dengan mempertemukan setiap perwakilan anggota

kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama, secara bergantian dan

akan diberikan pertanyaan untuk menguji pengetahuan seputar

pembelajaran yang telah diajarkan sebelumnya. Peraturannya, anggota

kelompok diberikan buku dan alat tulis, jadi saat guru memberikan

pertanyaan, bagi peserta yang sudah tahu jawabannya bisa menulis jawaban

tersebut di buku yang telah disediakan, kemudian diangkat. Jika jawaban

benar maka akan mendapatkan poin 10, dan jika belum tepat, maka akan

dilempar ke anggota kelompok lainnya yang mengangkat nomor dua

tercepat setelah yang pertama. Kegiatan ini merupakan kelanjutan

memproleh poin pada kegiatan sebelumnya. Hasil akhir yang didapatkan

adalah kelompok 2 keluar sebagai pemenang dengan skor 500, juara ke dua

135
adalah kelompok 5 dengan skor 300. Kelompok pemenang ini diberikan

penghargaan oleh guru berupa piagam penghargaan.

(c) Kegiatan Akhir (Penutup)

Pada kegiatan akhir, guru bersama siswa menyimpulkan

pembelajaran hari ini, yaitu tentang Manusia dan Lingkungan. Kemudian

untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa, guru memberikan soal

evaluasi secara individu berupa soal essay sebanyak 7 buah (soal evaluasi

terlampir). Guru kemudian melaksanakan kegiatan refleksi dan tindak

lanjut.

Selanjutnya, guru menyampaikan rencana pembelajaran yang akan

dipelajari, yaitu masih dalam tema yang sama yaitu Lingkungan Sahabat

Kita, dengan subtema Perubahan Lingkungan, pembelajaran 4. Pelajaran

kemudian ditutup dengan salam.

3) Hasil Observasi

Hasil observasi merupakan uraian dari temuan-temuan yang didapatkan

setelah kegiatan pembelajaran dari kegiatan awal hingga kegiatan akhir yang

nantinya akan berfungsi sebagai bahan refleksi untuk meningkatkan

pembelajaran yang lebih baik lagi. Berikut hasil observasi yang didapatkan dari

siklus I pertemuan 2.

a) Observasi Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pembelajaran

136
Hasil pengamatan aktivitas guru dari observer dalam kegiatan

pembelajaran di kelas pada siklus I pertemuan 2 dapat digambarkan sebagai

berikut:

Tabel 4.9 Observasi Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus I


Pertemuan 2

No. Aspek yang Diamati Skor


Aktivitas guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan
1. dipelajari, kemudian meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut dengan 3
seksama.
Aktivitas guru melakukan kegiatan orientasi, membina iklim pembelajaran yang
responsif dengan meminta siswa untuk melontarkan pertanyaan dari gambar yang
2. 4
diamati, kegiatan berupa tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi
pelajaran.
3. Aktivitas guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah 5–6 orang. 4
Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan masalah, membawa siswa pada
4. 3
suatu persoalan yang mengandung teka-teki.
Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan hipotesis. Siswa juga diberikan
5. 3
kupon berbicara yang akan digunakan dalam menyampaikan hipotesisnya.
6. Aktivitas guru membimbing siswa mengumpulkan data. 4
7. Aktivitas guru membimbing siswa menguji hipotesis. 4
Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan kesimpulan dan presentasi,
mendeskripsikan solusi yang diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis dan
8. 4
mempresentasikannya di depan kelas. Namun, hanya siswa yang masih
mempunyai kupon yang harus mempresentasikannya.
9. Aktivitas guru mengadakan permainan (games). 4
10. Aktivitas guru mengadakan kompetisi (tournament). 4
11. Aktivitas guru memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi. 4
Total Skor 41
Kriteria: Sangat Baik

Berdasarkan data hasil observasi tentang tahapan-tahapan pembelajaran

yang dilaksanakan guru pada proses pembelajaran sesuai tabel 4.9 dapat dilihat

bahwa nilai yang diperoleh adalah 41. Skor aktivitas guru dalam proses

pembelajaran tersebut termasuk pada kategori sangat baik.

Hasil observasi oleh observer pada kegiatan pembelajaran dengan tema

Lingkungan Sahabat Kita, subtema Manusia dan Lingkungan yang telah dilakukan

oleh guru dapat diketahui bahwa sudah sangat meningkat dari pertemuan

sebelumnya.

137
Pada pertemuan kedua di siklus I ini, telah menunjukkan peningkatan yang

cukup signifikan. Terutama dari aspek yang sebelumnya masih belum memperoleh

skor maksimal. Dari pertemuan pertama yang hanya ada empat aspek yang

memperoleh skor maksimal, namun pada pertemuan kedua ini meningkat menjadi

ada delapan aspek yang memperoleh nilai maksimal.

Untuk aspek mengajukan pertanyaan dari gambar, guru dapat

mempertahankan skor maksimal dari pertemuan sebelumnya, yang juga

memperoleh skor maksimal. Hal ini dikarenakan guru berusaha menciptakan

pembelajaran yang aktif dan kondusif, sehingga pada aspek ini, guru telah

melakuakan segala kegiatan yang relevan dengan aspek yang bersangkutan.

Untuk aspek berikutnya, yaitu aktivitas guru membimbing siswa

mengumpulkan datayang dituangkan ke dalam lembar kerja kelompok. Aspek ini

meningkat dari pertemuan sebelumnya yang hanya memperoleh skor 3. Hal ini

dikarenakan guru telah memberikan motivasi kepada siswa dan juga memberikan

bimbingan agar siswa menggunakan segala maca bentuk cara agar mendapatkan

informasi, baik itu dari buku-buku, artikel, wawancara, dan juga dari internet.

Aspek yang berhasil memperoleh hasil maksimal adalah aspek

membimbing siswa dalam menguji hipotesis . Dengan bimbingan secara

menyeluruh dan masing-masing kelompok yang dilakukan oleh guru, serta terus

memberikan motivasi kepada siswa, pada akhirnya guru dapat membimbing siswa

untuk bersama-sama memberikan jawaban dan saran untuk saling

menyempurnakan jawaban dari tugas yang diberikan.

138
Untuk aspek aktivitas guru membimbing siswa presentasi dan merumuskan

kesimpulan juga memperoleh skor maksimal. Hal ini dikarenakan guru telah

melakukan keliling kelompok untuk memastikan kelompok mampu menyimpulkan

hasil kegiatan dari diskusi dan memperbaikinya jika ada kekeliruan.

Aspek guru mengadakan permainan juga pada pertemuan ini dapat

dipertahankan dengan memperoleh skor maksimal. Hal ini dikarenakan guru telah

melakukan kegiatan yang relevan dengan aspek yang diteliti dengan baik.

Khususnya dalam membimbing siswa dalam menjawab pertanyaan dan menjaga

kondisi pembelajaran tetap terkontrol dan terkondisi dengan baik dan peraturan-

peraturan yang telah dibuat sebelum permainan dimulai, tanpa menimbulkan

kegaduhan yang dapat mengganggu pembelajaran di kelas lain.

Selanjutnya aspek guru dalam melakukan kompetisi. Aspek ini juga dapat

dipertahankan dengan mendapatkan skor 4 lagi di pertemuan kedua ini. Hal ini

dikarenakan guru telah melakukan kegiatan yang relevan dengan aspek yang

diteliti, juga guru telah menyampaikan peraturan-peraturan dan arahan sebelum

kompetisi dimulai, sehingga suasana belajar tetap terkondisi dengan baik tanpa

menghilangkan antusias dan keaktifan siswa selama kompetisi berlangsung. Ini

juga dikarenakan guru dapat memotivasi siswa untuk saling berkompetisi meraih

yang terbaik.

Yang terakhir, aspek dalam guru dalam memberikan penghargaan terhadap

kelompok dengan skor tertinggi. Aspek ini memperoleh skor 4 dibanding

pertemuan sebelumnya yang hanya memperoleh skor 3. Hal ini dikarenakan pada

aspek ini guru telah memberikan pesan-pesan dari tentang apa yang sudah

139
dilakukan selama permainan tadi. Guru telah menyiapkan pesan-pesan yang akan

disampaikan pada saat istirahat pembelajaran, sehingga dengan pesan-pesan ini

pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Namun, masih ada beberapa aspek yang harus menjadi sorotan, yaitu

aktivitas guru dalam menunjukkan gambar. Aspek ini tidak mendapat skor

maksimal karena guru hanya menunjukkan satu gambar saja, walaupun sudah

memberikan ilustrasi dari gambar tersebut, yang merupakan salah satu kekurangan

dari pertemuan sebelumnya.

Selanjutnya, aktivitas guru membimbing siswa merumuskan masalah,

membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki, dan aktivitas

guru membimbing siswa merumuskan hipotesis yang hanya mendapat skor 3. Hal

tersebut dikarenakan pada aspek merumuskan masalah guru belum memberikan

arahan kepada siswa untuk memberikan jawaban yang menjurus kepada jawaban

yang diinginkan.

Berikutnya, yaitu pada aspek membimbing siswa merumuskan hipotesis.

Pada aspek ini, guru masih menggunakan bahasa yang berbelit-belit, walaupun guru

sudah memberikan pancingan, memotivasi siswa, dan memberikan penjelasan

bagaimana hipotesis seharusnya diberikan.

Dengan demikian, pada pertemuan 2 siklus I dengan menggunakan

kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games

Tournament (TGT), dan Time Token sudah berjalan dengan optimal, walaupun ada

beberapa aspek yang masih mendapat skor 3, maka dalam pelaksanaan langkah-

langkah pembelajaran, guru harus menitikberatkan pada aspek ini, sehingga

140
pembelajaran berlangsung lebih efektif dan efisien, serta hasil yang dicapai bisa

seoptimal mungkin. Hal ini akan diperbaiki dengan lebih berfokus pada aspek yang

belum memperoleh skor maksimal.

b) Observasi Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pemebelajaran

Hasil observasi aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas

pada siklus I pertemuan 2 dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 4.10 Persentase Setiap Aspek Observasi Aktivitas Siswa dalam


Pembelajaran Siklus I Pertemuan 2

Kategori
Aspek Sangat Aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif
No
f % f % f % F %
Mengamati gambar yang
1 35 100% - 0% - 0% - 0%
ditayangkan guru dengan seksama
Mengajukan pertanyaan dari gambar
2 35 100% - 0% - 0% - 0%
yang telah diamati
Memberi masukan dalam
3 20 57,1% 15 42,9% - 0% - 0%
merumuskan masalah
Merumuskan hipotesis dengan
4 18 51,4% 17 48,6% - 0% - 0%
menggunakan kupon berbicara
Berdiskusi dalam mengumpulkan
data, melakukan aktivitas menjaring
5 35 100% - 0% - 0% - 0%
data yang relevan berdasarkan lembar
kerja kelompok

141
Menguji hipotesis, menelaah data,
6 dan melihat hubungan dengan 21 60% 14 40% - 0% - 0%
masalah yang dikaji
Merumuskan kesimpulan dan
7 presentasi dengan menggunakan 35 100% - 0% - 0% - 0%
kupon berbicara
Bekerjasama dalam menjawab
8 pertanyaan dalam games yang 35 100% - 0% - 0% - 0%
diberikan
9 Mengikuti kompetisi (tournament) 35 100% - 0% - 0% - 0%

Pada tabel 4.10 dapat dilihat bahwa skor yang diperoleh siswa pada setiap

aspek sudah banyak yang mencapai nilai 3 dan 4 yang berada pada kategori aktif

dan sangat aktif. Sementara itu, untuk skor akhir yang diperoleh siswa adalah sangat

aktif.

Terlihat adanya peningkatan dari pertermuan sebelumnya. Dari sembilan

aspek aktivitas siswa yang diamati, ada enam aspek yang semua siswa memperoleh

kategori sangat aktif. Hal ini merupakan peningkatan dari pertemuan sebelumnya

yang hanya ada empat aspek yang semua siswa memperoleh kategori sangat aktif.

Aspek pertama yang mendapati semua siswa mendapat kategori sangat aktif

adalah aktivitas siswa mengamati gambar yang disajikan oleh guru. Aspek ini juga

memperoleh persentase 100% dari jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat

aktif. Hal ini dikarenakan dengan penyajian gambar yang diselingi ilustasi dari

guru, dapat meningkatkan fokus siswa untuk lebih menggali informasi dari gambar

dalam rangka mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan seputar gambar.

Aspek berikutnya adalah aktivitas siswa dalam mengajukan pertanyaan dari

gambar yang telah diamati. Aspek ini meningkat dari pertemuan sebelumnya. Pada

pertemuan kedua ini, jumlah siswa yang mendapat kategori sangat aktif adalah

100% atau seluruh siswa mendapat kategori sangat aktif. Hal ini dikarenakan

142
pancingan-pancingan yang dilakukan guru telah membuat siswa menjadi lebih

penasaran dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar gambar. Oleh karena

itu, aktivitas siswa mengajukan pertanyaan dari gambar yang mereka amati, dapat

memperoleh persentase 100% dari jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat

aktif.

Selanjutnya, aspek aktivitas siswa berdiskusi dalam mengumpulkan data

yang relevan yang dituangkan dalam lembar kerja kelompok. Dalam aspek ini dapat

dipertahankan siswa yang memperoleh kategori sangat aktif adalah 100% atau

seluruh siswa memperoleh kategori sangat aktif. Di aspek ini juga dengan

bimbingan dari guru siswa dapat melaksanakan pengumpulan data dengan baik,

tidak dari satu sumber buku, melainkan dari banyak sumber, dan juga siswa tetap

menjaga tanggung jawabnya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan hingga

selesai.

Untuk aspek berikutnya, yaitu aspek merumuskan kesimpulan dan

presentasi yang memperoleh persentase 100% siswa dengan kategori sangat aktif.

Perbaikan yang dilakukan oleh guru dalam memberikan motivasi dan bimbingan

secara individu, serta kehangatan dalam menyambut pendapat yang disampaikan

siswa di depan yang telah direncanakan sebelumnya, dapat meningkatkan aktivitas

siswa menjadi 100% siswa yang memperoleh kategori sangat aktif.

Aspek selanjutnya, yaitu aktivitas siswa bekerja sama dalam menjawab

pertanyaan dari permainan yang diberikan dapat dipertahankan dengan baik. Sangat

terlihat siswa terlihat antusias dalam kegiatan ini, sehingga semua siswa turut

berpartisipasi aktif mengikuti kegiatan. Dengan bimbingan dan arahan dari guru,

143
kegiatan permainan dapat berjalan dengan tertib dan tetap terjaga kondusif, yang

membuat siswa jadi semakin semangat dalam bekerja sama menjawab pertanyaan,

dan juga memberikan masukan-masukan kepada teman sekelompoknya tentang

pertanyaan yang diberikan, dan tidak lupa karena ini permainan menjawab

pertanyaan secara berkelompok, siswa secara inisiatif berembuk dahulu

sebelumnya menjawab pertanyaan, sebagai bukti antusias mereka dalam

memperoleh nilai tertinggi dan kemenangan.

Aspek selanjutnya, yaitu aktivitas siswa mengikuti tournament atau

kompetisi. Aspek ini juga dapat dipertahankan dari pertemuan sebelumnya. Siswa

terlihat sangat antusias dan sangat bersemangat mengikuti kompetisi. Dengan fokus

yang sangat bagus, siswa mendengarkan pertanyaan yang dibacakan, dan berlomba

untuk memperoleh skor tertinggi.

Namun, berdasarkan dari tabel di atas juga, ada beberapa aspek yang masih

belum memenuhi indikator keberhasilan, di antaranya memberi masukan dalam

merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, dan mnguji hipotesis.

Pada aspek memberikan masukan dalam merumuskan masalah 57,1% dari

jumlah siswa atau 20 orang sudah memperoleh kategori sangat aktif. Untuk aspek

merumuskan hipotesis dengan menggunakan kupon berbicara sebesar 51,4% sudah

memperoleh kategori sangat aktif. Untuk aspek berikutnya, yaitu pada kegiatan

menguji hipotesis, sebesar 60% atau sebanyak 21 orang siswa memperoleh kategori

sangat aktif. Hal tersebut dikarenakan siswa yang bersangkutan masih mengalami

kesulitan dalam berinteraksi dan menggali pengetahuan, namun skor yang rendah

tersebut tertutupi dengan perolehan skor di aspek lain yang sebagian besar banyak

144
memperoleh nilai sempurna. Berikut gambaran hasil analisis observasi aktivitas

siswa:

Tabel 4.11 Hasil Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran pada


Siklus I Pertemuan 2 secara Klasikal

No Kriteria f %
1. Sangat Aktif 27 77,1%
2. Aktif 8 22,9%
3. Cukup Aktif - 0%
4. Kurang Aktif - 0%
Jumlah Siswa dengan Kategori Sangat Aktif 27
Persentase Keaktifan Klasikal 77,1%

Dari tabel 4.11 terlihat ada 27 orang siswa yang mendapat kategori sangat

aktif. Tentunya hasil tersebut merupakan peningkatan dari hasil yang sebelumnya,

namun masih ada 8 orang yang masih berada pada kategori aktif, maka persentase

keaktifan klasikal masih sebesar 77,1%. Hasil ini dapat digambarkan dengan grafik

berikut:

145
Persentase Aktivitas Siswa
Siklus I Pertemuan 2
77.10%
80.0%

60.0%

40.0%
22.90%
20.0%

0.0% 0%
0%
Sangat Aktif
Aktif
Cukup Aktif
Kurang Aktif

Gambar 4.4 Grafik Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran pada Siklus I


Pertemuan 2

Siswa yang berada pada kategori sangat aktif tercatat ada 27 orang. Kondisi

ini menunjukkan adanya peningkatan walaupun belum sesuai dengan indikator

keberhasilan yang ditetapkan guru, yaitu ≥ 80% siswa mendapat kategori sangat

aktif. Hasil ini memang belum tercapai, tetapi hasil ini sudah menunjukkan

peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya. Namun,

ada 8 orang siswa yang masih berada pada kategori aktif. Hasil ini tentunya akan

ditingkatkan lagi pada pertemuan berikutnya.

c) Observasil Hasil Belajar Siswa

Data hasil belajar siswa meliputi nilai yang didapat pada pengerjaan

tugas dalam kelompok dan nilai pada evaluasi akhir pertemuan. Hasil belajar

tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

(1) Nilai Hasil Kerja Kelompok Siklus I Pertemuan 2

146
Tabel 4.12 : Nilai Hasil Kerja Kelompok Siklus I Pertemuan 2

No Kelompok Nilai
1. I 100
2. II 100
3. III 100
4. IV 100
5. V 100
6. VI 100
7. VII 100

Pada tabel 4.12 menunjukkan bahwa seluruh kelompok memperoleh

nilai 100. Seluruh kelompok telah menyelesaikan lembar kerja kelompok

sesuai dengan prosedur yang ditentukan. Dengan motivasi dan bimbingan

yang tepat, siswa dapat mencapai nilai yang sempurna.

Untuk memperjelas hasil belajar kelompok pada siklus I pertemuan

2 dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut:

Hasil Belajar Kelompok Siklus I Pertemuan 2


100 100 100 100 100 100 100
100
Frekuensi

50
Kelompok
0
I II III IV V VI VII
Kelompok

Gambar 4.5 Grafik Nilai Hasil Kerja Kelompok Siswa Siklus I Pertemuan 2

Berdasarkan gambar 4.5, dapat diketahui bahwa seluruh kelompok sudah

memperoleh nilai tertinggi. Hal ini menjunjukkan bahwa hasil yang mereka

tunjukkan sudah berada pada skor nilai yang sangat memuaskan karena sudah lebih

dari standar nilai yang ditetapkan guru yakni ≥ 80. Perolehan nilai kelompok pada

147
siklus I pertemuan 2 ini harus dipertahankan agar tetap memperoleh hasil yang

maksimal.

(2) Nilai Hasil Belajar Siswa secara Individu

Tabel 4.13 Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I Pertemuan 2

Nilai Frekuensi Nilai dan Persentase


No.
Skala 100 Skala 1 - 4 K % A % P %
1. 86 – 100 3,67 – 4,00 22 62,9 19 54,2 10 28,6
2. 81 – 85 3,34 – 3,66 - - 5 14,3 18 51,4
3. 76 – 80 3,01 – 3,33 4 11,4 3 8,6 - -
4. 71 – 75 2,67 – 3,00 - - 2 5,7 7 20
5. 66 – 70 2,34 – 2,66 7 20 4 11,4 - -
6. 61 – 65 2,01 – 2,33 - - 2 5,7 - -
7. 56 – 60 1,67 – 2,00 2 5,7 - - - -
8. 51 – 55 1,34 – 1,66 - - - - - -
9. 46 – 50 1,01 – 1,33 - - - - - -
10. 41 – 45 0,67 – 1,00 - - - - - -
Jumlah 35 100 35 100 35 100
Ketuntasan Individu 26 orang 27 orang 28 orang
Ketuntasan Klasikal 74,3% 77,1% 80%
Rata-rata Nilai 88,3
Keterangan: K = Kognitif, A = Afektif, P = Psikomotorik, % = Persentase

Hasil tes tertulis yang dilakukan pada siklus I pertemuan 2 ini tergolong

sangat baik, hal ini dikarenakan siswa yang memperoleh nilai antara 56 – 60

ada 2 orang (5,7%), siswa yang memperoleh nilai antara 66 – 70 ada 7 orang

(20%), siswa yang memperoleh nilai antara 76 – 80 ada 4 orang (11,4%), dan

siswa yang memperoleh nilai antara 86 – 100 ada 22 orang (62,9%). Jadi, pada

siklus I pertemuan 2 ini terdapat 26 orang siswa yang dinyatakan lulus.

Sedangkan untuk penilaian pada aspek afektif, guru menentukan

patokan penilaian pada aspek sosial, yaitu Gotong Royong, Jujur, Disiplin, dan

Percaya Diri, dengan skor patokan Belum Terlihat (skor 1), Mulai Terlihat (skor

2), Mulai Berkembang (skor 3), dan Sudah Membudaya (skor 4). Siswa yang

148
memperoleh nilai gabungan antara 76 – 100 dengan rentang skor gabungan 3,01

– 4,00 berada pada kategori Sudah Membudaya ada 27 orang, sedangkan siswa

yang memperoleh gabungan antara 61 – 75 dengan rentang skor gabungan 2,01

– 3,00 berada pada kategori Mulai Berkembang ada 8 orang. Pencapaian ini

merupakan peningkatan dari pertemuan sebelumnya, namun, belum memenuhi

indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan siswa

sebagian kecil masih ada siswa yang belum bekerjasama dengan baik, masih

belum bisa fokus terhadap tugas. Oleh karena itu, langkah perbaikan yang akan

guru lakukan adalah terus meningkatkan kinerja, motivasi terhadap siswa, serta

memberikan bimbingan di bagian-bagian pembelajaran yang masih belum

dikuasai siswa, serta mempertahankan semua yang telah dilakukan pada

pertemuan sebelumnya yang membuat penilaian aspek pada afektif menjadi

meningkat.

