BAB I
PENDAHULUAN
A. TUJUAN
Asesmen awal dari seorang pasien, baik pasien gawat darurat, pasien
rawat jalan, maupun pasien rawat inap dilakukan untuk
mengidentifikasi kebutuhan pasien dan untuk memulai proses
pelayanan. Asesmen awal memberikan informasi untuk:
1. Mengumpulkan data yang komprehensif untuk menilai kondisi dan
masalah pasien.
2. Memahami pelayanan apa yang dicari pasien
3. Memiih jenis pelayanan yang terbaik bagi pasien
4. Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa
5. Melakukan intervensi segera
6. Menetapkan diagnosis awal
7. Memahami respon pasien terhadap pengobatan sebelumnya
B. DEFINISI
1. Asesmen Pasien adalah tahapan dari proses dimana dokter,
perawat, dietisien, dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK)
lainnya melakukan pengumpulan informasi/data pasien baik
subyektif maupun obyektif (I), menganalisis informasi/data (A),
dan untuk membuat rencana pelayanan terhadap pasien (R).
2. Asesmen Awal Pasien Rawat Inap adalah tahap awal dari proses
dimana dokter, perawat, dietisien mengumpulkan dan
menganalisis informasi pasien serta membuat rencana pelayanan
dalam 24 jam pertama sejak pasien masuk rawat inap atau bisa
1
lebih cepat tergantung kondisi pasien dan dicatat dalam rekam
medis
3. Asesmen Awal Pasien Rawat Jalan adalah tahap awal dari
proses dimana dokter mengevaluasi data pasien baru rawat jalan,
bidan melakukan pengkajian awal kebidanan dan menentukan
rencana pelayanan kebidanan selanjutnya.
4. Asesmen Awal Pasien Gawat Darurat adalah pengumpulan
informasi (anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang diagnostik) oleh dokter, perawat, dan bidan untuk
menentukan rencana pelayanan kegawatdaruratan selanjutnya.
5. Asesmen Ulang Pasien adalah tahap lanjut dari proses dimana
dokter, perawat, bidan, dietisien mengevaluasi ulang data pasien
atas adanya perubahan yang signifikan atas kondisi klinisnya
berdasarkan pelayanan klinis yang telah diberikan sebelumnya.
6. Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
7. DPJP adalah seorang dokter / dokter gigi yang bertanggung jawab
atas pengelolaan asuhan medis seorang pasien. DPJP juga
bertanggung jawab terhadap kelengkapan, kejelasan dan
kebenaran serta ketepatan waktu pengembalian dari rekam medis
pasien tersebut
8. Keperawatan adalah seluruh rangkaian proses asuhan
keperawatan & kebidanan yang diberikan kepada pasien yang
berkesinambungan yang di mulai dari pengkajian sampai dengan
evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun memelihara derajat
kesehatan yang optimal
9. Ahli gizi/dietisien adalah seseorang yang diberi tugas, tanggung
jawab dan wewenang secara penuh oleh Kepala RS untuk
melakukan kegiatan teknis fungsional di bidang pelayanan gizi,
makanan dan dietetic di RS.
2
BAB II
RUANG LINGKUP
B. KEWENANGAN PELAKSANA
1. Dokter
Dokter adalah dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis lulusan
fakultas atau Universitas yang terakreditasi dan memiliki SIP di
RSIA Harapan Mulia. Dokter dapat melakukan asesmen berupa
anamnesis, pemeriksaan fisik dan permintaan pemeriksaan
penunjang berdasarkan kompetensinya, dan berdasarkan Panduan
Praktik Klinis masing-masing.
2. Perawat/Bidan
Perawat/Bidan yang bekerja di RSIA Harapan Mulia yang di
lengkapi dengan SIK, STR yang berlaku sesuai kebijakan yang telah
ditentukan. Perawat/Bidan dapat melakukan asesmen berupa
anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan kompetensinya
berdasarkan Standar Asuhan Keperawatan/Kebidanan yang telah
ditetapkan
3. Apoteker
Apoteker dapat melakukan asesmen berupa pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
distribusi obat.
4. Ahli gizi
Ahli gizi melakukan asesmen nutrisi terhadap pasien rawat jalan
(di Poli Gizi) dan pasien rawat inap yang mendapatkan instruksi
3
diet khusus dari dokter DPJP dan juga dari hasil skrining status gizi
pasien dengan menggunakan MST (malnutrition screening tools)
dan pasien diketahui berisiko atas nutrisinya
C. WAKTU PELAKSANAAN
1. Asesmen awal pasien dilakukan pada saat kontak pertama Pemberi
Pelayanan Kesehatan dengan pasien, di setiap unit pelayanan.