Untuk penilaian pada aspek psikomotorik, guru menggunakan

instrumen penilaian dari menyanyikan lagu daerah Nanggroe Aceh Darussalam,

Bungong Jeumpa, dengan skor patorkan Perlu Bimbingan (skor 1), Cukup Baik

(skor 2), Baik (skor 3), dan Baik Sekali (skor 4). Siswa yang memperoleh nilai

gabungan antara 76 – 100 dengan rentang skor gabungan 3,01 – 4,00 berada

pada kategori Baik Sekali ada 28 siswa (80%). Sedangkan siswa yang

memperoleh nilai gabungan antara 61 – 75 dengan rentang skor gabungan 2,01

– 3,00 kategori Baik, ada sebanyak 7 orang. Siswa telah mencapai indikator

keberhasil, yaitu ≥80%. Hal ini dikarenakan sebagian besar siswa di kelas VB

adalah paduan suara yang sering mengisi pada saat upacara bendera setiap hari

149
Senin, sehingga menyanyi bukanlah hal asing lagi bagi mereka. Dan karena,

penilaian pada aspek psikomotorik menggunakan instrumen yang berbeda-beda

setiap pertemuannya, maka guru akan terus membimbing siswa sebaik-baiknya

sesuai aspek yang diinginkan pada rubrik penilaian, agar tercapai hasil yang

maksimal.

Dari data di atas, maka dapat diakumulasikan jumlah siswa yang tuntas

pada ketiga aspek penilaian dalam tabel berikut:

Tabel 4.14 Akumulasi Ketuntasan Hasil Belajar Siklus I Pertemuan 2

No Kriteria Ketuntasan K % A % P %
1. Tuntas (≥ 80) 26 74,3% 27 77,1% 28 80%
2. Tidak Tuntas (≤ 80) 9 25,7% 8 22,9% 7 20%
Jumlah 35 100% 35 100% 35 100%
Keterangan: K = Kognitif, A = Afektif, P = Psikomotorik, % = Persentase

Hasil belajar siswa pada siklus I pertemuan 2, dalam aspek kognitif ada 26

orang siswa atau 74,3% yang sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal,

sedangkan 9 orang lainnya atau 25,7% masih belum mencapai kriteria ketuntasan

minimal. Untuk aspek afektif, 27 orang siswa atau 77,1% sudah memperoleh

kriteria sudah membudaya, dan 8 orang lainnya atau 22,9% masih berada pada

kriteria mulai berkembang. Penilaian ini diperoleh berdasarkan akumulasi nilai

antara 76 – 100 atau skor 3,01 – 4,00 pada rentang skor penilaian kurikulum

2013.Sedangkan aspek psikomotorik, ada 28 orang siswa atau sebesar 80% yang

memenuhi kriteria ketuntasan minimal, dan ada 7 orang lagi atau 20% yang masih

berada di bawah kriteria ketuntasan minimal.

Untuk hasil belajar siswa secara individu dapat diperjelas dengan grafik

sebagai berikut:

150
Hasil Belajar Siswa Siklus I Pertemuan 2
25

20

15
Frekuensi

10

0
100 - 85 - 80 - 75 - 70 - 65 - 60 - 55 - 50 - 45 -
86 81 76 71 66 61 56 51 46 41
Kognitif 24 2 0 6 0 0 0 0 2 1
Afektif 19 5 3 2 4 2 0 0 0 0
Psikomotorik 25 3 7 0 0 0 0 1 0 0

Gambar 4.6: Grafik Hasil Belajar Siswa Siklus I Pertemuan 2

Dari gambar 4.6 menunjukkan bahwa pada aspek penilaian kognitif, siswa

memperoleh nilai di atas KKM yaitu 80 – 100 sebanyak 26 orang atau 74,3% telah

dinyatakan tuntas dalam pembelajaran di siklus I pertemuan 2 ini.

Untuk aspek afektif, data tersebut menggambarkan bahwa 27 orang atau

sebesar 77,1% sudah memiliki klasifikasi sudah membudaya, dalam nilai gabungan

76 – 100 atau pada rentang skor 3,01 – 4,00 pada ketetapan kurikulum 2013.

Sedangkan untuk aspek psikomotorik, dari data di atas tergambar bahwa

sebanyak 28 orang siswa atau sebeser 80% telah memenuhi kriteria ketuntasan

minimal, yaitu ≥ 80.

151
4) Analisis Soal Tes Akhir Siklus I Pertemuan 2

Pada akhir pembelajaran siklus I pertemuan 2 kembali diadakan tes

akhir pembelajaran yang mengambil tes pada ranah kognitif untuk mengetahui

sejauh mana siswa menyerap materi yang diberikan pada hari itu. Tes diberikan

dengan menggunakan instrumen soal berjumlah 7 buah dengan beberapa variasi

kata kerja ranah kognitif yang diberikan. Analisis soal ini digambarkan untuk

menginformasikan ranah kognitif mana yang telah dan belum sepenuhnya

berhasil terjawab oleh siswa sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian tes

di pertemuan berikutnya.

Untuk memperjelas hasil yang diraih oleh siswa dalam setiap soal tes

akir pertemuan 2 siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.15 Analisis Hasil Tes Akhir Pertemuan 2 pada Siklus I


setiap Butir Soal

Frekuensi
Kategori
No. Bobot Siswa Persentase
Ranah Keterangan
Soal Skor Menjawab (%)
Kognitif
Benar
1 C1 10 35 100 Menyebutkan
2 C1 10 35 100 Menghafal
3 C1 10 25 71,4 Menghafal
4 C1 10 35 100 Menyebutkan
5. C1 10 31 88,5 Menyebutkan
6. C4 20 35 100 Menemukan
7. C4 30 26 74,2 Menganalisis

152
Dari data di atas, diketahui bahwa dari 7 soal, 5 soal telah berhasil mencapai

indikator keberhasilan ≥ 80% dengan kategori menyebutkan, menghafal,

menemukan, dan menganalisis, yakni pada soal nomor 1, 2, 4, 5, dan 6. Ada 2 soal

yang masih belum mencapai indikator keberhasilan, yaitu pada soal nomor 3 dan 7

dengan kategori menghafal dan menganalisis.

Dari data tersebut juga diketahui pula masih ada beberapa siswa yang

memiliki kendala dalam menghafal lagu daerah dari Aceh tersebut dikarenakan

bahasa yang digunakan merupakan bahasa daerah tersebut. Sedangkan pada nomor

7, siswa pada dasarnya semuanya tahu, hanya saja mereka kurang teliti.

5) Refleksi Siklus I Pertemuan 2

Berdasarkan temuan yang diperoleh melalui observasi kegiatan

pembelajaran dan hasil belajar siswa dapat direfleksikan sebagai berikut:

(a) Aktivitas Guru

Kegiatan pembelajaran yang direncanakan dengan alokasi waktu

7×35 menit sudah optimal. Hal ini dapat dilihat dari lembar observasi

aktivitas guru yang semua aspeknya memperoleh skor 4 (skor maksimal),

kecuali pada aspek membimbing siswa merumuskan masalah – membawa

siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki, dan pada aspek

membimbing siswa merumuskan hipotesis.

Hal tersebut dikarenakan pada aspek merumuskan masalah guru

belum memberikan arahan kepada siswa untuk memberikan jawaban yang

menjurus kepada jawaban yang diinginkan. Guru terfokus dalam

memberikan teka-teki saja yang memancing siswa ke suatu permasalahan.

153
Maka dari itu, guru akan melakukan perbaikan pada pertemuan selanjutnya

dengan memberikan teka-teki dan arahan agar siswa menjurus ke suatu

permasalahan yang diinginkan. Guru dapat menyiapkan teka-teki dan

pertanyaan yang akan diajukan sebelumnya agar pada saat pembelajaran

dapat dilaksanakan dengan baik.

Berikutnya, yaitu pada aspek membimbing siswa merumuskan

hipotesis. Pada aspek ini, guru masih menggunakan bahasa yang berbelit-

belit, walaupun guru sudah memberikan pancingan, memotivasi siswa, dan

memberikan penjelasan bagaimana hipotesis seharusnya diberikan. Oleh

karena itu, solusi untuk menangani hal ini adalah peneliti akan berupaya

lebih menyiapkan dengan matang materi sebelum mengajar, agar dapat

memberikan arahan kepada siswa untuk merumuskan masalah, dan juga

lebih menggunakan bahasa yang lugas, tidak berbelit-belit, agar lebih

mudah dipahami oleh siswa.

(b) Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa pada siklus I pertemuan 2 telah berjalan dengan

optimal. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan aktivitas siswa yang

menunjukkan bahwa siswa dengan kategori sangat aktif ada 27 orang,

dengan persentase klasikal 77,1%. Skor yang diperoleh siswa hampir

mendekati indikator keberhasilan, yaitu ≥ 80% siswa memperoleh kategori

sangat aktif. Tentunya hasil ini merupakan peningkatan dari pertemuan

154
sebelumnya yang hanya 9 orang saja memperoleh kategori sangat aktif atau

dengan persentase klasikal sebesar 25,7% saja. Perolehan skor ini

dikarenakan siswa sudah mulai mengenal proses pembelajaran

menggunakan kombinasi model Problem Based Learning (PBL), Team

Games Tournament (TGT), dan Time Token yang diajarkan oleh peneliti.

Dari semua aspek yang dilaksanakan, masih ada beberapa aspek yang perlu

diperhatikan. Terutama pada aspek memberi masukan dalam merumuskan

masalah, merumuskan hipotesis, dan menguji hipotesis.

Dalam aspek memberi masukan dalam merumuskan hipotesis 15

siswa (42,9%) memperoleh kriteria aktif dan sisanya sudah memperoleh

kriteria sangat aktif, sebanyak 20 orang atau 57,1%. Hal ini dikarenakan

pada saat kegiatan memberikan masukan dalam merumuskan masalah dan

hipotesis, siswa yang bersangkutan masih enggan berbicara, namun ia

memberikan masukan kepada temannya, sehingga masukan yang diberikan

harus disampaikan oleh temannya tanpa mengangkat tangan langsung atau

menjawab sendiri secara langsung. Di samping itu, dalam merumuskan

masalah, sebagian siswa masih saja menunggu arahan dari guru, belum

seluruhnya mau memberikan aspirasi dan berinisiatif dalam mengemukakan

pendapatnya. Hal ini diindikasi pula masih ada siswa yang masih malu dan

khawatir apabila nantinya salah dalam mengemukakan pendapatnya. Maka,

langkah perbaikan yang akan dilakukan oleh guru adalah terus memberikan

motivasi, dan juga akan menciptakan suasana belajar yang kondusif dan

155
ceria, dengan bernyanyi atau yel-yel, sehingga tidak ada siswa yang malu-

malu lagi.

Dalam merumuskan hipotesis juga menjadi perhatian karena hampir

setengah dari jumlah siswa atau 17 siswa masih memperoleh kriteria aktif

atau sebesar 48,6% dan 18 orang lainnya sudah memperoleh kriteria sangat

aktif atau sebesar 57,1%. Pada aspek merumuskan hipotesis, siswa

cendrung masih kebingungan dalam menentukan hipotesis. Guru sudah

memberikan penjelasan tentang bagaimana hipotesis tersebut, namun

kebanyakan masih pasif, dan harus ditunjuk terlebih dahulu untuk

mengemukakan pendapatnya. Oleh karena itu, langkah perbaikan yang akan

guru lakukan adalah dengan menciptakan suasana yang kental akan

kompetisi, sehingga setiap siswa berusaha mengajukan diri untuk maju ke

depan.

Untuk aspek menguji hipotesis juga, kurang dari setengah dari

jumlah siswa, masih memperoleh kriteria aktif yang berjumlah 14 orang

atau 40%, dan yang mendapat kriteria sangat aktif sebanyak 21 orang atau

60%. Pada saat menguji hipotesis, siswa terlihat masih saling dorong

mendorong dalam menelaah data dan melihat hubungan dari permasalahan

yang dihadapi. Oleh sebab itu, solusi yang akan dilaksanakan guru adalah

pada pertemuan selanjutnya adalah guru akan kembali memberikan

pancingan dan apresisasi bagi siswa yang belum ter libat dalam kegiatan

merumuskan masalah dan hipotesis. Selain itu, guru akan kembali berusaha

untuk mendorong dan memotivasi siswa agar lebih banyak mengemukakan

156
pendapatnya, dengan pancingan-pancingan yang dikemas dengan tanya-

jawab berebut.

(c) Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar siswa pada siklus I pertemuan 2 ini, dalam aspek

kognitif siswa yang mencapai kategori tuntas sebanyak 26 orang siswa dan

yang belum tuntas sebanyak 9 orang. Adapun ketuntasan klasikal hanya

mencapai 74,3%. Meskipun hasil ini merupakan peningkatan dari

pertemuan sebelumnya, namun hasil ini masih dibawah dari indikator

keberhasilan yang ditetapkan oleh peneliti, yaitu ≥ 80%.

Hal ini disebabkan, siswa memiliki kendala dalam menghafal lirik

lagu daerah dari Aceh, Bungong Jeumpa yang merupakan materi pada hari

itu, dan juga merupakan soal yang berkaitan pada tes akhir pertemuan 2 di

siklus I tersebut. Hal ini dikarenakan sebagian dari mereka masih belum

mengenal lagu ini, sehingga mereka sedikit kesulitan dalam menghafalkan

lagu ini, ditambah lagi lirik lagu yang menggunakan bahasa daerah yang

mereka belum pernah dengar sebelumnya.

Dengan demikian, solusi yang akan dilakukan guru adalah

meningkatkan kinerja dalam penyampaian materi dan membantu siswa

dalam membangun pengetahuan yang didapatnya dalam pembelajaran

dengan memfokuskan pada setiap langkah kegiatan untuk memotivasi siswa

yang belum mencapai kategori tuntas. Guru akan lebih mengawal siswa

dalam menerima materi dan menekankan pada setiap informasi yang

157
sifatnya lebih penting, sehingga memudahkan siswa dalam menjawab soal

tes evaluasi di akhir pembelajaran.

Keberhasilan siswa pada ranah kognitif ini juga dapat diuraikan

dalam setiap butir soal yang disajikan oleh guru. Dari 7 soal yang diberikan,

6 soal dijawab dengan benar dan tiap-tiap soal telah mencapai indikator

keberhasilan, yakni ≥ 80%, antara lain pada soal nomor 1, 2, 4, 5, 6, dan 7.

Meskipun ada satu soal yang belum mencapai indikator keberhasilan, yaitu

soal nomor 3, dengan kategori menghafal.

Soal nomor 3 ini berisi tentang melengkapi lirik lagu daerah Aceh,

Bungong Jeumpa, dari akhir bait pertama ke awal bait kedua. Siswa masih

kesulitan menghafal lirik tersebut, sehingga soal nomor 3 ini masih banyak

mengalami kesalahan, yang mana tidak menjadikan soal nomor 3 ini

mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu ≥

80%.

Solusi yang akan dilakukan guru untuk meningkatkan keberhasilan

soal dengan ranah kognitif soal menghafal adalah guru akan lebih

memberikan lebih banyak waktu untuk menghafal yang kemudian

dipraktikkan ke depan agar siswa lebih bisa mengingatnya. Tentunya

dengan pengulangan terus menerus untuk membantu siswa lebih bisa

menyerap informasi yang dipelajarinya.

Sedangkan, untuk ranah afektif, 27 orang atau sebesar 77,1% sudah

mencapai kriteria sudah membudaya, dan sisanya masih dalam tahap mulai

158
berkembang. Penilaian ini diperoleh berdasarkan akumulasi nilai antara 76

– 100 atau skor 3,01 – 4,00 pada rentang skor penilaian kurikulum 2013.

Dalam penilaian psikomotorik, guru menggunakan penilaian dari

aspek sosial, yaitu gotong royong, jujur, disiplin, dan percaya diri. Dalam

aspek gotong royong, ada 19 orang yang memiliki kriteria sering

membudaya dan 16 orang berada pada kategori mulai berkembang. Pada

aspek jujur, 28 orang siswa sudah menunjukkan sikap sering membudaya,

7 siswa berada pada kategori mulai berkembang. Untuk aspek disiplin,

hampir seluruh siswa sudah menunjukkan sikap sering membudaya, 31

orang telah memiliki kriteria sering membudaya dan hanya ada 4 orang yang

masih berada pada kriteria mulai berkembang. Untuk aspek percaya diri, 21

orang sudah berada pada kriteria sering membudaya sedangkan 14 orang

lainnya berada pada kriteria mulai berkembang.

Hal tersebut dikarenakan siswa sudah mulai bekerja sama dengan

baik, khususnya komunikasi telah terjalin baik antarsiswa, walaupun masih

ada sebagian yang kaku dalam berkomunikasi, dan terlihat tidak ada lagi

kelompok yang hanya mengandalkan 1 orang saja untuk menyelesaikan

masalah. Dalam aspek jujur, sejalan dengan aspek disiplin, di mana siswa

diajak membuat peraturannya sendiri yang disepakati oleh semua siswa,

sehingga jalannya pembelajaran dapat dikondisikan secara kondusif. Untuk

aspek percaya diri, seiring pembelajaran berlangsung sudah mulai tumbuh

dan terlihat rasa percaya diri dari masing-masing siswa, walaupun masih

159
ada sebagian kecil siswa yang masih malu-malu dan berbisik kepada

temannya tentang jawabannya.

Maka dari itu, guru akan melakukan upaya pemberian motivasi dan

semangat bagi seluruh siswa untuk terus mengingkatkan mereka ketika

berada di dalam kelompoknya untuk lebih saling berkomunikasi dan bekerja

sama dengan baik, dan untuk penyampaian data selama diskusi juga harus

apa adanya. Dapat dilihat dari pertemuan 2 di siklus I ini, dengan peraturan

yang siswa buat sendiri, siswa lebih menaatinya karena hal tersebut dibuat

untuk mereka sendiri dan oleh mereka sendiri. Tentunya hal ini akan

dipertahankan karena menunjukkan hasil yang signifikan, serta untuk aspek

kepercayaan diri, guru akan lebih berusaha meningkatkan motivasi dan

percaya diri siswa dengan memberikan suasana belajar yang kondusif tanpa

adanya paksaan, sehingga siswa akan lebih percaya diri dalam mengajukan

setiap pendapatnya.

Untuk aspek psikomotorik, ada 28 siswa atau 80% yang telah

memenuhi kriteria ketuntasan minimal, sedangkan 7 orang lainnya (20%)

masih berada di bawah kriteria ketuntasan minimal. Penilaian ini diambil

dengan menggunakan instrumen menyanyikan lagu daerah secara

kelompok. Hasil yang ditunjukkan memuaskan. Hal ini dikarenakan siswa

kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin sangat suka bernyanyi, dan dari

mereka sebagian besar berasal dari orang-orang pilihan dari paduan suara di

sekolahnya, sehingga ketika diberikan tugas menyanyikan lagu daerah,

mereka terlihat antusias. Arahan guru tentang teknik menyanyi pun

160
sebagian besar sudah mereka pahami dan kuasai, sehingga memudahkan

selama penjelasan indikator penilaian yang harus dicapai.

Untuk itu, dalam pertemuan berikutnya, guru akan memberikan

lebih banyak variasi dalam pembelajaran dengan menggunakan lagu-lagu

agar meningkatkan keaktifan dan antusias siswa dalam belajar. Guru juga

akan kembali memberikan arahan sebagaimana perintah yang diinginkan

rubrik penilaian dalam pembelajaran tematik, agar hasil yang sudah

diperlihatkan siswa ini dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan lebih

tinggi.

c. Tes Akhir Siklus I

Hasil belajar siswa dari tes akhir siklus I berupa tes secara tertulis dan

diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.16 Hasil Tes Akhir Siklus I

Persentase Ketuntasan (%)


No Nilai Frekuensi
Tuntas Tidak Tuntas
1. 51 – 55 0 -
2. 56 – 60 1 3
3. 61 – 65 2 5,7
4. 66 – 70 4 11,4
5. 71 – 75 7 20
6. 76 – 80 0 -
7. 81 – 85 4 11,4
8. 86 – 90 7 20
9. 91 – 95 4 11,4
10. 96 – 100 6 17,1
59,9% 40,1%
Jumlah 35
100%

Berdasarkan data di atas dapat diketahui nilai tertinggi yang diperoleh siswa

adalah antara 96 – 100 sebanyak 6 orang dengan persentase 17,1%. Sedangkan nilai

antara 91 – 95 sebanyak 4 orang (11,4%), nilai antara 86 – 90 ada 7 orang (20%),

untuk nilai antara 81 – 85 sebanyak 4 orang (11,4%), , sedangkan untuk nilai antara

161
71 – 75 ada 7 orang (20%), untuk nilai antara 66 – 70 ada 4 orang (11,4%), dan

nilai antara 61 – 65 ada 2 orang (5,7%), serta nilai antara 51 – 55 ada 1 orang (3%).

Dari perolehan nilai di atas dapat diketahui bahwa dari 35 siswa, yang

memperoleh nilai ≥ 80 ada 21 orang dengan persentase 59,9% yang mencapai

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan 14 orang yang masih belum mencapai

KKM. Ketuntasan belajar individu pada tes akhir siklus I ini belum mencapai

indikator keberhasilan, karena indikator keberhasilan yang ditetapkan adalah

pembelajaran dikatakan berhasil jika 80% siswa memperoleh nilai ≥ 80. Ketuntasan

klasikal tes akhir siklus I ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.17 Rekapitulasi Hasil Evaluasi Tes Akhir Siklus I

No Ketuntasan Frekuensi Persentase (%)


1. Tuntas 21 60
2. Tidak Tuntas 14 40
Jumlah 35 100

Dari hasil belajar tes akhir siklus I ini disajikan dalam bentuk grafik berikut

ini:

Hasil Tes Akhir Siklus I

40.00%

60.00% Tuntas
Tidak Tuntas

162
Gambar 4.7: Grafik Hasil Tes Akhir Siklus I

d. Refleksi Pembelajaran Siklus I

Pembelajaran pada siklus I terdiri dari dua kali pertemuan. Adapun

perbandingan antara pertemuan pertama dengan pertemuan kedua dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1) Aktivitas Guru

Aktivitas guru pada siklus I pertemuan pertama dan kedua dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.18 Perbandingan Aktivitas Guru pada Siklus I

Pertemuan 1 Pertemuan 2
Skor 34 41
Kategori Baik Sangat Baik

Tabel 4.18 ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran

menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL),

Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada pertemuan 1 sudah

terlaksana dan mendapat kategori Baik dengan skor 34, kemudian pada pertemuan

2 meningkat menjadi kategori Sangat Baik dengan perolehan skor 42.

Hal ini disebabkan pada pertemuan 1, hanya 3 langkah yang mendapat skor

4, sedangkan langkah lainnya untuk skor 3 diperoleh 6 langkah, dan 2 langkah

sisanya mendapat skor 2. Pada pertemuan 2, skor meningkat, dari 11 langkah

pembelajaran yang mendapat skor 4 ada 9 langkah, dan 2 langkah lainnya mendapat

skor 3.

Oleh karena itu, langkah perbaikan yang akan dilakukan guru adalah

memperbaiki kualitas pembelajaran, agar tahapan-tahapan pembelajaran dapat

163
terlaksana dengan optimal. Khususnya pada aspek-aspek penilaian aktivitas guru

yang masih mendapat skor di bawah maksimal. Diharapkan pada pertemuan

berikutnya guru dapat memperoleh nilai sempurna pada setiap aspek penilaian

aktivitas guru.

Data hasil aktivitas guru pada siklus I ini dapat digambarkan dengan grafik

sebagai berikut:

Perbandingan Aktivitas Guru pada


Siklus I

60 41
34
40 Pertemuan 1
Pertemuan 2
20

0
Pertemuan 1 Pertemuan 2

Gambar 4.8 Grafik Perbadingan Aktivitas Guru pada Siklus I

2) Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa pada siklus I pertemuan pertama dan kedua dapat dilihat

pada tabel berikut ini:

Tabel 4.19 Perbandingan Aktivitas Siswa pada Siklus I

Kriteria Pertemuan 1 Pertemuan 2


Sangat Aktif 25,7% 77,1%
Aktif 74,3% 22,9%
Cukup Aktif 0% 0%
Kurang Aktif 0% 0%

Tabel 4.19 menunjukkan bahwa pada pertemuan 1 siswa yang aktif ada 26

orang (74,3%) dan siswa dengan kriteria sangat aktif ada 9 orang (25,7%).

164
Kemudian, pada pertemuan 2 mengalami peningkatan yang cukup signifikan, di

mana ada 27 siswa yang memperoleh kriteria sangat aktif dengan persentase 77,1%

dan 8 siswa (22,9%) dengan kriteria aktif.

Hal ini disebabkan karena pada pertemuan 1, para siswa masih memiliki

kendala dalam aspek mengajukan pertanyaan dari gambar yang ditayangkan,

memberikan masukan dalam merumuskan masalah dan hipotesis, serta pengujian

hipotesis, menyimpulkan dan mempresentasikan hasil kerja di depan kelas. Dalam

pertemuan ini, seluruh aspek tersebut tidak ada yang memenuhi indikator

keberhasilan. Akan tetapi, aktivitas siswa ini meningkat pada pertemuan 2, terlihat

dari beberapa aspek yang sudah meningkat dari sebelumnya. Sehingga aspek yang

belum memenuhi indikator keberhasilan, yaitu aspek merumuskan masalah dan

hipotesis, serta pengujian hipotesis.

Untuk itu, pada pertemuan berikutnya, guru akan memberikan perhatian

lebih pada aspek-aspek yang masih belum memenuhi indikator ketuntasan, agar

kriteria yang diperoleh siswa dapat lebih ditingkatkan. Guru akan berupaya

membimbing siswa dalam setiap langkah pembelajaran dengan motivasi dan

apresiasi serta penjelasan sedetail mungkin dan bimbingan, agar pada setiap

pelaksanaan aspek tersebut terlaksana lebih efektif, efisien, dan mendapat hasil

yang optimal.

Data hasil aktivitas siswa pada siklus I ini dapat digambarkan dengan grafik

sebagai berikut:

165
Perbandingan Persentase Aktivitas Siswa
pada Siklus I
Sangat Aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif

77.10%
74.30%

25.70% 22.90%

0% 0% 0% 0%

Pertemuan 1 Pertemuan 2

Gambar 4.9 Grafik Perbandingan Aktivitas Siswa pada Siklus I

3) Hasil Belajar

Hasil belajar siklus I ini digunakan sebagai patokan apakah nantinya

penelitian dilanjutkan pada siklus berikutnya atau tidak. Jika hasil yang

diperoleh tidak memenuhi indikator yang ditetapkan maka penelitian akan

dilanjutkan pada siklus berikutnya. Hasil evaluasi individu yang dilakukan

disetiap akhir dari pertemuan pada siklus I pertemuan pertama dan kedua maka

diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.20 Perbandingan Hasil Belajar Siswa pada Siklus I

Kriteria
No Pertemuan K % A % P %
Ketuntasan
Tuntas (≥ 80) 13 37,1% 9 25,7% 13 37,1%
1. Pertama
Tidak Tuntas (≤ 80) 22 62,9% 26 74,3% 22 62,9%
Tuntas (≥ 80) 26 74,3% 27 77,1% 28 80%
2. Kedua
Tidak Tuntas (≤ 80) 9 25,7% 8 22,9% 7 20%
Tes Akhir Tuntas (≥ 80) 26 74,3%
3.
Siklus Tidak Tuntas (≤ 80) 9 25,7%

166
Tabel 4.20 menunjukkan bahwa pada hasil belajar siswa pada pertemuan 1

dalam aspek kognitif terdapat 13 orang (37,1%) siswa yang memperoleh nilai di

atas KKM dan meningkat pada pertemuan 2 menjadi 26 orang (74,3%) siswa yang

memperoleh nilai di atas KKM. Untuk aspek afektif, pada pertemuan 1 terdapat 9

orang (25,7%) siswa yang memperoleh kategori sudah membudaya yang

diakumulasikan pada perolehan skor sebagaimana panduan dalam kurikulum 2013,

yang kemudian pada pertemuan 2 hasil ini meningkat secara signifikan menjadi 27

orang siswa (77,1%). Sedangkan pada aspek psikomotorik, di pertemuan 1 terdapat

13 orang (37,1%) siswa yang memeoleh nilai di atas kriteria ketuntasan minimal,

hasil ini juga meningkat di pertemuan 2 menjadi 28 orang (80%) siswa yang

memenuhi kriteria ketuntasan minimal. Namun, pada tes akhir siklus I, ketuntasan

klasikal siswa belum mencapai indikator keberhasilan, yaitu ≥ 80% siswa

memperoleh nilai di atas KKM, yang mana hanya 74,3% dari jumlah seluruh siswa.

Ini berarti pada siklus I, hasil belajar siswa belum mencapai ketuntasan secara

klasikal.

Berdasarkan temuan penelitian pada siklus I terhadap aktivitas guru,

aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa dinyatakan belum berhasil sepenuhnya,

namun sudah mengalami peningkatan yang signifikan. Untuk itu, perlu perbaikan

pada siklus II dengan menitik beratkan pada berbagai aspek dalam aktivitas siswa

serta perbaikan pada hasil belajar siswa agar benar-benar meningkat sesuai dengan

indikator keberhasilan penelitian.

2. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus II

167
Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) siklus II ini akan

dilaksanakan selama dua kali pertemuan dengan jadwal sebagai berikut:

Tabel 4.21 Jadwal Penelitian Tindakan Kelas Siklus II

Pertemuan Alokasi
No Hari/Tanggal Materi Penilaian
Ke- Waktu
Tema Tes tertulis
Lingkungan (Essay),
Sahabat Kita unjuk kerja
Senin, 7 × 35
1. 1 Subtema 2 – (performance),
25 April 2016 menit
Perubahan keterampilan
Lingkungan per orangan,
Pembelajaran 4 dan sikap
Tema Tes tertulis
Lingkungan (Essay),
Sahabat Kita unjuk kerja
Kamis, 7 × 35
2. 2 Subtema 2 – (performance),
28 April 2016 menit
Perubahan keterampilan
Lingkungan per orangan,
Pembelajaran 6 dan sikap
Tes tertulis
Kamis, 7 × 35 Tes Akhir berupa pilihan
3. 2
28 April 2016 menit Siklus II ganda dan
essay

a. Siklus II Pertemuan 1

Kegiatan yang akan dilaksanakan pada pertemuan 1 ini adalah sebagai

berikut:

1) Skenario Kegiatan

Adapun kegiatan yang dilakukan untuk mempersiapkan

pembelajaran pada pertemuan ini adalah sebagai berikut:

a) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan

menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning

168
(PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token dengan pokok

bahasan tema Lingkungan Sahabat Kita subtema Perubahan

Lingkungan, pembelajaran 4.

b) Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa.

c) Menyiapkan alat evaluasi untuk melihat dan mengukur hasil belajar

siswa dalam pembelajaran, antara lain LKK (Lembar Kerja Kelompok)

dan LKS (Lembar Kerja Siswa) yang berupa soal-soal evaluasi untuk

seluruh siswa dalam memahami dan menguasai materi ajar.

d) Menyiapkan dan membuat media yang akan digunakan pada saat

pembelajaran.

e) Mempersiapkan catatan lapangan dan dokumentasi terhadap model

pembelajaran.

Kemudian peneliti mempersiapkan rencana kegiatan yang akan

dilakukan pada pembelajaran siklus II pertemuan 1 ini dengan rancangan

kegiatan awal guru menyiapkan siswa secara fisik dan psikis, yaitu dengan

memeriksa kerapian siswa dan mengajak siswa berdo’a bersama,

mengabsen kehadiran siswa, kemudian guru memberikan apersepsi

dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran, menyampaikan

garis besar materi dan langkah-langkah pembelajaran yang akan

dilaksanakan.

Selanjutnya pada kegiatan inti, guru menunjukkan gambar yang

berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, melakukan kegiatan

Orientasi, membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 4-5

169
orang, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis dengan menggunakan

kupon berbicara, mengumpulkan data, menguji hipotesis, presentasi,

mengadakan permainan (games), selanjutnya mengadakan kompetisi

(tournament), dan terakhir memberikan penghargaan kepada kelompok

dengan skor tertinggi.

Selanjutnya pada kegiatan akhir, guru bersama siswa menyimpulkan

pelajaran. Kemudian guru membagi soal evaluasi kepada seluruh siswa,

melakukan refleksi, memberikan tindak lanjut, dan menyampaikan rencana

pembelajaran yang akan dipelajari selanjutnya.

2) Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan ini dibagi menjadi 3 (tiga) kegiatan, yaitu

kegiatan awal (pendahuluan), kegiatan inti, dan kegiatan akhir (penutup).

Adapun uraian kegiatan pada siklus II pertemuan 1dengan RPP dari

kegiatan awal sampai kegiatan akhir sebagai berikut:

a) Kegiatan Awal

Kegiatan pembelajaran dimulai dengan guru masuk kelas dengan

mengucapkan salam yang dijawab serentak oleh siswa. Selanjutnya guru

mengajak siswa untuk berdoa bersama-sama yang dipimpin oleh M. Nashir

Hernadi lagi, yang pada saat itu mengajukan diri untuk memimpin doa.

Selanjutnya guru menanyakan kabar siswa dan melakukan absensi siswa,

“Bagaimana keadaan kalian hari ini?, apakah ada yang tidak hadir?”. Siswa

secara serentak menjawab “Baik Pak, Tidak ada Pak”.

170
Guru melakukan apersepsi dengan mengantar siswa ke dalam cerita

mengenai seputar kejadian yang sering mereka dengar atau baca di berbagai

macam media tentang perubahan apa saja yang terjadi pada zaman dahulu

sekitar 10 – 15 tahun yang lalu, dengan saat ini, baik itu di bidang ekonomi,

komunikasi, dan teknologi.

Selanjutnya, guru menyampaikan garis besar materi melalui

penjelasan awal tentang gambar apa yang dipasang di papan tulis. Guru

bertanya kepada siswa, “Anak-anak, apa perbedaan dari gambar ini?”.

Siswa menjawab, “Rumah zaman dulu menggunakan kayu, kalau zaman

sekarang lebih banyak menggunakan semen atau material keras lainnya,

Pak!”. Kemudian, guru bertanya, “Apakah ada lagi?”, dan siswa menjawab,

“Dahulu orang lebih banyak menggunakan sepeda sebagai transportasi,

sekarang sudah menggunakan kendaraan bermotor, Pak!”.

Dari gambar tersebutlah guru menyampaikan tujuan pembelajaran

yang akan dicapai hari ini, yaitu siswa mampu menemukan informasi

penting dari bacaan tersebut dengan tepat, siswa juga mampu menemukan

perubahan bentuk dan sifat sosial dan budaya yang terjadi pada masyarakat

Indonesia saat ini dibandingkan 10 – 15 tahun yang lalu dengan tepat, serta

siswa mampu mengubah data ke dalam tabel frekuensi relatif dengan tepat.

b) Kegiatan Inti

Pada kegiatan inti, siswa kembali diajak untuk mengamati gambar

tentang perbedaan zaman dulu dengan sekarang. Kemudian siswa diberikan

kesempatan untuk mengajukan pertanyaan untuk menggali lebih banyak

171
lagi informasi dari gambar tersebut. Kegiatan tanya jawab ini merupakan

kegiatan awal sebelum memasuki materi pelajaran sambil guru memberi

arahan dan memancing siswa untuk melontarkan pertanyaan seputar gambar

yang ada di papan tulis. Guru memberikan motivasi dalam mengidentifikasi

gambar dan mengajukan pertanyaan dan memberi inspirasi bagi siswa untuk

terus menggali informasi dari gambar. Dengan begitu, siswa telah

termotivasi dan memiliki gambaran tentang pertanyaan yang akan diajukan,

sehingga sebagian besar siswa antusias dalam mengajukan pertanyaan yang

ditunjuk secara acak, meskipun masih ada beberapa siswa yang belum

terlihat antusias saat temannya mengajukan pertanyaan.

Kemudian, guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah

anggota 5 – 6 orang, sesuai dengan kriteria ideal, yaitu heterogen baik secara

jenis kelamin dan prestasinya, namun dalam jumlah anggota yang rata.

Sebelumnya guru telah mempersiapkan nama-nama siswa yang akan

dibentuk kelompok. Dari jumlah siswa 35 orang, dibagi menjadi 7

kelompok, yang masing-masing kelompok berisi 5 anggota. Pada saat

pembagian dan tempat duduk kelompok, guru sudah sepenuhnya

mengarahkan siswa dalam menata tempat duduk.

Kegiatan dilanjutkan dengan mengajak siswa membaca teks bacaan

yang ada di buku siswa dengan judul “Desa Unik di Bali” dan mengamati

gambar setiap desa yang ada di teks tersebut. Semua siswa membaca teks

tersebut secara bergantian dan bersambung. Dari kegiatan membaca teks

tersebut, guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang mengarah kepada

172
permasalahan yang ada pada teks bacaan tersebut. Guru membimbing

dengan menggunakan peta konsep untuk memudahkan siswa memahami

dan menggali lebih dalam tentang informasi yang dibacanya.

Kegiatan pembelajaran selanjutnya adalah merumuskan hipotesis.

Guru mengajak siswa merumuskan jawaban sementara dari suatu

permasalahan yang sedang dikaji. Dari peta konsep yang telah disediakan

di buku siswa, guru membimbing siswa mengajukan pendapatnya tetang

masalah tersebut dan mengemukakan solusi. Guru mengarahkan siswa

untuk menggunakan kupon yang telah diberikan sebelumnya sebagai media

pembelajaran dari model pembelajaran yang tengah digunakan, yaitu Time

Token. Dengan menggunakan kupon tersebut siswa menyampaikan

hipotesisnya selama ± 30 detik, dan diperoleh hipotesis berupa “ada

perubahan yang terjadi pada bentuk dan sifat sosial dan budaya yang

terjadi pada masyarakat Indonesia saat ini dibanding 10 – 15 tahun

lalu”.

Kegiatan berlanjut dengan diskusi kelompok. Melalui kegiatan

diskusi, siswa diajarkan untuk mengeksplorasi lebih dalam agar

mendapatkan informasi sedetail mungkin. Siswa bebas mencari informasi

dari berbagai sumber, baik dari buku maupun melalui kegiatan wawancara,

baik itu dengan teman kelompok lain dan juga guru. Hasil diskusi tersebut

ditulis sedemikian rupa dan kemudian siswa diminta membacakan hasil

wawancara tersebut.

173
Selanjutnya, yaitu menguji hipotesis yang telah dirumuskan

sebelumnya, kalau “ada perubahan yang terjadi pada bentuk dan sifat

sosial dan budaya yang terjadi pada masyarakat Indonesia saat ini

dibanding 10 – 15 tahun lalu”, dan setelah siswa melakukan pengumpulan

data melalui kegiatan diskusi dan wawancara, maka mereka menemukan

jawaban atas permasalahan yang sedang dihadapi dan menemukan bahwa

memang benar ada perubahan yang terjadi pada bentuk dan sifat sosial dan

budaya pada masyarakat Indonesia saat ini dibanding 10 – 15 tahun lalu.

Setelah semua informasi telah terkumpul, kegiatan dilanjutkan

dengan merumuskan kesimpulan dan presentasi. Para siswa di dalam

kelompok dipersilakan untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan

kelas, namun hanya siswa yang belum menggunakan kuponnya saja yang

boleh mempresentasikannya ke depan. Guru memberikan koreksi dan

menyamakan persepsi terhadap jawaban siswa apabila terdapat hal-hal yang

masih kurang tepat.

Kegiatan selanjutnya, yaitu permainan (games). Games terdiri dari

pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor yang dilontarkan kepada siswa

di dalam kelompok. Setiap kelompok berlomba adu kecepatan mengangkat

tangan. Kelompok yang menjawab dengan benar akan mendapatkan poin

10 untuk setiap pertanyaan.

Kegiatan selanjutnya kompetisi (tournament). Kompetisi

dilaksanakam dengan mempertemukan setiap perwakilan anggota

kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama, secara bergantian dan

174
akan diberikan pertanyaan untuk menguji pengetahuan seputar

pembelajaran yang telah diajarkan sebelumnya. Peraturannya, anggota

kelompok diberikan buku dan alat tulis, jadi saat guru memberikan

pertanyaan, bagi peserta yang sudah tahu jawabannya bisa menulis jawaban

tersebut di buku yang telah disediakan, kemudian diangkat. Jika jawaban

benar maka akan mendapatkan poin 10, dan jika belum tepat, maka akan

dilempar ke anggota kelompok lainnya yang mengangkat nomor dua

tercepat setelah yang pertama. Kegiatan ini merupakan kelanjutan

memperoleh poin pada kegiatan sebelumnya. Kelompok pemenang

diberikan penghargaan oleh guru berupa piagam penghargaan.

c) Kegiatan Akhir

Pada kegiatan akhir, guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran

yang telah dipelajari, khususnya tentang perubahan bentuk dan sifat sosial

dan budaya masyarakat Indonesia saat ini dan beberapa tahun yang lalu.

Kemudian untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa, guru memberikan

soal evaluasi secara individu berupa soal essay sebanyak 10 buah

(terlampir). Guru kemudian melaksanakan refleksi dan tindak lanjut.

Selanjutnya guru menyampaikan rencana pembelajaran yang akan

dipelajari selanjutnya, yaitu masih dalam subtema yang sama, yaitu

175
Perubahan Lingkungan, dalam pembelajaran 6. Kemudian ditutup dengan

salam.

3) Hasil Observasi

Hasil observasi merupakan uraian dari temuan-temuan yang didapatkan

setelah kegiatan pembelajaran dari kegiatan awal hingga kegiatan akhir yang

nantinya akan berfungsi sebagai bahan refleksi untuk meningkatkan

pembelajaran yang lebih baik lagi. Berikut hasil observasi yang didapatkan dari

siklus II pertemuan 1.

a) Observasi Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pembelajaran

Hasil pengamatan atau observasi aktivitas guru dari observer dalam

kegiatan pembelajaran di kelas pada siklus II pertemuan pertama dapat

digambarkan sebagai berikut:

Tabel 4.22 Observasi Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pembelajaran


Siklus II Pertemuan 1

No. Aspek yang Diamati Skor


Aktivitas guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan
1. materi yang akan dipelajari, kemudian meminta siswa untuk 4
mengamati gambar tersebut dengan seksama.
Aktivitas guru melakukan kegiatan orientasi, membina iklim
pembelajaran yang responsif dengan meminta siswa untuk
2. 4
melontarkan pertanyaan dari gambar yang diamati, kegiatan
berupa tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi pelajaran.
Aktivitas guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah
3. 4
5–6 orang.
Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan masalah,
4. 4
membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki.
Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan hipotesis. Siswa
5. juga diberikan kupon berbicara yang akan digunakan dalam 4
menyampaikan hipotesisnya.

176
6. Aktivitas guru membimbing siswa mengumpulkan data. 4
7. Aktivitas guru membimbing siswa menguji hipotesis. 4
Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan kesimpulan dan
presentasi, mendeskripsikan solusi yang diperoleh berdasarkan
8. pengujian hipotesis dan mempresentasikannya di depan kelas. 4
Namun, hanya siswa yang masih mempunyai kupon yang harus
mempresentasikannya.
9. Aktivitas guru mengadakan permainan (games). 4
10. Aktivitas guru mengadakan kompetisi (tournament). 4
Aktivitas guru memberikan penghargaan kepada kelompok dengan
11. 4
skor tertinggi.
Total Skor 44
Kriteria: Sangat Baik

Berdasarkan data hasil observasi tentang tahapan-tahapan pembelajaran

yang dilaksanakan guru pada proses pembelajaran sesuai tabel 4.22, dapat dilihat

bahwa nilai yang diperoleh adalah 44. Skor aktivitas guru dalam proses

pembelajaran termasuk dalam kategori sangat baik.

Hasil observasi oleh observer pada kegiatan pembelajaran dengan tema

Lingkungan Sahabat Kita dan subtema Perubahan Lingkungan yang telah dilakukan

oleh guru dapat diketahui bahwa sudah meningkat dari pertemuan sebelumnya.

Seluruh aspek telah mendapatkan skor maksimal, yaitu 4. Hal ini menunjukkan

bahwa aktivitas guru dalam pertemuan 1 siklus II telah terlaksana dengan

sempurna.

Hal tersebut dikarenakan pada aspek sebelumnya yang mendapat skor 3,

guru telah melakukan perhatian penuh dan melaksanakan solusi yang direncanakan

sehingga pada pertemuan ini seluruh aspek yang sebelumnya belum maksimal

dapat diperbaiki dan terlaksana dengan sempurna, begitu pula dengan aspek-aspek

yang sudah terlaksana dengan sempurna terus dipertahankan pelaksanaannya.

177
Untuk aspek pertama aktivitas guru menunjukkan gambar yang berhubungan

dengan materi. Pada pertemuan sebelumnya, aspek ini hanya mendapat skor 3

karena guru hanya menunjukkan atau memberikan satu gambar untuk diamati,

namun pada pertemuan pertama di siklus II ini, guru telah menunjukkan beberapa

gambar di dalam pembelajaran, serta tetap memberikan ilustrasi dari setiap gambar

untuk merangsang pemikiran siswa agar menggali lebih dalam informasi yang

dilihatnya dari gambar. Hal itulah yang membuat aspek ini mendapat skor

maksimal.