Asesmen awal pasien rawat inap harus sudah selesai dilakukan dan
dicatat dalam berkas rekam medis pasien selambat-lambatnya 24
jam sejak pasien masuk rumah sakit.
2. Asesmen yang sebagian atau seluruhnya dibuat di luar rumah
sakit, maka segera dilakukan penilaian ulang atau verifikasi pada
saat masuk sebagai pasien rawat inap, antara lain:
a. Temuan yang bersifat penting sesuai dengan kompleksitas
pasien, rencana pelayanan dan pengobatan
b. Kejelasan diagnosis,
c. Adanya foto radiologi yang diperlukan untuk operasi,
d. Adanya perubahan kondisi pasien, seperti pengendalian gula
darah, identifikasi hasil laboratorium yang penting dan perlu
diperiksa ulang.
3. Asesmen yang dibuat di luar RS, apabila pasien masuk rumah sakit
melebihi 30 hari, maka asesmen tersebut harus dinilai ulang dan
diverifikasi pada saat pasien masuk rawat inap, untuk
memperbarui atau mengulang bagian-bagian dari asesmen yang
sudah lebih dari 30 hari.
4. Asemen ulang dilakukan pada saat pasien masuk rumah Sakit
lewat rawat jalan dan Unit Gawat Darurat, berdasarkan kebutuhan
dan kondisinya.
4
5. Asesmen Pra Bedah
6. Asesmen Nyeri
7. Asesmen Risiko Jatuh
8. Asesmen Akhir Kehidupan
Komponen utama dari proses pelayanan pasien rawat inap dan rawat
jalan adalah asesmen pasien untuk memperoleh informasi terkait
status medis pasien. Khusus pasien rawat inap, asesmen pasien
terkait status kesehatan, intervensi, kebutuhan keperawatan, dan
gizi. Untuk dapat berhasil memberikan terapi / asuhan yang
berorientasi kepada pasien, dalam prakteknya, dokter, perawat dan
dietisien harus memiliki pengetahuan dan keahlian dalam melakukan
asesmen pasien.
ASESMEN PASIEN
5
RENCANA TERAPI BERSAMA
MENGEMBANGKAN
RENCANA ASUHAN
MELAKUKAN EVALUASI
6
Asesmen Awal Medis dicatat pada berkas rekam medis Form
RM.3.2
b. Asesmen Awal Medis Rawat Jalan
1) Identitas Pasien
2) Anamnesis, Pemeriksaan dan Diagnosis
3) Rencana Pengobatan & Terapi
Asesmen Awal Medis Rawat Jalan dicatat pada berkas rekam
medis Form RM.RJ.01
c. Asesmen Awal Medis Rawat Inap
1) Identitas Pasien
2) Riwayat Kesehatan :
a) Keluhan utama
b) Riwayat penyakit sekarang
c) Riwayat penyakit dahulu dan terapinya
d) Riwayat Alergi
e) Riwayat penyakit dalam keluarga
f) Riwayat pekerjaan
g) Riwayat tumbuh kembang
3) Status Psikologi
4) Status Sosial – Ekonomi
5) Pemeriksaan Fisik
a) Generalis
(1) Kepala
(2) Mata
(3) THT Leher
(4) Mulut
(5) Jantung & pembuluh darah
(6) Thoraks, paru – paru, payudara
(7) Abdomen
(8) Kulit dan sistem limfatik
(9) Tulang belakang dan anggota tubuh
(10) Sistem saraf
(11) Genitalia, anus dan rebtum
b) Lokalis
(1) Inspeksi
(2) Palpasi
(3) Perkusi
(4) Auskultasi
7
2. Asesmen Awal Keperawatan
a. Asesmen Keperawatan Awal Gawat Darurat
b. Asesmen Keperawatan Awal Rawat Inap
1) Identitas Pasien
2) Pengkajian Awal Keperawatan
3) Analisis Masalah Keperawatan
4) Diagnosis Keperawatan
5) Intervensi Keperawatan
Asesmen Awal Keperawatan dicatat pada berkas rekam medis
Form RM.11.1a
c. Asesmen Kebidanan Awal Rawat Jalan
……………. Sesuaikan dengan Form RM BKIA
3. Asesmen Awal Gizi
a. Asesmen Awal Gizi Rawat Jalan
1) Identitas Pasien
2) Antropometri
3) Riwayat Gizi : Pola Makan, Alergi, Asupan Makanan
4) Biokimia
5) Diagnosis gizi
6) Intervensi
b. Asesmen Awal Gizi Rawat Inap
1) Identitas Pasien
2) Skrining Gizi
3) Antropometri
4) Biokimia
5) Fisik/klinis
6) Riwayat Gizi : Pola Makan, Alergi, Total Asupan
7) Riwayat Personal
8) Diagnosis
9) Intervensi
8
D. ASESMEN ULANG
Asesmen ulang didokumentasikan pada lembar SOAP (Subyektif,
Obyektif , Asesmen, Planning).