Selanjutnya, aspek yang pada pertemuan selanjutnya hanya mendapat skor 3

adalah aspek aktivitas guru membimbing siswa merumuskan masalah dan

membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Pada pertemuan

sebelumnya, guru tidak memberikan arahan yang menjuruskan siswa pada jawaban

yang diinginkan, sehingga guru hanya menunggu jawaban dari siswa sampai siswa

memberikan jawaban yang diinginkan. Namun, hal ini telah dilakukan pada

pertemuan pertama di siklus II ini, jadi pada kegiatan ini dengan bimbingan dan

arahan dari guru, sehingga siswa jadi lebih cepat dalam memberikan jawaban yang

diinginkan.

Untuk aspek aktivitas guru membimbing merumuskan hipotesis, pada

pertemuan sebelumnya juga mendapat skor 3. Hal ini dikarenakan dalam

penyampaian arahan, guru masih menggunakan bahasa yang berbelit-belit dan

kurang jelas. Namun, pada pertemuan kali ini, guru telah memperbaiki hal tersebut,

sehingga siswa lebih mudah dan terarah dalam merumuskan hipotesis.

178
Untuk aspek seperti orientasi (meminta siswa melontarkan pertanyaan dari

gambar), membagi kelompok, merumuskan masalah, membimbing siswa dalam

mengumpulkan data, membimbing dalam menguji hipotesis, membimbing dalam

presentasi dan merumuskan kesimpulan, mengadakan games dan tournament, serta

pemberian penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi, telah berhasil

dipertahankan oleh guru. Hal ini dikarenakan, guru terus melatih penyampaian dan

pelaksanaan pembelajaran di rumah untuk perbaikan dan peningkatan kualitas

pembelajaran, sehingga pada saat pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru dapat

melaksanakan pembelajaran dengan optimal.

Dengan demikian, pada pertemuan pertama siklus II dengan menggunakan

kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games

Tournament (TGT), dan Time Token sudah berjalan dengan optimal, dan tentunya

hal ini akan dipertahankan pada pertemuan berikutnya agar pelaksanaan

pembelajaran kembali berlangsung dengan optimal.

b) Observasi Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran

Hasil observasi aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas

pada pertemuan pertama di siklus II ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 4.23 Persentase setiap Aspek Observasi Aktivitas Siswa dalam


Pembelajaran pada Siklus II Pertemuan 1

Kategori
Aspek Sangat Aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif
No
f % F % f % F %
Mengamati gambar yang
1 35 100% - 0% - 0% - 0%
ditayangkan guru dengan seksama
Mengajukan pertanyaan dari gambar
2 35 100% - 0% - 0% - 0%
yang telah diamati
Memberi masukan dalam
3 28 80% 7 20% - 0% - 0%
merumuskan masalah

179
Merumuskan hipotesis dengan
4 25 71,4% 10 28,6% - 0% - 0%
menggunakan kupon berbicara
Berdiskusi dalam mengumpulkan
data, melakukan aktivitas menjaring
5 35 100% - 0% - 0% - 0%
data yang relevan berdasarkan lembar
kerja kelompok
Menguji hipotesis, menelaah data,
6 dan melihat hubungan dengan 27 77,1% 8 22,9% - 0% - 0%
masalah yang dikaji
Merumuskan kesimpulan dan
7 presentasi dengan menggunakan 35 100% - 0% - 0% - 0%
kupon berbicara
Bekerjasama dalam menjawab
8 pertanyaan dalam games yang 35 100% - 0% - 0% - 0%
diberikan
9 Mengikuti kompetisi (tournament) 35 100% - 0% - 0% - 0%

Pada tabel 4.23 dapat dilihat bahwa skor yang diperoleh siswa pada setiap

aspek sudah sudah seluruhnya yang mencapai kategori aktif dan sangat aktif.

Sementara itu, untuk skor akhir yang diperoleh masing-masing siswa adalah sangat

aktif. Hal ini dikarenakan siswa lebih bersemangat dalam proses pembelajaran,

walaupun dalam beberapa aspek ada siswa yang masih memperoleh skor 3, tetapi

ini lebih meningkat dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya. Hal tersebut

dikarenakan siswa yang bersangkutan telah berupaya memperbaiki gaya belajar dan

ingin menjadi yang terbaik dibantu dengan motivasi dan arahan dari guru. Oleh

karena itu, hampir seluruh siswa telah memperoleh kategori sangat aktif.

Untuk aspek aktivitas siswa mengamati gambar, mengajukan pertanyaan

dari gambar, berdiskusi dalam mengumpulkan data, merumuskan kesimpulan,

bekerjasama dalam games dan tournament, pada pertemuan ini terlihat aktivitas

siswa dalam keaktifan dapat dipertahankan dari pertemuan sebelumnya yang juga

mendapat persentase 100% siswa aktif selama pembelajaran. Seperti yang telah

dilakukan pada pertemuan sebelumnya, guru terus melakukan perbaikan dalam hal

180
pembelajaran, dengan terus mempersiapkan dengan matang, mengulang dan

melatih proses pembelajaran di rumah, sehingga implementasi di kelas menjadi

maksimal.

Sementara itu, masih ada 2 aspek yang masih belum memenuhi indikator

keberhasilan yang ditetapkan. Aspek-aspek tersebut adalah merumuskan hipotesis,

karena masih ada beberapa siswa yang menyampaikan hipotesisnya ≤ 30 detik,

yang artinya beberapa siswa masih belum menggunakan kesempatannya dengan

maksimal. Hal ini dikarenakan, siswa masih belum terlalu menggali informasi dari

hal yang harusnya diamati, sehingga dalam penyampaian hipotesis, siswa masih

menyampaikan informasi yang belum terlalu mendalam, dan ini menyebabkan

penggunaan waktu yang diberikan untuk penyampaian hipotesis masih belum

maksimal.

Selanjutnya, yaitu aspek menguji hipotesis, hal ini sama dengan aspek

sebelumnya, hanya 77,1% yang mendapat kategori sangat aktif, dan ini belum

menunjukkan hasil yang diinginkan. Hal ini dikarenakan, sebagian siswa masih

belum bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, terutama terhadap tenggat

waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Namun, skor yang

belum maksimal tersebut, tertututpi dengan perolehan skor di aspek lain yang

sebagian besar banyak memperoleh nilai sempurna. Berikut gambaran hasil analisis

observasi aktivitas siswa:

Tabel 4.24 Hasil Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran pada Siklus II


Pertemuan 1 secara Klasikal

No Kriteria f %
1. Sangat Aktif 29 82,9%
2. Aktif 6 17,1%

181
3. Cukup Aktif - 0%
4. Kurang Aktif - 0%
Jumlah Siswa dengan Kategori Sangat Aktif 29
Persentase Keaktifan Klasikal 82,9%

Dari tabel 4.24 terlihat bahwa hampir seluruh siswa mendapat kriteria

sangat aktif. Hasil ini meripakan peningkatan dari keaktifan siswa dari pertemuan

sebelumnya. Kondisi ini merupakan target yang diharapkan bisa tercapai, yaitu ≥

80% siswa mendapat kategori sangat aktif. Data di atas bisa digambarkan sebagai

berikut:

Persentase Aktivitas Siswa


Siklus II Pertemuan 1
100.0%
82.90%
80.0%

60.0%

40.0%

20.0% 17.10%

0.0% 0%
0%
Sangat Aktif
Aktif
Cukup Aktif
Kurang Aktif

Gambar 4.10 Grafik Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran


pada Siklus II Pertemuan 1

Hasil ini telah tercapai dikarenakan sebagian besar siswa berlomba-lomba

untuk menjadi yang terbaik. Hasil ini memang sudah sangat memuaskan, tetapi

guru akan melihat perkembangan aktivitas siswa di pertemuan berikutnya dan

berupaya mempertahankan dan lebih meningkatkan lagi hasil yang sudah

182
didapatkan, serta meningkatkan lagi pada beberapa aspek yang belum seluruhnya

mencapai skor maksimal.

c) Observasi Hasil Belajar Siswa

Data hasil belajar siswa meliputi nilai yang didapat pada pengerjaan

tugas dalam kelompok dan nilai pada evaluasi akhir pertemuan. Hasil belajar

tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

(1) Nilai Hasil Kerja Kelompok Siklus II Pertemuan 1

Tabel 4.25 Nilai Hasil Kerja Kelompok Siklus II Pertemuan 1

No Kelompok Nilai
1. I 100
2. II 100
3. III 100
4. IV 100
5. V 100
6. VI 100
7. VII 100

Pada tabel 4.25 menunjukkan bahwa seluruh kelompok memperoleh nilai

100 atau nilai sempurna. Seluruh kelompok telah menyelesaikan lembar kerja

kelompok sesuai dengan prosedur yang ditentukan. Hal ini dipengaruhi pula karena

setiap kelompok berlomba-lomba ingin menjadi yang terbaik.

Untuk memperjelas hasil belajar kelompok pada siklus II pertemuan 1 dapat

digambarkan dalam grafik sebagai berikut:

183
Hasil Belajar Kelompok Siklus II Pertemuan 1
100 100 100 100 100 100 100
100
90
80
70
Frekuensi

60
50
40 Kelompok
30
20
10
0
I II III IV V VI VII
Kelompok

Gambar 4.11 Grafik Nilai Hasil Kerja Kelompok Siswa


Siklus II Pertemuan 1

Berdasarkan gambar 4.11 dapat diketahui bahwa seluruh kelompok sudah

memperoleh nilai tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang mereka

tunjuukan sudah berada pada skor nilai yang sangat memuaskan, karena sudah lebih

dari standar nilai yang ditetapkan guru, yakni ≥ 80. Perolehan nilai kelompok pada

siklus II pertemuan 1 ini harus dipertahankan agar tetap memperoleh hasil yang

maksimal.

(2) Nilai Hasil Belajar Siswa secara Individu

Tabel 4.26 Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus II Pertemuan 1

Nilai Frekuensi Nilai dan Persentase


No.
Skala 100 Skala 1 - 4 K % A % P %
1. 86 – 100 3,67 – 4,00 27 77,1 20 57,1 30 85,7
2. 81 – 85 3,34 – 3,66 - - 7 20 - -
3. 76 – 80 3,01 – 3,33 3 8,6 5 14,3 1 2,8
4. 71 – 75 2,67 – 3,00 - - 3 8,6 4 11,4
5. 66 – 70 2,34 – 2,66 5 14,3 - - - -
6. 61 – 65 2,01 – 2,33 - - - - - -
7. 56 – 60 1,67 – 2,00 - - - - - -

184
8. 51 – 55 1,34 – 1,66 - - - - - -
9. 46 – 50 1,01 – 1,33 - - - - - -
10. 41 – 45 0,67 – 1,00 - - - - - -
Jumlah 35 100 35 100 35 100
Ketuntasan Individu 30 orang 32 orang 31 orang
Ketuntasan Klasikal 85,7% 91,4% 88,6%
Rata-rata Nilai
Keterangan: K = Kognitif, A = Afektif, P = Psikomotorik, % = Persentase

Dari hasil tertulis pada akhir pertemuan pertama di siklus II ini, tergolong

sangat baik, hal ini dikarenakan pada aspek kognitif siswa yang memperoleh nilai

antara 71 – 75 ada 5 orang (14,3%), siswa yang memperoleh nilai antara 76 – 80

ada 3 orang (8,6%), siswa yang memperoleh nilai antara 81 – 85 ada 2 orang (5,7%),

dan siswa yang memperoleh nilai antara 86 – 100 ada 25 orang (71,4%). Jadi, pada

pertemuan pertama di siklus II ini, terdapat 30 orang siswa yang dinyatakan tuntas.

Hal ini dikarenakan, guru telah melakukan bimbingan dan penekanan pada materi-

materi atau poin-poin yang penting, sehingga pada saat instrumen tes diberikan,

siswa dengan mudah menjawab.

Untuk peninalain pada aspek afektif, guru menentukan patokan penilaain

pada aspek sosial, yaitu gotong royong, juju, disiplin, dan tanggung jawab. Skor

patokan yang digunakan adalah Belum Terlihat (skor 1), Mulai Terlihat (skor 2),

Mulai Berkembang (skor 3) dan Sudah Membudaya (skor 4). Siswa yang

memperoleh nilai gabungan antara 76 – 100 dengan rentang skor gabungan 3,01 –

4,00 yang berada pada kategori sudah membudaya ada sebanyak 32 orang (91,4%),

yang mana hampir seluruh siswa memiliki kualifikasi afektif sudah membudaya

pada saat proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan siswa yang telah sangat aktif

telah mencapai lebih dari setengahnya, sehingga siswa-siswa yang lain merasa

185
tertantang untuk lebih aktif, sembari guru terus memberikan motivasi agar mereka

semakin bersemangat mengikuti setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

Sedangkan untuk penilaian pada aspek psikomotorik, guru menggunakan

instrumen penilaian menyelesaikan soal matematika, yang mana soal ini merupakan

soal cerita, jadi siswa harus menjawab sesuai data yang disajikan. Dengan skor

patorkan Perlu Bimbingan (skor 1), Cukup Baik (skor 2), Baik (skor 3), dan Baik

Sekali (skor 4). Siswa yang memperoleh nilai gabungan antara 76 – 100 dengan

rentang skor gabungan 3,01 – 4,00 berada pada kategori Baik Sekali ada 31 siswa

(88,6%). Sedangkan siswa yang memperoleh nilai gabungan antara 61 – 75 dengan

rentang skor gabungan 2,01 – 3,00 kategori Baik, ada sebanyak 4 orang. Pada aspek

ini juga menunjukkan peningkatan yang bagus. Hal ini dikarenakan guru

memberikan bimbingan dan arahan kepada siswa tentang bagaimana

menyelesaikan tugas yang diberikan, sesuai dengan rubrik penilaian yang telah

tersedia, sehingga guru bisa memberikan arahan yang tidak lepas dari patokan

penilaian tersebut, dan terciptalah situasi yang efektif dan efisien.

Dari data di atas, maka dapat diakumulasikan jumlah siswa yang tuntas pada

ketiga aspek penilaian dalam tabel berikut:

Tabel 4.27 Akumulasi Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Siklus II Pertemuan 1

No Kriteria Ketuntasan K % A % P %
1. Tuntas (≥ 80) 30 85,7% 32 91,4% 31 88,6%
2. Tidak Tuntas (≤ 80) 5 14,3% 3 8,6% 4 11,4%
Jumlah 35 100% 35 100% 35 100%
Keterangan: K = Kognitif, A = Afektif, P = Psikomotorik, % = Persentase

Hasil belajar siswa pada siklus II pertemuan 1, dalam aspek kognitif ada 30

orang siswa atau 85,7% yang sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal,

186
sedangkan 5 orang atau 14,3% masih berada di bawah kriteria ketuntasan minimal.

Untuk aspek afektif, 32 orang siswa atau 91,4% sudah memperoleh nilai di atas

kriteria ketuntasan minimal atau memperoleh kriteria sudah membudaya sedangkan

3 orang masih berada pada kategori mulai berkembang. Penilaian ini diperoleh

berdasarkan akumulasi nilai antara 76 – 100 atau skor 3,01 – 4,00 pada rentang skor

penilaian kurikulum 2013. Pada aspek psikomotorik ada 31 orang siswa atau 88,6%

yang telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal, yang sesuai penilaian

berdasarkan rentang skor penilaian kurikulum 2013, yaitu 76 – 100 atau skor 3,01

– 4,00, sedangkan 4 orang lainnya atau 11,4% masih berada di bawah kriteria

ketuntasan minimal.

Untuk memperjelas hasil belajar siswa (individu) pada siklus II pertemuan

1 ini, dapat digambarkan dengan grafik sebagai berikut:

187
Hasil Belajar Siswa Siklus II Pertemuan 1
30 28

25
25

20
20
Frekuensi

15

10
7
5 5
4
5 3 3
2 2
1

0
100 - 86 85 - 81 80 - 76 75 - 71
Kognitif 25 2 3 5
Afektif 20 7 5 3
Psikomotorik 28 2 1 4

Gambar 4.12 Hasil Belajar Siswa Siklus II Pertemuan 1

Gambar 4.11 menunjukkan bahwa pada aspek kognitif, siswa yang

memperoleh nilai di atas KKM, yaitu 80 – 100 sebanyak 30 orang (85,7%) dan telah

dinyatakan tuntas dalam pembelajaran di siklus II pertemuan 1 ini.

Untuk aspek afektif, data tersebut menggambarkan bahwa 32 siswa (91,4%)

sudah memiliki klasikifkasi sudah membudaya yang tergambar dalam nilai 76 –

100 atau pada rentang skor 3,01 – 4,00 yang sesuai dengan ketetapan penilaian

kurikulum 2013. Sedangkan sebanyak 3 orang masih berada pada kategori mulai

berkembang.

188
Pada aspek psikomotorik, dari data tersebut menunjukkan bahwa sebanyak

31 orang siswa atau 88,6% telah memenuhi kriteria baik sekali, yaitu pada rentang

nilai antara 76 – 100 atau 3,01 – 4,00. Sedangkan 4 orang lainnya masih berada di

bawah kriteria baik.

4) Analisis Soal Tes Akhir Siklus II Pertemuan 1

Pada akhir pembelajaran siklus II pertemuan 1 kembali diadakan tes

akhir pembelajaran yang mengambil tes pada ranah kognitif untuk mengetahui

sejauh mana siswa menyerap materi yang diberikan pada hari itu. Tes diberikan

dengan menggunakan instrumen soal berjumlah 10 buah dengan beberapa

variasi kata kerja pada ranah kognitif. Analisis soal ini untuk menginformasikan

ranah kognitif mana yang telah dan belum sepenuhnya berhasil terjawab oleh

siswa, dan juga sebagai bahan acuan apakah tujuan pembelajaran pada hari ini

tercapai atau belum. Sehingga menjadi bahan pertimbangan dalam pemberian

tes di pertemuan selanjutnya.

Untuk memperjelas hasil yang diraih siswa dalam setiap soal tes akhir

pada pembelajaran di siklus II pertemuan 1 ini, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.28 Analisis Hasil Tes Akhir Pertemuan 1 pada Siklus II


setiap Butir Soal

Kategori
No. Bobot Frekuensi Persentase
Ranah Keterangan
Soal Skor Siswa (%)
Kognitif

189
Menjawab
Benar
1. C2 10 35 100 Mencirikan
2. C1 10 31 88,5 Menjelaskan
3. C2 10 35 100 Mencirikan
4. C2 10 35 100 Menjelaskan
5. C2 10 25 71,4 Menjelaskan
6. C4 10 35 100 Menemukan
7. C4 10 35 100 Menemukan
8. C4 10 35 100 Menemukan
9. C2 10 29 82,8 Menghitung
10. C2 10 24 68,5 Menghitung

Dari data di atas, diketahui bahwa dari 10 soal yang telah diberikan, ada 8

soal yang telah berhasil mencapai indikator keberhasilan, yakni ≥ 80% siswa

menjawab dengan benar, yaitu pada soal nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, dan 9, dengan

kategori soal mencirikan, menjelaskan, menemukan, dan menghitung. Soal yang

belum berhasil dijawab sesuai indikator keberhasilan adalah soal nomor 5 dan 10,

dengan kategori menjelaskan dan menghitung.

Dari data tersebut dapat diketahui pula bahwa siswa masih kesulitan dalam

menjelaskan kemudian menuangkannya ke dalam kata-kata, di mana di soal nomor

5, siswa diminta untuk menjelaskan apa saja tujuan dari ngaben.

Pada soal yang berikutnya, yaitu soal nomor 10. Pada soal ini siswa diminta

menghitung rata-rata dari data yang telah diberikan. Kesulitan siswa terletak pada

pembacaan data tersebut, siswa cendrung terburu-buru, dan terlihat enggan untuk

menyelesaikan soal tersebut setelah melihatnya.

5) Refleksi Siklus II Pertemuan 1

Berdasarkan temuan yang diperoleh melalui observasi kegiatan

pembelajaran dan hasil belajar siswa, dapat direfleksikan sebagai berikut:

190
a) Aktivitas Guru

Kegiatan pembelajaran yang direncanakan dengan alokasi waktu

7×35 menit sudah berlangsung dengan optimal. Hal ini dapat dilihari dari

lembar observasi penilaian guru dimana guru memperoleh skor 4 pada

semua aspek. Artinya, seluruh aspek yang ditetapkan dalam pembelajaran

ini telah dilaksanakan dengan maksimal.

Hal ini dikarenakan pada saat proses pembelajaran berlangsung,

guru sangat mempertahankan aspek-aspek yang sebelumnya telah

memperoleh skor maksimal dan meningkatkan pelaksaan aspek yang masih

memperoleh skor 3 pada pertemuan sebelumnya. Hasil yang didapatkan

oleh guru pada akhirnya adalah pembelajaran yang sudah kondusif,

menciptakan suasana belajar yang sesungguhnya.

Untuk itu, guru akan mempertahankan perolehan hasil ini pada

pembelajaran selanjutnya, untuk melihat apakah proses pembelajaran yang

dilakukan dapat dipertahankan atau bahkan terjadi penurunan.

b) Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa pada siklus II pertemuan 1 telah berjalan dengan

lancar dan sesuai rencana. Hal tersebut terlihat pada hasil pengamatan

aktvitas siswa yang menunjukkan bahwa siswa yang sangat aktif berjumlah

29 orang atau dalam persentase klasikal sebesar 82,8%. Skor yang diperoleh

tentunya sudah mencapai indikator keberhasilan ≥ 80% siswa memperoleh

kategori sangat aktif. Perolehan skor ini juga dikarenakan siswa sudah mulai

terbiasa dengan proses pembelajaran menggunakan kombinasi model

191
pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament

(TGT), dan Time Token, yang diajarkan oleh peneliti.

Namun, masih ada 2 aspek yang harus diperhatikan oleh guru, yaitu

aspek merumuskan hipotesis dan menguji hipotesis. Yang mana untuk

aspek merumuskan hipotesis hanya 25 orang (71,4%) yang mendapat

kategori sangat aktif, dan 10 orang lainnya (28,6%) mendapat kategori aktif.

Untuk aspek menguji hipotesis, ada 27 orang (77,1%) yang mendapat

kategori sangat aktif, dan 8 orang atau sebesar 229% masih berada pada

kategori aktif.

Hal ini dikarenakan dalam merumuskan hipotesis, beberapa siswa

masih tergantung pada teman sekelompoknya yang lebih pandai untuk

merumuskan hipotesis. Mereka cendrung menunggu jawaban dari teman

yang lain dan belum berinisiatif dalam membantu merumuskan hipotesis

terhadap masalah yang tengah mereka hadapi. Maka dari itu, guru akan

lebih menekankan kepada tiap-tiap kelompok untuk lebih bekerja sama

untuk pekerjaan yang lebih baik.