a. Bagian subyektif ( S ) : berisi informasi tentang pasien yang
meliputi informasi yang diberikan oleh pasien, anggota keluarga,
orang lain yang penting, atau yang merawat. Jenis informasi
dalam bagian ini meliputi:
1) Keluhan/gejala-gejala atau alasan utama pasien datang ke
rumah sakit, menggunakan kata-katanya sendiri (keluhan
utama).
2) Riwayat penyakit saat ini yang berkenaan dengan gejala-gejala
(riwayat penyakit saat ini).
3) Riwayat penyakit dahulu (pada masa lampau).
4) Riwayat pengobatan, termasuk kepatuhan dan efek samping
(dari pasien, bukan dari profil obat yang terkomputerisasi).
5) Alergi.
6) Riwayat sosial dan/atau keluarga.
7) Tinjauan/ulasan sistem organ
b. Bagian objektif ( O ) : berisi informasi tentang pemeriksaan fisik,
tes – tes diagnostik dan laboratorium dan terapi obat
c. Bagian asesmen ( A ) : menilai kondisi pasien untuk diterapi.
d. Bagian plan ( P ) : berisi rencana pemeriksaan tambahan yang
dibutuhkan, rencana terapi yang akan diberikan dan rencana
pemantauan khusus yang akan dilakukan untuk menilai
perkembangan kondisi pasien.
9
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Penunjang gawat Darurat
Dokter yang berwenang di instalasi Gawat Darurat membuat
permintaan untuk segera dilaksanakan pemeriksaan penunjang
(cito) meliputi pemeriksaan Laboratorium ( darah lengkap ) dan
radiodiagnostik (rontgen,USG) sesuai keperluan. Semua catatan
hasil pemeriksaan penunjang tersebut harus disimpan dalam
rekam medis pasien (RM.8).
b. Pemeriksaan Penunjang Rawat Inap
DPJP membuat permintaan untuk dilaksanakan pemeriksaan
penunjang termasuk didalamnya pemeriksaan laboratorium
(darah lengkap, kimia klinik, dll), pemeriksaan radiodiagnostik
(rontgen, USG) sesuai yang diperlukan untuk menegakkan
diagnosa medis. Semua catatan hasil pemeriksaan penunjang
tersebut harus disimpan dalam rekam medis pasien (RM.8).