Begitu pula pada saat menguji hipotesis, para siswa masih terlihat

malu-malu. Mereka memang sudah tidak mewakilkan kepada salah satu

anggota kelompok untuk membacakan hasil diskusi mereka, tetapi sebagian

besar siswa masih kurang percaya diri dan disertai rasa khawatir apabila

dalam hasil diskusi mereka terdapat kekeliruan. Oleh karena itu, pada

pertemuan selanjutnya guru akan kembali memberikan bimbingan kepada

siswa untuk lebih semangat dan percaya pada diri sendiri dalam

192
mengemukakan pendapat dan memberi masukan solusi terhadap masalah

yang dihadapi.

c) Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar siswa pada pertemuan pertama di siklus II ini, dalam aspek

kognitif yang mencapai kategori tuntas sebanyak 30 orang atau 85,7% dari

ketuntasan klasikal, sedangkan siswa yang belum dinyatakan tuntas masih ada

5 orang atau sekitar 14,3%. Ketuntasan klasikal sudah memenuhi indikator yang

ditetapkan. Dalam hal ini, siswa telah meningkatkan pemusatan perhatian

kepada materi yang disampaikan serta penggalian informasi lebih dalam saat

diskusi kelompok, walaupun masih ada beberapa siswa yang masih

memperoleh nilai di bawah KKM.

Dengan demikiam. solusi yang akan dilakukan guru adalah

mempertahankan kinerja dalam penyampaian materi dan membantu siswa

membangun pengetahuannya sendiri, agar siswa bisa lebih mengingat materi

yang diajarkan.

Keberhasilan siswa pada ranah kognitif ini dapat diuraikan lagi dalam

setiap butir soal. Dari 10 soal yang diberikan, 8 soal yang telah berhasil

mencapai indikator keberhasilan, yakni ≥ 80% siswa menjawab dengan benar,

yaitu pada soal nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, dan 9, dengan kategori soal mencirikan,

menjelaskan, menemukan, dan menghitung. Soal yang belum berhasil dijawab

sesuai indikator keberhasilan adalah soal nomor 5 dan 10, dengan kategori

menjelaskan dan menghitung.

193
Dari data tersebut dapat diketahui pula bahwa siswa masih kesulitan

dalam menjelaskan kemudian menuangkannya ke dalam kata-kata, di mana di

soal nomor 5, siswa diminta untuk menjelaskan apa saja tujuan dari ngaben.

Pada soal yang berikutnya, yaitu soal nomor 10. Pada soal ini siswa

diminta menghitung rata-rata dari data yang telah diberikan. Kesulitan siswa

terletak pada pembacaan data tersebut, siswa cendrung terburu-buru, dan

terlihat enggan untuk menyelesaikan soal tersebut setelah melihatnya.

Untuk itu, solusi yang akan dilakukan guru adalah membimbing siswa

dan mengarahkan kepada siswa yang sudah paham untuk membantu

menjelaskan kepada temannya yang belum bisa. Dengan begitu, semua siswa

pada akhirnya bisa memahami materi yang diberikan secara menyeluruh.

Sedangkan untuk aspek afektif, 32 orang siswa atau 91,4% sudah

memperoleh nilai di atas kriteria ketuntasan minimal atau memperoleh kriteria

sudah membudaya, sedangkan 3 orang lainnya memiliki kriteria mulai

berkembang. Penilaian ini diperoleh berdasarkan akumulasi nilai antara 76 –

100 atau skor 3,01 – 4,00 pada rentang skor penilaian kurikulum 2013.

Dalam penilaian afektif, guru menggunakan aspek penilaian sikap

sosial, khususnya gotong royong, jujur, disiplin, dan percaya diri. Dalam aspek

gotong royong, ada 28 orang yang memiliki kriteria sudah membudaya dan 7

orang berada pada kategori mulai berkembang. Untuk aspek jujur, seluruh siswa

sudah menunjukkan sikap sudah membudaya. Pada aspek disiplin, 27 orang

siswa sudah menunjukkan sikap sudah membudaya, 8 siswa berada pada

kategori mulai berkembang. Untuk aspek percaya diri, 29 orang sudah berada

194
pada kriteria sudah membudaya sedangkan 6 orang lainnya berada pada kriteria

mulai berkembang.

Di dalam aspek gotong royong terdapat indikator komunikasi dan

kerjasama, maka dari itulah, berkaca dari pertemuan sebelumnya, para siswa

sudah semakin maksimal dalam melakukan komunikasi di dalam proses

pembelajaran, khususnya komunikasi yang harusnya terjalin antarsiswa.

Sebagian besar dari mereka sudah melakukan komunikasi dengan baik, tetapi

masih ada siswa yang terkesan masih kaku dalam berkomunikasi satu sama lain,

dan tidak ada lagi kelompok yang hanya mengandalkan 1 orang siswa untuk

menyelesaikan masalah yang ada di lembar kerja kelompok. Hal serupa juga

ditunjukkan pada kerjasama. Sebagian besar siswa sudah mengedepankan

kerjasama, namun sebagian lagi masih ada yang masih canggung dalam

bekerjasama. Siswa juga berusaha untuk saling mengoreksi dan mengingatkan

satu sama lain. Dalam aspek percaya diri juga siswa terlihat tidak malu-malu

lagi, sebagian besar tidak merasa enggan lagi maju menyampaikan

pendapatnya, karena siswa juga sudah tumbuh rasa menghargai satu sama lain.

Untuk itu, guru kembali akan melakukan upaya memberikan motivasi

dan semangat bagi seluruh siswa dan terus mengingatkan mereka ketika berada

di dalam kelompoknya untuk berkomunikasi dengan maksimal,

mengedepankan kerjasama dan membimbing mereka untuk lebih teliti.

Dalam aspek psikomotorik, ada 31 siswa atau 88,6% telah memenuhi

KKM, sedangkan 4 orang lainnya atau 11,4% belum mencapai KKM. Penilaian

ini diambil dengan menggunakan penilaian menyelesaikan soal matematika,

195
yang mana siswa ditugaskan untuk membaca data dari diagram yang telah

disajikan.

Sebagian besar siswa, telah mengerti bagaimana cara membaca data

baik itu dari tabel maupun dari diagram, meskipun ada beberapa yang masih

kebingungan dan kurang teliti, sehingga menyebabkan kesalahan dalam

pembacaan data tersebut.

Untuk itu, pada pertemuan berikutnya, guru akan kembali memberikan

pengawalan kepada hasil yang sudah ditunjukkan siswa pada penilaian

psikomotorik dan memberikan siswa arahan untuk tidak terburu-buru dalam

mengerjakan tugasnya. Guru juga akan kembali memberikan arahan

sebagaimana perintah yang diinginkan rubrik penilaian dalam pembelajaran

tematik agar hasil yang sudah diperlihatkan siswa ini dapat dipertahankan

bahkan lebih ditingkatkan.

b. Siklus II Pertemuan 2

Kegiatan yang akan dilaksanakan pada pertemuan 2 ini adalah sebagai

berikut:

196
1) Skenario Kegiatan

Adapun kegiatan yang dilakukan untuk mempersiapkan

pembelajaran pada pertemuan ini adalah sebagai berikut:

a) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan

menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token dengan pokok

bahasan tema Lingkungan Sahabat Kita subtema Perubahan

Lingkungan, pembelajaran 6.

b) Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa.

c) Menyiapkan alat evaluasi untuk melihat dan mengukur hasil belajar

siswa dalam pembelajaran, antara lain LKK (Lembar Kerja Kelompok)

dan LKS (Lembar Kerja Siswa) yang berupa soal-soal evaluasi untuk

seluruh siswa dalam memahami dan menguasai materi ajar.

d) Menyiapkan dan membuat media yang akan digunakan pada saat

pembelajaran.

e) Mempersiapkan catatan lapangan dan dokumentasi terhadap model

pembelajaran.

Kemudian peneliti mempersiapkan rencana kegiatan yang akan

dilakukan pada pembelajaran siklus II pertemuan 2 ini dengan rancangan

kegiatan awal guru menyiapkan siswa secara fisik dan psikis, yaitu dengan

memeriksa kerapian siswa dan mengajak siswa berdo’a bersama,

mengabsen kehadiran siswa, kemudian guru memberikan apersepsi

dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran, menyampaikan

197
garis besar materi dan langkah-langkah pembelajaran yang akan

dilaksanakan.

Selanjutnya pada kegiatan ini, guru menunjukkan gambar yang

berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, melakukan kegiatan

Orientasi, membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 4-5

orang, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis dengan menggunakan

kupon berbicara, mengumpulkan data, menguji hipotesis, presentasi,

mengadakan permainan (games), selanjutnya mengadakan kompetisi

(tournament), dan terakhir memberikan penghargaan kepada kelompok

dengan skor tertinggi.

Selanjutnya pada kegiatan akhir, guru bersama siswa menyimpulkan

pelajaran. Kemudian guru membagi soal evaluasi kepada seluruh siswa,

melakukan refleksi, memberikan tindak lanjut, dan memberikan

kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan pesan dan kesan selama

pembelajaran dengan peneliti berlangsung.

2) Pelaksaaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan ini dibagi menjadi tiga kegiatan, yaitu kegiatan

awal (pendahuluan), kegiatan inti, dan kegiatan akhir (penutup).

Adapun uraian pada pertemuan 2 di siklus II ini dengan RPP dari

kegiatan awal sampai kegiatan akhir:

a) Kegiatan Awal

Kegiatan dimulai dengan guru masuk kelas dengan mengucapkan

salam yang dijawab serentak oleh siswa. Selanjutnya guru mengajak siswa

198
untuk berdoa bersama-sama yang dipimpin oleh M. Nashir Hernadi lagi,

yang pada saat itu mengajukan diri untuk memimpin doa. Selanjutnya guru

menanyakan kabar siswa dan melakukan absensi siswa, “Bagaimana

keadaan kalian hari ini?, apakah ada yang tidak hadir?”. Siswa secara

serentak menjawab “Baik Pak, Tidak ada Pak”.

Guru melakukan apersepsi dengan mengantar siswa ke dalam

tempat tinggal mereka, dan juga dari gambar yang ada di buku siswa tentang

hubungan manusia dengan lingkungan alam.

Selanjutnya, guru menempel satu buah gambar tentang kehidupan

masyarakat di pinggir pantai. Guru bertanya kepada siswa, “Anak-anak

gambar apa ini?”. Siswa menjawab, “Gambar orang yang tinggal di pesisir

pantai”. Kemudian, guru menempel gambar satunya lagi, yaitu kehidupan

masyarakat di daerah pegunungan, dan menanyakan kembali, “Kalau ini

gambar apa?”. Siswa menjawab, “Gambar orang yang tinggal di daerah

pegunungan”.

Dari gambar tersebutlah guru menyampaikan tujuan pembelajaran

yang akan dicapai pada hari ini, yaitu siswa mampu menganalisis kegiatan

pendekatan manusia terhadap lingkungannya dengan tepat, siswa mampu

menyimpulkan langkah-langkah menulis artikel dengan baik dan benar, dan

juga siswa mampu menemukan pengertian dan contoh-contoh karya

kerajinan dengan tepat.

b) Kegiatan Inti

199
Pada kegiatan inti, siswa kembali diajak untuk mengamati kedua

gambar tentang masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai dan

pegunungan. Kemudian siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan

pertanyaan untuk menggali lebih banyak lagi informasi dari gambar tersebut.

Kegiatan tanya jawab ini merupakan kegiatan awal sebelum memasuki materi

pelajaran sambil guru memberi arahan dan memancing siswa untuk

melontarkan pertanyaan seputar gambar yang ada di papan tulis. Guru

memberikan motivasi dalam mengidentifikasi gambar dan mengajukan

pertanyaan dan memberi inspirasi bagi siswa untuk terus menggali informasi

dari gambar. Dengan begitu, siswa telah termotivasi dan memiliki gambaran

tentang pertanyaan yang akan diajukan, sehingga sebagian besar siswa antusias

dalam mengajukan pertanyaan yang ditunjuk secara acak, meskipun masih ada

beberapa siswa yang belum terlihat antusias saat temannya mengajukan

pertanyaan.

Kemudian, guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah

anggota 5 – 6 orang, sesuai dengan kriteria ideal, yaitu heterogen baik secara

jenis kelamin dan prestasinya, namun dalam jumlah anggota yang rata.

Sebelumnya guru telah mempersiapkan nama-nama siswa yang akan dibentuk

kelompok. Dari jumlah siswa 35 orang, dibagi menjadi 7 kelompok, yang

masing-masing kelompok berisi 5 anggota. Pada saat pembagian dan tempat

duduk kelompok, guru sudah sepenuhnya mengarahkan siswa dalam menata

tempat duduk.

200
Kegiatan dilanjutkan dengan mengajak siswa menulis artikel sederhana

tentang aktivitas masyarakat yang hidup di daerah pegungungan, dengan berisi

kepandaian yang dimiliki orang yang hidup berdekatan dengan pegungungan,

alat transportasi yang ada di daerah pegunungan, dan mata pencahariannya.

Guru membimbing dengan menggunakan peta konsep untuk memudahkan

siswa memahami dan menggali lebih dalam tentang tugas yang diberikan.

Kegiatan pembelajaran selanjutnya adalah merumuskan hipotesis. Guru

mengajak siswa merumuskan jawaban sementara dari suatu permasalahan yang

sedang dikaji. Dari peta konsep yang telah disediakan di buku siswa, guru

membimbing siswa mengajukan pendapatnya tetang masalah tersebut dan

mengemukakan solusi. Guru mengarahkan siswa untuk menggunakan kupon

yang telah diberikan sebelumnya sebagai media pembelajaran dari model

pembelajaran yang tengah digunakan, yaitu Time Token. Dengan menggunakan

kupon tersebut siswa menyampaikan hipotesisnya selama ± 30 detik, dan

diperoleh hipotesis berupa “ada keselarasan antara hubungan manusia

dengan daerah tempat tinggalnya/lingkungannya”.

Kegiatan berlanjut dengan diskusi kelompok. Melalui kegiatan diskusi,

siswa diajarkan untuk mengeksplorasi lebih dalam agar mendapatkan informasi

sedetail mungkin. Siswa bebas mencari informasi dari berbagai sumber, baik

dari buku maupun melalui kegiatan wawancara, baik itu dengan teman

kelompok lain dan juga guru. Hasil diskusi tersebut ditulis sedemikian rupa dan

kemudian siswa diminta membacakan hasil wawancara tersebut.

201
Selanjutnya, yaitu menguji hipotesis yang telah dirumuskan

sebelumnya, kalau “ada keselarasan antara hubungan manusia dengan

daerah tempat tinggalnya/lingkungannya”, dan setelah siswa melakukan

pengumpulan data melalui kegiatan diskusi dan wawancara, maka mereka

menemukan jawaban atas permasalahan yang sedang dihadapi dan menemukan

bahwa memang benar ada keselarasan hubungan antara manusia dengan daerah

tempat tinggalnya/lingkungannya.

Setelah semua informasi telah terkumpul, kegiatan dilanjutkan dengan

merumuskan kesimpulan dan presentasi. Para siswa di dalam kelompok

dipersilakan untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan kelas, namun

hanya siswa yang belum menggunakan kuponnya saja yang boleh

mempresentasikannya ke depan. Guru memberikan koreksi dan menyamakan

persepsi terhadap jawaban siswa apabila terdapat hal-hal yang masih kurang

tepat.

Kegiatan selanjutnya, yaitu permainan (games). Games terdiri dari

pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor yang dilontarkan kepada siswa di

dalam kelompok. Setiap kelompok berlomba adu kecepatan mengangkat

tangan. Kelompok yang menjawab dengan benar akan mendapatkan poin 10

untuk setiap pertanyaan.

Kegiatan selanjutnya kompetisi (tournament). Kompetisi dilaksanakam

dengan mempertemukan setiap perwakilan anggota kelompok berdasarkan

tingkat kecerdasan yang sama, secara bergantian dan akan diberikan pertanyaan

202
untuk menguji pengetahuan seputar pembelajaran yang telah diajarkan

sebelumnya. Peraturannya, anggota kelompok diberikan buku dan alat tulis, jadi

saat guru memberikan pertanyaan, bagi peserta yang sudah tahu jawabannya

bisa menulis jawaban tersebut di buku yang telah disediakan, kemudian

diangkat. Jika jawaban benar maka akan mendapatkan poin 10, dan jika belum

tepat, maka akan dilempar ke anggota kelompok lainnya yang mengangkat

nomor dua tercepat setelah yang pertama. Kegiatan ini merupakan kelanjutan

memperoleh poin pada kegiatan sebelumnya. Kelompok pemenang diberikan

penghargaan oleh guru berupa piagam penghargaan.

c) Kegiatan Akhir (Penutup)

Pada kegiatan akhir, guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran

yang telah dipelajari, yaitu tentang hubungan manusia terhadap tempat

tinggalnya/lingkungannya. Kemudian, untuk mengetahui tingkat pemahaman

siswa, guru memberikan soal evaluasi secara individu berupa soal essay

sebanyak 7 buah. Guru kemudian melaksanakan kegiatan refleksi dan tindak

lanjut. Pelajaran ditutup dengan salam.

3) Hasil Observasi

Hasil observasi merupakan uraian dari temuan-temuan yang didapatkan

setelah kegiatan pembelajaran dari kegiatan awal hingga kegiatan akhir yang

nantinya akan berfungsi sebagai bahan refleksi untuk meningkatkan

203
pembelajaran yang lebih baik. Berikut hasil observasi yang didapatkan dari

siklus II pertemuan 2:

a) Observasi Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pembelajaran

Hasil pengamatan atau observasi aktivitas guru dari observer dalam

kegiatan pembelajaran di kelas pada siklus II pertemuan kedua dapat

disajikan sebagai berikut:

Tabel 4.29 Observasi Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pembelajaran


Siklus II Pertemuan 2

No. Aspek yang Diamati Skor


Aktivitas guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan
1. dipelajari, kemudian meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut dengan 4
seksama.
Aktivitas guru melakukan kegiatan orientasi, membina iklim pembelajaran yang
responsif dengan meminta siswa untuk melontarkan pertanyaan dari gambar yang
2. 4
diamati, kegiatan berupa tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi
pelajaran.
3. Aktivitas guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah 5–6 orang. 4
Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan masalah, membawa siswa pada
4. 4
suatu persoalan yang mengandung teka-teki.
Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan hipotesis. Siswa juga diberikan
5. 4
kupon berbicara yang akan digunakan dalam menyampaikan hipotesisnya.
6. Aktivitas guru membimbing siswa mengumpulkan data. 4
7. Aktivitas guru membimbing siswa menguji hipotesis. 4
Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan kesimpulan dan presentasi,
mendeskripsikan solusi yang diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis dan
8. 4
mempresentasikannya di depan kelas. Namun, hanya siswa yang masih
mempunyai kupon yang harus mempresentasikannya.
9. Aktivitas guru mengadakan permainan (games). 4
10. Aktivitas guru mengadakan kompetisi (tournament). 4
11. Aktivitas guru memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi. 4
Total Skor 44
Kriteria: Sangat Baik

Berdasarkan data hasil observasi tentang tahapan-tahapan pembelajaran

yang dilaksanakan guru pada proses pembelajaran sesuai dengan tabel 4.29

diperoleh skor 44, dengan kategori sangat baik.

Hasil observasi oleh observer pada kegiatan pembelajaran 6 ini dengan tema

Lingkungan Sahabat Kita, subtema Perubahan Lingkungan yang dilakukan oleh

204
guru diketahui dapat dipertahankan. Hal ini menunjukkan aktivitas guru dalam

pertemuan 2 di siklus II ini kembali terlaksana dengan sempurna.

Hal tersebut dikarenakan guru berupaya semaksimal mungkin untuk

mempertahankan hasil yang sudah didapatkan pada pertemuan sebelumnya. Setiap

aspek diperhatikan secara detail dan diupayakan dapat dipertahankan keberhasilan

pelaksanaannya. Hal tersebut dibuktikan dengan perolehan skor akhir yang kembali

mendapatkan nilai sempurna, yaitu 44.

Dengan demikian, pada pertemuan kedua di siklus II dengan menggunakan

kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games

Tournament (TGT), dan Time Token sudah berjalan dengan optimal dan

pembelajaran dapat berlangsung dengan maksimal.

b) Observasi Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran

Hasil observasi aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas

pada pertemuan 2 siklus II ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 4.30 Persentase Setiap Aspek Observasi Aktivitas Siswa


pada Siklus II Pertemuan 2

Kategori
Aspek Sangat Aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif
No
F % F % f % F %
Mengamati gambar yang
1 35 100% - 0% - 0% - 0%
ditayangkan guru dengan seksama
Mengajukan pertanyaan dari gambar
2 35 100% - 0% - 0% - 0%
yang telah diamati

205
Memberi masukan dalam
3 33 94,3% 2 5,7% - 0% - 0%
merumuskan masalah
Merumuskan hipotesis dengan
4 29 82,9% 6 17,1% - 0% - 0%
menggunakan kupon berbicara
Berdiskusi dalam mengumpulkan
data, melakukan aktivitas menjaring
5 35 100% - 0% - 0% - 0%
data yang relevan berdasarkan lembar
kerja kelompok
Menguji hipotesis, menelaah data,
6 dan melihat hubungan dengan 30 85,7% 5 14,3% - 0% - 0%
masalah yang dikaji
Merumuskan kesimpulan dan
7 presentasi dengan menggunakan 35 100% - 0% - 0% - 0%
kupon berbicara
Bekerjasama dalam menjawab
8 pertanyaan dalam games yang 35 100% - 0% - 0% - 0%
diberikan
9 Mengikuti kompetisi (tournament) 35 100% - 0% - 0% - 0%

Pada tabel 4.30 dapat dilihat bahwa skor yang diperoleh siswa pada setiap

aspek sudah seluruhnya mencapai kategori aktif dan sangat aktif. Sementara itu,

untuk skor akhir yang diperoleh masing-masing siswa adalah sangat aktif. Hal ini

dikarenakan siswa lebih bersemangat dalam proses pembelajaran, walaupun pada 3

aspek ada siswa yang masih memperoleh kriteria aktif tetapi sudah sangat

meningkat dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan

siswa yang bersangkutan telah berupaya memperbaiki giat lagi dalam proses

pembelajaran dan ingin menjadi yang terbaik dibantu dengan motivasi dan arahan

dari guru. Oleh karena itu, seluruh siswa telah memperoleh kategori sangat aktif.