10
BAB III
KEBIJAKAN
1. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan harus dilakukan assesmen
awal dan berfokus untuk mendapatkan informasi, menganalisa,
membuat rencana pelayanan. Isi format mengacu pada Permenkes
269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis
2. Assesmen awal rawat inap dan rawat jalan di dokumentasi pada
catatan rekam medis pasien
3. Penyelesaian kelengkapan asesmen medis dan keperawatan setelah
pasien diterima :
a. Berdasarkan tempat layanan :
1) Poliklinik dalam waktu 7 jam
2) IGD dalam waktu 1jam
3) Rawat Inap 24 jam
b. Berdasarkan jenis/setting layanan :
1) Asesmen Nyeri dalam waktu 1 jam
2) Asesmen Risiko Jatuh dalam waktu 24 jam
3) Asesmen Nutrisi dalam waktu 24 jam
4. Penyimpanan hasil assesmen pada tempat berstandard dan mudah di
akses
5. Assesmen pra bedah ditetapkan sebelum tindakan pembedahan
6. Semua baik rawat inap maupun rawat jalan harus dilakukan minimal
assesmen oleh dokter, perawat, dan staf kesehatan lain
7. Pasien rawat jalan dilakukan assesmen awal medis dan keperawatan
11
8. Pasien rawat inap dilakukan assesmen awal rawat inap yang meliputi
riwayat kesehatan, dan pemeriksaan fisik, assesmen psikologis dan
assesmen sosial ekonomi sesuai kebutuhannya
9. Kebutuhan medis dan keperawatan ditetapkan berdasarkan hasil
assesmen awal
10.Pelaksanaan assesmen medis oleh dokter
11.Pelaksanaan assesmen keperawatan oleh perawat
12.Pelaksanaan assesmen nutrisi lanjut oleh nutrisionis berdasarkan
assesmen awal
13.Pasien gawat darurat dilakukan asesmen awal medis dan
keperawatan berdasarkan kebutuhan dan kondisinya
14.Pada pasien gawat darurat bila tidak ada waktu untuk mencatat hasil
assesmen maka dibuat catatan ringkasdiagnosa pra bedah
15.Assesmen awal medis dilakukan sebelum pasien rawat inap atau
sebelum tindakan pada rawat jalan tidak boleh lebih dari 30 hari,
atau riwayat medis harus diperbaharui dan pemeriksaan fisik telah
diulangi
16.Untuk assesmen kurang dari 30 hari bila ada perubahan kondisi yang
signifikan harus dicatat
17.Pasien sebelum operasi dilakukan assesmen medis
18.Assesmen medis pasien bedah dicatat sebelum operasi
19.Semua pasien dilakukan assesmen gizi dan assesmen risiko jatuh
20.Setiap pasien rawat inap dengan diit khusus mendapatkan asuhan gizi
dan bila diperlukan konseling gizi akan diusulkan kepada dokter yang
merawat
21.Semua pasien rawat inap dan rawat jalan dilakukan assesmen nyeri
pada saat asesmen awal dan dilakukan asesmen ulang sesuai
ketentuan, dan pada saat pemeriksaan fisik dilakukan asesmen nyeri
22.Pasien yang teridentifikasi rasa sakit pada assesmen awal dilakukan
assesmen lebih mendalam sesuai dengan umur pasien dan
pengukuran intensitas dan kualitas nyeri seperti karakter,
kekerapan / frekwensi, lokasi dan lamanya.
23.Hasil assesmen dicatat dalam rekam medis untuk memudahkan
asesmen ulang dan tindak lanjutnya
24.Penatalaksanaan nyeri dan assesmen ulang sesuai panduan nyeri,
khusus pasien inpartu managemen dilakukan secara konservatif
12
25.Semua pasien neonatus, wanita dalam proses melahirkan, ginekologi,
mata, psikiatri, terminal, dan geriatri dilakukan assesmen khusus
26.Pasien yang akan meninggal dan keluarganya dilakukan assesmen dan
assesmen ulang sesuai kondisi, kondisi pasien diobservasi lebih
intensif paling lama 30 menit sekali atau setiap ada perubahan
kondisi
27.Bila pasien teridentifikasi kebutuhan tambahan asesmen khusus,
pasien dirujuk didalam atau keluar rumah sakit
28.Asesmen khusus yang dilakukan didalam rumah sakit dilengkapi dan
dicatat dalam rekam medis pasien
29.Ada proses untuk identifikasi pasien yang rencana pemulangannya
kritis(Discharge)
30.Rencana pemulangan kritis bagi pasien kritis dimulai segera setelah
diterima sebagai pasien rawat inap
31.Asesmen ulang dilakukan pada pasien untuk menentukan respon
terhadap pengobatan
32.Asesmen ulang sebagai dasar perencanaan pengobatan lanjutan atau
pemulangan
33.Asesmen ulang keperawatan dilakukan dengan kondisi pasien dan
bila terjadi perubahan yang signifikan, rencana asuhan, kebutuhan
individual.
34.Dokter melakukan assesmen ulang sekurang- kurangnya setiap hari
termasuk akhir minggu, selama fase akut dari perawatan dan
pengobatannya
35.Pelaksanaan asesmen ulang didokumentasikan dalam rekam pasien
36.Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan
37.Para pemberi asuhan pasien bertanggung jawab atas pelayanan
pasien diikutsertakan dalam proses, dokter sebagai team leader
38.Pelaksanaan pencatatan pada cataatan perkembangan pasien
terintegrasi(CPPT)
39.Kebutuhan pasien disusun skala prioritasnya berdasarkan hasil
asesmen
40.Pasien dan keluarga diberi informasi tentang hasil dari proses
assesmen, diagnosis, rencana pelayanan dan pengobatan, dan
diikutssertakan dalam keputusan tentang prioritas kebutuhan.
13
BAB IV
TATA LAKSANA
14
Indentitas pasien meliputi didalamnya nama, umur, jenis
kelamin, pekerjaan, cara bayar, alamat, dan telepon
c. Petugas pendaftaran membuat nomor registrasi medik pasien
yang bersangkutan.
d. Mencatat waktu dan tanggal kunjungan tersebut
2. Unit Gawat Darurat
3. Unit Rawat Jalan
4. Unit Rawat Inap
15
dilakukan pemeriksaan secara sistematis untuk mengidentifikasi
masalah keperawatan pada pasien.
2. Perawat secara menyeluruh dan sistematis mengumpulkan
informasi dan data pasien berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan
fisik, untuk selanjutnya menganalisis, dan dicatat dalam berkas
rekam medis Form RM.11.1a
3. Perawat yang berwenang selanjutnya menentukan diagnosis
keperawatan serta menetapkan rencana keperawatan, dicatat
dalam berkas rekam medis Form RM.12
4. Asesmen ulang keperawatan dibuat sesuai format SOAP, dicatat
dalam berkas rekam medis Form RM.12.1.
F. ASESMEN GIZI
1. Asesmen Gizi Rawat Jalan
a. Identitas Pasien: Dietisien menanyakan dan mencatat identitas
pasien
b. Antropometri : Dietisien mengukur antropometri pasien
meliputi BB, TB, bila belum ada, kemudian menentukan status
gizi (IMT).
c. Riwayat Gizi : Pola Makan, Alergi, Asupan Makanan : Dietisien
menanyakan pola makan pasien sebelum sakit, ada atau tidak
mempunyai alergi terhadap makanan tertentu, dan jumlah
asupan makanan sehari sebelum datang ke RS yang meliputi
jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi.
d. Biokimia: Dietisien mencatat hasil pemeriksaan laboratorium
yang berhubungan dengan gizi, apabila ada.
e. Fisik/Klinis: Dietisien mencatat hasil pemeriksaan fisik/klinis
yang berhubungan dengan gizi, apabila ada.
f. Riwayat Personal: Dietisien menanyakan riwayat penyakit yang
pernah diderita dan keluarga pasien, status sosial, riwayat
obat dan suplemen yang dikonsumsi .
16
g. Diagnosis Gizi: Dietisien menetapkan diagnosis gizi dari data-
data yang diperoleh. Diagnosis gizi diuraikan atas komponen
masalah gizi (problem), penyebab masalah (Etiologi) dan
tanda-tanda atau gejala adanya masalah (Signs dan
Symptoms).
h. Intervensi : Dietisien memberikan intervensi gizi berupa
edukasi dan konseling gizi yang meliputi makanan yang boleh
dan tidak boleh dikonsumsi sesuai dengan diagnosis yang telah
ditetapkan.
17
memperkirakan tinggi badan dengan menggunakan
tabel dibawah ini
(2) Pengukuran dimulai dari siku (olekranon) hingga
titik tengah prosesus stiloideus (penonjolan tulang
di pergelangan tangan), jika memungkinkan,
gunakanlah tangan kiri.
(3) Untuk memperkirakan IMT, dapat menggunakan
pengukuran lingkar lengan atas (LLA)
(4) Lengan bawah sisi kiri pasien harus ditekuk 90
terhadap siku, dengan lengan atas paralel di sisi
tubuh. Ukur jarak antara tonjolan tulang bahu
(akromion) dengan siku (olekranon). Tandai titik
tengahnya.
(5) Perintahkan pasien untuk merelaksasikan lengan
atasnya, ukur lingkar lengan atas di titik tengah,
pastikan pita pengukur tidak terlalu menempel
terlalu ketat.
c) Adanya efek/pengaruh akut dari penyakit yang diderita
pasien, ditandai dengan terjadinya kehilangan BB yang
tidak diinginkan dalam waktu 3-6 bulan terakhir, dan
diberi skor dari persentase kehilangan berat badan.
d) Adanya efek/pengaruh akut dari penyakit yangt diderita
pasien, ditandai dengan tidak adanya asupan makanan
dan berikan skor (rentang antara 0-2). Sebagai contoh,
jika pasien sedang mengalami penyakit akut dan sangat
sedikit/tidak terdapat asupan makanan > 5 hari,
diberikan skor 2. Skor dapat dilihat pada tabel 4.