Berikut gambaran hasil analisis observasi aktivitas siswa:

Tabel 4.31 Hasil Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran pada Siklus II


Pertemuan 2 secara Klasikal

No Kriteria f %
1. Sangat Aktif 35 100%
2. Aktif - 0%
3. Cukup Aktif - 0%
4. Kurang Aktif - 0%

206
Jumlah Siswa dengan Kategori Sangat Aktif 35
Persentase Keaktifan Klasikal 100%

Dari tabel 4.31terlihat bahwa seluruh siswa mendapat kriteria sangat aktif.

Tentu hasil tersebut merupakan hasil yang sangat memuaskan, karena persentase

keaktifan klasikal siswa telah mencapai 100%. Hasil tersebut dapat digambarkan

dengan grafik berikut:

Persentase Aktivitas Siswa


Siklus II Pertemuan 2
100.00%
100.0%

80.0%

60.0%

40.0%

20.0%
0.00%
0.0% 0%
0%
Sangat Aktif
Aktif
Cukup Aktif
Kurang Aktif

Gambar 4.13 Grafik Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran pada Siklus II


Pertemuan 2

Siswa yang berada pada kategori sangat aktif kembali tercatat ada 35 orang.

Kondisi ini merupakan kondisi yang sesuai dengan harapan, karena kembali sesuai

dengan kriteria yang ditetapkan guru yaitu ≥ 80% siswa mendapat kategori sangat

aktif. Hasil ini kembali tercapai dikarenakan sebagian besar siswa meningkatkan

semangatnya dan berlomba-lomba untuk kembali menjadi yang terbaik. Hasil ini

sudah sangat memuaskan, hal tersebit dibuktikan dengan para siswa yang kembali

mencapai skor maksimal dan lebih meningkat dari pertemuan sebelumnya hingga

207
hanya 6 orang yang masih mendapat skor 3 dalam beberapa aspek. Tetapi, hal

tersebut sudah merupakan hasil yang sangat memuaskan karena seluruh siswa telah

mendapatkan kriteria sangat aktif tanpa ada satu pun yang tertinggal.

c) Observasi Hasil Belajar Siswa

Data hasil belajar siswa meliputi nilai yang didapat pada pengerjaan

tugas dalam kelompok dan nilai pada evaluasi akhir pertemuan. Hasil belajar

tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

(1) Nilai Hasil Kerja Kelompok Siklus II Pertemuan 2

Tabel 4.32 Nilai Hasil Kerja Kelompok Siklus II Pertemuan 2

No Kelompok Nilai
1. I 100
2. II 100
3. III 100
4. IV 100
5. V 100
6. VI 100
7. VII 100

Pada tabel 4.32 menunjukkan bahwa seluruh kelompok kembali

memperoleh nilai 100 atau nilai sempurna. Seluruh kelompok telah menyelesaikan

menyelesaikan lembar kerja kelompok sesuai dengan prosedur yang ditentukan.

Untuk memperjelas hasil kerja kelompok pada siklus II pertemuan 2 ini

dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut:

208
Hasil Belajar Kelompok Siklus II Pertemuan 2
100 100 100 100 100 100 100
100
90
80
70
Frekuensi

60
50
40 Kelompok
30
20
10
0
I II III IV V VI VII
Kelompok

Gambar 4.14 Grafik Nilai Hasil Kerja Kelompok Siswa


Siklus II Pertemuan 2

Berdasarkan gambar 4.14 dapat diketahui bahwa seluruh kelompok sudah

memperoleh nilai tertinggi. Hal ini menjunjukkan bhwa hasil yang mereka

tunjukkan sudah berada pada skor nilai yang sangat memuaskan karena sudah lebih

dari standar nilai yang ditetapkan guru, yakni ≥ 80. Perolehan nilai kelompok pada

siklus II pertemuan 2 ini harus dipertahankan agar tetap memperoleh hasil yang

maksimal.

(2) Nilai Hasil Belajar Siswa secara Individu

Tabel 4.33 Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus II Pertemuan 2

Nilai Frekuensi Nilai dan Persentase


No.
Skala 100 Skala 1 - 4 K % A % P %
1. 86 – 100 3,67 – 4,00 33 94,3 32 91,4 35 100
2. 81 – 85 3,34 – 3,66 2 5,7 3 8,6 - -
3. 76 – 80 3,01 – 3,33 - - - - - -
4. 71 – 75 2,67 – 3,00 - - - - - -
5. 66 – 70 2,34 – 2,66 - - - - - -

209
6. 61 – 65 2,01 – 2,33 - - - - - -
7. 56 – 60 1,67 – 2,00 - - - - - -
8. 51 – 55 1,34 – 1,66 - - - - - -
9. 46 – 50 1,01 – 1,33 - - - - - -
10. 41 – 45 0,67 – 1,00 - - - - - -
Jumlah 35 100 35 100 35 100
Ketuntasan Individu 35 orang 35 orang 35 orang
Ketuntasan Klasikal 100% 100% 100%
Rata-rata Nilai
Keterangan: K = Kognitif, A = Afektif, P = Psikomotorik, % = Persentase

Pada tabel 4.33, hasil tes tertulis yang dilakukan pada akhir pertemuan 2

siklus II ini tergolong sangat baik, hal ini dikarenakan pada aspek kognitif siswa

yang memperoleh nilai antara 81 – 85 ada 2 orang (5,7%) dan siswa yang

memperoleh nilai antara 86 – 100 ada 33 orang (94,3%). Jadi, pada pertemuan 2

siklus II ini terdapat 35 orang siswa yang dinyatakan tuntas, yang mana ketuntasan

klasikal siswa sudah mencapai 100%. Hal ini dikarenakan, siswa telah terbiasa

menemukan poin-poin yang penting selama pembelajaran dengan bimbingan guru,

sehingga mereka lebih mudah menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan materi

yang diberikan sebelumnya.

Sedangkan untuk penilaian pada aspek afektif (sikap), guru menentukan

patokan penilaian pada aspek sosial, yaitu gotong rotong, jujur,disiplin, dan percaya

diri dengan skor patokan Belum Terlihat (skor 1), Mulai Terlihat (skor 2), Mulai

Berkembang (skor 3), dan Sudah Membudaya (skor 4). Siswa yang memperoleh

nilai gabungan antara 76 – 100 dengan rentang skor gabungan 3,01 – 4,00 berada

pada kategori sudah membudaya ada 35 orang, artinya seluruh siswa kembali

terlihat memiliki kualifikasi aspek afektif sering membudaya pada saat proses

pembelajaran. Hal ini dikarenakan, semua siswa sudah terlihat terbiasa dengan

pembelajaran dengan kombinasi model pembelajaran yang diterapkan oleh guru,

210
sehingga selama pembelajaran siswa juga terlihat aktif mengikutinya, tanpa ada

rasa malu lagi ataupun takut mengemukakan pendapat. Hal ini dikarenakan juga

lingkungan pembelajaran yang kondusif.

Untuk penilaian pada aspek psikomotorik (keterampilan), guru

menggunakan instrumen penilaian membuat artikel. Hasil penilaian menunjukkan

bahwa siswa yang memperoleh nilai antara 76 – 100 atau rentang skor 3,01 – 4,00

ada 35 orang (100%). Artinya, dalam aspek psikomotorik seluruh siswa sudah

memiliki kriteria Baik Sekali. Hal ini dikarenakan, siswa telah mendapat

pengalaman membuat artikel sebelumnya, sehingga siswa terlihat lebih mudah

dalam mengerjakan tugas yang diberikan, dan tetap sembari guru memberikan

arahan sesuai dengan aspek penilaian yang telah tersedia di rubrik penilaian,

sehingga hasil yang dicapai siswa dapat lebih maksimal pula.

Dari data di atas, maka dapat diakumulasikan jumlah siswa yang tuntas pada

tiga aspek penilaian dalam tabel berikut:

Tabel 4.34 Akumulasi Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Siklus II Pertemuan 2

No Kriteria Ketuntasan K % A % P %
1. Tuntas (≥ 80) 35 100% 35 100% 35 100%
2. Tidak Tuntas (≤ 80) - 0% - 0% - 0%
Jumlah 35 100% 35 100% 35 100%
Keterangan: K = Kognitif, A = Afektif, P = Psikomotorik, % = Persentase

Hasil belajar siswa pada siklus II pertemuan 2, dalam aspek kognitif, afektif

dan psikomotorik seluruh siswa telah mencapai nilai di atas kriteria ketuntasan

211
minimal. Untuk memperjelas hasil belajar siswa (individu) pada siklus II pertemuan

2, dapat digambarkan dengan grafik berikut:

Hasil Belajar Siswa Siklus II Pertemuan 2


34
33
35 32

30

25
Frekuensi

20

15

10

5 3
2
1

0
100 - 86 85 - 81
Kognitif 33 2
Afektif 32 3
Psikomotorik 34 1

Gambar 4.15 Hasil Belajar Siswa Siklus II Pertemuan 2

Gambar 4.15 menunjukkan bahwa pada aspek penilaian kognitif

(pengetahuan), siswa yang memperoleh nilai di atas kriteria ketuntasan

minimal yaitu antara 80-100 sebanyak 35 orang atau 100% siswa telah

dinyatakan tuntas dalam pembelajaran di siklus II pertemuan 2 ini.

Sedangkan untuk aspek afrektif, data tersebut memberikan gambaran

bahwa 35 orang siswa dengan persentase 100% sudah memiliki klasifikasi

212
gabungan sering membudaya yang tergambar dalam nilai 76 – 100 atau pada

rentang skor ketetapan kurikulum 2013 antara 3,01 – 4,00.

Untuk aspek psikomotorik, dari data tersebut tergambar bahwa sebanyak

35 orang siswa atau 100% telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal, yaitu

≥ 80.

4) Analisis Soal Tes Akhir Siklus II Pertemuan 2

Pada akhir pembelajaran siklus II pertemuan 2 kembali diadakan tes

akhir pembelajaran yang mengambil tes pada ranah kognitif untuk mengetahui

sejauh mana siswa menyerap materi yang diberikan pada hari itu. Tes diberikan

dengan menggunakan instrumen soal berjumlah 7 buah dengan beberapa variasi

kata kerja ranah kognitif yang diberikan. Analisis soal ini digambarkan untuk

menginformasikan ranah kognitif mana yang telah dan belum sepenuhnya

berhasil terjawab oleh siswa sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian tes

berikutnya, untuk menciptakan alat ukur pencapaian siswa yang ideal, yang

selaras dengan tujuan pembelajaran.

Untuk memperjelas hasil yang diraih oleh siswa dalam setiap soal tes akir

pertemuan 2 siklus II dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.35 Analisis Hasil Tes Akhir Pertemuan 2 pada Siklus II


setiap Butir Soal

Frekuensi
Kategori
No. Bobot Siswa Persentase
Ranah Keterangan
Soal Skor Menjawab (%)
Kognitif
Benar
1. C4 20 35 100 Menganalisis
2. C4 10 35 100 Menganalisis
3. C4 20 35 100 Menganalisis
4. C4 20 35 100 Menganalisis
5. C4 20 35 100 Menganalisis

213
6. C1 6 35 100 Menyebutkan
7. C1 4 35 100 Menyebutkan

Dari data di atas, diketahui dari 10 soal yang ada, seluruh soal telah berhasil

mencapai indikator keberhasilan, yakni ≥ 80% siswa menjawab benar dengan

kategori soal menganalisis dan menyebutkan. Dari data tersebut dapat diketahui

pula bahwa para siswa tidakmemiliki kendala dalam menjawab soal dengan tingkat

kesulitan yang ditentukan. Seluruh soal telah dijawab dengan benar dan antusias

oleh seluruh siswa. Hal ini dikarenakan para siswa saling berlomba untuk

mendapatkan predikat nilai terbaik.

Para siswa sangat antusias dalam menjawab soal. Hal ini disebabkan pula

karena pada pembelajaran 6 ini, tidak ada sub bahasan matematika yang mana

merupakan kendala bagi sebagian siswa di pertemuan-pertemuan sebelumnya, yang

juga berpengaruh kepada nilai akhir mereka.

5) Refleksi Siklus II Pertemuan 2

Berdasarkan temuan yang diperoleh melalui observasi kegiatan

pembelajaran dan hasil belajar siswa dapat direfleksikan sebagai berikut:

a) Aktivitas Guru

Kegiatan pembelajaran yang direncanakan dengan alokasi waktu

7×35 menit sudah berlangsung dengan optimal. Hal ini dapat dilihat dari

lembar observasi penilaian guru dimana guru kembali memperoleh skor 4

(skor maksimal) sebanyak 12 kali atau pada setiap aspek. Artinya, seluruh

aspek yang ditetapkan dalam pembelajaran ini telah dipertahankan

214
pelaksanaannya dengan maksimal dan memperoleh skor sempurna, yaitu 4

pada tiap aspeknya.

Hal ini dikarenakan pada saat proses pembelajaran berlangsung,

guru sangat mempertahankan aspek-aspek yang sebelumnya telah

memperoleh skor maksimal. Hasil yang didapat oleh guru pada akhirnya

adalah pembelajaran kembali dapat dikategorikan sangat baik, karena setiap

aspek sudah memperoleh skor 4 atau skor maksimal yang ditetapkan.

Oleh karena itu, pembelajaran yang dilakukan pada siklus II

pertemuan 2 berjalan dengan maksimal dan dapat dipertahankan

sebagaimana perolehan skor pada pertemuan sebelumnya.

b) Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa pada siklus II pertemuan 2 telah berjalan dengan

maksimal. Hal tersebut terlihat pada hasil pengamatan aktivitas siswa yang

menunjukkan bahwa siswa sangat aktif kembali berjumlah 35 orang atau

dalam persentase klasikal sebesar 100%. Skor yang diperoleh siswa secara

klasikal kembali menunjukkan hasil yang sangat memuaskan karena skor

yang diperoleh menunjukkan angka di atas indikator keberhasilan, yaitu ≥

80% siswa memperoleh kategori sangat aktif. Perolehan skor ini

dikarenakan siswa sudah mengenal proses pembelajaran dengan

menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token yang diajarkan

oleh peneliti.

215
Hal ini dikarenakan pada saat kegiatan pembelajaran, seluruh siswa

semakin termotivasi untuk menjadi yang terbaik dan mendapatkan hasil

yang maksimal. Hal ini semakin diperkuat dengan keinginan para siswa

untuk mengikuti kuis turnament yang soal-soalnya diambil dari materi

pembelajaran hari itu dengan semaksimal mungkin.

Oleh sebab itu, pada pertemuan 2 siklus II ini aktivitas siswa dapat

dikatakan meningkat tajam karena hanya 6 orang siswa yang memperoleh

skor 3 pada beberapa aspek, sedangkan yang lainnya telah memperoleh skor

4 pada setiap aspeknya dan pembelajaran pada pertemuan 2 ini berhasil

lebih ditingkatkan daripada pertemuan sebelumnya.

c) Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar siswa pada pertemuan 2 di siklus II ini, dalam aspek

kognitif siswa mencapai kategori tuntas sebanyak 35 orang dengan ketuntasan

klasikal mencapai 100%. Ketuntasan klasikal pada pertemuan ini sangat

memuaskan karena kembali memenuhi indikator yang ditetapkan. Hal ini

dikarenakan setiap siswa kembali berupaya meningkatkan pemusatan

perhatiannya pada penyampaian materi dan diskusi kelompok dalam menggali

informasi serta kegiatan-kegiatan lainnya. Bahkan siswa yang sebelumnya

mengalami kesulitan dalam menyerap materi, pada pertemuan ini telah

mencapai nilai lebih dari 80 sebagaimana kriteria ketuntasan minimal yang

ditetapkan.

Hal ini disebabkan karena dalam proses pembelajaran guru telah

memberikan perhatian lebih kepada siswa yang mempunyai kendala dalam

216
penyerapan materi dan terus memantau mereka melalui berbagai pertanyaan

yang digunakan untuk menggali pengetahuan mereka dan membantu proses

mengingat materi yang diajarkan dengan cara mereka membangun sendiri

pengetahuan yang dimilikinya dengan cara mencoba, melakukan sendiri,

mengalami sendiri, dan lain sebagainya.

Keberhasilan siswa pada ranah kognitif ini dapat diuraikan lagi dalam

setiap butir soal. Dari 7 soal yang ada, seluruh soal telah berhasil mencapai

indikator keberhasilan yakni ≥ 80% siswa menjawab dengan benar pada

kategori soal menganalisis dan menyebutkan. Dari data tersebut dapat

diketahui pula bahwa para siswa tidak memiliki kendala dalam menjawab soal

dengan tingkat kesulitan yang ditentukan. Seluruh soal telah dijawab dengan

benar dan antusias oleh seluruh siswa.

Hal tersebut juga tak luput dari upaya guru untuk terus mengingatkan

para siswa bahwa setiap materi yang diberikan dan didiskusikan akan

dikeluarkan dalam evaluasi akhir pembelajaran. Dengan peraturan yang

ditetapkan guru bahwa setiap siswa harus memperhatikan pemberian materi

dan tidak boleh ada yang melakukan hal-hal lain pada saat kegiatan

pembelajaran berlangsung memberikan efek yang positif bagi seluruh siswa.

Begitu pula dengan aspek afektif, seluruh siswa telah memperoleh nilai

di atas kriteria ketuntasan minimal. Penilaian ini diperoleh berdasarkan

akumulasi nilai antara 76 – 100 atau skor 3,01 – 4,00 pada rentang skor

penilaian kurikulum 2013.

217
Dalam penilaian afektif tersebut guru menggunakan aspek sosial, yaitu

gotong royong, jujur, disiplin, dan percaya diri. Dalam aspek gotong royong,

semua siswa sudah memiliki kriteria sudah membudaya. Pada aspek jujur, juga

semua siswa sudah menunjukkan sikap sudah membudaya. Untuk aspek

disiplin, seluruh siswa sudah menunjukkan sikap sudah membudaya. Begitu

pula untuk aspek percaya diri, dari seluruh siswa, 33 menunjukkan sikap sudah

membudaya, dan 2 lainnya masih dalam kategori mulai berkembang.

Hal tersebut disebabkan karena para siswa telah menunjukkan sikap

gotong royong, dalam hal ini kerjasama kelompok dan berkomunikasi dengan

cara yang baik, sehingga tidak terlihat lagi kelompok yang hanya

mengandalkan 1 orang siswa saja untuk menyelesaikan masalah. Dalam aspek

jujur juga siswa menunjukkan cara bekerja yang menyampaikan informasi

sesuai apa yang ditemukannya tanpa mengurang atau melebih-lebihkannya.

Untuk aspek disiplin, dapat dipertahankan oleh guru dan siswa, karena siswa

bersama-sama membuat peraturan mereka sendiri, sehingga mereka lebih

mematuhi peraturan yang mereka buat bersama tersebut, dan tentunya hal ini

efektif dalam menjaga kondisi kelas saat pembelajaran berlangsung. Untuk

aspek percaya diri, meskipun masih ada beberapa siswa yang malu-malu,

namun mereka sudah mulai berani dalam mengemukakan pendapatnya, serta

semua siswa berpartisipasi dalam mengikuti pembelajaran.

Untuk aspek psikomotorik, seluruh siswa atau 100% siswa telah

memenuhi kriteria Baik Sekali. Penilaian ini diambil dengan menggunakan

218
instrumen membuat artikel tentang hubungan manusia dengan tempat

tinggalnya/lingkungannya.

Hasil yang ditunjukkan siswa sangat memuaskan. Hal ini dikarenakan

siswa sudah dibuka pikirannya tentang kehidupan masyarakat di berbagai

tempat dan lingkungan pada saat mengamati gambar yang disajikan di depan,

sehingga memudahkan mereka dalam membuat artikel sesuai dengan arahan

yang diberikan.

Dengan demikian, pembelajaran pada pertemuan 2 di siklus II ini dapat

dikategorikan berjalan dengan sangat optimal, didukung pula oleh para siswa

yang semakin bersemangat dalam proses pembelajaran.

c. Tes Akhir Siklus II

Hasil belajar siswa dari tes akhir siklus II berupa tes tertulis, dan

diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.36 Hasil Tes Akhir Siklus II

Persentase Ketuntasan (%)


No Nilai Frekuensi
Tuntas Tidak Tuntas

219
1. 51 – 55 0 -
2. 56 – 60 0 -
3. 61 – 65 0 -
4. 66 – 70 0 -
5. 71 – 75 0 -
6. 76 – 80 9 25,7
7. 81 – 85 - -
8. 86 – 90 11 31,4
9. 91 – 95 - -
10. 96 – 100 15 42,9
100 0
Jumlah 35
100%

Berdasarkan data di atas dapat diketahui nilai tertinggi yang diperoleh siswa

adalah antara 96 – 100 sebanyak 15 orang dengan persentase 42,9%, nilai antara 86

– 90 ada 11 orang atau 31,4%, dan yang mendapatkan nilai antara 76 – 80 ada 9

orang atau 25,7%.

Dari perolehan nilai di atas dapat diketahui bahwa dari 35 siswa, yang

memperoleh nilai ≥ 80 ada 35 orang dengan persentase 100% yang mencapai

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Ketuntasan belajar individu pada tes akhir

siklus II ini sudah sesuai dengan dengan harapan peneliti, yakni mencapai indikator

keberhasilan yang ditetapkan, yaitu pembelajaran dikatakan berhasil jika 80%

siswa memperoleh nilai ≥ 80. Ketuntasan klasikal tes akhir siklus II ini dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 4.37 Rekapitulasi Hasil Evaluasi Tes Akhir Siklus II

No Ketuntasan Frekuensi Persentase (%)


1. Tuntas 35 100
2. Tidak Tuntas 0 0
Jumlah 35 100

220
Data dari hasil tes akhir siklus II ini dapat disajikan dalam bentuk grafik

sebagai berikut:

Hasil Tes Akhir Siklus I


0.00%

Tuntas
Tidak Tuntas

100.00%

Gambar 4.16 Grafik Hasil Tes Akhir Siklus II

d. Refleksi Pembelajaran Siklus II

Pembelajaran pada siklus II terdiri dari dua kali pertemuan. Adapun

perbandingan antara pertemuan pertama dengan pertemuan kedua dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1) Aktivitas Guru

Aktivitas guru pada siklus II pertemuan pertama dan kedua dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.38 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus II

Pertemuan 1 Pertemuan 2
Skor 44 44
Kategori Sangat Baik Sangat Baik

221
Tabel 4.38 ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran

menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL),

Team Games Tournament (TGT), dan Time Token sudah terlaksana dengan

optimal, dimana pada pertemuan 1 dan pertemuan 2, guru mendapat kriteria sangat

baik dengan skor sempurna, 42.

Hal ini disebabkan karena pada pertemuan 1, guru telah melakukan

perbaikan proses pembelajaran dengan menitikberatkan pada aspek yang belum

memperoleh skor maksimal, sehingga hasil akhir yang diperoleh guru adalah

pembelajaran yang berjalan dengan maksimal dan memperoleh nilai sempurna.