e) Tambahkan skor yang diperoleh dari langkah 1, 2 dan 3
untuk menilai adanya risiko malnutrisi :
Skor 0 = risiko rendah
Skor 1 = risiko sedang
Skor ≥ 2 = risiko tinggi
Gunakan panduan tatalaksana untuk merencanakan
strategi keperawatan berikut ini :
18
a) Risiko rendah
Perawatan rutin: ulangi skrining pada pasien di
rumah sakit (tiap minggu), pada pasien rawat jalan
(tiap bulan), masyarakat umum dengan usia > 75
(tiap tahun).
b) Risiko sedang
Observasi:
Catat asupan makanan selama 3 hari
Jika asupan adekuat, ulangi skrining : pasien di
rumah sakit (tiap minggu), pada pasien rawat
jalan (tiap bulan), masyarakat umum (tiap 2-3
bulan).
Jika tidak adekuat, rencanakan strategi untuk
perbaikan dan peningkatan asupan nutrisi,
pantau dan kaji ulang program pemberian
nutrisi secara teratur
c) Risiko tinggi
Tatalaksana:
Rujuk ke ahli gizi
Perbaiki dan tingkatkan asupan nutrisi
Pantau dan kaji ulang program pemberian
nutrisi: Pada pasien di rumah sakit (tiap
minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan),
masyarakat umum (tiap bulan).
d) Untuk semua kategori:
Atasi penyakit yang mendasari dan berikan saran
dalam pemilihan jenis makanan
Catat katagori risiko malnutrisi
Catat kebutuhan akan diet khusus dan ikuti
kebijakan setempat
2) Asesmen Gizi Pasien Anak
a) Asesmen Gizi Pasien Anak > Lima Tahun
Menggunakan grafik CDC dengan rumus :
% IBW = ( BB Aktual / BB Ideal) x 100 %
Klasifikasi % IBW :
19
Obesitas : > 120 % BB Ideal
Overweight : > 110 % - 120 % BB Ideal
Gizi Normal : 90 % - 110 % BB ideal
Gizi Kurang : 70 % - 90 % BB Ideal
Gizi Buruk : < 70 % BB Ideal
Asesmen Gizi Pasien Anak < Lima Tahun
Dengan melihat grafik Z – Score WHO 2005 : BB / TB,
BB / U. TB/U. Usia O–2 tahun laki – laki warna biru dan
perempuan warna merah muda. Usia 2 – 5 tahun laki –
laki warna biru dan perempuan warna merah muda.
Kriteria :
>3 SD : Obesitas
2 SD – 3 SD : Gizi Lebih
2 SD – 2 SD : Gizi baik
2 SD - - 3 SD : Gizi kurang
< - 3 SD : Gizi buruk
20
masalah gizi (problem), penyebab masalah (Etiologi) dan
tanda-tanda atau gejala adanya masalah (Signs dan
Symptoms).
f. Intervensi : Dietisien memberikan intervensi gizi berupa terapi
diet Penyedian makanan (Jenis Diet, Bentuk Makanan), serta
edukasi dan konseling gizi yang meliputi makanan yang boleh
dan tidak boleh dikonsumsi sesuai dengan diagnosis yang telah
ditetapkan (leaflet).
21
c. Anak (6-12 tahun)
d. Remaja (13-18 tahun)
22
sehingga pada saat terakhir dalam hidup bisa bermakna, dan
akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
2. Pasien dalam kondisi akhir kehidupan akan mengalami masalah
fisik, psikologis maupun sosial-spiritual, meliputi problem
oksigenasi, problem eliminasi, problem tanda-tanda vital, proble
nutrisi dan cairan, problem suhu, problem sensori, problem nyeri,
problem penglihatan kabur, problem kulit dan mobilitas, dsb.
3. Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi
pada pasien, yang kemungkinan timbul berbagai gejala selama
berbulan-bulan sebelum terjadi kematian.
4. Perawat harus mengetahui terhadap isyarat pasien dengan denial
dengan cara menanyakan tentang kondisinya atau prognosis dan
pasien dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.
5. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi
karena hal itu akan menimbulkan ketidaknyamanan dan
penurunan kemampuan pasien dalam pemeliharaan diri.
6. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada
pasien, mengenali dari ekspresi wajah yang ditunjukkan, sedih,
depresi atau marah, dan kehilangan harga diri dan harapan.
7. Perawat harus mengkaji interaksi pasien, karena pada kondisi ini
psaien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin
berkomunikasi dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya,
ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada perilaku
isolasi
8. Perawat harus bisa mengenali tanda pasien mengisolasi diri,
pemberian dukungan sosial dari teman dekat, kerabat/keluarga
terdekat untuk selalu menemani klien.
9. Perawat harus mengkaji keyakinan pasien akan proses kematian
dengan cara mendekatkan diri kepada Tuhan, memberikan
ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritualnya.
23
J. TATA LAKSANA ASESMEN PRA BEDAH
Asesmen pra bedah dilakukan pada pasien yang telah bersedia untuk
dilakukan tindakan operasi. Asesmen tersebut dilakukan untuk
menentukan kebutuhan pasien dan kebutuhan staf medis dalam
melakukan tindakan pembedahan. Asesmen ini dibagi untuk 2
kategori pembedahan elektif atau terencana dan emergensi.
1. Bedah elektif dikerjakan pada waktu yang cocok bagi pasien serta
tim RSIA Harapan Mulia. Dokter akan menjelaskan operasi yang
dimaksud selama konsultasi rawat jalan dengan rincian mengenai
manfaat dan risiko operasi. Penyelidikan dan penilaian masalah-
masalah medis diatasi pada tahap ini, termasuk rujukan ke
spesialis yang relevan termasuk spesialis anestesi. Dokter bedah
melakukan pemeriksaan- pemeriksaan yang diperlukan dan
disesuaikan dengan kasus bedahnya termasuk pemeriksaan
laboratorium dan radiologi. Bedah elektif pada pasien dengan
penyakit menahun sebaiknya hanya dikerjakan bila kondisi medis
pasien telah dioptimalkan dan risiko minimal. Persiapan untuk
bedah elektif, dilakukan untuk pasien yang sudah siap operasi.
Setelah pasien berada di ruang rawat inap, dokter bedah
menyampaikan kembali tentang prosedur bedah yang akan
dikerjakan di kamar operasi. Dokter melakukan penandaan lokasi
operasi:
a. Penandaan dilakukan pada semua kasus termasuk
sisi(laterality),multiple struktur (jari tangan, jari kaki,
lesi),atau multiple level (tulang belakang).
b. Penandaan selalu melibatkan pasien dan keluarga pasien
c. Penandaan menggunakan penanda yang tidak mudah luntur
terkena air/ alcohol/betadin.
d. Mudah dikenali.
e. Digunakan secara konsisten di RSIA Harapan Mulia.
f. Penandaan dibuat oleh operator/ orang yang melakukan
tindakan.
24
g. Dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan
dan harus terlihat sampai saat akan disayat.
Dokter bedah mendokumentasikan seluruh persiapan pasien
termasuk menuliskan diagnose pre operasi dan nama tindakan
atau prosedur operasi yang akan dilakukan serta pernyataan
persetujuan pasien untuk dilakukan pembedahan dalam berkas
rekam medis pasien.
2. Bedah emergensi. Pasien yang menghadapi bedah emergensi
berbeda dari pasien yang dijadwalkan. Diagnosis yang mendasari
mungkin tidak diketahui dan operasi yang direncanakan tidak
pasti. Kontak secepat mungkin dengan spesialis anestesi akan
menghasilkan rencana tindakan untuk periode pra bedah. Setelah
diskusi, operasi kadang-kadang dianjurkan untuk ditunda untuk
memungkinkan pengobatan medis memperbaiki keadaan umum
pasien. Pada situasi tertentu dibutuhkan operasi segera.
Perawatan pra bedah dari pasien – pasien emergensi:
a. Anamnesis: lakukan anamnesis terhadap pasien dan/atau
keluarganya. Tanyakan secara spesifik tentang terapi obat
terakhir dan kepatuhan pasien. Apakah pasien memiliki alergi
atau mengalami masalah dengan pembiusan dahulu?
b. Rekam medis: periksa rekam medis dan catatan laboratorium
untuk melihat bukti kelainan medis yang bermakna. Sampai
50% pasien dengan riwayat infark miokard aktual atau dicurigai
akan menceritakan riwayat penyakit dengan tidak akurat pada
5 tahun sesudahnya. Pasien mungkin yakin mengalami serangan
jantung ketika sebenarnya tidak, dan begitupula sebaliknya.