Sedangkan pada pertemuan 2 guru berupaya mempertahankan skor yang telah

diraih pada pertemuan 1. Dengan demikian, hasil yang didapatkan oleh guru adalah

kembali mendapatkan nilai sempurna di semua aspek dengan skor 48.

Oleh karena itu, pembelajaran pada siklus II ini telah dilaksanakan guru

dengan sempurna, berhasil ditingkatkan dan dipertahankan di setiap pertemuannya.

Data hasil aktivitas guru pada siklus II ini dapat digambarkan dengan grafik

sebagai berikut:

222
Perbandingan Aktivitas Guru
pada Siklus II

44 44
50

40
Pertemuan 1
30
Pertemuan 2
20

10

0
Pertemuan 1 Pertemuan 2

Gambar 4.17 Grafik Perbandingan Aktivitas Guru Siklus II

2) Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa pada siklus II pertemuan pertama dan kedua dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.39 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus II

Kriteria Pertemuan 1 Pertemuan 2


Sangat Aktif 82,9% 100%
Aktif 17,1% 0%
Cukup Aktif 0% 0%
Kurang Aktif 0% 0%

Tabel 4.39 menunjukkan pada pertemuan 1 siswa dengan kategori sangat

aktif ada 29 orang atau 82,9% dan siswa dengan kategori aktif ada 6 orang atau

17,1%. Kemudian, pada pertemuan 2 aktivitas siswa meningkat menjadi 100%.

Dengan demikian, perolehan nilai skor aktivitas siswa pada siklus II dapat

dikatakan sangat maksimal karena seluruh siswa sudah menempati klasifikasi

223
sangat aktif. Data hasil aktivitas siswa pada siklus II ini dapat digambarkan dengan

grafik sebagai berikut:

Perbandingan Persentase Aktivitas Siswa


pada Siklus II
Sangat Aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif

100.00%
82.90%

17.10%

0% 0% 0.00% 0% 0%

Pertemuan 1 Pertemuan 2

Gambar 4.18 Grafik Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus II

3) Hasil Belajar

Hasil evaluasi individu yang dilakukan di setiap akhir dari pertemuan

pada siklus II pertemuan pertama dan kedua menunjukkan peningkatan yang

signifikan. Hal ini dapat dilihat dari data sebagai berikut:

Tabel 4.40 Perbandingan Hasil Belajar Siswa Siklus II

Kriteria
No Pertemuan K % A % P %
Ketuntasan
Tuntas (≥ 80) 30 85,7% 32 91,4% 31 88,6%
1. Pertama
Tidak Tuntas (≤ 80) 5 14,3% 3 8,6% 4 11,4%
Tuntas (≥ 80) 35 100% 35 100% 35 100%
2. Kedua
Tidak Tuntas (≤ 80) 0 0% 0 0% 0 0%
Tes Akhir Tuntas (≥ 80) 35 100%
3.
Siklus Tidak Tuntas (≤ 80) 0 0%

224
Pada tabel 4.40 menunjukkan bahwa pada hasil belajar siswa pada siklus II

pertemuan 1, dalam aspek kognitif terdapat 30 siswa atau 85,7% yang memperoleh

nilai di atas KKM, dan meningkat pada pertemuan 2 menjadi seluruh siswa atau

100% yang mendapat nilai di atas KKM.

Sedangkan aspek afektif, pada pertemuan 1 ada 32 siswa atau 91,4% siswa

yang memperoleh kriteria sudah membudaya, yang diakumulasikan pada perolehan

skor sebagaimana panduan dalam kurikulum 2013. Hasil ini meningkat pada

pertemuan 2, yakni seluruh siswa atau 100% memperoleh kriteria sudah

membudaya.

Untuk aspek psikomotorik, pada pertemuan 1 ada 31 siswa atau 88,6%

siswa yang memperoleh nilai di atas KKM, hasil ini juga meningkat pada

pertemuan 2, yaitu 100% atau seluruh siswa mendapat nilai di atas KKM.

Berdasarkan data di atas, berarti pada siklus II ini, hasil belajar telah

mencapai ketuntasan secara klasikal di akhir siklusnya dan sudah mengalami

ketuntasan di ketigas aspek penilaian.

Berdasarkan temuan penelitian pada siklus II terhadap aktivitas guru,

aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa dinyatakan telah berhasil sepenuhnya. Hal

ini dibuktikan dengan adanya peningkatan yang signifikan di setiap aktivitas yang

diamati. Untuk itu, seluruh rangkaian pembelajaran yang dilakukan pada siklus II

memberikan hasil yang sangat memuaskan, yakni seluruhnya telah mencapai

indikator keberhasilan penelitian baik itu aktivitas guru, aktivitas siswa dan hasil

belajar siswa. Tetapi peneliti sebagai guru harus lebih meningkatkan pengetahuan

dan terus belajar lebih banyak lagi tentang cara mengajar agar perolehan hasil

225
belajar siswa terus meningkat dari waktu ke waktu dan dapat diaplikasikan ketika

nanti sudah terjun langsung sebagai guru di sekolah dasar.

D. Analisis Hasil Penelitian

Analisis hasil penelitian ini merupakan perbandingan hasil penelitian

yang meliputi tiga faktor yang diteliti, yaitu aktivitas guru, aktivitas siswa, dan

hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II.

1. Aktivitas Guru

Hasil observasi penilaian aktivitas guru dalam siklus I dan siklus II

dapat digambarkan dalam tabel berikut:

Tabel 4.41 Perbandingan Perolehan Skor Aktivitas


Guru Siklus I dan Siklus II

No Siklus Pertemuan Perolehan Skor Kriteria


1. 1 34 Baik
I
2. 2 41 Sangat Baik
3. 1 44 Sangat Baik
II
4. 2 44 Sangat Baik

Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa skor yang diperoleh dari setiap

pertemuan mengalami peningkatan. Dimulai dari siklus I pertemuan 1 skor yang

diperoleh guru adalah 34. Hasil ini meningkat pada siklus I pertemuan 2 menjadi

41. Berlanjut pada siklus II pertemuan 1 skor yang diperoleh guru kembali

meningkat menjadi 44 atau merupakan skor maksimal yang diperoleh dari seluruh

aspek yang di observasi. Hasil ini dapat dipertahankan pada siklus II pertemuan 2,

yaitu guru kembali mendapatkan skor 44.

Hasil pengamatan aktivitas guru tersebut menunjukkan bahwa pada saat

pertama kali melakukan kegiatan penelitian guru sudah memperoleh kriteria Baik.

226
Hasil ini terus ditingkatkan melalui perbaikan-perbaikan dari setiap aspek yang

memiliki kekurangan, sampai pada akhirnya guru memperoleh skor maksimal pada

saat pelaksanaan penelitian di siklus II. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian

tindakan kelas yang menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based

Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token, berlangsung

dengan optimal dan mendapatkan hasil yang sangat memuaskan serta telah

memenuhi indikator keberhasilan yang ditetapkan, yaitu aktivitas guru dalam

pembelajaran dikategorikan berhasil apabila mencapai skor pada lembar observasi

dengan rentang antara 35 – 44, dengan kategori Sangat Baik.

Untuk melihat peningkatan yang terjadi dalam penilaian aktivitas guru,

dapat dilihat dalam grafik berikut:

Perbandingan Skor Aktivitas Guru


pada Siklus I dan Siklus II
50 41 44 44
34
Skor Perolehan

40
30 Siklus I Pertemuan 1
20
Siklus I Pertemuan 2
10
Siklus II Pertemuan 1
0
Siklus I Siklus I Siklus II Siklus II Siklus II Pertemuan 2
Pertemuan Pertemuan Pertemuan Pertemuan
1 2 1 2
Waktu Pelaksanaan

Gambar 4.19 Grafik Perbandingan Skor Aktivitas Guru


pada Siklus I dan Siklus II

2. Aktivitas Siswa

227
Hasil observasi penilaian aktivitas siswa dalam siklus I dan siklus II

dapat digambarkan dalam tabel berikut:

Tabel 4.42 Persentase Klasikal Aktivitas Siswa pada Kategori “Sangat Aktif”
dalam Pembelajaran di Siklus I dan Siklus II

Persentase Klasikal
No Siklus Pertemuan
Kategori “Sangat Aktif”
1. 1 25,7%
I
2. 2 77,1%
3. 1 82,9%
II
4. 2 100%

Dari hasil observasi yang dilakukan oleh guru, terlihat bahwa aktivitas siswa

dari setiap pertemuan terus mengalami peningkatan. Dimluai dari siklus I

pertemuan 1 yang hanya menempatkan 25,7% siswa dalam kategori sangat aktif.

Hal ini kemudian diperbaiki di setiap aspek pelaksanaan yang masih belum

terlaksana dengan maksimal, sehingga pada siklus I pertemuan 2 mengalami

peningkatan hasil yang sangat drastis yaitu 77,1% siswa telah mencapai kategori

sangat aktif, meskipun belum memenuhi indikator keberhasilan yang ditetapkan.

Pada pembelajaran berikutnya guru terus berupaya meningkatkan kinerja dalam

proses pembelajaran, sehingga hasil yang diperoleh pada siklus II pertemuan 1

kembali meningkat menjadi 82,9% siswa memperoleh kategori sangat aktif. Hasil

ini berhasil ditingkatkan pada siklus II pertemuan 2 yang menempatkan 100% siswa

dalam kategori sangat aktif.

Peningkatan persentase klasikal siswa yang memperoleh kategori sangat

aktif dapat dilihat pada grafik berikut:

228
Perbandingan Persentase Klasikal Siswa
dengan Kategori "Sangat Aktif"
100%
100.00% 82.90%
77.10%
80.00%
Siklus I Pertemuan 1
60.00%
Siklus I Pertemuan 2
40.00% 25.70%
Siklus II Pertemuan 1
20.00%
Siklus II Pertemuan 2
0.00%
Siklus I Siklus I Siklus II Siklus II
Pertemuan Pertemuan Pertemuan Pertemuan
1 2 1 2

Gambar 4.20 Grafik Perbandingan Persentase Klasikal Siswa


dengan Kategori “Sangat Aktif”

3. Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar siswa dalam siklus I dan siklus II dapat digambarkan dalam

tabel berikut ini.

Tabel 4.43 Perbandingan Ketuntasan Belajar Siswa dalam Pembelajaran


Siklus I dan Siklus II

No Siklus Pertemuan K % A % P %
1. 1 13 37,1% 9 25,7% 13 37,1%
I
2. 2 26 62,9% 27 77,1% 28 80%
3. 1 30 85,7% 32 91,4% 31 88,6%
II
4. 2 35 100% 35 100% 35 100%
5. I 26 74,3%
Tes Akhir Siklus
6. II 35 100%

Dari data tersebut, terlihat bahwa terhadi peningkatan pada setiap aspek

penilaian di setiap pertemuannya. Aspek kognitif pada siklus I pertemuan 1

menempatkan 37,1% siswa pada kategori tuntas, hasil ini kemudian meningkat

dipertemuan 2 menjadi 62,9% untuk siswa yang mendapat kategori tuntas. Pada

229
siklus II pertemuan 1, pada nilai kognitif siswa yang berada pada kategori tuntas

kembali meningkat menjadi 85,7%, dan pada pertemuan 2, meningkat menjadi

100% atau seluruh siswa mendapat kategori tuntas.

Pada aspek afektif di siklus I pertemuan 1 hanya ada 25,7% siswa yang

memperoleh kategori Sudah Membudaya untuk seluruh akumulasi sikap yang

ditetapkan dengan menggunakan rentang skor antara 3,01 – 4,00 pada skala 1 – 4

atau nilai antara 76 – 100 pada skala 100 dalam ketentuan penilaian kurikulum

2013. Hasil ini juga meningkat secara drastis seperti pada aspek kognitif pada siklus

I pertemuan 2 yang menempatkan 77,1% siswa pada kategori Sudah Membudaya.

Hasil yang diperoleh kembali meningkat pada siklus II pertemuan 1 yang

menempatkan 91,4% siswa pada kategori sudah membudaya. Kemudian dapat

disempurnakan pada siklus II pertemuan 2 yakni 100% siswa sudah memperoleh

kategori sudah membudaya.

Hasil serupa juga ditunjukkan oleh aspek psikomotorik yang pada siklus I

pertemuan 1 menempatkan 37,1% siswa pada kategori tuntas. Hasil ini meningkat

drastis pada siklus I pertemuan 2 yang menempatkan 80% siswa pada kategori

tuntas. Hasil yang telah diperoleh kembali ditingkatkan pada siklus II pertemuan 1

yang menempatkan 88,6% siswa pada kategori tuntas. Pada siklus II pertemuan 2

hasil ini dapat disempurnakan dengan 100% siswa memperoleh kategori tuntas.

Hasil belajar siswa juga diukur dengan menggunakan tes akhir siklus. Tes

akhir siklus ini menggunakan instrumen soal essay dengan komponen soal meliputi

materi yang diajarkan dalam 2 pertemuan di setiap siklusnya. Hasil tes akhir siklus

I yang diperoleh siswa adalah 74,3% atau 26 siswa telah berada pada kategori

230
tuntas. Hasil ini memang belum memenuhi indikator keberhasilan yang ditetapkan

guru, namun pada tes akhir siklus II, hasil ini meningkat hingga seluruh siswa atau

100% dari jumlah siswa mendapatkan kategori tuntas.

Perbandingan hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II dapat dilihat

pada grafik berikut:

Perbandingan Hasil Belajar Siswa


pada Siklus I dan Siklus II
100.00%
80.00%
Persentase

60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
Siklus I Siklus I Siklus II Siklus II
Pertemuan Pertemuan Pertemuan Pertemuan
1 2 1 2
Kognitif 37.10% 62.90% 85.70% 100%
Afektif 25.70% 77.10% 91.40% 100%
Psikomotorik 37.10% 80% 88.60% 100%

Gambar 4.21 Perbandingan Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II

Kemudian, untuk perbandingan hasil tes akhir pada siklus I dan siklus II

dapat dilihat dari grafik berikut:

231
Perbandingan Hasil Tes Akhir
Siklus I dan Siklus II
100%

100.00%
74.30%
80.00%

60.00% Hasil Tes Akhir


40.00%

20.00%

0.00%
Siklus I Siklus II

Gambar 4.22 Perbandingan Hasil Tes Akhir Siklus I dan Siklus II

Berdasarkan hasil temuan dan teori yang mendasari, maka tindakan

kelas yang dilakukan pada penelitian ini dinyatakan berhasil dan hipotesis yang

disampaikan sebelumnya, dengan ini menyatakan “Dengan menerapkan

kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games

Tournament (TGT), dan Time Token, maka hasil belajar siswa pada tema

Lingkungan Sahabat Kita di Kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin

meningkat” dapat diterima.

E. Pembahasan Hasil Penelitian

Pembahasan hasil penelitian meliputi tiga faktor yang diteliti, yaitu

aktivitas guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar.

232
1. Aktivitas Guru

Berdasarkan pengamatan pada siklus I dan siklus II dalam kegiatan

pembelajaran menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based

Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token, yang

setiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan dapat disimpulkan bahwa aktivitas

guru terus mengalami peningkatan dan berhasil mencapai kriteria sangat

baik, sesuai dengan yang diharapkan oleh peneliti.

Aktivitas yang dilakukan oleh guru telah menerapkan pembelajaran

dengan pendekatan scientific dalam kurikulum 2013. Dimulai dengan aspek

menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi pelajaran, serta

menginstruksikan para siswa untuk mengamati berbagai hal yang ada di

dalam dalam rangka menggali informasi lebih banyak. Dengan tanya-jawab

dari guru, menuntun siswa ke dalam suatu persoalan/permasalahan yang

diharapkan siswa mampu memecahkannya selama proses pembelajaran

berlangsung.

Pandangan tersebut sejalan dengan pendapat Husamah dan Yanur

(2013:15) yang menyatakan bahwa, “guru dituntut melakukan tiga hal, yaitu

guide, teach, dan explain”. Guru diharapkan dapat membimbing siswa,

mengajarkan mereka, dan menjerlaskan berbagai kegiatan yang dilakukan,

sehingga tidak terbatas mengeluarkan isi buku dan dimasukkan ke kepala

siswa, tetapi peran aktf guru lebih dituntut untuk menuntun siswa

mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapat di sekolah.

233
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, guru juga telah

mengajak siswa untuk mengajukan pertanyaan dari gambar yang telah

mereka amati. Artinya, guru memberikan kesempatan bagi para siswa untuk

mengungkapkan pendapatnya melalui kegiatan tanya jawab dengan guru.

Kegiatan tanya jawab seperti ini sangat bermanfaat bagi para siswa,

disamping untuk melatih keterampilan berbicara di hadapan teman-

temannya, mereka juga tertantang untuk memberikan pendapat yang

menarik seputar hasil pengamatannya. Dengan kegiatan ini para siswa

diajak menjadi seseorang yang mampu berpikir secara mendalam terhadap

suatu permasalahan yang ada di dalam gambar.

Hal tersebut juga selaras dengan pendapat Susanto (2015: 18)

menyatakan bahwa, “guru yang profesional adalah guru yang memiliki

kompeten dalam bidangnya dan menguasai dengan baik bahan yang akan

diajarkan serta mampu memilih metode belajar mengajar yang tepat,

sehingga pendekatan itu bisa berjalan dengan semestinya”. Metode

pembelajaran dengan melatih siswa untuk menggali pertanyaan dari sebuah

gambar tersebut tentu merupakan paduan cara mengajar yang dapat

meningkatkan potensi sikap ilmiah siswa dengan beranjak dari hal-hal

ringan.

Pembelajaran juga dilakukan dengan berkelompok secara

heterogen. Pembagian kelompok didasarkan pada jenis kelamin, prestasi

belajar, latar belakang sosial, ras dan suku. Pembelajaran dengan cara

berkelompok memberikan makna bahwa setiap siswa harus mampu

234
bersosialisasi dengan siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Guru telah

melatih para siswa untuk mampu bersosialisasi dengan seluruh siswa yang

mempunyai latar belakang yang berbeda.

Hal ini sejalan dengan pendapat dari Indra Jati Sidi (2001)

mengungkapkan bahwa, “guru masa depan tidak hanya tampil sebagai

pengajar (teacher) seperti fungsinya selama ini yang menonjol, melainkan

juga sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor), dan manajer belajar

(learning manager)” (Suriansyah dkk, 2014: 6). Dalam pembelajaran yang

dilakukan secara berkelompok, guru tidak hanya mengajar siswa, melainkan

juga membiming, dan memanajemeni baik siswa maupun kelas, agar

tercipta kondisi pembelajaran yang kondusif.

Pembelajaran yang dilaksanakan guru juga dilengkapi dengan

kegiatan merumuskan masalah. Guru berupaya mengajak para siswa untuk

memikirkan bersama mengenai hal-hal yang sedang hangat terjadi di sekitar

kita sehubungan dengan materi pembelajaran yang diberikan pada hari itu.

Kegiatan ini mengindikasikan para siswa dapat menjadi pribadi yang peka

dan tanggap terhadap permasalahan yang terjadi serta tertantang untuk

memikirkan permasalahan di sekitarnya. Hal ini tentu dapat menumbuhkan

sikap kepedulian di dalam diri para siswa.

Keberhasilan proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru

dengan membawa siswa untuk peduli terhadap permasalahan yang terjadi

tidak lepas dari pernyataan yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak

(2012:87) yang menekankan bahwa, “terlepas dari kepribadian, latar

235
belakang, atau pengalaman guru, tingkat kelas siswa, atau topik yang sedang

dipelajari, beberapa tindakan guru akan meningkatkan pembelajaran secara

lebih baik dibandingkan dengan tindakan-tindakan lain”. Kita menyebut

tindakan-tindakan ini strategi mengajar yang penting, yaitu perilaku,

keyakinan dan keterampilan guru yang diperlukan untuk memastikan siswa

belajar sebanyak mungkin.

Pernyataan tersebut memberikan gambaran bahwa keberhasilan

proses pembelajaran utamanya berasal dari tindakan-tindakan yang

dilakukan guru secara tepat. Tindakan tersebut tergambar secara nyata dari

kesungguhan guru ketika menyajikan pembelajaran dengan menggunakan

kombinasi model Problem Based Learning (PBL), Team Games

Tournament (TGT), dan Time Token. Hal tersebut juga didasari dengan

tekad, keyakinan dan perilaku guru pada saat melaksanakan pembelajaran

sehingga di setiap proses pembelajaran terjadi peningkatan aktivitas guru

yang signifikan.

Para siswa juga diajak untuk merumuskan jawaban dari berbagai

permasalahan yang sedang hangat dibicarakan berupa solusi yang

dituangkan ke dalam hipotesis. Hipotesis membantu para siswa untuk

mengambil patokan jawaban dan pemecahan dari permasalahan yang

terjadi. Hal ini tentu akan meningkatkan kreativitas siswa dalam berpikir

serta membantu mereka untuk belajar menjadi pribadi yang memiliki

pemikiran ilmiah sebagaimana tuntutan kurikulum 2013.

236
Hal ini sejalan dengan pendapat Suriansyah, dkk (2014: 7)

menyatakan bahwa, “…sebagai konselor, guru berperan sebagai sahabat

siswa, menjadi teladan dalam pribadi yang mengandung rasa hormat dan

keakraban dari siswa. Sebagai manajer belajar, guru membimbing peserta

didik untuk selalu belajar, mengambil prakarsa dan mengeluarkan ide-ide

yang baik yang dimilikinya”.

Tugas guru dalam pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran berbasis masalah adalah mengarahkan siswa ke dalam

masalah yang sering ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari. Diharapkan

dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah ini, siswa mampu

membangun sendiri informasi yang didapatnya, sehingga siswa akan lebih

ingat materi yang dipelajarinya.

Dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan, guru

memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan proses

pembelajaran. Contoh nyata yang telah dilakukan peneliti yang bertindak

sebagai orang yang memberikan solusi tentunya memerlukan berbagai

persiapan dan strategi khusus untuk menangani permasalahan yang sedang

dihadapi. Hal tersebutlah yang mendorong keberhasilan proses

pembelajaran yang dilakukan oleh guru.

Guru juga menyajikan pembelajaran dengan membimbing siswa

mengumpulkan data. Tidak hanya bersumber dari buku yang dipegang saja,

namun dari berbagai sumber buku lain di perpustakaan, internet, dan

237
wawancara, yang tentunya akan membangkitkan gairah belajar siswa karena

mereka yang telibat langsung dalam pencarian materi tersebut.