c. Pemeriksaan fisik
d. Penyelidikan: kebanyakan pasien membutuhkan pemeriksaan
hematologi dan biokimia rutin serta uji silang darah. Kirim
sampel darah segera mungkin. EKG dan X-foto toraks perlu
25
dilakukan bila ada kecurigaan patologi. Pasang pulse oximetry
pada pasien dispnea dan cek gas darah arteri.
e. Hipotensi : paling sering disebabkan oleh hipovolemia akibat
kehilangan darah atau cairan tubuh lain. Pasien usia lanjut
yang syok tidak selalu takikardia. Pasien hipertensi mungkin
mengalami hipotensi bila tekanan sistoliknya 100 mmHg.
f. Obati nyeri
g. Penggantian cairan: harus dilakukan segera dengan
pemantauan ketat untuk menilai respons terhadap pengisian
beban cairan. Volume cairan yang besar harus terlebih dahulu
dihangatkan. Kateter urin harus dipasang. Kadang-kadang
hipotensi disebabkan atau diperburuk oleh gagal jantung atau
sepsis. Jika respons terhadap terapi cairan tidak adekuat,
pemantauan CVP dibutuhkan. Jangan biarkan kepala pasien
jatuh ketika memasang infus vena sentral.
h. Syok: setiap pasien hipotensi yang tidak memberi respons
dengan pergantian volume memiliki risiko serius dan harus
dikelola di ICU. Sebagai alternatif, pasien bisa dirujuk ke
kamar operasi. Pasien-pasien perdarahan aktif memerlukan
operasi penyelamatan jiwa dan kamar operasi harus
dipersiapkan segera. Persediaan darah yang telah diuji silang
harus diusahakan. Kalau bisa darah sampai ke kamar operasi
sekaligus dengan pasien, dan pada pasien yang kehabisan
darah, darah dari golongan sama dan belum diuji silang harus
sudah ada segera.
i. Terapi cairan berlebihan: bisa mengakibatkan edema paru atau
hemodilusi. Ini bisa dicegah dengan pemantauan imbang cairan
setiap jam dan CVP.
j. Beri oksigen kepada pasien hipotensi dan setiap pasien dengan
saturasi oksigen (SpO2) kurang dari 95% pada pulse oximetry.
Pemeriksaan fisik dan radiologi biasanya akan menentukan
26
penyebab hipoksia. Pada pasien kritis, dispnea bisa disebabkan
oleh asidosis metabolik. Asidosis laktat yang disebabkan
hipoksia jaringan sering akan memberi respons terhadap
resusitasi umum, walaupun sebab-sebab lain dari asidosis harus
dicari.
k. Koreksi metabolik: elektrolit harus dikoreksi seefektif waktu
yang tersedia. Hipokalemia dan hipomagnesemia bisa
mencetuskan aritmia jantung. Kendalikan diabetes dengan
insulin dan infus dekstrosa.
l. Pasang selang nasogastrik pada pasien obstruksi usus untuk
mengurangi kembung dan mengurangi risiko aspirasi. Pastikan
bahwa pasien dengan penurunan kesadaran memiliki jalan
napas tidak tersumbat, dan menerima oksigen serta dalam
posisi sesuai. Pada pasien dengan riwayat refluks asam,
berikan omeprazole 40 mg oral (atau ranitidine 50 mg iv jika
penyerapan usus jelek) tepat sebelum operasi.
m. Komunikasi: pasien dan keluarganya terus diberitahu mengenai
rencana tindakan dan minta persetujuan untuk setiap prosedur
yang direncanakan. Bahas risiko spesifik yang berkaitan dengan
operasi atau kondisi medis pasien. Jika operasi memiliki risiko
kematian, pastikan bahwa ini dipahami. Jangan anggap semua
pasien (khususnya usia lanjut) menginginkan operasi.
27
BAB V
DOKUMENTASI
1. Rekam Medis
Mendokumentasikan pemeriksaan pasien merupakan langkah
kritikal dan penting dalam proses asuhan pasien. Hal ini umumnya
dipahami pelaksana praktek kedokteran bahwa “ jika anda tidak
mendokumentasikannya, anda tidak melakukannya”. Dokumentasi
adalah alat komunikasi berharga untuk pertemuan di masa
mendatang dengan pasien tersebut dan dengan tenaga ahli
asuhan kesehatan lainnya.
28