Pembelajaran juga tentunya disertai dengan presentasi kelas yang

memberikan kesempatan kepada siswa untuk tampil di depan kelas

menyajikan hasil diskusinya secara berkelompok. Dengan menggunakan

model Time Token, siswa secara bergiliran dengan menggunakan kupon

berbicaranya , menyampaikan pendapatnya masing-masing dengan batas

waktu yang telah ditentukan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melatih

keberanian siswa untuk berbicara di depan teman-temannya serta saling

mengomentari hasil pekerjaan antar kelompok yang tentunya dapat

mengasak keterampilan berpikir dan mengoreksi jawaban untuk mencari

yang lebih baik. Meski sebagian besar siswa masih malu-malu, namun guru

tetap memotivasi yang terus mendorong agar siswa berani tampil di depan,

dengan melakukan pengulangan, sehingga siswa menjadi terbiasa maju ke

depan.

Hal ini sejalan dengan pendapat Hilgard (1962) juga menyatakan

bahwa, “belajar adalah suatu perubahan kegiatan reaksi terhadap

lingkungan …. Belajar juga merupakan proses mencari ilmu yang terjadi

dalam diri seseorang melalui latihan, pembiasaan, pengalaman, dan

sebagainya” (Susanto, 2015: 3).

Pembelajaran dilengkapi pula dengan games dan tournament yang

dikemas dalam kuis secara kelompok dan juga perorangan dengan tingkat

kemampuan yang sama. Games kelompok dilakukan untuk melatih

238
kerjasama siswa dalam memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan

dengan cepat dan tepat, sedangkan turnament kelompok dimaksudkan agar

para siswa mampu berkompetisi antar individu melalui kegiatan menjawab

pertanyaan berebut untuk mencari yang tercepat dan paling tepat menjawab

pertanyaan. Hal ini tentu dapat meningkatkan motivasi belajar dalam diri

individu siswa sebagai tindak lanjut dari hasil mempelajari materi pelajarran

pada hari itu.

Hal ini sejalan dengan pendapat Shoimin (2014: 203-205) yang

menyatakan bahwa dengan pembelajaran kooperatif model TGT

memungkinkan siswa dapat bekerja lebih rileks di samping menumbuhkan

tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar.

Dengan demikian, jelaslah bahwa peneliti telah mempersiapkan

berbagai hal untuk mengoptimalkan proses pembelajaran, sehingga

aktivitas guru dapat meningkat di setiap pertemuannya.

Dengan menggunakan kombinasi ketiga model tersebut, peneliti

berkesimpulan bahwa pembelajaran menjadi semakin berkualitas karena

perpaduan ketiga model pembelajaran ini yang memberikan wawasan baru

bagi siswa dengan mengajak mereka melakukan kegiatan merumuskan

masalah, mencari pemecahan masalah dengan melakukan hipotesis,

pengumpulan informasi dari berbagai sumber, dan diakhiri dengan games

dan tournament sebagai tambahan motivasi untuk berkompetisi antarsiswa.

Observasi aktivitas guru ini didukung dengan penelitian yang

dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, yaitu: penelitian

239
Fathuzzakirah (2014) dengan menggunakan model pembelajaran Problem

Based Learning (PBL) menunjukkan adanya peningkatan kualitas aktivitas

guru dari siklus I memperoleh persentase sebesar 74,% dengan kualifikasi

baik, dan menjadi 89% yang tergolong sangat baik pada siklus II. Hasil

penelitian oleh Ernie Selviyanie (2014) dengan menggunakan model

pembelajaran PBL, juga menunjukkan peningkatan pada kualitas aktivitas

guru, yang mana pada siklus I sebesar 78% dengan kriteria Baik dan

meningkat pada siklus II menjadi 97% dengan kriteria Sangat Baik. Hasil

penelitian dari Wahyu Kusnia(2014) dengan menggunakan model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL), menunjukkan aktivitas guru

pada siklus I sebesar 70% dengan kategori baik, dan pada siklus II

meningkat menjadi 95% dengan kategori sangat baik.

Untuk penggunaan model pembelajaran Team Games Tournament

(TGT) juga didukung dengan penelitian para peneliti sebelumnya, yaitu:

hasil penelitian Aristika Widaswara (2013) menggunakan model

pembelajaran TGT (Team Games Tournament) menunjukkan bahwa

adanya peningkatan kualitas aktivitas guru dari siklus I yang memperoleh

persentase 76% dengan kriteria baik dan meningkat pada siklus II dengan

persentase 93% dengan kriteria sangat baik. Hasil penelitian Alifiya Fajar

Magfirah (2013) model pembelajaran TGT (Team Games Tournament)

menunjukkan bahwa adanya peningkatan kualitas aktivitas guru, dari siklus

I memperoleh persentase 81% dengan kriteria baik dan meningkat pada

siklus II dengan persentase 92% dengan kriteria sangat baik.

240
Disamping itu, penggunaan model Time Token didukung pulan oleh

penelitian dari beberapa peneliti yang telah menerapkan model ini, yaitu

penelitian dari Arinda Ayu Safitri (2013) dengan menggunakan model Time

Token yang menunjukkan pada siklus I mendapat persentase 73% dan

meningkat pada siklus II menjadi 84%.

2. Aktivitas Siswa

Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas siswa pada siklus I dan siklus II

dalam kegiatan pembelajaran menggunkan kombinasi model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time

Token yang setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan diperoleh informasi

bahwa aktvitas siswa meningkat di setiap pertemuannya dan berhasil mencapai

indikator keberhasilan, yakni ≥ 80% siswa mencapai kriteria sangat aktif.

Berdasarkan peningkatan-peningkatan yang terjadi pada aktivitas siswa

dalam proses pembelajaran saat menggunakan kombinasi model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time

Token dari siklus I sampai ke siklus II hingga mampu mencapai indikator

keberhasilan yang ditetapkan oleh peneliti menunjukkan bahwa pemilihan

model dan strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru sangat menentukan

keberhasilan proses pembelajaran dan lebih meningkatkan aktivitas siswa

daripada pembelajaran biasa.

Peningkatan aktivitas siswa ini tidak luput dari strategi yang dilakukan

guru untuk memancing para siswa agar lebih aktif di dalam proses

pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses

241
pembelajaran ini terbukti mampu memaksimalkan keterlibatan siswa dalam

proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19

Tahun 2005, pasal 19 (ayat 1) yang berbunyi, “proses pembelajaran pada satuan

pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta

memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian

sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik dan fisiologi peserta

didik”.

Keberhasilan dalam meningkatkan aktivitas siswa ini juga tidak luput

dari kontribusi maksimal dari guru untuk menciptakan suasana yang

menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa, dengan

mengorganisasikan proses belajar dengan maksimal. Seperti yang kita ketahui,

dalam mengorganisasikan kelas diperlukan pengaturan ruang, pengaturan

perlengkapan yang akan dipergunakan, menata siswa di dalam kelompok

belajar, serta penggunaan model pembelajaran yang tepat. Hal inilah yang

diterapkan oleh peneliti guna memancing partisipasi maksimal dari siswa

disertai dengan pemilihan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL),

Team Games Tournament (TGT), dan Time Token dalam proses pembelajaran.

Hal tersebut tidak luput dari pandangan mengenai karakteristik anak

sekolah dasar yang lebih menyukai kegiatan permainan, bergerak dan mencoba

bereksplorasi langsung dalam proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan yang

dipaparkan Suryosubroto (Suriansyah dkk, 2014: 41-42) yang menyatakan

242
bahwa, “…anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebagai

sarana untuk dapat bermain bersama-sama”.

Mengingat karateristik anak sekolah dasar yang senang berkelompok

untuk bermain, maka peneliti memilih model pembelajaran Team Games

Tournament (TGT), karena dalam model pembelajaran ini pembelajaran

dikemas dalam kelompok, juga dikemas dengan permainan. Sehingga siswa

bisa bermain berkelompok juga sambil belajar.

Di samping itu, untuk meningkatkan kemampuan anak dalam

berkomunikasi sebagaimana dari tujuan pembelajaran IPS, seperti yang

dipaparkan oleh Awan Mutakin (Susanto, 2014: 10), yaitu “tujuan pembelajaran

IPS secara keseluruhan membantu setiap individu untuk meningkatkan aspek

ilmu pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai keterampilan. Di samping juga

memenuhi kebutuhan human relationship, civic responsibility, economic

competence, dan thinking ability”. Sehingga, selain dari ilmu pengetahuan, IPS

juga bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, salah satunya keterampilan

berkomunikasi, maka dari itu, peneliti juga menggunakan model Time Token

dalam rangka meningkatkan kemampuan berbicara siswa dan menumbuhkan

rasa percaya diri pada anak.

Dengan mengombinasikan ketiga model tersebut, peneliti berhasil

meningkatkan apresiasi, motivasi dan partisipasi siswa di dalam proses

pembelajaran. Pemilihan model-model pembelajaran tersebut diyakini peneliti

sebagai salah satu model pembelajaran yang bisa disebut paket komplit karena

terdiri atas model pembelajaran yang menekankan pada pemecahan masalah

243
melalui permasalahan yang terjadi di sekitar kita, memecahkannya dan mencari

solusinya bersama-sama dengan menggunakan kupon berbicara sebagai salah

satu media penyampaian pendapat, dan tentunya ditambah dengan games dan

kompetisi di akhir rangkaian kegiatan ini yang menambah kemeriahan proses

pembelajaran dan membangkitkan gairah belajar siswa dengan kelengkapan

predikat dan penghargaan untuk kelompok terbaik di akhir pembelajaran.

Disamping itu, ketika pembelajaran selesai dilaksanakan guru selalu

merefleksi apa saja kekurangan dalam proses pembelajaran hari itu. Hasil

refleksi tersebut kemudian dicatat dan diberikan solusi untuk setiap poin

kekurangan yang ada dalam pembelajaran pada hari itu. Dengan demikian,

proses pembelajaran yang dilaksanakan guru menjadi lebih sempurna dari satu

pertemuan ke pertemuan berikutnya.

Observasi aktivitas siswa ini didukung dengan penelitian yang

dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, yaitu: penelitian Fathuzzakirah

(2014) dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) menunjukkan adanya peningkatan kualitas aktivitas guru dari siklus I

memperoleh persentase sebesar 67,5% dengan kualifikasi aktif, dan menjadi

91,7% yang tergolong sangat aktif pada siklus II. Hasil penelitian oleh Ernie

Selviyanie (2014) dengan menggunakan model pembelajaran PBL, juga

menunjukkan peningkatan pada kualitas aktivitas siswa, yang mana pada siklus

I sebesar 74.1% dengan kriteria aktif dan meningkat pada siklus II menjadi

98,5% dengan kriteria sangat aktif. Hasil penelitian dari Wahyu Kusnia(2014)

dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL),

244
menunjukkan aktivitas siswa pada siklus I sebesar 56,6% dengan kategori aktif,

dan pada siklus II meningkat menjadi 87,2% dengan kategori sangat aktif.

Untuk penggunaan model pembelajaran Team Games Tournament

(TGT) juga didukung dengan penelitian para peneliti sebelumnya, yaitu: hasil

penelitian Aristika Widaswara (2013) menggunakan model pembelajaran TGT

(Team Games Tournament) menunjukkan bahwa adanya peningkatan kualitas

aktivitas siswa dari siklus I yang memperoleh persentase 77,6% dengan kriteria

aktif dan meningkat pada siklus II dengan persentase 91,3% dengan kriteria

sangat aktif. Hasil penelitian Alifiya Fajar Magfirah (2013) model pembelajaran

TGT (Team Games Tournament) menunjukkan bahwa adanya peningkatan

kualitas aktivitas siswa, dari siklus I memperoleh persentase 76,8% dengan

kriteria aktif dan meningkat pada siklus II dengan persentase 95,1% dengan

kriteria sangat aktif.

Disamping itu, penggunaan model Time Token didukung pulan oleh

penelitian dari beberapa peneliti yang telah menerapkan model ini, yaitu

penelitian dari Arinda Ayu Safitri (2013) dengan menggunakan model Time

Token yang menunjukkan pada siklus I mendapat persentase 73,7% dan

meningkat pada siklus II menjadi 84,2%.

3. Hasil Belajar Siswa

Berdasarkan hasil pengamatan hasil belajar siswa pada siklus I dan

siklus II pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dalam kegiatan

pembelajaran menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based

Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token yang setiap

245
siklus terdiri dari dua kali pertemuan, diperoleh informasi bahwa hasil belajar

siswa dalam proses pembelajaran saat menggunakan kombinasi model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament

(TGT), dan Time Token dari siklus I sampai siklus II, mampu mencapai

indikator keberhasilan yang ditetapkan oleh peneliti menunjukkan bahwa

pemilihan model dan strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru sangat

menentukan keberhasilan proses pembelajaran dan lebih meningkatkan hasil

belajar siswa daripada pembelajaran biasa.

Peningkatan hasil belajar siswa tidak lepas dari peran guru yang

memberikan presentasi informasi yang akan memberikan ilustrasi-ilustrasi

tentang topik yang akan dipelajari siswa, sehingga siswa mempunyai parameter

dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Ketika siswa telah mempunyai

gambaran umum tentang materi pelajaran, guru membimbing siswa untuk

menemukan konsep tertentu dari ilustrasi yang diberikan, sehingga pemerataan

pemahaman siswa lebih luas dengan adanya pertanyaan-pertanyaan antara

siswa dengan guru.

Disamping itu, penggunaan kombinasi model Problem Based Learning

(PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token ternyata efektif untuk

memicu keterlibatan siswa yang lebih mendalam dalam hal proses belajar

karena model yang digunakan dapat dikatakan mencakup berbagai daya tarik

yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak sekolah dasar. Hal ini juga

memicu adanya keterkaitan antara motivasi dan hasil belajar siswa. Semakin

tinggi motivasi siswa untuk mendapatkan sesuatu maka semakin tinggi pula

246
hasil yang akan dicapainya. Siswa termotivasi dengan kegiatan yang bervariasi

sehingga menimbulkan semangat belajar yang berdampak pada hasil belajar

siswa yang mengalami peningkatan dalam setiap perteuan hingga mencapai

indikator keberhasilan di setiap aspek penilaian yakni ≥ 80% siswa mencapai

nilai di atas kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan yaitu ≥ 80.

Disamping itu, skor bukan menjadi patokan mutlak siswa berhasil dalam

belajar atau penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga sikap dan keterampilan.

Seperti yang dinyatakan oleh Susanto (2015: 5), “berdasarkan konsep belajar,

dapat dipahami tentang makna hasil belajar, yaitu perubahan-perubahan yang

terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar”. Kombinasi model ini, juga

dalam rangka mengobservasi ketiga aspek dalam pembelajaran, yaitu aspek

kogniti, afektif, dan psikomotoriknya. Selain menggunakan model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL), peneliti juga melengkapi dengan

model pembelajaran Team Games Tournament (TGT), dan Time Token dengan

maksud memberikan kelengkapan satu sama lain, untuk terciptanya

pembelajaran yang optimal.

Observasi hasil belajar siswa ini didukung dengan penelitian yang

dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, yaitu: penelitian Fathuzzakirah

(2014) dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) menunjukkan adanya peningkatan kualitas aktivitas guru dari siklus I

memperoleh persentase sebesar 67,7% siswa memperoleh kriteria tuntas dan

menjadi 100% yang tergolong tuntas pada siklus II. Hasil penelitian oleh Ernie

247
Selviyanie (2014) dengan menggunakan model pembelajaran PBL, juga

menunjukkan peningkatan pada kualitas aktivitas guru, yang mana pada siklus

I sebesar 75,4% yang memperoleh ketuntasan dan meningkat pada siklus II

menjadi 100% tuntas secara klasikal. Hasil penelitian dari Wahyu Kusnia(2014)

dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL),

menunjukkan aktivitas guru pada siklus I sebesar 70% siswa yang tuntas, dan

pada siklus II meningkat menjadi 100%.

Dan untuk penggunaan model pembelajaran Team Game Tournament

(TGT) juga didukung dengan penelitian para peneliti sebelumnya yaitu : hasil

penelitian Aristika Widaswara (2013) menggunakan model pembelajaran TGT

(Team Game Tournament) menunjukkan bahwa adanya peningkatan kualitas

hasil belajar siswa, dari siklus I sebanyak 61% siswa memperoleh kriteria tuntas

dan meningkat pada siklus II dengan persentase 100% siswa memperoleh

kriteria tuntas. Hasil penelitian Alifiya Fajar Magfirah (2013) model

pembelajaran TGT (Team Game Tournament) menunjukkan bahwa adanya

peningkatan kualitas hasil belajar siswa, dari siklus I sebanyak 72,8% siswa

memperoleh kriteria tuntas dan meningkat pada siklus II dengan persentase

100% siswa memperoleh kriteria tuntas.

Disamping itu, penggunaan model Time Token didukung pulan oleh

penelitian dari beberapa peneliti yang telah menerapkan model ini, yaitu

penelitian dari Arinda Ayu Safitri (2013) dengan menggunakan model Time

Token yang menunjukkan pada siklus I mendapat persentase 68,1% siswa yang

248
tuntas dan meningkat pada siklus II meningkat menjadi 100% atau seluruh

siswa tuntas.

249
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di SDN-SN ......... 7

Banjarmasin pada pembelajaran dengan tema Lingkungan Sahabat Kita dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Aktivitas guru menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem

Based Learning (PBL), Teams Games Tournament (TGT), dan Time Token

dalam pembelajaran tema Lingkungan Sahabat Kita dengan muatan IPS

pada siswa kelas 5B SDN-SN ......... 7 Banjarmasin telah terlaksana sesuai

dengan harapan, dengan kriteria sangat baik.

2. Aktivitas siswa pada saat melaksanakan pembelajaran menggunakan

kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Teams

Games Tournament (TGT), dan Time Token dalam pembelajaran tema

Lingkungan Sahabat Kita dengan muatan IPS mengalami peningkatan,

hingga mencapai kriteria sangat aktif.

3. Penggunaan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL), Teams Games Tournament (TGT), dan Time Token dapat

meningkatkan hasil belajar siswa dalam tema Lingkungan Sahabat Kita

dengan muatan IPS dan mencapai ketuntasan hasil belajar yang diinginkan.

B. Saran

250
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang telah

diuraikan sebelumnya, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Kepada guru, hendaknya dapat menggunakan model pembelajaran yang

bervariasi untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran

tematik. Model pembelajaran tersebut selain dapat meningkatkan aktivitas

siswa juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam setiap kegiatan

pembelajaran.

2. Kepada kepala sekolah, hendaknya dapat membantu guru dalam

meningkatkan kualitas belajar siswa dengan memberikan bimbingan dan

pembinaan dalam menerapkan model pembelajaran yang bervariasi untuk

melaksanakan kegiatan pembelajaran yang mampu meningkatkan kualitas

hasil belajar dan mutu pendidikan.

3. Kepada peneliti, hendaknya dapat memanfaatkan hasil penelitian ini dengan

sebaik-baiknya dan dapat menerapkan hasil temuan yang diperoleh untuk

kepentingan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

4. Kepada peneliti lain, hendaknya hasil penelitian ini bisa dimanfaatkan

sedemikian rupa dan menjadi salah satu bahan referensi untuk membantu

penulisan karya tulis ilmiah atau tugas-tugas lainnya yang sedang

dikerjakan.

251
DAFTAR PUSTAKA

Amir, Taufiq. (2015). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning –


Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan.
Jakarta: Kencana.

Aqib, Zainal. (2009). Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru. Bandung: Yrama
Widya.

Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi. (2010). Penelitian Tindakan Kelas.


Jakarta: Bumi Aksara.

Aunurrahman. (2012). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Alfabeta.

Bafadal, Ibrahim. 2012. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar – Dari


Sentralisasi Menuju Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Fathuzzakirah. (2014). Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Pengaruh


Gaya Terhadapt Gerak dan Bentuk Benda Menggunakan Model Problem
Based Learning (PBL) dengan Variasi Talking Stick di Kelas IV SDN Sungai
Tuan Kecamatan Astambul. Banjarmasin: S1 PGSD FKIP ULM
Banjarmasin.

Danim, Sudarwan. (2010). Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Alfabeta.

Djamarah, Syaiful Bahri. (2014). Guru & Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: Rineka Cipta.

Haryati, Heny. 2014. 5 Alasan Pentingnya Pendidikan, (Online),


(http://m.kompasiana.com/henyharyati/5-alasan-pentingnya-pendidikan,
diakses 2 Maret 2016).

Kunandar. (2010). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan


Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT Raja
Gafindo Persada.

Kurinasih, Imas & Berlin Sani. (2014). Sukses Mengimplementasikan Kurikulum


2013 – Memahami Berbagai Aspek dalam Kurikulum 2013. Jakarta: Kata
Pena.

Kusniadi, Wahyu. (2014). Meningkatkan Hasil Belajar Penjumlahan dan


Pengurangan Pecahan dengan Menggunakan Model Problem Based
Learning (PBL) di Kelas V SDN Anjir Serapat Muara Kabupaten Barito
Kuala. Banjarmasin: S1 PGSD FKIP ULM Banjarmasin.

252
Maghfirah, Alfiya Fajar. (2013). Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam
Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Melalui model Kooperatif Teams
Games Tournament (TGT) pada Kelas IV SDN Sungai Pitung Kabupaten
Barito Kuala. Banjarmasin: S1 PGSD FKIP ULM Banjarmasin.

Ngalimun. (2013). Strategi dan Model Pembelajaran. Banjarbaru: Scripta


Cendikia.

Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah.

Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013.

Poerwanti, Endank, dkk. (2009). Asesmen Pembelajaran SD. Jakarta: Direktorat


Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Rusman, (2014). Model-model Pembelajaran – Mengembangkan Profesionalisme


Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Safitri, Arinda Ayu. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time
Token untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas VA SDN
Rambipuji 02 Mata Pelajaran PKn Materi Kebebasana Berorganisasi.
Jember: S1 PGSD FKIP Universitas Jember.

Salahuddin, Anas. (2011). Filsafat Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Selviyanie, Ernie. (2014). Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Penjumlahan


Bilangan Bulat dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based
Learning (PBL) pada Siswa Kelas IV SDN Berangas Timur 2 Barito Kuala.

Shoimin, Aris. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta:


PT Rineka Cipta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2011). Landasan Psikologi Proses Pendidikan.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, Nana. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Suriansyah, Ahmad, ........., Sulaiman, Noorhafizah. (2014). Strategi Pembelajaran.


Jakarta: Rajawali Pers.

Susanto, Ahmad. (2014). Pengembangan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar.


Jakarta: Kencana.

253
Susanto, Ahmad. (2015). Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana.

Trianto. (2015). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan


Kontekstual – Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum
2013 (Kurikulum Tematik Integratif/KTI). Jakarta: Kencana.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan


Dosen.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional.

Widaswara, Aristika. (2013). Meningkatkan Hasil Belajar Siswa tentang Sistem


Pemerintahan Pusat Melalui Model Teams Games Tournament (TGT) di
Kelas IV SDN Kandangan Utara 3 Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Banjarmasin: S1 PGSD FKIP ULM Banjarmasin.

254
255

Anda mungkin juga menyukai